Herpes Genital
Herpes Genital
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Siti Aisyah
Usia : 36 th
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : Islam
Alamat : cinta raja langsa timur
Pekerjaan : petani
Tanggal Masuk : 18 agustus 2019
B. Status Dermatologis
Ruam primer : Eritema, Vesikel Berkelompok, Bula
Ruam Sekunder : Erosi, Krusta,
Ukuran : Miliar
Susunan : Berkelompok
Penyebaran : Herpetiformis
Lokasi : Regio Vaginalis
IV. RESUME
Pasien datang ke RSUD Langsa dengan keluhan timbul
gelembung-gelembung berisi air (+) pada area kemaluan sejak 5 hari yang lalu,
nyeri (+), terasa panas(+), gatal(+), dan kemerahan(+). Os mengatakan
gelembung-gelembung berair tersebut pecah dan mengeluarkan pus, dan
kemudian menjadi seperti luka lecet pada area kemaluannya.
Sebelumnya pasien mengatakan demam (+) selama 2 hari, BAK terasa
nyeri (+) dan tidak mempunyai keluhan yang lain.
Status dermatologis di dapatkan vesikel berkelompok, bula, eritem, erosi,
krusta, ukuran miliar, herpetiformis, regio vaginalis.
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Herpes Simpleks Genitalis
2. Ulkus Drum
3. Ulkus Mole
VI. DIAGNOSIS KERJA
Herpes Simplek Genitalis
VII. USULAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Tzanc
VIII. PENGOBATAN
A. Umum
Istirahat
Tidak menggaruk-garuk bila gatal
Kompres NaCl 0,9% 1 jam setiap 5 jam
B. Medikamentosa
IVFD RL 16 gtt/i
Inj ketorolac /8 jam
Inj ranitidine/12 jam
Acyclovir zalf kulit 5% 3x1/hari
Acyclovir 5x200 mg/hari
Cetirizin 2x1
IX. PROGNOSIS
- Qua ad Vitam : ad Bonam
- Qua ad Fungtionam : ad Bonam
- Qua ad Sanationam : ad Bonam
- Qua ad Cosmetikan : ad Bonam
XII. FOLLOW UP
NO HARI / TANGGAL KELUHAN
1. MINGGU/ 18 S/gelembung berkelompok pada kemaluan,
AGUSTUS 2019 demam (+), nyeri dan gatal (+)
O/vesikel berkelompok, bula, eritem krusta,
erosi, herpetiformis pada region vaginalis.
A/dd; Herpes simplex genetalia
Ulkus drum
Ulkus mole
P/ IVFD RL 16 gtt/i
Inj ketorolac /8 jam
Inj ranitidine/12 jam
Acyclovir zalf kulit 5% 3x1/hari
Acyclovir 5x200 mg/hari
Cetirizin 2x1
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita
dengan frekuensi yang tidak berbeda, infeksi primer oleh virus herpes simpleks
(HSV) tipe I biasanya dimulai pada anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II
biasanya terjadi pada dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan
aktivitas seksual.(1)
Pada tahun 2005-2008, prevalensi infeksi HSV-2 pada populasi usia 14-49
tahun di Amerika Serikat sebesar 16%, angka tersebut stabil sejak tahun 2001-
2004 yaitu sebesar 17%; dengan prevalensi yang lebih tinggi pada wanita yaitu
21%, sedangkan pada pria 12%. Kira-kira 45 juta penduduk Amerika Serikat
terinfeksi HSV-2; jika digabung dengan yang terinfeksi HSV-1 mungkin
mencapai 60 juta orang.(3)Berdasarkan survei kesehatan nasional yang dilakukan
oleh CDC (Centers for Disease Control and Prevention) pada tahun 2010
menyatakan bahwa insidens infeksi HSV-2 pada warga Amerika Serikat masih
tinggi, dimana 1 dari 6 warga Amerika Serikat terinfeksi HSV-2 dan
prevalensinya tinggi pada perempuan dan ras Afrika- Amerika (16,2%) antara usia
14-49 tahun.(4)Di Eropa Barat, prevalensi HSV-2 secara umum lebih lebih rendah
daripada di Amerika Serikat, yaitu berkisar antara 10-15% pada hampir semua
negara.(3)Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo pada
tahun 2005-2007 ditemukan hasil yang kurang lebih sama, yaitu insidens herpes
genitalis lebih banyak ditemukan pada perempuan dibanding laki-laki dengan
rasio 1.96:1, usia terbanyak penderita bervariasi antara 25-34 tahun, terutama
sesudah menikah.
C. ETIOLOGI
HSV tipe I dan II merupakan virus herpes homonis yang merupakan virus
DNA. Virus herpes simpleks hanya menginfeksi manusia. Terdapat dua tipe virus
herpes simpleks, yaitu HSV-1, yang biasanya menyebabkan infeksi herpes
nongenital (orofacial); dan HSV-2, yang biasanya menyebabkan infeksi herpes
genital pada laki- laki dan perempuan(5), akan tetapi kedua tipe virus tersebut
dapat menginfeksi baik pada area orofacial maupun genital dan dapat
menyebabkan infeksi akut dan rekuren.(2)Pembagian tipe I dan II berdasarkan
karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis
(tempat predileksi).(1) Terdapat perbedaan antara kedua tipe HSV secara biologis,
contohnya tingkat rekurensi infeksi HSV-2 pada genital lebih sering daripada
HSV-1. Sebaliknya, infeksi nongenital yang disebabkan HSV-1 tingkat
rekurensinya lebih tinggi daripada HSV-2. Infeksi HSV genital terjadi enam kali
lebih sering daripada infeksi HSV pada orolabial.(5)
Penularan herpes genitalis diperlukan kontak langsung dengan jaringan
atau sekret dari penderita infeksi HSV. Kebanyakan infeksi pada alat genital
didapatkan dari partner dengan infeksi subklinis. Pasangan yang aktif secara
seksual dan sama-sama terinfeksi HSV tidak akan mengalami reinfeksi satu sama
lain. Autoinokulasi dapat menyebabkan herpetic whitlow atau
keratokonjungtivitis, terutama saat infeksi primer, namun jarang pada infeksi
herpes rekuren. Belum ada bukti penelitian bahwa HSV dapat menular melalui
fomites, penggunaan pakaian atau handuk secara bersama ataupun dari
lingkungan. Penularan perinatal kepada bayi baru lahir dapat terjadi, terutama jika
infeksi baru terjadi pada kehamilan trimester akhir.(3)
HSV memiliki kemampuan untuk menyerang dan melakukan replikasi di
dalam jaringan saraf, kemudian virus tersebut memasuki masa laten di dalam
jaringan saraf, terutama di ganglia trigeminal untuk HSV-1, dan pada ganglia
sacralis untuk HSV-2. Akhirnya, virus laten tersebut melakukan reaktivasi dan
bereplikasi sehingga menyebabkan penyakit pada kulit.(5)
D. KLASIFIKASI
Saat pasien pertama kali terinfeksi HSV. Infeksi primer berlangsung lebih
lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik
misalnya demam, malese, dan anoreksia, dan dapat ditemukan pembengkakan
kelenjar getah bening regional, limfadenopati regional, neuropati regional dan
keterlibatan mukosa (cervicitis, uretritis). Kelainan klinis yang dijumpai berupa
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan
jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-
kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada
perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder
sehingga memberi gambaran yang tidak jelas. Umumnya didapati pada orang
yang kekurangan antibodi virus herpes simpleks. Pada wanita ada laporan yang
mengatakan bahwa 80% infeksi HSV pada genitalia eksterna disertai infeksi pada
serviks.
2. Initial Nonprimary Genital Herpes
Infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya pernah terinfeksi oleh HSV
tipe lain, biasanya orang yang baru saja terinfeksi HSV-2 sebelumnya seropositif
terhadap HSV-1. Pada jenis ini, manifestasi penyakit secara sistemik jarang
terjadi.(3)
3. Recurrent Genital Herpes
Pada jenis ini, infeksi terjadi untuk kedua kalinya atau berikutnya oleh tipe
virus yang sama. Infeksi ini berarti HSV pada ganglion dorsalis yang dalam
keadaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit
sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu tersebut dapat berupa
trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dsb), trauma psikis
(gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis makanan
dan minuman yang merangsang. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempay
yang sama (loco) atau tempat lain/tempat di sekitarnya (non loco).(1)
Herpes genitalis akibat HSV-2 biasanya lebih sering mengalami reaktivasi
daripada herpes genitalis akibat HSV-1. Manifestasi klinis pada herpes genitalis
rekuren biasanya lebih ringan dan lebih singkat dari pada infeksi pertama,
biasanya berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala
prodormal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri.
Bersama dengan herpes genital rekuren dapat ditemukan cervicitis, uretritis,
limfadenopati, neuropati, gejala sistemik, namun sangat jarang.(3)
4. Subclinical Infection
Sebagian besar infeksi HSV bersifat subklinis, termasuk tipe primary, nonprimary
initial, atau recurrent herpes. Pada herpes genitalis fase ini berarti pada penderita
tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak
aktif pada ganglion dorsalis.
E. PATOGENESIS
F. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi herpes genitalis biasanya berkisar antara 3-5 hari untuk infeksi
primer yang simtomatik, kadang 10 hari, jarang mencapai 3 minggu.
Lesi pada daerah genital atau perianal multipel, biasanya bilateral. Umumnya
dapat ditemukan vaginal discharge. Urethral discharge umum ditemukan pada
laki-laki, biasanya disertai dengan disuria berat. Lesi kutaneus muncul setelah 7-
15 hari berupa papul, menjadi vesikel, menjadi pustul, menjadi ulkus, lalu menjadi
krusta.
Lesi yang ditemukan pada tipe ini biasanya lebih sedikit daripada infeksi
primer. Biasanya terjadi selama 10-20 hari. Nyeri dan bengkak pada daerah
inguinal lebih jarang ditemukan daripada infeksi primer.(3)
Recurrent Genital Herpes
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kultur virus digunakan untuk menentukan tipe virus, sudah lama menjadi
landasan untuk penegakan diagnosis infeksi HSV selama dua dekade terakgir dan
sudah ditentukan sebagai gold standard diagnosis laboratoris untuk infeksi HSV.
Sampel diambil dari swab, kerokan lesi kulit, cairan dari vesikel, eksudat dari
dasar vesikel, atau dari mukosa yang tanpa lesi. Pemeriksaan ini cukup mahal,
tidak lebih sensitif dari PCR, sensitivitasnya bervariasi dari rendah ke tinggi
tergantung keadaan klinis pasien dan spesifisitasnya cukuo tinggi.(8)
3. Deteksi antigen virus
H. DIAGNOSIS BANDING
Herpes genitalis harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole, dan
ulkus mikstum, maupun ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma
venerum.
a. Chancroid, atau yang lebih dikenal dengan ulkus mole adalah ulkus yang
kotor, merah dan nyeri. Merupakan penyakit menular seksual yang ditandai
dengan ulkus genitalis nekrotik yang sangat nyeri, disertai dengan limfadenipati
inguinal. Penyakit ini disebabkan oleh Haemophilus ducreyi, bakteri gram-negatif
berbentuk basil anaerob yang sangat infektif. Bakteri ini masuk ke dalam kulit
melalui mukosa yang tidak intak dan menyebabkan reaksi inflamasi. H. Ducreyi
ditularkan secara seksual melalui kontak langsung dengan lesi purulen dan dengan
autoinokulasi pada daerah nonseksual misalnya mata dan kulit. Penyakit ini
biasanya dimulai dengan papul inflamasi berukuran kecil pada tempat inokulasi,
beberapa hari kemudian, papul akan berubah menjadi ulkus yang sangat nyeri.
Tanpa pengobatan, lesi dapat bertahan beberapa minggu sampai beberapa bulan,
dan dapat berkomplikasi menjadi limfadenopati supuratif.(11) Pada ulkus mole,
tanda-tanda radang akut lebih mencolok dan pada pemeriksaan penunjang sediaan
apus berupa bahan dari dasar ulkus tidak ditemukan sel datia berinti banyak.(1)
lesi berupa vesikel di atas kulit yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah
tampak kelompok erosi, sering berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat
indurasi.(1)
Gambar 9. Ulkus pada awal sifilis, tampak sebagai papul yang datar dan
mengalami erosi, dengan tepi yang meninggi dan dasar yang halus, bersih.
I. PENATALAKSANAAN
J. PROGNOSIS
K. KOMPLIKASI
L. PENCEGAHAN
Kunci dari penanganan orang yang terinfeksi HSV-2 adalah dengan melakukan
konseling mengenai pencegahan penularan penyakit tersebut. Menghindari kontak
seksual dengan pasangan terutama selama masih ada lesi pada daerah genital dan
saat terjadi gejala prodormal, serta penggunaan kondom, ternyata telah terbukti
dapat menurunkan angka penularan infeksi HSV-2, meskipun tidak
menghilangkan sama sekali. Ditambah dengan pemberian Valacyclovir 500 mg
setiap hari pada penderita awal dapat mengurangi angka penularan hingga 50%.
Pengembangan vaksin untuk HSV adalah pendekatan terbaik untuk pencegahan
infeksi ini.
1. KEHAMILAN
Manifestasi klinis infeksi herpes genialis kronik hampir sama baik pada
wanita hamil maupun tidak hamil, meskipun kehamilan tidak meningkatkan
frekuensi dari rekurensi. Infeksi primer selama kehamilan lebih sering
berhubungan dengan komplikasi seperti penyebaran secara viseral, terutama jika
infeksi didapatkan pada trimester ketiga. Infeksi primer yang didapat saat
kehamilan harus diobati dengan obat-obatan antiviral sistemik.(6)
2. NEONATUS
Infeksi HSV pada neonatus memiliki angka mortalitas sebesar 65% dan
angka disabilitas jangka panjang sebesar 80%, meskipun telah diberikan terapi
antiviral. Lesi kutaneus sering ditemukan. Infeksi kongenital sangat jarang terjadi
dan hanya terjadi jika tertular saat usia kehamilan trimester ketiga, manifestasinya
berupa mikrosefali dan korioretinitis. Penatalaksanaan untuk penyakit ini adalah
asiklovir intravena dosis tinggi (20mg/kgBB setiap 8 jam selama 21 hari).
Penularan yang paling sering adalah pada saat melahirkan, sedangkan kasus
setelah proses kelahiran jarang ditemukan. Bayi yang lahir dari ibu yang sedang
terinfeksi herpes genitalis dengan lesi aktif, harus ditempatkan di ruang isolasi dan
dilakukan kultur virus, pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan cairan
serebrospinal.(6)
3. HIV/AIDS