Anda di halaman 1dari 5

I.

RINGKASAN BUKU HALAMAN 1-48

Pancasila adalah warisan dari jenius Nusantara. Sesuai dengan karakteristik


lingkungan alamnya, sebagai negeri lautan yang ditaburi pulau-pulau. Jenius
Nusantara juga merefleksikan sifat lautan. Sifat lautan adalah menyerap dan
membersihkan , menyerap tanpa mengotori lingkungannya. Sifat lautan juga dalam
keluasannya, mampu menampung segala keragaman jenis dan ukuran.

Penindasan ekonomi-politik oleh kolonialisme-kapitalisme memang


banyak menggerus sifat-sifat kemakmuran, kosmopolitan, religius, toleransi dan
kekeluargaan dari tanah air ini. Maka ketika Dr. Radjiman Wediodiningrat, selaku
ketua BPUPKI, pada tanggal 29 Mei 1945 meminta kepada sidang untuk
mengemukakan dasar negara Indonesia merdeka, permintaan itu menimbulkan
rangsangan anamnesis yang memutar kembali ingatan para pendiri bangsa ke
belakang, hal ini mendorong mereka untuk menggali kekayaan kerohanian,
kepribadian dan wawasan kebangsaan yang terpendam dalam lumpur sejarah.

FASE “PEMBUAHAN”

Sejak 1924 Perhimpunan Indonesia (PI) di Belanda mulai merumuskan


konsepsi ideologi politiknya bahwa tujuan kemerdekaan politik haruslah
didasarkan pada empat prinsip : persatuan nasional, non-kooperasi, dan
kemandirian (self-help). Konsepsi ideologis PI ini pada kenyataannya merupakan
sebuah sintesis dari ideologi-ideologi terdahulu.

Sekitar tahun yang sama, tokoh pejuang yang lain Tan Malaka mulai
menulis bukuNaar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia). Hampir
bersamaan dengan itu, Tjokroaminoto mulai mengidealisasikan suatu sintesis
antara islam, sosialisme dan demokrasi. Pada tahun 1926 Soekarno menulis esai
dalam majalah Indonesia Moeda, dengan judul “Nasionalisme, Islamisme dan
Marxisme” yang mengidealkan sintesis dari ideologi-ideologi dasar tersebut demi
terciptanya konstruksi kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia.

Dalam perkembangannya, rintisan gagasan-gagasan yang disemai diruang


publik itu memiliki kakinya tersendiri, mempengaruhi pemikirian-pemikiran
semasanya dan meninggalkan jejak pada generasi selanjutnya. Dalam proses
pertukaran pemikiran, baik secara horizontal antar ideologi semasa maupun secara
vertikal antargenerasi, setiap tesis tidak hanya melahirkan antitesis melainkan juga
sintesis. Oleh karena itu, kategorisasi yang bersifat mutual exclusife (saling
mengucilkan) antara “golongan kebangsaan” dan “golongan islam”.
FASE “PERUMUSAN”

Perumusan dasar negara Indonesia merdeka mulai dibicarakan pada masa


persidangan pertama BPUPK (29 Mei – 1 Juni 1945). Tugas BPUPK adalah
hanyalah melakukan usaha-usaha penyelidikan kemerdekaan, sementara tugas
penyusunan rancangan dan penetapan UUD menjadi kewenangan PPKI.

Dalam merespon permintaan Radjiman mengenai dasar negara Indonesia,


sebelum pidato Soekarno pada 1 Juni, anggota anggota BPUPK lainnya telah
mengemukakan pandangannya.

Meski demikian prinsip-prinsip yang diajukan itu, masih bersifat serabutan,


belum ada yang merumuskan secara sistematis dan holistik sebagai suatu dasar
negara yang koheren. Mohamaad Yamin dan Soepomo barang kali agak mendekati
apa yang diinginkan oleh Radjiman.

Betapapun juga pandangan-pandangan tersebut memberikan masukan


penting bagi Soekarno dalam merumuskam konsepsinya. Masukan masukan ini
dikombinasikan dengan gagasan gagasan ideologisnya yang telah dikembangkan
sejak 1920an.

Kelima prinsip yang menjadi titik persetujuan (common denominator)


segenap elemen bangsa itu dalam pandangan Bung Karno meliputi : kebangsaan
indonesia, internasionalisme atau peri kemanusiaan, mufakat atau demokrasi,
kesejahteraan sosial dan ketuhanan yang berkebudayaan. Kelima prinsip itu disebut
Soekarno dengan Panca Sila. Sila artinya asas atau dasar dan diatas kelima dasar
itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Urutan-urutan kelima sila
itu disebutkan Soekarno sebagi urutan sekuential, bukan urutan prioritas. Dengan
kata lain dasar dari semua sila pancasila adalah gotong royong.

Selain itu betapapun hebatnya hasil penggalian dan uraian Soekarno itu,
eksposisinya masih merupakan pandangan pribadi. Pada proses mendapatkan
konsensus bersama inilah, prinsip-prinsip pancasila dari pidato soekarno itu
mengalami proses reposisi dan penyempurnaan. Proses ini berlangsung segera
setelah masa persidangan pertam BPUPK berakhir. Diakhir pertmuan tersebut
Soekarno juga mengambil inisiatif informal lainnya, dengan membentuk panitia
kecil (tidak resmi) yang beranggotakan 9 orang, yang kemudian dikenal sebagai
panitia sembilan, panitia ini bertugas untuk menyusun rancangan Pembukaan
Undang Undang Dasar Republik Indonesia yang didalamnya termuat dasar negara.
Pada hari kedua masa persidangan kedua BPUPK (11 Juli), Radjiman
Wediodiningrat selaku ketua BPUPK membentuk tiga kelompok panitia :
(1) panitia perancang hukum dasar
(2) panitia perancang keuangan dan ekonomi
(3) panitia perancang pembelaan tanah air.

Batang tubuh UUD kemudian dirancang dengan dijiwai oleh nilai-nilai


pancasila yang terkandung dalam pokok-pokok pikiran pembukaan UUD tersebut.
pemenuhan atas prinsip ketuhanan yang berkebudayaan terkandung terutama pada
pasal 29 (1,2) dalam rancangan akhir UUD. Pemenuhan atas prinsip kemanusiaan
yang adil dan beradab terkandung terutama dalam pasal-pasal yang menyangkut
hubungan luar negeri, pasal 11 dan 13: serta pasal-pasal yang berkaitan dengan Hak
Asasi Manusia, pasal 27 (1,2) 28, 29, 30, 31, 34. Pemenuhan atas prinsip
kebangsaan/ persatuan terkandung terutama dalam pasal 1, 2, 3 18, 26, 32, 35, 36.
Pemenuhan prinsip demokrasi permusyawaratan terkandung dalam pasal-pasal
tentang sistem pemerintahan negara terutama pada pasal 1-28. Prinsip keadilan
sosial terkandung terutama pada pasal 23, 27 (2) 31, 33, dan 34.

FASE “PENGESAHAN”

Pertemuan pertama PPKI dilaksanakan pada 18 Agustus 1945. Pada tanggal


itu PPKI memilih Soekarno dan Moh Hata sebagai presiden dan wakil presiden
Republik Indonesia. Pada saat yang sama PPKI, menyetujui naskah piagam Jakarta
sebagai Pembukaan UUD 1945, kecuali tujuh kata (dengan kewajiban menjalankan
syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya) dibelakang sila ketuhanan. Tujuh kata itu
dicoret lantas diganti dengan kata kata Yang Maha Esa sehingga selengkapnya
menjadi ketuhanan yang Maha Esa. Meskipun pencoretan tujuh kata itu
menimbulkan kekecewaan sebagian golongan islam karena dianggap kompromi
sebelumnya, secara de facto dan de jure pencoretan yujuh kata itu mencerminkan
realitas politik yang ada dan memiliki keabsahan. Dalam penjelasan pembukaan
UUD 1945, setelah disahkan pada 18 Agustus tidak ada lagi pokok pikiran kelima
yang memberikan keistimewaan kepada penduduk yang beragama islam. Seperti
sebelumnya dinyatakan oleh panitia kecil perancang hukum dasar pancasila sebagai
karya bersama.

PANCASILA SEBAGAI KARYA BERSAMA

Demikianlah proses sejarah konseptualisasi Pancasila, yang melintas


rangkaian panjang fase “pembuahan”, fase “perumusan”, dan “fase pengesahan”.
Fase “pembuahan setidaknya dimulai pada 1920-an dalam bentuk rintisan-rintisan
gagasan untuk mencari sintesis antarideologi dan gerakan, seiring dengan proses
“penemuan” Indonesia sebagai kode kebangsaan bersama (civic nationalism). Fase
“peumusan” dimulai pada masa persidangan pertama BPUPK dengan Pidato
Soekarno (1 Juni) sebagai crème de la creme-nya yang memunculkan istilah
Pancasila , yang digdok melalui pertemuan Chuo Sangi In dengan membentuk
“Panitia Sembilan” yang meyempurnakan rumusan Pancasila dari Pidato Soekarno
dalam versi Piagam Jakarta (yang mengandung “tujuh kata”). Fase “pengesahan”
dimulai sejak 18 Agustus 1945 yang mengikat secara konstitusional dalam
kehidupan bernegara.

Setiap fase konseptualisasi pancasila itu melibatkan partisipasi berbagai


unsur dan golongan. Oleh karena itu pancasila benar benar merupakan karya
bersama milik bangsa. Meski demikian, tidak bisa dimungkiri, bahwa dalam karya
bersama itu ada individu-individu yang memainkan peranan penting. Dalam hal ini,
individu dengan peranan yang paling menonjol adalah Soekarno.

HISTORISITAS, RASIONALITAS DAN AKTUALITAS PANCASILA

Negara Indonesia memiliki landasan moralitas dan haluan kebangsaan yang


jelas dan visioner. Suatu pangkal tolak dan tujuan pengharapan yang penting bagi
keberlangsungan dan kejayaan bangsa. Sebagai basis moralitas dan haluan
kebangsaan-kenegaraan, Pancasila memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan
aksiologis yang kuat. Setiap sila memiliki justifikasi historisitas, rasionalitas, dan
aktualitasnya, yang jika dipahami, dihayati, dipercayai, dan diamalkan secara
konsisten dapat menopang pencapaian-pencapaian agung peradaban bangsa.

Pokok-pokok moralitas dan haluan kebangsaan kenegaraan menurut alam


Pancasila dapat dilukiskan sebagai berikut:
Pertama, menurut alam pemikiran Pancasila, nilai-nilai ketuhanan (religiositas)
sebagai sumber etika dan spiritualitas (yang bersifat vertikal transendental)
dianggap penting sebagai fundamentik kehidupan bernegara. Kedua, menurut alam
pemikiran Pancasila, nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum
Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial manusia (yang bersifat horisontal)
dianggap penting sebagai fundament etika politik kehidupan bernegara dalam
pergaulan dunia. Ketiga, Menurut alam pemikiran Pancasila, aktualisasi nilai-nilai
etis kemanusiaan itu terlebih dahulu harus mengakar kuat dalam llingkungan
pergaulan kebangsaan yang lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan dunia yang
lebih jauh. Keempat, menurut alam pemikiran Pancasila, nilai-nilai ketuhanan,
nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita kebangsaan itu dalam aktualisasinya
harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam semangat permusyawaratan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Kelima, Menurut alam pemikiran Pancasila,
niali ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai dan cita kebangsaan, serta demokrasi
permusyawaratan itu memperoleh kepenuhan artinya sejauh dapat mewujudkan
keadilan sosial.

II. STUDI KASUS KELOMPOK

 Generasi Muda saat ini dianggap tidak peduli dengan budaya sendiri. Cari
informasi untuk membahas ini, dan kenali mengapa hal ini terjadi dan juga
presentasikan pertimbangan kelompok Anda terhadap kasus ini melalui nilai-
nilai Pancasila.
 Menurut pendapat saya generasi muda pada zaman sekarang sudah berada
pada era globalisasi yang sangat kental berbagai informasi termasuk
kebudayaan luar negri dapat dengan mudah masuk dan meracuni generasi
muda , dalam kegiatan sehari-hari mereka tidak akan lepas dari adanya
teknologi contohnya smarthphone, gadget, dll. Mereka lebih mencari jalan
yang instan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Dampak
negatif globalisasi inilah yang membuat generasi muda saat ini mulai
meninggalkan ataupun tidak peduli dengan budaya nya sendiri karena
menganggap budaya sendiri tidak kekinian (tertinggal oleh zaman) dan lebih
suka dengan budaya asing yang lebih modern (up to date).

 Tanggapan Kelompok terhadap Perppu Organisasi Kemasyarakatan. Setujukah


kelompok jika Perppu ini diterbitkan guna mengamankan ideologi Pancasila?
 Menurut saya , saya setuju jika Perppu Ormas diterbitkan untuk
mengamankan ideologi Pancasila karena, dengan ada nya Perppu ini maka
pemerintah dapat mencegah keberadaan ormas yang mengembangkan
paham dan ideologi anti Pancasila dan UUD 1945 yang dapat mengancam
kedaulatan serta kesatuan NKRI.

Anda mungkin juga menyukai