Anda di halaman 1dari 5

ARSITEKTUR KONTEKSTUAL

Pengertian Arsitektur Kontekstual

Definisi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mengenai: - Arsitektur adalah 1. Seni
dan ilmu merancang serta membuat konstruksi bangunan, jembatan, dsb. 2. Metode dan gaya
rancangan suatu konstruksi bangunan. - Kontekstual adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan konteks. - Konteks itu sendiri memiliki arti yaitu situasi yang ada hubungannya dengan
suatu kejadian. Sehingga arsitektur kontekstual secara terminologi dapat diartikan sebagai
sebuah metode perancangan yang mengkaitkan dan menyelaraskan bangunan baru dengan
karakteristik lingkungan sekitar.

Menurut Brent C. Brolin (1980. Architecture in Context),

Kontekstualisme adalah kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan mengkaitkan bangunan


baru dengan lingkungan sekitarnya. Seorang arsitek atau perencana bangunan dianjurkan untuk
memperhatikan dan menghormati lingkungan fisik sekitarnya, mengutamakan kesinambungan
visual antara bangunan baru dengan bangunan, landmark, bahkan gaya setempat yang
keberadaannya telah diakui sebelumnya. Sedangkan menurut Billy Raun,

Kontekstual menekankan bahwa sebuah bangunan harus mempunyai kaitan dengan lingkungan
(bangunan yang berada di sekitarnya). Keterkaitan tersebut dapat dibentuk melalui proses
menghidupkan kembali nafas spesifik yang ada dalam lingkungan (bangunan lama) ke dalam
bangunan yang setelahnya. Dalam pemikiran kontekstual, kehadiran bentuk bangunan bukan
secara spontan, tetapi berdasarkan bentuk yang telah diakui oleh masyarakat sekelilingnya.
Prinsip ini mencakup pengertian bahwa kehadiran suatu bentuk merupakan pengembangan atau
variasi dari suatu kondisi yang telah mapan sebelumnya.

Secara garis besar pengertian dari arsitektur kontekstual adalah sebuah metode pendekatan
perancangan arsitektur, dimana rancangan akan diwujudkan dengan adanya kesinambungan
dengan lingkungan sekitarnya.

Kriteria Arsitektur Kontekstual

Berikut adalah kriteria arsitektur kontekstual adalah:

- Motif dari desain bangunan di sekitarnya yang diulang.

- Adanya penyesuaian dan pendekatan bentuk, pola, irama, ornamen, tatanan ruang terhadap
arsitektur setempat yang sudah ada.

- Adanya desain baru sebagai penunjang kualitas desain di sekitarnya yang sudah ada.

Aspek Arsitektur Kontekstual


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Arsitektur Kontekstual:

- Bentuk dan persepsi arsitektur: Bentuk bangunan menunjukkan citra arsitektur yang kuat
mengenai karakteristik lingkungan sekitarnya

- Arsitektur sekitar: Arsitektur kontekstual tidak egois, menyatu dan melebur dengan arsitektur
sekitarnya, sehingga memunculkan keharmonisan desain.

- Fungsi sesuai kebutuhan konteks: Selain bentuk, fungsi keseluruhan bangunan juga harus tepat
dengan kebutuhan konteks lingkungan sekitarnya.

- Estetika konteks: Walaupun tidak mementingkan desain sendiri, estetika konteks harus tetap
terjaga ritmenya ke dalam desain arsitektur yang baru.

- Pola keruangan dan pola peristiwa: Pola-pola ini adalah elemen dari budaya manusia setempat,
ditemukan, disebarkan oleh budaya, dan termanifestasi dalam sebuah ruang (Alexander, 1979,
hal. 92).

Teori Gestalt (Gestalt Psychology: The Definitive Statement of the Gestalt Theory, 1970):

Merupakan sebuah teori yang membahas tentang persepsi manusia terhadap sebuah keseluruhan,
kesatua bentuk yaitu gestalt psychology. Gestalt merupakan bahasa Jerman yang dapat diartikan
sebagai bentuk (essence or shape of an entity’s complete form). Teori ini dikemukakan oleh Max
Weitheimer, Kurt Koffka, dan Wolfgang Kohler, menitikberatkan pada bagaimana hubungan
antara bentuk-bentuk yang dapat kita temukan di sekitar akan berpengaruh terhadap persepsi kita
terhadap suatu kesatuan, keseluruhan. Oleh karena itu, teori ini terkenal lewat frase “the whole is
greater than a sun of the parts”. Hal ini bisa dikatakan sejalan dengan pembahasan tentang
konteks, yang tentunya tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai bagaimana elemen-
elemen tertentu saling bersinergi membentuk sebuah kesatuan.

Terdapat enam hukum utama yang sering dijumpai pada teori ini:

- Hukum kedekatan (Law of Proximity) ”Benda-benda yang berdekatan akan saling membentuk
satu kesatuan.”

- Hukum kesamaan (Law of Similarity) Benda-benda yang memiliki kesamaan akan membentuk
satu kumpulan bentuk.

- Hukum kontinuitas (Law of Good Contination) Manusia cenderung mempersepsikan suatu


gerak bentuk yang berkelanjutan dalam suatu pola yang baik

- Hukum ketertutupan (Law of Closure) Manusia cenderung akan mengisi kekosongan pada pola
objek atau pengamatan yang tidak lengkap dengan mempersepsikannya sebagai suatu bentuk
lengkap atau utuh.
- Hukum Pragnanz (Law of Pragnanz) Manusia cenderung untuk menyederhanakan bentuk yang
kompleks menjadi gabungan bentuk-bentuk sederhana yang mudah dipahami.

- Hukum bentuk dan latar (Law of Figure/Ground) Setiap bidang pengamatan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu bentuk/figure dan latar belakang. Penampilan suatu objek seperti ukuran,
potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar
bersifat samar-samar maka yang terjadi adalah salah tafsir.

Defenisi Arsitektur Kontekstual

Brent C. Brolin (1980) dalam Firgus (2010) melalui bukunya “Architecture in Context”
memberikan pengertian suatu perencanaan dan perancangan arsitektur yang memperhatikan
permasalahan kontinuitas visual antar bangunan baru dengan nuansa lingkungan yang ada
disekitarnya dan melakukan studi terhadap kesulitan yang timbul dalam menciptakan keserasian
antara bangunan dengan perbedaan jaman dan gaya dalam suatu lokasi yang berdekatan.

Pendapat lain Graham Shane yang dikutip oleh Charles Jencks dalam Firgus (2010) mengatakan
kontekstualisme merupakan suatu perencanaan dan perancangan yang harus sesuai, tanggap dan
menjembatani lingkungan disekitarnya bahkan melengkapi pola yang terkandung dalam tatanan
ruang lingkungan. Menurutnya (Jenks, 1981) kontekstual merupakan sebuah konsep atau prinsip
merancang bangunan dengan memperhatikan dan tetap menjaga keterkaitan atau keterikatan
dengan lingkungan sekitar, terutama secara visual. Perancangan sebuah bangunan baru pada satu
lingkungan atau kawasan dengan memperhatikan kondisi lingkungan sekitar, akan memebrikan
keserasian dan kesatuan secara visual dengan lingkungan sekitarnya.

Dalam bukunya, Brolin (1980) juga menegaskan bahwa persoalan dalam kontekstualisme adalah
bagaimana menyelaraskan sebuah bangunan baru (melaluieksplorasi kesamaan gaya dan
teknologi) yang bersebelahan dengan bangunan lama atau lingkungan lama yang memiliki gaya
arsitektur tertentu dapat menjaga kontinuitas visual terjaga (fitting new buildings with the old).

Brolin (1980) dalam Kwanda (2004) mengatakan konsep desain dalam

kotekstual terbagi atas dua, yaitu contras dan harmony.

1. Contras (kontras/Berbeda) Kontras merupakan konsep perancangan desain yang bersifat


mencolok, berbeda dari yang lain. Brolin (1980) mengungkapkan bahwasannya kontras
bangunan modern dan kuno bisa merupakan sebuah harmosi, namun bila terlalau banyak
akan mengakibatkan ”shock effect” yang timbul sebagai akibat kontras maka efektifitas
yang dikehendaki akan menurun.
Dalam konteks perancangan, kontras merupakan tektnik yang paling populer dengan
teknik ini perancang dapat menciptakan sesuatu yang “kreatif”, paling tidak karya
desainnya berbeda dengan bangunan lain yang ada disekitarnya. Tetapi ada juga pendapat
yang mengatakan bahwa teknik kontras diambil karena relatif sulitnya “menghubungkan”
arsitektur baru dengan yang lama. Dan menurut Brolin (1980), bangunan lama dan baru
dapat dihubungkan secara kontras dengan berhasil yaitu dengan cara menggunakan suatu
“penghubung” atau link. Terdapat dua cara “penghubung” yaitu memundurkan bangunan
baru atau mengolah fasade bangunan baru dengan tampilan lama, baik menggunakan
bahan bangunan lama atau baru.

2. Harmony (Harmoni/Selaras) Harmoni atau selaras merupakan konsep dalam perancangan


arsitektur kontekstual yang menunjukkan keserasian atau keselarasan bangunan baru
dengan kondisi lingkungan sekitar. Bangunan baru harus lebih menghargai dan
memperhatikan konteks/lingkungan dimana bangunan itu berada, kemudian bersamasama
dengan bangunan yang sudah ada atau lingkungan yang ada menjaga dan
melestarikan“tradisi” yang telah berlaku sejak dulu. Sehingga kehadiran satu atau
sekelompok bangunan baru lebih menunjang daripada menyaingi karakter bangunan yang
sudah ada walaupun terlihat dominan (secara kuantitas).

Menurut Brolin (1980) hubungan antara bangunan baru dan lingkungan arsitektur di
sekitarnya dapat dicapai dengan mengaplikasikan aspek general attributes (elemen-
elemen yang mudah dikenali pengamat) dan historical attributes (ornamen tradisional dan
ornamen modern) bangunan eksisting ke dalam bangunan baru.

Ciri-Ciri Desain Kontekstual

Adapun ciri-ciri kontekstual (Brolin, 1980) adalah :


a. Adanya pengulangan motif pola desain bangunan sekitar
b. Pendekatan baik dari bentuk, pola atau irama dan riasan atau ornamen
terhadap bangunan dilingkungan sekitar ( continuity & connectivity)
c. Menjaga kualitas dan karakter lingkungan.
7 Prinsip Arsitektur Kontekstual dalam buku Responsive Architecture Menurut buku
Responsive Architecturedari Ian Bentley, Alan Alcock, Paul Murrain, Sue McGlynn, dan
Graham Smith, 7 poin penting untuk design yang responsif adalah:

1. Permeability, kemudahan akses dan sirkulasi.


2. Variety, ada beberapa fungsi berbeda dalam satu bangunan atau satu kawasan.
3. Legibility, ada bentukan yang mudah diidentikasi dan membantu kemudahan orientasi.
4. Robustness, ada ruang-ruang temporal, dapat difungsikan untuk berbagai aktivitas
yang berbeda pada waktu yang berbeda.
5. Richness, kekayaan rasa dan pengalaman melalui perbedaan material, susunan ruang,
dll.
6. Visual Appropriate, mampu mengidentifikasi fungsi bangunan dengan melihat
fisiknya, sekolah tampak seperti sekolah, rumah sakit seperti rumah sakit, mall seperti
mall.
7. Personalization, melibatkan partisipasi komunitas serta adanya interaksi antara
manusia dan lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai