Modul Siap Print
Modul Siap Print
PENDAHULUAN
Kesetimbangan asam basa merupakan suatu topik yang sangat penting dalam
kimia dan bidang-bidang lain yang mempergunakan kimia, seperti biologi,
kedokteran dan pertanian. Titrasi yang menyangkut asam dan basa sering disebut
asidimetri – alkalimetri. Sedangkan untuk titrasi atau pengukuran lain-lain sering
juga dipakai akhiran –ometri menggantikan –imetri. Kata metri berasal dari
bahasa Yunani yang berarti ilmu atau proses atau seni mengukur. Pengertian
asidimetri dan alkalimetri secara umum ialah titrasi yang menyangkut asam dan
basa.
1
Dalam titrasi digunakan larutan yang relatif encer, maka untuk menetukan kadar
asam cuka perdagangan, cuka harus diencerkan. Jika tidak diencerkan maka akan
memerlukan larutan NaOH yang terlalu banyak sehingga tidak praktis dan tidak
mempunyai ketelitian yang baik. Volumetri atau tirimetri adalah suatu cara
analisis kuantitatif dari reaksi kimia. Pada analisis ini zat yang akan ditentukan
kadarnya, direaksikan dengan zat lain yang telah diketahui konsentrasinya, sampai
tercapai suatu titik ekuivalen sehingga konsentrasi zat yang kita cari dapat
dihitung.
Dalam pelaksanaannya larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke
dalam suatu erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya
sampai reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi
perubahan warna dari indikator yang ditambahkan. Titik di mana terjadinya
perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir
titrasi seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam
prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut dengan kesalahan titrasi.
2
1.2.3 Mengetahui volume titran (NaOH) yang digunakan untuk menetralkan
CH3COOH
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
yang dikenal sebagai pemeberi rasa asam dan aroma pada makanan. Asam cuka
memiliki rumus kimia yaitu CH3COOH, asam asetat murni (asam asetat glacial)
adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Larutan
CH3COOH dalam air merupakan asam lemah, artinya hanya terdisosiasi menurut
reaksi:
CH3COOH → H+ + CH3COO-
Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industry yang penting.
Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilenaterftalat,
selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain.
Dalam industry makanan asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di
rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air.
Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton/tahun.
1,5 juta ton/tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industry
petrokimia maupun dari sumber hayati.Penentuan kadar cuka pada makanan dapat
ditentukan dengan menggunakan metode titrasi netralisasi dengan menggunakan
indicator fenolftalein (PP). Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai
“titran” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah
diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan didalam
“buret” . Baik titer maupun titran biasanya berupa larutan.Titrasi asam basa
merupakan analisis kuantitatif untuk menentukan molaritas larutan asam atau
basa. Zat yang akan ditentukan molaritasnya
dititrasi oleh larutan yang molaritasnya diketahui (larutan baku atau larutan
standar) dengan tepat dan disertai penambahan indikator. Fungsi indikator di sini
untuk mengetahui titik akhir titrasi. Jika indikator yang digunakan tepat, maka
indikator tersebut akan berubah warnanya pada titik akhir titrasi.Titrasi asam basa
merupakan metode penentuan molaritas asam dengan zat penitrasi larutan basa
4
atau penentuan molaritas larutan basa dengan zat penitrasi larutan asam. Titik
akhir titrasi atau “titik ekuivalen” (pada saat indikator berubah warna) diharapkan
mendekati titik ekuivalen titrasi, yaitu kondisi pada saat larutan asam tepat
bereaksi dengan larutan basa.
Pemilihan indikator yang tepat merupakan syarat utama saat titrasi.Jika indikator
yang digunakan berubah warna pada saat titik ekiuvalen,maka titik akhir titrasi
akan sama dengan titik ekuivalen. Akan tetapi, jika perubahan warna indikator
terletak pada pH di mana zat penitrasi sedikit berlebih, maka titik akhir titrasi
berbeda dengan titik ekuivalen.Indikator yang lebih dianjurkan yaitu fenolftalein
(PP) karena memberikan perubahan warna yang lebih jelas yaitu warna merah
muda dari yang tidak berwarna (trayek pH=8,2-10,0).
Pada saat titik ekuivalen proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume
titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut.Dengan menggunakan data
volume titrasi, volume dan konsentrasi titer maka dapat menghitung kadar titrasi.
Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa
dan garam. Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila
dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen
sebagai satu-satunya ion positif.
Sebenarnya ion hidrogen (proton) tak ada dalam larutan air. Setiap proton
bergabung dengan satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasang
elektron bebas yang terdapat pada oksigen dari air, dan terbentuk ion-ion
hidronium :
H+ + H2O → H3O+
Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan
dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai
satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti natrium
hidroksida atau kalium hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air
yang encer :
Karena itu basa-basa ini adalah basa kuat. Di lain pihak larutan air amonia,
merupakan suatu basa lemah. Bila dilarutkan dalam air, amonia membentuk
amonium hidroksida, yang berdisosiasi menjadi ion amonium dan ion hidroksida
5
:Namun lebih tepat untuk menulis reaksi itu sebagaiKarena itu, basa kuat
merupakan elektrolit kuat, sedang basa lemah merupakan elektrolit lemah. Tetapi
tak ada pembagian yang tajam antara golongan-golongan ini, dan sama halnya
dengan asam, adalah mungkin untuk menyatakan kekuatan basa secara kuantitatif.
Menurut definisi yang kuno, garam adalah hasil reaksi antara asam dan basa.
Proses-proses semacam ini disebut netralisasi. Definisi ini adalah benar, dalam
artian, bahwa jika sejumlah asam dan basa murni ekuivalen dicampur, dan
larutannya diuapkan, suatu zat kristalin tertinggal, yang tak mempunyai ciri-ciri
khas suatu asam maupun basa. Zat-zat ini dinamakan garam oleh ahli-ahli kimia
zaman dulu. Jika persamaan reaksi dinyatakan sebagai interaksi molekul-molekul.
Pembentukan garam seakan-akan merupakan hasil dari suatu proses kimia sejati.
Tetapi ini sebenarnya tidak tepat. Kita tahu bahwa baik asam (kuat) maupun basa
(kuat), serta pula garam hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan.Sedangkan
air, yang juga terbentuk dalam proses ini, hampir-hampir tak berdisosiasi sama
sekali. Karena itu, lebih tepat untuk menyatakan reaksi netralisasi sebagai
penggabungan ion-ion secara kimia Dalam persamaan ini, ion Na+ dan Cl- tampil
pada kedua sisi. Karena dengan demikian tak ada terjadi apa-apa dengan ion-ion
ini, persamaan ini dapat disederhanakan menjadi
Yang menunjukkan bahwa hakekat suatu reaksi asam-basa (dalam larutan air)
adalah pembentukan air. Ini ditunjukkan oleh fakta, bahwa panas netralisasi
adalah kurang lebih sama (56,9 KJ) untuk reaksi suatu mol setiap asam kuat dan
basa kuat yang sembarang. Garam adalah wujud padat dibangun oleh ion-ion,
yang tersusun dalam pola yang teratur dalam kisi kristalnya
6
Bila suatu asam dan suatu basa yang masing-masing dalam kuantitas yang
ekuivalen secara kimiawi, dicampur akan dihasilkan suatu reaksi penetralan, yang
menghasilkan suatu larutan garam dalam air. Larutan ini akan benar-benar netral
jika asam dan basa itu sama kuat ; kalau tidak, akan diperoleh larutan asam lemah
atau basa lemah. Konsentrasi suatu larutan asam atau basa yang anu (unknown)
dapat ditentukan dengan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya diketahui.
Teknik semacam itu disebut analisis volumetri. (Kleinfetter. 1987)
Salah satu macam titrasi adalah titrasi asidimetri-alkalimetri, yaitu titrasi yang
menyangkut asam dan/atau basa. Bila kita mengukur berapa mL larutan bertitar
tertentu yang diperlukan untuk menetralkan larutan basa yang kadar atau titernya
belum diketahui, maka pekerjaan itu disebut asidimetri. Peniteran sebaliknya,
asam dengan basa yang titernya diketahui disebut alkalimetri. Dalam titrasi ini
perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan cara perhitungan
ialah perubahan pH titrat.
7
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi ini ialah :
3. basa dengan garam; agar kuantitatif, basa harus kuat dan garam harus
terbentuk dari basa lemah sekali; jadi berdasar pembentukan basa lemah
tersebut. (Harjadi. 1987)
2. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus
diketahui.
Tujuan : Memilih indikator yang memiliki titik akhir bertepatan dengan titik
stoikhiometri.
Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui
setepat mungkin. (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)
Proses titrasi asam – basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang
dianalisis sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan. Gambar yang diperoleh
tersebut disebut kurva pH, atau kurva titrasi.
8
waktu tertentu setelah titrasi dimulai, maka kalau pH dialurkan lawan volume
titran, kita peroleh grafik yang disebut kurva titrasi.
Bila suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi,
maka :
1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen
dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi.
2. Perubahan warna itu harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada
keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan.
Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Misalnya biru bromtimol (bb); dalam larutan asam ia
berwarna kuning, tetapi dalam lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam
keadaan asam dinamakan warna asam dari indikator (kuning untuk bb), sedang
warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna basa.
Akan tetapi harus dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang
atau lebih dari tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih
besar dari trayek indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan.
Kebanyakan indikator asam basa adalah molekul kompleks yang bersifat asam
lemah dan sering disingkat dengan HIn. Mereka memberikan satu warna berbeda
bila proton lepas. (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)
9
Contoh : Fenolftalein, indikator yang lazim dipakai, tak berwarna dalam bentuk
Hin-nya dan berwarna pink dalam bentuk In, atau basa. Struktur Fenolftalein,
sering disingkat PP, adalah sebagai berikut :
10
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
III.1.4 Buret 50 ml
III.1.5 Erlenmeyer
III.1.8 Corong
III.2 Bahan
III.2.1 NaOH
11
III.2.2 Asam oksalat
III.2.3 Aquades
III.3.1.1 Timbang dengan teliti menggunakan neraca analitik, kurang lebih 0,630
gram asam oksalat (COOH)2 H2O (pro analisa) dalam botol timbang
yang bersih dan kering. Catat hasil penimbanganya 4 desimal.
III.3.1.3 Setelah larutan dingin, masukan ke dalam labu ukur 100 ml,melalui
corong pendek.
III.3.1.4 Bilas botol timbang 2x dengan aquades untuk memastikan semua asam
oksalat telah masuk ke dalam labu ukur. Encerkan larutan dalam labu
ukur sampai tanda batas.
III.3.2.1 Ke dalam 25 ml air suling dalam gelas piala 50 ml, ditambahkan sedikit
demi sedikit 25 gram hablur NaOH sambil di aduk, hari-hati campuran
menjadi panas. Kalau perlu didinginkan dalam air. Biarkan lebih kurang
2-3 hari
III.3.2.2.Dari larutan sorensen yang di peroleh diatas di ambil yang jernih dengan
pipet morh dan karet isap /bulb lebih kurang 1,3 ml dimasukan dalam
labu ukur/gelas piala 250 ml.
12
III.3.2.3 Kemudian encerkan dengan aquades yang sudah dididihkan yang telah
dididinginkan terlebih dahulu, kemudian di tera sampai garis. Masukan
dalam botol bersumbat plastik
III.3.3.1 Siapkan peralatan titrasi, peralatan harus telah di cuci bersih dan kering.
III.3.3.3.Sementara itu isilah buret dengan larutan NaOH yang akan digunakan
tersebut. Perhatikan agar tidak terlihat gelembung udara di dalam buret.
Pastikan pula bagian bawah buret terisi penuh dengan larutan.
III.3.3.4 Nol kan volume NaOH dalam buret. Sebelum menolkan, pastikan
dinding bagian atas buret yang tidak terisi larutan kering. Gunakan
kertas hisap/gulung untuk mengeringkanya.
III.3.3.5 Lakukan titrasi dengan cara yang benar. Goyanglah erlenmeyer dengan
arah berlawanan jarum jam.
III.3.3.6 Lakukan titrasi yang kedua untuk labu erlenmeyer yang kedua. Bila
perbedaan pembacaan volume titrasi pertama dan kedua lebih besar dari
0,10 ml,ulangi titrasi sekali lagi. Ambilah dua data yang perbedaannya
dalam rentang tersebut.
III.3.4.2 Letakkan di atas neraca, nolkan neraca dengan menekan tombol zero.
Masukan satu sendok kecil (lebih kurang 0,150 gram) asam oksalat.
Catat angka yang ditunjukan neraca. Larutkan dengan 25 ml aquades
tambahkan indikator.
13
III.4 Skema Kerja
14
3. Sampel dipipet 10 ml 4 . Dimasukkan ke dalam labu ukur
100 ml
15
Ditimbang 25 gram NaOH dengan kaca arloji .
standarisasi NaOH
16
1. asam oxalat di dalam labu ukur 2. Dimasukkan sampel ke dalam
17
5. nol kan volume NaOH 6. Lakukan titrasi sampai berubah
warna menjadi pink seulas.
1. keringkan erlenmeyer.
18
2. timbang asam oxalat 0.150 3. larutkan dengan 25 ml
Menggunakan Erlenmeyer.
19
4. tambahkan indikator. 5,. Lakukan titrasi dengan NaOH
20
BAB IV
2. 10,9 ml
3. 11,2 ml
Tabel IV.1
IV.2 Pembahasan
Pada pembuatan larutan asam oksalat dengan normalitas 0,1 N , ditimbang 0,63
gram asam oksalat kemudian dilarutkan dengan aquades menggunakan labu ukur
sampai tanda batas dan homogenkan . Setelah itu asam oksalat akan distandarisasi
dengan larutan NaOH , Standarisasi dilakukan perorang dalam kelompok .
21
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
Agar mendapatkan hasil yang akurat sebaiknya hati-hati dalam titrasi dan
menetapkan tercapainya hasil akhir dari titrasi .
22
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
1. Menghitungkonsentrasiasamoksalat
𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 1000
N= ×
𝐵𝐸 100
0,6345 1000
= ×
63 100
6,345
= 63
= 0,1007 N
2. MenhitungkonsentrasiNaOH
V.NaOH X N.NaOH =V.Oksalat X N.Oksalat
11,6 ml X N.NaOH = 10 ml X 0,1007 N
N.NaOH= 10,6 X 0,1007
10
= 0,0868 N
23
BAB I
PENDAHULUAN
Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat yang bila dilarutkan
dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai ion
positif. Sedangkan basa secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat yang
bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion OH-
sebagai ion negatif.
Kesetimbangan asam basa merupakan suatu topik yang sangat penting dalam
kimia dan bidang-bidang lain yang mempergunakan kimia, seperti biologi,
kedokteran dan pertanian. Titrasi yang menyangkut asam dan basa sering disebut
asidimetri – alkalimetri. Sedangkan untuk titrasi atau pengukuran lain-lain sering
juga dipakai akhiran –ometri menggantikan –imetri. Kata metri berasal dari
bahasa Yunani yang berarti ilmu atau proses atau seni mengukur. Pengertian
asidimetri dan alkalimetri secara umum ialah titrasi yang menyangkut asam dan
basa.
24
Reaksi penetralan dapat digunakan untuk menetapkan kadar atau konsentrasi
suatu larutan asam atau basa. Penetapan kadar suatu larutan disebut titrasi asam–
basa. Titrasi adalah penambahan larutan standar (larutan yang telah diketahui
dengan tepat konsentrasinya) ke dalam larutan lain (analyt) dengan bantuan
indikator sampai tercapai titik ekuivalen (kondisi dimana saat analyt tepat
bereaksi dengan larutan standar). Titrasi dihentikan tepat pada saat indikator
menunjukkan perubahan warna yang disebut titik akhir titrasi.
Dalam titrasi digunakan larutan yang relatif encer, maka untuk menetukan kadar
asam cuka perdagangan, cuka harus diencerkan. Jika tidak diencerkan maka akan
memerlukan larutan NaOH yang terlalu banyak sehingga tidak praktis dan tidak
mempunyai ketelitian yang baik.
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
yang dikenal sebagai pemeberi rasa asam dan aroma pada makanan. Asam cuka
memiliki rumus kimia yaitu CH3COOH, asam asetat murni (asam asetat glacial)
adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Larutan
CH3COOH dalam air merupakan asam lemah, artinya hanya terdisosiasi menurut
reaksi:
CH3COOH H+ + CH3COO-
Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industry yang penting.
Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilenaterftalat,
selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain.
Dalam industry makanan asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di
rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air.
Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton/tahun.
1,5 juta ton/tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industry
petrokimia maupun dari sumber hayati.Penentuan kadar cuka pada makanan dapat
ditentukan dengan menggunakan metode titrasi netralisasi dengan menggunakan
indicator fenolftalein (PP). Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai
“titran” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah
diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan didalam
“buret” . Baik titer maupun titran biasanya berupa larutan.Titrasi asam basa
merupakan analisis kuantitatif untuk menentukan molaritas larutan asam atau
basa. Zat yang akan ditentukan molaritasnya
dititrasi oleh larutan yang molaritasnya diketahui (larutan baku atau larutan
standar) dengan tepat dan disertai penambahan indikator. Fungsi indikator di sini
untuk mengetahui titik akhir titrasi. Jika indikator yang digunakan tepat, maka
indikator tersebut akan berubah warnanya pada titik akhir titrasi.Titrasi asam basa
merupakan metode penentuan molaritas asam dengan zat penitrasi larutan basa
26
atau penentuan molaritas larutan basa dengan zat penitrasi larutan asam. Titik
akhir titrasi atau “titik ekuivalen” (pada saat indikator berubah warna) diharapkan
mendekati titik ekuivalen titrasi, yaitu kondisi pada saat larutan asam tepat
bereaksi dengan larutan basa.
Pemilihan indikator yang tepat merupakan syarat utama saat titrasi.Jika indikator
yang digunakan berubah warna pada saat titik ekiuvalen,maka titik akhir titrasi
akan sama dengan titik ekuivalen. Akan tetapi, jika perubahan warna indikator
terletak pada pH di mana zat penitrasi sedikit berlebih, maka titik akhir titrasi
berbeda dengan titik ekuivalen.Indikator yang lebih dianjurkan yaitu fenolftalein
(PP) karena memberikan perubahan warna yang lebih jelas yaitu warna merah
muda dari yang tidak berwarna (trayek pH=8,2-10,0).
Pada saat titik ekuivalen proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume
titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut.Dengan menggunakan data
volume titrasi, volume dan konsentrasi titer maka dapat menghitung kadar titrasi.
Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa
dan garam. Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila
dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen
sebagai satu-satunya ion positif.
Sebenarnya ion hidrogen (proton) tak ada dalam larutan air. Setiap proton
bergabung dengan satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasang
elektron bebas yang terdapat pada oksigen dari air, dan terbentuk ion-ion
hidronium :
H+ + H2O → H3O+
Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan
dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai
satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti natrium
hidroksida atau kalium hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air
yang encer :
Karena itu basa-basa ini adalah basa kuat. Di lain pihak larutan air amonia,
merupakan suatu basa lemah. Bila dilarutkan dalam air, amonia membentuk
amonium hidroksida, yang berdisosiasi menjadi ion amonium dan ion hidroksida
27
:Namun lebih tepat untuk menulis reaksi itu sebagai Karena itu, basa kuat
merupakan elektrolit kuat, sedang basa lemah merupakan elektrolit lemah. Tetapi
tak ada pembagian yang tajam antara golongan-golongan ini, dan sama halnya
dengan asam, adalah mungkin untuk menyatakan kekuatan basa secara kuantitatif.
Menurut definisi yang kuno, garam adalah hasil reaksi antara asam dan basa.
Proses-proses semacam ini disebut netralisasi. Definisi ini adalah benar, dalam
artian, bahwa jika sejumlah asam dan basa murni ekuivalen dicampur, dan
larutannya diuapkan, suatu zat kristalin tertinggal, yang tak mempunyai ciri-ciri
khas suatu asam maupun basa. Zat-zat ini dinamakan garam oleh ahli-ahli kimia
zaman dulu. Jika persamaan reaksi dinyatakan sebagai interaksi molekul-molekul.
Pembentukan garam seakan-akan merupakan hasil dari suatu proses kimia sejati.
Tetapi ini sebenarnya tidak tepat. Kita tahu bahwa baik asam (kuat) maupun basa
(kuat), serta pula garam hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan. Sedangkan
air, yang juga terbentuk dalam proses ini, hampir-hampir tak berdisosiasi sama
sekali. Karena itu, lebih tepat untuk menyatakan reaksi netralisasi sebagai
penggabungan ion-ion secara kimia Dalam persamaan ini, ion Na+ dan Cl- tampil
pada kedua sisi. Karena dengan demikian tak ada terjadi apa-apa dengan ion-ion
ini, persamaan ini dapat disederhanakan menjadi
Yang menunjukkan bahwa hakekat suatu reaksi asam-basa (dalam larutan air)
adalah pembentukan air. Ini ditunjukkan oleh fakta, bahwa panas netralisasi
adalah kurang lebih sama (56,9 KJ) untuk reaksi suatu mol setiap asam kuat dan
basa kuat yang sembarang. Garam adalah wujud padat dibangun oleh ion-ion,
yang tersusun dalam pola yang teratur dalam kisi kristalnya.
28
Bila suatu asam dan suatu basa yang masing-masing dalam kuantitas yang
ekuivalen secara kimiawi, dicampur akan dihasilkan suatu reaksi penetralan, yang
menghasilkan suatu larutan garam dalam air. Larutan ini akan benar-benar netral
jika asam dan basa itu sama kuat ; kalau tidak, akan diperoleh larutan asam lemah
atau basa lemah. Konsentrasi suatu larutan asam atau basa yang anu (unknown)
dapat ditentukan dengan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya diketahui.
Teknik semacam itu disebut analisis volumetri. (Kleinfetter. 1987)
Salah satu macam titrasi adalah titrasi asidimetri-alkalimetri, yaitu titrasi yang
menyangkut asam dan/atau basa. Bila kita mengukur berapa mL larutan bertitar
tertentu yang diperlukan untuk menetralkan larutan basa yang kadar atau titernya
belum diketahui, maka pekerjaan itu disebut asidimetri. Peniteran sebaliknya,
asam dengan basa yang titernya diketahui disebut alkalimetri. Dalam titrasi ini
perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan cara perhitungan
ialah perubahan pH titrat.
29
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi ini ialah :
3. basa dengan garam; agar kuantitatif, basa harus kuat dan garam harus
terbentuk dari basa lemah sekali; jadi berdasar pembentukan basa lemah
tersebut. (Harjadi. 1987)
5. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus
diketahui.
Tujuan : memilih indikator yang memiliki titik akhir bertepatan dengan titik
stoikhiometri.
Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui
setepat mungkin. (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)
Proses titrasi asam – basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang
dianalisis sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan. Gambar yang diperoleh
tersebut disebut kurva pH, atau kurva titrasi.
30
waktu tertentu setelah titrasi dimulai, maka kalau pH dialurkan lawan volume
titran, kita peroleh grafik yang disebut kurva titrasi.
Bila suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi,
maka :
1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen
dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi.
2. Perubahan warna itu harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada
keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan.
Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Misalnya biru bromtimol (bb); dalam larutan asam ia
berwarna kuning, tetapi dalam lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam
keadaan asam dinamakan warna asam dari indikator (kuning untuk bb), sedang
warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna basa.
Akan tetapi harus dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang
atau lebih dari tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih
besar dari trayek indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan.
Kebanyakan indikator asam basa adalah molekul kompleks yang bersifat asam
lemah dan sering disingkat dengan HIn. Mereka memberikan satu warna berbeda
bila proton lepas. (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005).
31
Contoh : Fenolftalein, indikator yang lazim dipakai, tak berwarna dalam bentuk
Hin-nya dan berwarna pink dalam bentuk In, atau basa. Struktur Fenolftalein,
sering disingkat PP.
32
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
III.1.4 Buret 50 ml
III.1.5 Erlenmeyer
III.1.8 Corong
III.2 Bahan
III.2.1 NaOH
33
Untuk sampel yang akan di standarisasi
III.2.2 CH3COOH
III.2.3 Aquades
III.3.1.1 Siapkan beberapa larutan contoh cuka dapur (paling sedikit dua contoh
dari merk yang berbeda).
III.3.1.2 Siapkan pipet yang telah bersih. Pipet 10 ml larutan cuka dapur, masukan
ke dalam labu ukur 100 ml. Encerkan larutan di dalam labu ukur sampai
tanda batas. Homogenkan dengan cara mengocok (15x kocokan).
III.3.1.3 Lakukan hal yang sama untuk contoh cuka dapur yang lain. Beri label
pada masing-masing larutan contoh.
III.3.2.1 Siapkan peralatan untuk titrasi, bilas buret dengan larutan dengan NaOH
yang telah di ketahui konsentrasinya dengan pasti.
III.3.2.3 Lakukan titrasi sampai titik akhir titirasi tercapai, catat hasil semua
pekerjaan anda dalam lembar pengamatan. Bila hasil titrasi yang
pertama dengan yang kedua tidak jauh berbeda (lebih dari 0,10 ml )
ulangi pekerjaan titrasi sampai diperoleh perbedaan yabng tidak begitu
berarti.
34
III.3.2.4 Lakukan titrai dengan cara yang sama untuk contoh larutan cuka dapur
yang lainya
35
3. Asam cuka diencerkan di dalam 4. Larutan dihomogenkan sampai
36
3. Diteteskan 1-2 tetes Indikator PP
5. Dilakukan sampai titik akhir titrasi dan dihitung kadar asam asetat sampel.
37
BAB IV
Percobaan 1 : 3,50 ml
Percobaan 2 : 3,40 ml
Percobaan 1 : 8,00 ml
Percobaan 2 : 8,10 ml
Dari data-data yang sudah didapatkan maka kita dapat mengetahui kadar asam
asetat dalam larutan sampel dengan menggunakan rumus :
Fp (Mg Asetat x 10¯³)
% asetat = x 100%
ml asetat .BJ asetat
= 1,67 %
Hasil percobaan lebih kecil kadar asam cukanya di bandingkan kadar asam cuka
literaturnya .
10 (40,8614 x 10ˉ³)
% asetat = x 100 %
1,049
= 4,00 %
38
Begitu juga dengan larutan cuka produk sendok memiliki kadar asam asetat yang
kecil di bandingkan dengan literaturnya yaitu 5 %
IV.2 Pembahasan
Pada analisa kadar asam cuka sebelum kita melakukan titrasi terlebih dahulu asam
cuka tersebut kita encerkan dengan aquades.. Pada proses pengenceran asam cuka
, pada labu ukur dimasukkan 10 ml larutan sampel cuka kemudian dilarutkan
dengan aquades sampai menunjukkan tanda batas pada labu ukur , kemudian
homogenkan larutan dengan cara kocok 15 kali.
39
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1) Kadar asam (persen) asam cuka yang dianalisa pada pratikum ini rendah
dari asam cuka pada umumnya .
V.2 Saran
Sebaiknya dalam pratikum kita harus lebih hati-hati dalam melakukan titrasi
karena satu tetes saja yang berlebih maka akan mempengaruhi titik akhir titrasi
dan juga bakal berpengaruh juga terhadap konsentrasi yang kita cari
40
JAWABAN PERTANYAAN
1. Perhatikan label cuka yang anda analisis, Bandingkan kadar asam cuka yang
tertera di label dengan sebenarnya menurut analisis yang telah dilakukan !!
Jawab :
kadar asam cuka pada label 5% , kadar cuka analisis adalah 4% . kadar asam
cuka yang tertera berbeda 1% dengan yang dianalisis.
2. Bila ada perbedaan , apa yang dapat anda lakukan atau sarankan kepada
konsumen ?
Jawab :
Supaya hati-hati dalam memilih cuka makanan agar terhindar dari penipuan
dan tidak salah dalam pengencerannya untuk dikonsumsi karena kadar asam
yang berlebih pada asam cuka bila dikonsumsi sering-sering dalam kehidupan
dapat membawa factor-faktor buruk bagi kesehatan, contohnya : membuat
gigi keropos dan lain sebagianya.
41
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Menentukankadarasamcuka
100 ml
Fp = = 10
10 ml
Mg Asetat = ( N.V )NaOH . BE Asetat
= ( 0,0846 N . 3,45 ml ) . 60
= 17, 5122
= 1,67 %
2. Asam cuka merek SENDOK
8,00 ml+8,01 ml
Volume NaOH total terpakai = = 8,005 ml
2
= 4,00 %
42
BAB I
PENDAHULUAN
Hal tersebut ditinjau dari prilaku konsumen yang cenderung membeli makanan
berharga murah tanpa mengidentifikasi kualitasnya. Dengan demikian
penggunaan boraks pada makanan dianggap hal biasa.Sulitnya membedakan
produk yang dibuat dengan penambahan product boraks juga menjadi salah satu
factor pendorong prilaku konsumen tersebut.
Maraknya kasus zat pengawet pada produk makanan seperti pada mie,tahu dan
ikan asin sungguh memprihatinkan dibalik nikmatnya hidangan tersebut zat kimia
bebahaya ikut menyelinap di dalamnya dan masuk ke tubuh kita . Namun kita
sebagai konsumen sulit untuk menentukan apakah makanan yang kita santap
mengandung boraks atau tidak.
Kandungan boraks hanya dapat diketahui melalui uji laboratorium oleh karena itu
pratikum ini perlu dilakukan untuk mengetahui uji kandungan boraks pada
beberapa produk pangan .
Uji kandungan boraks pada pratikum ini kami lakukan pada pengujian bakso yang
terdiri dari bakso warung,bakso kemasan ,dan bakso keliling . Setelah itu kami
akan menguji dari beberapa bakso itu dan kami akan menentukan pada bakso
yang bagaimanakah yang mengandung boraks.
43
karena daya awet dan mutu yang dihasilkan menjadi lebih bagus, serta murah
harganya, tanpa peduli bahaya yang dapat ditimbulkan.
Hal tersebut ditunjang oleh perilaku konsumen yang cenderung membeli makanan
berharga murah, tanpa mengindahkan kualitas. Dengan demikian, penggunaan
boraks pada produk makanan dianggap hal biasa. Sulitnya membedakan produk
yang dibuat dengan penambahan boraks juga menjadi salah satu faktor pendorong
perilaku konsumen tersebut.
Maraknya kasus zat pengawet pada produk makanan seperti pada mie, tahu, dan
ikan asin sungguh memprihatinkan. Dibalik nikmatnya hidangan tersebut, zat
kimia berbahaya ikut menyelinap masuk ke tubuh kita. Namun kita sebagai
konsumen sulit untuk menentukan apakah makanan yang kita santap mengandung
boraks atau tidak. Kandungan boraks hanya bisa diketahui melalui uji
laboratorium. Oleh karena itu praktikum ini perlu dilakukan untuk mengetahui uji
kandungan boraks pada beberapa produk pangan.
44
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Boraks atau Natrium tetraborat memiliki berat molekul 381,37. Rumus molekul
Na2B4O7.10H2O. Pemeriannya berupa hablur transparan tidak berwarna atau
serbuk hablur putih; tidak berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalein.
Pada waktu mekar di udara kering dan hangat, hablur sering dilapisi serbuk warna
putih. Kelarutan boraks yaitu larut dalam air; mudah larut dalam air mendidih dan
dalam gliserin; tidak larut dalam etanol (Ditjen POM, 1995).
45
bersifat basa terhadap fenolftalein, mudah larut dalan air mendidih dan dalam
gliserin; tidak larut dalam etanol (Ditjen POM 1995).
Baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang
menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya
dalam obat biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut,
bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder,
bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Khamid, 2006).
Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada
boraks. Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang
dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur,
semprot hidung dan salep luka kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau
digunakan pada bekas luka luas, karena beracun bila terserap oleh tubuh (Winarno
dan Rahayu, 1994).
Beberapa uji kualitatif untuk boraks, antara lain: reaksi dengan H2SO4 dan
metanol pada abu sampel; reaksi kertas tumerik dan amonia dengan penambahan
H2SO4dan etanol; dan reaksi H2SO4 pada larutan sampel. Reaksi dengan
H2SO4 (P) dan metanol pada sampel yang telah diabukan dalam tanur akan
menghasilkan nyala berwarna hijau jika dibakar; reaksi dengan asam oksalat dan
kurkumin 1% dalam metanol dengan penambahan amonia pada larutan abu yang
46
bersifat asam akan menghasilkan warna merah cemerlang yang berubah menjadi
hijau tua kehitaman (Balai Besar POM, 2007).
Pencelupan kertas tumerik ke dalam larutan sampel yang bersifat asam. Jika
terdapat Na2B4O7 atau H3BO3, maka kertas berwarna merah akan berubah
menjadi hijau biru terang (Cahyadi, 2006). Pencelupan kertas tumerik ke dalam
larutan asam dari sampel menghasilkan coklat merah intensif ketika kertas
mengering, yang berubah menjadi hijau kehitaman jika diberi larutan amonia;
reaksi dengan penambahan H2SO4 dan etanol pada sampel, akan menghasilkan
nyala hijau jika dibakar (Clarke, 2004).
Reaksi dengan H2SO4 dan metanol pada larutan sampel dalam akuades bebas
CO2 akan menghasilkan nyala hijau jika dibakar; dan penambahan phenolftalein
ke dalam larutan sampel dalam akuades bebas CO2 menghasilkan warna merah
yang hilang dengan penambahan 5ml gliserol (British Pharmacopoeia, 1988).
Reaksi dengan H2SO4 (P) dan metanol pada sampel yang telah disentrifugasi akan
menghasilkan nyala berwarna hijau jika dibakar; reaksi dengan asam oksalat dan
kurkumin 1% dalam metanol dengan penambahan amonia pada larutan abu yang
bersifat asam akan menghasilkan warna merah cemerlang yang berubah menjadi
hijau tua kehitaman ( Modifikasi Balai Besar POM, 2007).
Beberapa uji kuantitatif untuk boraks, yaitu: metode titrimetri; titrasi asam basa;
titrasi dengan penambahan manitol; dan metode spektrofotometri. Penetapan
kadar asam borat dalam pangan dengan metode titrimetri, yaitu dengan titrasi
menggunakan larutan standar NaOH dengan penambahan gliserol akan
menghasilkan warna merah muda yang mantap pada titik akhir titrasi (Helrich,
1990).
Penetapan kadar boraks dalam sampel berdasarkan titrasi asam basa dengan
menggunakan larutan standar HCl (USP, 1990). Penetapan Kadar boraks dalam
sampel dengan penambahan manitol dan indikator phenolftalein dititrasi
menggunakan larutan NaOH menghasilkan larutan merah muda pada titik akhir
47
titrasi (British Pharmacopoeia, 1988). Penetapan kadar boraks dengan
spektrofotometri, dengan mengukur serapan dari destilasi larutan sampel yang
diberi larutan kurkumin dan etanol menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang maksimum 542 nm (Zulharmita, 1995).
II.5.1 Tahu
Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui
proses pengolahan kedelai (Glycne species) dengan prinsip pengendapan protein,
dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (SNI 1998). Sedangkan
menurut Shurtleff dan Aoyagi (2001), tahu adalah gumpalan protein dari susu
kedelai yang telah dipisahkan dari bagian yang tidak menggumpal (whey) dengan
cara pengepresan.
Tahu terdiri dari berbagai jenis, yaitu tahu putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu
cina, tahu keras, dan tahu kori (Sarwono dan Saragih 2003). Perbedaan dari
berbagai jenis tahu tersebut ialah pada proses pengolahannya dan jenis
penggumpal yang digunakan.
Komposisi zat gizi dalam tahu cukup baik. Tahu mempunyai kadar protein
sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya yang dinyatakan sebagai NPU sebesar
48
65% (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tahu juga mempunyai daya cerna yang sangat
tinggi karena serat dan karbohidrat yang bersifat larut dalam air sebagian besar
terbuang pada proses pembuatannya. Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu dapat
dikonsumsi dengan aman oleh semua golongan umur dari bayi hingga orang
dewasa, termasuk orang yang mengalami gangguan pencernaan (Shurtleff dan
Aoyagi 2001). Komposisi kimia pada tahu dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan
syarat mutu tahu berdasarkan Standar Nasional Indonesia 01-3142-1998.
Energi Kal 68
Air G 84.8
Protein G 7.8
Lemak G 4.6
Karbohidrat G 1.6
Kalsium Mg 124.0
Fosfor Mg 63.0
Besi Mg 0.8
Vitamin B1 Mg 0.06
II.5.2 Lontong
Lontong adalah makanan khas Indonesia yang terbuat dari beras dibungkus dalam
daun pisang dan direbus dalam air selama beberapa jam dan jika air habis
dituangkan air lagi demikian berulang samapi beberapa kali. Cara pembuatan
lontong lebih mudah dari ketupat. Karena direbus dalam daun pisang, lontong
dapat berwarna hijau di luarnya, sedangkan berwarna putih didalamnya. Lontong
banyak ditemui diperbagai daerah di Indonesia sebagai makanan alternative
49
pengganti nasi putih. Walau juga dibuat dari beras, lontong memiliki aroma yang
khas.
Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung
asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya
mencapai 90 persen, dengan jaringan pengikat sedikit sehigga mudah dicerna
(Adawyah,2007). Ikan merupakan komoditi ekspor yang mudah mengalami
pembusukan dibandingkan produk daging, buah dan sayuran. Pembusukan pada
ikan terjadi karena beberapa kelemahan dari ikan yaitu tubuh ikan mengandung
kadar air tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati netral, sehingga memudahkan
tumbuhnya bakteri pembusuk, daging ikan mengandung asam lemak tak jenuh
berkadar tinggi yang sifatnya mudah mengalami proses oksidasi sehingga
seringkali menimbulkan bau tengik, jaringan ikat pada daging ikan sangat sedikit
sehingga cepat menjadi lunak dan mikroorganisme cepat berkembang.
50
berwarna putih, keras, rapuh dan rasanya pahit. Jika garam yang digunakan
mengandung Fe (besi) dan Cu (tembaga) dapat mengakibatkan ikan asin berwarna
coklat kotor atau kuning (Djarijah, 1995).
II.5.4 Cilok
Pentol cilok adalah makanan ringan yang menyerupai pentol dan terbuat dari
tepung kanji, berasa gurih dan kenyal. Awalnya makanan ini merupakan khas dari
Jawa Barat, namun sekarang sudah mulai merambah kedaerah lain. Cilok
termasuk makanan jajanan. Makanan jajanan menurut FAO didefisinikan sebagai
makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di
jalanan dan di tempat tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau
dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.
Perlu diwaspadai akan kemananpangan dari pentol cilok tersebut, karena biasanya
pentolcilok dijual dalam keadaan terbuka dan dibiarkan dalamwaktu yang lama,
sehingga memungkinkan terjadinyacemaran oleh mikroba. Cemaran oleh
mikroba pada pentol cilok juga di pengaruhi oleh sanitasi selama proses
pengolahan serta higiene dari penjamah makanan. Selain cemaran oleh mikroba,
keamanan pangan pentol cilok juga dipengaruhi oleh bahan-
bahan yang digunakan, kualitas dari bahan-bahan tersebut, penggunaan bahan
tambahan makanan serta keberadaan bahan berbahaya dalam pembuatan pentol
cilok.
Menurut Astawan (1999), mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses
perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mencapai
52 % sehingga daya tahan simpannya relatif singkat yaitu 40 jam dalam suhu
kamar.
51
Protein (g) 0,6 Vitamin A -
Menurut Astawan (1999), mie basah yang baik adalah mie yang secara kimiawi
mempunyai nilai kimia yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh
Departemen Perindustrian melalui SII 2046-90.
II.5.6 Bakso
Bakso merupakan produk dari protein daging, baik daging sapi, ayam ikan
maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama
garam dapur (NaCl), tepung tapioka, dan bumbu berbentuk bulat seperti kelereng
dengan berat 25-30 gram per butir. Setelah Bakso memiliki tekstur kenyal seperti
ciri spesifiknya, kualitas bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku
dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dan tepung dan proses
pembuatannya (Widyaningsih, 2006).
52
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
III.1.4 Erlenmeyer
III.1.5 Buret 50 ml
III.1.9 Corong
III. 2 Bahan
53
Larutan yang akan distandarisai
III.2.2 Na2B4O7
III.2.3 Aquades
Mengencerkan larutan
III.2.4 Bakso
III.2.5 Indikator
Fenolftalein
Metil Merah
Fenol merah
III.3.1.1 Pipet larutan HCL pekat (hitung terlebih dahulu jumlah HCL yang
dipipet untuk mendapatkan HCL 0,1 N ) ke dalam gelas piala yang berisi
1/3 bagian paskan sampai volume larutan 1 L pengenceran larutan HCL
dilakukan dalam lemari asam .
54
III.3.2.2 Masukan ke dalam labu ukur 100 ml secara kuantitatif sambil disaring
menggunakan saringan whatman . Encerkan sampai tanda batas.
III.3.3.1 Siapkan peralatan untuk titrasi . Bilaslah buret dengan larutan HCL yang
telah diketahui konsentrasinya dengan pasti .
III.3.3.3 Lakukan titrasi sampai titik akhir titrasi tercapai . Bila titrasi pertama
gagal atau beda jauh dari titrasi kedua ulangi titrasi sampai perbedaan
tidak berarti
55
Diencerkan HCl sampai 1/3 bagian masukan kedalam buret dan paskan
volume.
56
57
Pipet larutan murni boraks masukan 10 ml kedalam
erlenmeyer
58
Timbang 5 butir bakso secara kuantitatif.
Tambahkan aquades.
59
Masukan kedalam labu ukur. Encerkan sampai tanda batas.
60
Homogenkan sebanyak 15x.
61
Tambahkan indikator metil merah lakukan titrasi dengan titar HCl.
62
BAB IV
b. Fiesta
b. Fiesta 0,0260 %
b. Fiesta 0,0190 %
b. Fiesta 0,0154%
b. Fiesta 0,1050%
IV.2 Pembahasan
63
Pada percobaan pertama standarisasi HCL pertamanya encerkan HCL dan
Na2B4O7 dan titrasi kemudian tentukan konsentrasi HCL dan Na2B4O7 . Dalam
melakukan titrasi jangan sampai melebihi satu tetes karena akan mempengaruhi
hasil konsentrasnya.
Pada analisa kadar boraks dalam bakso, sebelum titrasi dilakukan terlebih dahulu
bakso digiling sampai halus kemudian masukan kedalam gelas piala beri air
sebanyak 100 ml kemudian panaskan .
Setelah mencapai suhu yang diinginkan angkat gelas piala dari penangas
kemudian dinginkan. Setelah sampel dingin ukur sampai 10 ml kemudian
masukan ke dalam Erlenmeyer serta tambahkan 3 tetes indicator MM .Baru
dilakukan titrasi dengan HCL 500 ml . Jangan sampai titrasi itu melebihi titik
akhir titrasi karena akan mempengaruhi pada penentuan kadar boraks dalam
bakso.
= 0,1050 %
Jadi kadar boraks dalam bakso adalah 0,1050 % . Kadar boraks masing-masing
bakso berbeda-beda kebanyakan bakso yang mengandung boraks adalah pada
bakso kemasan yaitu 0,1750 %.
64
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
5. Titrasi HCL dengan bakso champ volume HCL yang terpakai 0,5 ml
V.2 Saran
Dalam pratikum penentuan kadar boraks dalam bakso sebaiknya kita konsentrasi
dan melihat dengan teliti dalam menentukan titik akhir titrasi karena setetes saja
berlebih maka akan mempengaruhi hasil dari kadar boraks yang terkandung dalam
bakso tersebut.
65
JAWABAN PERTANYAAN
66
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Konsentrasi Na2B4O7
g 1000
N= x
BE V
= 0,1009 N
Konsentrasi HCL
V1 .N1 = V2. N2
11,01 ml . N1 = 10 ml . 0,1009 N
N1 = 0,0917 N
Menentukankadarboraksdalambakso :
= 0,1750 %
67
BAB I
PENDAHULUAN
Titrasi asam basa didasarkan pada titik ekuivalen antara asam dan basa. Titrasi
akuivalen biasanya ditentukan dengan titik akhir titrasi yaitu pada saat
konsenterasi basanya. Titik akhir titrasi ditandai dengan penambahan substansi
kedalam analit tersebut, disebut sebagai indikator. Indikator titrasi biasanya
memiliki harga kisaran pH yang disebut trayek pH.
Dalam suatu titrasi indikator berguna untuk menentukan titik akhir dari suatu
titrasi. Indikator yang digunakan dalam suatu titrasipun tergantung trayek pH dari
suatu larutan, apakah larutan tersebut bersifat asam ataukah larutan itu bersifat
basa. Dalam titrasi asam basa ada beberapa indikator yang biasa digunakan untuk
menentukan titik akhir titrasi, misalnya indikator phenolf talein (PP), indikator
Metil merah (Mm), Brontimol biru (BTB).
I.2 Tujuan
68
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi asam basa merupakan metoda analisis kimia konvensional yang digunakan
untuk menentukan konsenterasi asam maupun basa. Sampai sat ini metoda titrasi
masih digunakan walaupun sudah berkembang metode metode lain dengan
menggunakan instrumen tertentu karena metode titrasi merupan metode yang
cukup sederhana, murah dan aman jika diaplikasikan pada makanan.
Titrasi asam basa didasarkan pada titik ekuivalen antara asam dan basa. Titrasi
ekuivalen biasanya ditentukan dengan titik akhir titrasi yaitu pada saat
konsenterasi asam ekuivalen dengan konsenterasi basanya. Titik akhir titrasi
ditandai dengan penambahan substansi ke dalam larutan analit sehingga terjadi
perubahan warna setelah titik ekuivalennya terjadi. Indikator yang digunakan
untuk keperluan titrasi biasanya memiliki harga kisaran pH yang disebut trayek
pH.
Indikator yang sering digunakan dalam titrasi asam bas adalah indikator phenolf
talein (PP), dan indikator Metil orange (Mo). Indikator ini merupan indikator
kimiawi dan dijual dipasaran dengan harga relatif mahal. Masih banyak indikator
kimiawi yang telah digunakan untuk titrasi asam basa yang disesuaikan dengan
trayek pH dari indikator tersebut.
Selain indikator komersial, telah ditemukan indikator dari bahan alami misalnya
dari bunga mawar (Cataratus roseus)(kokil,2006), bunga pukul empat (Miriabilis
yalapa), bunga kana (Canna indika)(Shisrik,dkk ;2008),bunga rosella (Hibiccus
alba)(izonfuo, 2006). Hampir semua tumbuhan yang mengahasialkan warna dapat
berubah suasana asam ataupun basa walupun kadang kadang perubahan warna
tersebut kurang jelas atau hampir hampir mirip untuk perubhan pH tertentu.
69
dan berbau tidak sedap serta mempunyai kermatan dan kekuranga tertentu pada
titrasi sam basa tertentu.
Ilmu kimia dari waktu kewaktu terus berkembang, termasuk pengetahua manusia
tentang aspek aspek asam basa yang kini berkembang diseluruh ilmu kimia dan
bidang lain seperti biologi, pertanian dan kedokteran. Sedemikian ilmu ini
menjadi salah satu kompetisi yang harus dikuasai oleh pratikan kimia dasar.
Dalam perkembangannya, teori asam basa yang populer awalnya dikemukakan
oleh seorang kimiawan bernama suante Arrhenius(1887), yang mengemukakan
teori disosialisasi elektrolitnya. Awalnya menurut, menurut Arrhenius, asam ialah
suatu spesi yang apabila dilakukan ke dalam air akan menghasilkan ion Hidrogen
(H+). Sedangkan basa ialah spesi yang apabila dilarutkan kedalam air akan
menghasilkan ion ion Hidroksida (OH-), apabila dilarutkan kedalam air, namuna
bagaimanakah dengan spesi spesi tertentu yang tidak mengandung ion Hidrogen
pada senyawanya.
Sebagai ilustrasi :
70
terjadi akan mengalami hidrolisis dan pada titik ekivalen larutan akan mempunyai
pH > 7 (bereaksi basa) atau pH < 7 (bereaksi asam). Harga pH yang tepat dapat
dihitung dari tetapan ionisasi dari asam atau basa lemah tersebut dan dari
konsentrasi larutan yang diperoleh. Titik akhir titrasi asam basa dapat ditentukan
dengan indikator asam basa (Underwood, 1983).
71
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
1. Botol timbang
2. Pipet ukur
3. Pipet takar
4. Buret
Digunakan untuk mentritrasi larutan yang dititrasi dan sebagai wadah larutan
sekunder
5. Erlenmeyer
6. Batang pengaduk
7. Labu ukur
8. Corong
9. Gelas piala
III.2 Bahan
1. Larutan HCl
72
Merupakan larutan sampel
2. CH3COOH
3. NaOH
4. Aquades
5. Indikator PP
6. Indikator Mm
7. Indikator Fm
o Phenolftalein (PP)
73
Kedalam masing masing erlenmeyer 300 ml, dimasukkan dengan memipet 10
ml HCl 0,1 M, tambahkanpada tiap tiap Erlenmeyer 2 - 3 tetesi dengan
indikator :
o Phenolftalein (PP)
o Phenolftalein (PP)
Hitung beberapa pH sebelum dan sesudah dititrasi dan hitung pula dari
masing masing pemakaian indikator
74
III.4 Skema Kerja
75
2. Titrasi Asam Lemah Dengan Basa Kuat
76
3. Titrasi Basa Lemah Dengan Asam Kuat
77
78
BAB IV
IV.1 Hasil
IV.2 Pembahasan
Dari pratikum yang telah dilakukan dengan penambahan beberapa indikator yaitu
PP, MM, FM. Didapatkan volume rata rata, titrasi untuk penambahan indikator PP
(11,4 ml), untuk penambahan indikator MM 11,6 dan untuk penambahan
indikator FM 10,5 ml.
pH yang didapatkan tidak sesuai dengan trayek pH sebenarnya ini terjadi mungkin
karena terjadi keslahan dalam pratikum yaitu kurang telitinya dalam melakukan
proses titrasi, kurang teliti dalam memerhatikan perubahan warna indikator.
79
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Penggunaan indikator untuk setiap titrasi berbeda beda contohya saja indikator
phenolftalein (PP) digunakan pada trayek pH 8-10. Begitu juga dengan indikator
lainnya, penggunaan indikator lainnya, penggunaan indikator yang lainpun harus
juga memenuhi syarat trayek pH totrasi tertrasi tertentu. Dalam hal ini contohnya
saja trayek pH antara 4-10 maka beberapa indikator yang masuk kedlam range pH
tersebut dapat digunakan seperti :indikator PP, Mo, BTB, SM dan PM.
PP : 7,74 – 9,00
FM : 7,76 – 9,01
Mm : 7,6 – 8,7
V.2 Saran
80
BAB I
PENDAHULUAN
I.2 Tujuan
81
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Permanganometri adalah titrasi yang idasarkan pada reaksi resoks. Dalam reaksi
ini ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Teknik titrasi ini biasa digunakan
untuk menentukan kadar oksalat pada besi dalam suatu sampel. Kalium
permanganat adalah oksidator yang paling baik untuk menentukan kadar besi
yang terdapat pada sample dalam, dalam suasana asam menggunakan asam sulfat
(H3SO4).
Dari sejarahnya, oksidasi diterapkan untuk proses proses dimana yang didasarkan
pada reaksi redoks. Reaksi reaksi yang melibatkan oksidasi resuksi lebih sering
digunakan dalam analisa titrimetrik daripada reaksi reaksi asam basa,
pembentukan kompleks ataupun pengendapan ion ion dari beberapa unsur hadir
dalam wujud oksidasi yanf berbeda beda mengakibatkan timbulnya bnayak reaksi
reaksi oksidasi – reduksi. Kebanykan dari reaksi reaksi ini yang layak digunakan
dalam analisa titrimetrik dan aplikasinya sangat beraneka ragam.
Oksidasi adalah kehilangan satu atau lebih elektron yang dialami oleh suatu atom
atom, molekul, atau ion. Sementara reduksi adalah perolehan molekul, atau ion.
Sementara reduksi adalah perolehan elektron. Tidak ada elektron yang alami oleh
suatu spesies kimiawi yang biasa dan kehilangan elektron yang alami oleh suatu
spesies kimiawi selalu disertai oleh perolehan elektron pada bagian lainnya.
Istilah reaksi transfer elektron terkadang dipergunakan untuk reaksi reaksi redoks.
(Anonim,11.30)
82
metalurgi antara lain untuk produksi baterai kering, keramik gelas dan bahan
kimia. (Sahoo,et al. 2001)
Reaksi ini lambat pada suhu kamar, tetapi menjadi cepat pada 60oC. Ion mangan
(II) yang mengakatalis reaksi ini adalah otokatalitik; sekali ion mangan (II) telah
terbentuk, reaksi menjadi semakin cepat. (G.Svehla,1987)
Reaksi reaksi kimia yang melibatkan oksidasi – reduksi dipergunakan secara luas
dalam analisa titrimetrik. Ion ion dari berbagai unsur dapat dalam kondisi oksidasi
yang berbeda beda, menghasilkan kemungkinan terjadi banyak reaksi redoks.
Banak dari reaksi reaksi ini memenuhi syarat untuk digunakan dalam analisa
totrimetrik, dan penerapan penerapannya cukup banyak. (underwood,2002 :287)
Penentuan titrimetik kalsium dalam kapur sering kali digunakan sebagai latihan
untuk mahasiswa. Kalsium mengendap seebagai oksalat, Ca2O4. Setelah
penyaringan dan pencucian, endapan dan oksalatnya dititrasi dengan
permanganat. (Uderwood,2002: 293)
83
membutuhkan indikator terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes ),1 N
permanganat memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan
bias adipergunakan untuk mengindikasi kelebihan reagen tersebut. Permanganat
mengalami berbagai ragam reaksi kimia, karena mangan dapat hadir dalam
kondisi kondisi oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7. Reaksi yang paling umum terjadi
dalam laboratorium adalah reaksi yang terjadi dalam larutan larutan yang bersifat
amat asam, 0,1 N atau lebih besar :
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir titrasi cukup untuk
mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2. Tindakan pencegahan
khuss harus dilakukan dalm pembuatan larutan permanganat. (Underwood,2002:
290)
(1) ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat.
Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga
terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya
dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
(2) ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah
disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku
84
FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya
dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
85
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
III.1 Alat
1. Alat titrasi
2. Penangas
3. Thermometer
III.2 Bahan
1. H2SO4 4N
2. Oksalat
3. KMnO4
Timbang 3,2 g KMnO4 dan taruh dalam beker 1 L yang bersih. Larutan dengan 50
ml air dan aduk kemudian tempatkan sampel tanda garis. Larutan yang diperoleh
disimpan ±1 minggu kemudian disaring setelah larutan dingin.
86
2. Penetapan titar KMnO40,1N (cara 1)
87
2. Penetapan titar KMnO4 0,1 N (cara 1)
88
89
* tirasi dengan KMnO4 sampai timbul warna merah jambu.
90
91
BAB IV
IV.1 Hasil
No Larutan [ ] m V
0,1088 N 9,5 ml
0,0999 N
0,0994 N 0,0627 g
0,1029 N 0,0630 g
Pengamatan
As.Oksalat : Bening
Suhu : 70oC
IV.2 Pembahasan
Pada pratikum ini kami melakukan titrasi denga larutan primer as.Oksalat dan
larutan KMnO4 sebagai larutan standar sekunder. Pada pratikum
permanganometri ini sebelum kami melakukan titrasi kami memanaskan
as.oksalat terlebih dahulu. Pada percobaan permanganometri ini kami melakukan
titrasi dengan konsenterasi as.Oksalat yang yberbeda.
Pada pratikum kali ini kami tidak menggunakan indikator, karena KMnO4dalam
hal ini juga perperan sebagai indikator, untuk menentukan atau membantu larutan
92
standar primer mencapai titik ekuvalen nya. Pada saat melakukan titrasi, kami
melakukannya pada saat larutan masih panas.
4.
93
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
94
JAWABAN PERTANYAAN
95
LAMPIRAN PERHITUNGAN
PERMANGANOMETRI
CARA I
Massa AsamOksalat
g 1000
N= x
BE V
0,6349 gram 1000
N= x
63,5 100
N =0,0999 N
Konsentrasi KMnO4
V1 .N1 = V2 . N2
10 ml . 0,0999 N = 9,7 ml . N2
N2 = 0,1030 N
CARA II
KonsentrasiAsamOksalat
g 1000
N= x
BE V
0,0664 gram 1000
N= x
63,5 100
N =0,1050 N
V1 .N1 = V2 . N2
10 ml . 0,1050 N = 10,6 ml . N2
N2 = 0,0998 N
96
Konsentrasi KMnO4 volume 10,7 ml
V1 .N1 = V2 . N2
10 ml . 0,1050 N = 10,7 ml . N2
N2 = 0,0989 N
97
BAB I
PENDAHULUAN
MnO2 merupakan mangan yang digunakan sebagai zat pengoksidasi yang sangat
penting. Biasanya mangan banyak terkandung dalam batu kawi. Batu kawi adalah
sejenis batu arang yang masih muda. Untuk analisis kimia biasanya digunakan
pada larutan asam dimana senyawa tersebut direduksi menjadi Mn2+(aq). Mn2+
mempunyai warna pink (merah muda). Untuk menentukan kadar MnO2 dalam
waktu pratikum yang terkandung dalam batu kawi digunakan metode
permanganometri.
98
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penetapan kadar zat dalam praktek ini berdasarkan reaksi redoks dengan KMnO4
atau dengan cara permanganometri. Hal ini dilakukan untuk menentukan kadar
reduktor dalam suasana asam dengan penambahan asam sulfat encer, karena asam
sulfat tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer.Pembakuan
KMnO4 dibuat dengan melarutkan KMnO4 dalam sejumlah air, dan
mendidihkannya selama beberapa jam dan kemudian endapan MnO2 disaring.
Endapan tersebut dibakukan dengan menggunakan zat baku utama, yaitu natrium
oksalat. Larutan KMnO4 yang diperoleh dibakukan dengan cara mentitrasinya
dengan natrium oksalat yang dibuat dengan pengenceran kristalnya pada suasana
asam. Pada pembakuan larutan KMnO4 0,1 N, natrium oksalat dilarutkan
kemudian ditambahkan dengan asam sulfat pekat, kemudian dititrasi dengan
KMnO4 sampai larutan berwarna merah jambu pucat. Setelah didapat volume
titrasi, maka dapat dicari normalitas KMnO4 (anonim, 2009.d).Pada
permanganometri titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium
permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan
larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi
oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu
warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi.
Kalium permanganat sukar diperoleh secara sempurna murni dan bebas sama
sekali dari mangan oksida. Lagipula, air suling yang biasa mungkin mengandung
zat-zat pereduksi yang akan bereaksi dengan kalium permanganat dengan
membentuk mangan dioksida
99
dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan
tiosulfat .Reaksi dalam suasana netral yaitu :
MnO4- + 3e → MnO42-
Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral.
Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan
jumah-jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya
proanalisis dalam air, lebih lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang
baru saja dibuat sampai mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap
selama satu dua jam lalu menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang tak
mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau melalui krus saring dari
kaca maser.
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup
untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 .
100
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan
permanganat. Mangan dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan
permanganate. Jejak-jejak dari MNO2 yang semula ada dalam permanganat. Atau
terbentuk akibat reaksi antara permanganat dengan jejak-jejak dari agen-agen
produksi didalam air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan ini biasanya berupa
larutan kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan substansi yang dapat
direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau gelas yang disinter untuk
menghilangkan MNO2. Larutan tersebut kemudian distandarisasi dan jika
disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak akan banyak
berubah selama beberapa bulan.
Penentuan besi dalam biji-biji besi adalah salah satu aplikasi terpenting dalam
titrasi-titrasi permanganat. Asam terbaik untuk melarutkan biji besi adalah asam
klorida dan timah (II) klorida sering ditambahkan untuk membantu proses
kelarutan.
Sebelum dititrasi dengan permanganat setiap besi (III) harus di reduksi menjadi
besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor jones atau dengan timah
(II) klorida. Reduktor jones lebih disarankan jika asam yang tersedia adalah sulfat
mengingat tidak ada ion klorida yang masuk .
Jika larutannya mengandung asam klorida seperti yang sering terjadi reduksi
dengan timah (II) klorida akan lebih memudahkan. Klorida ditambahkan kedalam
larutan panas dari sampelnya dan perkembangan reduksi diikuti dengan
memperhatikan hilangnya warna kuning dari ion besi (anonim,2009.c).
Kalium permanganat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam
lemah, netral atau basa lemah. Dalam larutan yang bersifat basa kuat, ion
permanganat dapat tereduksi menjadi ion manganat yang berwarna hijau.
Titrasi harus dilakukan dalam larutan yang bersifat asam kuat karena reaksi
tersebut tidak terjadi bolak balik, sedangakan potensial elektroda sangat
tergantung pada pH.
101
Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung
dengan permanganometri seperti :
II.1.1 ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai
oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4
berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat
inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion
logam yang bersangkutan.
II.1.2 ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah
disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan
baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan
sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
(anonim,2009.a)
Permanganometri
Zat pentiter Zat yang dititer (di dalam buret) (di dalam erlenmeyer)
KMnO4 H2C2O4
V1. N1 = V2. N2
(Anonim,2009.d)
102
Kalium permanganat yang digunakan pada permanganometri adalah oksidator
kuat yang dapat bereaksi dengan cara yang berbeda-beda, tergantung dari pH
larutannya. Kekuatannya sebagai oksidator juga berbeda-beda sesuai dengan
reaksi yang terjadi pada pH yang berbeda itu. Reaksi yang beraneka ragam ini
disebabkan oleh keragaman valensi mangan. Reduksi MnO4- berlangsung sebagai
berikut:
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk
titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang
dilaksanakan (anonim,2009.b).
103
Sistem Pengolahan Air Asin Alat pengolah air asin ada banyak macamnya.
Selama ini untuk mengolah air asin dikenal dengan cara destilasi, pertukaran ion,
elektrodialisis, dan osmosis balik. Masing-masing teknologi mempunyai
keunggulan dan kelemahan. Pemanfaatan teknologi pengolahan air asin harus
disesuaikan dengan konsidi air baku, biaya yang tersedia, kapasitas dan kualitas
yang diinginkan oleh pemakai air. Di antara berbagai macam teknologi tersebut
yang banyak dipakai adalah teknologi destilasi dan osmosis balik. Teknologi
destilasi umumnya banyak dipakai ditempat yang mempunyai energi terbuang
(pembakaran gas minyak pada kilang minyak), sehingga dapat menghemat biaya
operasi dan skala produksinya besar (>500 m3/hari). Sedangkan teknologi
osmosis balik banyak dipakai dalam skala yang lebih kecil.
Teknologi pengolahan air asin sistem osmosis balik banyak dipakai di banyak
negara seperti Amerika, Jepang, Jerman dan Arab. Teknologi ini banyak dipakai
untuk memasok kebutuhan air tawar bagi kota-kota tepi pantai yang langka
sumber air tawarnya. Pemakai lain adalah kapal laut, industri farmasi, industri
elektronika, dan rumah sakit.
Pada proses dengan membran, pemisahan air dari pengotornya didasarkan pada
proses penyaringan dengan skala molekul. Di dalam proses desalinasi air laut
dengan sistem osmosis balik, tidak memungkinkan untuk memisahkan seluruh
garam dari air lautnya, karena akan membutuhkan tekanan yang sangat tinggi
sekali. Pada prakteknya untuk menghasilkan air tawar, air asin atau air laut
dipompa dengan tekanan tinggi ke dalam suatu modul membran osmosis balik
104
yang mempunyai dua buah pipa keluaran, yakni pipa keluaran untuk air tawar
yang dihasilkan dan pipa keluaran untuk air garam yang telah dipekatkan.
Pengolahan air minum dengan sistem osmosis balik terdiri dari dua bagian, yakni
unit pengolahan awal dan unit osmosis balik. Salah satu contoh diagram proses
pengolahan air dengan sistem osmosis balik dapat dilihat seperti pada Gambar
2.1. Air laut, terutama yang dekat dengan pantai masih mengandung partikel
padatan tersuspensi, mineral, plankton dan lainnya, maka air baku tersebut perlu
dilakukan pengolahan awal sebelum diproses di dalam unit osmosis balik. Unit
pengolahan pendahuluan tersebut terdiri dari beberapa peralatan utama yakni
pompa air baku, tangki reaktor (kontaktor), saringan pasir, filter mangan zeolit,
dan filter untuk penghilangan warna (color removal), dan filter cartridge ukuran
0,5 m. Sedangkan unit osmosis balik terdiri dari pompa tekanan tinggi dan
membran osmosis balik, serta pompa dosing klorin dan sterilisator ultra violet
(UV) (anonim,2009.e).
Pada reaksi redoks terdapat reduktor dan oksidator dimana reduktor adalah zat
yang dalam reaksi mengalami oksidasi, zat yang mampu mereduksi zat lain dan
zat yang dapat memberikan electron kepada zat lain sedangkan oksidator adalah
zat yang dalam reaksi mengalami penurunan bilangan oksidasi, zat yang mampu
mengoksidasi zat lain, zat yang menangkap elaktron dari zat lain (Keenan, 1986).
Reaksi kimia dapat digolongkan kedalam reaksi redoks atau bukan redoks. Istilah
dari redoks berkaitan dengan peristiwa reduksi dan oksidasi. Pengertian reaksi
reduksi dan oksidasi itu telah mengalami perkembangan. Pada awalnya reaksi
reduksi dan oksidasi berkaitan dengan pelepasan dan pengikatan oksigen, oksidasi
sebagai pengikat oksigen sedangkan reduksi dikaitkan denga pelepasan oksigen.
105
Pada perkembangan selanjutnya oksidasi dan reduksi dikaitkan dengan pengkapan
dan pelepasan electron dan dengan perubahan bilangan oksidasinya
(Underwood,1998).
106
2. I2 sebagai titran, dikenal sebagai iodimetri langsung dan kadang–kadang
dinamakan iodimetri.
3. Suatu oksidator kuat sebagai titran, diantaranya paling sering dipakai
ialah:
a) KMnO4 b) K2CrO7 c) Ce (IV)
4. Reduktor kuat sebagai titran (Harjadi, 1993).
Titrasi dengan iodium ada dua macam yaitu iodimetri (secara lansung) dan
iodimetri (cara tidak langsung). Dalam iodimetri, iodin digunakan sebagai
oksidator, sedangkan iodimetri ion iodida digunakan sebagai reduktor. Baik dalam
iodimetri ataupun iodimetri. Penentuan titik akhir titrasi didasarkan pada I2 yang
bebas. Dalam iodiometri digunakan larutan tiosulfat untuk menitrasi iodium yang
dibebaskan. Larutan natrium tiosulfat merupakan standar sekunder dan dapat
distandardisasi dengan kalium kromat tau kalium iodidat (Khopkar, 1990).
107
Dalam proses analitis iod diguankan sebagai zat pengoksid (iodimetri ), dan ion
iodida digunakan sebagai zat pereduksi (iodimetri). Relatif beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung
dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi
banyak pereaksi oksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion
iodida, dan ada banyak prose penggunaan iodimetrik. Suatu kelebihan ion iodida
di tambahkan kepada perekasi oksidasi yang ditentukan dengan larutan natrium
tiosulfat. Iodimetri adalah suatu proses analitik tak langsung yang memlibatkan
iod. Ion iodida berlebih ditambahkan pada suatu zat pengoksid sehingga
membebaskan iod, yang kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat (Underwood,
1999).
Dalam suatu titrasi bila larutan titran dibuat dari zat yang kemurniannya tidak
pasti, perlu dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku
yang disebut larutan baku primer. Larutan standar primer adalah larutan dimana
kadarnya dapat diketahui secara langsung dari hasil penimbangan. Contohnya
K2Cr2O4, As2O3 dan sebagainya. Adapun syarat–syarat larutan standar primer
adalah :
1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni
2. Mempunyai kemurnian tinggi
3. Mempunyai rumus molekul yang pasti
4. Tidak mengalami perubahan saat penimbangan
5. Mempunyai berat ekivalen yang tinggi jai kesalahn penimbangan dapat
diabaikan.
Larutan standar sekunder adalah larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan
cara pembakuan. Contohnya NaOH, HCl, AgNO3, KMnO4, dan lain-lain.
Kebanyak titrasi dapat dilakukan dalam keadaan asam, disamping itu ada
beberapa titrasi yang sangat penting dalam suasana basa untuk bahan-bahan
organik. Daya oksidasi MnO4-lebih kecil sehingga letak keseimbang kurang
menguntungkan. Untuk menarik keseimbangan kearah hasil titrasi, titasi di
tambahkan Ba2+, yang dapat mngendapkan ion MnO42- sebagai BaMnO4. Selain
108
menggeser kesetimbangan ke kanan pengendapan ini juga mencegah reduksi
MnO42- ini lebih lanjut (Harjadi, 1993).
KMnO4 merupakan zat pengoksida yang penting. Untuk analisis kimia biasanya
digunakan pada larutan asam, dimana senyawa tersebut direduksi menjadi
Mn2+(aq). Pada analisis besi dengan MnO4-, contoh disiapkan dengan cara yang
sama untuk reaksi dan dititrasi dengan MnO4-(aq). Mn2+ mempunyai warna pink
(merah muda) sangat pucat yang dapat dilihat dengan mata telanjang. MnO4-
berwarna sangat cerah (ungu). Pada titik akhir titrasi larutan yang dititrasi
mempunyai warna akhir pink (merah muda) pekat dengan hanya penambahan satu
tetes lagi MnO4-. MnO4- kurang cocok untuk titrasi pada larutan alkali sebab hasil
reduksi MnO2 yang tidak larut mengaburkan titik akhir titrasi (TAT). Titrasi lain
yang menggunakan MnO4-meliputi penentuan nitrit, H2O2 dan kalsium (setelah
mengendap sebagai oksalat). Pada kimia organik MnO4-digunakan untuk
mengoksidasi alkohol dan hidrokarbon tidak jenuh. Mangan dioksida, MnO2,
digunakan pada sel kering, pada kaca dan lapisan keramik, dan sebagai katalis
(Petrucci, 1999).
Penetapan besi dalam bijih besi merupakan salah satu penerapan yang penting
dari titrasi permanganat. Bijih besi yang utama adalah oksida atau oksida
terhidrasi: hemit (Fe2O3), mangnetit (Fe2O4), geotit, dan limotit (2 Fe2O3 3H2O).
Asam terbaik untuk melarutkan bijih-bijih besi adalah asam klorida. Oksidasi
terhidrasi mudah larut, sedangkan hematit dan magnetit melarutkan agak lambat.
Sebelum titrasi dengan permanganat besi(III) harus direduksi menjadi besi(II).
Reduksi ini dapat dilakukan dengan timah (II) klorida (Underwood, 1998).
Banyak aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan sulfite dalam
minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol
dengan menggunakan kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah
penentuan asam oksalat dengan menggunakan permanganometri.
109
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
III.1.4 Erlenmeyer
III.1.5 Buret 50 ml
III.1.9 Corong
110
III. 2 Bahan
III.2.1 H2SO4 4 N
III.2.3 Aquades
Mengencerkan larutan
III.2.4 KmnO4
III.3.1.1 Timbang lebih kurang 50 mg batu kawi yang telah dihaluskan dalam
sekoci atau tanduk plastik yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian
contoh dimasukan dalam erlenmeyer 250 ml (jangan dibilas dahulu
sekoci dan timbang terlebih dahulu).
III.3.1.2 Contoh di bubuhi 100 mg asam oksalat (ditimbang dengan teliti). Dalam
sebuah gelas piala, sediakan campuran 5 ml air dan 1 ml H2SO4 4 N.
Tuangkan ke dalam erlenmeyer berisi contoh.
111
Haluskan batu kawi Timbang ± 50 mg batu kawi
tersebut
112
Sediakan 5ml air dan 9ml H2SO4 4N
Tuangkan ke dalam Erlenmeyer
113
Larutan dihangatkan sampai batu kawi larut kemudian dititar dengan KMnO4
lakukan percobaan 2-3 kali
114
BAB IV
IV.2 Pembahasan
Pada analisa kadar MnO2 dalam batu kawi sebelum titrasi dilakukan terlebih
dahulu timbang batu kawi ± 50 mg masukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian
tambahkan 100 mg asam oksalat serta masukkan 5 ml H2SO4 kemudian panaskan
pada penangas setelah mencapai suhu yang ditentukan yakni 70°C angkat
Erlenmeyer dari penangas kemudian baru dilakukan titrasi dengan menggunakan
KMnO4 50 ml .
Pada saat pemanasan harus sampai pada suhu 70°C apabila dibawah suhu 70°C
reaksi berjalan lambat sedangkan pada suhu diatas 70°C ditakutkan zat yang
diinginkan ikut menguap . Penitaran dilakukan pada saat keadaan masih panas
untuk mempercepat proses reaksi . Pada saat TAT yang pink seulas yang tahan
selama 30 detik.
115
BAB IV
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berat oksalat yang tertimbang 0,6313 gram dan konsentrasi oksalat 0,1014 N
sedangkan konsentrasi KMnO4 0,1003 N
V.2 Saran
Sebaiknya dalam pratikum kita teliti dalam menimbang zat dan teliti dalam
mentitrasi serta jangan lupa berdoa sebelum dan sesudah pratikum agar pratikum
berjalan lancer.
116
LAMPIRAN PERHITUNGAN
gr 1000
NOKSALAT = x
BE 100
0,6392 1000
= x
63 100
= 0,1014 N
Konsentrasi KMnO4
NKMnO4 = 0,1003 N
Percobaan I
Massa batukawi = 57 mg
a
Oks−(V.N)KMnO4 .43,5
BE
Kadar MnO2 = x 100 %
Mg contoh
133,2
( )−(15,2 x 0,1003 N ).43,5
63
= 57 mg x 100
= 45 %
Percobaankedua
117
Massa oksalat = 142,5 mg
142,5
( )−(14,5 x 0,1003 N ).43,5
63
Kadar MnO2 = 58,8 mg x 100
= 50 %
118
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.Latar Belakang
Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan
pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa
jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena
perbandingan stokiometri yang sederhana pelaksanaannya, praktis dan tidak
banyak masalah dan mudah. (Nurirjawati El Ruri, 2012)
Iodimetri adalah jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi langsung dan
tidak langsung. Dilakukan percobaan ini untuk menentukan kadar-kadar zat
oksidator secara langsung, seperti kadar yang terdapat pada serbuk vitamin C.
(Nurirjawati El Ruri, 2012)
Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-zat yang
mengandung oksidator, misalnya Cl2, Fe(III), Cu(II) dan sebagainya. Sehingga
mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya. (Nurirjawati
El Ruri, 2012)
Titrasi redoks didasarkan pada pemindahan electron titran dan analit. Jenis titrasi
ini biasanya diikuti dengan potensiometri, meskipun pewarna yang mengubah
warna jika teroksidasi dengan kelebihan titran dapat digunakan.
Suatu zat dengan potensial reduksi yang lebih tinggi akan mengoksidasi zat yang
potensial reduksinya lebih rendah. Perbedaan potensial antara dua zat merupakan
potensial reaksi dan lebih kurang merupakan perbedaan potensial yang akan
119
diukur jika zat tersebut terdiri atas dua setengah dari suatu sel listrik. Contohnya I2
akan mengoksidasi Br- dengan mengikuti persamaan berikut ini :
Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena zat organic dan
zat anorganik dapat ditemukan dengan cara ini. Namun demikian agar titrasi
redoks ini berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut harus di penuhi :
1. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran
electron secara stokiometri.
2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur
(Kesempurnaan 99%). Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.
(Pharmaceutical friend. Org, 2012)
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk memahami dan melihat
penentapan kadar dengan metode iodimetri.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami penetapan
kadar iodium dengan metode iodimetri dengan menggunakan larutan baku iodium
0,1 N
Prinsip dari percobaan ini adalah berdasarkan penetapan kadar iodium dimana
larutan baku sebagai reduksi dan zat uji sebagai oksidasi melalui reaksi redoks.
I.2.Tujuan
120
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Iodimetri merupakan metode titrasi atau volumetri yang pada penentuan atau
penetapan berdasar pada jumlah I2 (Iodium) yang bereaksi dengan sampel atau
terbentuk dari hasil reaksi antara sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara
sampel dengan ion iodide (I).
Metode ini tergolong titrasi langsung, berbeda dengan metode iodometri yang
sama-sama menggunakan I2 sebagai dasar penetapannya.
Iodimentri termasuk titrasi redoks dengan I2 sebagai titran sepetri dalam reaksi
redoks umumnya yang harus selalu ada oksidator dam reduktor, sebab bila suatu
unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron), maka harus ada
suatu unsure yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (Menangkap
electron), jadi tidak mungkin hanya ada oksidator atau reduktor saja. Dalam
metode analisis ini analit dioksidasikan oleh I2, sehingga I2 tereduksi menjadi ion
iodide, dengan kata lain I2 bertindak sebagai oksidator dengan reaksi :
I2 + 2e- 2l-
Indikator yang digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi biasanya adalah
kanji atau amilum 0,5-1%, karbon tetraklorida atau kloroform dapat mengetahui
titik akhir titrasi akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (disperse
koloidal) kanji. Warna yang terjadi adalah biru tua hasil reaksi I2 – Amilum.
Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah
dan basa lemah. pH tinggi (basa kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi
disproporsionasi menjadi hipoidat.
-
I2 + 2OH IO3- + I- + H2O (Hamdani, 2012)
121
bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses
iodimetrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi
yang ditentukan, dengan pembahasan iodium yang kemudian dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat.
Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi
sebesar +0,535√. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi menjadi iodida
sesuai dengan reaksi.
I2 + 2e 2 l-
Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk membakukan
larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dilakukan dengan
menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat
tercapainya titik akhir.
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan
bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan
oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi
122
memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung
mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang
terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu
berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator
reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar,
2003).
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi
agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar
dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam
botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada
suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah
penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap
suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan. (Underwood, 1986).
123
harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil
untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer
untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling
nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan
iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).
I2(solid) 2e 2I–
adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang
jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya,
menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium
permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat
permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat
dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:
I2(aq) + I– I3–
Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik
ditulis sebagai:
I3– + 2e 3I–
Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-
iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium
permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).
124
akan lebih akurat daripada:
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja
sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah
lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau
kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir
titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji,
karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat
peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam
daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood,
1986).
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan
bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan
oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi
memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung
mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang
terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu
berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator
reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar,
2003).
125
banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida,
dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida
ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan
iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara
iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi
agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar
dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam
botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada
suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah
penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap
suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan. (Underwood, 1986).
I2(solid) 2e 2I-
adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang
jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya,
menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium
permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat
126
permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat
dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:
I2(aq) + I- I3-
Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik
ditulis sebagai:
I3- + 2e 3I-
Dan potensial standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida
merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat,
kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja
sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah
lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau
kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir
titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji,
karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat
peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam
daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood,
1986).
Dalam proses analitis, iod digunakan sebagai zat pengoksid (iodimetri), dan ion
iodida digunakan sebagai zat pereduksi (iodometri). Relatif beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung
dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi
127
banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida,
dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida
ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan dengan larutan natrium
tiosulfat. Iodometri adalah suatu proses analitis tak langsung yang melibatkan iod.
Ion iodida berlebih ditambahkan pada suatu zat pengoksid sehingga
membebaskan iod, yang kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat.(R. A. Day, Jr &
A. L .Underwood, Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi V. Hal. 294) (R. A. Day, Jr & A. L
.Underwood, Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi V. Hal. 311)
Iodimetri adalah suatu proses analitis di mana suatu agen pereduksi dititrasi
langsung dengan iodin (I3-), dan iodin bertindak sebagai agen pengoksidasi.(R. A.
Day, Jr & A. L .Underwood, Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi V. Hal. 304)
Zat-zat penting yang merupakan zat pereduksi yang cukup kuat untuk dititrasi
dengan iod adalah tiosulfat, arsen(III), stibium(III), sulfida, sulfit, timah(II), dan
ferrosianida. Daya mereduksi dari beberapa zat ini bergantung pada konsentrasi
ion hidrogen, dan hanya dengan penyesuaian pH dengan tepat dapatlah reaksi
dengan iod itu dibuat kuantitatif. (R. A. Day, Jr & A. L .Underwood, Analisa Kimia
Kuantitatif, Edisi V. Hal. 301)
Relatif sedikit zat yang bersifat pereduksi yang cukup kuat untuk dapat dititrasi
langsung dengan iod. Jadi penetapan iodimetri sedikit jumlahnya. Tetapi banyak
zat pengoksid yang cukup kuat untuk bereaksi dengan lengkap ion iodida, dan
terdapat banyak penerapan proses iodometri. Ion iod berlebih ditambahkan pada
zat pengoksid yang akan ditetapkan, dibebaskan iod, yang kemudian dititrasi
denga larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iod dan tiosulfat berlangsung baik
sampai lengkap.(R. A. Day, Jr & A. L .Underwood, Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi V. Hal.
300)
Iodin hanya sedikit sekali dapat larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25°C),
namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodin membentuk
kompleks triiodida dengan iodida.
I2 + I- I3-
dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 25 °C. Suatu kelebihan kalium
iodida ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan
128
keatsirian iodin. Biasanya sekitar 3 sampai 4 % berat KI dtambahkan ke dalam
larutan 0,1 N, dan botol yang mengandung larutan ini disumbat dengan baik. (R. A.
Day, Jr & A. L .Underwood, Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi V. Hal. 296).
129
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1. ALAT
Buret : titrasi
III.2.Bahan
Na2C2O4 : sampel
Aquades : pelarut
Kanji : indikator
130
KI : untuk mereduksi sampel
Vit. C : sampel
III.3.Cara Kerja
Kanji 1 gr di buat pasta dengan sedikit air, lalu di tambahkan kedalam 100 ml air
mendidih selama penambahan larutan di aduk terus. Sebaiknya di buat
penetapan karena tidak tahan lama.
131
4) Dititrasi dengan larutan thio
132
Dimasukan kedalam labu ukur 100 ml diencerkan sampai tanda garis dengan
air suling yang telah didihkan kemudian dihomogenkan
133
a. Ditimbang 500 mg kalium dikromat.
134
b. kedalam labu ukur 100 ml diencerkan kalium dikromat sampai tanda garis
135
Pipet 10 ml kalium kromat ke dalam erlenmeyer yang berisi 4 ml KI dan 10
ml HCl
136
c. Titrasi dengan larutan tio. Setelah kunig . ditambahkan 1 ml kanji sebagai
indikator
137
Ditambahkan 4 ml KI dan ditambahkan juga
A. Penyiapan Sampel
138
1. Kaca arloji disediakan 2.
Ditimbang Iod sebanyak 1,27 g
139
5. Dipipet 10 ml larutan Iod
6.Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
140
7. Diteteskan beberapa indikator kanji
8. Dititar dengan tio 0,1 N dan
B. Penetapan Vitamin C
141
1. Ditimbang 100 mg tablet vitamin
C 2. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
4. Encerkan
dengan 25 ml air
142
5. Sampel dipipet 10 ml ke dalam
Erlenmeyer 250 ml
143
144
BAB IV
IV.I.Hasil
kelompok N tiosulfat
1 0,1020 N
2 0,1343 N
3 0,1380 N
4 0,1385 N
5 0,1205 N
6 0,1119 N
7 0,1117 N
8 0,1402 N
9 0,1110 N
10 0,1281 N
Rata-rata 0,1236 N
IV.2.Pembahasan
145
iodida dengan menggunakan larutan baku adalah (I2), yang digunakan pada
praktikum ini adalah serbuk vitamin C.
Untuk menentukan kadar vitamin C digunakan air bebas O2. Guna untuk
menghindarkan tereduksinya vitamin C oleh udara. Dalam hal ini larutan iodium
dapat digunakan sebagai indikator I2 dalam air.
Pada percobaan ini diperoleh volume titrasi 2,4 ml dengan persen kadar 17,25%,
perubahan warna dari biru menjadi bening (hilang). Telah terjadi perubahan warna
oada percobaan ini tetapi ada yang tidak sesuai dengan literatur hasil yang di
dapatkan yaitu perubahan warna dari biru tetapi tidak menjadi bening sempurna.
Persen kadar yang didapat 17,25% ini menunjukkan hasilnya tidak sesuai denga
literatur pada farmakope yang menyatakan bahwa kadar dari asam askorbat tidak
kurang dari 99,9%.
146
BAB V
V.I.KESIMPULAN
V.2.SARAN
147
LAMPIRAN
JAWABAN PERTANYAAN
148
LAMPIRAN PERHITUNGAN
StandarisasiAgNO3denganNaCLmurniKonsentrasitepatNaCl
N .V .BE gr 1000
Gram NaCl = N= x
1000 BE V
StandarisasiNaCldengan AgNO3
2. 10,5 ml
3. 11,1 ml
N AgNO3 = 0,0475 N
(V.N)AgNO3 .BE
Kadar Cl- = x 100%
mg Sampel
= 6,11 %
PenetapankadarCl-secaravolhard
149
Standarisasi AgNO3denganNaClmurniStandarisasi KSCNdengan AgNO3
PenetapankadarCl-dalamsampel
N Cl- = 0,04747 N
mmol Ar Cl¯
Kadar Cl- = x 100%
mg sampel
= 7,5533 %
150
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan
reaksi pengendapan antara ion halida ( Cl-, I-, Br- ) dengan ion perak Ag+. Titrasi
ini biasanya disebut sebagai argentometri, yaitu titrasi penentuan analit yang
berupa ion halida dengan menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO3.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut
antara titrant dan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi
penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari
analit membentuk garam yang tidak mudah larut.
151
endapan kromat berwarna kemerah-merahan diambil sebagai titik akhir dari
titrasi.
I.2.Tujuan
152
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak.
Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam
suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan pada pembentukan
endapan dengan ion Ag+. Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa
dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (Day & Underwood, 2001).
1. Indikator
2. Argentometri
3. Indikator kimia
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume
153
larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan,
kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Isnawati, 2010).
Reaksi pengendapan ialah apakah reaksi ini dapat terjadi pada suatu keadaan
tertentu.Jika Q adalah nilai hasil kali ion-ion yang terdapat dalam larutan, maka
kesimpulan yang lebihumum mengenai pengendapan dasar larutan adalah :y
Pengendapan terjadi jika Q > Kspy Pengendapan tak terjadi jika Q < Kspy
Larutan tepat jenuh jika Q = Ksp (Petrucci, 1989).Jika suatu garam memiliki
tetapan hasil kali larutan yang besar, maka dikatakan garam tersebut mudah larut.
Sebaliknya jika harga tetapan hasil kali larutan dari suatu garam tertentu sangat
kecil, dapat dikatakan bahwa garam tersebut sukar untuk larut. Harga tetapan hasil
kali kelarutan dari suatu garam dapat berubah dengan perubahan
temperatur.Umumnya kenaikan temperatur akan memperbesar kelarutan suatu
garam, sehingga harga tetapan hasil kali kelarutan garam tersebut juga akan
semakin besar (Petrucci, 1989).
1. pH
2. Temperatur
3. Jenis pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk komplek ion sejenis, dll.
(Pantang,2010)
Prinsip Percobaan
Percobaan ini berdasarkan pada reaksi pengendapan zat yang cepat mencapai
kesetimbangan pada setiap penambahan titran. Adapun pentiter yang digunakan
adalah larutan baku AgNO3.
154
a. Cara Mohr
b. Cara Volhard
Dilakukan dalam suasana asam dengan indikator Fe3+ dan titik akhir titrasi dengan
cara ini adalah merah yang berasal dari Fe(SCN)2+.
c. Cara Fajans
Titrasi pengendapan adalah salah satu golongan titrasi dimana hasil reaksi
titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya ialah
reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan
titran, tidak ada pengotor yang mengganggu serta diperlukan indikator untuk
melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang dapat digunakan pada
titrasi. (Khopkar, 1990)
Pengertian Argentometri
Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin argentum, yang berarti perak.
Jadi argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam
suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan
dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi
indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat AgNO3. Dengan
mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat
tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan.
(Underwood, 1992)
A. Cara Mohr
Pada metode ini, titrasi halide dengan AgNO3 dilakukan dengan K2CrO4. Pada
titrasi ini akan terbentuk endapan baru yang berwarna. Pada titik akhir titrasi, ion
155
Ag+ yang berlebih diendapkan sebagai Ag2CrO4 yang berwarna merah bata.
Larutan harus bersifat netral atau sedikit bas, tetapi tidak boleh terlalu basa sebab
Ag akan diendapkan sebagai Ag(OH)2. Jika larutan terlalu asam maka titik akhir
titrasi tidak terlihat sebab konsentrasi CrO4- berkurang.
Pada kondisi yang cocok, metode mohr cukup akurat dan dapat digunakan pada
konsentrasi klorida yang rendah. Pada jenis titrasi ini, endapan indikator berwarna
harus lebih larut disbanding endapan utama yang terbentuk selama titrasi.
Indikator tersebut biasanya digunakan pada titrasi sulfat dengan BaCl2, dengan
titik akhir akhir terbentuknya endapan garam Ba yang berwarna merah. (Khopkar,
1990)
B. Cara Volhard
Titrasi Ag dengan NH4SCN dengan garam Fe(III) sebagai indikator adalah contoh
metode volhard, yaitu pembentukan zat berwarna didalam larutan. Selama titrasi,
AgSCN terbentuk sedangkan titik akhir tercapai bila NH4SCN yang berlebih
bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna merah gelap [FeSCN]2+.
Pada metode volhard, untuk menentukan ion klorida suasana haruslah asam
karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 berlebih yang
ditambahkan ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag+ tersebut
kemudian dititrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai indikator.
(Khopkar, 1990)
C. Cara Fajans
Dalam titrasi fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat
yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna.
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen, antara lain dengan
memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
HFI Indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organic yang dapat
membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya flouresein yang digunakan
dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, flouresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFI) :
H+ + FI-
156
Ion FI- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan
berwarna merah muda.
Flouresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir
dalam titrasi ini diketahui berdasar tiga macam perubahan, yakni (i) endapan yang
semula putih menjadi merah muda dan endapan terlihat menggumpal, (ii) larutan
yang semula keruh menjadi lebih jernih, dan (iii) larutan yang semula kuning
hijau hampir tidak berwarna lagi. (Harjadi, 1990)
157
Ag+ + SCN- AgSCN
158
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
III. 2 Bahan
159
sulfat dan 1 ml nitrobenzena, larutan kemudian di titrasi dengan KSCN yang
telah diketahui normalitasnya, sehingga terbentuk warna merah. Percobaan
dilakukan 2x dan hitung kadar klor dalam contoh.
160
di dalam labu ukur
erlenmeyer
161
1.Sampel asam cuka dipipet 10 ml 2.Sampel dimasukkan ke dalam
di dalam labu ukur erlenmeyer
162
3. Diteteskan 1-2 tetes Indikator PP
4. Sampel dititrasi dengan NaOH
5. Dilakukan sampai titik akhir titrasi dan dihitung kadar asam asetat
sampel.
163
BAB IV
IV.I.HASIL
I 4,6375 % 16, 6 % 11 ml
II 5,9893 % 16, 6 % 11 ml
IV 5,4671 % 16, 6 % 11 ml
V 4,85 % 16, 6 % 11 ml
VI 6,53 % 16, 6 % 11 ml
IX 7,1 % 16, 6 % 11 ml
X 6,629 % 16, 6 % 11 ml
IV.2.PEMBAHASAN
164
Dari titrasi yang dilakukan, diperoleh volume AgNO3 yang digunakan untuk titrasi
yaitu 11 ml. Dan dari hasil perhitungan, diperoleh berat NaCl 0,2912 gr dan %
clorida dengan metoda klor 7,1 % dan % clorida dengan metoda volhard 16,6 %.
Pada proses titrasi pengendapan ini dipengaruhi oleh kelarutan. Dan faktor yang
mempengaruhi kelarutan dari titrasi ini antara lain temperatur, efek ion lain,
pengaruh ph, dan faktor lainnya. Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur.
Berdasarkan sifat pelarut, garam-garam anorganik lebih larut dalam air,
berkurangnya kelarutan didalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar
pemisahan dua zat. Ion lain dalam larutan juga berpengaruh pada kelarutan.
Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam larutan terdapat garam
yang bebrbeda dengan endapan.
165
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Kadar klor secara volhard lebih besar dibanding kadar klor secara mohr
2. Kadar klor secara mohr 6,11 %
3. Kadar klor secara volhard 7,5533%
4. Pada penentuan klor secara Mohr kita menggunakan indicator K2CrO7
5. Secara volhard indicator yang digunakan adalah feri ammonium sulfat.
V.2 Saran
166
LAMPIRAN PERHITUNGAN
StandarisasiAgNO3denganNaCLmurniKonsentrasitepatNaCl
N .V .BE gr 1000
Gram NaCl = N= x
1000 BE V
StandarisasiNaCldengan AgNO3
2. 10,5 ml
3. 11,1 ml
N AgNO3 = 0,0475 N
(V.N)AgNO3 .BE
Kadar Cl- = x 100%
mg Sampel
= 6,11 %
PenetapankadarCl-secaravolhard
167
10 ml .0,0502 N = 12,85 ml .NAgNO310,30 ml . NKSCN = 10 ml .0,0390 NNAgNO3 =
0,03906 N NKSCN = 0,0379 N
PenetapankadarCl-dalamsampel
N Cl- = 0,04747 N
mmol Ar Cl¯
Kadar Cl- = x 100%
mg sampel
= 7,5533 %
168
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Satu dari jenis-jenis reaksi kimia yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan
titrimetrik melibatkan penbentukan suatu kompleks atau ion kompleks yang dapat
larut tetapi sedikit terdisosiasi. Suatu contoh adalah dari ion perak dengan ion
sianida untuk membentuk ion kompleks Ag(CN)2 yang sangat stabil :
Ag + + 2 CN- Ag(CN)2-
Kompleks yang terbentuk dari suatu reaksi ion logam, yaitu kation dengan suatu
anion atau molekul netral. Ion logam didalam kompleks disebut atom pusat dan
169
kelompok yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan terbentuk
oleh atom logam pusat disebut bilangan koordinasi dari logam. Dari komlpeks
diatas perak merupakan atom logam dengan hilangan koordinasi dua, dan
sianidanya merupakan ligannya.
I.2.Tujuan
1. Dapat mentitrasi dengan metoda kompleksometri
2. Mengetahui titrasi kompleksometri
3. Melakukan pembakuan EDTA dengan larutan CaCO3Menganalisis
kandungan tio sulfat dan kalium dikromat
170
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Basset (1994), bahwa ada prosedur-prosedur yang paling penting untuk
titrasi ion-ion logam dengan EDTA, yaitu:
171
jangkauan pH yang perlu untui titrasi, atau mereka mungkin membentuk
komplek-kompleks inert atau indikator logam yang sesuai tidak tersedia.
Dalam hal-hal demikian, ditambahkan larutan EDTA standar berlebih,
larutan yang dihasilakn dibuferkan sampai ke pH yang dihendaki.
3. Titrasi penggantian atau titrasi substitusi. Titrasi substitusi dapat
digunakan untuk ion logam yang tidak bereaksi (atau bereaksi dengan tak
memuaskan) dengan indikator logam.
4. Titrasi alkalimetri. Bila suatu larutan EDTA, ditambahkan kepada suatu
larutan yang mengandung ion-ion logam, terbentuklah kompleks-
kompleks disertai dengan pembebasan dua ekivalen ion hidrogen.
172
1986). Menurut Khopkar (2002), titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan
pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar
mengion). Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks.
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun
sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang
dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau
molekul netral (Basset, 1994). Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi
yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan
molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar
terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi
kompleks biasa sepertidi atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai
titrasi kelatometri,seperti yang menyangkut penggunaan EDTA (Khopkar, 2002).
Macam-macam titrasi yang sering digunakan dalam kompleksometri,antara lain :
1. Titrasi langsung yaitu titrasi yang biasa digunakan untuk ion-ion yang
tidak mengendap pada pHtitrasi, reaksi pembentukan kompleksnya
berjalan cepat. Contoh penentuannya ialah untuk ion-ion Mg, Ca, dan Fe.
2. Titrasi kembali yaitu titrasi yang digunakan untuk ion-ion logam yang
mengendap pada pH titrasi,reaksi pembentukan kompleksnya berjalan
lambat. Contoh penentuannyaialah untuk penentuan ion Ni.3.
3. Titrasi penggantian atau titrasi substitusi adalah titrasi yang ini digunakan
untuk ion-ion logam yang tidak bereaksi sempurna dengan indikator
logam yang membentuk kompleks EDTA yang lebih stabil daripada
kompleks ion-ion logam lainnya, contoh penentuannya ialah untuk ion-ion
Ca dan Mg.4.
4. Titrasi tidak langsung Titrasi ini dilakukan dengan cara, yaitu :
5. Titrasi kelebihan kation pengendap (misalnya penetapan ion sulfat,
danfosfat).
6. Titrasi kelebihan kation pembentuk senyawa kompleks
(misalnyapenetapan ion sianida) (Bassettet al., 1994).
173
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan
salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan
seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua
nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang
mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul,misalnya asam 1,2-
diamino etana tetra asetat (asametilenadiamina tetraasetat,EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen
Membentuk senyawa atau kompleks khelat yang stabil dan larut dalam air.Faktor-
faktor yang membuat EDTA ampuh sebagai pereaksi titrimetriantara lain: selalu
membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ionlogam, kestabilannya dalam
membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi berjalan sempurna (kecuali
dengan logam alkali), dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam, telah
dikembangkan indikatornya secara khusus, mudah diperoleh bahan baku
primernya dan dapat digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun
sebagai bahan untuk standarisasi Selektivitas kompleks dapat diatur dengan
pengendalian pH,misalnya Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11
EDTA.
174
indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochromeblack T,
pyrocatechol violet, xylenol orange, calmagit, 1-(2-piridil-azonaftol), PAN,
zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan
penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung
baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-
kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah
mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA
banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena
adanya jumlah air yang tak tentu, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu
misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993)
175
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1.Alat
III. 2 Bahan
kompleksometri
176
sehingga tetes terakhir harus jelas menunjukan lenyapnya bayangan warna
kemerah-merahan yang terakhir).penitaran dilakukan 2x dan hitung kesadahan
total dalam mg
1. Standarisasi EDTA
177
2. Penetapan kesadahan total dalam air sumur
\
Masukkan air
sumur sebanyak
50 ml + larutan
buffer + beberapa
tetes indicator
Etio-T
Lakukan titrasi
minimal dua kali
dari warna merah
anggur menjadi biru
178
BAB IV
IV.I Hasil
3. N EDTA 0.0064 N
IV.2 Pembahasan
179
indikator hitam kemudian dititrasi menggunakan EDTA serta didapatkan hasil
0,912 % kadarnya.
Pada perlakuan ZnO kami memasukkan serbuk ZnO kedalam tabung reaksi
kemudian kami encerkan menggunakan cairan HCI, setelah larut kami panaskan
dan terjadi endapan putih. Hal ini tidak seperti yang tertera pada literatur yakni
endapan kuning. Hal ini dapat terjadi dikarenakan waktu kelarutan ZnO yang
terlalu lama sehingga campuran ZnO dan HCI telah terkontaminas dengan udara
disekitarnya. Dan mendapatkan reaksi.
Untuk perlakuan selanjutnya serbuk ZnO diletakkan diatas cawan petri kemudian
dibakar, dan tak terjadi apa – apa pada serbuk ZnO hal ini dikarenakan serbuk
ZnO yang telah tebuka lama sehingga tidak memenuhi standar percobaan untuk
sampel. Untuk kuantitatif kami melakukan perhitungan dengan meninmbang ZnO
150 mg yang kemudian dilarutkan dengan HCI encer dan ditambahkan NaOH.
Agar ph larutan ini tetap pada ph yang diinginkan mmaka ditambahkan dapar
amonia 5 ml kemudian ditambahkan indikator hitam eriokrom dan dititrasi dengan
EDTA serta mendapatkan hasil perhitungan persen kadarnya yakni 12,59 %.
180
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
Setelah melakukan pratikum ini kita telah mengetahui kenapa ada air yang tidak
menghasilkan busa saat di kasih sabun jadi sebaiknya sekarang kalau kita sudah
mengetahuinya maka kita dapat mengatasinya dengan cara penyaringan atau
sebagainya.
181
JAWABAN PERTANYAAN
1. PH larutan
Yaitu harga derajat disosiasi EDTA dan Cl4 yang tergantung pada
larutan buffer dengan PH tertentu.
2. HargaKf
Yaitu harga Pm tergantung pada harga Kf .
182
LAMPIRAN PERHITUNGAN
KOMPLEKSOMETRI
2. 12,00 ml
1. 3,1 ml
2. 3,3 ml
Kadar kesadahan :
183
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar POM. 2007. Instruksi kerja : Identifikasi Boraks Dalam Makanan.
Medan.
Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Jumery. Eva dan Eli Zarni, 2005. Penuntun Kimia Analitik II. ATIP : Padang
Keenan, Charles. W., Kleinfelter, Donald. C., dan Wood, Jesse. H. 1991. Ilmu
Kimia
Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Roza. Adek. 2010. Penuntun Pratikum Analisis dan Instrumen. SMTI. Padang