Anda di halaman 1dari 27

Proposal Penelitian

Efektivitas Aplikasi K 119 Terhadap Respon Time Korban Gawat Darurat


dalam Menurunkan Angka Kematian Serta Kecacatan di IGD RS (X)
Bangkalan

Disusun oleh
Kelompok 2:
Ainul Yakin (16142010007)
Bella Listiya. E. P (16142010008)
Didik Sasyono (16142010010)
Dwi Ayu Apriliyanti (16142010011)
Fadilatur. R (16142010012)
Faiszatul Camalia (16142010013)
Hamamah (16142010014)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes NGUDIA HUSADA MADURA
2019

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur kehadieat ALLAH SWT atas
segala rahmat, karunia, maghfirah dan hidayahNYA, sehingga kelompok dapat
menyelesaikan proposal ini dengan judul “Hubungan antara Frustasi dengan
Perilaku Agresif pada Siswa-siswi di SMPN X BANGKALAN”. Proposal ini
sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodelogi Penelitian
tentang Keperawatan Jiwa.

Kelompok menyadari sepenuhnya bahwa proposal ini masih jauh dari


kesempurnaan, untuk itu kelompok sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan penelitian ini.

2
DAFTAR ISI
Halaman judul ...................................................................................................... 1
Daftar pustaka ....................................................................................................... 2
Daftar isi ................................................................................................................ 3
BAB 1 PENDAHUUAN
1.1. Latar belakang .......................................................................................... 5
1.2. Identifikasi masalah ................................................................................. 7
1.3. Batasan masalah ...................................................................................... 7
1.4. Rumusan masalah .................................................................................... 7
1.5. Tujuan ...................................................................................................... 8
1.6. Manfaat .................................................................................................... 8
Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian teori............................................................................................... 9
2.1.1 Instalasi Gawat Darurat ................................................................. 9
2.1.2 Respon time ................................................................................... 12
2.1.3 SPGDT .......................................................................................... 13
2.1.4 Android .......................................................................................... 14
2.1.5 Aplikasi.......................................................................................... 15
2.1.6 Kematian dan kecacatan ................................................................ 16
2.2. Pengakjian yang relevan .......................................................................... 16
2.3. Kerangka pikir ......................................................................................... 19
2.4. Hipotesis .................................................................................................. 19
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian ..................................................................................... 21
3.2 Identifikasi variabel ................................................................................ 21
3.3 Definisi operasional ................................................................................ 22
3.4 Desain sampling ...................................................................................... 22
3.5 Pengumpulan data ................................................................................... 23
3.6 Tempat dan waktu penelitian .................................................................. 24
3.7 Validitas dan realibilitas ......................................................................... 25
3.8 Pengolahan data ...................................................................................... 25
3.9 Analisa data ............................................................................................. 27
3.10 Kerangka kerja ........................................................................................ 28

3
3.11 Etika penelitian ....................................................................................... 28

4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Instalasi gawat darurat merupakan ujung tombak pelayanan rumah
sakit yang terus meningkat jumlah pasiennya, baik karena kurangnya staf,
kurangnya tempat tidur, proses operasional yang buruk, kurangnya akses
universal terhadap pencegahan dan perawatan primer, penutupan dan
konsolidasi rumah sakit dan trauma centre. (Liman, 2015)
Persoalan yang kompleks dan fenomena multi disiplin ini
mengakibatkan lambatnya penanganan pasien, peningkatan waktu tunggu,
ketidakpuasan pasien, rasa sakit dan penderitaan berkepanjangan,
tertundanya pengobatan dan perawatan pasien, peningkatan jumlah pasien
yang pulang tanpa pelayanan, kelelahan dokter dan staf, serta bisa
menimbulkan kekerasan dan frustasi.
Kesalahan ini bisa karena faktor rumah sakit atau sumber daya
manusia (SDM) yang bekerja di rumah sakit tersebut. Kesalahan yang
dilakukan oleh SDM secara umum ada 3 macam, yaitu: pertama adalah
intentional professional misconduct, yaitu apabila yang bersangkutan tidak
melakukan tindakan sesuai yang ada tanpa unsur kealpaan; kedua adalah
negligence, yaitu ketidak sengajaan/kelalaian, dimana seseorang lalai
melakukan sesuatu padahal itu seharusnya dilakukan sehingga
menimbulkan masalah kesehatan bagi pasien; ketiga adalah lack of skill,
yaitu orang tersebut melakukan sesuatu diluar kompetensinya. Ketiga
macam kelalaian tersebut bisa berakibat hukum pada SDM yang
bersangkutan
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan
tindakan medis segera dengan prinsip cepat dan tepat untuk mencegah
kematian dan kecacatan. (Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44
tentang rumah sakit,2009)
Kenyataannya pada saat ini tidak semua fasyankes memiliki sistem
penanganan kegawatdaruratan yang standar dan terintegrasi. Fakta bahwa
pelayanan kesehatan khususnya penanganan kegawatdaruratan perlu
ditingkatan untuk menekan angka kematian dan kecacatan.

5
Kecepatan dan ketepatan penanganan via ambulans dapat menjadi
factor penentu untuk bisa mencegah kecacatan atau bahkan kematian yang
tidak diinginkan.
Layanan ambulans gawat darurat dilakukan sejak pasien atau
keluarga pasien menghubungi No Telp IGD.
Kematian adalah salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan
yang penting. World health organization (WHO) menyatakan bahwa dari
tahun 2005-2010 diperkirakan terdapat 850 kematian per 100.000
penduduk yang terjadi setiap tahunnya. Di Inggris dan Wales pada tahun
2005 lebih kurang 73% dari total kematian terjadi di fasilitas pelayanan
kesehatan rumah sakit. Tingginya angka kematian di rumah sakit
merupakan pertanda kemungkinan adanya masalah mutu pelayanan yang
memerlukan tindakan perbaikan, dan kurang lebih 22,7% kematian yang
terjadi di rumah sakit sebenarnya dapat dihindarkan dengan perawatan
yang optimal.
Menteri kesehatan sudah menetapkan standar pelayanan minimal
rumah sakit tahun 2008. Salah satu pelayanan yang dinilai adalah angka
kematian pada rumah sakit, yaitu kematian kurang dari 48 jam, lebih dari
48 jam dan kurang dari 24 jam (14,15). Net Death Rate (NDR) adalah
kematian yang lebih dari 48 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit.
NDR yang tinggi menggambarkan mutu yang kurang dari suatu rumah
sakit, pasien serta lingkungan.
Angka kematian di IGD yang tinggi dapat menimbulkan aspek
hukum bagi rumah sakit, baik direktur, tenaga medis, paramedis dan tenaga
lainnya yang terlibat. Kematian pasien ini sebagian dapat dicegah dan
sebagian lagi tidak dapat dicegah. Bila terjadi kematian yang seharusnya
bisa dicegah, berarti terdapat kesalahan di rumah sakit.
Penyebab tingginya kematin dan kecacatan pada pasien di IGD ialah
faktor pre-hospital, respon time dan belum optimalnya standar prosedur
operasional. Faktor pre-hospital disini meliputi tenggang waktu dan
kondisi pasien saat dibawa ke rumah sakit.
Penerapan sistem yang terpadu dan didukung oleh sistem
komunikasi sangat di butuhkan seperti sistem penanggulangan gawat

6
darurat terpadu yang berbasis call center dengan penggunaan kode akses
telekomunikasi 119

1.2. Identifikasi penyebab masalah


Faktor pre-hospital
 Lama perjalanan kerumah
sakit
 Tidak terdapat ambulans
yang ber-GPS siaga layani
gawat darurat Kematian dan
 Belum semua fasyankes kecacatan

menerapkan SPGDT
 Kurangnya penggunaan
aplikasi k119
Faktor intra hospital
 Respon time perawat
 Penanganan yang kurang
kompeten
 Kurang update ilmu
keperawatan
1.3. Batasan masalah
1. Kurangnya penggunaan aplikasi k 119
2. Penerapan SPGDT
3. Respon time perawat
4. Angka kematian dan kecacatan pasie gawat darurat

1.4 Rumusan masalah


2. Bagaimana efektivitas penggunaan aplikasi k119 terhadap respon
time perawat?
3. Bagaimanaefektivitas penggunaan aplikasi k119 dengan angka
kematian pasien gawat darurat?
4. Bagaimana efektivitas penerapan SPGDT dengan angka kematian
dan kecacatan pada pasien gawat darurat?

7
5. Bagiamana hubungan respon time perawat dengan angka kematian
pasien gawat darurat?

1.5 Tujuan
a. Tujuan umum
Mengembangkan aplikasi k119 berbasis sistem android untuk
meningkatkan penanganan respon time korban gawat darurat dan
menurunkan angka kematian serta kecacatan
b. Tujuan khusus
1) Mengetahui efektivitas penggunaan aplikasi k 119 terhadap
respon time perawat
2) Mengetahui hubungan aplikasi k119 dengan angka kematian
pasien gawat darurat
3) Mengetahui hubungan penerapan SPGDT dengan angka
kematian dan kecacatan pada pasien gawat darurat
4) Mengetahui hubungan respon time perawat dengan angka
kematian pasien gawat darurat

1.6 Manfaat
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan bentuk pengembangan
aplikasi k 119 berbasis sistem android yang diharapkan dapat
memudahkan masyarakat untuk mengakses bantuan gawat darurat
sehingga bermanfaat untuk menurunkan angka kecacatan dan
kematian.
b. Manfaat praktis
1) Mengembangkan aplikasi k 119 berbasis sistem android untuk
memberikan kemudahan dan efisiensi waktu dalam menangani
keadaan gawat darurat
2) Memberikan masukan kepada pihak manajemen rumah sakit
sebagai dasar SPGDT
3) Memberikan bahan informasi bagi peneliti lain yang berminat
untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.

8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian teori
2.1.1 Instalasi Gawat Darurat (IGD)
a. Definisi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
InstalasiGawat Darurat (IGD) adalah satu bagian di dalam
sebuah rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi
pasien yang menderita sakit dan cedera yang mengancam
kelangsungan hidupnya. Kementerian kesehatan telah
mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi Gawat
Darurat (IGD) Rumah Sakityang tertuang dalam Kepmenkes RI
No.856/Menkes/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisasi
pelayanan gawat darurat di rumah sakit.(Depkes,2007)
b. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
Setiap rumah sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat
yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-
kasus gawat darurat serta melakukan resusitasi dan stabilisasi.
Pelayanan Unit/Instalasi Gawat Darurat (Selanjutnya Disebut IGD)
harus dapat memberikan pelayanan 24 jam secara terus menerus 7
hari dalam seminggu. (Depkes, 2007)
Instalasi gawat darurat dipimpin oleh minimal dokter umum
dengan pengetahuan manajemen dan teknis medis penaggulangan
penderita gawat darurat serta dibantu oleh tenaga medis,
keperawatan dan tenaga lain yang telah memperoleh sertifikasi
pelatihan gawat darurat. Lokasi pelayanan gawat darurat
hendaknya mudah diakseslangsung oleh masyarakat, mudah
dicapai dengan tanda-tanda yang jelas maupun dari dalam rumah
sakit.(Kemenkes 2012)
IGD rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan
pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta
pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan
gawatdarurat medis. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah
waktu tanggap (response time) (Depkes RI. 2006).

9
Prosedur pelayanan disuatu rumah sakit, pasien yang akan
berobat akan diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang
berobat di rawat inap, rawat jalan (poliklinik) maupun di IGD
untuk yang penyakit darurat/emergency dalam suatu prosedur
pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal
pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien
secara baik atau tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan,
tertib, dan penuh tanggung jawab (Depkes RI, 2006).
Latar belakang pentingnya diatur standar IGD karena pasien
yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang
cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan
pelayanan gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat
darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang
tepat. Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan
sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD
Rumah Sakit sesuai dengan standar. (Kemenkes, 2009)
c. Prinsip umum pelayanan IGD di rumah sakit dari Depkes
RI(2010):
1) Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat
yang memiliki kemampuan: melakukan pemeriksaan
awalkasus-kasus gawat darurat dan melakukan resusitasi dan
stabilitasi (life saving)
2) Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat
memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari
dalam seminggu.
3) Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di
rumah sakit diseragamkan menjadi Instalasi Gawat
Darurat(IGD).
4) Rumah sakit tidak boleh meminta uang muka padasaat
menangani kasus gawat darurat.
5) Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima)
menit setelah sampai di IGD.

10
6) Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin,
multiprofesi dan terintegrasi struktur organisasi fungsional
(unsur pimpinan dan unsur pelaksana)
7) .
8) Setiap rumahsakit wajib berusaha untuk
menyesuaikanpelayanan gawat daruratnya minimal sesuai
dengan klasifikas
d. Klasifikasi Unit Gawat Darurat
Klasifikasi Instalasi Gawat Darurat adalah (Kemenkes,2012):
1) InstalasiGawat Darurat Bintang IV (Standar Minimal Rumah
Sakit Tipe A) Memiliki dokter subspesialis yang siappanggil
(on-call),beberapa dokter spesialis yang selalu siaga di tempat
(on-site)bertugas dalam 24 jam, dokter umum yang selalu siap
ditempat (on-site)24 jam yang memiliki kualifikasi pelayanan
GELS (General Emergency Life Support)danatau ATLS +
ACLS dengan kemampuan memberikan resusitasi dan
stabilisasi Airway, Breathing, Circulation serta terapi definitif.
Memiliki alat transportasiuntuk pasien gawatdarurat dan dapat
melakukan rujukan dan komunikasi yang siaga 24 jam.
2) InstalasiGawat Darurat Bintang III (Standar Minimal Rumah
Sakit Tipe B)Memiliki dokter spesialis pelayanan medik dasar
(dokter spesialis bedah, dokter spesialis penyakit dalam,
dokterspesialis anak, dokter spesialis kebidanan dan
kandungan) yang selalu siaga di tempat (on-site)bertugas
dalam 24 jam, dokter umum yang selalu siap ditempat (on-
site)24 jam yang memiliki kualifikasi pelayanan GELS
(General Emergency Life Support)dan atau ATLS + ACLS
dengan kemampuan memberikan resusitasi dan stabilisasi
Airway, Breathing, Circulation serta terapi definitif.Memiliki
alat transportasi untuk pasien gawat darurat dan dapat
melakukan rujukan dan komunikasi yang siaga 24 jam.
3) Instalasi Gawat Darurat Bintang II (Standar Minimal Rumah
Sakit Tipe C) Memiliki dokter spesialis pelayanan medik dasar

11
(dokter spesialis bedah, dokter spesialis penyakit dalam,
dokter spesialis anak, dokter spesialis kebidanan dan
kandungan) yang siap panggil (on-call)bertugas dalam 24 jam,
dokter umum yang selalu siap ditempat (on-site)24 jam yang
memilikikualifikasi pelayanan GELS(General Emergency
Life Support)dan atau ATLS + ACLS dengan kemampuan
memberikan resusitasi dan stabilisasiAirway, Breathing,
Circulation serta memiliki alat transportasi untuk pasien gawat
darurat dan dapat melakukan rujukan dan komunikasi yang
siaga 24 jam.
4) InstalasiGawat Darurat Bintang I (Standar Minimal Rumah
Sakit Tipe D) Memiliki dokter umum yang selalu siap
ditempat (on-site)24 jam yang memiliki kualifikasi pelayanan
GELS(General Emergency Life Support)dan atau ATLS +
ACLS dengan kemampuan memberikan resusitasi dan
stabilisasi Airway, Breathing, Circulation serta memiliki alat
transportasi untuk pasien gawat darurat dan dapat melakukan
rujukan dan komunikasi yang siaga 24 jam.(Rifaskes,2012)

2.1.2 Respon Time


Menurut Kepmenkes (2009) salah satu indikator mutu pelayanan
IGD adalah waktu tanggap atau yang disebut Respon Time. Kementerian
Kesehatan pada tahun 2009 telah menetapkan salah satu prinsip umumnya
tentang penanganan pasien gawat darurat yang harus ditangani paling lama
5 (lima) menit setelah sampai di IGD (Kepmenkes, 2009). Depkes RI
(2010) juga mengatakan salah satu prinsip umum pelayanan IGD di RS
adalah respon time; pasien gawat darurat harus ditanganai paling lama 5
(lima) menit sampai di IGD. Waktu tanggap gawat darurat merupakan
gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit
sampai mendapat respon dari petugas Instalasi Gawat Darurat (respon
time) dengan waktu pelayanan yang diperlukan sampai selesai proses
penanganan gawat darurat (Haryatun & Sudarmono, 2008).

12
Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien
yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat
dengan Respon Time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat
dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan
manajemen IGD rumah sakit sesuai dengan standar (Kepmenkes, 2009).
Canadian of Association Emergency Physician (2012) menuliskan bahwa
kejadian kurangnya strectheruntuk penanganan kasus yang akut
berdampak serius terhadap kedatangan pasien baru yang mungkin saja
dalam kondisi yang sangat kritis.

2.1.3 SPGDT
Gawat Darurat Medik merupakan peristiwa yang dapat menimpa
setiap orang. Bisa secara tiba-tiba dan membahayakan jiwa sehingga
membutuhkan penangan yang cepat dan tepat. Dalam kondisi gawat
darurat, diperlukan sebuah sistem informasi yang terpadu dan handal
untuk bisa digunakan sebagai rujukan bagi penanganan gawat darurat,
maka dikembangkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT).
SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat
yang terdiri dari unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah
Sakit dan antar Rumah Sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat
yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan
pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis,
pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi.
Dengan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT),
masyarakat dapat menelpon call center 119 untuk mendapatkan layanan
informasi mengenai rumah sakit mana yang paling siap dalam memberikan
layanan kedaruratan, advis untuk pertolongan pertama dan menggerakan
angkutan gawat darurat ambulan rumah sakit untuk penjemputan pasien.
Petugas call centre adalah dokter dan perawat yang mempunyai
kompetensi gawat darurat. SPGDT 119 bertujuan memberikan
pertolongan pertama kasus kegawatdaruratan medis, memberikan bantuan

13
rujukan ke Rumah Sakit yang tersedia, mengkoordinasikan pelayanan
informasi penanganan medis yang terjadi pada pasien sebelum
mendapatkan pelayanan medis di Rumah Sakit.

2.1.4 Android
a. Pengertian android
Android adalah sebuah kumpulan perangkat lunak untuk
perangkat mobile yang mencakup siste operasi. Middleware dan
aplikasi utama mobile (miere,2012)
Android adalah sistem operasi pada gadget dan handphone
yang kemampuannya hampir sam dengan pc, dapat mengolah data
dan dapat menggunakan internet serta berkomunikasi
menggunakan jaringan celluler seperti handphone pada umumnya
(murohv,2011)
b. Fitur sistem operasi android
Sistem operasi Android memiliki fitur-fitur sebagai berikut:
1) Kerangka kerja aplikasi (application framework)
Digunakan untuk menulis aplikasi di Android sehingga
memungkinkan penggunaan kembali dan penggantian
komponen. Kerangka kerja ini didukung oleh berbagai open
source libraries seperti openssl, sqlite,dan libc serta didukung
oleh libraries utama Android. Kerangka kerja sistem operasi
Android didasarkan pada UNIX file system permission yang
menjamin bahwa aplikasi-aplikasi tersebut hanya memiliki
kemampuan yang diberikan oleh pemilik ponsel pada waktu
penginstalan.
2) Dalvik Virtual Machine (DVM)
Dalvik Virtual Machine (DVM) adalah sebuah mesin virtual
yang menggunakan memori yang sangat rendah dan secara
khusus dirancang untuk dijalankan pada embedded system.
DVM bekerja dengan baik pada situasi dengan tenaga yang
rendah dan mengoptimalkan perangkat mobile. DVM juga
mengatur atribut dari Central Processing Unit (CPU) serta
membuat sebuah format file yang spesial (.DEX) yang dibuat
selama build time post processingDVM mengambil file yang
dihasilkan oleh classJava dan menggabungkannya ke dalam satu
atau lebih Dalvik Executable(.dex). DVM dapat menggunakan
kembali salinan informasi dari beberapa class file dan secara
efektif mengurangi kebutuhan penyimpanan oleh setengah dari

14
Java Archive (.jar) file tradisional. Konversi antara kelas Java
dan format (.dex) dilakukan dengan memasukkan “dx tool”.
DVM menggunakan assembly-code yang berbeda dimana DVM
menggunakan register sebagai unit utama dari penyimpanan
data daripada menggunakan stack. Hasil akhir dari executable-
code pada Android, merupakan hasil dari DVM yang didasarkan
bukan pada Java byte-codemelainkan pada file (.dex). Hal ini
berarti bahwa Java byte-code tidak dieksekusi secara langsung
melainkan dimulai dari Java classfile terlebih dahulu dan
kemudian mengkonversikannya ke dalam file (.dex) yang
berhubungan.

2.1.5 Aplikasi k119


Aplikasi k119 merupakan aplikasi yang berbasis android tersebut
dikembangkan oleh tim IT Kabupaten Kudus untuk memberikan layanan
cepat kepada masyarakat baik itu layanan kecelakaan, kebakaran maupun
bencana.
Bupati Kudus, Musthofa menyampaikan, berbagai program untuk
mendukung Kudus Cyber City terus diwujudkan, salah satu program yang
diluncurkan hari ini yakni K119 atau Kudus 119.
Aplikasi K119 tersebut terintegrasi dengan semua Rumah Sakit,
Puskesmas, Damkar dan BPBD maupun Kepolisian. Sehingga ketika
terjadi kecelakaan, bencana atau kebakaran dapat terlayani dengan baik
dan cepat oleh Instansi terkait namun untuk tahap awal baru RSUD dan
puskesmas.
”Dengan aplikasi K119 masyarakat dengan mudah mengakses untuk
melaporkan kejadian yang perlu penanganan segera. Di antaranya,
bencana kebakaran dan kecelakaan yang terintegrasi dengan fasilitas
kesehatan, kepolisian, serta instansi lain yang terkait.” katanya, seperti
dilansir Elshinta Seninmalam (16/1)
Sistem kerja K119 sama dengan system kerja 911, yakni pelaporan
cukup akurat dan terkoneksi di pelayanan publik seperti Ambulans,
Rumah Sakit, Pemadam Kebakaran, Kepolisian maupun BPBD.
Sedangkan proses pelaporandapatdilakukanmelalui 3 carayakni via SMS,

15
Telepon maupun Gambar sehingga operator dimasing-masing instansi
terkait langsung dapat menanggani secara tepat. Ditegaskan bupati, dalam
memberikan pelayanan semua harus gratis jika masyarakat menemukan
adanya pungutan dapat melaporkan.
Sementara itu, Direktur Utama RSUD dr. Lukmono Hadi, dr Abdul
Aziz Akhya rmenyatakan RSUD dr Lukmono Hadi sebagai operator
pihaknya mengintegrasikan aplikasi K119 dengan Sistem Penanganan
Kegawat Daruratan Terpadu (SPGDT) kesemua Rumah Sakit yang ada
dikabupaten Kudus

2.1.6 Kematian dan kecacatan


Kematian adalah akhir dari kehidupan, kematian secara klinis atau
biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara permanen,
baik karena penyebab alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak
alami seperti kecelakaan.
Kecacatan merupakan suatu keadaan seseorang mengalami
keterbatasan baik secara fisik maupun mental.

2.2 Pengkajian relevan


Nama Judul Metode Hasil
Muhammad Sistem Informasi Berdasarkan hasil
Mubarok Penanggulangan penelitian dan
2016 Gawat Darurat pengujian, Sistem
(SPGDT) Kabupaten Informasi
Kebumen Berbasis Penanggulangan
Aplikasi Mobile Dan Gawat Darurat
Web (SPGDT) Kabupaten
Kebumen telah
berhasil
memudahkan pihak
dinas kesehatan
maupun instansi-

16
instansi kesehatan
terkait untuk dapat
memberikan
pelayanan gawat
darurat kepada
masyarakat. Selain
itu sistem juga
berhasil
meningkatkan
efisiensi waktu dan
tempat bagi
pengguna untuk
mengetahui
ketersediaan kamar,
dokter jaga, dan
kantong darah.
Candra Adi Pengembangan Quasy Wilcoxom test
Wirawan aplikasi guide basic eksperiment kelompok perlakuan
2018 life support (BLS) dengan menunjukkan
berbasis android teknik simple variabel ketepatan
untuk menentukan random (p=0,000) dan
ketepatan ritme, sampling kecepatan (p=0,000),
kecepatan kompresi mann whitney test
dada dan ventilasi didapatkan variabel
pada penanganan out ketepatan (p=0,000)
hospital cardiac arest dan kecepatan
(OHCA) (p=0,000) yang
berarti aplikasi guide
basic life support
(BLS) berbasis
android dapat
meningkatkan

17
ketepatan dan
kecepatan perawat
dalam melakukan
BLS
Dwi Pemanfaaatan Peta Hasil dari penelitian
Hartanto, M. Digital Dalam pada aplikasi
Mirza Fauzie, Sistem pemanfaatan peta
Haryono Penanggulangan digital untuk situasi
Gawat Darurat darurat ini adalah,
Terpadu Kabupaten pengguna dapat
Purworejo mengakses aplikasi
untuk telepon ke
operator PSC 119,
memantau
pergerakan ambulan,
dan ambulan
mengetahui dimana
posisi kita saat ini
berada, sedangkan
admin webserver
(operator) dapat
memantau ambulan
dan
merekomendasikan
Rumah
Sakit/Puskesmas
terdekat sebagai
rujukan melalui
aplikasi.

18
2.3 Kerangka pikir
Faktor pre-hospital
 Lama perjalanan kerumah Respon time
sakit
 Tidak terdapat ambulans
Kematian dan kecacatan
yang ber-GPS siaga layani
gawat darurat
 Belum semua fasyankes
Pengenbangan aplikasi k119
menerapkan SPGDT
 Kurangnya penggunaan
aplikasi k119 Sosialisasi aplikasi k119
Faktor intra hospital
 Respon time perawat
 Penanganan yang kurang Evaluasi pemahaman dan kemampuan
kompeten perawat terkait pengoperasionalan aplikasi
 Kurang update ilmu
keperawatan
Uji coba penerapan aplikasi

2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori yang elevan, belum didasarkan pada
fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis
juga dapat dinyatakan jawaban teoritis terhadap rumusan masalah
penelitian, belum jawaban yang empiris dengan data.
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir diatas maka hipotesis
ang menjadi jawaban sementara dalam penelitian ini adalah “efektivitas
aplikasi k 119 terhadap respon time korban gawat darurat dalam
menurunkan angka kematian serta kecacatan”.

19
BAB 3
METODE PENELITIAN

2.1. Desain penelitian

Desain penelitian adalah keseluruhan dari peneliti untuk menjawab


pertanyaan dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul
selama proses penelitian (Nursalam, 2011).

Dalam peneliti ini jenis penelitian yang digunakan adalah analitik yaitu
peneliti yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu
terjadi (Notoadmojo, 2010) sedangkan metode penelitian yang digunakan
adalah ”studi korelasi” yaitu metode penelitian ini pada hakikatnya
merupakan penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variable pada
suatu situasi atau sekelompok subjek.

Hal ini dilakukan untuk melihat antara gejala satu dengan yang lain.
Untuk mengetahui korelasi antara suatu variable dengan variable yang lain
tersebut diusahakan dengan mengidentifikasi variabel yang ada pada suatu
objek, kemudian di identifikasi pila variabel yang lain yang ada pada objek
yang sama dan dilihat apakah ada hubungan antara keduanya (Notoadmodjo,
2010). Berdasarkan waktu, penelitian ini menggunakan survey cross-
sectional untuk mempelajari dinamika kolerasi antara factor-faktor risiko
dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat(point time approach).

Artinya tiap subjek penelitiannya di observasi sekali saja dan


pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variable subjek pada saat
pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua objek penelitian diamati pada
waktu yang sama (Notoadmodjo,2010).

3.2. Identifikasi Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda


terhadap sesuatu (beda, manusia). Dalam riset variable dikarakteristikkan
sebagai derjat, jumlah dan perbedaan (Nursalam. 2011).

Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah variable independen


(bebas) dan variable dependen (terikat).

20
3.2.1 Variabel independen

Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi atau


nilainya menetukan variabel lain (Nursalam, 2015). Dalam penelitian ini
variabel independennya adalah Aplikasi K119.

3.2.2 Variabel dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya atau


ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2015) . Dalam penelitian ini
variable dependen atau terikatnya adalah Respon Time.

3.3 Definisi operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variable secara


operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena (Hidayat, 2010).

1.Aplikasi K119 adalah system untuk memberikanl ayanan cepat kepada


masyarakat baik itu layanan kecelakaan, kebakaran maupun bencana.

2.Aplikasi K119 terintegrasi dengan Semua Rumah Sakit, Puskesmas,


Damkar dan BPBD maupun kepolisisan. Sehingga ketika terjadi
kecelakaan, bencana atau kebakaran dapat terlayani dengan baik dan
cepat oleh instansi terkait.

3.Response time atau waktu tanggap adalah waktu yang dibutuhkan untuk
memberikan perlakuan atau pertolongan pertama yang memadai pada
pasien ketika tiba di Rumah Sakit.

3.4 Desain Sampling

3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah subyek yang memenuhi kriteria


yang telah ditetapkan (Nursalam, 2015).

Populasi penelitian ini adalah perawat yang bertugas di IGD Rumah


Sakit X.

21
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari
populasi target yang terjangkau yang akan di teliti (Nursalam,2008).
Dalam penelitian ini kriteria inklusinya adalah :Semua Masyarakat
pengguna Android di Kota Malajeh Bangkalan.

Kriteria Eksklusi adalah menghilangkan atau mengluarkan subjek


yang tidak memenuhi kriteria inklusi berbagai sebab (Nursalam,2008).
Dalam penelitian ini kriteria eksklusinya adalah: Paisen yang tidak
memiliki Android di Kota Malajeh Bangkalan

3.4.2 Sampel

Sampel penelitian ini menggunakan sampel penelitian minimum.


Menurut Gay dan Diehl (1992) menuliskan untuk penelitian kausal
perbandingan sampelnya sebanyak 30 subjek perkategori/group dan
apabila penelitian eksperimental, sampel minimumnya adalah 15 subjek
pergroup. Roscoe (1975) yang dikutip Uma Sekaran (2006) memberikan
acuan umum untuk menentukan ukuran sampel, dimana jika sampel
dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita, junior/senior, dan sebagainya)
maka ukuran sampel minimum untuk tiap kategori adalah 30.

3.4.3 Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan cara-cara yang di tempuh dalam


pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar
sesuai dengan keseluruhan populasi objek (Nursalam, 2013).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
simple random sampling. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan
cara memilih sampel secara acak sederhana dengan menentukan
ciri-ciri tertentu sampai jumlah yang ditentukan sesuai dengan
kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi (Nursalam, 2016).

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan


proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2011).

22
Pengumpulan data pada penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat
izin dan persetujuan dari kepala IGD RS(X) Bangkalan, kemudian peneliti
meminta persetujuan subjek untuk menjadi responden (Informed Concent).
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner
tentang agresivitas berdasarkan Buss-Perry Aggresion Questionnaire Scale
(BPQA). Data dikumpulkan dengan menggunakan alat pengumpulan data
yang digunakan yaitu kuesioner. Kuesioner disebarkan kepada responden
dimana satu kuesioner untuk satu respnden yang dibagikan sendiri oleg
peneliti.

3.6 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Malajeh Bangkalan. Penelitian


dilaksanakan pada bulan Febuari dan Agustus 2019.

Waktu penelitian

No. Kegiatan Bulan


1 2 3 4 5 6 7 8
1. Studi X
pendahuluan
2. Pembuatan X
Proposal
3. Seminar X
roposal
4. Pengambilan
data
X
Pre-test
X
Implementasi
X
Post-test
5. Analisis data X
6. Pembahasan X
7. Seminar hasil X
8. Seminar Tesis X

23
3.7 Validitas dan Reabilitas

3.7.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-
benar mengukur apa yang diukur (Notoadmodjo, 2012). Uji validitas dalam
alat ukur angket frustasi dengan perilaku agresif dengan menggunakan
Software SPSS 20 Window Release dengan rumus scale.

3.7.2 Uji Reliabilitas

Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai


pengukuran yang reliabel (reliable). Ide pokok yang terkandung dalam
reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil
pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan
diperoleh hasil yang relatif sama (Sugiyono, 2010:184).

3.8 Pengolahan Data

Dalam melakukan analisis data, terlebih dulu harus dengan tujuan


mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh
dipergunakan utuk proses pengambilan keputusan, terutama dala pengujian
hipotesis (Hidayat, 2009). Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-
langkah yang harus ditempuh, antara lain sebagai berikut:

3.8.1 Pemerksaan Data (Editing)

Adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk meneliti kembali apakah


isian pada lembar pengumpulan data (kuesioner) sudah baik sebagai upaya
menjaga kualitas data agar dapat diproseslebih lanjut. Pada saat melakukan
penelitian, apabila ada soal yang belum dikerjakan oleh responden maka
responden diminta untuk mengisi kembali dan apabila jawaban ganda pada
kuesioner maka dianggap salah.

3.8.2 Skor (Scoring)

Scoring adalah metode pemberian skor atau harkat terhadap masing-


masing value parameter lahan untuk menentukan tingkat kemampuan

24
lahannya. Setelah data terkumpul dan diperiksa kelengkapannya kemudian
peneliti memberi skor untuk variabel antara lain sebagai berikut :

Untuk pernyataan :

a. Skor kuesioner Aplikasi K119

Sangat Tidak Setuju (STS) : 1

Tidak Setuju (TS) : 2

Setuju (S) : 3

Sangat Setuju : 4

Jadi,

Tingkat PenggunaanAplikasi K119 tingi, Jika skor pada alat ukur 56-90

Tingkat PenggunaanAplikasi K119 sedang, Jika skor pada alat ukur 36-55

Tingkat PenggunaanAplikasi K119 rendah, Jika skor pada alat ukur 0-35

b. Skor kuesioner Response Time

Sangat Tidak Setuju (STS) : 1

Tidak Setuju (TS) : 2

Setuju : 3

Sangat Setuju : 4

Jadi,

Jika skornya 88-116 = Tinggi

Jika skornya 59-87 = Sedang

Jika skornya 29-58 = Rendah

25
3.8.3 Pemberian Kode (Coding)

Merupakan kegiatan pemberian kode terhadap data yang terdiri ta


beberapa kategori. Coding dalam penelitian ini peneliti memberikan kode
atau tanda pada setiap jawaban untuk mempermudah dalam pengolahan data
dan analisi data serta berpedoman pada definisi operasional.

a. PenggunaanAplikasi K119 diberi kode 3

PenggunaanAplikasi K119 diberi kode 2

PenggunaanAplikasi K119 diberi kode 1

b. Response Time

Kategori tingkat Response Time menggunaan skor baku dengan rentang


kategori sebagai berikut :

Tinggi, jikaResponse Time baik diberi kode 4

Sedang, jika Response Time cukupbaik diberi kode 3

Rendah, jika Response Time kurangbaik diberi kode 1 – 2

3.8.4 Tabulasi (Tabulating)

Adalah proses penyusunan data kedlaam bentuk tabel. Pada tahap ini
dianggap bahwa data telah selesai diproses sehingga harus segeradisusun
kedalam suatu pola format yang dirancang.

3.9 Analisa Data

3.9.1 Analisis Univariat

Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan uji statistic


parametric independent t-test jika data terdistribusi secara normal serta
homogen dan sebalik nyajika data terdistribusi tidak normal serta tidak
homogeny maka menggunakan uji Mann Whitney. Pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan bantuan software Statistical secara
computerized.

26
3.10 Kerangka Kerja (Frame Work)

Kerangka kerja adalah langkah-langkah yang akan dilaukan dalam


penelitina yng berbentuk kerangka atau alur penelitian (Hidayat, 2010)

3.11 Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat rekomendasi dari sekolah


Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudia Husada Madura permohonan izin dari Kepala
IGD RS (X) Bangkalan. Setelah mendapat persetujuan penelitian dilakukan
dengan memperhatikan etika meliputi:

3.11.1 Informed Concent (Lembar Pesetujuan)

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara eneliti dengan


responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informend
consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed Consent
adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani
lembar persetuan.

3.11.2 Anonymity (Tanpa Nama)

Maslah etika merupakan maslah yang memberikan jaminan dalam


penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan.

3.11.3 Confindentality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan maslah etika dengan memberikan jaminan


kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya.

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh


peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

27

Anda mungkin juga menyukai