Anda di halaman 1dari 184

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kesetimbangan asam basa merupakan suatu topik yang sangat penting dalam
kimia dan bidang-bidang lain yang mempergunakan kimia, seperti biologi,
kedokteran dan pertanian. Titrasi yang menyangkut asam dan basa sering disebut
asidimetri – alkalimetri. Sedangkan untuk titrasi atau pengukuran lain-lain sering
juga dipakai akhiran –ometri menggantikan –imetri. Kata metri berasal dari
bahasa Yunani yang berarti ilmu atau proses atau seni mengukur. Pengertian
asidimetri dan alkalimetri secara umum ialah titrasi yang menyangkut asam dan
basa.

Pereaksi atau larutan yang selalu dijumpai di laboratorium dimana pembakuannya


dapat ditetapkan berdasarkan pada prinsip netralisasi asam – basa (melalui asidi –
alkalimetri) diantaranya adalah HCl, H2SO4, NaOH, KOH dan sebagainya. Asam
dan basa tersebut memiliki sifat-sifat yang menyebabkan konsentrasi larutannya
sukar bahkan tidak mungkin dipastikan langsung dari proses hasil pembuatan atau
pengencerannya. Larutan ini disebut larutan standar sekunder yang konsentrasinya
ditentukan melalui pembakuan dengan suatu standar primer.

Asidi-alkalimetri berperan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena


itu, untuk lebih memahami konsep peniteran asidi – alkalimetri dan mengetahui
konsentrasi standar dari zat yang dianalisa maka perlu dilakukan peniteran dengan
menggunakan suatu standar primer, misalnya larutan asam oksalat.

Reaksi penetralan dapat digunakan untuk menetapkan kadar atau konsentrasi


suatu larutan asam atau basa. Penetapan kadar suatu larutan disebut titrasi asam–
basa. Titrasi adalah penambahan larutan standar (larutan yang telah diketahui
dengan tepat konsentrasinya) ke dalam larutan lain (analyt) dengan bantuan
indikator sampai tercapai titik ekuivalen (kondisi dimana saat analyt tepat
bereaksi dengan larutan standar). Titrasi dihentikan tepat pada saat indikator
menunjukkan perubahan warna yang disebut titik akhir titrasi.

1
Dalam titrasi digunakan larutan yang relatif encer, maka untuk menetukan kadar
asam cuka perdagangan, cuka harus diencerkan. Jika tidak diencerkan maka akan
memerlukan larutan NaOH yang terlalu banyak sehingga tidak praktis dan tidak
mempunyai ketelitian yang baik. Volumetri atau tirimetri adalah suatu cara
analisis kuantitatif dari reaksi kimia. Pada analisis ini zat yang akan ditentukan
kadarnya, direaksikan dengan zat lain yang telah diketahui konsentrasinya, sampai
tercapai suatu titik ekuivalen sehingga konsentrasi zat yang kita cari dapat
dihitung.

Pada analisis volumetri diperlukan larutan standar. Proses penentuan konsentrasi


larutan standar disebut standarisasi / pembakuan. Larutan standar adalah larutan
yang diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis volumetri.

Ada dua larutan standart yaitu:

1. Larutan standart primer, yaitu dibuat langsung dengan cara melarutkan


suatu zat murni dengan berat tertentu, kemudian diencerkan sampai
memperoleh volume tertentu secara tepat.

2. Larutan standart sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya diketahui


dengan cara menstandarisasikan dengan larutan standar primer.

Dalam pelaksanaannya larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke
dalam suatu erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya
sampai reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi
perubahan warna dari indikator yang ditambahkan. Titik di mana terjadinya
perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir
titrasi seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam
prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut dengan kesalahan titrasi.

I.2 Tujuan Percobaan

1.2.1 Mengetahui konsentrasi NaOH standar

1.2.2 Mengetahui kadar CH3COOH perdagangan

2
1.2.3 Mengetahui volume titran (NaOH) yang digunakan untuk menetralkan
CH3COOH

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
yang dikenal sebagai pemeberi rasa asam dan aroma pada makanan. Asam cuka
memiliki rumus kimia yaitu CH3COOH, asam asetat murni (asam asetat glacial)
adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Larutan
CH3COOH dalam air merupakan asam lemah, artinya hanya terdisosiasi menurut
reaksi:

CH3COOH → H+ + CH3COO-

Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industry yang penting.
Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilenaterftalat,
selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain.
Dalam industry makanan asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di
rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air.
Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton/tahun.
1,5 juta ton/tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industry
petrokimia maupun dari sumber hayati.Penentuan kadar cuka pada makanan dapat
ditentukan dengan menggunakan metode titrasi netralisasi dengan menggunakan
indicator fenolftalein (PP). Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai
“titran” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah
diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan didalam
“buret” . Baik titer maupun titran biasanya berupa larutan.Titrasi asam basa
merupakan analisis kuantitatif untuk menentukan molaritas larutan asam atau
basa. Zat yang akan ditentukan molaritasnya

dititrasi oleh larutan yang molaritasnya diketahui (larutan baku atau larutan
standar) dengan tepat dan disertai penambahan indikator. Fungsi indikator di sini
untuk mengetahui titik akhir titrasi. Jika indikator yang digunakan tepat, maka
indikator tersebut akan berubah warnanya pada titik akhir titrasi.Titrasi asam basa
merupakan metode penentuan molaritas asam dengan zat penitrasi larutan basa

4
atau penentuan molaritas larutan basa dengan zat penitrasi larutan asam. Titik
akhir titrasi atau “titik ekuivalen” (pada saat indikator berubah warna) diharapkan
mendekati titik ekuivalen titrasi, yaitu kondisi pada saat larutan asam tepat
bereaksi dengan larutan basa.

Pemilihan indikator yang tepat merupakan syarat utama saat titrasi.Jika indikator
yang digunakan berubah warna pada saat titik ekiuvalen,maka titik akhir titrasi
akan sama dengan titik ekuivalen. Akan tetapi, jika perubahan warna indikator
terletak pada pH di mana zat penitrasi sedikit berlebih, maka titik akhir titrasi
berbeda dengan titik ekuivalen.Indikator yang lebih dianjurkan yaitu fenolftalein
(PP) karena memberikan perubahan warna yang lebih jelas yaitu warna merah
muda dari yang tidak berwarna (trayek pH=8,2-10,0).

Pada saat titik ekuivalen proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume
titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut.Dengan menggunakan data
volume titrasi, volume dan konsentrasi titer maka dapat menghitung kadar titrasi.
Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa
dan garam. Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila
dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen
sebagai satu-satunya ion positif.

Sebenarnya ion hidrogen (proton) tak ada dalam larutan air. Setiap proton
bergabung dengan satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasang
elektron bebas yang terdapat pada oksigen dari air, dan terbentuk ion-ion
hidronium :

H+ + H2O → H3O+

Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan
dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai
satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti natrium
hidroksida atau kalium hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air
yang encer :

Karena itu basa-basa ini adalah basa kuat. Di lain pihak larutan air amonia,
merupakan suatu basa lemah. Bila dilarutkan dalam air, amonia membentuk
amonium hidroksida, yang berdisosiasi menjadi ion amonium dan ion hidroksida

5
:Namun lebih tepat untuk menulis reaksi itu sebagaiKarena itu, basa kuat
merupakan elektrolit kuat, sedang basa lemah merupakan elektrolit lemah. Tetapi
tak ada pembagian yang tajam antara golongan-golongan ini, dan sama halnya
dengan asam, adalah mungkin untuk menyatakan kekuatan basa secara kuantitatif.

Menurut definisi yang kuno, garam adalah hasil reaksi antara asam dan basa.
Proses-proses semacam ini disebut netralisasi. Definisi ini adalah benar, dalam
artian, bahwa jika sejumlah asam dan basa murni ekuivalen dicampur, dan
larutannya diuapkan, suatu zat kristalin tertinggal, yang tak mempunyai ciri-ciri
khas suatu asam maupun basa. Zat-zat ini dinamakan garam oleh ahli-ahli kimia
zaman dulu. Jika persamaan reaksi dinyatakan sebagai interaksi molekul-molekul.

Pembentukan garam seakan-akan merupakan hasil dari suatu proses kimia sejati.
Tetapi ini sebenarnya tidak tepat. Kita tahu bahwa baik asam (kuat) maupun basa
(kuat), serta pula garam hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan.Sedangkan
air, yang juga terbentuk dalam proses ini, hampir-hampir tak berdisosiasi sama
sekali. Karena itu, lebih tepat untuk menyatakan reaksi netralisasi sebagai
penggabungan ion-ion secara kimia Dalam persamaan ini, ion Na+ dan Cl- tampil
pada kedua sisi. Karena dengan demikian tak ada terjadi apa-apa dengan ion-ion
ini, persamaan ini dapat disederhanakan menjadi

Yang menunjukkan bahwa hakekat suatu reaksi asam-basa (dalam larutan air)
adalah pembentukan air. Ini ditunjukkan oleh fakta, bahwa panas netralisasi
adalah kurang lebih sama (56,9 KJ) untuk reaksi suatu mol setiap asam kuat dan
basa kuat yang sembarang. Garam adalah wujud padat dibangun oleh ion-ion,
yang tersusun dalam pola yang teratur dalam kisi kristalnya

Zat-zat amfoter, atau amfolit, mampu melangsungkan reaksi netralisasi baik


dengan asam maupun basa (lebih tepatnya, baik dengan ion hidrogen maupun ion
hidroksil). Misalnya, aluminium hidroksida bereaksi dengan asam kuat, pada
mana ia melarut dan ion aluminium terbentuk Dalam reaksi ini aluminium
hidroksida bertindak sebagai basa. Di lain pihak, aluminium hidroksida juga bisa
dilarutkan dalam natrium hidroksida Pada mana ion tetrahidroksoaluminat
terbentuk. Dalam reaksi ini aluminium hidroksida berperilaku sebagai asam. (G.
Shevla, Ph.D, D.Sc, F.R.I.C. 1985)

6
Bila suatu asam dan suatu basa yang masing-masing dalam kuantitas yang
ekuivalen secara kimiawi, dicampur akan dihasilkan suatu reaksi penetralan, yang
menghasilkan suatu larutan garam dalam air. Larutan ini akan benar-benar netral
jika asam dan basa itu sama kuat ; kalau tidak, akan diperoleh larutan asam lemah
atau basa lemah. Konsentrasi suatu larutan asam atau basa yang anu (unknown)
dapat ditentukan dengan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya diketahui.
Teknik semacam itu disebut analisis volumetri. (Kleinfetter. 1987)

Volumetri adalah cara analisis jumlah berdasarkan pengukuran volume larutan


pereaksi berkepekatan tertentu yang direaksikan dengan larutan contoh yang
sedang ditetapkan kadarnya. Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan
ditambahkan dari buret sedikit demi sedikit, sampai jumlah zat-zat yang
direaksikan tepat menjadi akivalen satu sama lain. Pada saat titran yang
ditambahkan tampak telah ekivalen, maka penambahan titran harus dihentikan;
saat ini dinamakan titik akhir titrasi. Larutan yang ditambahkan dari buret disebut
titran, sedangkan larutan yang ditambah titran itu disebut titrat. Dengan jalan ini,
volume/berat titran dapat diukur dengan teliti dan bila konsentrasi juga diketahui,
maka jumlah mol titran dapat dihitung. Karena jumlah titrat ekivalen dengan
jumlah titran, maka jumlah mol titrat dapat diketahui pula berdasar persamaan
reaksi dan koefisiennya. Perhatikanlah sekali lagi arti ungkapan ”pereaksi telah
ekivalen”, yang berarti: telah tepat banyaknya untuk menghabiskan zat yang
direaksikan. Titran dan titrat tepat saling menghabiskan; tidak ada kelebihan yang
satu maupun yang lain. Ini tidak selalu berarti, bahwa pereaksi dan zat yang
direaksikan telah sama banyak, baik volume maupun jumlah gram atau mol-nya.
Hal ini jelas, sebab jumlah yang bereaksi ditentukan oleh persamaan reaksi.
(Harjadi. 1987)

Salah satu macam titrasi adalah titrasi asidimetri-alkalimetri, yaitu titrasi yang
menyangkut asam dan/atau basa. Bila kita mengukur berapa mL larutan bertitar
tertentu yang diperlukan untuk menetralkan larutan basa yang kadar atau titernya
belum diketahui, maka pekerjaan itu disebut asidimetri. Peniteran sebaliknya,
asam dengan basa yang titernya diketahui disebut alkalimetri. Dalam titrasi ini
perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan cara perhitungan
ialah perubahan pH titrat.

7
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi ini ialah :

1. Asam dengan basa (reaksi penetralan); agar kuantitatif, maka asam


dan/atau basa yang bersangkutan harus kuat.

2. Asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah); agar kuantitatif,


asam harus kuat dan garam itu harus terbentuk dari asam lemah sekali.

3. basa dengan garam; agar kuantitatif, basa harus kuat dan garam harus
terbentuk dari basa lemah sekali; jadi berdasar pembentukan basa lemah
tersebut. (Harjadi. 1987)

Berikut syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil

1. Konsentrasi titran harus diketahui. Larutan seperti ini disebut larutan


standar.

2. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus
diketahui.

3. Titik stoikhiometri atau ekivalen harus diketahui. Indikator yang


memberikan perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang
sering digunakan. Titik pada saat indikator berubah warna disebut titik
akhir.

Tujuan : Memilih indikator yang memiliki titik akhir bertepatan dengan titik
stoikhiometri.

Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui
setepat mungkin. (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)

Proses titrasi asam – basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang
dianalisis sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan. Gambar yang diperoleh
tersebut disebut kurva pH, atau kurva titrasi.

Larutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH.


Misalnya bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula
rendah dan selama titrasi terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur
pH (pH-meter) pada awal titrasi, yakni sebelum ditambah basa dan pada waktu-

8
waktu tertentu setelah titrasi dimulai, maka kalau pH dialurkan lawan volume
titran, kita peroleh grafik yang disebut kurva titrasi.

Bila suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi,
maka :

1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen
dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi.

2. Perubahan warna itu harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada
keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan.

Untuk memenuhi pernyataan (1), maka trayek indikator harus mencakup pH


larutan pada titik ekivalen, atau sangat mendekatinya; untuk memenuhi
pernyataan (2), trayek indikator tersebut harus memotong bagian yang sangat
curam dari kurva.

Indikator Asam- Basa

Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Misalnya biru bromtimol (bb); dalam larutan asam ia
berwarna kuning, tetapi dalam lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam
keadaan asam dinamakan warna asam dari indikator (kuning untuk bb), sedang
warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna basa.

Akan tetapi harus dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang
atau lebih dari tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih
besar dari trayek indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan.

Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator


mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan
warna pada range pH yang berbeda. (Khopkar. 2003)

Kebanyakan indikator asam basa adalah molekul kompleks yang bersifat asam
lemah dan sering disingkat dengan HIn. Mereka memberikan satu warna berbeda
bila proton lepas. (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)

9
Contoh : Fenolftalein, indikator yang lazim dipakai, tak berwarna dalam bentuk
Hin-nya dan berwarna pink dalam bentuk In, atau basa. Struktur Fenolftalein,
sering disingkat PP, adalah sebagai berikut :

10
BAB III

METODELOGI PERCOBAAN

III.1 Alat

III.1.1 Botol timbang

Botol yang digunakan untuk menimbang larutan

III.1.2 Pipet ukur 10 ml

Pipet yang digunakan untuk mengambil larutan max 10 ml

III.1.3 Pipet takar 10 ml

Pipet yang digunakan untuk menakar larutan max 10 ml

III.1.4 Buret 50 ml

Tempat larutan penitran

III.1.5 Erlenmeyer

Untuk tempat titrat dalam titrasi

III.1.6 Batang pengaduk

Untuk menghomogenkan larutan

III.1.7 Labu ukur

Untuk pengukur larutan dalam labu

III.1.8 Corong

Untuk memasukan larutan

III.1.9 Gelas piala

Untuk wadah larutan

III.2 Bahan

III.2.1 NaOH

Sebagai larutan standart skunder pada pratikum ini

11
III.2.2 Asam oksalat

Sebagai larutan pentitar

III.2.3 Aquades

Untuk pembilas peralatan dan pelarut

III.2.4 Indikator phenolptalein,metil merah, dan fenol merah

III.3 Prosedur Kerja

III.3.1 Pembuatan Larutan Standar Asam Oksalat 0,1 N (Cara 1)

III.3.1.1 Timbang dengan teliti menggunakan neraca analitik, kurang lebih 0,630
gram asam oksalat (COOH)2 H2O (pro analisa) dalam botol timbang
yang bersih dan kering. Catat hasil penimbanganya 4 desimal.

III.3.1.2 Larutkan dengan sedikit aquades lebih kurang 10 ml secara kuantitatif,


panaskan bila perlu dalam penangas air.

III.3.1.3 Setelah larutan dingin, masukan ke dalam labu ukur 100 ml,melalui
corong pendek.

III.3.1.4 Bilas botol timbang 2x dengan aquades untuk memastikan semua asam
oksalat telah masuk ke dalam labu ukur. Encerkan larutan dalam labu
ukur sampai tanda batas.

III.3.2.Kocoklah larutan dengan benar sampai homogen (15x kocokan).

Hitunglah konsentrasi larutan asam oksalat (tentukan sampai 4 desimal).

III.3.2 Pembuatan larutan sorensen dan larutan NaOH 0,1 N

III.3.2.1 Ke dalam 25 ml air suling dalam gelas piala 50 ml, ditambahkan sedikit
demi sedikit 25 gram hablur NaOH sambil di aduk, hari-hati campuran
menjadi panas. Kalau perlu didinginkan dalam air. Biarkan lebih kurang
2-3 hari

III.3.2.2.Dari larutan sorensen yang di peroleh diatas di ambil yang jernih dengan
pipet morh dan karet isap /bulb lebih kurang 1,3 ml dimasukan dalam
labu ukur/gelas piala 250 ml.

12
III.3.2.3 Kemudian encerkan dengan aquades yang sudah dididihkan yang telah
dididinginkan terlebih dahulu, kemudian di tera sampai garis. Masukan
dalam botol bersumbat plastik

III.3.3 Standarisasi larutan NaOH

III.3.3.1 Siapkan peralatan titrasi, peralatan harus telah di cuci bersih dan kering.

III.3.3.2 Pipet masing-masing 10 ml larutan asam oksalatyang telah dibuat ke


dalam 2 buah labu erlenmeyer. Jangan lupa membilas pipet yang akan
digunakan dengan larutan asam oksalat. Bilaslah dinding bagian dalam
erlenmeyer dengan sedikit aquades. Pilihlah indikator yang paling sesuai
menurut anda untuk titrasi ini. Tambahkan beberapa tetes indikator yang
anda pilih ke dalam erlenmeyer tersebut.

III.3.3.3.Sementara itu isilah buret dengan larutan NaOH yang akan digunakan
tersebut. Perhatikan agar tidak terlihat gelembung udara di dalam buret.
Pastikan pula bagian bawah buret terisi penuh dengan larutan.

III.3.3.4 Nol kan volume NaOH dalam buret. Sebelum menolkan, pastikan
dinding bagian atas buret yang tidak terisi larutan kering. Gunakan
kertas hisap/gulung untuk mengeringkanya.

III.3.3.5 Lakukan titrasi dengan cara yang benar. Goyanglah erlenmeyer dengan
arah berlawanan jarum jam.

III.3.3.6 Lakukan titrasi yang kedua untuk labu erlenmeyer yang kedua. Bila
perbedaan pembacaan volume titrasi pertama dan kedua lebih besar dari
0,10 ml,ulangi titrasi sekali lagi. Ambilah dua data yang perbedaannya
dalam rentang tersebut.

III.3.4 Pembuatan larutan standar asam oksalat 0,1 N (cara 2)

III.3.4.1 Bersihkan erlenmeyer, keringkan

III.3.4.2 Letakkan di atas neraca, nolkan neraca dengan menekan tombol zero.
Masukan satu sendok kecil (lebih kurang 0,150 gram) asam oksalat.
Catat angka yang ditunjukan neraca. Larutkan dengan 25 ml aquades
tambahkan indikator.

13
III.4 Skema Kerja

Pembuatan larutan standar asam oxalat 0.1 N ( cara 1)

1. timbang dengan teliti 0.630 gram asam oxalat.

2. Larutkan sedikit kemudian panaskan.

14
3. Sampel dipipet 10 ml 4 . Dimasukkan ke dalam labu ukur

100 ml

5. Diencerkan larutan sampai tanda 6.Sampel dihomogenkan


sebanyak batas skala 15 kali

pembuatan larutan sorensen dan laarutan NaOH 0.1 N

15
Ditimbang 25 gram NaOH dengan kaca arloji .

3. Sampel diencerkan dengan 4 .Dimasukkan ke dalam labu ukur100


ml.ditambahkan 25 ml air suling

standarisasi NaOH

16
1. asam oxalat di dalam labu ukur 2. Dimasukkan sampel ke dalam

Dipipet 10 ml erlenmeyer 250 ml

3. ditambahkan indikator 4. Sementara itu masukan NaOH


kedalam buret bersih.

17
5. nol kan volume NaOH 6. Lakukan titrasi sampai berubah
warna menjadi pink seulas.

Pembuatan larutan standar asam oxalat (cara 2 )

1. keringkan erlenmeyer.

18
2. timbang asam oxalat 0.150 3. larutkan dengan 25 ml

Menggunakan Erlenmeyer.

19
4. tambahkan indikator. 5,. Lakukan titrasi dengan NaOH

20
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan

Data Hasil percobaan

Massa asam oksalat tertimbang 0,6356 gram

Volume NaOH terpakai untuk titrasi 1. 11,3 ml

2. 10,9 ml

3. 11,2 ml

Konsentrasi asam oksalat sebenarnya 0,10089 N

Konsentrasi NaOH 0,0892 N

Tabel IV.1

IV.2 Pembahasan

Pada pembuatan larutan asam oksalat dengan normalitas 0,1 N , ditimbang 0,63
gram asam oksalat kemudian dilarutkan dengan aquades menggunakan labu ukur
sampai tanda batas dan homogenkan . Setelah itu asam oksalat akan distandarisasi
dengan larutan NaOH , Standarisasi dilakukan perorang dalam kelompok .

Standarisasi NaOH dengan asam oksalat , Larutan asam oksalat ditambahkan


beberapa tetes indicator, kemudian dititrasi sampai menghasilkan titik akhir
berwarna pink seulas.

21
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari pecobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Konsentrasi asam oksalat sebenarnya adalah 0,10089 N

2. Konsentrasi NaOH 0,0892 N

3. Volume NaOH terpakai untuk titrasi dengan asam oksalat sampai


mencapai titik akhir adalah 11,3 ml

V.2 Saran

Agar mendapatkan hasil yang akurat sebaiknya hati-hati dalam titrasi dan
menetapkan tercapainya hasil akhir dari titrasi .

22
LAMPIRAN
PERHITUNGAN

1. Menghitungkonsentrasiasamoksalat
𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 1000
N= ×
𝐵𝐸 100
0,6345 1000
= ×
63 100
6,345
= 63

= 0,1007 N
2. MenhitungkonsentrasiNaOH
V.NaOH X N.NaOH =V.Oksalat X N.Oksalat
11,6 ml X N.NaOH = 10 ml X 0,1007 N
N.NaOH= 10,6 X 0,1007
10
= 0,0868 N

V.NaOH X N.NaOH =V.Oksalat X N.Oksalat

11,9 ml X N.NaOH = 10 ml X 0,1007 N

N.NaOH = 10,9 X 0,1007


10
= 0,0840 N

V.NaOH X N.NaOH =V.Oksalat X N.Oksalat

13,0 ml X N.NaOH = 10 ml X 0,1007 N

N.NaOH = 13,0 X 0,1007


10
= 0,0770 N

23
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat yang bila dilarutkan
dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai ion
positif. Sedangkan basa secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat yang
bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion OH-
sebagai ion negatif.

Kesetimbangan asam basa merupakan suatu topik yang sangat penting dalam
kimia dan bidang-bidang lain yang mempergunakan kimia, seperti biologi,
kedokteran dan pertanian. Titrasi yang menyangkut asam dan basa sering disebut
asidimetri – alkalimetri. Sedangkan untuk titrasi atau pengukuran lain-lain sering
juga dipakai akhiran –ometri menggantikan –imetri. Kata metri berasal dari
bahasa Yunani yang berarti ilmu atau proses atau seni mengukur. Pengertian
asidimetri dan alkalimetri secara umum ialah titrasi yang menyangkut asam dan
basa.

Pereaksi atau larutan yang selalu dijumpai di laboratorium dimana pembakuannya


dapat ditetapkan berdasarkan pada prinsip netralisasi asam – basa (melalui asidi –
alkalimetri) diantaranya adalah HCl, H2SO4, NaOH, KOH dan sebagainya. Asam
dan basa tersebut memiliki sifat-sifat yang menyebabkan konsentrasi larutannya
sukar bahkan tidak mungkin dipastikan langsung dari proses hasil pembuatan atau
pengencerannya. Larutan ini disebut larutan standar sekunder yang konsentrasinya
ditentukan melalui pembakuan dengan suatu standar primer.

Asidi-alkalimetri berperan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena


itu, untuk lebih memahami konsep peniteran asidi – alkalimetri dan mengetahui
konsentrasi standar dari zat yang dianalisa maka perlu dilakukan peniteran dengan
menggunakan suatu standar primer, misalnya larutan asam oksalat.

24
Reaksi penetralan dapat digunakan untuk menetapkan kadar atau konsentrasi
suatu larutan asam atau basa. Penetapan kadar suatu larutan disebut titrasi asam–
basa. Titrasi adalah penambahan larutan standar (larutan yang telah diketahui
dengan tepat konsentrasinya) ke dalam larutan lain (analyt) dengan bantuan
indikator sampai tercapai titik ekuivalen (kondisi dimana saat analyt tepat
bereaksi dengan larutan standar). Titrasi dihentikan tepat pada saat indikator
menunjukkan perubahan warna yang disebut titik akhir titrasi.

Dalam titrasi digunakan larutan yang relatif encer, maka untuk menetukan kadar
asam cuka perdagangan, cuka harus diencerkan. Jika tidak diencerkan maka akan
memerlukan larutan NaOH yang terlalu banyak sehingga tidak praktis dan tidak
mempunyai ketelitian yang baik.

I.2 Tujuan Percobaan

1. Dapat menentukan kadar boraks dalam makanan.

2. Mengetahui proses titrasi pada kadar boraks.

3. Dapat menstndarisasi HCL dengan natrium boraks.

4. Dapat melakukan titrasi dengan baik dan benar.

25
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
yang dikenal sebagai pemeberi rasa asam dan aroma pada makanan. Asam cuka
memiliki rumus kimia yaitu CH3COOH, asam asetat murni (asam asetat glacial)
adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Larutan
CH3COOH dalam air merupakan asam lemah, artinya hanya terdisosiasi menurut
reaksi:

CH3COOH H+ + CH3COO-

Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industry yang penting.
Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilenaterftalat,
selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain.
Dalam industry makanan asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di
rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air.
Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton/tahun.
1,5 juta ton/tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industry
petrokimia maupun dari sumber hayati.Penentuan kadar cuka pada makanan dapat
ditentukan dengan menggunakan metode titrasi netralisasi dengan menggunakan
indicator fenolftalein (PP). Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai
“titran” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah
diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan didalam
“buret” . Baik titer maupun titran biasanya berupa larutan.Titrasi asam basa
merupakan analisis kuantitatif untuk menentukan molaritas larutan asam atau
basa. Zat yang akan ditentukan molaritasnya

dititrasi oleh larutan yang molaritasnya diketahui (larutan baku atau larutan
standar) dengan tepat dan disertai penambahan indikator. Fungsi indikator di sini
untuk mengetahui titik akhir titrasi. Jika indikator yang digunakan tepat, maka
indikator tersebut akan berubah warnanya pada titik akhir titrasi.Titrasi asam basa
merupakan metode penentuan molaritas asam dengan zat penitrasi larutan basa

26
atau penentuan molaritas larutan basa dengan zat penitrasi larutan asam. Titik
akhir titrasi atau “titik ekuivalen” (pada saat indikator berubah warna) diharapkan
mendekati titik ekuivalen titrasi, yaitu kondisi pada saat larutan asam tepat
bereaksi dengan larutan basa.

Pemilihan indikator yang tepat merupakan syarat utama saat titrasi.Jika indikator
yang digunakan berubah warna pada saat titik ekiuvalen,maka titik akhir titrasi
akan sama dengan titik ekuivalen. Akan tetapi, jika perubahan warna indikator
terletak pada pH di mana zat penitrasi sedikit berlebih, maka titik akhir titrasi
berbeda dengan titik ekuivalen.Indikator yang lebih dianjurkan yaitu fenolftalein
(PP) karena memberikan perubahan warna yang lebih jelas yaitu warna merah
muda dari yang tidak berwarna (trayek pH=8,2-10,0).

Pada saat titik ekuivalen proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume
titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut.Dengan menggunakan data
volume titrasi, volume dan konsentrasi titer maka dapat menghitung kadar titrasi.
Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa
dan garam. Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila
dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen
sebagai satu-satunya ion positif.

Sebenarnya ion hidrogen (proton) tak ada dalam larutan air. Setiap proton
bergabung dengan satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasang
elektron bebas yang terdapat pada oksigen dari air, dan terbentuk ion-ion
hidronium :

H+ + H2O → H3O+

Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan
dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai
satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti natrium
hidroksida atau kalium hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air
yang encer :

Karena itu basa-basa ini adalah basa kuat. Di lain pihak larutan air amonia,
merupakan suatu basa lemah. Bila dilarutkan dalam air, amonia membentuk
amonium hidroksida, yang berdisosiasi menjadi ion amonium dan ion hidroksida

27
:Namun lebih tepat untuk menulis reaksi itu sebagai Karena itu, basa kuat
merupakan elektrolit kuat, sedang basa lemah merupakan elektrolit lemah. Tetapi
tak ada pembagian yang tajam antara golongan-golongan ini, dan sama halnya
dengan asam, adalah mungkin untuk menyatakan kekuatan basa secara kuantitatif.

Menurut definisi yang kuno, garam adalah hasil reaksi antara asam dan basa.
Proses-proses semacam ini disebut netralisasi. Definisi ini adalah benar, dalam
artian, bahwa jika sejumlah asam dan basa murni ekuivalen dicampur, dan
larutannya diuapkan, suatu zat kristalin tertinggal, yang tak mempunyai ciri-ciri
khas suatu asam maupun basa. Zat-zat ini dinamakan garam oleh ahli-ahli kimia
zaman dulu. Jika persamaan reaksi dinyatakan sebagai interaksi molekul-molekul.

Pembentukan garam seakan-akan merupakan hasil dari suatu proses kimia sejati.
Tetapi ini sebenarnya tidak tepat. Kita tahu bahwa baik asam (kuat) maupun basa
(kuat), serta pula garam hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan. Sedangkan
air, yang juga terbentuk dalam proses ini, hampir-hampir tak berdisosiasi sama
sekali. Karena itu, lebih tepat untuk menyatakan reaksi netralisasi sebagai
penggabungan ion-ion secara kimia Dalam persamaan ini, ion Na+ dan Cl- tampil
pada kedua sisi. Karena dengan demikian tak ada terjadi apa-apa dengan ion-ion
ini, persamaan ini dapat disederhanakan menjadi

Yang menunjukkan bahwa hakekat suatu reaksi asam-basa (dalam larutan air)
adalah pembentukan air. Ini ditunjukkan oleh fakta, bahwa panas netralisasi
adalah kurang lebih sama (56,9 KJ) untuk reaksi suatu mol setiap asam kuat dan
basa kuat yang sembarang. Garam adalah wujud padat dibangun oleh ion-ion,
yang tersusun dalam pola yang teratur dalam kisi kristalnya.

Zat-zat amfoter, atau amfolit, mampu melangsungkan reaksi netralisasi baik


dengan asam maupun basa (lebih tepatnya, baik dengan ion hidrogen maupun ion
hidroksil). Misalnya, aluminium hidroksida bereaksi dengan asam kuat, pada
mana ia melarut dan ion aluminium terbentuk Dalam reaksi ini aluminium
hidroksida bertindak sebagai basa. Di lain pihak, aluminium hidroksida juga bisa
dilarutkan dalam natrium hidroksida Pada mana ion tetrahidroksoaluminat
terbentuk. Dalam reaksi ini aluminium hidroksida berperilaku sebagai asam. (G.
Shevla, Ph.D, D.Sc, F.R.I.C. 1985)

28
Bila suatu asam dan suatu basa yang masing-masing dalam kuantitas yang
ekuivalen secara kimiawi, dicampur akan dihasilkan suatu reaksi penetralan, yang
menghasilkan suatu larutan garam dalam air. Larutan ini akan benar-benar netral
jika asam dan basa itu sama kuat ; kalau tidak, akan diperoleh larutan asam lemah
atau basa lemah. Konsentrasi suatu larutan asam atau basa yang anu (unknown)
dapat ditentukan dengan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya diketahui.
Teknik semacam itu disebut analisis volumetri. (Kleinfetter. 1987)

Volumetri adalah cara analisis jumlah berdasarkan pengukuran volume larutan


pereaksi berkepekatan tertentu yang direaksikan dengan larutan contoh yang
sedang ditetapkan kadarnya. Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan
ditambahkan dari buret sedikit demi sedikit, sampai jumlah zat-zat yang
direaksikan tepat menjadi akivalen satu sama lain. Pada saat titran yang
ditambahkan tampak telah ekivalen, maka penambahan titran harus dihentikan;
saat ini dinamakan titik akhir titrasi. Larutan yang ditambahkan dari buret disebut
titran, sedangkan larutan yang ditambah titran itu disebut titrat. Dengan jalan ini,
volume/berat titran dapat diukur dengan teliti dan bila konsentrasi juga diketahui,
maka jumlah mol titran dapat dihitung. Karena jumlah titrat ekivalen dengan
jumlah titran, maka jumlah mol titrat dapat diketahui pula berdasar persamaan
reaksi dan koefisiennya. Perhatikanlah sekali lagi arti ungkapan ”pereaksi telah
ekivalen”, yang berarti: telah tepat banyaknya untuk menghabiskan zat yang
direaksikan. Titran dan titrat tepat saling menghabiskan; tidak ada kelebihan yang
satu maupun yang lain. Ini tidak selalu berarti, bahwa pereaksi dan zat yang
direaksikan telah sama banyak, baik volume maupun jumlah gram atau mol-nya.
Hal ini jelas, sebab jumlah yang bereaksi ditentukan oleh persamaan reaksi.
(Harjadi. 1987)

Salah satu macam titrasi adalah titrasi asidimetri-alkalimetri, yaitu titrasi yang
menyangkut asam dan/atau basa. Bila kita mengukur berapa mL larutan bertitar
tertentu yang diperlukan untuk menetralkan larutan basa yang kadar atau titernya
belum diketahui, maka pekerjaan itu disebut asidimetri. Peniteran sebaliknya,
asam dengan basa yang titernya diketahui disebut alkalimetri. Dalam titrasi ini
perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan cara perhitungan
ialah perubahan pH titrat.

29
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi ini ialah :

1. asam dengan basa (reaksi penetralan); agar kuantitatif, maka asam


dan/atau basa yang bersangkutan harus kuat.

2. asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah); agar kuantitatif,


asam harus kuat dan garam itu harus terbentuk dari asam lemah sekali.

3. basa dengan garam; agar kuantitatif, basa harus kuat dan garam harus
terbentuk dari basa lemah sekali; jadi berdasar pembentukan basa lemah
tersebut. (Harjadi. 1987)

4. Berikut syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil


Konsentrasi titran harus diketahui. Larutan seperti ini disebut larutan
standar.

5. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus
diketahui.

6. Titik stoikhiometri atau ekivalen harus diketahui. Indikator yang


memberikan perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang
sering digunakan. Titik pada saat indikator berubah warna disebut titik
akhir.

Tujuan : memilih indikator yang memiliki titik akhir bertepatan dengan titik
stoikhiometri.

Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui
setepat mungkin. (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)

Proses titrasi asam – basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang
dianalisis sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan. Gambar yang diperoleh
tersebut disebut kurva pH, atau kurva titrasi.

Larutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH.


Misalnya bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula
rendah dan selama titrasi terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur
pH (pH-meter) pada awal titrasi, yakni sebelum ditambah basa dan pada waktu-

30
waktu tertentu setelah titrasi dimulai, maka kalau pH dialurkan lawan volume
titran, kita peroleh grafik yang disebut kurva titrasi.

Bila suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi,
maka :

1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen
dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi.

2. Perubahan warna itu harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada
keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan.

Untuk memenuhi pernyataan (1), maka trayek indikator harus mencakup pH


larutan pada titik ekivalen, atau sangat mendekatinya; untuk memenuhi
pernyataan (2), trayek indikator tersebut harus memotong bagian yang sangat
curam dari kurva.

Indikator Asam - Basa

Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Misalnya biru bromtimol (bb); dalam larutan asam ia
berwarna kuning, tetapi dalam lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam
keadaan asam dinamakan warna asam dari indikator (kuning untuk bb), sedang
warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna basa.

Akan tetapi harus dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang
atau lebih dari tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih
besar dari trayek indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan.

Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator


mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan
warna pada range pH yang berbeda. (Khopkar. 2003)

Kebanyakan indikator asam basa adalah molekul kompleks yang bersifat asam
lemah dan sering disingkat dengan HIn. Mereka memberikan satu warna berbeda
bila proton lepas. (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005).

31
Contoh : Fenolftalein, indikator yang lazim dipakai, tak berwarna dalam bentuk
Hin-nya dan berwarna pink dalam bentuk In, atau basa. Struktur Fenolftalein,
sering disingkat PP.

32
BAB III

METODELOGI PERCOBAAN

III.1 Alat

III.1.1 Botol timbang

Botol yang digunakan untuk menimbang larutan

III.1.2 Pipet ukur 10 ml

Pipet yang digunakan untuk mengambil larutan max 10 ml

III.1.3 Pipet takar 10 ml

Pipet yang digunakan untuk menakar larutan max 10 ml

III.1.4 Buret 50 ml

Tempat larutan penitran

III.1.5 Erlenmeyer

Untuk tempat titrat dalam titrasi

III.1.6 Batang pengaduk

Untuk menghomogenkan larutan

III.1.7 Labu ukur

Untuk pengukur larutan dalam labu

III.1.8 Corong

Untuk memasukan larutan

III.1.9 Gelas piala

Untuk wadah larutan

III.2 Bahan

III.2.1 NaOH

33
Untuk sampel yang akan di standarisasi

III.2.2 CH3COOH

Untuk sampel dalam pratikum ini

III.2.3 Aquades

Sebagai pelarut dalam membuat larutan

III.2.4 Fenolptalein, metil merah dan fenol merah

Sebagai indikator dalam pratikum ini

III.3 Prosedur Kerja

III.3.1 Penyiapan larutan contoh

III.3.1.1 Siapkan beberapa larutan contoh cuka dapur (paling sedikit dua contoh
dari merk yang berbeda).

III.3.1.2 Siapkan pipet yang telah bersih. Pipet 10 ml larutan cuka dapur, masukan
ke dalam labu ukur 100 ml. Encerkan larutan di dalam labu ukur sampai
tanda batas. Homogenkan dengan cara mengocok (15x kocokan).

III.3.1.3 Lakukan hal yang sama untuk contoh cuka dapur yang lain. Beri label
pada masing-masing larutan contoh.

III.3.2 Penentuan kadar asam cuka dalam contoh

III.3.2.1 Siapkan peralatan untuk titrasi, bilas buret dengan larutan dengan NaOH
yang telah di ketahui konsentrasinya dengan pasti.

III.3.2.2 Pipet masing-masing 10 ml larutan contoh yang pertama, kemudian ke


dalam 2 labu erlenmeyer yang berbeda. Bilaslah dinding dalam
erlenmeyer dengan mengggunakan aquades, tetesi dengan beberapa
indikator yang anda pilih.

III.3.2.3 Lakukan titrasi sampai titik akhir titirasi tercapai, catat hasil semua
pekerjaan anda dalam lembar pengamatan. Bila hasil titrasi yang
pertama dengan yang kedua tidak jauh berbeda (lebih dari 0,10 ml )
ulangi pekerjaan titrasi sampai diperoleh perbedaan yabng tidak begitu
berarti.

34
III.3.2.4 Lakukan titrai dengan cara yang sama untuk contoh larutan cuka dapur
yang lainya

III.3.2.5 Hitung kadar asam cuka contoh.

III. 4 Skema kerja

A. Penyiapan Larutan Contoh

1. Dipipet 10 ml sampel asam cuka 2. Dimasukkan ke dalam labu

dapur pada botol. ukur 100 ml

35
3. Asam cuka diencerkan di dalam 4. Larutan dihomogenkan sampai

labu ukur sampai tanda batas 15 x.

B. Penentuan Kadar Asam Asetat dalam Sampel

1. Sampel asam cuka dipipet 10 ml 2. Sampel dimasukkan ke dalam

di dalam labu ukur erlenmeyer

36
3. Diteteskan 1-2 tetes Indikator PP

4. Sampel dititrasi dengan NaOH

5. Dilakukan sampai titik akhir titrasi dan dihitung kadar asam asetat sampel.

37
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan

Dari percobaan didapatkan hasil :

1. Berat asam oksalat tertimbang 0,3188 gram

2. Volume asam cuka merek segitiga

Percobaan 1 : 3,50 ml

Percobaan 2 : 3,40 ml

3. Volume asam cuka merek sendok

Percobaan 1 : 8,00 ml

Percobaan 2 : 8,10 ml

Dari data-data yang sudah didapatkan maka kita dapat mengetahui kadar asam
asetat dalam larutan sampel dengan menggunakan rumus :
Fp (Mg Asetat x 10¯³)
% asetat = x 100%
ml asetat .BJ asetat

Hasil kadar asam asetat produk cuka segitiga


2
10 (17,512 X 10¯ )
% asetat = x 100%
10 x 1,049

= 1,67 %

Hasil percobaan lebih kecil kadar asam cukanya di bandingkan kadar asam cuka
literaturnya .

Hasil kadar asam asetat produk cuka merek sendok

10 (40,8614 x 10ˉ³)
% asetat = x 100 %
1,049

= 4,00 %

38
Begitu juga dengan larutan cuka produk sendok memiliki kadar asam asetat yang
kecil di bandingkan dengan literaturnya yaitu 5 %

IV.2 Pembahasan

Pada analisa kadar asam cuka sebelum kita melakukan titrasi terlebih dahulu asam
cuka tersebut kita encerkan dengan aquades.. Pada proses pengenceran asam cuka
, pada labu ukur dimasukkan 10 ml larutan sampel cuka kemudian dilarutkan
dengan aquades sampai menunjukkan tanda batas pada labu ukur , kemudian
homogenkan larutan dengan cara kocok 15 kali.

Setelah proses pengenceran baru lakukan proses titrasi dengan menggunakan


larutan NaOH 50 ml sebagai larutan sekunder dan larutan cuka (sampel) 10 ml
sebagai larutan primernya. Larutan primer tersebut ditambahkan beberapa tetes
indicator PP

39
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

1) Kadar asam (persen) asam cuka yang dianalisa pada pratikum ini rendah
dari asam cuka pada umumnya .

2) Reaksi yang terjadi

(COOH)2.2 H2O + NaOH → C2H2O4 + 2 H2O

CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O

3) Kadar asam cuka produk segitiga dalam percobaamenurut n adalah 1,67


sedangkan kadar asam produk sendok 4,00%

V.2 Saran

Sebaiknya dalam pratikum kita harus lebih hati-hati dalam melakukan titrasi
karena satu tetes saja yang berlebih maka akan mempengaruhi titik akhir titrasi
dan juga bakal berpengaruh juga terhadap konsentrasi yang kita cari

40
JAWABAN PERTANYAAN

1. Perhatikan label cuka yang anda analisis, Bandingkan kadar asam cuka yang
tertera di label dengan sebenarnya menurut analisis yang telah dilakukan !!
Jawab :
kadar asam cuka pada label 5% , kadar cuka analisis adalah 4% . kadar asam
cuka yang tertera berbeda 1% dengan yang dianalisis.
2. Bila ada perbedaan , apa yang dapat anda lakukan atau sarankan kepada
konsumen ?
Jawab :
Supaya hati-hati dalam memilih cuka makanan agar terhindar dari penipuan
dan tidak salah dalam pengencerannya untuk dikonsumsi karena kadar asam
yang berlebih pada asam cuka bila dikonsumsi sering-sering dalam kehidupan
dapat membawa factor-faktor buruk bagi kesehatan, contohnya : membuat
gigi keropos dan lain sebagianya.

41
LAMPIRAN PERHITUNGAN

PENETAPAN ASAM CUKA DALAM CONTOH MAKANAN

Menentukankadarasamcuka

1. Kadar asam cuka merek SEGITIGA


3,50 ml+3,40 ml
Volume NaOH total terpakai = = 3,45 ml
2

100 ml
Fp = = 10
10 ml
Mg Asetat = ( N.V )NaOH . BE Asetat
= ( 0,0846 N . 3,45 ml ) . 60
= 17, 5122

Fp .Mg Asetat x 10¯³


% Asetat = x 100%
ml Asetat .BJ Asetat
10 .17,5122 x 10¯³
= x 100 %
10. 1,049

= 1,67 %
2. Asam cuka merek SENDOK
8,00 ml+8,01 ml
Volume NaOH total terpakai = = 8,005 ml
2

Fp .Mg Asetat x 10¯³


% Asetat = x 100%
ml Asetat .BJ Asetat
3
10 .(0,0846 N .8,005 )x 10¯ .60
= x 100 %
10. 1,049

= 4,00 %

42
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat pengetahuan yang rendah mengenai bahan pengawet merupakan factor


utama penyebab penggunaan boraks.Pada produk makanan beberapa survei
menunjukkan alasan produsen menggunakan boraks sebagai bahan pengawet
karena daya awet dan mutu yang dihasilkan menjadi lebih baik atau bagus . Saat
murahnya harga boraks mereka tidak peduli bahaya yang ditimbulkannya .

Hal tersebut ditinjau dari prilaku konsumen yang cenderung membeli makanan
berharga murah tanpa mengidentifikasi kualitasnya. Dengan demikian
penggunaan boraks pada makanan dianggap hal biasa.Sulitnya membedakan
produk yang dibuat dengan penambahan product boraks juga menjadi salah satu
factor pendorong prilaku konsumen tersebut.

Maraknya kasus zat pengawet pada produk makanan seperti pada mie,tahu dan
ikan asin sungguh memprihatinkan dibalik nikmatnya hidangan tersebut zat kimia
bebahaya ikut menyelinap di dalamnya dan masuk ke tubuh kita . Namun kita
sebagai konsumen sulit untuk menentukan apakah makanan yang kita santap
mengandung boraks atau tidak.

Kandungan boraks hanya dapat diketahui melalui uji laboratorium oleh karena itu
pratikum ini perlu dilakukan untuk mengetahui uji kandungan boraks pada
beberapa produk pangan .

Uji kandungan boraks pada pratikum ini kami lakukan pada pengujian bakso yang
terdiri dari bakso warung,bakso kemasan ,dan bakso keliling . Setelah itu kami
akan menguji dari beberapa bakso itu dan kami akan menentukan pada bakso
yang bagaimanakah yang mengandung boraks.

Tingkat pengetahuan yang rendah mengenai bahan pengawet merupakan faktor


utama penyebab penggunaan boraks pada produk makanan. Beberapa survei
menunjukkan, alasan produsen menggunakan boraks sebagai bahan pengawet

43
karena daya awet dan mutu yang dihasilkan menjadi lebih bagus, serta murah
harganya, tanpa peduli bahaya yang dapat ditimbulkan.

Hal tersebut ditunjang oleh perilaku konsumen yang cenderung membeli makanan
berharga murah, tanpa mengindahkan kualitas. Dengan demikian, penggunaan
boraks pada produk makanan dianggap hal biasa. Sulitnya membedakan produk
yang dibuat dengan penambahan boraks juga menjadi salah satu faktor pendorong
perilaku konsumen tersebut.

Maraknya kasus zat pengawet pada produk makanan seperti pada mie, tahu, dan
ikan asin sungguh memprihatinkan. Dibalik nikmatnya hidangan tersebut, zat
kimia berbahaya ikut menyelinap masuk ke tubuh kita. Namun kita sebagai
konsumen sulit untuk menentukan apakah makanan yang kita santap mengandung
boraks atau tidak. Kandungan boraks hanya bisa diketahui melalui uji
laboratorium. Oleh karena itu praktikum ini perlu dilakukan untuk mengetahui uji
kandungan boraks pada beberapa produk pangan.

1.2 Tujuan Percobaan

1.2.1 Membuat larutan standar HCL dari HCL pekat

1.2.2 Membuat larutan standar NaOH dan pengenceran larutan

1.2.3 Menerapkan larutan standar dalam analisis kuantitatif

1.2.4 Menganalisis kandungan boraks dalam sampel makanan

1.2.5 Mengetahui konsentrasi tepat dari natrium

1.2.6 Mengetahui konsentrasi tepat dari HCL

44
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Boraks

Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7).


berbentuk padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam
borat (H3BO3). Dengan demikian bahaya boraks identik dengan bahaya asam
borat (Khamid, 1993).

Senyawa-senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut :


jarak lebur sekitar 171oC. Larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air
mendidih, 5 bagian gliserol 85%, dan tidak larut dalam eter. Kelarutan dalam air
bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tartrat. Mudah
menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 1000
C yang secara perlahan berubah menjad asam metaborat (HBO2). Asam borat
merupakan asam lemah dengan garam alkalinya bersifat basa, mempunyai bobot
molekul 61,83 berbentuk serbuk halus kristal transparan atau granul putih tak
berwarna dan tak berbau serta agak manis (Khamid, 2006).

II.2 Karakteristik Boraks

Boraks atau Natrium tetraborat memiliki berat molekul 381,37. Rumus molekul
Na2B4O7.10H2O. Pemeriannya berupa hablur transparan tidak berwarna atau
serbuk hablur putih; tidak berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalein.
Pada waktu mekar di udara kering dan hangat, hablur sering dilapisi serbuk warna
putih. Kelarutan boraks yaitu larut dalam air; mudah larut dalam air mendidih dan
dalam gliserin; tidak larut dalam etanol (Ditjen POM, 1995).

Natrium tetraborat mengandung sejumlah Na2B4O7 yang setara dengan tidak


kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % Na2B4O7.10H2O. Larutan boraks

45
bersifat basa terhadap fenolftalein, mudah larut dalan air mendidih dan dalam
gliserin; tidak larut dalam etanol (Ditjen POM 1995).

II.3 Fungsi Boraks

Baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang
menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya
dalam obat biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut,
bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder,
bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Khamid, 2006).

Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada
boraks. Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang
dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur,
semprot hidung dan salep luka kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau
digunakan pada bekas luka luas, karena beracun bila terserap oleh tubuh (Winarno
dan Rahayu, 1994).

Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai


pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai
makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan
pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur
makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan (Vepriati,
2007).

II.4 Macam-macam Metode Uji Boraks

II.4.1 Uji Kualitatif

Beberapa uji kualitatif untuk boraks, antara lain: reaksi dengan H2SO4 dan
metanol pada abu sampel; reaksi kertas tumerik dan amonia dengan penambahan
H2SO4dan etanol; dan reaksi H2SO4 pada larutan sampel. Reaksi dengan
H2SO4 (P) dan metanol pada sampel yang telah diabukan dalam tanur akan
menghasilkan nyala berwarna hijau jika dibakar; reaksi dengan asam oksalat dan
kurkumin 1% dalam metanol dengan penambahan amonia pada larutan abu yang

46
bersifat asam akan menghasilkan warna merah cemerlang yang berubah menjadi
hijau tua kehitaman (Balai Besar POM, 2007).

Pencelupan kertas tumerik ke dalam larutan sampel yang bersifat asam. Jika
terdapat Na2B4O7 atau H3BO3, maka kertas berwarna merah akan berubah
menjadi hijau biru terang (Cahyadi, 2006). Pencelupan kertas tumerik ke dalam
larutan asam dari sampel menghasilkan coklat merah intensif ketika kertas
mengering, yang berubah menjadi hijau kehitaman jika diberi larutan amonia;
reaksi dengan penambahan H2SO4 dan etanol pada sampel, akan menghasilkan
nyala hijau jika dibakar (Clarke, 2004).

Reaksi dengan H2SO4 dan metanol pada larutan sampel dalam akuades bebas
CO2 akan menghasilkan nyala hijau jika dibakar; dan penambahan phenolftalein
ke dalam larutan sampel dalam akuades bebas CO2 menghasilkan warna merah
yang hilang dengan penambahan 5ml gliserol (British Pharmacopoeia, 1988).

Reaksi dengan H2SO4 (P) dan metanol pada sampel yang telah disentrifugasi akan
menghasilkan nyala berwarna hijau jika dibakar; reaksi dengan asam oksalat dan
kurkumin 1% dalam metanol dengan penambahan amonia pada larutan abu yang
bersifat asam akan menghasilkan warna merah cemerlang yang berubah menjadi
hijau tua kehitaman ( Modifikasi Balai Besar POM, 2007).

II.4.2 Uji Kuantitatif

Beberapa uji kuantitatif untuk boraks, yaitu: metode titrimetri; titrasi asam basa;
titrasi dengan penambahan manitol; dan metode spektrofotometri. Penetapan
kadar asam borat dalam pangan dengan metode titrimetri, yaitu dengan titrasi
menggunakan larutan standar NaOH dengan penambahan gliserol akan
menghasilkan warna merah muda yang mantap pada titik akhir titrasi (Helrich,
1990).

Penetapan kadar boraks dalam sampel berdasarkan titrasi asam basa dengan
menggunakan larutan standar HCl (USP, 1990). Penetapan Kadar boraks dalam
sampel dengan penambahan manitol dan indikator phenolftalein dititrasi
menggunakan larutan NaOH menghasilkan larutan merah muda pada titik akhir

47
titrasi (British Pharmacopoeia, 1988). Penetapan kadar boraks dengan
spektrofotometri, dengan mengukur serapan dari destilasi larutan sampel yang
diberi larutan kurkumin dan etanol menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang maksimum 542 nm (Zulharmita, 1995).

II.5 Karakteristik Sampel

II.5.1 Tahu

Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan digemari di


Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu produk
olahan kedelai yang berasal dari daratan Cina. Pembuatan tahu dan susu kedelai
ditemukan oleh Liu An pada zaman pemerintahan Dinasti Han, kira-kira 164
tahun sebelum Masehi (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Kata tahu berasal dari bahasa
Cina yaitu tao-hu, teu-hu/tokwa. Kata tao/teu berarti kacang untuk membuat tahu,
orang menggunakan kacang kedelai kuning (putih) yang disebut wong-
teu (wong = kuning). Hu/kwa itu artinya rusak, lumat, hancur, menjadi bubur.
Kedua istilah itu digabungkan menjadi tahu. Pengertian tahu adalah makanan
yang terbuat dari kedelai yang dilumatkan atau dihancurkan menjadi bubur
(Kastyanto 1999).

Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui
proses pengolahan kedelai (Glycne species) dengan prinsip pengendapan protein,
dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (SNI 1998). Sedangkan
menurut Shurtleff dan Aoyagi (2001), tahu adalah gumpalan protein dari susu
kedelai yang telah dipisahkan dari bagian yang tidak menggumpal (whey) dengan
cara pengepresan.

Tahu terdiri dari berbagai jenis, yaitu tahu putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu
cina, tahu keras, dan tahu kori (Sarwono dan Saragih 2003). Perbedaan dari
berbagai jenis tahu tersebut ialah pada proses pengolahannya dan jenis
penggumpal yang digunakan.

Komposisi zat gizi dalam tahu cukup baik. Tahu mempunyai kadar protein
sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya yang dinyatakan sebagai NPU sebesar

48
65% (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tahu juga mempunyai daya cerna yang sangat
tinggi karena serat dan karbohidrat yang bersifat larut dalam air sebagian besar
terbuang pada proses pembuatannya. Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu dapat
dikonsumsi dengan aman oleh semua golongan umur dari bayi hingga orang
dewasa, termasuk orang yang mengalami gangguan pencernaan (Shurtleff dan
Aoyagi 2001). Komposisi kimia pada tahu dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan
syarat mutu tahu berdasarkan Standar Nasional Indonesia 01-3142-1998.

Komposisi Satuan Jumlah

Energi Kal 68

Air G 84.8

Protein G 7.8

Lemak G 4.6

Karbohidrat G 1.6

Kalsium Mg 124.0

Fosfor Mg 63.0

Besi Mg 0.8

Vitamin B1 Mg 0.06

Komposisi kimia dalam 100 g tahu (Direktorat Gizi Depkes RI 1981).

II.5.2 Lontong

Lontong adalah makanan khas Indonesia yang terbuat dari beras dibungkus dalam
daun pisang dan direbus dalam air selama beberapa jam dan jika air habis
dituangkan air lagi demikian berulang samapi beberapa kali. Cara pembuatan
lontong lebih mudah dari ketupat. Karena direbus dalam daun pisang, lontong
dapat berwarna hijau di luarnya, sedangkan berwarna putih didalamnya. Lontong
banyak ditemui diperbagai daerah di Indonesia sebagai makanan alternative

49
pengganti nasi putih. Walau juga dibuat dari beras, lontong memiliki aroma yang
khas.

II.5.3 Ikan Asin

Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung
asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya
mencapai 90 persen, dengan jaringan pengikat sedikit sehigga mudah dicerna
(Adawyah,2007). Ikan merupakan komoditi ekspor yang mudah mengalami
pembusukan dibandingkan produk daging, buah dan sayuran. Pembusukan pada
ikan terjadi karena beberapa kelemahan dari ikan yaitu tubuh ikan mengandung
kadar air tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati netral, sehingga memudahkan
tumbuhnya bakteri pembusuk, daging ikan mengandung asam lemak tak jenuh
berkadar tinggi yang sifatnya mudah mengalami proses oksidasi sehingga
seringkali menimbulkan bau tengik, jaringan ikat pada daging ikan sangat sedikit
sehingga cepat menjadi lunak dan mikroorganisme cepat berkembang.

Oleh karena beberapa kelemahan tersebut, para produsen melakukan


penghambatan kebusukan dari ikan dengan membuat kondisi lingkungan yang
tidak sesuai dengan pertumbuhan mikroba, sehingga mikroba dapat ditekan
pertumbuhannya. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan proses
penggaraman dan pengeringan yang kemudian hasil produksinya disebut dengan
ikan asin. Ikan asin diproduksi dari bahan ikan segar atau ikan setengah basah
yang ditambahkan garam 15-20%. Walaupun kadar air didalam tubuh ikan masih
tinggi 30-35 persen, namun ikan asin dapat disimpan agak lama karena
penambahan garam yang relatif tinggi tersebut. Untuk mendapatkan ikan asin
berkualitas bahan baku yang digunakan harus bermutu baik, garam yang
digunakan biasanya garam murni berwarna putih bersih. Garam ini mengandung
kadar natrium chlorida (NaCl) cukup tinggi, yaitu sekitar 95 %. Komponen yang
biasa tercampur dalam garam murni adalah MgCl2 (magnesium chlorida),
CaCl2 (calsium chlorida), MgSO4 (magnesium sulfat), CaSO4 ( calsium sulfat),
lumpur, dll. Jika garam yang digunakan Mg (magnesium) dan Ca (calsium) akan
menghambat proses penetrasi garam ke dalam daging ikan, akibatnya daging ikan

50
berwarna putih, keras, rapuh dan rasanya pahit. Jika garam yang digunakan
mengandung Fe (besi) dan Cu (tembaga) dapat mengakibatkan ikan asin berwarna
coklat kotor atau kuning (Djarijah, 1995).

II.5.4 Cilok

Pentol cilok adalah makanan ringan yang menyerupai pentol dan terbuat dari
tepung kanji, berasa gurih dan kenyal. Awalnya makanan ini merupakan khas dari
Jawa Barat, namun sekarang sudah mulai merambah kedaerah lain. Cilok
termasuk makanan jajanan. Makanan jajanan menurut FAO didefisinikan sebagai
makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di
jalanan dan di tempat tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau
dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.

Perlu diwaspadai akan kemananpangan dari pentol cilok tersebut, karena biasanya
pentolcilok dijual dalam keadaan terbuka dan dibiarkan dalamwaktu yang lama,
sehingga memungkinkan terjadinyacemaran oleh mikroba. Cemaran oleh
mikroba pada pentol cilok juga di pengaruhi oleh sanitasi selama proses
pengolahan serta higiene dari penjamah makanan. Selain cemaran oleh mikroba,
keamanan pangan pentol cilok juga dipengaruhi oleh bahan-
bahan yang digunakan, kualitas dari bahan-bahan tersebut, penggunaan bahan
tambahan makanan serta keberadaan bahan berbahaya dalam pembuatan pentol
cilok.

II.5.5 Mie Basah

Menurut Astawan (1999), mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses
perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mencapai
52 % sehingga daya tahan simpannya relatif singkat yaitu 40 jam dalam suhu
kamar.

Zat Gizi Mie Basah Zat Gizi Mie Basah

Energy (kal) 86 Besi 0,8

51
Protein (g) 0,6 Vitamin A -

Lemak (g) 3,3 Vitamin B1 (mg) -

Karbohidrat 14 Vitamin C (mg) -


(g)

Kalsium 13 Air (mg) 80


(mg)

Komposisi Gizi Mie Basah per 100 g Bahan.

Menurut Astawan (1999), mie basah yang baik adalah mie yang secara kimiawi
mempunyai nilai kimia yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh
Departemen Perindustrian melalui SII 2046-90.

II.5.6 Bakso

Bakso merupakan produk dari protein daging, baik daging sapi, ayam ikan
maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama
garam dapur (NaCl), tepung tapioka, dan bumbu berbentuk bulat seperti kelereng
dengan berat 25-30 gram per butir. Setelah Bakso memiliki tekstur kenyal seperti
ciri spesifiknya, kualitas bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku
dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dan tepung dan proses
pembuatannya (Widyaningsih, 2006).

52
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Alat

III.1.1 Pipet takar 10 ml

Digunakan untuk memipet larutan secara teliti

III.1.2 Pipet ukur 10 ml

Untuk memipet larutan secara teliti

III.1.3 Gelas piala

Tempat meletakkan larutan

III.1.4 Erlenmeyer

Tempat larutan primer saat titrasi

III.1.5 Buret 50 ml

Tempat larutan sekunder saat titrasi

III.1.6 Botol timbang

Untuk menimbang zat

III.1.7 Batang pengaduk

Untuk mengaduk larutan

III.1.8 Labu ukur

Tempat melarutkan larutan

III.1.9 Corong

Perantara dalam memindahkan larutan

III. 2 Bahan

III.2.1 HCL Pekat

53
Larutan yang akan distandarisai

III.2.2 Na2B4O7

Larutan yang menstandarisasikan HCL

III.2.3 Aquades

Mengencerkan larutan

III.2.4 Bakso

Sampel yang akan dianalisis

III.2.5 Indikator

Fenolftalein

Metil Merah

Fenol merah

III.3 Prosedur kerja

III.3.1 Pembuatan dan standarisasi larutan HCL 0,1 N

III.3.1.1 Pipet larutan HCL pekat (hitung terlebih dahulu jumlah HCL yang
dipipet untuk mendapatkan HCL 0,1 N ) ke dalam gelas piala yang berisi
1/3 bagian paskan sampai volume larutan 1 L pengenceran larutan HCL
dilakukan dalam lemari asam .

III.3.1.2 Pipet 10 ml Na2B4O7 0,1 N ( 4 desimal ) dan masukkan ke dalam


Erlenmeyer 250 ml . Masukkan ke dalamnya 3 tetes indicator metil
merah (cara 1 ) . Timbang lebih kurang 0,400 gram Na2B4O7 dalam
Erlenmeyer 250 ml larutkan dengan 25 ml aquades (cara 2 ) . Siapkan
peralatan titrasi lakukan titrasi dengan car a duplo hitung konsentrasi
HCL

III.3.2 Penyiapan larutan sampel

III.3.2.1 Timbang 5 butir bakso secara kuantitatif haluskan dengan menggunakan


lumpang. Masukan ke dalam gelas piala 250 ml, tambahkan
kedalamnya 100 ml aquades . Panaskan beberapa saat ( sekitar 10 menit
sampai volumeny kurang lebih 50 ml ) tunggu sampai kembali dingin.

54
III.3.2.2 Masukan ke dalam labu ukur 100 ml secara kuantitatif sambil disaring
menggunakan saringan whatman . Encerkan sampai tanda batas.

III.3.3 Penentuan kadar dalam boraks

III.3.3.1 Siapkan peralatan untuk titrasi . Bilaslah buret dengan larutan HCL yang
telah diketahui konsentrasinya dengan pasti .

III.3.3.2 Pipet masing-masing 5 ml larutan sampel kemudian masukan ke dalam 2


labu erlenmeyer yang berebada. Bilaslah dinding dalam Erlenmeyer
dengan menggunakan sedikit aquades . Tetesi dengan beberapa metil
merah .

III.3.3.3 Lakukan titrasi sampai titik akhir titrasi tercapai . Bila titrasi pertama
gagal atau beda jauh dari titrasi kedua ulangi titrasi sampai perbedaan
tidak berarti

III.3.3.4 Hitunglah kadar boraks dalam larutan sampel .

III. 4 Skema kerja

III.4 .1 Pembuatan dan Standarisasi HCl 0,1 N

Dipipet HCl 0.1 N dimasukan kedalam gelas piala

55
Diencerkan HCl sampai 1/3 bagian masukan kedalam buret dan paskan
volume.

56
57
Pipet larutan murni boraks masukan 10 ml kedalam

erlenmeyer

Tambahkan indikator metil


merah lakukan titrasi cara duplo.

III. Skema kerja boraks dalam makanan

A. Penyiapan Larutan Sampel

58
Timbang 5 butir bakso secara kuantitatif.

Masukan kedalam gelas piala panaskan selama 10 menit.

Tambahkan aquades.

59
Masukan kedalam labu ukur. Encerkan sampai tanda batas.

60
Homogenkan sebanyak 15x.

B. Penentuan Kadar Boraks dalam Sampel

Pipet 5 ml sampel. Masukan dalam erlenmeyer.

61
Tambahkan indikator metil merah lakukan titrasi dengan titar HCl.

62
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan

Kelompok Nama Sampel Konsentrasi HCL Kadar Boraks

1 Bakso gerobak 0,0897 0,01331 %

2 Bakso gerobak 0,0919 0,0193 %

3 Bakso mas doyok 0,0909 0,0121%

4 Bakso warung 0,0906 0,012107%

5 Bakso mas ujang 0,0975 0,00928 %

6 a. Champ 0,0908 0,0156 %

b. Fiesta

7 a. Champ 0,0910 0,0156 %

b. Fiesta 0,0260 %

8 a. Champ 0,0853 0,0260%

b. Fiesta 0,0190 %

9 a. Champ 0,0908 0,0170 %

b. Fiesta 0,0154%

10 a. Champ 0,0917 0,1750 %

b. Fiesta 0,1050%

IV.2 Pembahasan

63
Pada percobaan pertama standarisasi HCL pertamanya encerkan HCL dan
Na2B4O7 dan titrasi kemudian tentukan konsentrasi HCL dan Na2B4O7 . Dalam
melakukan titrasi jangan sampai melebihi satu tetes karena akan mempengaruhi
hasil konsentrasnya.

Pada analisa kadar boraks dalam bakso, sebelum titrasi dilakukan terlebih dahulu
bakso digiling sampai halus kemudian masukan kedalam gelas piala beri air
sebanyak 100 ml kemudian panaskan .

Setelah mencapai suhu yang diinginkan angkat gelas piala dari penangas
kemudian dinginkan. Setelah sampel dingin ukur sampai 10 ml kemudian
masukan ke dalam Erlenmeyer serta tambahkan 3 tetes indicator MM .Baru
dilakukan titrasi dengan HCL 500 ml . Jangan sampai titrasi itu melebihi titik
akhir titrasi karena akan mempengaruhi pada penentuan kadar boraks dalam
bakso.

Hasil percobaan titrasi yang didapat :

Volume HCL : 0,5 ml

Konsentrasi HCL : 0,0908 N

Bakso tertimbang : 0,05 gram

Kadar boraks dalam bakso


NHCL .VHCL.BE Na2B4O7
% Na2B4O7 = X 100 %
mg sampel

0,0917 N .0,3 ml .191


= X 100 %
50,02 .1000

= 0,1050 %

Jadi kadar boraks dalam bakso adalah 0,1050 % . Kadar boraks masing-masing
bakso berbeda-beda kebanyakan bakso yang mengandung boraks adalah pada
bakso kemasan yaitu 0,1750 %.

64
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari pratikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Volume HCL yang terpakai adalah 11,01 ml

2. Konsentrasi HCL adalah 0,0908 N

3. Konsentrasi tepat Na2B4O7 adalah 0,1009 N

4. Dalam menentukan kadar boraks dalam bakso kami menggunakan dua


sampel bakso dengan dua merek yang berbeda yaitu champ dan fiesta .

5. Titrasi HCL dengan bakso champ volume HCL yang terpakai 0,5 ml

6. Kadar boraks champ adalah 0,1750 %

7. Dalam bakso fiesta volume HCL yang terpakai 0,3 ml

8. Kadar boraks yang terkandung adalah 0,1050 %

V.2 Saran

Dalam pratikum penentuan kadar boraks dalam bakso sebaiknya kita konsentrasi
dan melihat dengan teliti dalam menentukan titik akhir titrasi karena setetes saja
berlebih maka akan mempengaruhi hasil dari kadar boraks yang terkandung dalam
bakso tersebut.

65
JAWABAN PERTANYAAN

1. Carilahdalambeberapa literature beberapa bahan makanan lain yang


didugamengandungboraks ?
Jawab :
1. Naget
2. Mie basah
3. Cireng
4. Kerupuk
2. Sebenarnyaapakegunaanboraks yang paling utama ?
Jawab :
Boraksdipakaisebagairacunbagisemutdanseranggadanjugasebagaipengawetata
usebagaibahan antiseptic digunakanjugapada industry keramik ,
kulitdanbahan antiseptic padaselulosa .

66
LAMPIRAN PERHITUNGAN

STANDARISASI HCL DENGAN NATRIUM BORAKS DAN


PENETAPAN KADAR BORAKS

Massa Na2B4O7tertimbang : 0,4882 gram

Konsentrasi Na2B4O7

g 1000
N= x
BE V

0,4882 gram 1000


= x
191 25

= 0,1009 N

Konsentrasi HCL

V1 .N1 = V2. N2

11,01 ml . N1 = 10 ml . 0,1009 N

N1 = 0,0917 N

Menentukankadarboraksdalambakso :

Volume yangterpakai = 0,5 ml

(N.V ) HCL .BE Na2B4O7


% Na2B4O7 = x 100 %
mg sampel

(0,0917 .0,5 ml )191


= x 100 %
50,05 x 1000

= 0,1750 %

67
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Titrasi asam basa didasarkan pada titik ekuivalen antara asam dan basa. Titrasi
akuivalen biasanya ditentukan dengan titik akhir titrasi yaitu pada saat
konsenterasi basanya. Titik akhir titrasi ditandai dengan penambahan substansi
kedalam analit tersebut, disebut sebagai indikator. Indikator titrasi biasanya
memiliki harga kisaran pH yang disebut trayek pH.

Dalam suatu titrasi indikator berguna untuk menentukan titik akhir dari suatu
titrasi. Indikator yang digunakan dalam suatu titrasipun tergantung trayek pH dari
suatu larutan, apakah larutan tersebut bersifat asam ataukah larutan itu bersifat
basa. Dalam titrasi asam basa ada beberapa indikator yang biasa digunakan untuk
menentukan titik akhir titrasi, misalnya indikator phenolf talein (PP), indikator
Metil merah (Mm), Brontimol biru (BTB).

I.2 Tujuan

1. Menentukan pH menggunakan indikator universal

2. Menentukan nilai Kn dari indikator

3. Menentukan perbedaan penggunaan setiap indikator

68
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Titrasi asam basa merupakan metoda analisis kimia konvensional yang digunakan
untuk menentukan konsenterasi asam maupun basa. Sampai sat ini metoda titrasi
masih digunakan walaupun sudah berkembang metode metode lain dengan
menggunakan instrumen tertentu karena metode titrasi merupan metode yang
cukup sederhana, murah dan aman jika diaplikasikan pada makanan.

Titrasi asam basa didasarkan pada titik ekuivalen antara asam dan basa. Titrasi
ekuivalen biasanya ditentukan dengan titik akhir titrasi yaitu pada saat
konsenterasi asam ekuivalen dengan konsenterasi basanya. Titik akhir titrasi
ditandai dengan penambahan substansi ke dalam larutan analit sehingga terjadi
perubahan warna setelah titik ekuivalennya terjadi. Indikator yang digunakan
untuk keperluan titrasi biasanya memiliki harga kisaran pH yang disebut trayek
pH.

Indikator yang sering digunakan dalam titrasi asam bas adalah indikator phenolf
talein (PP), dan indikator Metil orange (Mo). Indikator ini merupan indikator
kimiawi dan dijual dipasaran dengan harga relatif mahal. Masih banyak indikator
kimiawi yang telah digunakan untuk titrasi asam basa yang disesuaikan dengan
trayek pH dari indikator tersebut.

Selain indikator komersial, telah ditemukan indikator dari bahan alami misalnya
dari bunga mawar (Cataratus roseus)(kokil,2006), bunga pukul empat (Miriabilis
yalapa), bunga kana (Canna indika)(Shisrik,dkk ;2008),bunga rosella (Hibiccus
alba)(izonfuo, 2006). Hampir semua tumbuhan yang mengahasialkan warna dapat
berubah suasana asam ataupun basa walupun kadang kadang perubahan warna
tersebut kurang jelas atau hampir hampir mirip untuk perubhan pH tertentu.

Masing masing bunga penghasil warna mempunyai sifat spesifik pada


penggunaannya sebagai indikator alami. Sifat sifat tersebut antara lain mempunyai
trayek pH yang spesiafik, dalam bentuk larutan tidak tahan lama, mudah rusak

69
dan berbau tidak sedap serta mempunyai kermatan dan kekuranga tertentu pada
titrasi sam basa tertentu.

Ilmu kimia dari waktu kewaktu terus berkembang, termasuk pengetahua manusia
tentang aspek aspek asam basa yang kini berkembang diseluruh ilmu kimia dan
bidang lain seperti biologi, pertanian dan kedokteran. Sedemikian ilmu ini
menjadi salah satu kompetisi yang harus dikuasai oleh pratikan kimia dasar.
Dalam perkembangannya, teori asam basa yang populer awalnya dikemukakan
oleh seorang kimiawan bernama suante Arrhenius(1887), yang mengemukakan
teori disosialisasi elektrolitnya. Awalnya menurut, menurut Arrhenius, asam ialah
suatu spesi yang apabila dilakukan ke dalam air akan menghasilkan ion Hidrogen
(H+). Sedangkan basa ialah spesi yang apabila dilarutkan kedalam air akan
menghasilkan ion ion Hidroksida (OH-), apabila dilarutkan kedalam air, namuna
bagaimanakah dengan spesi spesi tertentu yang tidak mengandung ion Hidrogen
pada senyawanya.

Selang 36 tahun kemudian teori Arrhenius disempurnakan oleh kiiawan asal


Denmark dan Inggris, yakni Bronsted dan Lowry(1923). Keduanya mengajukan
teori mengenai pasangan asam dan basa konjugasi. Menurut mereka, asam
merupakan suatu pendonor proton, sedangkan basa merupakan akseptor proton.

Sebagai ilustrasi :

HCl(aq)+H2O(l) → H3O+(aq) + Cl-(aq)

Rimpang kunyit mengandung kurkuminoid sekitar 10%, kurkumin 1-5%, dan


sisanya terdiri atas demektosikurkumin serta bisdemetoksi-kurkumin. Komponen
yang terpenting dari umbi kunyit adalah zat warna kurkumin dan minyak
atsirinya. Kurkumin merupakan zat warna yang secara biogenetis berasal dari
fenil alanin, asam malonat, dan asam sitrat. (Stahl, E., 1985).

Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH


lingkungannya berubah. Apabila dalam suatu titrasi, asam maupun basanya
merupakan elektrolit kuat, larutan pada titik ekivalen akan mempunyai pH=7.
Tetapi bila asamnya ataupun basanya merupakan elektrolit lemah, garam yang

70
terjadi akan mengalami hidrolisis dan pada titik ekivalen larutan akan mempunyai
pH > 7 (bereaksi basa) atau pH < 7 (bereaksi asam). Harga pH yang tepat dapat
dihitung dari tetapan ionisasi dari asam atau basa lemah tersebut dan dari
konsentrasi larutan yang diperoleh. Titik akhir titrasi asam basa dapat ditentukan
dengan indikator asam basa (Underwood, 1983).

Indikator yang digunakan harus memberikan perubahan warna yang nampak di


sekitar pH titik ekivalen titrasi yang dilakukan, sehingga titik akhirnya masih
jatuh pada kisaran perubahan pH indikator tersebut. (Haryadi, 1986)

71
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Alat

1. Botol timbang

Digunakan untuk menimbang zat/wadah zat

2. Pipet ukur

Digunakan untuk memipet zat atau larutan

3. Pipet takar

Digunakan untuk memipet zat/laritan

4. Buret

Digunakan untuk mentritrasi larutan yang dititrasi dan sebagai wadah larutan
sekunder

5. Erlenmeyer

Merupakan wadah atau tempat larutan standar primer

6. Batang pengaduk

Digunakan untuk mengaduk zat

7. Labu ukur

Digunakan untuk mengukur volume larutan

8. Corong

Digunakan untuk mmemindahkan larutan

9. Gelas piala

Merupakan wadah/tempat meletakkan larutan

III.2 Bahan

1. Larutan HCl

72
Merupakan larutan sampel

2. CH3COOH

Merupakan larutan sample

3. NaOH

Merupakan larutan sample

4. Aquades

Digunakan sebagai pelarut

5. Indikator PP

Merupakan indikator yang digunakan untuk pratikum ini

6. Indikator Mm

Merupakan indikator yang digunakan dalam pratikum kali ini

7. Indikator Fm

Merupakan Iindikator yang digunakan dalam pratikum kali ini

III.3 Cara Kerja

1. Titrasi asam kuat dengan basa kuat

 Kedalam masing masing erlenmeyer 300 ml, dimasukkan dengan memipet 10


ml HCl 0,1 M, tambahkanpada tiap tiap Erlenmeyer 2 - 3 tetesi dengan
indikator :

o Phenolftalein (PP)

o Bromtimol Biru (BTB)

o Metil merah (Mm)

o Sindur merah (Sm)

 Titar dengan NaOH 0,1 N, dilakukan 2 atau 3 kali (duplo/triplo)

2. Ttrasi asam lemah dengan basa kuat

73
 Kedalam masing masing erlenmeyer 300 ml, dimasukkan dengan memipet 10
ml HCl 0,1 M, tambahkanpada tiap tiap Erlenmeyer 2 - 3 tetesi dengan
indikator :

o Phenolftalein (PP)

o Bromtimol Biru (BTB)

o Metil merah (Mm)

o Sindur merah (Sm)

 Titar dengan HCl 0,1 N diganti dengan CH3COOH 0,1 N

3. Titrasi basa lemah dengan

 Kedalam masing masing erlenmeyer 300 ml, dimasukkan dengan memipet 10


ml HCl 0,1 M, tambahkanpada tiap tiap Erlenmeyer 2 - 3 tetesi dengan
indikator :

o Phenolftalein (PP)

o Bromtimol Biru (BTB)

o Metil merah (Mm)

o Sindur merah (Sm)

 Titar dengan HCl 0,1 N diganti dengan NH4OH 0,1 N

Dari percobaan diaatas :

 Catat, berapa ml titran yang digunakan untuk menitrasi larutan masing


masing no 1,2 dan 3

 Hitung beberapa pH sebelum dan sesudah dititrasi dan hitung pula dari
masing masing pemakaian indikator

 Ambil kesimpulan, indikator mana yang cocok untuk titrasi masing


masing tersebut diatas

74
III.4 Skema Kerja

1. Titrasi Asam Kuat Dengan Basa Kuat

75
2. Titrasi Asam Lemah Dengan Basa Kuat

76
3. Titrasi Basa Lemah Dengan Asam Kuat

77
78
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Penambahan V. Rata rata pH 1 tetes pH 1 tetes


Indikator titrasi sebelum TE setelah TE

PP 11,4 3,6676 10,3035

Mm 11,6 4,7803 11,0211

FM 10,5 2,3713 10,4157

IV.2 Pembahasan

Dari pratikum yang telah dilakukan dengan penambahan beberapa indikator yaitu
PP, MM, FM. Didapatkan volume rata rata, titrasi untuk penambahan indikator PP
(11,4 ml), untuk penambahan indikator MM 11,6 dan untuk penambahan
indikator FM 10,5 ml.

Untuk pH, pada penambahan indikator PP didapatkan pH-nya 3,6676 1 tetes


sebelum TE, dan 10,3053 1 tetes setelah TE. Sedangkan pada penambahan
indikator MM didapatkan pH-nya 4,7803 1 tetes sebelum TE dan 11,0211 1 tetes
sesudah TE. Lalu pada penambahan indikator FM didapatkan pH-nya 2,7713 1
tetes sebelum TE dan 10,4157 1 tetes setelah TE.

pH yang didapatkan tidak sesuai dengan trayek pH sebenarnya ini terjadi mungkin
karena terjadi keslahan dalam pratikum yaitu kurang telitinya dalam melakukan
proses titrasi, kurang teliti dalam memerhatikan perubahan warna indikator.

79
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Penggunaan indikator untuk setiap titrasi berbeda beda contohya saja indikator
phenolftalein (PP) digunakan pada trayek pH 8-10. Begitu juga dengan indikator
lainnya, penggunaan indikator lainnya, penggunaan indikator yang lainpun harus
juga memenuhi syarat trayek pH totrasi tertrasi tertentu. Dalam hal ini contohnya
saja trayek pH antara 4-10 maka beberapa indikator yang masuk kedlam range pH
tersebut dapat digunakan seperti :indikator PP, Mo, BTB, SM dan PM.

Dari pratikum yang dilakukan didapatkan rentang pH dengan penambahan


indikator :

 PP : 7,74 – 9,00

 FM : 7,76 – 9,01

 Mm : 7,6 – 8,7

V.2 Saran

Dalam penambahan indikator hendaknya berhati haati karena telalu


banyak menggunakan indikator yang dimasukkan akan mempengaruhi waktu
titrasi.

80
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh


kalium permanganat (KmnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan
reduksi yang terjadi antara KmnO4 dengan bahan baku tertentu. Tujuan dari
percobaan penentuan Fe dengan cara permanganometri adalah unruk menentukan
kadar besi (Fe) yang terdapat dalam sampel. Bahan yang digunakan dalam
percobaan ini adalah sampel yang mengandung Fe, kalium permanganat (KMnO4)
0,1 N, asam oksalat (H2C2O4) 0,1 N, asam sulfat (H2SO4) 6 N dan asam fosfat
(H3PO4) 85%. Sedangkan alat yang digunakan yaitu satu set alat titrasi, penangas,
gelas ukur, erlenmeyer dan pipet volum. Prosedur percobaan ini adalah penyiapan
larutan kalium permanganat 0,1 N kemudian distandarisasi kalium permanganat
dengan cara menintrasi larutan tersebut menggunakan asam sulfat 6 N dan
menentukan kadar besi dengan cara menitrasi sampel menggunakan larutan
kalium permanganat. Dari percobaan ini menunjukkan bahwa kadar besi (Fe)
yang terdapat pada sampel adalah 0,002 N, dan % ralat Fe sebesar 99%.

I.2 Tujuan

1. Untuk menentukan kadar dari kalium permanganat KMnO4 secara praktek


dengan titrasi KMnO4 tersebut terhadap larutan asam oksalat dihidrat
H2C2O4 x 2H2O

2. Dapat melakukan standarisasi nlarutan dengan benar

3. Dapat menghitung dan menentukan kadar dari kalium pada setelah


pratikum.

81
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Permanganometri adalah titrasi yang idasarkan pada reaksi resoks. Dalam reaksi
ini ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Teknik titrasi ini biasa digunakan
untuk menentukan kadar oksalat pada besi dalam suatu sampel. Kalium
permanganat adalah oksidator yang paling baik untuk menentukan kadar besi
yang terdapat pada sample dalam, dalam suasana asam menggunakan asam sulfat
(H3SO4).

Permanganometri juga bisa digunakan untuk menentukan kadar belerang, nitrit,


fosfit, dan sebagainya. Cara titrasi permanganometri ini banyak digunakan dalam
menganalisa zat zat organik. Percobaan ini juga merupakan aplikasi dari prinsip
prinsip umum mengenai permanganometri, serta praktek yang sebenarnya sangat
membantu pemahaman. (Anonim,2009)

Dari sejarahnya, oksidasi diterapkan untuk proses proses dimana yang didasarkan
pada reaksi redoks. Reaksi reaksi yang melibatkan oksidasi resuksi lebih sering
digunakan dalam analisa titrimetrik daripada reaksi reaksi asam basa,
pembentukan kompleks ataupun pengendapan ion ion dari beberapa unsur hadir
dalam wujud oksidasi yanf berbeda beda mengakibatkan timbulnya bnayak reaksi
reaksi oksidasi – reduksi. Kebanykan dari reaksi reaksi ini yang layak digunakan
dalam analisa titrimetrik dan aplikasinya sangat beraneka ragam.

Oksidasi adalah kehilangan satu atau lebih elektron yang dialami oleh suatu atom
atom, molekul, atau ion. Sementara reduksi adalah perolehan molekul, atau ion.
Sementara reduksi adalah perolehan elektron. Tidak ada elektron yang alami oleh
suatu spesies kimiawi yang biasa dan kehilangan elektron yang alami oleh suatu
spesies kimiawi selalu disertai oleh perolehan elektron pada bagian lainnya.
Istilah reaksi transfer elektron terkadang dipergunakan untuk reaksi reaksi redoks.
(Anonim,11.30)

Pemanfaatan mangan sebagian besar digunakan untuk tujuan metalurgi, yaitu


untuk proses prosuksi besi baja, sedangkan penggunaan mangan untuk tujuan non

82
metalurgi antara lain untuk produksi baterai kering, keramik gelas dan bahan
kimia. (Sahoo,et al. 2001)

Banyak upaya penelitian telah diterapkan untuk mengembangkan proses


hidrometalurgi komersial, untuk memperoleh mangan dari bijih. Bijih mangan
dapat diekstraksi dengan menambah zat pereduksi yang diikuti oleh leatching
asam (sahio dan Sinivasa, 1989) atau langsung oleh leatching asam reduktif
menggunakan zat pereduksi asam yang berbeda, yang meliputi asam kloroda san
pirit. (Knungo,1999)

Permanganat dengan asam oksalat, dengan adanya asam sulfat, mengahasilakan


gas karbon dioksida :

2MnO4 + 5(COO)22- + 16 H+ → 10CO22+ + 8H2O

Reaksi ini lambat pada suhu kamar, tetapi menjadi cepat pada 60oC. Ion mangan
(II) yang mengakatalis reaksi ini adalah otokatalitik; sekali ion mangan (II) telah
terbentuk, reaksi menjadi semakin cepat. (G.Svehla,1987)

Permanganometri merupakan totrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh


kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi dengan bahan
baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun.
Kebnayakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alt yang dapat dioksidasi
sepperti Fe2+, asam atau garam oksalat yang dapat larut sebagainya. (Anonim)

Reaksi reaksi kimia yang melibatkan oksidasi – reduksi dipergunakan secara luas
dalam analisa titrimetrik. Ion ion dari berbagai unsur dapat dalam kondisi oksidasi
yang berbeda beda, menghasilkan kemungkinan terjadi banyak reaksi redoks.
Banak dari reaksi reaksi ini memenuhi syarat untuk digunakan dalam analisa
totrimetrik, dan penerapan penerapannya cukup banyak. (underwood,2002 :287)

Penentuan titrimetik kalsium dalam kapur sering kali digunakan sebagai latihan
untuk mahasiswa. Kalsium mengendap seebagai oksalat, Ca2O4. Setelah
penyaringan dan pencucian, endapan dan oksalatnya dititrasi dengan
permanganat. (Uderwood,2002: 293)

Kalium prmanganat telah banyak dipergunakan sebagai agen pengoksida selama


lebih dari 100 tahun. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal, dan

83
membutuhkan indikator terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes ),1 N
permanganat memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan
bias adipergunakan untuk mengindikasi kelebihan reagen tersebut. Permanganat
mengalami berbagai ragam reaksi kimia, karena mangan dapat hadir dalam
kondisi kondisi oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7. Reaksi yang paling umum terjadi
dalam laboratorium adalah reaksi yang terjadi dalam larutan larutan yang bersifat
amat asam, 0,1 N atau lebih besar :

MnO4- + 8H+ + 5e → Mn2+ + 4H2O Eo = +1,51 V

Permanganat bereakasi secara cepat dengan banyak agen pereduksi, berdasarkan


reaksi ini, namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan atau penggunaan
sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Permanganat adalah age unsur
pengoksidasi yang cukuo kuat untuk mengoksidasi Mn (II) menjadi MnO2
Persamaan: 3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2(s) +4H+

Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir titrasi cukup untuk
mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2. Tindakan pencegahan
khuss harus dilakukan dalm pembuatan larutan permanganat. (Underwood,2002:
290)

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh


kaliumpermanganat (KMnO4).Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan
reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan
KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan
dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam
oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ionlogam yang tidak dioksidasi
dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri seperti:

(1) ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat.
Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga
terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya
dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.

(2) ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah
disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku

84
FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya
dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.

Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada:


Larutan pentiter KMnO4¬ pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam
waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai
menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan
presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.
(wikipedia,23:13)

85
BAB III

PROSEDUR PERCOBAAN

III.1 Alat

1. Alat titrasi

Digunakan untuk melkukan titrasi

2. Penangas

Digunakan untuk melakukan pemanasan

3. Thermometer

Digunakan untuk mengukur suhu larutan

III.2 Bahan

1. H2SO4 4N

Sampel pada pratikum ini

2. Oksalat

Sample pada pratikum ini

3. KMnO4

Sampel yang akan diuji pada prtikum ini

III.3 Prosedur Percobaan

1. Pembuatan larutan KMnO4 0,1N

Timbang 3,2 g KMnO4 dan taruh dalam beker 1 L yang bersih. Larutan dengan 50
ml air dan aduk kemudian tempatkan sampel tanda garis. Larutan yang diperoleh
disimpan ±1 minggu kemudian disaring setelah larutan dingin.

86
2. Penetapan titar KMnO40,1N (cara 1)

Dengan menggunakan botol timbang, ditimbang dengan teliti ±630 mg asam


oksalat. Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dilarutkan dengan air suling, lalu
tetapkan sampai tanda garis. Kedalam Erlenmeyer, dipipet 10 ml asm oksalat,
tambahkan 10 ml H2SO4 sampai timbul warna merah jambu.

3. Penetapan titar KMnO4 0,1N (cara 2)

Timbang dengan eliti ± 0,15 g asam oksalat/natrium oksalat. Larutkan denga 25


ml aquades.Tambahkan 10 ml H2SO4 4M. Panaskan sampaimendidih. Titrasi
selagi panas dengan larutan standar KMnO4sampai terbentuk warna pink yang
tahan selama 30 detik.

III.4 Skema Kerja

1. Pembuatan larutan KMnO40,1 N

87
2. Penetapan titar KMnO4 0,1 N (cara 1)

88
89
* tirasi dengan KMnO4 sampai timbul warna merah jambu.

3. Penetapan titar KMnO4 0,1 N (cara 2)

90
91
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

No Larutan [ ] m V

1 KMnO4 0.0976 N 10,25 ml

0,1088 N 9,5 ml

0,0999 N

2 As.Oksalat 0,10003 N 0,0306 g

0,0994 N 0,0627 g

0,1029 N 0,0630 g

Pengamatan

 KMnO4 : Berwarna ungu

 As.Oksalat : Bening

 Suhu : 70oC

 Titik akhir : Pink seulas yang tidak hilang ± 30 s

IV.2 Pembahasan

Pada pratikum ini kami melakukan titrasi denga larutan primer as.Oksalat dan
larutan KMnO4 sebagai larutan standar sekunder. Pada pratikum
permanganometri ini sebelum kami melakukan titrasi kami memanaskan
as.oksalat terlebih dahulu. Pada percobaan permanganometri ini kami melakukan
titrasi dengan konsenterasi as.Oksalat yang yberbeda.

Pada pratikum kali ini kami tidak menggunakan indikator, karena KMnO4dalam
hal ini juga perperan sebagai indikator, untuk menentukan atau membantu larutan

92
standar primer mencapai titik ekuvalen nya. Pada saat melakukan titrasi, kami
melakukannya pada saat larutan masih panas.

4.

93
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan, didapatkan konsenterasi


KMnO4: 0,0976 N, 0,1088 N, 0,0999 N

Pada pratikum permanganometri KMnO4 merupakan auto katalik, dapat


juga dikatakan sebagai indikator disamping sebagai pentitar yang akan
mempercepat laju reaksi.

V.2 Saran

Pada pratikum ini hendaknya menggunakan masker dan sarung tangan


karena KMnO4berwarna ungu, dapat merusak jaringan kulit.

94
JAWABAN PERTANYAAN

1. Apakah akan mempengaruhi hasil titrasi jika dilakukan pemanasan diatas


70°C atau tanpa pemanasan ..???
Jawab :
Apabila pemanasan dilakukan diatas 70°C zat-zat lain yang diinginkan
menguap atau pada saat penitaran KMnO4 akan bereaksi dengan zat yang
tidak diinginkan sedangkan jika tanpa pemanasan maka tidak ada yang bakal
mempercepat laju reaksi. Jadi pemanasan mempengaruhi titrasi.
2. Apakah yang dimaksud auto katalis ?
Jawab :
Auto katalis adalah zat hasil reaksi yang dapat berperan sebagai katalis yaitu
mempercepat proses terjadinya reaksi.
3. Dalam titrasi ini digunakan asam sulfat (H2SO4 ) ,Bagaimana jika diganti atau
digunakan HCL atau HNO3
Jawab :
Apabila titrasi dilakukan dalam suasana asam maka HCL tidak dapat
digunakan ,sebab HCL dapat menimbulkan gas klor sehingga mempengaruhi
pengamatan dan juga HCL dapat teroksidasi oleh KMnO4 . Jika kita ingin
juga memakai HCL maka larutan terlebih dahulu ditambahkan MnSO4 agar
Cl¯ tidak terionisasi menjadi Cl2.

95
LAMPIRAN PERHITUNGAN
PERMANGANOMETRI

CARA I

Massa AsamOksalat

g 1000
N= x
BE V
0,6349 gram 1000
N= x
63,5 100

N =0,0999 N

Konsentrasi KMnO4

V1 .N1 = V2 . N2
10 ml . 0,0999 N = 9,7 ml . N2
N2 = 0,1030 N

CARA II

Massa Oksalattertimbang 0,0664 gram

KonsentrasiAsamOksalat

g 1000
N= x
BE V
0,0664 gram 1000
N= x
63,5 100

N =0,1050 N

Konsentrasi KMnO4 volume 10,6 ml

V1 .N1 = V2 . N2
10 ml . 0,1050 N = 10,6 ml . N2
N2 = 0,0998 N

96
Konsentrasi KMnO4 volume 10,7 ml

V1 .N1 = V2 . N2
10 ml . 0,1050 N = 10,7 ml . N2
N2 = 0,0989 N

97
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi


redoks.Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator
yang bersifatsebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel
dan reaksi yangdiharapkan terjadi dalam analisis. Beberapa contoh dari titrasi
redoks antara lain adalah titrasi permanganatometridan titrasi iodometri/iodimetri.
Permanganatometri adalah titrasi redoks yangmenggunakan KMnO4 (oksidator
kuat) sebagai titran. Dalam permanganatometri tidakdiperlukan indikator , karena
titran bertindak sebagai indikator (auto indikator). Kaliumpermanganat bukan
larutan baku primer, maka larutan KMnO4 harus distandarisasidiantaranya
dengan larutan Asam Oksalat( (COOH)2 . 2 H2O ). Kalium Permanganat mudah
diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikatorkecuali bila digunakan larutan
yang sangat encer. Permanganat bereaksi secaraberaneka, karena mangan dapat
memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7.

MnO2 merupakan mangan yang digunakan sebagai zat pengoksidasi yang sangat
penting. Biasanya mangan banyak terkandung dalam batu kawi. Batu kawi adalah
sejenis batu arang yang masih muda. Untuk analisis kimia biasanya digunakan
pada larutan asam dimana senyawa tersebut direduksi menjadi Mn2+(aq). Mn2+
mempunyai warna pink (merah muda). Untuk menentukan kadar MnO2 dalam
waktu pratikum yang terkandung dalam batu kawi digunakan metode
permanganometri.

1.2 Tujuan Percobaan


1.2.7 Mengetahui kadar MnO2 dalam baterai atau batu kawi
1.2.8 Mengetahui konsentrasi tepat MnO2
1.2.9 Mengetahui daya tahan MnO2 dalam kehidupan sehari-hari

98
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Permanganometri

Penetapan kadar zat dalam praktek ini berdasarkan reaksi redoks dengan KMnO4
atau dengan cara permanganometri. Hal ini dilakukan untuk menentukan kadar
reduktor dalam suasana asam dengan penambahan asam sulfat encer, karena asam
sulfat tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer.Pembakuan
KMnO4 dibuat dengan melarutkan KMnO4 dalam sejumlah air, dan
mendidihkannya selama beberapa jam dan kemudian endapan MnO2 disaring.
Endapan tersebut dibakukan dengan menggunakan zat baku utama, yaitu natrium
oksalat. Larutan KMnO4 yang diperoleh dibakukan dengan cara mentitrasinya
dengan natrium oksalat yang dibuat dengan pengenceran kristalnya pada suasana
asam. Pada pembakuan larutan KMnO4 0,1 N, natrium oksalat dilarutkan
kemudian ditambahkan dengan asam sulfat pekat, kemudian dititrasi dengan
KMnO4 sampai larutan berwarna merah jambu pucat. Setelah didapat volume
titrasi, maka dapat dicari normalitas KMnO4 (anonim, 2009.d).Pada
permanganometri titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium
permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan
larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi
oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu
warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi.

Kalium permanganat sukar diperoleh secara sempurna murni dan bebas sama
sekali dari mangan oksida. Lagipula, air suling yang biasa mungkin mengandung
zat-zat pereduksi yang akan bereaksi dengan kalium permanganat dengan
membentuk mangan dioksida

Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya titrasi


dilakukan dalam suasan asam karena karena akan lebih mudah mengamati titik
akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi

99
dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan
tiosulfat .Reaksi dalam suasana netral yaitu :

MnO4 + 4H+ + 3e → MnO4 +2H2O

Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan

Reaksi dalam suasana alkalis :

MnO4- + 3e → MnO42-

MnO42- + 2H2O + 2e → MnO2 + 4OH-

MnO4- + 2H2O + 3e → MnO2 +4OH-

Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral.
Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan
jumah-jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya
proanalisis dalam air, lebih lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang
baru saja dibuat sampai mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap
selama satu dua jam lalu menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang tak
mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau melalui krus saring dari
kaca maser.

Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan


pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan
sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa
banyak reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang
akan ditemukan dalam penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat
adalah agen unsur pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksida Mn(II)
menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan

3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+

Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup
untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 .

100
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan
permanganat. Mangan dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan
permanganate. Jejak-jejak dari MNO2 yang semula ada dalam permanganat. Atau
terbentuk akibat reaksi antara permanganat dengan jejak-jejak dari agen-agen
produksi didalam air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan ini biasanya berupa
larutan kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan substansi yang dapat
direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau gelas yang disinter untuk
menghilangkan MNO2. Larutan tersebut kemudian distandarisasi dan jika
disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak akan banyak
berubah selama beberapa bulan.

Penentuan besi dalam biji-biji besi adalah salah satu aplikasi terpenting dalam
titrasi-titrasi permanganat. Asam terbaik untuk melarutkan biji besi adalah asam
klorida dan timah (II) klorida sering ditambahkan untuk membantu proses
kelarutan.

Sebelum dititrasi dengan permanganat setiap besi (III) harus di reduksi menjadi
besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor jones atau dengan timah
(II) klorida. Reduktor jones lebih disarankan jika asam yang tersedia adalah sulfat
mengingat tidak ada ion klorida yang masuk .

Jika larutannya mengandung asam klorida seperti yang sering terjadi reduksi
dengan timah (II) klorida akan lebih memudahkan. Klorida ditambahkan kedalam
larutan panas dari sampelnya dan perkembangan reduksi diikuti dengan
memperhatikan hilangnya warna kuning dari ion besi (anonim,2009.c).

Kalium permanganat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam
lemah, netral atau basa lemah. Dalam larutan yang bersifat basa kuat, ion
permanganat dapat tereduksi menjadi ion manganat yang berwarna hijau.

Titrasi harus dilakukan dalam larutan yang bersifat asam kuat karena reaksi
tersebut tidak terjadi bolak balik, sedangakan potensial elektroda sangat
tergantung pada pH.

101
Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung
dengan permanganometri seperti :

II.1.1 ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai
oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4
berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat
inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion
logam yang bersangkutan.

II.1.2 ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah
disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan
baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan
sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
(anonim,2009.a)

II.2 Prinsip Titrasi Permanganometri

Prinsip titrasi permanganometri adalah berdasarkan reaksi oksidasi dan reduksi.


Pada percobaan permanganometri ini, secara garis besarnya terbagi atas 2
komponen utama yang secara skema dapat digambarkan sebagai berikut:

Permanganometri

Zat pentiter Zat yang dititer (di dalam buret) (di dalam erlenmeyer)

KMnO4 H2C2O4

Akhir titrasi : Grek zat pentiter = Grek zat yang dititer

V1. N1 = V2. N2

Gambar 2.1 Skema Komponen Utama Permanganometri

(Anonim,2009.d)

II.3. Reaksi-reaksi Kimia dalam Permanganometri

102
Kalium permanganat yang digunakan pada permanganometri adalah oksidator
kuat yang dapat bereaksi dengan cara yang berbeda-beda, tergantung dari pH
larutannya. Kekuatannya sebagai oksidator juga berbeda-beda sesuai dengan
reaksi yang terjadi pada pH yang berbeda itu. Reaksi yang beraneka ragam ini
disebabkan oleh keragaman valensi mangan. Reduksi MnO4- berlangsung sebagai
berikut:

1. Larutan pentiter KMnO4 pada buret


Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4
pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada
titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang
seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.
2. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4
Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi
antara MnO4- dengan Mn2+.
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+
3. .Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4\
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi
kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai
menjadi air.
H2C2O4 + O2 H2O2 + 2CO2↑
H2O2 H2O + O2↑

Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk
titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang
dilaksanakan (anonim,2009.b).

II.5. Aplikasi Permanganometri

103
Sistem Pengolahan Air Asin Alat pengolah air asin ada banyak macamnya.
Selama ini untuk mengolah air asin dikenal dengan cara destilasi, pertukaran ion,
elektrodialisis, dan osmosis balik. Masing-masing teknologi mempunyai
keunggulan dan kelemahan. Pemanfaatan teknologi pengolahan air asin harus
disesuaikan dengan konsidi air baku, biaya yang tersedia, kapasitas dan kualitas
yang diinginkan oleh pemakai air. Di antara berbagai macam teknologi tersebut
yang banyak dipakai adalah teknologi destilasi dan osmosis balik. Teknologi
destilasi umumnya banyak dipakai ditempat yang mempunyai energi terbuang
(pembakaran gas minyak pada kilang minyak), sehingga dapat menghemat biaya
operasi dan skala produksinya besar (>500 m3/hari). Sedangkan teknologi
osmosis balik banyak dipakai dalam skala yang lebih kecil.

Keunggulan teknologi membran osmosis balik adalah kecepatannya dalam


memproduksi air, karena menggunakan tenaga pompa. Kelemahannya adalah
penyumbatan pada selaput membran oleh bakteri dan kerak kapur atau posfat
yang umum terdapat dalam air asin atau laut. Untuk mengatasi kelemahannya
pada unit pengolah air osmosa balik selalu dilengkapi dengan unit anti
pengerakkan dan anti penyumbatan oleh bakteri. Sistem membran reverse yang
dipakai dapat berupa membran hollow fibre, lempeng/plate atau berupa spiral
wound. Membran ini mampu menurunkan kadar garam hingga 95-98%. Air hasil
olahan sudah bebas dari bakteri dan dapat langsung diminum.

Teknologi pengolahan air asin sistem osmosis balik banyak dipakai di banyak
negara seperti Amerika, Jepang, Jerman dan Arab. Teknologi ini banyak dipakai
untuk memasok kebutuhan air tawar bagi kota-kota tepi pantai yang langka
sumber air tawarnya. Pemakai lain adalah kapal laut, industri farmasi, industri
elektronika, dan rumah sakit.

Pada proses dengan membran, pemisahan air dari pengotornya didasarkan pada
proses penyaringan dengan skala molekul. Di dalam proses desalinasi air laut
dengan sistem osmosis balik, tidak memungkinkan untuk memisahkan seluruh
garam dari air lautnya, karena akan membutuhkan tekanan yang sangat tinggi
sekali. Pada prakteknya untuk menghasilkan air tawar, air asin atau air laut
dipompa dengan tekanan tinggi ke dalam suatu modul membran osmosis balik

104
yang mempunyai dua buah pipa keluaran, yakni pipa keluaran untuk air tawar
yang dihasilkan dan pipa keluaran untuk air garam yang telah dipekatkan.

Di dalam membran osmosis balik tersebut terjadi proses penyaringan dengan


ukuran molekul, yakni partikel yang molekulnya lebih besar dari pada molekul
air, misalnya molekul garam dan lainnya, akan terpisah dan akan ikut ke dalam air
buangan. Oleh karena itu air yang akan masuk ke dalam membran osmosis balik
harus mempunyai persyaratan tertentu, misalnya kekeruhan harus nol, kadar besi
harus < 0,1 mg/l, pH harus dikontrol agar tidak terjadi pengerakan kalsium
karbonat dan lainnya.

Pengolahan air minum dengan sistem osmosis balik terdiri dari dua bagian, yakni
unit pengolahan awal dan unit osmosis balik. Salah satu contoh diagram proses
pengolahan air dengan sistem osmosis balik dapat dilihat seperti pada Gambar
2.1. Air laut, terutama yang dekat dengan pantai masih mengandung partikel
padatan tersuspensi, mineral, plankton dan lainnya, maka air baku tersebut perlu
dilakukan pengolahan awal sebelum diproses di dalam unit osmosis balik. Unit
pengolahan pendahuluan tersebut terdiri dari beberapa peralatan utama yakni
pompa air baku, tangki reaktor (kontaktor), saringan pasir, filter mangan zeolit,
dan filter untuk penghilangan warna (color removal), dan filter cartridge ukuran
0,5 m. Sedangkan unit osmosis balik terdiri dari pompa tekanan tinggi dan
membran osmosis balik, serta pompa dosing klorin dan sterilisator ultra violet
(UV) (anonim,2009.e).

Pada reaksi redoks terdapat reduktor dan oksidator dimana reduktor adalah zat
yang dalam reaksi mengalami oksidasi, zat yang mampu mereduksi zat lain dan
zat yang dapat memberikan electron kepada zat lain sedangkan oksidator adalah
zat yang dalam reaksi mengalami penurunan bilangan oksidasi, zat yang mampu
mengoksidasi zat lain, zat yang menangkap elaktron dari zat lain (Keenan, 1986).
Reaksi kimia dapat digolongkan kedalam reaksi redoks atau bukan redoks. Istilah
dari redoks berkaitan dengan peristiwa reduksi dan oksidasi. Pengertian reaksi
reduksi dan oksidasi itu telah mengalami perkembangan. Pada awalnya reaksi
reduksi dan oksidasi berkaitan dengan pelepasan dan pengikatan oksigen, oksidasi
sebagai pengikat oksigen sedangkan reduksi dikaitkan denga pelepasan oksigen.

105
Pada perkembangan selanjutnya oksidasi dan reduksi dikaitkan dengan pengkapan
dan pelepasan electron dan dengan perubahan bilangan oksidasinya
(Underwood,1998).

Larutan–larutan iodine standar dapat dibuat melalui penimbangan langsung iodine


murni dan penegenceran dalam sebuah labu volumetric . Iodine akan dimurnikan
oleh sublimasi dan ditambahkan kedalam sebual larutan KI yang konsentrasi
iodatnya berjalan cukup cepat, rekasi ini juga hanya membutuhkan sedikit
kelebihan ion hydrogen untuk menyelesaikan reaksi. Reaksi bromat berjalan lebih
lambat, namun kecepatannya dapat ditingkatkan dengan menaikkan konsentrasi
ion hydrogen. Biasanya, sejumlah kecil ammonium molibdat ditambahkan sebagai
katalis (Underwood,1998).

Tembaga murni dapat dipergunakan sebagai standar primer untuk natrium


tiosulfat dan didasrkan untuk dipakai ketika tiosulfatnya akan dipergunakan untuk
menetukan tembaga. Potensial standar dari pasangan Cu (II) - Cu(I)
Cu2+ + e -----> Cu
Adalah + 0,15V, sehingga iodine E° = + 0,53 V, adalah agen pengoksidasi yang
lebih baik dibandingkan ion Cu (II). Namun demikaian, ketika ion iodide
ditambahkan kedalam sebuah larutan Cu (II). Endapan CuI terbentuk :
2 Cu2+ + 4 I -----> 2 Cu + I2
Reaksi dipaksa bergeser ke kanan oleh pembentukan endapan dan juga oleh
penembahan ion iodide berlabih pH dari larutan harus dijaga oleh suatu system
penyangga, biasanya antara tiga dan empat. Telah ditemukan. Telah ditemukan
bahwa iodida telah ditahan oleh absorpsi pada permukaan dan endapam tembaga
(I) iodide dan harus dipindahkan untuk mendapatkan hasil–hasil yang benar.
Kalium triosianat biasabya ditambahkan sesaat sebelum titik akhir dicapai untuk
memyingkirkan iodine yang di absorbs (Underwood, 1998).
Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasarkan
pemakainnya:
1. Na2S2O3 sebagai titran dikenal sebagai iodimetri tak langsung.

106
2. I2 sebagai titran, dikenal sebagai iodimetri langsung dan kadang–kadang
dinamakan iodimetri.
3. Suatu oksidator kuat sebagai titran, diantaranya paling sering dipakai
ialah:
a) KMnO4 b) K2CrO7 c) Ce (IV)
4. Reduktor kuat sebagai titran (Harjadi, 1993).

Dikenal berbagai macam titrasi redoks yaitu permanganometri, dikromatometri,


serimetri, iodo – iodimetri, dan bromatometri. Permanganometri adalah titrasi
redoks yang menggunakan KMnO4 (oksidator kuat) sebagai titran. Dalam
permanganometri tidak diperlukan indicator, karena titran bertrindak sebagai
indicator (auto indikator). Kalium permanganate bukan larutan baku primer, maka
larutan KMnO4harus distandardisasi, antara lain arsen (III), oksida (As2O3), dan
Natrium Oksalat (N2C2O4). Permanganometri dapat digunakan untuk penentuan
kadar bese, kalsium, hidrogen peroksida. Pada penentuan besi pada bijih besi
mula-mula dilarutkan asam klorida, kemudian semua besi direduksi menjadi Fe2+,
baru dititrasi secara permanganometri. Sedangkan pada penetapan kalsium, mula-
mula kalsium diendapakan, dilarutkan dan oksalatnya dititrasi dengan
permanganat (Khopkar, 1990).
Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat
sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih
lemah daripada permanganate. Kalium dikromat merupakan standar primer
(Khopkar, 1990).

Titrasi dengan iodium ada dua macam yaitu iodimetri (secara lansung) dan
iodimetri (cara tidak langsung). Dalam iodimetri, iodin digunakan sebagai
oksidator, sedangkan iodimetri ion iodida digunakan sebagai reduktor. Baik dalam
iodimetri ataupun iodimetri. Penentuan titik akhir titrasi didasarkan pada I2 yang
bebas. Dalam iodiometri digunakan larutan tiosulfat untuk menitrasi iodium yang
dibebaskan. Larutan natrium tiosulfat merupakan standar sekunder dan dapat
distandardisasi dengan kalium kromat tau kalium iodidat (Khopkar, 1990).

107
Dalam proses analitis iod diguankan sebagai zat pengoksid (iodimetri ), dan ion
iodida digunakan sebagai zat pereduksi (iodimetri). Relatif beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung
dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi
banyak pereaksi oksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion
iodida, dan ada banyak prose penggunaan iodimetrik. Suatu kelebihan ion iodida
di tambahkan kepada perekasi oksidasi yang ditentukan dengan larutan natrium
tiosulfat. Iodimetri adalah suatu proses analitik tak langsung yang memlibatkan
iod. Ion iodida berlebih ditambahkan pada suatu zat pengoksid sehingga
membebaskan iod, yang kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat (Underwood,
1999).

Dalam suatu titrasi bila larutan titran dibuat dari zat yang kemurniannya tidak
pasti, perlu dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku
yang disebut larutan baku primer. Larutan standar primer adalah larutan dimana
kadarnya dapat diketahui secara langsung dari hasil penimbangan. Contohnya
K2Cr2O4, As2O3 dan sebagainya. Adapun syarat–syarat larutan standar primer
adalah :
1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni
2. Mempunyai kemurnian tinggi
3. Mempunyai rumus molekul yang pasti
4. Tidak mengalami perubahan saat penimbangan
5. Mempunyai berat ekivalen yang tinggi jai kesalahn penimbangan dapat
diabaikan.
Larutan standar sekunder adalah larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan
cara pembakuan. Contohnya NaOH, HCl, AgNO3, KMnO4, dan lain-lain.
Kebanyak titrasi dapat dilakukan dalam keadaan asam, disamping itu ada
beberapa titrasi yang sangat penting dalam suasana basa untuk bahan-bahan
organik. Daya oksidasi MnO4-lebih kecil sehingga letak keseimbang kurang
menguntungkan. Untuk menarik keseimbangan kearah hasil titrasi, titasi di
tambahkan Ba2+, yang dapat mngendapkan ion MnO42- sebagai BaMnO4. Selain

108
menggeser kesetimbangan ke kanan pengendapan ini juga mencegah reduksi
MnO42- ini lebih lanjut (Harjadi, 1993).

KMnO4 merupakan zat pengoksida yang penting. Untuk analisis kimia biasanya
digunakan pada larutan asam, dimana senyawa tersebut direduksi menjadi
Mn2+(aq). Pada analisis besi dengan MnO4-, contoh disiapkan dengan cara yang
sama untuk reaksi dan dititrasi dengan MnO4-(aq). Mn2+ mempunyai warna pink
(merah muda) sangat pucat yang dapat dilihat dengan mata telanjang. MnO4-
berwarna sangat cerah (ungu). Pada titik akhir titrasi larutan yang dititrasi
mempunyai warna akhir pink (merah muda) pekat dengan hanya penambahan satu
tetes lagi MnO4-. MnO4- kurang cocok untuk titrasi pada larutan alkali sebab hasil
reduksi MnO2 yang tidak larut mengaburkan titik akhir titrasi (TAT). Titrasi lain
yang menggunakan MnO4-meliputi penentuan nitrit, H2O2 dan kalsium (setelah
mengendap sebagai oksalat). Pada kimia organik MnO4-digunakan untuk
mengoksidasi alkohol dan hidrokarbon tidak jenuh. Mangan dioksida, MnO2,
digunakan pada sel kering, pada kaca dan lapisan keramik, dan sebagai katalis
(Petrucci, 1999).

Penetapan besi dalam bijih besi merupakan salah satu penerapan yang penting
dari titrasi permanganat. Bijih besi yang utama adalah oksida atau oksida
terhidrasi: hemit (Fe2O3), mangnetit (Fe2O4), geotit, dan limotit (2 Fe2O3 3H2O).
Asam terbaik untuk melarutkan bijih-bijih besi adalah asam klorida. Oksidasi
terhidrasi mudah larut, sedangkan hematit dan magnetit melarutkan agak lambat.
Sebelum titrasi dengan permanganat besi(III) harus direduksi menjadi besi(II).
Reduksi ini dapat dilakukan dengan timah (II) klorida (Underwood, 1998).
Banyak aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan sulfite dalam
minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol
dengan menggunakan kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah
penentuan asam oksalat dengan menggunakan permanganometri.

109
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Alat

III.1.1 Pipet takar 10 ml

Digunakan untuk memipet larutan secara teliti

III.1.2 Pipet ukur 10 ml

Untuk memipet larutan secara teliti

III.1.3 Gelas piala

Tempat meletakkan larutan

III.1.4 Erlenmeyer

Tempat larutan primer saat titrasi

III.1.5 Buret 50 ml

Tempat larutan sekunder saat titrasi

III.1.6 Botol timbang

Untuk menimbang zat

III.1.7 Batang pengaduk

Untuk mengaduk larutan

III.1.8 Labu ukur

Tempat melarutkan larutan

III.1.9 Corong

Perantara dalam memindahkan larutan

110
III. 2 Bahan

III.2.1 H2SO4 4 N

Larutan yang akan digunakan sebagai penambah pada titrasi

III.2.2 asam oksalat

Larutan yang akan digunakan sebagai

III.2.3 Aquades

Mengencerkan larutan

III.2.4 KmnO4

Sampel yang akan dianalisis

III.3 Prosedur kerja

III.3.1 kadar MnO2 dalam batu kawi

III.3.1.1 Timbang lebih kurang 50 mg batu kawi yang telah dihaluskan dalam
sekoci atau tanduk plastik yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian
contoh dimasukan dalam erlenmeyer 250 ml (jangan dibilas dahulu
sekoci dan timbang terlebih dahulu).

III.3.1.2 Contoh di bubuhi 100 mg asam oksalat (ditimbang dengan teliti). Dalam
sebuah gelas piala, sediakan campuran 5 ml air dan 1 ml H2SO4 4 N.
Tuangkan ke dalam erlenmeyer berisi contoh.

III.3.1.3 Erlenmeyer dihangatkan sehingga batu kawi larut semuanya dan


kemudian dititar dengan larutan KmnO4 0,1 N dan penetapan dilakukan
2x.

III.3 Skema Kerja

111
Haluskan batu kawi Timbang ± 50 mg batu kawi
tersebut

Masukka batu kawi yang ditimbang tadi kedalam Erlenmeyer

112
Sediakan 5ml air dan 9ml H2SO4 4N
Tuangkan ke dalam Erlenmeyer

113
Larutan dihangatkan sampai batu kawi larut kemudian dititar dengan KMnO4
lakukan percobaan 2-3 kali

114
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.2 Hasil Percobaan

Data Percobaan I Percobaan II


Massa oksalat 133,2 mg 0,1425 gram
Volume oksalat 15,2 ml 14,5 ml
Massa batu kawi 57 mg 18,8 mg
Kadar KMnO4 dalam 45 % 50 %
batu kawi

IV.2 Pembahasan

Pada analisa kadar MnO2 dalam batu kawi sebelum titrasi dilakukan terlebih
dahulu timbang batu kawi ± 50 mg masukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian
tambahkan 100 mg asam oksalat serta masukkan 5 ml H2SO4 kemudian panaskan
pada penangas setelah mencapai suhu yang ditentukan yakni 70°C angkat
Erlenmeyer dari penangas kemudian baru dilakukan titrasi dengan menggunakan
KMnO4 50 ml .

Pada saat pemanasan harus sampai pada suhu 70°C apabila dibawah suhu 70°C
reaksi berjalan lambat sedangkan pada suhu diatas 70°C ditakutkan zat yang
diinginkan ikut menguap . Penitaran dilakukan pada saat keadaan masih panas
untuk mempercepat proses reaksi . Pada saat TAT yang pink seulas yang tahan
selama 30 detik.

115
BAB IV

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan pratikum didapatkan hasil sebagai berikut:

Berat oksalat yang tertimbang 0,6313 gram dan konsentrasi oksalat 0,1014 N
sedangkan konsentrasi KMnO4 0,1003 N

Pada percobaan pertama :

1. Massa oksalat 0,1332 gram


2. Volume KMnO4 15,2 ml
3. Massa batu kawi 0,0570 gram = 57 mg
4. Kadar MnO4 adalah 45 %

Pada percobaan kedua :

1. Massa oksalat 0,1425 gram = 142,5 mg


2. Massa batu kawi 0,0588 gram = 58,8 mg
3. Volume KMnO4 45,5 ml
4. Kadar MnO2 50 %

V.2 Saran

Sebaiknya dalam pratikum kita teliti dalam menimbang zat dan teliti dalam
mentitrasi serta jangan lupa berdoa sebelum dan sesudah pratikum agar pratikum
berjalan lancer.

116
LAMPIRAN PERHITUNGAN

KADAR MnO2 DALAM BATU KAWI

Beratoksalat yang tertimbang 0,6313 gram

gr 1000
NOKSALAT = x
BE 100

0,6392 1000
= x
63 100

= 0,1014 N

Konsentrasi KMnO4

(V.N) oksalat = (V.N) KMnO4

10 ml . 0,1014 N = 10,1 ml . NKMnO4

NKMnO4 = 0,1003 N

Percobaan I

Massa oksalat = 133,2 mg

Volume KMnO4 = 15,2 ml

Massa batukawi = 57 mg

a
Oks−(V.N)KMnO4 .43,5
BE
Kadar MnO2 = x 100 %
Mg contoh

133,2
( )−(15,2 x 0,1003 N ).43,5
63
= 57 mg x 100

= 45 %

Percobaankedua

117
Massa oksalat = 142,5 mg

Massa kawi = 18,8 mg

Volume KMnO4 = 14,5 ml

142,5
( )−(14,5 x 0,1003 N ).43,5
63
Kadar MnO2 = 58,8 mg x 100

= 50 %

118
BAB I

PENDAHULUAN

I.1.Latar Belakang

Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan
pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa
jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena
perbandingan stokiometri yang sederhana pelaksanaannya, praktis dan tidak
banyak masalah dan mudah. (Nurirjawati El Ruri, 2012)

Iodimetri adalah jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi langsung dan
tidak langsung. Dilakukan percobaan ini untuk menentukan kadar-kadar zat
oksidator secara langsung, seperti kadar yang terdapat pada serbuk vitamin C.
(Nurirjawati El Ruri, 2012)

Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-zat yang
mengandung oksidator, misalnya Cl2, Fe(III), Cu(II) dan sebagainya. Sehingga
mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya. (Nurirjawati
El Ruri, 2012)

Titrasi redoks didasarkan pada pemindahan electron titran dan analit. Jenis titrasi
ini biasanya diikuti dengan potensiometri, meskipun pewarna yang mengubah
warna jika teroksidasi dengan kelebihan titran dapat digunakan.

Potensial reduksi adalah suatu ukuran seberapa menguntungksannya secara


termodinamik bagi suatu senyawa untuk mendapatkan electron. Nilai positif yang
tinggi untuk suatu potensial reduksi menunjukkan bahwa suatu senyawa mudah
tereduksi sehingga merupakan bahan pengoksidasi kuat, yaitu senyawa yang
menghilangkan electron dari zat-zat dengan potensial reduksi yang lebih rendah.

Suatu zat dengan potensial reduksi yang lebih tinggi akan mengoksidasi zat yang
potensial reduksinya lebih rendah. Perbedaan potensial antara dua zat merupakan
potensial reaksi dan lebih kurang merupakan perbedaan potensial yang akan

119
diukur jika zat tersebut terdiri atas dua setengah dari suatu sel listrik. Contohnya I2
akan mengoksidasi Br- dengan mengikuti persamaan berikut ini :

Cl2 + 2 Br- 2 Cl+Br2 (David, 2005)

Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena zat organic dan
zat anorganik dapat ditemukan dengan cara ini. Namun demikian agar titrasi
redoks ini berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut harus di penuhi :

1. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran
electron secara stokiometri.

2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur
(Kesempurnaan 99%). Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.
(Pharmaceutical friend. Org, 2012)

Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk memahami dan melihat
penentapan kadar dengan metode iodimetri.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami penetapan
kadar iodium dengan metode iodimetri dengan menggunakan larutan baku iodium
0,1 N

Prinsip dari percobaan ini adalah berdasarkan penetapan kadar iodium dimana
larutan baku sebagai reduksi dan zat uji sebagai oksidasi melalui reaksi redoks.

I.2.Tujuan

1. Mengetahui perbedaan titrasi iodometri

2. Mengetahui prinsip dari titrasi iodometri

3. Menentukan vitamin C dalam tablet

120
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Iodimetri merupakan metode titrasi atau volumetri yang pada penentuan atau
penetapan berdasar pada jumlah I2 (Iodium) yang bereaksi dengan sampel atau
terbentuk dari hasil reaksi antara sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara
sampel dengan ion iodide (I).

Metode ini tergolong titrasi langsung, berbeda dengan metode iodometri yang
sama-sama menggunakan I2 sebagai dasar penetapannya.

Iodimentri termasuk titrasi redoks dengan I2 sebagai titran sepetri dalam reaksi
redoks umumnya yang harus selalu ada oksidator dam reduktor, sebab bila suatu
unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron), maka harus ada
suatu unsure yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (Menangkap
electron), jadi tidak mungkin hanya ada oksidator atau reduktor saja. Dalam
metode analisis ini analit dioksidasikan oleh I2, sehingga I2 tereduksi menjadi ion
iodide, dengan kata lain I2 bertindak sebagai oksidator dengan reaksi :

I2 + 2e- 2l-

Indikator yang digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi biasanya adalah
kanji atau amilum 0,5-1%, karbon tetraklorida atau kloroform dapat mengetahui
titik akhir titrasi akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (disperse
koloidal) kanji. Warna yang terjadi adalah biru tua hasil reaksi I2 – Amilum.
Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah
dan basa lemah. pH tinggi (basa kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi
disproporsionasi menjadi hipoidat.
-
I2 + 2OH IO3- + I- + H2O (Hamdani, 2012)

Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri).


Relatiff beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi
secara langsung dengan iodium, maka jumlah penentuan penentuan iodimetrik
adalah sedikit, akan tetapi banyak pereaksi oksidasi yang cukup kuat untuk

121
bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses
iodimetrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi
yang ditentukan, dengan pembahasan iodium yang kemudian dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat.

Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu


kepada titrasi dengan suatu larutan ion standar. Metode titrasi tak langsung
(kadang-kadang dinamakan iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod
yang dibebaskan dalam reaksi kimia. (Ahmadi muslim, 2010)

Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi
sebesar +0,535√. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi menjadi iodida
sesuai dengan reaksi.

I2 + 2e 2 l-

Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi


yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai reduksi yang lebih
kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium.

Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk membakukan
larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dilakukan dengan
menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat
tercapainya titik akhir.

Pada farmakope indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan kadar


asam askorbat, natrium tiosulfat, metampiron (antalgin), serta natrium tiosulfat
dan sediaan injeksi. (Ibnu Golib, 2007)

Larutan I2 digunakan untuk mengoksidasi reduktor secara kuantitatif pada titik


ekuivalennya. Namun, cara pertama ini jarang diterapkan karena I2 merupakan
oksidator lemah, dan adanya oksidator kuat akan memberikan reaksi samping
dengan reduktor. Adanya reaksi samping ini mengakibatkan penyimangan hasil
penetapan. (Mulyono, 2011)

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan
bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan
oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi

122
memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung
mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang
terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu
berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator
reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar,
2003).

Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian,


oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk
penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion
vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai
pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai
pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).

Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri)


dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa
zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung
dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi
banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida,
dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida
ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan
iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara
iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).

Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi
agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar
dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam
botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada
suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah
penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap
suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan. (Underwood, 1986).

Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah


natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi

123
harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil
untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer
untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling
nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan
iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).

Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu


kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak
langsung (kadang-kadang dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi
dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem
reversibel:

I2(solid) 2e 2I–

adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang
jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya,
menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium
permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat
permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat
dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:

I2(aq) + I– I3–

Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik
ditulis sebagai:

I3– + 2e 3I–

Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-
iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium
permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).

Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu


larutan iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion tri-
iodida, I3–. Untuk tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod
seharusnya ditulis dengan I3– dan bukan dengan I2, misalnya:

I3– + 2S2O32- = 3I– + S4O62-

124
akan lebih akurat daripada:

I2 + 2S2O32- = 2I– + S4O62-

(Bassett, J. dkk., 1994).

Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja
sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah
lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau
kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir
titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji,
karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat
peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam
daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood,
1986).

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan
bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan
oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi
memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung
mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang
terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu
berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator
reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar,
2003).

Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian,


oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk
penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion
vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai
pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai
pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).

Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri)


dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa
zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung
dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi

125
banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida,
dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida
ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan
iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara
iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).

Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi
agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar
dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam
botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada
suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah
penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap
suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan. (Underwood, 1986).

Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah


natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi
harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil
untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer
untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling
nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan
iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).

Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu


kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak
langsung (kadang-kadang dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi
dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem
reversibel:

I2(solid) 2e 2I-

adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang
jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya,
menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium
permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat

126
permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat
dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:

I2(aq) + I- I3-

Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik
ditulis sebagai:

I3- + 2e 3I-

Dan potensial standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida
merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat,
kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).

Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu


larutan iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-
iodida, I3-. Untuk tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod
seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2, misalnya:

I3- + 2S2O32- = 3I- + S4O62- kan lebih akurat daripada:

I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O62-

(Bassett, J. dkk., 1994).

Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja
sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah
lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau
kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir
titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji,
karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat
peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam
daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood,
1986).

Dalam proses analitis, iod digunakan sebagai zat pengoksid (iodimetri), dan ion
iodida digunakan sebagai zat pereduksi (iodometri). Relatif beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung
dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi

127
banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida,
dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida
ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan dengan larutan natrium
tiosulfat. Iodometri adalah suatu proses analitis tak langsung yang melibatkan iod.
Ion iodida berlebih ditambahkan pada suatu zat pengoksid sehingga
membebaskan iod, yang kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat.(R. A. Day, Jr &
A. L .Underwood, Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi V. Hal. 294) (R. A. Day, Jr & A. L
.Underwood, Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi V. Hal. 311)

Iodimetri adalah suatu proses analitis di mana suatu agen pereduksi dititrasi
langsung dengan iodin (I3-), dan iodin bertindak sebagai agen pengoksidasi.(R. A.
Day, Jr & A. L .Underwood, Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi V. Hal. 304)

Zat-zat penting yang merupakan zat pereduksi yang cukup kuat untuk dititrasi
dengan iod adalah tiosulfat, arsen(III), stibium(III), sulfida, sulfit, timah(II), dan
ferrosianida. Daya mereduksi dari beberapa zat ini bergantung pada konsentrasi
ion hidrogen, dan hanya dengan penyesuaian pH dengan tepat dapatlah reaksi
dengan iod itu dibuat kuantitatif. (R. A. Day, Jr & A. L .Underwood, Analisa Kimia
Kuantitatif, Edisi V. Hal. 301)

Relatif sedikit zat yang bersifat pereduksi yang cukup kuat untuk dapat dititrasi
langsung dengan iod. Jadi penetapan iodimetri sedikit jumlahnya. Tetapi banyak
zat pengoksid yang cukup kuat untuk bereaksi dengan lengkap ion iodida, dan
terdapat banyak penerapan proses iodometri. Ion iod berlebih ditambahkan pada
zat pengoksid yang akan ditetapkan, dibebaskan iod, yang kemudian dititrasi
denga larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iod dan tiosulfat berlangsung baik
sampai lengkap.(R. A. Day, Jr & A. L .Underwood, Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi V. Hal.
300)

Iodin hanya sedikit sekali dapat larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25°C),
namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodin membentuk
kompleks triiodida dengan iodida.

I2 + I- I3-

dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 25 °C. Suatu kelebihan kalium
iodida ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan

128
keatsirian iodin. Biasanya sekitar 3 sampai 4 % berat KI dtambahkan ke dalam
larutan 0,1 N, dan botol yang mengandung larutan ini disumbat dengan baik. (R. A.
Day, Jr & A. L .Underwood, Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi V. Hal. 296).

129
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1. ALAT

 Neraca Analitik : menimbang dengan teliti

 Labu Ukur : melarutkan dengan teliti

 Batang Pengaduk : mengaduk zat

 Buret : titrasi

 Erlenmeyer : wadah zat pentiter

 Gelas piala : wadah larutan

 Klem + standar : untuk penyangga buret

 Botol timbang : wadah untuk menimbang zat

 Labu semprot : tempat meletakkan akuades

 Pipet gondok : untuk mengambil larutan dengan teliti

 Pipet takar : untuk mengambil larutan tidak teliti

 Bulp : membantu menghisap larutan

 Buret : sebagai wadah zat pentiter

 Gelas piala : tempat zat / larutan

III.2.Bahan

 Na2S2O3 : larutan standar

 K2Cr2O7 : larutan baku primer

 Na2C2O4 : sampel

 Aquades : pelarut

 Kanji : indikator

130
 KI : untuk mereduksi sampel

 HCl 4 N : pemberi suasana asam

 Kalium dikromat : larutan standar sekunder

 I2 : untuk menitrasi vit. C

 Vit. C : sampel

III.3.Cara Kerja

 Pembuatan larutan thiosulfat

1) Ditambahkan 6,20 gr Na2S2O3.5H2O dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml


dan dilarutkan dengan air suling yang telah didihkan terlebih dahulu.

2) Ditambahkan 0,1 gr Na2CO3 kemudian ditepatkan sampai tanda garis di


biarkan larut ± 1 minggu sebelum ditepatkan dititar

 Pembuatan larutan kanji

Kanji 1 gr di buat pasta dengan sedikit air, lalu di tambahkan kedalam 100 ml air
mendidih selama penambahan larutan di aduk terus. Sebaiknya di buat
penetapan karena tidak tahan lama.

 Penetapan titar thiosulfat (cara 1)

1) Ditimbang dengan teliti ± 500 mg K2Cr2O7 dilarutkan dengan air suling


dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan sampai tanda batas.

2) Dipipet 10 ml K2Cr2O7 kedalam erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 4 ml


KI dan 10 ml HCl 4 N.

3) Dititrasi dengan larutan thio, setelah larutan kering ditambahkan 1 ml kanji


sebagai indikator. Penitaran dihentikan bila larutan berubah dari biru
menjadi hijau muda. Dilakukan titrasi duplo.

 Penetapan thiosulfat (cara 2)

1) Ditimbang dengan teliti ± 120 mg K2Cr2O7

2) Dilarutkan dengan 25 ml aquades

3) Ditambahkan 4 ml KI dan 10 ml HCl 4 N

131
4) Dititrasi dengan larutan thio

III. Skema kerja

1. pembuatan larutan tiosufat

Ditimbang Na2S2O3.H2O seberat 6.20 gram

Kemudian diencerkan dalam gelas pialadan ditambahkan 0.1 gram Na2CO3

132
Dimasukan kedalam labu ukur 100 ml diencerkan sampai tanda garis dengan
air suling yang telah didihkan kemudian dihomogenkan

2. penetapan tio sulfat ( cara 1)

133
a. Ditimbang 500 mg kalium dikromat.

134
b. kedalam labu ukur 100 ml diencerkan kalium dikromat sampai tanda garis

dengan air suling yang telah didihkan kemudian dihomogenkan.

135
Pipet 10 ml kalium kromat ke dalam erlenmeyer yang berisi 4 ml KI dan 10
ml HCl

I2(s) + 2e- 2I-

136
c. Titrasi dengan larutan tio. Setelah kunig . ditambahkan 1 ml kanji sebagai
indikator

Ditimbang 120 mg dalam erlenmeyer Dilarutkan dengan 25 ml air


suling.

137
Ditambahkan 4 ml KI dan ditambahkan juga

I2(s) + 2e- 2I-

10 ml HCl selanjutnya dilakukan titrasi


dengan tio sulfat.

A. Penyiapan Sampel

138
1. Kaca arloji disediakan 2.
Ditimbang Iod sebanyak 1,27 g

3. Dilarutkan Iod di dalam gelas


4. Ditambahkan KI sebanyak 2 ml

piala, diencerkan sampai tanda


batas skala

139
5. Dipipet 10 ml larutan Iod
6.Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

140
7. Diteteskan beberapa indikator kanji
8. Dititar dengan tio 0,1 N dan

dihitung konsentrasi tepat

B. Penetapan Vitamin C

141
1. Ditimbang 100 mg tablet vitamin
C 2. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

4. Encerkan
dengan 25 ml air

142
5. Sampel dipipet 10 ml ke dalam
Erlenmeyer 250 ml

6.Diteteskan 1-2 tetes Indikator kanji 7.Sampel dititrasi dengan I2

143
144
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.I.Hasil

IV.1.1 Tabel hasil Pengamatan masing masing kelompok.

kelompok N tiosulfat

1 0,1020 N

2 0,1343 N

3 0,1380 N

4 0,1385 N

5 0,1205 N

6 0,1119 N

7 0,1117 N

8 0,1402 N

9 0,1110 N

10 0,1281 N

Rata-rata 0,1236 N

IV.2.Pembahasan

Pada percobaan iodometri menggunakan metode titrasi lagnsung yang mana di


lakukan untuk zat-zat dengan oksidasi potensial yang rendah dari sistem iodida,

145
iodida dengan menggunakan larutan baku adalah (I2), yang digunakan pada
praktikum ini adalah serbuk vitamin C.

Untuk menentukan kadar vitamin C digunakan air bebas O2. Guna untuk
menghindarkan tereduksinya vitamin C oleh udara. Dalam hal ini larutan iodium
dapat digunakan sebagai indikator I2 dalam air.

Pada percobaan ini diperoleh volume titrasi 2,4 ml dengan persen kadar 17,25%,
perubahan warna dari biru menjadi bening (hilang). Telah terjadi perubahan warna
oada percobaan ini tetapi ada yang tidak sesuai dengan literatur hasil yang di
dapatkan yaitu perubahan warna dari biru tetapi tidak menjadi bening sempurna.

Persen kadar yang didapat 17,25% ini menunjukkan hasilnya tidak sesuai denga
literatur pada farmakope yang menyatakan bahwa kadar dari asam askorbat tidak
kurang dari 99,9%.

Adapun perbedaan yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Disebabkan


karena beberapa faktor kesalahan, yaitu :

1. Alat yang di gunakan kurang steril

2. Kurang ketelitian dalam menimbang sampel

3. Pereaksi yang di gunakan telah terkontaminasi

4. Kurangnya ketelitian saat praktikum

146
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.I.KESIMPULAN

1) Titrasi iodometri (titrasi tidak langsung) : penetapan suatu oksidator


dengan menggunakan iodide sebagai pereaksi reduksi dalam larutan
standar tio

2) Titrasi iodometri (titrasi langsung) adalah penetapan suatu reduktor


dengan iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi dan sebagai larutan
standar

3) Prinsip dari titrasi iodometri adalah berdasarkan penetapan kadar iodium


dimana larutan baku sebagai reduksi dan zat uji sebagai oksidasi melalui
reaksi redoks

4) Berdasarkan dari praktikum yang dilakukan didapatkan kadar vitamin C


17,25%

V.2.SARAN

Sebaiknya dalam melakukan praktikum, praktikan lebih serius dan berhati-hati


dalam praktikum supaya mendapatkan hasil yang maksimal

147
LAMPIRAN

JAWABAN PERTANYAAN

1. Kegunaan Na2CO3 pada pembuatan thiosulfat adalah sebagai pengawet yang


dapat mencegah bakteri selama penyimpanan dan keberadaan bakteri yang
dapat mempengaruhi kestabilan air
2. Saat titrasi, dahulukan K2Cr2O7 sebagai larutan standar primer kemudian
ditambahkan HCl lalu KI, karena sifat KI mudah menguap
3. Karena indikator amylum sebagai pemasang agen yang dapt membungkus KI
sehingga sukar bereaksi dengan thio.

148
LAMPIRAN PERHITUNGAN

PENENTUAN KADAR KLOR SECARA MOHR DAN


VOLHARD

StandarisasiAgNO3denganNaCLmurniKonsentrasitepatNaCl

N .V .BE gr 1000
Gram NaCl = N= x
1000 BE V

0,05 .100 .58,5 0,2925 gram 1000


= = x
1000 58 100

= 0,2925 gram= 0,0504 N

Berat tertimbang 0,2925 gram

StandarisasiNaCldengan AgNO3

Volume AgNO3 = 1. 10,3 ml

2. 10,5 ml

3. 11,1 ml

Volume rata-rata = 10,6 ml

(V .N )NaCl = ( V.N ) AgNO3

10 ml . 0,0504 N = 10,6 ml . NAgNO3

N AgNO3 = 0,0475 N

Kadar Cl-secara Mohr

(V.N)AgNO3 .BE
Kadar Cl- = x 100%
mg Sampel

= 6,11 %

PenetapankadarCl-secaravolhard

149
Standarisasi AgNO3denganNaClmurniStandarisasi KSCNdengan AgNO3

(V.N) NaCl = (V.N) AgNO3 (V .N ) KSCN = (V.N) AgNO3

10 ml .0,0502 N = 12,85 ml .NAgNO310,30 ml . NKSCN = 10 ml .0,0390 NNAgNO3 =


0,03906 N NKSCN = 0,0379 N

PenetapankadarCl-dalamsampel

(V.N) Ag+ = (V.N) Cl- + (V.N ) SCN-

25 ml . 0,0390 N = 10 ml .N Cl- + 13,20 ml . 0,0379 N

0,9750 N = 10 N Cl- + 0,5003

N Cl- = 0,04747 N

mmol Ar Cl¯
Kadar Cl- = x 100%
mg sampel

0,0474 x 13,2 .35,5


= x 100%
294,5

= 7,5533 %

150
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan


dari garam yang tidak mudah larut antara titran dan analit. Hal dasar yang
diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan
yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi
yang mengganggu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati.

Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan
reaksi pengendapan antara ion halida ( Cl-, I-, Br- ) dengan ion perak Ag+. Titrasi
ini biasanya disebut sebagai argentometri, yaitu titrasi penentuan analit yang
berupa ion halida dengan menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO3.

Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut
antara titrant dan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi
penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari
analit membentuk garam yang tidak mudah larut.

Penentuan klorida dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah metode


argentometri dan spektrofotometer. Penggunaan metode yang klasik untuk
menganalisis kadar klorida yang dilakukan dengan mempergunakan AgNO3 dan
indikator K2Cr2O4, kelebihan dari analisis klorida dengan cara ini yaitu
peelaksanaan yang mudah dan cepat, mememiliki ketelitian dan keakuratan yang
tinggal dan dapat digunakan untuk menentukan kadar yang memiliki sifat yang
berbeda-beda.

Pembentukan dari sebuah endapan berwarna menggunakan metode Mohr. Persis


seperti sistem asam-basa, pembentukan satu endapan lain dapat dipergunakan
untuk mengindikasikannya seleseinya sebuah titrasi pengendapan. Contoh yang
paling terkenal dari kasus semacam ini adalah yang disebut titrasi Mohr klorida
dengan ion perak, dimana kromat digunakan sebagai indikator. Kemunculan awal

151
endapan kromat berwarna kemerah-merahan diambil sebagai titik akhir dari
titrasi.

I.2.Tujuan

1. Dapat menentukan kadar klor seacar mohr


2. Dapat menentukan kadar klor secara volhard
3. Mengetahui perbedaan penentuan kadar klor secara mohr dan volhard

152
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak.
Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam
suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan pada pembentukan
endapan dengan ion Ag+. Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa
dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (Day & Underwood, 2001).

Argentometri merupakan titrasi pengendapan sampel yang dianalisis dengan


menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini
adalah ion halida(Cl-, Br-, I-) (Khopkar,1990). Ada tiga tipe titik akhir yang
digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :

1. Indikator

2. Argentometri

3. Indikator kimia

Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang


dicelupkan ke dalam larutan analit. Titik akhir argentometri melibatkan penentuan
arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit.
Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari
perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat
indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi,
yaitu :

1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-functiondari


reagen/analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk
analit.(Skoog et al.,1996)

Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume

153
larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan,
kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Isnawati, 2010).

Reaksi pengendapan ialah apakah reaksi ini dapat terjadi pada suatu keadaan
tertentu.Jika Q adalah nilai hasil kali ion-ion yang terdapat dalam larutan, maka
kesimpulan yang lebihumum mengenai pengendapan dasar larutan adalah :y
Pengendapan terjadi jika Q > Kspy Pengendapan tak terjadi jika Q < Kspy
Larutan tepat jenuh jika Q = Ksp (Petrucci, 1989).Jika suatu garam memiliki
tetapan hasil kali larutan yang besar, maka dikatakan garam tersebut mudah larut.
Sebaliknya jika harga tetapan hasil kali larutan dari suatu garam tertentu sangat
kecil, dapat dikatakan bahwa garam tersebut sukar untuk larut. Harga tetapan hasil
kali kelarutan dari suatu garam dapat berubah dengan perubahan
temperatur.Umumnya kenaikan temperatur akan memperbesar kelarutan suatu
garam, sehingga harga tetapan hasil kali kelarutan garam tersebut juga akan
semakin besar (Petrucci, 1989).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:

1. pH

2. Temperatur

3. Jenis pelarut

4. Bentuk dan ukuran partikel

5. Konstanta dielektrik pelarut

6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk komplek ion sejenis, dll.
(Pantang,2010)

Prinsip Percobaan
Percobaan ini berdasarkan pada reaksi pengendapan zat yang cepat mencapai
kesetimbangan pada setiap penambahan titran. Adapun pentiter yang digunakan
adalah larutan baku AgNO3.

Titrasi argentometri ini dapat dilakukan dengan 3 macam metode, yaitu:

154
a. Cara Mohr

Dilakukan dalam suasana netral, sebagai indikatornya digunakan kalium kromat.


Titik akhir titrasi dengan cara ini adalah merah bata.

b. Cara Volhard

Dilakukan dalam suasana asam dengan indikator Fe3+ dan titik akhir titrasi dengan
cara ini adalah merah yang berasal dari Fe(SCN)2+.

c. Cara Fajans

Dilakukan dalam suasana sedikit asam, indikatornya adalah indikator adsorpsi


misalnya flourescen dan titik akhir titrasinya adalah endapan merah atau rose.

Pengertian Titrasi Pengendapan

Titrasi pengendapan adalah salah satu golongan titrasi dimana hasil reaksi
titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya ialah
reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan
titran, tidak ada pengotor yang mengganggu serta diperlukan indikator untuk
melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang dapat digunakan pada
titrasi. (Khopkar, 1990)

Pengertian Argentometri
Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin argentum, yang berarti perak.
Jadi argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam
suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan
dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi
indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat AgNO3. Dengan
mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat
tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan.
(Underwood, 1992)

A. Cara Mohr

Pada metode ini, titrasi halide dengan AgNO3 dilakukan dengan K2CrO4. Pada
titrasi ini akan terbentuk endapan baru yang berwarna. Pada titik akhir titrasi, ion

155
Ag+ yang berlebih diendapkan sebagai Ag2CrO4 yang berwarna merah bata.
Larutan harus bersifat netral atau sedikit bas, tetapi tidak boleh terlalu basa sebab
Ag akan diendapkan sebagai Ag(OH)2. Jika larutan terlalu asam maka titik akhir
titrasi tidak terlihat sebab konsentrasi CrO4- berkurang.
Pada kondisi yang cocok, metode mohr cukup akurat dan dapat digunakan pada
konsentrasi klorida yang rendah. Pada jenis titrasi ini, endapan indikator berwarna
harus lebih larut disbanding endapan utama yang terbentuk selama titrasi.
Indikator tersebut biasanya digunakan pada titrasi sulfat dengan BaCl2, dengan
titik akhir akhir terbentuknya endapan garam Ba yang berwarna merah. (Khopkar,
1990)

B. Cara Volhard

Titrasi Ag dengan NH4SCN dengan garam Fe(III) sebagai indikator adalah contoh
metode volhard, yaitu pembentukan zat berwarna didalam larutan. Selama titrasi,
AgSCN terbentuk sedangkan titik akhir tercapai bila NH4SCN yang berlebih
bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna merah gelap [FeSCN]2+.
Pada metode volhard, untuk menentukan ion klorida suasana haruslah asam
karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 berlebih yang
ditambahkan ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag+ tersebut
kemudian dititrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai indikator.
(Khopkar, 1990)

C. Cara Fajans

Dalam titrasi fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat
yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna.
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen, antara lain dengan
memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
HFI  Indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organic yang dapat
membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya flouresein yang digunakan
dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, flouresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFI) :
H+ + FI-

156
Ion FI- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan
berwarna merah muda.

Flouresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir
dalam titrasi ini diketahui berdasar tiga macam perubahan, yakni (i) endapan yang
semula putih menjadi merah muda dan endapan terlihat menggumpal, (ii) larutan
yang semula keruh menjadi lebih jernih, dan (iii) larutan yang semula kuning
hijau hampir tidak berwarna lagi. (Harjadi, 1990)

Penetapan Titik Akhir Dalam Reaksi Pengendapan

A. Pembentukan suatu endapan berwarna


Ini dapat diilustrasikan dengan prosedur mohr untuk penetapan klorida dan
bromide. Pada titrasi suatu larutan netral dari ion klorida dengan larutan perak
nitrat, sedikit larutan kalium kromat ditambahkan untuk berfungsi sebagai
indikator. Pada titik akhir, ion kromat ini bergabung dengan ion perak untuk
membentuk perak kromat merah yang sangat sedikit sekali dapat larut. Titrasi ini
hendaknya dilakukan dalam suasana netral atau sangat sedikit sekali basa, yakni
dalam jangkauan pH 6,59. (Bassett, 1994)

B. Pembentukan suatu senyawaan berwarna yang dapat larut


Contoh prosedur ini adalah metode volhard untuk titrasi perak dengan adanya
asam nitrat bebas dengan larutan kalium atau ammonium tiosianat standar.
Indikatornya adalah larutan besi(III) ammonium sulfat. Penambahan larutan
tiosianat menghasilkan mula-mula endapan perak klorida. Kelebihan tiosianat
yang paling sedikitpun akan menghasilkan pewarnaan coklat kemerahan,
disebabkan oleh terbentuknya suatu ion kompleks.
Ag+ + SCN-  AgSCN
Fe3+ + SCN-  [FeSCN]2+
Metode ini dapat diterapkan untuk penetapan klorida, bromide dan iodide dalam
larutan asam. Larutan perak nitrat standar berlebih ditambahkan dan kelebihannya
dititrasi balik dengan larutan tiosianat standar. (Bassett, 1994)
Ag+ + Cl-  AgCl

157
Ag+ + SCN-  AgSCN

C. Penggunaan indikator adsorpsi


Aksi dari indikator-indikator ini disebabkan oleh fakta bahwa pada titik ekuivalen,
indikator itu diadsorpsi oleh endapan dan selama proses adsorpsi terjadi suatu
perubahan dalam indikator yang menimbulkan suatu zat dengan warna berbeda,
maka dinamakan indikator adsorpsi.
Zat-zat yang digunakan adalah zat-zat warna asam, seperti warna deret flouresein
misalnya flouresein an eosin yang digunakan sebagai garam natriumnya.
Untuk titrasi klorida, boleh dipakai flouresein. Suatu larutan perak klorida dititrasi
dengan larutan perak nitrat, perak klorida yang mengendap mengadsorpsi ion-ion
klorida. Ion flouresein akan membentuk suatu kompleks dari perak yang merah
jambu. (Bassett, 1994)

158
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Alat

 Pipet takar 10 ml : digunakan untuk memipet larutan secara teliti


 Pipet ukur 10 ml : untuk memipet larutan secara teliti
 Gelas piala : tempat meletakkan larutan
 Erlenmeyer : tempat larutan primer saat titrasi
 Buret 50 ml : tempat larutan sekunder saat titrasi
 Botol timbang : untuk menimbang zat
 Batang pengaduk : untuk mengaduk larutan
 Labu ukur : tempat melarutkan larutan
 Corong : perantara dalam memindahkan larutan

III. 2 Bahan

 AgNO3 : sebagai bahan baku dalam pratikum ini


 NaCl : sebagai bahan pada pratikum ini
 Aquades : mengencerkan larutan
 Kalium dikromat : sampel yang akan dianalisis
 HNO3 : sebagai bahan pada pratikum ini
 KSCN : sebagai larutan pentitar

III.3 Prosedur kerja

 penentuan kadar klor secara mohr


10 ml larutan contoh di pipet ke dalam erlenmeyer 300 ml dibubuhi
beberapa larutan K2CrO4 lalu di titar dengan AgNO3 0,05 N hingga titik
akhir tercapai, penetapan dilakukan 2x dan hitung kadar klor dalam
contoh.
 penentuan kadar klor secara volhard

Dipipet 10 ml larutan contoh ke dalam erlenmeyer dan di bubuhi berturut


turut :5 ml HNO3 4 N, 25 ml AgNO3, 5 ml air suling, 1 ml feri amonium

159
sulfat dan 1 ml nitrobenzena, larutan kemudian di titrasi dengan KSCN yang
telah diketahui normalitasnya, sehingga terbentuk warna merah. Percobaan
dilakukan 2x dan hitung kadar klor dalam contoh.

 Penetapan titar KSCN


1. Timbang lebih kurang 1,22 gram KSCN, masukan ke dalam gelas piala,
dilarutkan sampai tanda batas dengan air suling. Sebelum di pakai kalau
perlu larutan di saring. Untuk menetapkan titar larutan KSCN ini
dipergunakan AgNO3.
2. Pipet 10 AgNO3 ke dalam sebuah erlenmeyer, ditambah 4 ml HNO3
4N.Kemudian dibubuhi 2 ml indikator tawas feri amonium 40%, lalu titar
dengan KSCN sampai terjadi perubahan warna penitaran dilakukan 2x dan
hitung kadar KSCN.

III.3 Skema Kerja

III.3.1 Prosedur Cara Mohr

1. Sampel asam cuka dipipet 10 ml


2. Sampel dimasukkan ke dalam

160
di dalam labu ukur
erlenmeyer

3. Diteteskan 1-2 tetes Indikator PP


4. Sampel dititrasi dengan NaOH

161
1.Sampel asam cuka dipipet 10 ml 2.Sampel dimasukkan ke dalam
di dalam labu ukur erlenmeyer

162
3. Diteteskan 1-2 tetes Indikator PP
4. Sampel dititrasi dengan NaOH
5. Dilakukan sampai titik akhir titrasi dan dihitung kadar asam asetat
sampel.

163
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.I.HASIL

Kadar klorida Kadar klorida Vol AgNO3


dalam metoda dalam metoda yang terpakai
KELOMPOK
mohr volhard

I 4,6375 % 16, 6 % 11 ml

II 5,9893 % 16, 6 % 11 ml

III 7,2 % 16, 6 % 11 ml

IV 5,4671 % 16, 6 % 11 ml

V 4,85 % 16, 6 % 11 ml

VI 6,53 % 16, 6 % 11 ml

VII 5,8714 % 16, 6 % 11 ml

VIII 6,34 % 16, 6 % 11 ml

IX 7,1 % 16, 6 % 11 ml

X 6,629 % 16, 6 % 11 ml

IV.2.PEMBAHASAN

Argentometri merupakan analisis volumetri berdasarkan atas reaksi pengendapan


dengan menggunakan larutan standar argentum. Atau dapat diartikan sebagai cara
pengendapan kadar ion halida atau kadar Ag+ itu sendiri dari reaksi terbentuknya
endapan dan zat uji dengan titran AgNO3.

164
Dari titrasi yang dilakukan, diperoleh volume AgNO3 yang digunakan untuk titrasi
yaitu 11 ml. Dan dari hasil perhitungan, diperoleh berat NaCl 0,2912 gr dan %
clorida dengan metoda klor 7,1 % dan % clorida dengan metoda volhard 16,6 %.
Pada proses titrasi pengendapan ini dipengaruhi oleh kelarutan. Dan faktor yang
mempengaruhi kelarutan dari titrasi ini antara lain temperatur, efek ion lain,
pengaruh ph, dan faktor lainnya. Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur.
Berdasarkan sifat pelarut, garam-garam anorganik lebih larut dalam air,
berkurangnya kelarutan didalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar
pemisahan dua zat. Ion lain dalam larutan juga berpengaruh pada kelarutan.
Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam larutan terdapat garam
yang bebrbeda dengan endapan.

165
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan disimpulkan bahwa :

1. Kadar klor secara volhard lebih besar dibanding kadar klor secara mohr
2. Kadar klor secara mohr 6,11 %
3. Kadar klor secara volhard 7,5533%
4. Pada penentuan klor secara Mohr kita menggunakan indicator K2CrO7
5. Secara volhard indicator yang digunakan adalah feri ammonium sulfat.

V.2 Saran

Sebaiknya dalam melakukan titrasi kita benar-benar memperhatikan perubahan


warna yang terjadi karena itu akan mempengaruhi hasil dari kadar Cl- baik secara
Mohr maupun secara volhard .

166
LAMPIRAN PERHITUNGAN

PENENTUAN KADAR KLOR SECARA MOHR DAN


VOLHARD

StandarisasiAgNO3denganNaCLmurniKonsentrasitepatNaCl

N .V .BE gr 1000
Gram NaCl = N= x
1000 BE V

0,05 .100 .58,5 0,2925 gram 1000


= = x
1000 58 100

= 0,2925 gram= 0,0504 N

Berat tertimbang 0,2925 gram

StandarisasiNaCldengan AgNO3

Volume AgNO3 = 1. 10,3 ml

2. 10,5 ml

3. 11,1 ml

Volume rata-rata = 10,6 ml

(V .N )NaCl = ( V.N ) AgNO3

10 ml . 0,0504 N = 10,6 ml . NAgNO3

N AgNO3 = 0,0475 N

Kadar Cl-secara Mohr

(V.N)AgNO3 .BE
Kadar Cl- = x 100%
mg Sampel

= 6,11 %

PenetapankadarCl-secaravolhard

Standarisasi AgNO3denganNaClmurniStandarisasi KSCNdengan AgNO3

(V.N) NaCl = (V.N) AgNO3 (V .N ) KSCN = (V.N) AgNO3

167
10 ml .0,0502 N = 12,85 ml .NAgNO310,30 ml . NKSCN = 10 ml .0,0390 NNAgNO3 =
0,03906 N NKSCN = 0,0379 N

PenetapankadarCl-dalamsampel

(V.N) Ag+ = (V.N) Cl- + (V.N ) SCN-

25 ml . 0,0390 N = 10 ml .N Cl- + 13,20 ml . 0,0379 N

0,9750 N = 10 N Cl- + 0,5003

N Cl- = 0,04747 N

mmol Ar Cl¯
Kadar Cl- = x 100%
mg sampel

0,0474 x 13,2 .35,5


= x 100%
294,5

= 7,5533 %

168
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Perlakuan suatu sampel dalam ilmu kimia sangatlah beragam. Namun,


keberagaman itu tidak dikarenakan seenaknya mencampur zat-zat bahan kimia.
Akan tetapi, timbul sebagai akibat dari pemerian zat yang akan diuji. Tiap zat
dalam suatu senyawa pasti memiliki sifat tertentu apabila dicampurkan dengan
senyawa lain, dan juga apabila dilarutkan dalam suatu pelarut, misalnya air, eter,
gliserol, dan lain-lain. Pengidentifikasian suatu zat harus melalui suatu prosedur
kerja sebab adanya hasil reaksi (yang mungkin berbahaya) yang timbul saat dua
senyawa atau lebih direaksikan, misalnya dengan senyawa logam. Salah satu cara
untuk melakukan identifikasinya, khusus pada zat yang mengandung senyawa
logam, digunakan suatu teknik titrasi yang disebut titrasi kompleksometri atau
reaksi pembentukan kompleks.

Metode titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan seyawa


kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang sering digunakan adalah
dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). Dinatrium EDTA
digunakan sebagai titran. Dalam penetapan kadarnya digunakan beberapa
indikator sepeti hitam eriokrom, jingga xilenol, dan biru hidroksi naftol.

Manfaat dari percobaab titrasi kompleksometri adalh dapat menentukan kadar


logam-logam yang ada dalam suatu produk farmasi sehingga tepat kadar (sesuai
standar) dan tidak menjadi toksik serta membahayakan konsumen.

Satu dari jenis-jenis reaksi kimia yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan
titrimetrik melibatkan penbentukan suatu kompleks atau ion kompleks yang dapat
larut tetapi sedikit terdisosiasi. Suatu contoh adalah dari ion perak dengan ion
sianida untuk membentuk ion kompleks Ag(CN)2 yang sangat stabil :
Ag + + 2 CN- Ag(CN)2-
Kompleks yang terbentuk dari suatu reaksi ion logam, yaitu kation dengan suatu
anion atau molekul netral. Ion logam didalam kompleks disebut atom pusat dan

169
kelompok yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan terbentuk
oleh atom logam pusat disebut bilangan koordinasi dari logam. Dari komlpeks
diatas perak merupakan atom logam dengan hilangan koordinasi dua, dan
sianidanya merupakan ligannya.

Reaksi membentuk kompleks dapat dianggap sebagai asam-basa lewis dengan


ligan bekerja sebagai basa dengan memberikan sepasang electron. Kepada kation
yang merupakan suatu asam. Ikatan yang terbentuk antara atom logam pusat dan
ligan sering kovalen, tetapi dalam bebeapa keadaan interaksi dapat merupakan
gaya penarik columb.

Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi


pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian
adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi kompleks biasa sepertidi atas,
dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri,seperti yang
menyangkut penggunaan.

I.2.Tujuan
1. Dapat mentitrasi dengan metoda kompleksometri
2. Mengetahui titrasi kompleksometri
3. Melakukan pembakuan EDTA dengan larutan CaCO3Menganalisis
kandungan tio sulfat dan kalium dikromat

170
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang berdasarkan reaksi pembentukan


kompleks, misalnya penetapan kadar Ca (ion logam) dengan EDTA (garam
natrium dari asam etilendiaminatetra-asetat) (Pujaatmaka, 2002).

Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa


kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat
pembentuk kompleksyang banyak digunakan dalam titrasi kompleksomteri adalah
garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). Senyawa ini dengan
banyak kation membentuk kompleks dengan perbandingan 1:1, beberapa
valensinya :

M++ + (H2Y)- (MY)- + 2H+

M3+ + (H2Y)- (MY)- + 2H+

M4+ + (H2Y)- (MY)- + 2H+

M adalah kation (logam) dan (H2Y)- adalah garam dinatrium etilendiamina


tetraasetat. Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat
kation dan pH larutan. Oleh karena itu, titrasi dilakukan pada pH tertentu. Pada
larutan yang terlalu alkalis perlu diperhitungkan kemungkinan mengendapnya
logam hidroksida (Tim Penyusun, 2013).

Menurut Basset (1994), bahwa ada prosedur-prosedur yang paling penting untuk
titrasi ion-ion logam dengan EDTA, yaitu:

1. Titrasi langsung. Larutan yang mengandung ion logam yang akan


ditetapkan, dibuferkan sampai ke pH yang dikehendaki (misalnya sampai
pH=10 dengan NH+larutan-air NH2), dan titrasi langsung dengan larutan
EDTA standar. Mungkin adalh perlu untuk mencehag pengendapan
hidroksida logam itu dengan penambahan sedikit zat pengompleks
pembantu, seperti asam tartrat atau sitrat atau trietanolamina.
2. Titrasi balik. Karena berbagai alasan, banyak logam tak dapat dititrasi
langsung; mereka mungkin mengendap dari dalam larutan dalam

171
jangkauan pH yang perlu untui titrasi, atau mereka mungkin membentuk
komplek-kompleks inert atau indikator logam yang sesuai tidak tersedia.
Dalam hal-hal demikian, ditambahkan larutan EDTA standar berlebih,
larutan yang dihasilakn dibuferkan sampai ke pH yang dihendaki.
3. Titrasi penggantian atau titrasi substitusi. Titrasi substitusi dapat
digunakan untuk ion logam yang tidak bereaksi (atau bereaksi dengan tak
memuaskan) dengan indikator logam.
4. Titrasi alkalimetri. Bila suatu larutan EDTA, ditambahkan kepada suatu
larutan yang mengandung ion-ion logam, terbentuklah kompleks-
kompleks disertai dengan pembebasan dua ekivalen ion hidrogen.

Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-garam


logam. Etilendiamin tetraasetat (EDTA) merupakan titran yang sering digunakan.
EDTA akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali
logam alkali seperti natrium dan kalium. Untuk deteksi titik akhir titrasi
digunakan indikator zat warna yang ditambahkan pada larutan logam pada saat
awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna dengan
sejumlah kecil logam. Pada titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) maka
komples indikator logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda.
Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini antara lain hitam
eriokrom, mureksid, jingga pirokatenol, jingga xilenol, asam kalkon karbonat,
kalmagit, dan biru hidroksi naftol (Gholib, 2007).

Analisis kualitatif untuk zat-zat anorganik yang mengandung ion-ion logam


seperti aluminium, bismuth, kalium, magnesium, dan zink dengan cara gravimetri
memakan waktu yang lama, karena prosedurnya meliputi pengendapan,
penyaringan, pencucian, dan pengeringan atau pemijaran sampai bobot konstan.
Sekarang telah ditemukan prosedur titrimetri yang baru untuk penentuan ion-ion
logam ini dengan peraksi etilen diamin tetra asetat dinatrium yang umumnya
disebut EDTA dengan menggunakan indikator terhadap ion logam yang
mempunyai sifat seperti halnya indikator pH pada titrasi asam basa,dengan dasar
pembentukan khelat yang digolongkan dalam golongan komplekson. Titrasi
kompleksometri ialah suatu titrasi berdasarkan reaksi pembentukan senyawa
kompleks antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks. (Day & Underwood,

172
1986). Menurut Khopkar (2002), titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan
pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar
mengion). Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks.

Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun
sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang
dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau
molekul netral (Basset, 1994). Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi
yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan
molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar
terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi
kompleks biasa sepertidi atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai
titrasi kelatometri,seperti yang menyangkut penggunaan EDTA (Khopkar, 2002).
Macam-macam titrasi yang sering digunakan dalam kompleksometri,antara lain :

1. Titrasi langsung yaitu titrasi yang biasa digunakan untuk ion-ion yang
tidak mengendap pada pHtitrasi, reaksi pembentukan kompleksnya
berjalan cepat. Contoh penentuannya ialah untuk ion-ion Mg, Ca, dan Fe.
2. Titrasi kembali yaitu titrasi yang digunakan untuk ion-ion logam yang
mengendap pada pH titrasi,reaksi pembentukan kompleksnya berjalan
lambat. Contoh penentuannyaialah untuk penentuan ion Ni.3.
3. Titrasi penggantian atau titrasi substitusi adalah titrasi yang ini digunakan
untuk ion-ion logam yang tidak bereaksi sempurna dengan indikator
logam yang membentuk kompleks EDTA yang lebih stabil daripada
kompleks ion-ion logam lainnya, contoh penentuannya ialah untuk ion-ion
Ca dan Mg.4.
4. Titrasi tidak langsung Titrasi ini dilakukan dengan cara, yaitu :
5. Titrasi kelebihan kation pengendap (misalnya penetapan ion sulfat,
danfosfat).
6. Titrasi kelebihan kation pembentuk senyawa kompleks
(misalnyapenetapan ion sianida) (Bassettet al., 1994).

173
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan
salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan
seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua
nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang
mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul,misalnya asam 1,2-
diamino etana tetra asetat (asametilenadiamina tetraasetat,EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen

penyumbang dan empat atomoksigen penyumbang dalam molekul (Rival,


1995).Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan
sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif.
Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa
pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti Cu HY
ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi
dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam
larutan tersebut (Harjadi, 1993).Prinsip dan dasar reaksi penentuan ion-ion logam
secara titrasikompleksometri umumnya digunakan komplekson III (EDTA)
sebagai zat pembentuk kompleks khelat, dimana EDTA bereaksi dengan ion
logam yang polivalen seperti Al+3, Bi+3, Ca+2, dan Cu+2

Membentuk senyawa atau kompleks khelat yang stabil dan larut dalam air.Faktor-
faktor yang membuat EDTA ampuh sebagai pereaksi titrimetriantara lain: selalu
membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ionlogam, kestabilannya dalam
membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi berjalan sempurna (kecuali
dengan logam alkali), dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam, telah
dikembangkan indikatornya secara khusus, mudah diperoleh bahan baku
primernya dan dapat digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun
sebagai bahan untuk standarisasi Selektivitas kompleks dapat diatur dengan
pengendalian pH,misalnya Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11
EDTA.

Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga


bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai
warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut

174
indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochromeblack T,
pyrocatechol violet, xylenol orange, calmagit, 1-(2-piridil-azonaftol), PAN,
zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).

Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna


sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam
dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna
harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah
berkompleks dengan EDTA, larutan akanberwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu
haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator
logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup agar diperoleh perubahan warna
yang tajam. Namun,kompleks – indikator logam itu harus kurang stabil dibanding
komplekslogam – EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA
memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-
EDTAharus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas
dankompleks – indikator logam harus sedemikian sehingga mudah
diamati.Indikator harus sangat peka terhadap ion logam sehingga perubahan
warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan
Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10
denganindikator eriochrome black T (Basset, 1994).

Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan
penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung
baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-
kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah
mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA
banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena
adanya jumlah air yang tak tentu, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu
misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993)

175
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1.Alat

 Pipet takar 10 ml : digunakan untuk memipet larutan secara teliti


 Pipet ukur 10 ml : untuk memipet larutan secara teliti
 Gelas piala : tempat meletakkan larutan
 Erlenmeyer : tempat larutan primer saat titrasi
 Buret 50 ml : tempat larutan sekunder saat titrasi
 Botol timbang : untuk menimbang zat
 Batang pengaduk : untuk mengaduk larutan
 Labu ukur : tempat melarutkan larutan
 Corong : perantara dalam memindahkan larutan

III. 2 Bahan

 ZnSO : larutan yang akan distandarisai


 EDTA : larutan yang menstandarisasikan ZnSO4
 Aquades : mengencerkan larutan
 Indikator erio-T : sebagai indikator

III.3 Prosedur kerja

 kompleksometri

Masukan 25 ml larutan ZnSO4 ke erlenmeyer 250 ml, tambahkan dengan 2 ml


larutan buffer ph 10 dan 2 tetes indikator erio-T. Titar dengan larutan EDTA,
sehingga warna larutan berubah dari merah anggur ke biru (dekat titik akhir titrasi
harus hati-hati, sehingga tetes terakhir harus jelas menunjukan lenyapnya
bayangan warna kemerah-merahan yang terakhir).penitaran dilakukan 2x dan
hitung konsentrasi EDTA (M).

 Kesadahan dalam air kran

Masukan 50 ml dan tambahkan dengan 1 ml larutan buffer ph 10 dan 2 tetes


indikator erio-T. Titar dengan larutan EDTA 0,01 M, sehingga warna larutan
berubah dari merah anggur ke biru (dekat titik akhir titrasi harus hati-hati,

176
sehingga tetes terakhir harus jelas menunjukan lenyapnya bayangan warna
kemerah-merahan yang terakhir).penitaran dilakukan 2x dan hitung kesadahan
total dalam mg

III.4 Skema Kerja

1. Standarisasi EDTA

Masukkan larutan ZnSO4


25 ml + 2 ml larutan
buffer + 2 tetes indicator
Erio-T

Titrasi dari warna merah anggur sampai


warna biru

177
2. Penetapan kesadahan total dalam air sumur

\
Masukkan air
sumur sebanyak
50 ml + larutan
buffer + beberapa
tetes indicator
Etio-T

Lakukan titrasi
minimal dua kali
dari warna merah
anggur menjadi biru

178
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.I Hasil

No. Percobaan Hasil

1. Berat EDTA tertimbang 0.2875 gram

2. V EDTA terpakai 15.5 ml

3. N EDTA 0.0064 N

4. Ppm 66.56 ppm

IV.2 Pembahasan

Titasi kompleksometri adalh titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks


antara kation degan zat pembentuk kompleks.Salah satu zat pembentuk kompleks
adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA).Kestabilan
dari senyawa kompleks yang tebentuk tergantung dari sifat kation dan ph tertentu.
Pada larutan yang terlalu alkalis perlu diperhitungkan kemungkinan
mengendapnya logam hidroksida. Penetapa TAT digunakan indikator logam,
yaitu nindikator yang dapat memntuk senyawa kompleks dengan ion logam ikatan
kompleks antara ninjdikator dan ion logam harus lebih loemah dari pada ikatan
kompleks antara larutan liter dan ion logam.

Pada perlakuan analisis MgSO4 kami menggunakan bahan MgSO4 yang


ditambahkan dengan larutan NaOH sehingga terjadi endapan putih. Hal ini sama
seperti yang tertera pada literatur. Serta memiliki reaksi sebagai berikut.

MgSO4 + NaOH Mg (OH)2 + NaSO4

Untuk data kuantitatifnya kami menggunakan MgSO4 yang ditimbang 250 mg


kemudian ditambahkan 100 ml aquades dan tambahkan 1 ml HCI 0,1 N
dimasukkan 10 tetes NaOH diukur phnya dengan menggunakan pengukur ph,
tambahkan 5 ml dapar amonia agar ph tetap pada yang diinginkan tambahkan

179
indikator hitam kemudian dititrasi menggunakan EDTA serta didapatkan hasil
0,912 % kadarnya.

Pada perlakuan ZnO kami memasukkan serbuk ZnO kedalam tabung reaksi
kemudian kami encerkan menggunakan cairan HCI, setelah larut kami panaskan
dan terjadi endapan putih. Hal ini tidak seperti yang tertera pada literatur yakni
endapan kuning. Hal ini dapat terjadi dikarenakan waktu kelarutan ZnO yang
terlalu lama sehingga campuran ZnO dan HCI telah terkontaminas dengan udara
disekitarnya. Dan mendapatkan reaksi.

ZnO + HCI ZnCI + OH-

Untuk perlakuan selanjutnya serbuk ZnO diletakkan diatas cawan petri kemudian
dibakar, dan tak terjadi apa – apa pada serbuk ZnO hal ini dikarenakan serbuk
ZnO yang telah tebuka lama sehingga tidak memenuhi standar percobaan untuk
sampel. Untuk kuantitatif kami melakukan perhitungan dengan meninmbang ZnO
150 mg yang kemudian dilarutkan dengan HCI encer dan ditambahkan NaOH.
Agar ph larutan ini tetap pada ph yang diinginkan mmaka ditambahkan dapar
amonia 5 ml kemudian ditambahkan indikator hitam eriokrom dan dititrasi dengan
EDTA serta mendapatkan hasil perhitungan persen kadarnya yakni 12,59 %.

180
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari pratikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Konsentrasi EDTA sebenarnya adalah 8,18 x 10ˉ³ M


2. Konsentrasi ZnSO4 sebenarnya 0,01002 M
3. Volume rata-rata EDTA terpakai adalah 12,25 ml
4. Kesadahan air sampel adalah 52,352 ppm

V.2 Saran

Setelah melakukan pratikum ini kita telah mengetahui kenapa ada air yang tidak
menghasilkan busa saat di kasih sabun jadi sebaiknya sekarang kalau kita sudah
mengetahuinya maka kita dapat mengatasinya dengan cara penyaringan atau
sebagainya.

181
JAWABAN PERTANYAAN

1.Faktor-faktor apasaja yang mempengaruhi titrasikompleksometri ?

1. PH larutan
Yaitu harga derajat disosiasi EDTA dan Cl4 yang tergantung pada
larutan buffer dengan PH tertentu.
2. HargaKf
Yaitu harga Pm tergantung pada harga Kf .

2.Tuliskansemuareaksi yang terjadi !!

Ca⁺² + H2Y²ˉ ↔ CaY²ˉ + 2 H ⁺

Mg²⁺ + H₂Y² ↔ MgY²ˉ + 2 H⁺

MgIn- (merah) + H₂Y²ˉ ↔ MgY² + In²⁺ + H⁺

182
LAMPIRAN PERHITUNGAN

KOMPLEKSOMETRI

Zn tertimbang = 0,2880 gram Ppm Ca =


(V.M)EDTA .Mr CaCO3 x 1000
Konsentrasi ZnSO4
ml sampel
gr 1000
M= x =
Mr v

0,2880 1000 ( 3,2 ml .8,18 x 10ˉ3 ).100 x 1000


= x 50 ml
287,54 100

= 0,01002 M = 52,352 ppm

Standarisasi EDTA dengan ZnSO4

Volume terpakai : 1. 12,5 ml

2. 12,00 ml

Volume rata-rata = 12,25 ml

(V. M ) EDTA = (V . M ) ZnSO4

12,25 ml .MEDTA = 10 ml . 0,01002


M

MEDTA = 8,18 x 10ˉ³ M

Penentuankesadahan air sampel

Volume EDTA terpakai :

1. 3,1 ml
2. 3,3 ml

Volume rata-rata = 3,2 ml

Kadar kesadahan :

183
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT. Bumi


Aksara.

Astawan, M. 1999. Membuat mie dan Bihun. Jakarta : Penebar Swadaya.

Balai Besar POM. 2007. Instruksi kerja : Identifikasi Boraks Dalam Makanan.
Medan.

Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.Departemen Kesehatan


Republik
Indonesia : Jakarta

Harjudy w. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta. PT Gramedia

Jumery. Eva dan Eli Zarni, 2005. Penuntun Kimia Analitik II. ATIP : Padang

Harmanto, ari. 2000. Kimia 3. Jakarata : setia aji

Keenan, Charles. W., Kleinfelter, Donald. C., dan Wood, Jesse. H. 1991. Ilmu
Kimia
Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.

Pilar. Chemistry analitic for university 2000 : Jakarta

Pujaatmaka, A. Handayana. 2002. Kamus Kimia. Balai Pustaka. Jakarta

Rizki.2002.Penentuan Kadar Asam Asetat. (online). (diakses tanggal 5 Maret


2013)

Roza. Adek. 2010. Penuntun Pratikum Analisis dan Instrumen. SMTI. Padang

R.A.Pay.m. underwood Analitik Kimia Kuantitatif Edisi V. Erlangga

Sutresna. Nana. 2003. Pintar Kimia Jilid 3. Banaca exacat, Jakarta.

Sumery,Eka.elizar. 2005. Penentuan Kimia Analitik II ATIP. Padang

Widyaningsih, D.T., Murtini, E.S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada


Produk Pangan. Surabaya : Trubus Agriarana.

Anda mungkin juga menyukai