Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Kulit merupakan organ tubuh terluar yang melindungi tubuh manusia dari lingkungan
sekitar. Sebagai organ yang esensial dan vital, kulit mencerminkan kesehatan manusia, sangat
kompleks, elastis dan sensitif. Kulit tersusun dari jutaan sel. Normalnya, sel-sel di dalam tubuh
akan membelah lebih cepat pada masa pertumbuhan, sedangkan pada masa dewasa sel akan lebih
banyak membelah untuk menggantikan sel-sel yang mati atau untuk memperbaiki kerusakan
jaringan. Sel kanker terjadi akibat kerusakan DNA. Sel kanker akan terus tumbuh dan membelah
menjadi sel yang abnormal, juga dapat meluas ke jaringan yang normal. Pengawasan dan
penemuan kanker kulit dapat dilakukan lebih teliti dan dini bila masyarakat memiliki
pengetahuan yang baik, sadar dan peduli akan kesehatan kulitnya, serta mau berkonsultasi ke
dokter atau pusat kesehatan terdekat.1
Kanker kulit secara umum dibagi menjadi kanker kulit melanoma dan nonmelanoma. Yang
termasuk kanker kulit non melanoma adalah karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa.
Karsinoma Sel Basal (KSB) merupakan penyakit kanker kulit yang terbanyak dijumpai, berkisar
75-80% dari jumlah pasien kanker non melanoma. Di Amerika Serikat, angka kejadian KSB
meningkat, dari 65% pada tahun 1980 menjadi 80% pada tahun 2010.2
Karsinoma Sel Basal adalah tumor ganas yang bersifat invasif secara lokal, agresif dan
destruktif. Etiopatogenesis KSB adalah predisposisi genetik, lingkungan dan paparan sinar
matahari, khususnya ultraviolet B (UVB) yang merangsang terjadinya mutasi supressor genes.
Berkaitan dengan hal tersebut, malignansi ini biasanya timbul di daerah yang terpapar sinar
matahari. Biasanya lesi KSB berupa lesi tunggal dan 80% kasus terdapat pada kepala dan leher.
Daerah yang perlu diwaspadai adalah kantus medialis dan lateralis, lipatan nasolabial dan di
belakang telinga. Karsinoma Sel Basal (KSB) merupakan keganasan kulit yang berasal dari sel
non-keratinisasi basal sel epidermis. KSB disebut juga basalioma, epitelioma sel basal, ulkus
Rodent, ulkus Jacob, atau tumor Komprecher.1,2
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : HDH

Umur : 79 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

Alamat : Pattolosang

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Benjolan pada daerah wajah

Anamnesis Terpimpin :

Seorang perempuan 79 tahun datang ke poli kulit RSUD Syekh Yusuf Gowa dengan keluhan

benjolan pada daerah wajah sebelah kiri sejak ± 10 tahun yang lalu. Awalnya seperti kutil

,lama kelaman benjolan semakin besar. Benjolan terasa gatal, mudah berdarah tetapi tidak

nyeri. Pasien mengatakan menggaruk pada daerah benjolan hingga menjadi luka. Pasien

tidak merasa demam selama ada luka. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain

sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga. Riwayat pengobatan dan

riwayat alergi tidak ada. Pasien sering terpapar matahari karena bekerja sebagai petani.

C. STATUS PRESENS

Keadaan Umum : Sakit (Sedang)


Kesadaran (Composmentis)

Gizi (Baik)

Hygiene (Sedang)

Kepala : Sclera = Ikterus (-)

Konjungtiva = Anemia (-)

Bibir = Sianosis (-)

Status Lokalis : Facialis

D. STATUS DERMATOLOGIS

Lokasi : daerah wajah

Distribusi : regional

Ukuran : plakat

Effloresensi: Nodul, krusta, ulkus, serta teleangiektasia. Lesi yang besar disertai dengan

nekrosis sentral .
E. RESUME

Seorang perempuan 79 tahun datang ke poli kulit RSUD Syekh Yusuf Gowa dengan

keluhan benjolan pada daerah wajah sebelah kiri sejak ± 10 tahun yang lalu. Awalnya seperti

kutil ,lama kelaman benjolan semakin besar. Benjolan terasa gatal , mudah berdarah tetapi

tidak nyeri. Pasien mengatakan menggaruk pada daerah benjolan hingga menjadi luka.

Pasien tidak merasa demam selama ada luka. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain

sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga. Riwayat pengobatan dan

riwayat alergi tidak ada. Pasien sering terpapar matahari karena bekerja sebagai petani.

Keadaan umum penderita baik. Higiene sedang. Lokasi lesi di daerah wajah, dengan

effloresensi nodul, krusta, ulkus, serta teleangiektasia. Lesi yang besar disertai dengan

nekrosis sentral .

DIAGNOSIS

Karsinoma Sel Basal

F. TERAPI

Konsul Bedah
BAB III

PEMBAHASAN

A. Definisi

Karsinoma Sel Basal (KSB) adalah tumor ganas kulit, bersifat destruktif, dan invasi

setempat, serta sangat jarang metastasis.3 Menurut World Health Organization (WHO),

basalioma adalah satu kelompok tumor ganas kulit yang dikarakteristik oleh sel-sel basaloid

(germinative cell) yang membentuk lobulus, kolum, pita, atau tali.4

Basalioma merupakan karsinoma lowgrade dimana secara klinis sering ditemukan pada

area yang terpapar sinar matahari dan tidak menimbulkan masalah dalam diagnosis klinis.

Namun sejak penampakan KSB bervariasi sesuai dengan pola histologisnya, dan lokasinya

kadang tidak seperti biasa, diagnosis tidak selalu tercapai secara klinis. KSB kadang kala

sulit untuk dibedakan dengan lesi epitelial jinak maupun ganas. 5,6

B. Epidemiologi

Basalioma merupakan tumor ganas tersering di Amerika Serikat dan daerah-daerah lain,

terutama pada populasi kulit putih. Kandungan pigmen melanin yang tinggi pada kulit hitam

dapat melindungi terhadap perkembangan tumor ini. Diperkirakan 900.000 kasus per tahun

ditemukan di Amerika Serikat. Australia mempunyai insiden tertinggi penyakit kanker kulit;

insiden basalioma >2%. Insiden basalioma telah meningkat pada dekade terakhir seperti

peningkatan melanoma. Diperkirakan insiden kanker kulit non-melanoma meningkat 2- 3%

per tahun. Jumlah basalioma sekitar 80% dari kanker kulit non-melanoma.

Data Badan Registrasi Kanker (BRK) tahun 2009 di Indonesia menunjukkan kanker kulit

menempati urutan ke-4 dari 10 jenis kanker terbanyak; di Manado kanker kulit berada pada

urutan ke-2 setelah kanker leher rahim.4


Penyakit ini berkembang terutama pada kulit yang terpapar sinar matahari. Migrasi

individu terutama anak-anak ke daerah dengan radiasi tinggi ultra violet (UV) dikaitkan

dengan peningkatan kejadian kanker kulit, namun hal ini tidak cukup untuk mengakibatkan

basalioma karena penyakit ini jarang terjadi pada tangan dan jari. Khas penyakit ini terdapat

pada orang dewasa, tetapi tumor ini juga dapat berkembang pada anak. Pada usia lanjut

basalioma lebih banyak pada pria, tetapi pada usia muda lebih banyak pada wanita. Hal ini

mungkin akibat peningkatan paparan sinar matahari pada wanita muda yang dikaitkan

dengan penggunaan tanning bed dan merokok.

Kulit yang terpapar sinar matahari selama masa kanak-kanak dan dewasa merupakan

faktor risiko basalioma. Paparan arsen dan radiasi ion juga dapat menginduksi terjadinya

penyakit ini. Faktor risiko lainnya ialah Fitzpatrick skin tipe 1 dan 2, rambut merah, freckling

pada masa kanak-kanak, riwayat keluarga dengan kanker kulit, jenis kelamin laki-laki, dan

celtic ancestry. Imunodefisiensi sekunder dari acquired immune deficiency syndrome (AIDS)

atau pasca transplantasi dihubungkan dengan peningkatan risiko basalioma.4

C. Etiologi

Faktor etiologi utama yang bertanggung jawab untuk BCC adalah paparan UV kronis

dengan sebagian besar sinar UVB dengan panjang 290-320 mm. 7 10 Hal ini menyebabkan

mengaktifkan proto-onkogen dan inaktivasi gen penekan tumor di keratinosit. Dosis tinggi

dari sinar UV melantik radikal oksigen bebas, yang dikombinasikan dengan berkurangnya

hasil sistem proteksi antioksidan dalam proses degenerasi berbeda inklusif karsinogenesis.

Sinar UV melantik produksi dimer pyramidine dan hilangnya heterozigositas dari kedua

penekan tumor (pelindung) gen-ТР53 dan РТСН, sehingga BCC sebagai urutan

ketidakstabilan mikrosatelit dalam kombinasi tetra nukleotida yang dipilih dari gen coding.7
D. Patogenesis

Faktor Genetik

Faktor genetik yang berperan pada KSB adalah kromosom 1 dan satu varian dari setiap

kromosom 5, 7, 9, dan 12. Varian tersebut bersifat heterozigot. Walaupun hubungan varian

tersebut dengan warna rambut, mata, dan warna kulit tidak diketahui, namun terdapat hubungan

dengan ketidakmampuan kulit dalam memproteksi diri terhadap pajanan sinar matahari.14

Kelainan genetik yang bersifat homozigot seperti pada sindroma nevus sel basal berhubungan

dengan aktivasi pengaturan sonic hedgehog pathway signaling (SHH).8 Kelainan tersebut dapat

disebabkan oleh aktifnya kembali SHH yang hanya aktif pada fetus,15,16 atau mutasi pada SHH

dengan mengaktivasi patched tumor-supressor homologue 1 (PTCH1) dan protein forkhead box

(FOX) yang mencetuskan ekspresi gen dalam pertumbuhan sel dengan memicu messenger

ribonucleoprotein (mRNA) untuk berproliferasi, diferensiasi, longevity, dan transformasi.

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang sudah diketahui dapat memicu terjadinya KSB adalah

rangsangan onkogen, luka kronis, trauma akut, hidrokarbon, arsenik, tar batubara, obat topikal

metoksipsoralen, dan yang terpenting adalah pajanan sinar ultraviolet (UV). Luka kronis, trauma

akut, dan rangsangan onkogen diduga dapat mengakibatkan pertumbuhan keratinosit bulbus

folikel rambut yang tumbuh ke arah epidermis, walaupun mekanismenya belum diketahui

dengan pasti. Efek radiasi sinar UV terhadap kulit dapat bersifat akut dan kronik.

Secara klinis, efek akut radiasi UV adalah sunburn inflammation, eritema, nyeri, panas,

tanning karena sintesis melanin, gangguan modulasi sistem imun atau imunosupresif lokal dan

sistemik. Oksigen dalam jaringan berpengaruh terhadap kerusakan oksidatif oleh sinar UV, yaitu

saat hipoksia jaringan dengan menginduksi pembentukan sunburn cell dan edema kulit,
sedangkan pada pajanan sinar UV kronik terjadi inflamasi akibat stres oksidatif. Kerusakan DNA

yang disebabkan oleh pembentukan 6,4-photoproducts, misalnya cyclobutane pyrimidine dimers

dapat menyebabkan akumulasi perubahan delesi genetik. Kerusakan DNA tersebut akan

direparasi dengan perbaikan eksisi nukleotida atau nucleotide excision repair (NER) pada sel

punca yang terletak pada folikel rambut untuk berproliferasi menggantikan sel yang rusak

(homesostasis) . Sel yang rusak karena radiasi atau radikal bebas akibat stres oksidatif (sunburn

cell) juga dapat menyebabkan timbulnya klon mutan (contohnya klon mutan p53) dari sel

sekitarnya tanpa mutasi sel.

Pajanan kronis UVB selama 3-5 minggu atau selama lebih dari 12 jam secara terus-

menerus di keratinosit sel basal dapat merusak gen p53 dan p63 yang bersifat supresor tumor

sehingga tidak terjadi apoptosis. Fungsi normal gen supresor tumor adalah sebagai barier

fisiologis terhadap ekspansi klonal dan mutasi gen, juga menghalangi proliferasi sel yang

berlebihan maupun metastasis sel yang dikendalikan oleh onkogen. Pajanan kronis UVB juga

dapat menginduksi mutasi ekspresi gen p53 yang spesifik terhadap kerusakan sinar matahari atau

disebut “mutasi signature”.

Bila efek protoonkogen atau fotokarsinogen sinar UV tersebut mengenai sel punca yang

sedang mengalami mitosis atau proliferasi, maka dapat menyebabkan gangguan pengaturan pada

penggantian sel baru, terjadi akumulasi mutasi protoonkogen, selanjutnya akan memicu sel

punca/progenitor, mengubah sel transformasi menjadi sel ganas. Kerusakan DNA kronis

menyebabkan kerusakan DNA permanen sehingga tidak terjadi proses reparasi DNA yang

menyebabkan mutasi pada SHH, p53, dan aktifnya telomerase. Telomerase adalah enzim yang

mengontrol panjang DNA pada ujung kromosom (telomer). Pada sel normal, telomer memendek

setiap kali membelah.


Telomerase yang aktif menyebabkan telomer tidak memendek saat pembelahan sehingga

sel bersifat abadi. Ekspresi gen p53 yang aktif (mutasi signature) dan mutasi gen p53

mengakibatkan terhambatnya apoptosis sel. Mutasi gen p53 ini akan merangsang Src

(protoonkogen tirosin kinase) untuk memulai siklus cyclic adenosine monophosphate response

element binding (CREB) yang meningkatkan proliferasi sel punca. Terdapat dua gen utama pada

jalur Hedgehog, yaitu PTCH1 dan smoothed G-protein-coupled receptor (SMO).

Mutasi pada gen PTCH1 mencegah PTCH1 berikatan dengan SMO dan menstimulasi

SHH. Kehadiran SHH akan mengikat PTCH1, lalu melepaskan dan mengaktifkan SMO.

Selanjutnya, akan terjadi aktivasi supresor protein fused (SuFu) dan glioma (GLI) dengan

mentranskrip gen di nukleus sehingga terjadi proliferasi sel punca dengan tujuan homeostasis

epidermis, juga proliferasi sel punca yang terus-menerus. Penghantaran sinyal tanpa hambatan

ini menyebabkan pertumbuhan tumor tidak terkendali, memicu timbulnya KSB. 8

E. Gambaran Klinis

Terdapat 5 subtipe KSB yaitu KSB nodular, superfisial, morpheaform, KSB berpigmen, dan

fibroepitelioma.

a. KSB tipe nodulo-ulseratif : nodus menimbul, membesar, permukaan menjadi tidak rata,

dan menjadi ulkus. Ulkus dapat dengan tepi berbentuk papul berkilat, seperti mutiara

(pearly border), kerusakan jaringan semakin dalam bahkan dapat sampai tulang. 3

Bagian tengah cekung yang dapat berkembang menjadi ulkus rodent ditutupi krusta,

perabaan berbatas tegas dan keras. 9


Gambar 1. KSB tipe nodular : Sebuah nodul soliter, mengkilat, dengan telangiektasis di
ala nasi.

Gambar 2. Ulkus rodent ; tepi berbentuk papul berkilat, seperti mutiara (pearly border),
kulit berwarna kemerahan.
b. KSB tipe berpigmen ialah KSB nodulo-ulseratif yang berpigmen atau nodular yang

menunjukkan peningkatan melanisasi. Biasanya berwarna coklat sampai biru atau hitam.

Permukaan yang halus dan berkilau, keras, tegas, biasanya tidak dapat dibedakan dari

penyebaran superfisial atau melanoma nodular tetapi biasanya lebih sulit. Lesi kistik

dapat terjadi: bulat, bentuk oval, pusat tertekan ("umbilicated").11


Gambar 3. KSB tipe berpigmen: Sebuah nodul dengan batas tidak teratur, beraneka
ragam warna melanin, dan berwarna hitam.

c. KSB tipe superfisial: plak dengan tepi berbatas tegas dan dapat dengan pearly border

yang tersusun linear menimbul, seperti benang. Pada permukaaan lesi dapat ditemukan

eritema, erosi, ulkus, skuama dan krusta.3

Gambar 4. KSB tipe superfisial : Tampak plak dengan tepi betbatas tegas dan permukaan
lesi yang erosi.
d. KSB tipe morfea: makula atau plak padat karena fibrosis, batas tidak tegas, permukaan

licin, warna kekuningan, dan kadang-kadang seperti jaringn parut. Ulkus jarang terjadi

pada tipe ini.3


Gambar 5. KSB tipe morfea

e. KSB tipe fibroepitelioma: jarang dijumpai, berupa nodus agak bertangkai, dan warna

kemerahan.3

F. Diagnosa

Diagnosis KSB ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan

histopatologi pada salah satu lesi untuk menentukan subtipe KSB. Sangat sulit membedakan

bentuk dini KSB, karsinoma sel skuamosa, maupun melanoma maligna. Penderita KSB sering

datang dengan keluhan bercak di wajah yang mudah berdarah dan tidak sembuh-sembuh, atau

seperti tahi lalat (andeng-andeng) yang ukurannya bertambah besar, gatal, dan nyeri. Jika

terdeteksi lebih awal, lesi belum meluas, tentu hasil pengobatan akan lebih baik. Pada lesi KSB

yang dibiarkan dan akhirnya meluas, kecacatan yang timbul lebih besar, lebih sulit ditangani,

secara kosmetik juga hasilnya kurang memuaskan. Karena diagnosis dini keganasan kulit

sangatlah penting maka patut dicurigai beberapa gejala dan tanda keganasan kulit seperti yang

akan diuraikan berikut ini.


American Cancer Society menganjurkan agar memeriksakan kulit ke dokter setiap tiga
tahun bagi usia 20-39 tahun dan setiap tahun bagi usia di atas 40 tahun.25 Selain itu, dapat juga
dilakukan Periksa Kulit Sendiri (SAKURI), yaitu metode pemeriksaan kulit mandiri yang rutin
dilakukan sebulan sekali dalam rangka mendeteksi dini kanker kulit. Dengan pencahayaan yang
cukup, lakukan langkah-langkah SAKURI seperti gambar berikut
Gambaran Histologi

Karakteristik histologik umum dari basalioma ialah adanya sel-sel tumor basaloid dalam

kelompok dengan bagian tepi tersusun palisading, sel-sel dengan inti mitosis, badan apoptosis,

stroma miksoid, dan adanya celah artefak di daerah peritumor antara sel-sel tumor dan stroma

sekitarnya.4

Sel-sel tumor basaloid memiliki gambaran yang mirip sel epitel basal, mengandung inti sel

besar, oval atau memanjang dan sitoplasma relatif sedikit. Pada beberapa kasus, sukar

didapatkan gambaran sitoplasma dari sel tumor. Perbedaan antara sel tumor basaloid dan sel

basal ialah sel tumor basaloid mempunyai rasio inti sitoplasma yang lebih besar dibandingkan

dengan sel epitel basal dan tidak menunjukkan adanya jembatan interselular. Inti sel tumor

biasanya tampak berukuran relatif sama, tidak bervariasi, dan mengandung intensitas warna

homogen. Gambaran daerah kistik, lakunar atau celah di antara kelompok sel tumor dengan

stroma di sekitarnya timbul akibat nekrosis sel-sel tumor atau penurunan adesi seluler. Gambaran

ini awalnya dianggap sebagai artefak akibat fiksasi namun ternyata hal ini didapatkan juga pada

sediaan potong beku yang tidak difiksasi, dan dengan pengecatan imunohistokimia didapatkan

ekspresi positif dari antibodi laminin dan kolagen tipe IV. Terdapat beberapa variasi tipe

histopatologik basalioma yang dapat muncul dalam bentuk murni ataupun kombinasi beberapa

tipe utama dan tipe tambahan. Tipe utama basalioma ialah tipe superfisial, nodular, morfea dan

infiltratif, fibroepiteliomatous, dan infundibulokistik. 4

Tipe superfisial dikarakteristik oleh kelompok-kelompok sel tumor yang seluruhnya

menempel pada epidermis atau struktur adneksa. Kelompok-kelompok sel tumor ini terpisah

satu sama lain oleh daerah epidermis normal. Tipe nodular ditandai adanya kelompok-kelompok

sel tumor berbentuk nodul pada dermis, terlepas dari epidermis sampai pada lapisan dermis
retikular. Ukuran dan bentuk nodul bervariasi. Beberapa penulis membagi tipe ini menjadi tipe

nodular dan mikronodular berdasarkan ukuran diameter kelompok sel tumor <0,5mm. Pada tipe

morfea dan infiltratif, istilah infiltratif digunakan untuk menggambarkan tumor yang kurang

memiliki gambaran nodul solid dan didominasi oleh kelompok-kelompok sel yang tersusun

ireguler, dalam bentuk pita-pita, atau sebaran sel tumor tunggal di antara stroma. Distribusi sel

tumor yang ireguler di antara stroma ini memberikan gambaran seperti tumor infiltratif. Istilah

morfeaform atau sklerosing berarti terdapat banyak daerah fibrosis pada stroma yang

menyebabkan sel-sel tumor terjepit di antara stroma seperti pita-pita tipis; biasanya tidak

didapatkan gambaran nodul solid. Tipe fibroepiteliomatous (juga disebut fibroepithelioma of

Pinkus) dengan karakteristik adanya kelompok sel tumor dalam bentuk pita yang beranastomosis

membentuk gambaran fenestrasi di antara proliferasi jaringan ikat fibrosa. Tipe infundibulokistik

biasanya berupa lesi kecil dan indolent, dengan adanya struktur keratosit kecil dan sel-sel epitel

basaloid berkromatin halus. 4

Tipe-tipe tambahan terdiri dari: basalioma adenoid, basalioma pigmented, basalioma dengan

diferensiasi skuamous (tipe metatipikal), clear cell basalioma, basalioma dengan diferensiasi

ekrin, dan basalioma dengan pleomorfisme inti sel. 4

 Gambaran histopatologik basalioma1

Tipe nodular
Tipe superfisial

Tipe infiltratif

Tipe fibroepiteliomatous

Tipe infundibulokistik
G. Diagnosa Banding

Beberapa diagnosis banding dari KSB adalah


1. Karsinoma sel Squamosa
Karsinoma sel squamosal adalah merupakan tumor jinak kulit
Etiologi : paparan sinar matahari, Ras, Herediter, Faktor Genetik, Arsen inorganic, radiasi,
factor hidrokarbon.
Gejala klinis : lokasi tersering yaitu di tungkai bawah, tumbuh lambat, merusak jaringan
disekitarnya, bermetastasis jauh, dan umumnya mealui saluran getah bening, awal
lesinya muncul kulit bersisik seperti koreng kemudian muncul benjolan mirip kutil
dan bisa berdarah
Gambar :

2. Melanoma maligna

Melanoma maligna merupakan keganasan kulit yang berasal dari sel sel melanosit
Etiologi : idiopatik, iritasi berulang pada tahi lalat, herediter
Gejala klinis : bentuk lesi asimetris, batas regular, warna bisa hitam, biru, coklat, kemerahan dan
abu abu
Gambar :

3. Nevus Pigmentosusu
Nevus Pigmentosus merupakan tumor jinak kulit yang berasal dari krista neural
Tempat predileksi : muka dan badan lainnya
Gambaran klinis : papul berbatas tegas dan berkilat, umumnya berambut.
Gambar :

4. Trichoepitelioma
Trichoepithelioma merupakan salah satu tumor jinak kulit yang beraal dari folikel rambut
Tempat predileksi : muka dan badan
Gambaran klinik : papul papul coklat, telangiektasis, miliar, lentikuler
Gambar :

5. Keratosis seboroik
Keratosis seboroik merupakan tumor jinak kulit yang berasal dari epidermis kulit
Tempat predileksinya : tubuh bagian atas dan muka
Gambaran klinis : papul berwarna coklat sampai hitam, dapat generalisata, perabaan kenyal
Gambar :

H. Tatalaksana

Tujuan dari penatalaksanaan KSB adalah menghilangkan total lesi KSB, menjaga jaringan

normal, fungsi jaringan, serta mendapatkan hasil optimal secara kosmetik.1 Umumnya

penanganan basalioma dilakukan dengan terapi lokal, dapat berupa terapi bedah dan non-

bedah (derajat metastasis basalioma rendah).

1. Terapi bedah

Terapi bedah dapat berupa kuretase dan elektrodesikasi, cryosurgery, eksisi bedah, dan eksisi

Mohs. Dengan kuretase dan elektrodesikasi, five years survival rate mencapai 95%,

sedangkan pada eksisi bedah dan Mohs mencapai 99%.

a. Untuk KSB primer, jika pertumbuhan tumor tidak agresif, dan lokasinya berada di

badan atau ekstremitas, eksisi standar merupakan teknik terapi dengan tingkat

rekurensi yang rendah. Five years survival rate mencapai 99%.10


b.
Untuk lesi KSB dengan pertumbuhan agresif, tumor > 2cm atau terdapat di

lokasi-lokasi seperti lipatan nasolabial, sekitar mata, belakang telinga, skalp, atau

lesi berulang, teknik MMS (Mohs Micrographic Surgery) merupakan pilihan.

MMS menawarkan analisis histologik paling unggul dengan mengkombinasikan


reseksi berdasarkan stadium melalui penentuan batas lesi tepi tumor. Dengan

demikian, hasil preservasi jaringan normal menjadi maksimal dibandingkan

dengan bedah eksisi standar. Eksisi Mohs dapat mengangkat sekaligus 100%

tumor karena secara bersamaan menggunakan pemeriksaan potong beku untuk

melihat apakah batas-batas eksisi dan dasar eksisi tumor masih mengandung masa

tumor. 10
c.
Kuretase dan elektrodesikasi merupakan salah satu modalitas penanganan yang

sering digunakan untu KSB. Tingkat kesembuhan menurun berdasarkan ukuran

lesi. Pada lesi < 1 cm tingkat kesembuhan mencapai 98,8%, untuk lesi antaar 1 –

2 cm adalah 95,5% dan untuk lesi > 2 cm sebesar 84%. Kuretase dan

elektrodesikasi ini tidak direkomendasikan pada KSB tipe morfea atau lesi KSB

yang berulang. Five years survival rate mencapai 95%.10

2. Terapi non-bedah

Terapi non-bedah biasanya digunakan untuk pasien yang tidak bisa menjalani

pembedahan atau lokasi tumor yang sulit dijangkau dengan pembedahan. Saat ini banyak

dikembangkan uji klinik targeting therapy untuk basalioma yang menggunakan molekul

Hedgehog pathway inhibitor (HPI) karena jalur signal Hedgehog (Hh) berperan penting

dalam patogenesis basalioma.4,13

a) Terapi topikal berupa 5- Fluorourasil yang telah banyak digunakan pada actinic

keratosis dan karsinoma squamous insitu. Hanya satu tipe basalioma yang pernah

dilakukan dengan pengobatan ini yaitu basalioma tipe superficial. Krim terapi

digunakan dua kali sehari selama 11 minggu dengan 90% penyembuhan yang

diobservasi selama 3 minggu setelah pengobatan tapi tidak ada follow up yang
diberikan. Imiquiod; efek samping dari penggunaan obat ini adalah reaksi lokal

termasuk erosi, ulserasi, mengeras serta gatal, terbakar, atau nyeri, yang dirasakan oleh

58 – 92% pasien, banyak regimen treatment berbeda yang berbeda tapi efektif

digunakan untuk mengobati basalioma superficial baik digunakan 5 kali perminggu

atau 7 kali per minggu selama minggu.10

b) Radioterapi, treatment baik untuk KSB primer dan baik untuk pengobatan pada KSB

yang berulang kecuali pada KSB rekurent yang baru saja di radioterapi.

c) Injeksi imunomodulator, serta terapi fotodinamik.

I. Edukasi
Pencegahan:

Proteksi terhadap sinar matahari , dengan penggunaan tabir surya SPF 15 menunjukkan

pengurangan insidens karsinoma sel skuamosa berikutnya namun tidak tidak terdapat

proteksi yang signifikan pada karsinoma sel basal.12

J. Prognosis

Prognosis penderita KSB umumnya baik. Angka kekambuhan KSB hanya 1% jika diterapi

dengan tepat. Pasien harus tetap di-follow up untuk kekambuhan atau lesi KSB baru. Edukasi

penderita penting agar melakukan pemeriksaan kulit periodik dan menghindari segala faktor

risiko. Perlindungan terhadap paparan sinar matahari dianjurkan untuk setiap pasien dengan

riwayat KSB.2
DISKUSI

Pada kasus telah datang pasien berinisial HDH umur 79 tahun (wanita) ke

Poli Kulit RSUD Syekh Yusuf Gowa, dengan keluhan benjolan pada daerah wajah sebelah kiri

sejak ± 10 tahun yang lalu.

Diagnosis karsinoma sel basal pada pasien ditegakan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Pada anamnesis dijumpai keluhan utama berupa keluhan benjolan pada daerah

wajah sebelah kiri sejak ± 10 tahun yang lalu. Awalnya seperti kutil ,lama kelaman benjolan

semakin besar. Benjolan terasa gatal , mudah berdarah tetapi tidak nyeri. Pasien mengatakan

menggaruk pada daerah benjolan hingga menjadi luka. Pada anamnesis kemungkinan timbulnya

keluhan disebabkan oleh faktor etiologi yaitu sering terpapar sinar matahari.

Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai pada regio facialis dengan effloresensi nodul,

krusta, ulkus, serta teleangiektasia. Lesi yang besar disertai dengan nekrosis sentral. Hal ini

sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa KSB tipe nodulo-ulseratif : nodus

menimbul, membesar, permukaan menjadi tidak rata, dan menjadi ulkus. Ulkus dapat dengan

tepi berbentuk papul berkilat, seperti mutiara (pearly border), kerusakan jaringan semakin dalam

bahkan dapat sampai tulang. Bagian tengah cekung yang dapat berkembang menjadi ulkus

rodent ditutupi krusta, perabaan berbatas tegas dan keras.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka diagnosis banding pada kasus ini

adalah Karsinoma sel Squamosa, Melanoma maligna, Nevus Pigmentosus, Trichoepitelioma,

Keratosis seboroik. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan diagnosis banding .
Penatalaksanan pada pasien ini yaitu untuk lesi KSB dengan pertumbuhan agresif,

tumor > 2cm atau terdapat di lokasi-lokasi seperti lipatan nasolabial, sekitar mata, belakang

telinga, skalp, atau lesi berulang, teknik MMS (Mohs Micrographic Surgery) merupakan pilihan.

MMS menawarkan analisis histologik paling unggul dengan mengkombinasikan reseksi

berdasarkan stadium melalui penentuan batas lesi tepi tumor. Dengan demikian, hasil preservasi

jaringan normal menjadi maksimal dibandingkan dengan bedah eksisi standar. Eksisi Mohs dapat

mengangkat sekaligus 100% tumor karena secara bersamaan menggunakan pemeriksaan potong

beku untuk melihat apakah batas-batas eksisi dan dasar eksisi tumor masih mengandung masa

tumor.

Prognosis pada pasien penderita KSB umumnya baik. Angka kekambuhan KSB hanya

1% jika diterapi dengan tepat. Pasien harus tetap di-follow up untuk kekambuhan atau lesi KSB

baru. Edukasi penderita penting agar melakukan pemeriksaan kulit periodik dan menghindari

segala faktor risiko. Perlindungan terhadap paparan sinar matahari dianjurkan untuk setiap pasien

dengan riwayat KSB.


BAB IV

KESIMPULAN

Karsinoma sel basal merupakan tumor kulit ganas yang berasal dari sel nonkeratinisasi lapisan

basal epidermis. Patogenesisnya berhubungan dengan faktor genetik, lingkungan, dan paparan

sinar matahari. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan

histopatologi. Pengobatan KSB bertujuan untuk kesembuhan dengan hasil kosmetik yang baik.

Dengan terapi yang tepat, prognosisnya baik.


Daftar Pustaka

1. Tansil Tan, Sukmawati., Ghaznawie, Mahmud., Reginata, Gabriela. 2016. Artikel Konsep :
Deteksi Dini Karsinoma Sel Basal. Indonesian Journal of Cancer Vol.10, No.2, hal.61-65.
2. Tansil Tan, Sukmawati., Reginata, Gabriela. 2015. Continuing Medical Education :
Diagnosis dan Tatalaksana Karsinoma Sel Basal. CDK-235, Vol.42, No.12, hal 897-899.
3. Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W. (editors). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.7.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2018.
4. Loho LL, Durry MF. Basalioma. J Biomedik. Nov 2013; Supl: 5(3): S21-6.
5. Pramuningtyas R, Mawardi P. Gejala Klinis Sebagai Prediktor pada Karsinoma Sel Basal. J
Biomedika. Feb 2012; 4(1): 33-5.
6. Basal and Squamous Cell Skin Cancer. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/003139-
pdf.pdf. American Cancer Society.
7. Dourmishev Lyubomir A. 2013. Clinical Variants, Stages, and Management of Basal Cell
Carcinoma.
http://www.idoj.in/article.asp?issn=22295178%3Byear=2013%3Bvolume=4%3Bissue=1%3
Bspage=12%3Bepage=17%3Baulast=Dourmishev
8. Tansil Tan, Sukmawati. 2016. Etiopatogenesis Karsinoma Sel Basal. Indonesian Journal of
Cancer http://www.perdoski.or.id/doc/mdvi/fulltext/40/271/Tinjauan_Pustaka_2.pdf
9. Siregar, R.S. 2002. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2.Jakarta
10. Fitzpatric Goldsmith LA, Wolff K, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ.
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine Seventh Edition Volumes 1 & 2. 2009. Hal
1036-42.
11. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatologi Sixth
Edition. 2008. Hal 287-95.
12. Panduan Praktik Klinis Spesialis Kulit dan Kelamin .2017. Jakarta
13. Guideline on The Treatment of Basal Cell Carsinoma. http://Guidelines-on-Basal-Cell-

Carcinoma_Update2012_prolonged-until2017.pdf. European Dermatology Forum.

Anda mungkin juga menyukai