PELAYANAN DAN
ASUHAN PASIEN
EMAIL : PERMATAHATI0910@GMAIL.COM
WEB : RSIAPERMATAHATI.COM
DAFTAR ISI
BAB I…………………………………………………………………………………………………………………..……. 3
A. PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………………………… 3
B. PENGERTIAN………………………………………………………………………………………………………………….10
BAB II……………………………………………………………………………………………………………………………………15
RUANG LINGKUP
KEBIJAKAN
TATA LAKSANA
DOKUMENTASI
2
BAB 1
A. PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah organisasi yang berkiprah dalam bidang jasa pelayanan kesehatan
perorangan. Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien rumah sakit didukung
oleh banyak jenis keterampilan SDM baik yang berbentuk profesi maupun non profesi.
Setiap pasien yang datang kerumah sakit harus dijamin aksesnya untuk mendapatkan
pelayanan yang dibutuhkan, terjamin pula kontinuitas pelayanan yang didapat, serta
mendapatkan pelayanan yang terkoordinasi dan terintegrasi dari berbagai asuhan dari para
profesional pemberi asuhan pasien. Sehingga dapatlah diharapkan hasil pelayanan yang
efektif, efisien dan menjamin keselamatan pasien, yang akhirnya bermuara pada kepuasan
pasien dan pemenuhan hak pasien.
Beberapa hal penting yang harus dikelola oleh rumah sakit adalah mengenali dengan
baik kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani oleh rumah sakit, mengatur
pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien, dan melakukan rujukan ke pelayanan
yang tepat baik di dalam maupun keluar rumah sakit serta mengatur pemulangan pasien
yang tepat ke rumah.
Tanggung jawab rumah sakit dan staf yang terpenting adalah memberikan asuhan dan
pelayanan pasien yang efektif dan aman. Hal ini membutuhkan komunikasi yg efektif,
kolaborasi, dan standardisasi proses untuk memastikan bahwa rencana, koordinasi, dan
implementasi asuhan mendukung serta merespons setiap kebutuhan unik pasien dan target.
3
Asuhan tersebut dapat berupa upaya pencegahan, paliatif, kuratif, atau rehabilitatif
termasuk anestesia, tindakan bedah, pengobatan, terapi suportif, atau kombinasinya, yang
berdasar atas asesmen dan asesmen ulang pasien. Area asuhan risiko tinggi (termasuk
resusitasi, transfusi, transplantasi organ/jaringan) dan asuhan untuk risiko tinggi atau
kebutuhan populasi khusus yang membutuhkan perhatian tambahan. Asuhan pasien
dilakukan oleh profesional pemberi asuhan (PPA) dengan banyak disiplin dan staf klinis lain.
Semua staf yg terlibat dalam asuhan pasien harus memiliki peran yg jelas, ditentukan oleh
kompetensi dan kewenangan, kredensial, sertifikasi, hukum dan regulasi, keterampilan
individu, pengetahuan, pengalaman, dan kebijakan rumah sakit atau uraian tugas
wewenang (UTW).Beberapa asuhan dapat dilakukan oleh pasien/keluarganya atau pemberi
asuhan terlatih (care giver). Pelaksanaan asuhan dan pelayanan harus dikoordinasikan dan
diintegrasikan oleh semua profesional pemberi asuhan (PPA) dapat dibantu oleh staf klinis
lainnya.
Pelayanan yang beresiko tinggi merupakan pelayanan yang memerlukan peralatan yang
kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, resiko bahaya pengobatan,
potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik dari obat beresiko tinggi. Rumah sakit
memberi pelayanan bagi berbagai macam pasien dengan berbagai variasi kebutuhan
pelayanan kesehatan. Pasien dapat digolongkan masuk kategori pasien risiko tinggi, karena
umurnya, kondisinya dan kebutuhan pada keadaan kritis. Anak-anak dan Lansia biasanya
dimasukkan ke dalam golongan ini krn mereka biasanya tidak dapat menyampaikan
keinginannya, tidak mengerti proses asuhan yg diberikan dan tidak dapat ikut serta dalam
mengambil keputusan terkait dirinya.
Demikian pula, pasien yang ketakutan, bingung atau koma tidak mampu memahami
proses asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien. Rumah sakit juga
menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk yang beresiko tinggi karena
memerlukan peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk pengobatan penyakit yang
mengancam jiwa (pasien dialisis), sifat pengobatan (penggunaan darah atau produk darah),
potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik dari obat beresiko tinggi (misalnya
kemoterapi).
4
Pelayanan pada pasien beresiko tinggi berorientasi untuk dapat secara optimal
memberikan pelayanan dan perawatan pasien dengan menggunakan sumber daya, obat-
obatan dan peralatan sesuai standar pedoman yang berlaku. Asuhan bagi pasien risiko
tinggi juga harus didukung oleh penggunaan PPK, dan regulasi lainnya dan rencana asuhan,
Clinical Pathway dsb.
6
variabel pengkajian resiko jatuh skala morse. Hal tersebut dapat mempengaruhi hasil serta
penentuan besar resiko jatuh pasien yang tentunya dapat membahayakan pasien.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Pelaksanaan Pengkajian Resiko Jatuh Skala Morse
di Ruang Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo”.
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan akreditasi rumah sakit.
Makanan merupakan kebutuhan dasar dan kebutuhan langsung bagi manusia. Makanan
yang dibutuhkan manusia harus dalam keadaan sehat dan bergizi dalam arti memiliki nilai
gizi optimal seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain lain
Pada umumnya rumah sakit memiliki standar makanan bagi pasien yaitu makanan
standar diet dan makanan standar non-diet yang disesuaikan dengan keadaan pasien di
rumah sakit. Pengaturan makanan dan diet merupakan upaya perawatan dan pengobatan
untuk penyembuhan penyakit pasien. Pemberian makanan diet digunakan untuk
memberikan asupan sesuai kebutuhan pasien untuk mencegah dan mengurangi kerusakan
tubuh di saat sakit, tetapi makanan ini tidak diperbolehkan yang merangsang atau
menimbulkan gangguan pencernaan.
7
inap merupakan pelayanan gizi yang dimulai dari proses Asesmen gizi (pengkajian gizi),
Diagnosis gizi, Intervensi gizi, Monitoring dan Evaluasi gizi, yang sering disingkat ADIME
(Asesmen, Diagnosa, Intervensi, Monitoring & Evaluasi). Sebelum dilakukan asesmen gizi
(pengkajian gizi), diperlukan skrining gizi untuk mengetahui risiko penurunan status gizi. Jika
hasil skrining menyatakan pasien berisiko terjadi penurunan status gizi, maka dilakukan
dukungan gizi melalui Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) atau Nutrition Care Process
(NCP).Pada saat ini dituntut pelayanan gizi yang berkualitas sesuai dengan standar Nasional
dan Internasional.
Makanan dan terapi nutrisi yang sesuai sangat penting bagi kesehatan pasien dan
penyembuhannya. Pilihan makanan disesuaikan dengan usia, budaya,pilihan, rencana
asuhan, diagonsa pasien termasuk juga antara lain diet khusus seperti rendah kolesterol
dan diet diabetes mellitus. Berdasarkan pengkajian kebutuhan dan rencana asuhan, maka
DPJP atau PPA lain yang kompeten memesan makanan dan nutrisi lainnya untuk pasien.
Pasien berhak menentukan makanan sesuai dengan nilai yang dianut. Bila memungkinkan
pasien ditawarkan pilihan makanan yang konsisten dengan status gizi.
8
berkaitan juga dengan respon fisiologis, psikologis, sosial, kognitif, emosi dan perilaku,
sehingga dalam penangananyapun memerlukan perhatian yang serius dari semua unsur
yang terlibat di dalam pelayanan kesehatan.Untuk itu pemahaman tentang nyeri dan
penanganannya sudah menjadi keharusan bagi setiap tenaga kesehatan, terutama
perawat yang dalam rentang waktu 24 jam sehari beri iteraksi dengan pasien.
Sebagai pemberi pelayanan medis, rumah sakit harus dapat mengetahui berbagai
perilaku dan budaya yang ada di Indonesia sehingga dalam penanganan terhadap nyeri
yang dirasakan oleh setiap orang, dapat dilakukan pengkajian dan tindakan pemberian
terapi secara obyektif. Berdasarkan hal tersebut, RSIA Permata Hati menyusun panduan
manajemen nyeri sehingga dapat dijadikan sebagai panduan dalam melaksanakan
tindakan penanganan nyeri pasien.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami
berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan
aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi
kualitas hidup pasien dan keluarganya.Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu
penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya
dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan interdisiplin.
10
daya lain, dengan kemungkinan hasil asuhan pasien yang lebih baik, dimana Dokter (DPJP)
bertindak sebagai Team Leader.
2. Pelayanan Pasien Risiko Tinggi Dan Penyediaan Pelayanan Risiko Tinggi
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai
variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan risiko-
tinggi karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat kritis. Anak dan lanjut usia
umumnya dimasukkan dalam kelompok ini karena mereka sering tidak dapat
menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat ikut
memberi keputusan tentang asuhannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan,
bingung atau koma tidak mampu memahami proses asuhan bila asuhan harus
diberikan secara cepat dan efisien.
Pelayanan yang beresiko tinggi merupakan pelayanan yang memerlukan
peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, resiko
bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik dari obat
beresiko tinggi. Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai macam pasien dengan
berbagai variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Pasien dapat digolongkan masuk
kategori pasien risiko tinggi, karena umurnya, kondisinya dan kebutuhan pada keadaan
kritis. Anak-anak dan Lansia biasanya dimasukkan ke dalam golongan ini krn mereka
biasanya tidak dapat menyampaikan keinginannya, tidak mengerti proses asuhan yg
diberikan dan tidak dapat ikut serta dalam mengambil keputusan terkait dirinya.
11
gizi kepada pasien rawat inap agar memperoleh asupan makanan yang sesuai dengan
kondisi kesehatannya dalam upaya mempercepat proses penyembuhan,
mempertahankan dan meningkatkan status gizi. (Depkes RI, 2013).
Makanan dan terapi nutrisi yang sesuai sangat penting bagi kesehatan pasien
dan penyembuhannya. Pilihan makanan disesuaikan dengan usia, budaya,pilihan,
rencana asuhan, diagonsa pasien termasuk juga antara lain diet khusus seperti rendah
kolesterol dan diet diabetes mellitus. Berdasarkan pengkajian kebutuhan dan rencana
asuhan, maka DPJP atau PPA lain yang kompeten memesan makanan dan nutrisi lainnya
untuk pasien. Pasien berhak menentukan makanan sesuai dengan nilai yang dianut. Bila
memungkinkan pasien ditawarkan pilihan makanan yang konsisten dengan status gizi.
Jika keluarga pasien atau ada orang lain mau membawa makanan untuk pasien,
maka mereka diberikan edukasi tentang makanan yang merupakan kontraindikasi
terhadap rencana, kebersihan makanan dan kebutuhan asuhan pasien, termasuk
informasi terkait interaksi antara obat dan makanan. Makanan yang dibawa oleh
keluarga atau orang lain disimpan dengan benar untuk mencegah kontaminasi. Skrining
risiko gizi dilakukan pada pengkajian awal. Jika pada saat skrinning ditemukan pasien
dengang risiko gizi maka terapi gizi teritegrasi diberikan, dipantau, dan dievaluasi
4. Pengelolaan Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional akibat adanya kerusakan
jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang
merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan.
A. Tujuan Umum
Dengan dilakukannya manajemen nyeri pasien dapat berkurang/hilang sehingga dapat
meningkatkan kualitas pelayanan
B. Tujuan Khusus
1. Petugas dapat melakukan assesmen nyeri
2. Petugas dapat memberikan intervensi sesuai kewenangannya
3. Petugas dapat melakukan evaluasi pada pasien yang sudah mendapatkan
pengelolaan nyeri.
4. Manajemen nyeri terdokumentasi sesuai ketentuan.
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses menuju
akhir. Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari
kehidupan manusia. Lahir menjelang ajal dan kematian bersifat universal. Meskipun
unik bagi setiap individu, kejadian-kejadian tersebut bersifat normal dan merupakan
proses hidup yg diperlukan.
14
BAB 2
RUANG LINGKUP
e) Penundaan pelayanan :
• Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau
penundaan untuk pelayanan diagnostik dan pengobatan
• Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau
pengobatan
• Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan
informasi tentang alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinis
mereka
f) Pemulangan pasien :
• DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus
menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan.
• Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan
16
yang terbaik atau sesuai kebutuhan pasien.
• Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang
dan kelanjutan pelayanan medis.
• Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan di
lingkungannya yang sangat berhubungan dengan pelayanan yang ada di
rumah sakit serta populasi pasien.
• Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang. f.
Resume berisi pula instruksi untuk tindak lanjut.
• Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.
• Salinan resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan yang
dirujuk.
g) Transportasi :
• Transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan
peraturan yang berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan
pemeliharaan
• Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi pasien
• Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi, baik kontrak
maupun milik rumah sakit, dilengkapi dengan peralatan yang memadai,
perbekalan dan medikamentosa sesuai dengan kebutuhan pasien yang
dibawa
h) Hak pasien dan keluarga :
• Menghormati kebutuhan privasi pasien.
• Melindungi barang milik pasien dari pencurian atau kehilangan.
• Melindungi pasien dari kekerasan fisik.
• Anak-anak, individu yang cacat, lanjut usia dan lainnya yang berisiko,
mendapatkan perlindungan yang layak.
• Membantu mencari second opinion dan kompromi dalam pelayanan
didalam maupun diluar rumah sakit.
• Pernyataan persetujuan (lnformed Consent) dari pasien didapat
melalui suatu proses yang ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan
oleh staf yang terlatih, dalam bahasa yang dipahami pasien.
17
• Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, sedasi,
penggunaan darah atau produk darah dan tindakan serta pengobatan
lain yang berisiko tinggi
i) Penolakan pelayanan dan pengobatan :
• Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak
melanjutkan pengobatan.
• Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan
dengan keputusan tersebut dan tersedianya alternatif pelayanan dan
pengobatan.
• Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang Menghormati
keinginan dan pilihan pasien untuk menolak pelayanan resusitasi atau
memberhentikan pengobatan bantuan hidup dasar (Do Not
Resuscitate)
• Rumah sakit telah menetapkan posisinya pada saat pasien menolak
pelayanan resusitasi dan membatalkan atau mundur dari pengobatan
bantuan hidup dasar.
• Posisi rumah sakit sesuai dengan norma agama dan budaya
masyarakat, serta persyaratan hukum dan peraturan
j) Pelayanan pasien tahap terminal :
• Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh
hormat dan kasih sayang pada akhir kehidupannya
• Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan
semua aspek pelayanan pada tahap akhir kehidupan
• Semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir
kehidupannya yaitu meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan
sekunder, manajemen nyeri, respon terhadap aspek psikologis, sosial,
emosional, agama dan budaya pasien dan keluarganya serta
keterlibatannya dalam keputusan pelayanan.
k) Asesmen pasien :
• Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi
kebutuhan pelayanannya melalui suatu proses asesmen yang baku.
• Asesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis,
18
sosial dan ekonomi, termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat
kesehatan
• Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan
peraturan yang berlaku dan sertifikasi dapat melakukan asesmen
• Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat
inap atau lebih dini/cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah
sakit.
• Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak
rawat inap atau lebih cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan
rumah sakit.
• Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap,
atau sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh
lebih dari 30 hari, atau riwayat medis telah diperbaharui dan
pemeriksaan fisik telah diulangi.
• Untuk asesmen yang berumur kurang dari 30 hari, apabila ada
perubahan kondisi pasien yang signifikan, maka perubahan dicatat
dalam rekam medis pasien pada saat masuk rawat inap
• Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana
pemulangan pasien (discharge planning)
• Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas
dasar kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respons terhadap
pengobatan dan untuk merencanakan pengobatan atau untuk
pemulangan pasien.
• Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan
l) Manajemen obat :
21
• Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi
ketentuan dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja
22
➢ Pengendalian risiko infeksi
➢ Risiko terkait dengan masalah gizi
• risiko nonklinis :
➢ risiko keuangan
➢ risiko hokum
➢ risiko properti
➢ Riwayat gizi
23
➢ Penentuan kebutuhan, diberikan kepada klien/pasien atas dasar status
gizi,pemeriksaan klinis dan data laboratorium. Selain itu perlu juga
memperhatikan kebutuhan untuk penggantian zat gizi, kebutuhan harian,
kebutuhan tambahan karena kehilangan serta tambahan untuk pemulihan
jaringan atau organ yang sedang sakit.
➢ Penentuan macam dan jenis diet, setelah dokter menentukan diet pasien, ahli
gizi akan mempelajari dan menyusun rencana diet yang akan diberikan pada
pasien dan selanjutnya akan dimasukkan ke dalam menu dan porsi makanan
serta frekuensi makan yang akan diberikan. Makanan diberikan dalam berbagai
bentuk sesuai kebutuhan pasien. Apabila dari rencana diet tersebut diperlukan
penyesuaian, maka ahli gizi akan mengkonsultasokan kepada dokter.
➢ Konseling dan penyuluhan gizi, tujuan konseling gizi adalah membuat perubahan
pengetahuan,sikap,dan peilaku makan, serta pola makan sesuai kebutuhan
klien/pasien.
4. Pengelolaan Nyeri
Panduan pelayanan nyeri ini diperuntukkan bagi pelayanan seluruh pasien di
Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap dan Kamar Bersalin
RSIA Permata Hati.
Ruang lingkup pelayanan nyeri yaitu semua pasien dengan kondisi nyeri yang
membutuhkan pelayanan manajemen nyeri, pengobatan dan observasi nyeri. Pada
24
tahun 1986, The Nasional Institutes of Health Consensus Conference on Pain
mengkategorikan nyeri menjadi 2 tipe yaitu :
a) Nyeri Akut, merupakan hasil dari injuri acut,penyakit dan pembedahan. Nyeri akut
adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan
temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
b) Nyeri Kronik :
• Non keganasan di hubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa
penyembuhan atau tidak progresif
• Keganasan adalah nyeri yang di hubungkan dengan kanker atau proses penyakit
lain yang progresif.
• Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri
kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan
dan sering sekali tidak diketahui penyebab yang pasti
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
5. Pelayanan Menjelang Akhir Hayat
Pelayanan pasien tahap terminal di lakukan di semua instalasi rawat inap. Ruang lingkup
pelayanan :
25
BAB 3
KEBIJAKAN
KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi dengan
cinta kasih, tidak membedakan suku, ras, agama, golongan dan memperhatikan
mereka yang lemah dan kurang mendapat perhatian.
2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada
mutu layanan, keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
bagi pasien, keluarga dan masyarakat serta karyawan sesuai dengan visi, misi,
falsafah dan tujuan RSIA Permata Hati.
3. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada
pasien dengan melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas pelayanan,
memenuhi hak pasien dan keluarga, assesmen pasien, pemberian pelayanan
pasien, serta memberikan edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
4. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali beberapa
unit pelayanan tertentu.
26
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya peningkatan mutu melalui
kegiatan Plan-Do-Check-Action (PDCA).
6. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di
rumah sakit dan melibatkan berbagai individu.
7. Rumah sakit memberikan pelayanan terlebih dahulu tanpa memungut uang muka.
8. Rumah sakit bisa memberikan keringanan biaya untuk pasien kurang mampu.
9. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan,
mengendalikan, mengelola, dan memimpin unit pelayanan masing-masing untuk
mencapai visi-misi unti pelayanan maupun visi misi rumah sakit.
10. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit wajib mematuhi
ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja (k3) dengan melakukan upaya untuk
mengurangi dan mengendalikan bahaya, resiko, mencegah kecelakaan dan
cedera, dan memelihara kondisi lingkungan dan keamanan, termasuk dalam
penggunaan alat pelindung diri (APD)
11. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan 6
(enam) sasaran keselamatan pasien.
12. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi
secara teratur sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai.
13. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan rumah sakit
14. Semua petugas rumah sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikat sesaui dengan
proesi dan ketentuan yang berlaku.
15. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar
kompetensi, standar prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah sakit
dan semua peraturan rumah sakit yang berlaku.
16. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai
sumber informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan
pelayanan kepada masyarakat.
17. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengelolah dan
menggunakan informasi secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara benar
untuk meningkatkan kesehatan pasien serta kinerja rumah sakit baik secara benar
27
untuk meningkatkan kesehatan pasien serta kinerja rumah sakit baik secara
keseluruhan maupun individu.
18. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib dilaksanankan
melalui rapat rutin minimal 1 kali dalam satu bulan.
19. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester dan
tahunan kepada manajemen rumah sakit.
20. Rumah sakit menjalankan program keselamatan pasien melalui 6 ( enam )
standar keselamatan pasien.
21. RSIA Permata Hati bukan rumah sakit yang ditunjuk untuk melakukan pelayanan
pasien dengan HIV / AIDS, sehingga pelayanan yang diselenggarakan RSIA
Permata Hati meliputi pelayanan Voluntary Consulting Dan Testing (VCT),
pelayanan rujukan HIV ke rumah sakit lain yang ditunjuk melayani HIV/AIDS dan
menerapkan Universal Precountion terhadap pasien.
22. Rumah sakit melaksanakan penanggulangan Tuberkulosa (TB) sesuai dengan
pedoman strategi DOTS.
23. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak tersedia di rumah sakit,maka pasien
harus dirujuk ke rumah sakit lain yang bias melayani setelah mendapat
persetujuan pasien/keluarga.
24. Rumah sakit menghargai dan mematuhi hak pasien yang dilayani
25. Seluruh karyawan rumah sakit berkewajiban menjaga dan melindungi rahasia
medis pasien yang dilayani.
26. Rumah sakit melakukan pengumpulan,validasi dan analisis data baik internal
ataupun eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.
KEBIJAKAN KHUSUS
Berdasarkan UU RI No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit maka RSIA permata Hati
mempunyai kewajiban untuk :
1. Pelayanan di RSIA Permata Hati dilaksanakan secara seragam di semua tempat
pelayanan tanpa membedakan status, golongan, agama, ras, suku bangsa, social
dan ekonomi.
2. Akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai tidak tergantung atas
kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
28
3. Akses untuk asuhan dan pengobatan serta yang memadai yang diberikan oleh
praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu
tertentu.
a. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber
daya untuk memantau kebutuhan pasien.
b. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien adalah sama sesuai dengan
standar RSIA Permata Hati.
c. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama akan menerima
asuhan keperawatan yang setingkat sesuai dengan standar RSIA Permata
Hati
d. Pelayanan perawatan dilakukan secara kolaboratif dan multi disiplin.
e. Pelayanan asuhan terkait penunjang medis lainnya ( Gizi, laboratorium,
farmasi) diberikan sesuai dengan kebutuhan dan standar di RSIA Permata
Hati.
f. Seluruh dokumentasi dan tindakan yang diberikan oleh pemberi pelayanan
didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
g. Hasil asuhan pengobatan dan perawatan diinformasikan kepada pasien dan
keluarga termasuk kejadian tidak diharapkan.
h. Bahwa pelayanan asuhan keperawatan dan medis mencakup kebutuhan
akan edukasi yang diberikan sejak pasien dirawat sampai dengan pasien
pulang sesuai kebutuhannya.
i. Rencana asuhan medis, keperawatan, dan penunjang medis dikoordinasikan
dan diintegrasikan oleh coordinator asuhan (DPJP) dan didokumentasikan
dalam rekam medis pasien.
29
c) Rumah sakit mempunyai daftar risiko di tingkat unit dan tingkat rumah sakit.
d) Rumah sakit telah membuat strategi untuk mengurangi risiko yang ada
e) Manajemen risiko harus diterapkan secara terintegrasi seluruh area program dan
kegiatan.
f) Dalam rangka pencapaian tujuan penyelenggaraan manajemen risiko terintegrasi
dibentuk tim penyelenggara majamen risiko terintegrasi yang terdiri atas bidang
/bagian K3RS, PPI, KMKP. Instalasi sebagai penanggung jawab pada unit kerja.
g) Setiap satuan kerja harus membuat dan menetapkan daftar risiko dan menyusun
rencana perlakuan risiko.
h) Daftar risiko yang telah ditetapkan harus disampaikan kepada direktur.
i) Manajemen risiko harus diterapkan secara terintegrasi diseluruh area program
dan kegiatan.
31
berkoordinasi dengan ahli Gizi.
16. Kegiatan skirining resiko nutrisi dilakukan oleh gizi ruangan maksimal 1x 24 jam
sejak pasien baru masuk, dan apabila ditemukan pasien dengan resiko nutrisi
akan dilakukan asesmen gizi.
17. Pasien dengan resiko nutrisi dan kondisi khusus mendapat terapi gizi.
18. Respon pasien terhadap terapi nutrisi dimonitor dan di catat dalam rekam
medic.
19. Pemberian penyuluhan dan konsultasi Gizi untuk pasien dan keluarga
berdasarkan hasil asesmen pasien, permintaan pasien dan keluarga, serta
rujukan dari dokter yang merawat.
20. Apabila keluarga pasien menyediakan makanan maka petugas akan memberikan
edukasi tentang pembatasan diet pasien.
21. Penanganan alat makan untuk pasien dan penyakit inefksi menular akan
dipisahkan dari alat makan pasien dengan penyakit yang tidak menular, sesuai
dengan ketentuan.
22. Penelitian, pengembangan gizi terapan, monitoring, evaluasi dan peningkatan
mutu pelayanan gizi sesuai dengan program peningkatan mutu RSIA Permata
Hati.
23. Pemeliharaan,perbaikan ruang dan alat dilakukan secara terprogram dan
kontinyu diatur didalam program kerja tahunan gizi dan menjadi tanggung jawab
bagi seluruh mitra gizi dengan bantuan dari petugas pemeliharaan unit sarana
prasarana.
4. Pengelolaan Nyeri
a) Rumah sakit mempunyai Tim Pain Managemen
b) Menetapkan alur pengelolaan nyeri di ruang rawat inap dan rawat jalan
c) Menetapkan sistem pengelolaan nyeri dari pengkajian sampai evaluasi
d) Semua pasien wajib dilakukan pangkajian nyeri sebagai vital sign ke 5
e) Setiap pasien yang mendapat intervensi terhadap penatalaksanaan nyeri
diobservasi efektifitasnya
32
a) Rumah sakit melakukan pengkajian terhadap perubahan-perubahan tanda-
tanda vital
b) Menyiapkankan bantuan yang dapat diberikan pada tahap terminal
• Bantuan emosional
• Bantuan fisiologis
• Bantuan social
• Bantuan / kebutuhan spiritual
33
BAB 4
TATA LAKSANA
1. Pelayanan pasien seragam
b) Berbagi informasi.
1) Pemberi pelayanan kesehatan mengkomunikasikan dan berbagi informasi
secara lengkap pasien & keluarga.
2) Pasien & keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat
c) Partisipasi.
1) Pasien & keluarga didorong dan didukung utk berpartisipasi dlm
asuhan dan pengambilan keputusan / pilihan mereka
d) Kolaborasi / kerjasama.
1) Pimpinan pelayanan kesehatan bekerjasama dgn pasien & keluarga
dalam pengembangan, implementasi dan evaluasi kebijakan dan
program;
Rumah sakit menetapkan staf medis, keperawatan dan staf lain yang
bertanggung jawab atas pelayanan pasien, bekerja sama dalam menganalisis
dan mengintegrasikan asesmen pasien.
2) DPJP sebagai team leader
Dalam semua fase pelayanan, ada staf yang kompeten sebagai orang yang
bertanggung jawab terhadap pelayanan pasien, dan staf yang kompeten inilah
yang disebut Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP), yang bertanggung
34
jawab menyiapkan dokumentasi rencana pelayanan pasien. Rencana asuhan
untuk tiap pasien direview dan di verifikasi oleh DPJP dengan mencatat
kemajuannya.DPJP mengatur pelayanan pasien selama seluruh waktu rawat inap,
dalam rangka meningkatkan kontinuitas pelayanan, pengintegrasian asuhan dari
para PPA, serta menjamin kualitas pelayanan dan hasil yang diharapkan. Ada
kebijakan rumah sakit yang mengatur proses transfer tanggung jawab pasien dari
satu ke orang lain, pada masa libur, hari besar dan lain-lain. Dalam kebijakan
ditetapkan dokter konsulen, dokter on call, atau dokter pengganti yang
bertanggung jawab.(lihat Panduan Pelaksanaan DPJP)
4) Asesmen Awal
Asesmen ulang atau asesmen lanjut atau biasa disebut dengan follow up
perjalanan pasien adalah asesmen yang dilakukan sepanjang proses pelayanan
pasien untuk mengevaluasi kemajuan pasien dan untuk memahami kebutuhan
akan perencanaan asuhan selanjutnya atau memodifikasi asuhan sesuai dengan
respons yang diberikan oleh pasien. Asesmen ulang oleh para praktisi pelayanan
kesehatan adalah kunci untuk memahami apakah keputusan pelayanan sudah
tepat dan efektif. Oleh karena itu sangat perlu bahwa asesmen ulang ini baik
medis, keperawatan dan asesmen lain yang berarti, didokumentasikan dengan
baik dan dapat dengan cepat dan mudah ditemukan kembali dalam rekam medis.
Berdasarkan asesmen ulang pasien oleh praktisi pelayanan kesehatan, maka
rencana diperbaharui sesuai dengan perubahan kondisi pasien. Hasil asesmen
ulang dicatat dalam rekam medis pasien untuk informasi dan digunakan oleh
semua staf yang memberi pelayanan.Tempat di rekam medis untuk mencatat
asesmen ulang ini adalah pada Catatan Perkembangan Terintegrasi.
36
6) Interval Waktu untuk melakukan Asesmen Ulang
Asesmen ulang dilaksanakan dan hasilnya dicatat dalam rekam medis pasien :
1. Assesmen Nyeri
Pada saat asesmen awal dan asesmen ulang, prosedur skrining
dilakukan untuk mengidentifikasi pasien dengan rasa sakit, pasien dapat diobati
di rumah sakit atau dirujuk untuk pengobatan. Lingkup pengobatan
berdasarkan pelayanan yang tersedia di rumah sakit. Bila pasien diobati di
rumah sakit, dilaksanakan asesmen yang lebih komprehensif. Asesmen
disesuaikan dengan umur pasien dan mengukur intensitas dan kualitas rasa
nyeri, seperti karakter rasa nyeri, frekuensi, lokasi dan durasi. Asesmen ini
dicatat sedemikian rupa agar memfasilitasi /memudahkan asesmen ulang yang
reguler dan follow up sesuai kriteria yang dikembangkan oleh rumah sakit dan
kebutuhan pasien.
2. Assesmen Tambahan
Asesmen awal dari tipe-tipe pasien atau populasi pasien tertentu
memerlukan modifikasi proses asesmen. Modifikasi ini didasarkan atas
karakteristik yang unik atau menentukan setiap populasi pasien. Rumah sakit
mengidentifikasi kelompok pasien khusus dan memodifikasi proses asesmen
untuk memenuhi kebutuhan khusus ini. Secara khusus, apabila rumah sakit,
melayani satu atau lebih pasien atau populasi dengan kebutuhan khusus
seperti daftar di bawah ini, maka rumah sakit melakukan asesmen
individual untuk :
a. Anak-anak
b. Dewasa Muda
38
c. Lanjut usia yang lemah
d. Sakit terminal
Asesmen pasien yang diduga ketergantungan obat dan atau alkohol dan
asesmen pasien korban kekerasan dan yang terlantar, dipengaruhi oleh budaya
dari populasi dimana pasien berada. Asesmen disini tidak dimaksudkan untuk
penemuan kasus secara proaktif. Tetapi asesmen pasien tersebut merupakan
respons terhadap kebutuhan dan kondisi yang dapat diterima oleh budaya dan
diperlakukan konfidensial. Proses asesmen dimodifikasi agar konsisten dengan
undang-undang dan peraturan dan standar profesi terkait dengan populasi dan
situasi demikian dengan melibatkan keluarga bila perlu.
d) Orientasi spritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan kelompok
39
agama
e) Urusan dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga, seperti putus asa,
penderitaan, rasa bersalah atau pengampunan
f) Status psikososial pasien dan keluarga seperti hubungan keluarga, lingkungan
rumah yang memadai apabila diperlukan perawatan di rumah, cara mengatasi
dan reaksi pasien dan keluarga atas penyakit pasien
g) Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan (respite services) bagi
pasien, keluarga dan pemberi pelayanan lain
i) Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi
reaksi patologis atas kesedihan.
40
3. Kualitas asuhan akhir kehidupan dievaluasi oleh staf dan keluarga pasien.
41
waktu tertentu.
c) Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber
daya untuk memenuhi kebutuhan pasien.
d) Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan
anestesia) sama di seluruh rumah sakit.
e) Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima
asuhan keperawatan yang setingkat diseluruh rumah sakit.
f) Asuhan pasien yang seragam menghasilkan penggunaan sumber daya
yang efisien dan sehingga mendapatkan evaluasi hasil (outcome) yang
sama untuk asuhan di seluruh rumah sakit.
42
Setiap rumah sakit memutuskan :
a) Perintah mana yang harus tertulis daripada lisan;
a) Sedasi :
Sedasi baik sedasi yang moderat maupun dalam, menghadapkan
risiko kepada pasien, karenanya perlu dilengkapi dengan definisi, kebijakan
serta prosedur yang jelas. Derajat sedasi terjadi dalam suatu kontinuum,
seorang pasien dapat bergerak dari satu derajat tertentu menuju derajat
yang lain, berdasarkan medikasi yang diberikan, rute dan dosisnya.
Pertimbangan penting mencakup kemampuan pasien untuk
mempertahankan refleks protektif; saluran pernafasan yang paten-
independen-berkesinambungan; dan mampu berespon terhadap stimulasi
fisik atau instruksi lisan.
e) kualifikasi atau ketrampilan khusus para staf yang terlibat dalam proses
sedasi; dan
b) Anestesi :
Pelayanan anestesi direncanakan secara seksama dan
44
didokumentasikan dalam catatan anestesi. Perencanaan
mempertimbangkan informasi dari asesmen pasien dan mengidentifikasi
anestesi yang akan digunakan, termasuk metode pemberiannya,
pemberian medikasi dan cairan lain, serta prosedur monitoring dalam
mengantisipasi pelayanan pasca anestesi. Berhubung anestesi membawa
risiko tinggi, maka pemberiannya harus direncanakan dengan seksama.
Asesmen pra anestesi pasien merupakan basis untuk perencanaan tersebut
dan untuk penggunaan analgesia pasca operatif. Asesmen pra anestesi
memberikan informasi yang diperlukan bagi :
Jadi pada pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi harus dilakukan :
a) Asesmen pra anestesi dikerjakan pada setiap pasien.
45
b) Asesmen pra induksi dilaksanakan untuk re-evaluasi pasien segera
sebelum induksi anestesi, sesaat sebelum diberikan induksi anestesi
c) Kedua asesmen dikerjakan oleh staf yang kompeten untuk
melakukannya
e) Tindakan Pembedahan
Karena pembedahan membawa risiko dengan tingkatan yang tinggi,
maka penggunaannya haruslah direncanakan secara seksama. Asesmen
pasien adalah dasar untuk memilih prosedur pembedahan yang tepat.
Asesmen memberikan informasi penting terhadap :
g) Laporan Operasi
Pada setiap pasien yang dioperasi ada laporan operasi yang berisi
catatan operasi dalam rekam medis pasien untuk keperluan pelayanan
berkesinambungan. Pelayanan pasca bedah tergantung pada kejadian dan
temuan dalam tindakan bedah. Jadi, status pasien termasuk diagnosis
pasca bedah, deskripsi dari prosedur bedah dan temuan- temuan
(termasuk spesimen bedah yang dikirim untuk pemeriksaan) dan nama ahli
bedah dan asisten bedah. Guna mendukung suatu kontinuum dari
pelayanan suportif pasca bedah, catatan laporan operasi tersedia sebelum
pasien meninggalkan ruang pulih pasca anestesi. Sebelum pasien
meninggalkan lokasi pemulihan pasca anestesi, suatu catatan singkat
tindakan bedah bisa digunakan sebagai pengganti laporan tertulis tindakan
bedah. Laporan tertulis tindakan bedah atau catatan singkat operasi
47
tersebut minimum memuat :
49
pasien membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang spesifik. Setiap rumah
sakit bertanggung jawab untuk mengidentifikasi petugas yang berpengetahuan
dan berpengalaman yang disyaratkan dan yang juga diijinkan dengan lisensi,
sertifikasi, hukum, atau peraturan untuk menuliskan resep atau memesan obat-
obatan. Suatu rumah sakit dapat menentukan batas-batas untuk penulisan resep
maupun pemesanan oleh perseorangan, misalnya untuk bahan yang dikendalikan,
bahan-bahan kemoterapi, atau radioaktif serta obat investigatif. Petugas-petugas
yang diperkenankan untuk penulisan resep dan pemesanan obat dikenal oleh
bagian pelayanan farmasi atau orang-orang lain yang mengeluarkan obat. Dalam
situasi emergensi, rumah sakit mengidentifikasi setiap petugas tambahan yang
diijinkan untuk penulisan resep atau pemesanan obat.
51
medis kronis penyerta, pemakaian banyak obat (Polifarmasi) dan peningkatan
kerentanan terhadap gangguan kognitif (Weinberg, 1995; Gunadi, 1984). Oleh
karena itu pasien lansia dan cacat merupakan salah satu pasien yang beresiko tinggi
yang perlu mendapat perhatian khusus. Oleh karena itu pasien lansia dan cacat
merupakan salah satu pasien yang beresiko tinggi yang perlu mendapat perhatiam
khusus.
3) Pelayanan pasien dengan alat pengikat (restraint)
Definisi restraint ini berlaku untuk semua penggunaan restraint diunit dalarn
rumah sakit. Pada urnumnya, jika pasien dapat melepaskan suatu alat yang dengan
mudah, maka alat tersebut tidak dianggap sebagai suatu restraint. Jika suatu
tindakan memenuhi definisi restraint, hal ini tidak secara otomatis dianggap
salahltidak dapat diterima. Penggunaan restraint secara berlebihan dapat terjadi,
tetapi pengambilan keputusan untuk mengaplikasikan restraint bukanlah suatu hal
yang mudah. Suatu diskusi yang rnendalam mengenai aspek etik, hukum, praktek dan
profesionalisme dilakukan untuk membantu tenaga kesehatan (misalnya perawat)
memahami perbedaan antara penggunaan restraint yang salah/tidak dapat ditolerir
dengan kondisi yang memang memerlukan tindakan restraint. Tidaklah
memungkinkan untuk membuat suatu daftar mengenai jenis restraint apa saja yang
dapat diterapkan kepada pasien dikarenakan mengaplikasikannya bergantung pada
kondisi pasien saat itu. Suatu pembatasan fisik/mekanisme/kirnia dapat diterapkan
pada suatu kondisi tertentu, tetapi tidak pada kondisi lainnya.
4) Pasien risiko kekerasan
Kekerasan Fisik adalah ekspresi dari apa baik yang dilakukan secara fisik yang
mencerminkan tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan ataumartabat
seseorang. Kekerasan fisik dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang.
Perlindungan Pasien Terhadap Kekerasan Fisik adalah suatu upaya rumah sakit untuk
melindungi pasien dari kekerasan fisik oleh pengunjung, pasien lain atau staf rumah
sakit. Kekerasan fisik di rumah sakit dapat dialami oleh bayi baru lahir (neonatus) dan
anak-anak, lansia, pasien koma dan perempuan. Pasien dengan gangguan nwa
terkadang tidak bias mengendalikan perilakunya, sehingga pasien tersebut perlu
dilakukan tindakan pembatasan gerak (restraint) atau menempatkan pasien di kamar
isolasi. Tindakan bertujuan agar pasien dibatasi pergerakannya karena dapat
52
menciderai orang lain atau diciderai orang lain. Bila tindakan isolasi tidak bermanfaat
dan perilaku pasien tetap berbahava. herpotensi melukai diri sendiri atau orang lain
maka alternative lain adalah dengan melakukan pengekangan/pengikatan fisik
(restraint).
53
3. Pemberian makanan dan terapi nutrisi
1) Asuhan gizi pasien rawat jalan
Pengertian dari asuhan gizi pasien rawat jalan adalah serangkaian proses
kegiatan pelayanan gizi yang berkesinambungan dimulai dari perencanaan diet,
pelaksanaaan konseling diet hingga evaluasi rencana diet kepada klien/pasien
rawat jalan.
Tujuannya adalah memberikan pelayanan gizi kepada klien/pasien rawat jalan
agar memperoleh asupan makanan yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.
➢ Riwayat gizi
Anamnesa riwayat gizi pasien ada dua macam, yaitu secara kualitatif dan
kuantitatif, Anamnesa kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran
kebiasaan makan/pola makan sehari hari berdasarkan frekuensi penggunaan
bahan makanan, sedangkan anamnesa kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan
gambaran asupan zat gizi sehari.
54
➢ Konseling gizi, tujuan konseling gizi adalah membuat perubahan
pengetahuan,sikap,dan peilaku makan, serta pola makan sesuai kebutuhan
klien/pasien.
2) Asuhan Gizi Pasien Rawat Inap
Pengertian dari asuhan gizi pasien rawat inap adalah serangkaian proses
kegiatan pelayanan gizi yang berkesinambungan dimulai dari perencanaan diet
hingga evaluasi rencana diet pasien di ruang rawat inap. Tujuannya adalah
memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap agar memperoleh gizi yang sesuai
dengan kondisi penyakit.
➢ Riwayat gizi, Setiap pasien rawat inap dianalisis kebiasaan makan sebelum
dirawat yang meliputi asupan zat gizi, pola makan, bentuk dan frekuensi makan,
serta pantangan makan. Asupan zat gizi diukur dan selanjutnya dianalisis zat
gizinya dengan menggunakan DBMP. Analisis asupan gizi memberikan informsai
perbandingan antara asupan dengan kebutuhan gizi dalam sehari.
55
memperhatikan kebutuhan untuk penggantian zat gizi, kebutuhan harian,
kebutuhan tambahan karena kehilangan serta tambahan untuk pemulihan
jaringan atau organ yang sedang sakit.
➢ Penentuan macam dan jenis diet, setelah dokter menentukan diet pasien, ahli gizi
akan mempelajari dan menyusun rencana diet yang akan diberikan pada pasien dan
selanjutnya akan dimasukkan ke dalam menu dan porsi makanan serta frekuensi
makan yang akan diberikan. Makanan diberikan dalam berbagai bentuk sesuai
kebutuhan pasien. Apabila dari rencana diet tersebut diperlukan penyesuaian,
maka ahli gizi akan mengkonsultasokan kepada dokter.
➢ Konseling dan penyuluhan gizi, tujuan konseling gizi adalah membuat perubahan
pengetahuan,sikap,dan peilaku makan, serta pola makan sesuai kebutuhan
klien/pasien.
➢ Pemantauan, Evaluasi dan Tindak lanjut, aktivitas utama proses evaluasi pelayanan
gizi pasien adalah memantau pemberian makanan secara berkesinambungan untuk
menilai proses penyembuhan dan status gizi pasien. Untuk pasien yang dirawat
walaupun tidak memerlukan diet khusus tetapi tetap perlu mendapatkan perhatian
agar tidak terjadi “Hospital Malnutrition” terutama pada pasien-pasien yang
mempunyai masalah dalam asupan makanannya seperti adanya mual, muntah dan
penurunan nafsu makan.
3) Penyediaan Makanan Pasien
Langkah langkah penyediaan makanan sesuai dengan kebutuhan pasien :
• Petugas gizi merencanakan menu
• Petugas gizi menghitung kebutuhan bahan makanan
• Petugas dapur melakukan pembelian dan penerimaan bahan makanan
• Petugas dapur melakukan penyimpanan bahan makanan
• Petugas dapur mencuci tangan
• Petugas dapur melakukan pengolahan bahan makanan
• Petugas dapur mencuci tangan
4) Pemesanan Makanan Pasien Rawat Inap
Langkah-langkah pemesanan makanan pasien rawat inap
56
• Petugas melakukan pemeriksaan jumlah pasien rawat inap
• Petugas memeriksa apakah pasien ada pantangan makan atau alergi makanan
pada tiap pasien rawat inap.
• Petugas menghitung kebutuhan gizi berdasarkan atas status gizi dan kebutuhan
pasien rawat inap.
• Petugas mengisi buku permintaan makanan yang tersedia sesuai dengan jumlah
pasien di ruang rawat inap
• Petugas menyerahkan buku permintaan yang berisi label etiket makanan (Nama,
No Rekam Medis, tanggal lahir dan Jenis Diet) kepada petugas pramusaji
E. PENDISTRIBUSIAN MAKANAN
Langkah langkah pendistribusian makanan antara lain :
1. Persiapan Alat :
➢ Alat makan pasien
➢ Troli makanan
2. Persiapan Petugas :
➢ Memakai pakaian kerja bersih yang tidak di pakai untuk memasak
➢ Sebelum dan sesudah kontak dengan alat makan/makanan cuci tangan
dengan sabun dan air mengalir
➢ Jika badan dalam keadaan kurang bugar/fit (flu) memakai masker ketika
mendistribusikan makanan, alihkan muka dari makanan dan peralatan
makan bila batuk atau bersin. Tutup mulut/hidung dengan
tangan/saputangan serta cuci sesudah itu
3. Pelaksanaan :
➢ Cek kembali makanan yang telah disajikan pada peralatan makan pasien
dengan stiker pesanan diet pasien
➢ Bersihkan alat makan pasien jika terkena tumpahan/noda saat penyajian
makanan pasien
➢ Masukkan baki ke dalam troli makanan, hindari makanan/sayur tumpah
dengan melakukannya perlahan
➢ Tutup dan kunci pintu troli
➢ Mengantar troli makanan hingga ke depan kamar pasien
57
➢ Mengambil baki makanan pasien sesuai dengan identitas pada stiker diet
➢ Mengetuk pintu kamar pasien kemuadian 3S (Senyum, Salam, Sapa)
➢ Meletakkan baki makanan di tempat yang terjangkau pasien, atau
diletakkan di meja jika ada keluarga pasien.
4. Waktu pengantaran makanan
Makan pagi : 07.00 WITA
Makan siang : 11.30 WITA
Snack Sore : 14. 00 WITA
Makan malam : 18.00 WITA
5) EDUKASI GIZI RAWAT INAP
Langkah langkah edukasi gizi rawat inap antara lain :
1. Pasien baru segera dikunjungi oleh petugas pelaksana gizi ruangan untuk
melakukan anamnesa diet. Data anamnesa dicatat pada formulir asuhan gizi
2. Petugas pelaksana gizi ruangan memberikan edukasi dan konseling kepada
pasien dan keluarga pasien tentang diet yang akan dijalankan selama dirawat di
ruang rawat inap.
3. Selama dirawat,konseling gizi dilakukan kembali apabila
a. Pasien tidak mengikuti dietnya
b. Ada perubahan diet
c. Pasien ingin makan makanan dari luar
4. Melakukan monitoring dan evaluasi dengan melakukan kunjungan ulang ke
ruang rawat inap pasien, sehingga dapat diketahui tingkat keberhasilan dan
intervensi yang dilakukan
5. Mencatat hasil konseling gizi dan hasil monitoring evaluasi di formulir asuhan
gizi
4. Pengelolaan Nyeri
A. CARA PENGKAJIAN/ASESMEN
Semua pasien yang masuk di RSIA Permata Hati, petugas harus melakukan anamnesa
dan dinilai skala nyerinya.
1. Anamnesa
58
Anamnesa yang dilakukan terhadap pasien dengan cara menanyakan kepada pasien
meliputi :
a. P (Provokes) : Faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri
b. Q (Quality) : Bagaimana rasa nyerinya R (Radiation / Relief) : Melacak daerah
nyeri dari titik yang paling nyeri
c. S ( Severity ) : Keparahan atau intensitas nyeri
d. T (Time / On set) :Waktu atau lama serangan atau frekuensi Nyeri
2. Asesmen/Penilaian Skala Nyeri
Asesmen nyeri yang dilakukan di RSIA Permata Hati menggunakan 3 cara yaitu :
a. Numeric Scale digunakan untuk pasien dewasa dan anak yang usianya lebih 8
tahun. Cara mengukur skala nyeri dengan numeric scale adalah dengan
menanyakan pada pasien mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10. Setelah mendapatkan hasil
numeriknya dikategorikan :
-0 : tidak nyeri
-1–3 : nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
-4–6 : nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
- 7 – 10 : nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)
b. Wong baker faces pain scale digunakan untuk pasien (dewasa dan anak lebih 3
tahun) yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka. Cara
mengukur nyerinya adalah dengan mencocokan ekspresi wajah pasien dengan
gambar yang ada dipanduan (seperti dibawah ini)
59
Kemudian dari gambar yang cocok tentukan numeriknya.
Dari hasil numeric bias didapatkan keterangan atau kondisi pasien yaitu :
-0 : ekspresi rilek, tidak merasa nyeri sama sekali
-2 : sedikit nyeri
-4 : cukup nyeri
-6 : lumayan nyeri
-8 : sangat nyeri
- 10 : amat sangat nyeri (tak tertahankan)
c. FLACC Behavioral pain scale digunakan pada bayi dan pasien tidak sadar yang
tidak dapat dinilai dengan Numeric Scale dan Wong baker faces pain scale. Cara
penilaian adalah petugas mencocokan kondisi pasien dengan standar pada table
berikut :
60
Activity Tiduran normal, Posisi tidak Tidak kooperatif
posisi nyaman, nyaman,
pindah posisi menggeliat, geser
kebelakang dan
kedepan, kaku
Cry Tidak menangis Merengek, Melenguh, series
saat bangun / sesekali menangis menangis,
sadar / Nampak tidak complain, suara
nyaman, merintih tidak jelas,
berteriak
Consolability Perasaan Nampak rileksbila Sangat sulit
nyaman dan disentuh, nyeri menjadi nyman
relaksasi berkurang
dengan sentuhan
/ massage
Setelah mendapatkan nilai dari ke lima skor diatas kemudian dijumlahkan, apabila :
- Nilai 1-3 termasuk nyeri ringan
- Nilai 4-6 termasuk nyeri sedang
- Nilai 7-10 termasuk nyeri berat
B. PENATALAKSANAAN
Setelah petugas mengetahui skala nyeri pasien maka akan dilakukan intervensi sesuai
dengan skala nyeri pasien. Tindakan yang dilakukan adalah :
1. Pasien yang mengalami nyeri derajat ringan (skala 1-3) dilakukan edukasi untuk
relaksasi dan distraksi
2. Apabila dengan tehnik relaksasi dan distraksi, keluhan nyeri tidak berkurang
dilakukan kolaborasi medis untuk pemberian therapy jenis NSAID
3. Pasien yang mengalami nyeri derajat sedang (skala 4-6) dilakukan kolaborasi medis
untuk pemberian therapy jenis NSAID / opioid dosis ringan
4. Pasien yang mengalami nyeri derajat berat (skala 7- 10) dilakukan kolaborasi medis
untuk pemberian therapy jenis opioid
61
5. Apabila dengan pemberian therapy farmako jenis opioid, tetapi keluhan nyeri belum
teratasi maka, bila diperlukan Dokter DPJP akan merujuk kepada Tim nyeri
intervensi
C. EVALUASI
Evaluasi atau reasesmen dilakukan sesuai dengan derajat nyeri pasien yaitu :
1. Semua pasien dirawat inap dilakukan reasesmen terhadap nyeri minimal tiap 8 jam
(saat pergantian shift b. Perawat )dan bila diperlukan
2. Satu jam setelah dilakukan tindakan keperawatan distraksi / relaksasi
3. 15 - 30 menit setelah pasien mendapatkan therapy analgetik oral dan injeksi
analgetik
4. 5 menit setelah pemberian nitrat dan obat intra vena pada pasien nyeri jantung
/cardiac
5. Lima menit setelah pasien yang mendapatkan therapi injeksi opioid.
62
BAB 5
DOKUMENTASI
4. Pengelolaan Nyeri
1) Asesmen nyeri didokumentasikan pada RM
2) Diagnosa keperawatan nyeri disokumentasikan pada RM
3) Intervensi nyeri didokumentasikan pada RM
4) Implementasi nyeri didokumentasikan pada RM
5) Evaluasi nyeri didokumentasikan pada RM terintegrasi
6) Edukasi nyeri
• Pada derajat ringan (1-3) yaitu dilakukan edukasi dengan relaksasi dan
distraksi didokumentasikan pada RM pada kolom perawat/bidan
63
• Edukasi nyeri dengan derajat sedang sampai berat dilakukan edukasi oleh
dokter dan didokumentasikan pada RM kolom dokter spesialis/RMO
Edukasi nyeri dengan derajad berat dilakukan edukasi oleh tim nyeri
intervensi didokumentasikan pada kolom manajemen nyeri
• Semua edukasi yang dilakukan didokumentasikan pada Form (Buku
Registrasi Edukasi Pasien)
Ditetapkan di : M a k a s s a r
Pada Tanggal : 9 / 1 /2022
DIREKTUR
RSIA PERMATA HATI
64
65