Disusun oleh
Kelompok 2:
Ainul Yakin (16142010007)
Bella Listiya. E. P (16142010008)
Didik Sasyono (16142010010)
Dwi Ayu Apriliyanti (16142010011)
Fadilatur. R (16142010012)
Faiszatul Camalia (16142010013)
Hamamah (16142010014)
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur kehadieat ALLAH SWT atas
segala rahmat, karunia, maghfirah dan hidayahNYA, sehingga kelompok dapat
menyelesaikan proposal ini dengan judul “Hubungan antara Frustasi dengan
Perilaku Agresif pada Siswa-siswi di SMPN X BANGKALAN”. Proposal ini
sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodelogi Penelitian
tentang Keperawatan Jiwa.
2
DAFTAR ISI
Halaman judul ...................................................................................................... 1
Daftar pustaka ....................................................................................................... 2
Daftar isi ................................................................................................................ 3
BAB 1 PENDAHUUAN
1.1. Latar belakang .......................................................................................... 5
1.2. Identifikasi masalah ................................................................................. 7
1.3. Batasan masalah ...................................................................................... 7
1.4. Rumusan masalah .................................................................................... 7
1.5. Tujuan ...................................................................................................... 8
1.6. Manfaat .................................................................................................... 8
Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian teori............................................................................................... 9
2.1.1 Instalasi Gawat Darurat ................................................................. 9
2.1.2 Respon time ................................................................................... 12
2.1.3 SPGDT .......................................................................................... 13
2.1.4 Android .......................................................................................... 14
2.1.5 Aplikasi.......................................................................................... 15
2.1.6 Kematian dan kecacatan ................................................................ 16
2.2. Pengakjian yang relevan .......................................................................... 16
2.3. Kerangka pikir ......................................................................................... 19
2.4. Hipotesis .................................................................................................. 19
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian ..................................................................................... 21
3.2 Identifikasi variabel ................................................................................ 21
3.3 Definisi operasional ................................................................................ 22
3.4 Desain sampling ...................................................................................... 22
3.5 Pengumpulan data ................................................................................... 23
3.6 Tempat dan waktu penelitian .................................................................. 24
3.7 Validitas dan realibilitas ......................................................................... 25
3.8 Pengolahan data ...................................................................................... 25
3.9 Analisa data ............................................................................................. 27
3.10 Kerangka kerja ........................................................................................ 28
3
3.11 Etika penelitian ....................................................................................... 28
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Instalasi gawat darurat merupakan ujung tombak pelayanan rumah
sakit yang terus meningkat jumlah pasiennya, baik karena kurangnya staf,
kurangnya tempat tidur, proses operasional yang buruk, kurangnya akses
universal terhadap pencegahan dan perawatan primer, penutupan dan
konsolidasi rumah sakit dan trauma centre. (Liman, 2015)
Persoalan yang kompleks dan fenomena multi disiplin ini
mengakibatkan lambatnya penanganan pasien, peningkatan waktu tunggu,
ketidakpuasan pasien, rasa sakit dan penderitaan berkepanjangan,
tertundanya pengobatan dan perawatan pasien, peningkatan jumlah pasien
yang pulang tanpa pelayanan, kelelahan dokter dan staf, serta bisa
menimbulkan kekerasan dan frustasi.
Kesalahan ini bisa karena faktor rumah sakit atau sumber daya
manusia (SDM) yang bekerja di rumah sakit tersebut. Kesalahan yang
dilakukan oleh SDM secara umum ada 3 macam, yaitu: pertama adalah
intentional professional misconduct, yaitu apabila yang bersangkutan tidak
melakukan tindakan sesuai yang ada tanpa unsur kealpaan; kedua adalah
negligence, yaitu ketidak sengajaan/kelalaian, dimana seseorang lalai
melakukan sesuatu padahal itu seharusnya dilakukan sehingga
menimbulkan masalah kesehatan bagi pasien; ketiga adalah lack of skill,
yaitu orang tersebut melakukan sesuatu diluar kompetensinya. Ketiga
macam kelalaian tersebut bisa berakibat hukum pada SDM yang
bersangkutan
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan
tindakan medis segera dengan prinsip cepat dan tepat untuk mencegah
kematian dan kecacatan. (Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44
tentang rumah sakit,2009)
Kenyataannya pada saat ini tidak semua fasyankes memiliki sistem
penanganan kegawatdaruratan yang standar dan terintegrasi. Fakta bahwa
pelayanan kesehatan khususnya penanganan kegawatdaruratan perlu
ditingkatan untuk menekan angka kematian dan kecacatan.
5
Kecepatan dan ketepatan penanganan via ambulans dapat menjadi
factor penentu untuk bisa mencegah kecacatan atau bahkan kematian yang
tidak diinginkan.
Layanan ambulans gawat darurat dilakukan sejak pasien atau
keluarga pasien menghubungi No Telp IGD.
Kematian adalah salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan
yang penting. World health organization (WHO) menyatakan bahwa dari
tahun 2005-2010 diperkirakan terdapat 850 kematian per 100.000
penduduk yang terjadi setiap tahunnya. Di Inggris dan Wales pada tahun
2005 lebih kurang 73% dari total kematian terjadi di fasilitas pelayanan
kesehatan rumah sakit. Tingginya angka kematian di rumah sakit
merupakan pertanda kemungkinan adanya masalah mutu pelayanan yang
memerlukan tindakan perbaikan, dan kurang lebih 22,7% kematian yang
terjadi di rumah sakit sebenarnya dapat dihindarkan dengan perawatan
yang optimal.
Menteri kesehatan sudah menetapkan standar pelayanan minimal
rumah sakit tahun 2008. Salah satu pelayanan yang dinilai adalah angka
kematian pada rumah sakit, yaitu kematian kurang dari 48 jam, lebih dari
48 jam dan kurang dari 24 jam (14,15). Net Death Rate (NDR) adalah
kematian yang lebih dari 48 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit.
NDR yang tinggi menggambarkan mutu yang kurang dari suatu rumah
sakit, pasien serta lingkungan.
Angka kematian di IGD yang tinggi dapat menimbulkan aspek
hukum bagi rumah sakit, baik direktur, tenaga medis, paramedis dan tenaga
lainnya yang terlibat. Kematian pasien ini sebagian dapat dicegah dan
sebagian lagi tidak dapat dicegah. Bila terjadi kematian yang seharusnya
bisa dicegah, berarti terdapat kesalahan di rumah sakit.
Penyebab tingginya kematin dan kecacatan pada pasien di IGD ialah
faktor pre-hospital, respon time dan belum optimalnya standar prosedur
operasional. Faktor pre-hospital disini meliputi tenggang waktu dan
kondisi pasien saat dibawa ke rumah sakit.
Penerapan sistem yang terpadu dan didukung oleh sistem
komunikasi sangat di butuhkan seperti sistem penanggulangan gawat
6
darurat terpadu yang berbasis call center dengan penggunaan kode akses
telekomunikasi 119
menerapkan SPGDT
Kurangnya penggunaan
aplikasi k119
Faktor intra hospital
Respon time perawat
Penanganan yang kurang
kompeten
Kurang update ilmu
keperawatan
1.3. Batasan masalah
1. Kurangnya penggunaan aplikasi k 119
2. Penerapan SPGDT
3. Respon time perawat
4. Angka kematian dan kecacatan pasie gawat darurat
7
5. Bagiamana hubungan respon time perawat dengan angka kematian
pasien gawat darurat?
1.5 Tujuan
a. Tujuan umum
Mengembangkan aplikasi k119 berbasis sistem android untuk
meningkatkan penanganan respon time korban gawat darurat dan
menurunkan angka kematian serta kecacatan
b. Tujuan khusus
1) Mengetahui efektivitas penggunaan aplikasi k 119 terhadap
respon time perawat
2) Mengetahui hubungan aplikasi k119 dengan angka kematian
pasien gawat darurat
3) Mengetahui hubungan penerapan SPGDT dengan angka
kematian dan kecacatan pada pasien gawat darurat
4) Mengetahui hubungan respon time perawat dengan angka
kematian pasien gawat darurat
1.6 Manfaat
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan bentuk pengembangan
aplikasi k 119 berbasis sistem android yang diharapkan dapat
memudahkan masyarakat untuk mengakses bantuan gawat darurat
sehingga bermanfaat untuk menurunkan angka kecacatan dan
kematian.
b. Manfaat praktis
1) Mengembangkan aplikasi k 119 berbasis sistem android untuk
memberikan kemudahan dan efisiensi waktu dalam menangani
keadaan gawat darurat
2) Memberikan masukan kepada pihak manajemen rumah sakit
sebagai dasar SPGDT
3) Memberikan bahan informasi bagi peneliti lain yang berminat
untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian teori
2.1.1 Instalasi Gawat Darurat (IGD)
a. Definisi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
InstalasiGawat Darurat (IGD) adalah satu bagian di dalam
sebuah rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi
pasien yang menderita sakit dan cedera yang mengancam
kelangsungan hidupnya. Kementerian kesehatan telah
mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi Gawat
Darurat (IGD) Rumah Sakityang tertuang dalam Kepmenkes RI
No.856/Menkes/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisasi
pelayanan gawat darurat di rumah sakit.(Depkes,2007)
b. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
Setiap rumah sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat
yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-
kasus gawat darurat serta melakukan resusitasi dan stabilisasi.
Pelayanan Unit/Instalasi Gawat Darurat (Selanjutnya Disebut IGD)
harus dapat memberikan pelayanan 24 jam secara terus menerus 7
hari dalam seminggu. (Depkes, 2007)
Instalasi gawat darurat dipimpin oleh minimal dokter umum
dengan pengetahuan manajemen dan teknis medis penaggulangan
penderita gawat darurat serta dibantu oleh tenaga medis,
keperawatan dan tenaga lain yang telah memperoleh sertifikasi
pelatihan gawat darurat. Lokasi pelayanan gawat darurat
hendaknya mudah diakseslangsung oleh masyarakat, mudah
dicapai dengan tanda-tanda yang jelas maupun dari dalam rumah
sakit.(Kemenkes 2012)
IGD rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan
pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta
pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan
gawatdarurat medis. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah
waktu tanggap (response time) (Depkes RI. 2006).
9
Prosedur pelayanan disuatu rumah sakit, pasien yang akan
berobat akan diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang
berobat di rawat inap, rawat jalan (poliklinik) maupun di IGD
untuk yang penyakit darurat/emergency dalam suatu prosedur
pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal
pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien
secara baik atau tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan,
tertib, dan penuh tanggung jawab (Depkes RI, 2006).
Latar belakang pentingnya diatur standar IGD karena pasien
yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang
cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan
pelayanan gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat
darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang
tepat. Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan
sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD
Rumah Sakit sesuai dengan standar. (Kemenkes, 2009)
c. Prinsip umum pelayanan IGD di rumah sakit dari Depkes
RI(2010):
1) Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat
yang memiliki kemampuan: melakukan pemeriksaan
awalkasus-kasus gawat darurat dan melakukan resusitasi dan
stabilitasi (life saving)
2) Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat
memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari
dalam seminggu.
3) Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di
rumah sakit diseragamkan menjadi Instalasi Gawat
Darurat(IGD).
4) Rumah sakit tidak boleh meminta uang muka padasaat
menangani kasus gawat darurat.
5) Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima)
menit setelah sampai di IGD.
10
6) Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin,
multiprofesi dan terintegrasi struktur organisasi fungsional
(unsur pimpinan dan unsur pelaksana)
7) .
8) Setiap rumahsakit wajib berusaha untuk
menyesuaikanpelayanan gawat daruratnya minimal sesuai
dengan klasifikas
d. Klasifikasi Unit Gawat Darurat
Klasifikasi Instalasi Gawat Darurat adalah (Kemenkes,2012):
1) InstalasiGawat Darurat Bintang IV (Standar Minimal Rumah
Sakit Tipe A) Memiliki dokter subspesialis yang siappanggil
(on-call),beberapa dokter spesialis yang selalu siaga di tempat
(on-site)bertugas dalam 24 jam, dokter umum yang selalu siap
ditempat (on-site)24 jam yang memiliki kualifikasi pelayanan
GELS (General Emergency Life Support)danatau ATLS +
ACLS dengan kemampuan memberikan resusitasi dan
stabilisasi Airway, Breathing, Circulation serta terapi definitif.
Memiliki alat transportasiuntuk pasien gawatdarurat dan dapat
melakukan rujukan dan komunikasi yang siaga 24 jam.
2) InstalasiGawat Darurat Bintang III (Standar Minimal Rumah
Sakit Tipe B)Memiliki dokter spesialis pelayanan medik dasar
(dokter spesialis bedah, dokter spesialis penyakit dalam,
dokterspesialis anak, dokter spesialis kebidanan dan
kandungan) yang selalu siaga di tempat (on-site)bertugas
dalam 24 jam, dokter umum yang selalu siap ditempat (on-
site)24 jam yang memiliki kualifikasi pelayanan GELS
(General Emergency Life Support)dan atau ATLS + ACLS
dengan kemampuan memberikan resusitasi dan stabilisasi
Airway, Breathing, Circulation serta terapi definitif.Memiliki
alat transportasi untuk pasien gawat darurat dan dapat
melakukan rujukan dan komunikasi yang siaga 24 jam.
3) Instalasi Gawat Darurat Bintang II (Standar Minimal Rumah
Sakit Tipe C) Memiliki dokter spesialis pelayanan medik dasar
11
(dokter spesialis bedah, dokter spesialis penyakit dalam,
dokter spesialis anak, dokter spesialis kebidanan dan
kandungan) yang siap panggil (on-call)bertugas dalam 24 jam,
dokter umum yang selalu siap ditempat (on-site)24 jam yang
memilikikualifikasi pelayanan GELS(General Emergency
Life Support)dan atau ATLS + ACLS dengan kemampuan
memberikan resusitasi dan stabilisasiAirway, Breathing,
Circulation serta memiliki alat transportasi untuk pasien gawat
darurat dan dapat melakukan rujukan dan komunikasi yang
siaga 24 jam.
4) InstalasiGawat Darurat Bintang I (Standar Minimal Rumah
Sakit Tipe D) Memiliki dokter umum yang selalu siap
ditempat (on-site)24 jam yang memiliki kualifikasi pelayanan
GELS(General Emergency Life Support)dan atau ATLS +
ACLS dengan kemampuan memberikan resusitasi dan
stabilisasi Airway, Breathing, Circulation serta memiliki alat
transportasi untuk pasien gawat darurat dan dapat melakukan
rujukan dan komunikasi yang siaga 24 jam.(Rifaskes,2012)
12
Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien
yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat
dengan Respon Time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat
dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan
manajemen IGD rumah sakit sesuai dengan standar (Kepmenkes, 2009).
Canadian of Association Emergency Physician (2012) menuliskan bahwa
kejadian kurangnya strectheruntuk penanganan kasus yang akut
berdampak serius terhadap kedatangan pasien baru yang mungkin saja
dalam kondisi yang sangat kritis.
2.1.3 SPGDT
Gawat Darurat Medik merupakan peristiwa yang dapat menimpa
setiap orang. Bisa secara tiba-tiba dan membahayakan jiwa sehingga
membutuhkan penangan yang cepat dan tepat. Dalam kondisi gawat
darurat, diperlukan sebuah sistem informasi yang terpadu dan handal
untuk bisa digunakan sebagai rujukan bagi penanganan gawat darurat,
maka dikembangkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT).
SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat
yang terdiri dari unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah
Sakit dan antar Rumah Sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat
yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan
pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis,
pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi.
Dengan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT),
masyarakat dapat menelpon call center 119 untuk mendapatkan layanan
informasi mengenai rumah sakit mana yang paling siap dalam memberikan
layanan kedaruratan, advis untuk pertolongan pertama dan menggerakan
angkutan gawat darurat ambulan rumah sakit untuk penjemputan pasien.
Petugas call centre adalah dokter dan perawat yang mempunyai
kompetensi gawat darurat. SPGDT 119 bertujuan memberikan
pertolongan pertama kasus kegawatdaruratan medis, memberikan bantuan
13
rujukan ke Rumah Sakit yang tersedia, mengkoordinasikan pelayanan
informasi penanganan medis yang terjadi pada pasien sebelum
mendapatkan pelayanan medis di Rumah Sakit.
2.1.4 Android
a. Pengertian android
Android adalah sebuah kumpulan perangkat lunak untuk
perangkat mobile yang mencakup siste operasi. Middleware dan
aplikasi utama mobile (miere,2012)
Android adalah sistem operasi pada gadget dan handphone
yang kemampuannya hampir sam dengan pc, dapat mengolah data
dan dapat menggunakan internet serta berkomunikasi
menggunakan jaringan celluler seperti handphone pada umumnya
(murohv,2011)
b. Fitur sistem operasi android
Sistem operasi Android memiliki fitur-fitur sebagai berikut:
1) Kerangka kerja aplikasi (application framework)
Digunakan untuk menulis aplikasi di Android sehingga
memungkinkan penggunaan kembali dan penggantian
komponen. Kerangka kerja ini didukung oleh berbagai open
source libraries seperti openssl, sqlite,dan libc serta didukung
oleh libraries utama Android. Kerangka kerja sistem operasi
Android didasarkan pada UNIX file system permission yang
menjamin bahwa aplikasi-aplikasi tersebut hanya memiliki
kemampuan yang diberikan oleh pemilik ponsel pada waktu
penginstalan.
2) Dalvik Virtual Machine (DVM)
Dalvik Virtual Machine (DVM) adalah sebuah mesin virtual
yang menggunakan memori yang sangat rendah dan secara
khusus dirancang untuk dijalankan pada embedded system.
DVM bekerja dengan baik pada situasi dengan tenaga yang
rendah dan mengoptimalkan perangkat mobile. DVM juga
mengatur atribut dari Central Processing Unit (CPU) serta
membuat sebuah format file yang spesial (.DEX) yang dibuat
selama build time post processingDVM mengambil file yang
dihasilkan oleh classJava dan menggabungkannya ke dalam satu
atau lebih Dalvik Executable(.dex). DVM dapat menggunakan
kembali salinan informasi dari beberapa class file dan secara
efektif mengurangi kebutuhan penyimpanan oleh setengah dari
14
Java Archive (.jar) file tradisional. Konversi antara kelas Java
dan format (.dex) dilakukan dengan memasukkan “dx tool”.
DVM menggunakan assembly-code yang berbeda dimana DVM
menggunakan register sebagai unit utama dari penyimpanan
data daripada menggunakan stack. Hasil akhir dari executable-
code pada Android, merupakan hasil dari DVM yang didasarkan
bukan pada Java byte-codemelainkan pada file (.dex). Hal ini
berarti bahwa Java byte-code tidak dieksekusi secara langsung
melainkan dimulai dari Java classfile terlebih dahulu dan
kemudian mengkonversikannya ke dalam file (.dex) yang
berhubungan.
15
Telepon maupun Gambar sehingga operator dimasing-masing instansi
terkait langsung dapat menanggani secara tepat. Ditegaskan bupati, dalam
memberikan pelayanan semua harus gratis jika masyarakat menemukan
adanya pungutan dapat melaporkan.
Sementara itu, Direktur Utama RSUD dr. Lukmono Hadi, dr Abdul
Aziz Akhya rmenyatakan RSUD dr Lukmono Hadi sebagai operator
pihaknya mengintegrasikan aplikasi K119 dengan Sistem Penanganan
Kegawat Daruratan Terpadu (SPGDT) kesemua Rumah Sakit yang ada
dikabupaten Kudus
16
instansi kesehatan
terkait untuk dapat
memberikan
pelayanan gawat
darurat kepada
masyarakat. Selain
itu sistem juga
berhasil
meningkatkan
efisiensi waktu dan
tempat bagi
pengguna untuk
mengetahui
ketersediaan kamar,
dokter jaga, dan
kantong darah.
Candra Adi Pengembangan Quasy Wilcoxom test
Wirawan aplikasi guide basic eksperiment kelompok perlakuan
2018 life support (BLS) dengan menunjukkan
berbasis android teknik simple variabel ketepatan
untuk menentukan random (p=0,000) dan
ketepatan ritme, sampling kecepatan (p=0,000),
kecepatan kompresi mann whitney test
dada dan ventilasi didapatkan variabel
pada penanganan out ketepatan (p=0,000)
hospital cardiac arest dan kecepatan
(OHCA) (p=0,000) yang
berarti aplikasi guide
basic life support
(BLS) berbasis
android dapat
meningkatkan
17
ketepatan dan
kecepatan perawat
dalam melakukan
BLS
Dwi Pemanfaaatan Peta Hasil dari penelitian
Hartanto, M. Digital Dalam pada aplikasi
Mirza Fauzie, Sistem pemanfaatan peta
Haryono Penanggulangan digital untuk situasi
Gawat Darurat darurat ini adalah,
Terpadu Kabupaten pengguna dapat
Purworejo mengakses aplikasi
untuk telepon ke
operator PSC 119,
memantau
pergerakan ambulan,
dan ambulan
mengetahui dimana
posisi kita saat ini
berada, sedangkan
admin webserver
(operator) dapat
memantau ambulan
dan
merekomendasikan
Rumah
Sakit/Puskesmas
terdekat sebagai
rujukan melalui
aplikasi.
18
2.3 Kerangka pikir
Faktor pre-hospital
Lama perjalanan kerumah Respon time
sakit
Tidak terdapat ambulans
Kematian dan kecacatan
yang ber-GPS siaga layani
gawat darurat
Belum semua fasyankes
Pengenbangan aplikasi k119
menerapkan SPGDT
Kurangnya penggunaan
aplikasi k119 Sosialisasi aplikasi k119
Faktor intra hospital
Respon time perawat
Penanganan yang kurang Evaluasi pemahaman dan kemampuan
kompeten perawat terkait pengoperasionalan aplikasi
Kurang update ilmu
keperawatan
Uji coba penerapan aplikasi
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori yang elevan, belum didasarkan pada
fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis
juga dapat dinyatakan jawaban teoritis terhadap rumusan masalah
penelitian, belum jawaban yang empiris dengan data.
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir diatas maka hipotesis
ang menjadi jawaban sementara dalam penelitian ini adalah “efektivitas
aplikasi k 119 terhadap respon time korban gawat darurat dalam
menurunkan angka kematian serta kecacatan”.
19
BAB 3
METODE PENELITIAN
Dalam peneliti ini jenis penelitian yang digunakan adalah analitik yaitu
peneliti yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu
terjadi (Notoadmojo, 2010) sedangkan metode penelitian yang digunakan
adalah ”studi korelasi” yaitu metode penelitian ini pada hakikatnya
merupakan penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variable pada
suatu situasi atau sekelompok subjek.
Hal ini dilakukan untuk melihat antara gejala satu dengan yang lain.
Untuk mengetahui korelasi antara suatu variable dengan variable yang lain
tersebut diusahakan dengan mengidentifikasi variabel yang ada pada suatu
objek, kemudian di identifikasi pila variabel yang lain yang ada pada objek
yang sama dan dilihat apakah ada hubungan antara keduanya (Notoadmodjo,
2010). Berdasarkan waktu, penelitian ini menggunakan survey cross-
sectional untuk mempelajari dinamika kolerasi antara factor-faktor risiko
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat(point time approach).
20
3.2.1 Variabel independen
3.Response time atau waktu tanggap adalah waktu yang dibutuhkan untuk
memberikan perlakuan atau pertolongan pertama yang memadai pada
pasien ketika tiba di Rumah Sakit.
3.4.1 Populasi
21
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari
populasi target yang terjangkau yang akan di teliti (Nursalam,2008).
Dalam penelitian ini kriteria inklusinya adalah :Semua Masyarakat
pengguna Android di Kota Malajeh Bangkalan.
3.4.2 Sampel
22
Pengumpulan data pada penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat
izin dan persetujuan dari kepala IGD RS(X) Bangkalan, kemudian peneliti
meminta persetujuan subjek untuk menjadi responden (Informed Concent).
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner
tentang agresivitas berdasarkan Buss-Perry Aggresion Questionnaire Scale
(BPQA). Data dikumpulkan dengan menggunakan alat pengumpulan data
yang digunakan yaitu kuesioner. Kuesioner disebarkan kepada responden
dimana satu kuesioner untuk satu respnden yang dibagikan sendiri oleg
peneliti.
Waktu penelitian
23
3.7 Validitas dan Reabilitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-
benar mengukur apa yang diukur (Notoadmodjo, 2012). Uji validitas dalam
alat ukur angket frustasi dengan perilaku agresif dengan menggunakan
Software SPSS 20 Window Release dengan rumus scale.
24
lahannya. Setelah data terkumpul dan diperiksa kelengkapannya kemudian
peneliti memberi skor untuk variabel antara lain sebagai berikut :
Untuk pernyataan :
Setuju (S) : 3
Sangat Setuju : 4
Jadi,
Tingkat PenggunaanAplikasi K119 tingi, Jika skor pada alat ukur 56-90
Tingkat PenggunaanAplikasi K119 sedang, Jika skor pada alat ukur 36-55
Tingkat PenggunaanAplikasi K119 rendah, Jika skor pada alat ukur 0-35
Setuju : 3
Sangat Setuju : 4
Jadi,
25
3.8.3 Pemberian Kode (Coding)
b. Response Time
Adalah proses penyusunan data kedlaam bentuk tabel. Pada tahap ini
dianggap bahwa data telah selesai diproses sehingga harus segeradisusun
kedalam suatu pola format yang dirancang.
26
3.10 Kerangka Kerja (Frame Work)
27