oleh
Kelompok 4
Nurul Qomariah NIM 182311101119
Nova Detalia Saputri NIM 182311101120
Salwa Nirwanawati NIM 182311101121
A. LATAR BELAKANG
Hipertensi merupakan keadaan dimana meningkatnya tekanan darah secara
kronis, hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi dalam tubuh. Apabila kondisi ini tidak
diatasi dengan baik, maka akan berdampak terhadap fungsi organ lain, terutama
jantung, ginjal dan saraf. Hipertensi dapat terjadi pada setiap orang, tidak
mengenal jenis kelamin ataupun usia, tetapi insidensinya meningkat pada usia di
atas 40 tahun (Lismayanti, 2018). Jumlah kasus hipertensi meningkat sangat
signifikan dari tahun ke tahun. Diperkirakan pada tahun 2025 di negara
berkembang terjadi peningkatan kasus hipertensi sekitar 80% dari 639 juta kasus
di tahun 2000 menjadi 1,15. Prediksi ini berdasarkan angka penderita hipertensi
dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty dkk., 2007 dalam Sunardi,
2014). Hipertensi menjadi masalah pada lanjut usia karena sering ditemukan dan
menjadi faktor utama stroke, payah jantung, dan penyakit jantung koroner
(Nugroho, 2000 dalam Sunardi, 2014).
Menurut WHO (2013) melaporkan bahwa hipertensi telah membunuh 9.4
juta warga di dunia setiap tahun. American Heart Association (AHA) juga
melaporkan penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi
telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, hampir 90-95% kasus tidak diketahui
penyebabnya. Sedangkan prevalensi dunia mencapai 29,2% pada laki-laki dan
24% pada perempuan (WHO, 2012). Data Global Status Report on
Noncommunicable Disesases (2010) menyebutkan bahwa 40% negara ekonomi
berkembang memiliki penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35%
(Huda, 2018). Di Indonesia, hipertensi menjadi penyakit silent killer dimana tidak
ada gejala gejala saat terjadi peningkatan tekanan darah (Kemenkes RI, 2014).
Sekitar 31,7% dari total penduduk Indonesia menderita hipertensi. Pada tahun
2013, prevalensi hipertensi lebih dari 25,8% orang berusia 18 tahun ke atas
(Kemenkes, RI, 2013). Di Jawa Tengah, prevalensi hipertensi lebih dari 26,4%
(sekitar 544.771 kasus pada 2012) (Dinas Kesahatan Jateng, 2012). Sedangkan di
kabupaten Jepara, terdapat 8.824 kasus hipertensi pada tahun 2013. Angka ini
meningkat menjadi 11.994 kasus pada tahun 2014 (Dinas Kesehatan Kab. Jepara,
2014). Data tersebut menunjukkan bahwa intervensi yang sudah dilakukan untuk
mengurangi dan mencegah hipertensi mungkin belum efektif yang dapat
menyebabkan hipertensi yang tidak terkontrol (Huda, 2018).
Manajemen perawatan diri pada penyakit hipertensi merupakan bagian
essential dalam penatalaksaan kasus hipertensi. Secara garis besar penatalaksaan
hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan non farmakologis. Lipsky dkk.
(2008) menyatakan bahwa tekanan darah tinggi dapat diturunkan melalui
perubahan gaya hidup diantaranya manajemen stress. Salah satu caranya adalah
dengan teknik relaksasi. Teknik ini akan membuat kondisi seseorang dalam
keadaan rileks atau tenang, dalam mekanisme autoregulasi, relaksasi dapat
menurunkan tekanan darah melalui penurunan denyut jantung. Salah satu teknik
relaksasi yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan terapi spiritual
emotional freedom technique (SEFT) (Huda, 2018).
Terapi spiritual emotional freedom technique (SEFT) merupakan salah satu
bentuk mind-body therapy dari terapi komplementer dan alternatif keperawatan.
Terapi SEFT bekerja dengan prinsip yang kurang lebih sama dengan akupuntur
dan akupresur. Ketiganya berusaha meerangsang titiktitik kunci pada sepanjang
12 jalur energy (energy meridian) tubuh. Bedanya dibandingkan denga metode
akupuntur dan akupresur yaitu teknik SEFT menggunakan unsur spiritual, cara
yang digunakan lebih aman, lebih mudah, lebih cepat dan lebih sederhana, karena
SEFT hanya menggunakan ketukan tangan (tapping) (Zainuddin, 2009 dalam
Rofacky, 2015).
E. Metode
1. Jenis model pembelajaran : konstruktif
2. Landasan teori : ceramah, tanya jawab, demonstrasi dan diskusi
3. Langkah pokok
a. Menciptakan suasana pertemuan yang baik
b. Mengajukan masalah
c. Mengidentifikasi pilihan tindakan
d. Memberi komentar
e. Menetapkan tindak lanjut sasaran
=Sasaran
= Pemateri
F. Media
1. Leaflet
G. PENGORGANISASIAN
1. Penanggung jawab : Nova Detalia Saputri, S.Kep
2. Penyaji : Nurul Qomariah, S.Kep
3. Instruktur : Salwa Nirwanawati, S.Kep
H. PROSES KEGIATAN
No Kegiatan
Tahap tahap Waktu
Audience Penyuluh
1. Pembukaan
a. Salam a. Menjawab a. Memberi salam
b. Perkenalan diri Salam b. Memperkenalkan
c. Kontrak waktu b. Menyimak diri
d. Apersepsi c. Menyepakati c. Memberitahu 5 menit
d. Menyimak lamanya
penyuluhan
d. Memfokuskan
audience
2. Pelaksanaan Menyampaikan
a. Menjelaskan a. Memperhatikan materi penyuluhan:
pengertian b. Memperhatikan a. Menjelaskan
terapi SEFT c. Memperhatikan pengertian terapi
b. Menjelaskan d. Memperhatikan SEFT
tujuan terapi dan b. Menjelaskan
25
SEFT mempraktekkan tujuan terapi
menit
c. Menjelaskan SEFT
manfaat terapi c. Menjelaskan
SEFT manfaat terapi
d. Mendemonstra SEFT
sikan terapi d. Mendemonstrasik
SEFT an terapi SEFT
3. Penutup
a. Evaluasi a. Bertanya dan a. Mempersilakan
b. Menyimpulkan atau menjawab bertanya dan
materi pertanyaan memberi
c. Menekankan b. Menyimak pertanyaan
5 menit
pentingnya c. Menyimak b. Memberi
materi d. Menjawab kesimpulan
d. Salam salam c. Mengulang inti
materi
d. Memberi salam
I. Evaluasi
1. Analisis Evaluasi dan Hasil-Hasilnya
a) Evaluasi Struktur
1) Materi terapi SEFT yang akan disampaikan telah siap disajikan.
2) Tersedia tempat yang nyaman untuk penyuluhan kesehatan sehingga
siap untuk dilakukan.
3) Penyelenggaraan penatalaksanaan penyuluhan terapi SEFT di Ruang
Anturium RSD dr. Soebandi Jember.
4) Pengorganisasian penyelenggaraan kegiatan dilakukan sebelum
pelaksanaan
5) Persiapan mahasiswa telah dilakukan.
6) Persiapan keluarga pasien telah dilakukan.
b) Evaluasi Proses
1) Proses penyuluhan kesehatan pada keluarga pasien berjalan dengan
lancar mulai dari awal hingga akhir, dan mampu untuk
mendemonstrasikan sesuai dengan yang diharapkan.
2) Penyuluh dapat menfasilitasi dan meningkatkan kemampuan dalam
hal teknik pemberian relaksasi kepada pasien
3) Keluarga kooperatif selama dilakukan penyuluhan kesehatan.
4) Peserta penyuluhan mampu menjawab pertanyaan
5) Proses pendidikan kesehatan dan demonstrasi terapi SEFT mampu
dilakukan
6) Tujuan umum dan tujuan khusus tercapai setelah penyuluhan
kesehatan dilaksanakan
7) Peserta berpartisipasi dalam kegiatan dengan mengajukan dan
menjawab pertanyaan dengan benar
c) Evaluasi Hasil
Setelah mendapatkan penyuluhan kesehatan ibu mampu:
1) Menjelaskan pengertian, tujuan, dan manfaat penyuluhan kesehatan
tentang terapi SEFT.
2) Melakukan penyuluhan kesehatan setiap waktu.
3) Kegiatan pendidikan kesehatan dan demonstrasi terapi SEFT sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai
4) Kehadiran peserta sesuai target yakni lebih dari 10 orang
2. Faktor Pendorong
a) Semua keluarga pasien antusias terhadap penyuluhan yang dilakukan oleh
mahasiswa
b) Semua keluarga pasien memperhatikan apa yang dijelaskan dan
didemonstrasikan oleh mahasiswa
c) Semua keluarga pasien terlihat sangat semangat ketika dilakukan
penyuluhan kesehatan
d) Adanya dorongan dari perawat di ruangan
3. Faktor Penghambat
a) Luas ruangan yang terbatas
b) Waktu dilakukan penyuluhan kesehatan bersamaan dengan waktu jam
perawatan pasien
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Sholihul., & Alvita, Galia W. 2018. Pengaruh Terapi SEFT (Spiritual
Emotional Freedom Technique) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Penderita Hipertensi Di Wilayah Puskesmas Tahunan. Jurnal Keperawatan
dan Kesehatan Masyarakat, 7(2): 114-127.
Lismayanti, Lilis., & Sari, Pamela Nina. 2018. Efektifitas Spiritual Emotional
Freedom Therapy (SEFT) Dalam Menurunkan Tekanan Darah Pada Lansia
Diatas 65 Tahun Yang Mengalami Hipertensi. Prosiding Seminar Nasional
dan Diseminasi Penelitian Kesehatan, 21 April 2018: 64-67. ISBN: 978-
602-72636-3-5.
Rofacky, Hendri F., & Aini Faridah. 2015. Pengaruh Terapi Spiritual Emotional
Freedom Technique (Seft) Terhadap Tekanan Darah Penderita Hipertensi.
The Soedirman Journal of Nursing, 10(1): 41-52.
Sunardi., Purwanto, Edi., & Sakinah, Titin. 2014. Efektivitas Terapi SEFT dalam
Menurunkan Hipertensi. Jurnal Ners dan Kebidanan, 1(2): 97-102.
Lampiran
Lampiran 1 : Berita Acara
Lampiran 2 : Daftar Hadir
Lampiran 3 : Materi
Lampiran 4 : Media Leaflet
Lampiran 5 : Dokumentasi
Kelompok 4
Lampiran 1. Berita Acara
BERITA ACARA
Pada hari ini, Jumat, 28 Juni 2019 jam 10.00 – 10.30 WIB bertempat di Ruang
Anturium Rumah Sakit Daerah (RSD) dr. Soebandi Jember telah dilaksanakan
kegiatan Pendidikan Kesehatan tentang “Terapi SEFT pada Pasien Hipertensi”
oleh Mahasiswa Profesi Ners angkatan XXIII Fakultas Keperawatan Universitas
Jember. Kegiatan ini diikuti oleh ….. orang (daftar hadir terlampir).
DAFTAR HADIR
1. Pengertian
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan
perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya
tekanan darah (Arif Muttaqin, 2009).
Menurut Wiryowidagdo (2002) mengatakan bahwa hipertensi merupakan suatu
keadaan tekanan darah seseorang berada pada tingkatan di atas normal.
Sedangkan menurut WHO, batas tekanan darah yang masih dianggap normal
adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg
dinyatakan sebagai darah tinggi (Soeparman, 1999).
b. The Tune-In
Merasakan rasa sakit yang kita alami, lalu mengarahkan fikiran kita ke tempat
rasa sakit diikuti mengatakan “Saya ikhlas, Saya pasrah… Ya Allah…”
c. The Tapping
Ketuk titik titik dibawah ini sebanyak 7-8 kali secara berurutan
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah dengan frekuensi sekitar 60-
80x/menit dan mengucapkan kalimat set-up secara bersamaan
Di alis
Samping mata
Bawah mata
Di bawah hidung
Di dagu
Clavicula (Collarbone)
10 cm di bawah ketiak (Under arm)
Ibu Jari bagian distal
Jari telunjuk bagian distal
Jari tengah bagian distal
Jari manis bagian distal
Jari kelingking bagian distal