Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia saat ini sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat yang

merdeka, akan tetapi belum dapat dikatakan sebagai masyarakat yang bebas akan

ketertindasan, keterpurukan, kemiskinan, kebodohan dan lain sebagainya. Mengapa bisa

demikian? Semua itu tidak lepas dari factor dalam diri manusia itu sendiri. Sekarang marilah

kita lihat masyarakat di belahan dunia lain seperti Jepang, Amerika dan Negara-negara

lainnya. Jepang adalah Negara yang kuat dengan segala kekayaan, intelektual dan

teknologinya. Jepang pada jaman dahulu merupakan negar penjajah, namun pada akhirnya

harus menyerah kepada Negara penjajah dari barat karena hancurnya Nagasaki dan

Hiroshima. Namun karena semangat dan optimisme yang kuat, Negara itu mampu berdiri

kembali dengan tegak dan penuh keyakinan.

Optimism merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan

seseorang untuk menjalani hidupnya. Optimsme dapat menjadi kendaraan seseorang untuk

menuju kesuksesan dan bahkan juga dapat menjadi kendaraan seseorang untuk menuju

kepada ridho Allah SWT. Karena seseorang ataupun suatu kelompok masyarakat memang

tidak akan terlepas dengan budaya dan agama (Allah SWT).

Dalam kehidupan sehari-sehari kita sering mendengar kata tawakal . bagia sebagian orang

telah mengerti makna dari tawakkal tersebut namun sebagian orang lainya belum paham mengenai

makna dari tawakal .dalam makalah ini akan menjelaskan tentang pengertian ,makna tujua dan lain

sebagainya tentang tawakal itu.Sebagian orang menganggap bahwa tawakkal adalah sikap pasrah

tanpa melakukan usaha sama sekali. Misalnya dapat kita lihat pada sebagian pelajar yang keesokan

harinya akan melaksanakan tes. Pada malam harinya, sebagian dari mereka tidak sibuk untuk
menyiapkan diri untuk menghadapi ujian besok namun malah sibuk dengan main game atau hal yang

tidak bermanfaat lainnya. Lalu mereka mengatakan, " Saya pasrah saja, paling besok ada keajaiban .

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan beberapa masalah

berkaitan dengan optimis, yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan optimis,?

2. Bagaimana cara memunculkan rasa optimis, di dalam diri?

3. Bagaimanakah pandangan Islam mengeai optimism ?

4. Untuk memehami tentang tawakal dan ikhtiar?

5. Apa makna , dari tawakal serta yang berkaitan tentang tawakal dan ikhtiar
BAB II

PEBAHASAN

OPTIMISME

2.1 Pengertian Optimisme

Pada umumnya, umat islam memiliki harapan dan keyakinan. Nah, keselarasan antara

harapan dan keyakinan akan tercapainya harapan tersebut, itulah yang disebut dengan

optimisme, berikut ini merupakan beberapa pengertian menurut beberapa keterangan dan

para ahli:

1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Pengertian optimisme dalam kamus besar bahasa indonesia adalah keyakinan atas segala

sesuatu dari segi yang baik dan menguntungkan. Orang yang memiliki sikap optimisme

disebut orang optimis atau dapat diartikan orang yang selalu semangat berpengharapan baik.

2. Dalam Perspektif Islam

Optimis dalam Islam, khususnya dalam Ilmu Tasauf yang mempelajari tentang diri manusia,

lebih dikenal dengan istilah raja “Raja’ (harapan) merupakan suatu maqam bagi orang yang

berjalan menuju Allah dan hal (sifat mental) bagi orang yang menuntut dan ingin mencapai

ketinggian budi:

a. Menurut Ibnu Qudamah al-Muqadasi

Optimis adalah sesuatu yang terlintas di dalam hati yang merupakan harapan pada masa yang

akan datang. Rasa lapang dada karena menantikan yang diharapkan dimana hal yang

diharapkan itu memang mungkin terjadi.

b. Imam Qusyairi

Optimis adalah terpikat hati kepada sesuatu yang diharapkan yang akan terjadi pada masa

yang akan datang.


c. Imam al-Ghazali

Hakikat Optimis adalah kelapangan hati dalam menantikan hal yang diharapkan pada masa

yang akan datang dalam hal yangmungkin terjadi makna optimis.

Umat islam tidak akan lepas oleh berbagai macam konsekuensi kehidupan, seperti

penderitaan, kesedihan, kesulitan dan lain sebagainya. Umat islam juga tak akan lepas dari

kegembiraan, kebahagiaan, kesenangan dan semacamnya. Dalam menjalani berbagai

bayangan perasaan tersebut, umat islam tak lepas dari pertolongan Allah SWT. Itu

merupakan sebuah keniscayan. Untuk mendapatkan pertolongan dari Allah SWT, sebagai

umat islam kita harus berusaha dengan segala keyakinan, disertai dengan do’a dan tawakkal

kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

‫سأَلَ َك َوإذَا‬
َ ‫يب فَإنِّي َعنِّي عبَادي‬ ُ ‫دَ َعان إذَا الدَّاع دَع َْوة َ أُج‬
ٌ ‫يب قَر‬

‫شدُونَلَعَلَّ ُه ْم بي َو ْليُؤْ منُوا لي فَ ْليَ ْستَجيبُوا‬


ُ ‫يَ ْر‬

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),

bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia

memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan

hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS.

Al-Baqarah 2 : 186)

Optimis salah satu kunci dalam setiap kesuksesan dan kemenangan. Contoh kisah,

seperti dalam cerita sejarah islam, Dalam berbagai medan peperangan pasukan muslim

senantiasa kalah dalam hal kekuatan seperti jumlah tentara, fasilitas persenjataan, medis, dan

sebagainya. Tetapi sejarah mencatat hampir di setiap peperangan selalu saja pasukan muslim

meraih kemenangan. Jumlah pasukan yang sedikit sepertinya bukan menjadi penghalang bagi
para mujahid dalam menaklukkan tentara tentara lawan. Sebut saja perang badar, uhud, Al

Qodisiyah, penaklukan konstantinopel, Jerusalem semua bukti sejarah akan kejayaan mujahid

islam dengan kemampuan yang jauh lebih kecil mampu mengalahkan kekuatan perang yang

luar biasa besar.

2.2 Menumbuhkan Rasa Optimisme

Allah SWT memang menghadirkan beragam peristiwa agar manusia mampu

mengambil hikmah dan pelajaran yang terkandung dalam setiap peristiwa agar tingkat

keimanan seseorang semakin bertambah. Tentunya hal ini akan terwujud bila manusia

mempunyai benih kepercayaan akan kemudahan, kekuatan dan pertolongan Allah SWT

sebagai pengatur setiap peristiwa di alam ini.

Peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim AS. untuk melaksanakan perintah Allah SWT

menyembelih putranya tercinta Ismail adalah potret sejati seorang mu’min yang mempunyai

kekuatan tawakal dan kepercayaan yang amat tinggi terhadap keputusan dan kekuatan

pencipta-Nya. Itulah harapan dari ajaran Islam agar manusia yang beriman selalu bisa

menempatkan possitive thinking kepada Allah SWT di dalam diri dan optimis dalam

melaksanakan perintah ajaran-Nya. Kepercayaan akan hal ini dalam pandangan Islam dikenal

sebagai rasa tawakal. Semakin kuat kepercayaan ini, maka akan mempertebal sikap tawakal,

dan akhirnya rasa optimis dalam diri semakin bertambah.

Optimis memang berawal dari rasa tawakal kita. Rasa optimis haruslah mengalahkan

pesimis yang bisa jadi menyelinap dalam hati. Untuk itulah jika ingin hidup sukses, kita harus

bisa membangun rasa optimis dalam diri. Optimis yang dihasilkan dari rasa tawakal inilah

yang menjadikan Rasulullah SAW beserta sahabat mampu memenangkan peperangan yang

tercatat dalam sejarah dunia mulai dari perang Badar hingga peperangan di masa kekhalifan

Islam sampai berabad-abad lamanya/ Ada beberapa hal yang dapat meninkatkan rasa

optimisme dalam diri, antara lain sebagai berikut:


1. Temukan hal-hal positif dari pengalaman kita di masa lalu.

2. Tata kembali target yang hendak kita capai.

3. Pecah target besar menjadi target-target kecil yang segera dapat dilihat keberhasilannya.

4. Bertawakallah kepada Allah setelah melakukan ikhtiar.

5. Ubah pandangan diri kita terhadap kegagalan.

6. Yakinkan kepada diri kita bahwa Allah SWT akan selalu menolong dan memberi jalan

keluar.

Optimism juga mempunyai berbaai manfaat bagi diri kita. Optimisme sangat

diperlukan dalam kehidupan kita sehari-hari guna mancapai sebuah kesuksesan dan

keberhasilan dalam hidup di dunia dan di akhirat. Dengan adanya sikap optimistis dalam diri

setiap Muslim, kinerja untuk beramal akan meningkat dan persoalan yang dihadapi dapat

diselesaikan dengan baik. Doa, ikhtiar, dan tawakal harus senantiasa mengiringi, kerena

hanya dengan kekuasaan-Nya apa yang kita harapkan dapat terwujud. Selain

itu, optimism juga dapat berpengaruh pada kesehatan.

Para ilmuwan telah membuat kesimpulan atas riset selama puluhan tahun tentang

manfaat berpikir positif dan optimisme bagi kesehatan. Hasil riset menunjukkan bahwa

seorang optimis lebih sehat dan lebih panjang umur dibanding orang lain apalagi dibanding

dengan orang pesimis. Para peneliti juga memperhatikan bahwa orang yang optimistis lebih

sanggup menghadapi stres dan lebih kecil kemungkinannya mengalami depresi. Berikut ini

beberapa manfaat bersikap optimis dan sering berpikir positif:

1. Lebih panjang umur

2. Lebih jarang mengalami depresi

3. Tingkat stres yang lebih kecil

4. Memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik terhadap penyakit

5. Lebih baik secara fisik dan mental


6. Mengurangi risiko terkena penyakit jantung

7. Mampu mengatasi kesulitan dan menghadapi stres

Dengan memperhatikan manfaat-manfaat rasa optimisme di atas, maka diharapkan,

umat islam dapat meningkatkan optimisme dan keyakinan dalam dirinya agar kehidupannya

akan menjadi lebih baik.

2.3 Pandangan Islam Terhadap Optimisme

Apa yang dimaksud dengan optimisme atau bersikap optimis? Optimisme merupakan

sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal serta kecenderungan untuk

mengharapkan hasil yang menyenangkan. Optimisme dapat juga diartikan berpikir positif.

Jadi optimisme lebih merupakan paradigma atau cara berpikir. Bersikap optimis dalam islam

adalah wujud keyakinan hamba kepada RobbNya,sebagai hamba Allah kita tidak boleh

merasa rendah diri karena kita punya Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu lagi Maha

Pemberi.

Dalam surat Ali Imran ayat 139, Allah SWT bersabda:

”Janganlah kamu bersikap lemah (pesimis), dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,

padahal kamu adalah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang -orang

yang beriman”.

Bertolak belakang dengan optimisme, pandangan pesimistis akan menganggap

kegagalan dari sisi yang buruk. Umumnya seorang pesimis sering kali menyalahkan diri

sendiri atas kesengsaraannya. Ia menganggap bahwa kemalangan bersifat permanen dan hal

itu terjadi karena sudah nasib, kebodohan, ketidakmampuan, atau kejelekannya. Akibatnya, ia

pasrah dan tidak mau berupaya.


: ‫ه َري َْرة َ أَبي‬ ُّ ‫صلَّى النَّب‬
َّ ‫ قَا َل َع ْنهم‬:‫ي قَا َل‬
ُ ‫ّللا َرضي‬ َّ ‫سلَّ َم َعلَيْه‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫َو‬

َّ ‫تَعَالَى‬:‫ظ ِّن ع ْندَ أَنَا‬


ُ‫ّللا‬ َ ‫ ذَ َك َرني إذَا َمعَهُ َوأَنَا بي َعبْدي‬..... ‫َع ْن‬

‫يَقُو ُل‬
Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda :

Allah berfirman “ Aku tergantung persangkaan hambaKu pada diri-Ku, dan Aku bersamanya

apabila ia mengingatKu “. (Shahih Bukhori, Hadits No. 6856)

Allah itu sesuai dengan persangkaan hambaNya. Jika seseorang sudah tidak percaya

pada dirinya sendiri, merasa tidak mampu, selalu ragu- ragu, maka kemungkinan besar itulah

yang akan terjadi. Akan tetapi jika kita yakin kita bisa dan mau mencoba dengan usaha yang

optimal maka insya Allah dengan pertolongan Allah kita akan bisa mencapai hasil yang

terbaik, bahkan kadang-kadang terasa tidak masuk akal sebelumnya. Ketika alam pikir kita

mengatakan kita tidak mampu maka seluruh organ-organ tubuh kita juga akan merespon

sama.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya

(beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka

berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-

orang yang benar. "(QS.Al Hujuraat:15)

Dasar dari sikap optimis umat Islam berakar dari keimanan yang ada di dalam dada.

Selama 13 tahun Nabi Muhammad SAW berdakwah di Mekah, beliau memfokuskan

dakwahnya kepada keimanan atau tauhid. Baru kemudian di Madinah mulai menyentuh

syariat-syariat dalam Islam. Mengapa iman begitu penting? Karena imanlah yang

mengarahkan segala perilaku manusia. Ia adalah penuntun menuju keikhlasan dan sikap

ihsan. Manusia yang beriman akan berbeda dengan orang yang tidak beriman. Orang yang
beriman, tidak akan ragu untuk berjihad, melakukan kebaikan meskipun tidak dilihat orang

karena dia yakin Allah melihatnya dan akan memberikan balasan kepadanya. Ia yakin bahwa

Allah sedang menguji kesabarannya untuk menjadikannya lebih kuat.

Semua keberhasilan berasal dari keyakinan bahwa kita bisa melakukannya. Untuk

selanjutnya perlu disusun planning yang matang dan usaha yang maksimal dalam proses yang

dilakukan untuk mencapai target atau tujuan yang diinginkan. Sebagai contoh, dahulu karena

Rasulullah dan para sahabat yakin bisa merubah peradaban dengan peradaban Islam,

meskipun dengan berbagai kekurangan pada awalnya baik harta, pengikut, maupun sarana

yang lain, tetapi dengan keyakinan yang kuat dan usaha yang optimal, juga doa yang

senantiasa terpanjat, Islam bisa memegang peradaban.

2.4 Hikmah Optimis dengan Ahklak Mulia

Akhlak merupakan sakaguru kehidupan seluruh umat di dunia ini. Tanggung jawab

manusia sebagai khalifah di muka bumi ini akan tergantung kepda akhlaknya. Apabila

manusia mempunyai akhlak yang sesuai dengan tuntunan Alqur’an dan Al-Hadits niscaya

kehidupan di dunia ini akan menjadi baik, manusia akan mampu menyelesaikan tugas

kekhalifahanya dengan baik pula. Hubungan sikap optimis dengan ahlak mulia adalah salah

satunya mempunyai sifat sabar.

Semua itu membutuhkan kesabaran dalam menghadapinya. Allah swt.

Memerintahkan manusia supaya menjadikan sabar dan salat sebagai penolong dalam Al-

Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 153 berikut ini, Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan

salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Q.S. Al-Baqarah: 153)

Berfikir positif berarti berbaik sangka dan menjauhkan diri dari sikap buruk sangka.

Berbaik sangka disebut juga husnudhan, sedangkan berburuk sangka dikenal dengan istilah

suuzan. Sebaliknya, kita harus menyikapi hal itu dengan pikiran positif. Kita akan menyadari
bahwa seua itu merupakan kehendakAllah swt, yang muncul akibat cara kita berkendara yang

kurang hati-hati. Dengan demikian kita akan bias mawas diri dan intropeksi sehingga

kejadian itu tidak terulang lagi pada waktu yang akan dating. Hal itulah yang disebut dengan

huznuzan. Sikap yang demikian untuk berfikir positif itu difirmankan Allah swt. Dalam Al-

Qur’an Surat Al-Hujarat Ayat 12 Berikut ini, Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka sesungguhnya

sebagaia dari prasangka, itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang

lain dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah

seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Makaa tentulah

kamu merasa jijik kepadanya … (Q.S. Al-Qur’an Hujarat :120

Berfikir positif juga berfikit matang, yaitu memperhitungkan dan mempertimbangkan

secara matang sesuatu yang akan dikerjakan. Dengan berfikir matang, seseorang akan berlaku

hati-hati. Hal ini akan menghindarkanny adari kegagalan serta memupuk pikiran positif

dalam diri setiap umat Islam.

Sikap percaya diri atau optimisme merupakan bagian dari akhlak yang mulia. Percaya

diri adalah keyakinan terhadap kemapuan dri sendir dalam melakukan sesuatu yang teah

dirncanaakan. Sikap itu juga akan memberi dorongan untuk mengatasi setiap kesulitan.

Kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda. Hal itu telah difirmankan Allah swt,

dalam Al-Qur’an Surat Al-Insyirah Ayat 6-6, Artinya:

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah

kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. Al-Insyirah:5-6)

Sikap percaya diri dan optimis akan menghilangkan sikap putus asa. Allah SWT.

Melarang hamba yang beriman untuk berputus asa karena putus asa adalah sifat orang –orang

kafir. Contohnya, orang yang sakit harus mempunyai perasaan optimis akan sembuh.

Perasaan optimis tersebut akan menimbulkan hidup yang akan memperlancar proses
penyembuhannya. Perintah untuk menjauhi sikap putus asa tersebut difirmankan Allah swt.

Dalam Al-Qur’an Surat Yusuf Ayat 87 berikut ini, Artinya

…Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesugguhny tiada berputus asa dari

rahmat Allah, melainkan kamu yang kafir.(Q.S. Yusuf : 87)

TAWAKAL

A. Pengertian Tawakal

Tawakal ( Bahasa Arab : ‫ ) توكل‬atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan.

Dalam agama Islam , tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam

menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu kondisi.

Imam al-Ghazali merumuskan definisi tawakkal sebagai berikut, "Tawakkal adalah

menyandarkan kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada dalam

waktu kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang

tenteram.Menurut Abu Zakaria Anshari, tawakkal adalah "keteguhan hati dalam

menyerahkan urusan kepada orang lain". Sifat yang demikian itu terjadi sesudah timbul rasa

percaya kepada orang yang diserahi urusan tadi. Artinya, ia benar-benar memiliki sifat

amanah (tepercaya) terhadap apa yang diamanatkan dan ia dapat memberikan rasa aman

terhadap orang yang memberikan amanat tersebut.

Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari keyakinannya

yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar meyakini bahwa hanya Allah

yang menciptakan segala-galanya, Pengetahuan Maha Luas, Dia yang menguasai dan

mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala

persoalannya kepada Allah. Hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga, karena

Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Sementara orang, ada yang salah paham dalam

melakukan tawakkal. Dia enggan berusaha dan bekerja, tetapi hanya menunggu. Orang
semacam ini memiliki pemikiran, tidak perlu belajar, jika Allah menghendaki pandai tentu

menjadi orang pandai. Atau tidak perlu bekerja, jika Allah menghendaki menjadi orang kaya

tentu kaya, dan seterusnya.

Semua itu sama saja dengan seorang yang sedang lapar perutnya, seklipun ada

berbagai makanan, tetapi ia berpikir bahwa jika Allah menghendaki ia kenyang, tentulah

kenyang. Jika pendapat ini dpegang teguh pasti akan menyengsarakan diri sendiri. Menurut

ajaran Islam, tawakkal itu adalah tumpuan terakhir dalam suatu usaha atau perjuangan. Jadi

arti tawakkal yang sebenarnya - menurut ajaran Islam - adalah menyerah diri kepada Allah

setelah berusaha keras dalam berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dalam

mengikuti sunnah Allah yang Dia tetapkan.

Misalnya, seseorang yang meletakkan sepeda di muka rumah, setelah dikunci rapat, barulah

ia bertawakkal. Pada zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang meninggalkan untanya

tanpa diikat lebih dahulu. Ketika ditanya, mengapa tidak diikat, ia menjawab, "Saya telah

benar-benar bertawakkal kepada Allah". Nabi saw yang tidak membenarkan jawaban tersebut

berkata, "Ikatlah dan setelah itu bisa engkau bertawakkal." Jadi tawakal bisa juga diartiakan

Tawakkal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah Ta'ala untuk mendapatkan

kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat. Allah

Ta'ala berfirman yang artinya, "Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan

jadikan baginya jalan keluar dan memberi rizqi dari arah yang tidak ia sangka-sangka, dan

barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia itu cukup baginya." (Ath Tholaq : 2-3)

B. Makna bertawakkal kepada Allah

Banyak di antara para ulama yang telah menjelaskan makna Tawakkal, diantaranya

adalah Al Allamah Al Munawi. Ia mengatakan, "Tawakkal adalah menampakkan kelemahan

sertapenyandaran(diri)kepadayangdiTawakkali."( FaidhulQadir ,5/311). IbnuAbbas


radhiyallahu'anhuma mengatakanbahwaTawakkal berarti percaya sepenuhnya kepada Allah

Ta'ala. Imam Ahmad mengatakan, "Tawakkal berarti memutuskan pencarian disertai keputus-

asaan terhadap makhluk." Al Hasan Al Bashri pernah ditanya tentang Tawakkal, maka beliau

menjawab, "Ridho kepada Allah Ta'ala" , Ibnu Rojab Al Hambali mengatakan, "Tawakkal

adalah bersandarnya hati dengan sebenarnya kepada Allah Ta'ala dalam memperoleh

kemashlahatan dan menolak bahaya, baik urusan dunia maupun akhirat secara keseluruhan. "

Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, "Tawakkal yaitu memalingkan pandangan

dari berbagai sebab setelah sebab disiapkan."

C. Mendapatkan Kebaikan dan Menghindari Kerusakan

Ibnul Qayyim berkata, "Tawakkal adalah faktor paling utama yang bisa

mempertahankan seseorang ketika tidak memiliki kekuatan dari serangan makhluk lainnya

yang menindas serta memusuhinya. Tawakkal adalah sarana yang paling ampuh untuk

menghadapi kondisi seperti itu, karena ia telah menjadikan Allah sebagai pelindungnya atau

yang memberinya kecukupan. Maka barang siapa yang menjadikan Allah sebagai

pelindungnya serta yang memberinya kecukupan, maka musuhnya itu tak akan bisa

mendatangkan bahaya padanya. "( Bada'i Al-Fawa'id 2/268)

Bukti yang paling baik adalah kejadian nyata, Imam Al Bukhori telah mencatat dalam

kitab shohih beliau, dari sahabat Ibnu Abbas rodhiyAllahu anhuma , bahwa ketika Nabi

Ibrahim dilemparkan ke tengah-tengah api yang membara beliau mengatakan,

"HasbunAllahu wa ni'mal wakiil." ( Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah

adalah sebaik-baik pelindung). Kata ini pulalah yang diungkapkan oleh Rosululloh

shollallahu 'alaihi wa sallam ketika dikatakan kepada beliau, Sesungguhnya orang-orang

musyrik telah berencana untuk memerangimu, maka waspadalah kamu terhadap

mereka. "(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam bab Tafsir. Lihat Fathul Bari VIII/77 )
Ibnu Abbas berkata, "Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim ketika ia

dilemparkan ke tengah bara api adalah: 'Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah

sebaik-baik pelindung'." (HR. Bukhori)

D. Bertawakkal kepada Allah Adalah Kunci Rizki

Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sungguh, seandainya kalian

bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya kalian akan diberi rizki

sebagaimana burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang

sore hari dalam keadaan kenyang. " (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim).

Dalam hadits yang mulia ini Rosululloh menjelaskan bahwa orang yang bertawakkal

kepada Allah dengan sebenar-benarnya, pastilah dia akan diberi rizki. Bagaimana tidak,

karena dia telah bertawakkal kepada Dzat Yang Maha Hidup yang tidak pernah mati. Abu

Hatim Ar Razy berkata, "Hadist ini merupakan tonggak tawakkal. Tawakkal kepada Allah

itulah faktor terbesar dalam mencari riqzi. " Karena itu, barangsiapa bertawakkal kepada,

niscaya Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan mencukupinya. Allah berfirman yang artinya, "Dan

barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.

Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang Dia kehendaki). Sesungguhnya Allah telah

mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. " (Ath-Thalaq: 3). Ar Rabi 'bin Khutsaim

berkata mengenai ayat tersebut, "Yaitu mencukupinya dari segala sesuatu yang membuat

sempit manusia."

E. Tawakkal Bukan Berarti Tidak Berusaha

Mewujudkan Tawakkal bukan berarti meniadakan usaha. Allah memerintahkan hamba-

Nya untuk berusaha sekaligus bertawakkal. Berusaha dengan seluruh anggota badan dan

bertawakkal dengan hati merupakan perwujudan iman kepada Allah Ta'ala. Sebagian orang
mungkin ada yang berkata, "Jika orang yang bertawakkal kepada Allah itu akan diberi rizki,

maka kenapa kita harus lelah, berusaha dan mencari penghidupan. Bukankah kita cukup

duduk-duduk dan bermalas-malasan, lalu rizki kita datang dari langit? " kata itu sungguh

menunjukkan kebodohan orang itu pada hakikat Tawakkal. Nabi kita yang mulia telah

menyerupakan orang yang bertawakkal dan diberi rizki itu dengan burung yang pergi di pagi

hari untuk mencari rizki dan pulang pada sore hari, padahal burung itu tidak memiliki

cadangan apapun, baik perdagangan, pertanian, pabrik atau pekerjaan tertentu. Ia keluar

berbekal tawakkal kepada Allah Yang Maha Esa sebagai tempat bergantung.

Para ulama-semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik kebaikan-telah

memperingatkan masalah ini. Di antaranya adalah Imam Ahmad, beliau berkata: "Dalam

hadits tersebut tidak ada sinyal yang memungkinkan meninggalkan usaha, sebaliknya justru

di dalamnya ada sinyal yang menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud hadits

tersebut, bahwa seandainya mereka bertawakkal kepada Allah dalam bepergian, kedatangan

dan usaha mereka, dan mereka mengetahui bahwa kebaikan (rizki) itu di tangannya, tentu

mereka tidak akan pulang kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat,

sebagaimana burung-burung tersebut. "( Tuhfatul Ahwadzi , 7/8)

Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang hanya duduk di rumah atau

di masjid seraya berkata, "Aku tidak mau bekerja sedikitpun, sampai rizkiku datang sendiri"

. Maka beliau berkomentar, "Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi

shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda,' Sesungguhnya Allah telah menjadikan rizkiku dalam

bayang-bayang tombak perangku (baca: ghonimah ) '. Dan beliau juga bersabda, 'Jika kalian

bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah memberimu rizki

sebagaimana yang diberikanNya kepada burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam

keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang. ' (Hasan Shohih. HR.Tirmidzi).
Selanjutnya Imam Ahmad berkata, "Para sahabat juga berdagang dan bekerja dengan

mengelola pohon kurmanya. Dan mereka itulah teladan kita. " ( Fathul Bari , 11/305-306)

Kalau kita mau merenungi maka dapat kita katakan bahwa pengaruh tawakkal itu tampak

dalam gerak dan usaha seseorang ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya. Imam

Abul Qasim Al-Qusyairi mengatakan, "Ketahuilah sesungguhnya tawakkal itu letaknya di

dalam hati. Adapun gerak lahiriah maka hal itu tidak bertentangan dengan tawakkal yang ada

di dalam hati setelah seseorang meyakini bahwa rizki itu datangnya dari Allah. Jika ada

kesulitan, maka hal itu adalah karena takdir-Nya. Dan jika ada fasilitas maka hal itu karena

fasilitas dariNya. "( Murqatul Mafatih , 5/157).

Diantara yang menunjukkan bahwa tawakkal kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan

usaha adalah sebuah hadits. Seseorang berkata kepada Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam ,

"Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal?" Nabi bersabda, "Ikatlah kemudian

bertawakkallah kepada Allah." (HR. Tirmidzi dan dihasankan Al Albani dalam Shohih

Jami'ush shoghir ). Dalam riwayat Imam Al-Qudha'i disebutkan bahwa Amr bin Umayah

radhiyallahu 'anhu berkata, "Aku bertanya, 'Wahai Rosululloh!! Apakah aku ikat dahulu unta

tungganganku lalu aku bertawakkal kepada Allah, ataukah aku lepaskan begitu saja lalu aku

bertawakkal? ', Beliau menjawab,' Ikatlah untamu lalu bertawakkallah kepada Allah.

" (Musnad Asy-Syihab , Qayyidha wa Tawakkal , no. 633, 1 / 368)

Tawakkal tidaklah berarti meninggalkan usaha. Hendaknya setiap muslim bersungguh-

sungguh dan berusaha untuk mendapatkan penghidupan. Hanya saja ia tidak bisa

menyandarkan diri pada kelelahan, kerja keras dan usahanya, tetapi ia harus meyakini bahwa

segala urusan adalah milik Allah, dan bahwa rizki itu hanyalah dari Dia semata.

F. Manfaat Tawakal kepada Allah Swt

Kemuliaan dan martabat di sisi masyarakat adalah buah dari tawakal kepada Allah Swt.

Orang yang bertawakal tidak pernah tergantung pada orang lain, sebab ia menyandarkan
dirinya hanya kepada Allah Swt. Ia tidak pernah merendahkan dirinya demi mencapai harta

dan jabatan, sehingga martabat dan kemuliaannya tetap terjaga.Ilmu pengetahuan, industri,

seni dan teknologi, menjadi sumber prestasi bagi manusia. Dengan ilmu dan teknologi

manusia dapat mencapai kemakmuran materi dan memiliki berbagai fasilitas dalam

kehidupannya, dan banyak hal yang awalnya tidak diketahui manusia menjadi tampak jelas

baginya.Dewasa ini, banyak fenomena yang telah dipahami oleh ilmu manusia, namun ada

satu poin yang menjadi perenungan dan harus ditinjau ulang oleh para pakar, yaitu kemajuan

dan kemampuan materi tidak mampu memenuhi kebutuhan ruh dan jiwa manusia seperti

kebutuhan akan ketentraman, ketenangan, rasa optimis dan harapan akan masa depan.Saat

ini, banyak problem yang mengancam masyarakat, di mana kecemasan dan depresi adalah

yang paling umum dialami mereka. Ilmu psikologi, bimbingan dan psikiatri dengan berbagai

metodenya, berupaya memberikan solusi terhadap masalah tersebut. Berbagai aliran

pengobatan psikologis, mulai dari terapi perilaku, terapi psikoanalitik dan pengobatan yang

didasarkan pada nalar dan emosi serta bentuk pengobatan yang lainnya, diterapkan demi

membantu manusia menghilangkan problemnya. Selain berbagai metode pengobatan

tersebut, agama datang untuk membantu manusia dan memberikan strategi psikologis khusus

untuk menghadapi masalah-masalah kejiwaan.Tawakal kepada Allah Swt adalah salah satu

metode yang dapat membantu manusia. Berbagai riset dan pengamatan empiris menekankan

akan hal itu, dimana tawakal kepada Allah Swt dapat mengurangi rasa cemas dan depresi,

bahkan berbagai penyakit fisik yang disebabkan oleh masalah psikologis, serta menciptakan

ketentraman, keberanian, optimisme, percaya diri dan kesabaran untuk manusia. Dalam Islam

ditegaskan bahwa tawakal kepada Allah Swt.

Sebagai salah satu strategi penting agama demi kebahagiaan manusia.Secara etimologi,

tawakal adalah mempercayakan, memasrahkan dan menyerahkan permasalahan kepada pihak

lain. Tawakal menunjukkan adanya kelemahan dan ketergantungan kepada pihak lain.Dalam
Al-Qur'an, kata tawakal berjumlah 42 dalam segala bentuk, tunggal atau jamak, berkonotasi

memasrahkan diri, memercayakan serta menyerahkan segala permasalahan kepada Allah

Swt.Sedangkan secara istilah, salah satu definisi tawakal adalah bentuk ketergantungan dan

kepasrahan yang benar kepada Allah sebagai zat yang berkuasa mendatangkan manfaat dan

menolak marabahaya dengan senantiasa melakukan ikhtiar (usaha) sebagaimana yang

diperintahkan-Nya.Bertawakal bukan berarti tidak melakukan ikhtiar, tetapi lebih dari itu,

tawakal berarti menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT.

Sembari senantiasa melakukan ikhtiar. Rahasia dan hakikat tawakal adalah kepasrahan

jiwa kepada Allah, karena itu segala bentuk ikhtiar tidak akan ada manfaatnya, jika dilakukan

tanpa kepasrahan kepada Allah.Ketika manusia mengalami masalah dan merasa dirinya tidak

mampu menyelesaikan masalah itu, maka ia akan menyerahkan masalah tersebut kepada

seseorang yang mampu menyelesaikannya, dan dengan jalan tersebut telah meningkatkan

kemampuannya. Oleh karena itu, jika yang diwakilkan adalah seseorang yang berilmu,

mampu dan berkualitas, serta memiliki minat dan simpati tinggi ke yang mewakilkan, maka

penyerahan tersebut akan memiliki nilai tinggi dan kemungkinan berhasilnya pun akan lebih

besar.Kenyataan ini sesuai dengan tawakal manusia kepada Allah Swt. Manusia senantiasa

mengalami masalah dalam hidupnya, dan mengingat manusia memiliki banyak keterbatasan

dan tidak mampu menyelesaikan masalahanya sendiri, maka untuk menutupi

ketidakmampuan dan kelemahannya, selain menggunakan faktor alamiah dan materi, ia harus

bersandar kepada kekuatan tak terbatas Allah Swt dan percaya kepada-Nya, serta memohon

pertolongan Allah Swt agar sukses dalam mengatur urusan kehidupannya. Allah Swt sebagai

pencipta manusia lebih mengetahui segala sesuatu yang menguntungkan atau merugikan

manusia dan tentunya Dia lebih penyanyang dari segalanya.

Sebagaimana keutamaan akhlak yang lain, tawakal juga memiliki berbagai sebab dan

sumber. Namun dapat dikatakan bahwa pennyebab utama tawakal adalah iman dan yakin
kepada zat suci Allah Swt dan keindahan serta keagungan-Nya. Ketika manusia menyadari

kekuatan dan ilmu tak terbatas Allah Swt dan melihat dunia sebagai panggung penghargaan

tak terbatas-Nya, maka ia dengan penuh keyakinan akan bertawakal dan menyerahkan dirinya

kepada Allah Swt. Saat manusia berada dalam masalah, Ia akan berpegang hanya kepada

Allah Swt dan selain berusaha, ia juga akan meminta keberhasilan kepada-Nya. Percaya

penuh kepada Allah Swt demi meraih ketenangan jiwa dapat menghilangkan kecemasan dan

kegelisaan, sehingga manusia dengan mudah dapat melangkah untuk meraih hasilnya. Salah

satu fitur orang yang bertawakal adalah di saat bahagia ia tidak terlalu bangga, dan tatkala

kebahagiaan itu lenyap, ia juga tidak terlalu gelisah dan sedih, namun ia semaksimal mungkin

berupaya memenuhi kebutuhannya dan menyerahkan hasilnya kepada Allah Swt.

Ia yakin bahwa Allah Swt akan menolongnya.Manusia seperti itu bagaikan orang yang

berlindung di benteng yang kuat dan musuh tidak dapat menjangkaunya. Oleh sebab itu,

orang-orang mukmin tatkala menghadapi masalah, mereka langsung berlindung di bawah

benteng tawakal, di mana tak seorang pun dapat menembus benteng tersebut.Dengan begitu

kegelisahan dan ketakutan tidak ada artinya bagi mereka.Banyak ayat Al-Quran dan riwayat

yang menjelaskan tentang tawakal. Dalam tujuh ayat secara berulang disebutkan kalimat

yang artinya orang-orang yang beriman harus bergantung hanya kepada Allah Swt. Kalimat

tersebut secara jelas menerangkan hubungan antara iman dan tawakal.Dalam surat Ash-

Shuara ayat 61 dan 62, Allah Swt berfirman, "Maka tatkala kedua kelompok itu saling

melihat, para pengikut Musa berkata ketakutan," Sesungguhnya Firaun dan kaumnya hampir

menyusul dan kemudian membunuh kita. "(61)" Musa berkata, " Sesungguhnya perlindungan

Allah selalu menyertai ke mana aku pergi. Dia senantiasa memberikan kepadaku jalan

keselamatan. "Demikianlah, Musa berusaha menenangkan BaniIsrael dan membuang jauh-

jauh dari pikiran mereka perihal ketersusulan yang menakutkan itu. "(62)Kedua ayat tersebut

mengisahkan tentang Nabi Musa as dan kaumnya.


Ketika kaum Nabi Musa melihat bala tentara Firaun yang mengejar mereka, mereka

ketakutan dan menyatakan bahwa mereka tidak akan mampu menghadapai tentara Firaun.

Namun Musa menenangkan mereka dan mengingatkan kaumnya bahwa Allah Swt bersama

mereka.Padahal, salah satu metode efektif yang dilakukan semua nabi dalam menghadapi

masalah adalah tawakal kepada zat tak terbatas Allah Swt. Manusia yang bertawakal, dalam

dirinya akan timbul energi dan kekuatan serta akan menemukan kesabaran yang

berkesinambungan demi mencapai tujuan-tujuannya.Selain itu, ia akan menemukan arti dari

segala peristiwa yang ia alami dalam kehidupannya.Pemahaman tersebut dapat membantunya

dalam menafsirkan fenomena kehidupannya, sehingga terlepas dari sesuatu yang tidak

berguna dan tak berarti. Manusia seperti ini tidak akan pernah merasa putus asa dan akan

terus berupaya demi mencapai tujuannya, namun jika mereka tidak mendapatkan hasil yang

diinginkan, mereka menilai bahwa ada kebaikan di balik itu. Terkait hal itu, Allah Swt dalam

surat al-Baqara ayat 216 berfirman, ".... Mungkin saja di dalam hal-hal yang tidak kalian

sukai itu ada kebaikan, dan sebaliknya, di dalam hal-hal yang kalian sukai justru ada

keburukan. Allah sungguh mengetahui maslahat yang kalian ketahui. Maka, sambutlah apa

yang diwajibkan kepada kalian. " Salah satu sisi lain dari tawakal kepada Allah Swt adalah

harapan manusia kepada anugerah Allah tatkala mengalami kondisi yang sulit.

Munculnya harapan untuk terbebas dari kegelisahan dan problem, dan harapan untuk

mendapat pertolongan Allah Swt dalam memerangi kebatilan, merupan dampak dari tawakal.

Orang yang bertawakal merasa yakin akan mendapat pertolongan Allah Swt, sehingga ia

tidak tenggelam dalam masalah yang ia hadapi. Manfaat lain dari tawakal adalah memiliki

hati dan kemandirian yang kuat dalam mengambil keputusan.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa "Barang siapa yang ingin menjadi orang yang

paling dicintai masyakarat, maka ia harus bertakwa, dan barang siapa ingin manjadi orang

terkuat di masyarakat, maka ia harus bertawakal kepada Allah Swt, dan ....."Kemuliaan dan
martabat di sisi masyarakat adalah buah dari tawakal kepada Allah Swt. Orang yang

bertawakal tidak pernah tergantung pada orang lain, sebab ia menyandarkan dirinya hanya

kepada Allah Swt. Ia tidak pernah merendahkan dirinya demi mencapai harta dan jabatan,

sehingga martabat dan kemuliaannnya tetap terjaga.Terkait hal itu, dalam surat al-Anfal ayat

49, Allah Swt berfirman, "... Sesungguhnya orang-orang yang menyerahkan urusan mereka

kepada Allah dengan penuh keimanan dan harapan, serta menyandarkan diri hanya kepada

Allah, niscaya Dia akan mencukupkan segala kebutuhan dan memenangkan pada musuh-

musuh mereka. Sesungguhnya Allah Mahakuat kekuasaan-Nya dan Mahabijaksana dalam

pemeliharaan-Nya. " Dengan tawakal, urusan materi dan maknawi manusia akan teratur. Ia

akan mendapat rizki yang tidak pernah ia bayangkan dan pikirkan sebelumnya dan ia akan

menjalani hidupnya di jalan yang benar dengan rasa puas dan optimis. Rasa puas tersebut

dapat menjauhkan manusia dari penyakit-penyakit jiwa dan akhlak. (IRIB Indonesia / RA /

NA)

IKHTIAR

Pengertian Ikhtiar.

ُ َ‫ ا ْختي‬-‫تار‬
Secara bahasa, kata ikhtiar berasal dari bahasa arab ‫ار‬ ُ ‫ يَ ْخ‬-‫اختار‬
ُ yang berarti

memilih. Selanjutnya, ikhtiar diartikan berusaha, karena pada hakikatnya orang yang berusaha

adalah berarti memilih. Memilh bekerja dari pada tidak bekerja, memilih sekolah dari pada tidak

sekolah dan secara istilah, ikhitar beraerti melakukan suatu kegiatan dengan maksud untuk

memperoleh suatuhasil yang dikehendaki. Secara istilah ikhtiar adalah usaha seorang hamba

untuk memperoleh apa yang di kehendakinya. orang yang berikhtiar berarti dia memilih suatu

pekerjaan kemudian dia melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh agar dapat berhasil

dan sukses.
Dalam kata lain Ikhtiar adalah berusaha untuk mencapai apa yang diinginkan, tidak berdiam diri

dan berpangku tangan apa lagi lari dari kenyataan.

Perintah Untuk Berikhtiar.

Banyak ayat Al-qur'an maupun hadits yang menyuruh kita untuk selalu berikhtiar, baik

yang bersifat perintah secara tegas maupun yang bersifat motivasi. Adapun dalil-dalil

yang mewajibkan manusia untuk berikhtiar antara lain sebagai berikut :

َّ ‫َّللاِ َوا ْذك ُُروا‬


ً ِ‫َّللاَ َكث‬
‫يرا‬ َّ ‫ض ِل‬ ِ ‫ص ََلةُ فَا ْنتَش ُِروا ِفي ْاْل َ ْر‬
ْ َ‫ض َوا ْبتَغُوا ِم ْن ف‬ ِ َ‫فَ ِإذَا قُ ِضي‬
َّ ‫ت ال‬

َ ‫لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُح‬
‫ون‬
Artinya :

"Apabila sholat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, carilah karunia

Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung

Dalil dan Hadist tentang Ikhtiar.

Sabda Rasulullah sebagai berikut :

َ َ ‫ فَ ِإ ْن أ‬،‫ست َ ِع ْن ِباهللِ َو ََل ت َ ْع ِج ْز‬


:ْ‫صابَكَ ش َْي ٌء فَ ََل تَقُل‬ ْ ‫ َوا‬، َ‫علَى َما يَ ْنفَعُك‬
َ ‫ص‬
ْ ‫اح ِر‬
ْ

‫ قَد ََّر هللاُ َو َما شَا َء فَعَ َل‬:ْ‫لَ ْو أَنِِّي فَعَ ْلتُ َكذَا َو َكذَا؛ َولَ ِك ْن قُل‬.
artinya :

"Bersemangatlah kamu menempuh aoa yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada

Allah dan janganlah sekali-kali kamu malas. Jika sesuatu menimpamu, janganlah kamu katakan

"Seandainya dahulu aku lakukan ini dan itu niscaya akan demikian dan demikian". Namun

katakanlah,"Inilah takdir Allah, apa yang Ia kehendaki pasti terjadi".


Dihadits lain Rasulullah bersabda

ِ‫َّللا‬
َّ ‫ع ْب َد‬ َ ُ‫الر ْح َم ِن َح َّدثَنَا َح ْي َوةُ أ َ ْخبَ َرنِي بَك ُْر ْبنُ ع َْم ٍرو أَنَّه‬
َ ‫س ِم َع‬ َ ‫َح َّدثَنَا أَبُو‬
َّ ‫ع ْب ِد‬

ِ ‫ع َم َر ْب َن ا ْل َخ َّطا‬
‫ب‬ َ ‫س ِم َع أَبَا ت َ ِم ٍيم ا ْل َج ْيشَانِ َّي يَقُو ُل‬
ُ ‫س ِم َع‬ َ ُ‫ْب َن ُهبَ ْي َرةَ يَقُو ُل إِنَّه‬

‫سلَّ َم يَقُو ُل لَ ْو أَنَّ ُك ْم‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ُ‫ع ْنهُ يَقُو ُل ِإنَّه‬
َّ ‫س ِم َع نَ ِب َّي‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ُ‫َّللا‬
َّ ‫َر ِض َي‬

ُ ‫صا َوت َ ُرو‬


‫ح‬ ُ ‫ق ت َ َو ُّك ِل ِه لَ َر َزقَ ُك ْم َك َما يَ ْر ُز‬
ً ‫ق ال َّط ْي َر ت َ ْغدُو ِخ َما‬ َّ ‫علَى‬
َّ ‫َّللاِ َح‬ َ ُ‫تَت َ َو َّكل‬
َ ‫ون‬

(‫بِ َطانًا )رواه أحمد‬


Artinya :

"Dari Umar Ibn Khattab berkata, bahwa beliau mendengar Rasulullah saw., bersabda. "Sekiranya

kalian benar-benar bertawakkal kepada Allah SWT., dengan tawakkal yang sebanar-benarnya,

sungguh kalian akan diberi rizki (oleh Allah swt.,) sebagaimana seekor burung diberi rizki,

dimana ia pergi pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang". (H.R.

Ahmad, Turmudzi danIbnu Majah).

Rasulullah saw., bersabda : "Sungguh jika sekiranya salah seorang diantara kamu membawa tali

untuk mencari kayu bakar, kemudian ia kembali membawa seikat kayu diatas punggungnya, lalu

ia jual sehingga Allah mencukupi kebutuhannya dengan hasil itu adalah lebih baik dari pada

meminta-minta kepada manusia, baik mereka (yang dimintai) memberi atau menolaknya".

(H.R.Al-Bukhari)

Dari beberapa dalil tersebut diatas, menunjukkan betapa pentingnya dalam beriktiar, sebagaimana

yang di sebutkan pada ayat 10 pada surah al-Jum'ah yang berisikan perintah secara tegas agar

sehabis melaksanakan ibadah jum'at segera berusaha mencari reski untuk keperluan diri
keluarganya. Sedangkan dari hadits-hadits tersebut merupakan motivasi agar kita suka bekerja

keras demi untuk mencukupi kebutuhan hidup sendiri dan keluarga tanpa mengharap elas kasih

dari orang lain.

Berikut ini adalah dalil tentang ikhtiar dalam alquran

‫ّللاَ ََل يُغَيِّ ُر َما بقَ ْو ٍم َحتَّى يُغَيِّ ُروا َما بأ َ ْنفُسه ْم * سورة الرعد‬
َّ ‫إ َّن‬

11
Artinya : … Sesungguhnya allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka

mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri … ( QS. Ar-Ra’du 11 )

َّ ‫َّللاِ َوا ْذك ُُروا‬


ً ِ‫َّللاَ َكث‬
‫يرا‬ َّ ‫ض ِل‬ ِ ‫ص ََلةُ فَا ْنتَش ُِروا ِفي ْاْل َ ْر‬
ْ َ‫ض َوا ْبتَغُوا ِم ْن ف‬ ِ َ‫فَ ِإذَا قُ ِضي‬
َّ ‫ت ال‬

َ ‫لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُح‬
10 ‫ون * سورة الجمعة‬
Artinya : Apabila telah di tunaikan shalat, maka bertebarlah kamu di muka bumi, dan carilah

karunia allah dan ingatlah allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. ( QS. Al-Jumu’ah 10 )

Artinya : Sungguh jika sekiranya salah seorang di antara kamu membawa talinya ( untuk mencari

kayu bakar ) kemudian ia kembali dengan membawa seikat kayu di punggungnya lalu ia

menjualnya sehingga allah mencukupi kebutuhanya ( dengan hasil itu ) adalah lebih baik daripada

ia meminta-minta kepada manusia baik mereka memberi atau mereka menolak. ( HR.Bukhari ).

‫َّللاَ ََل يُغَ ِيِّ ُر َما ِبقَ ْو ٍم َحتَّى يُغَيِِّ ُروا َما بِأ َ ْنفُس ِِه ْم‬
َّ ‫ِإ َّن‬
" … Sesungguhnya allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah

keadaan yang ada pada diri mereka sendiri …" ( QS. Ar-Ra’du 11 )

Sebagai seorang muslim di wajibkan untuk senantiasa berikhtiar sekuat tenaga dan sekuat

kemampuanya. setelah dia berikhtiar maka dia harus menyerahkan segala usahanya kepada allah

SWT.

Dalam firman Allah SWT:

ِ‫َّللا‬
َّ ‫ض ِل‬ ِ ‫ص ََلةُ فَا ْنتَش ُِروا فِي ْاْل َ ْر‬
ْ َ‫ض َوا ْبتَغُوا ِم ْن ف‬ ِ َ‫فَ ِإذَا قُ ِضي‬
َّ ‫ت ال‬

َ ‫يرا لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُح‬


‫ون‬ ً ِ‫َّللاَ َكث‬ ْ ‫َو‬
َّ ‫اذك ُُروا‬
"Apabila telah di tunaikan shalat, maka bertebarlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia allah

dan ingatlah allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." ( QS. Al-Jumu’ah 10 ).

Macam - macam Ikhtiar.

1. Bersungguh-sungguh.

Ini ialah salah satu yang harus diperhatikan, dalam mencapai semua keinginan diperlukan

kesungguhan yang mendalam, jangan sekali-kali melakukannya dengan setengah hati.

Misalnya: jika kita sedang mencari jodoh pasti kita menginginkan jodoh yang baik, karenanya

kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memantaskan diri dan memperbaiki diri kita,

jika kita sudah pas=ntas dan baik maka dengan izin-Nya jodoh kita akan datang.

2. Bekerja Keras.

Kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Bermalas-

malasan ialah tindakan yang sangat dilarang terlebih melakukan usaha dengan semaunya. Kita

harus bekerja keras dan berjuang dengan sekuat mungkin untuk mendapatkan hasil yang baik.
Misalnya: dalam mencari rezeki kita tidak boleh bermalas-malasan dalam bekerja. Kita harus

rajin dalam bekerja, rapih, sungguh-sungguh dan ikhlas dalam bekerja.

3. Dilarang Putus Asa dan Pantang Menyerah.

Bila kita melakukan usaha lalu tidak mendapatkan hasil seperti yang kita harapkan atau bahkan

mungkin gagal maka kita harus terus untuk mencoba, jangan mudah untuk menyerah, berputus

asa karena usaha yang kita kerjakan gagal, itu karena sebuah kegagalan merupakan sebuah proses

pembelajaran supaya kita dapat lebih berusaha.

4. Dampak Positif Ikhtiar

 Ada beberapa dampak positif dalam berikhtiar diantaranya :

 Merasakan kepuasan batin karena dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri,

walaupun usahanya dengan susah payah dia lakukan

 Terhormat dalam pandangan Allah dan sesama manusia karena sikap perwira yang

dimiliki

 Dapat berlaku hemat dalam membelanjakan harta, karena hasil yang diperoleh

memerlukan usaha dan kerja keras

Hikmah Ikhtiyar

 Menghilangkan rasa malas, murung dan keluh kesah

 Menumbuhkan harapan baru dalam hidup. Karena setiap dari satu usaha dapat

menumbuhkan sejuta harapan. Dan dengan banyak berusaha maka akan semakin banyak

harapan

 Meninggikan derajat kita dihadapan manusia dari Allah SWT


Manfaat Ikhtiar.

seorang muslim yang senantiasa berikhtiar akan memiliki dampak positif, di antaranya sebagai

berikut :

 Merasakan kepuasan bathin, karena telah berusaha dengan sekuat tenaga dan

kemampuanya yang di miliki.

 Terhormat di hadapan allah dan sesama manusia.

 Dapat berhemat karena merasakan susahnya bekerja.

 Tidak mudah berputus asa.

 Menghargai jerih payahnya dan jerih payah orang lain.

 Tidak menggantungkan orang lain dalam hidupnya.

 Menyelamatkan akidahnya, karena tidak ( bebas ) bertawakal kepada makhluk.

Contoh - Contoh Ikhtiar.

Contoh-contoh ihktiar yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali karena allah

memberi kebebasan untuk manusia berikhtiar dengan syarat tidak melanggar syariat allah swt,

contoh ikhtiar seperti belajar dengan tekun agar mendapat nilai yang baik, seorang ayah bekerja

untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, dan lain sebagainya.

Membiasakan Diri Berikhtiar.

Harus disadari bahwa kebutuhan hidup manusia semakin hari semakin banyak dan bermacam-

macam. Sedangkan Allah SWT., Yang Maha Pemurah telah menyediakan semua kebutuhan
hidup manusia. Oleh karenanya kewajiban manusia ialah berusaha mencapainya dengan

kemampuannya yang semaksimal mungkin. Dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka

manusia harus :

 Giat dan bersemangat dalam melakukan suatu usaha terutama yang sifatnya halal

 Tekun dalam melaksanakan suatu tugas yang diamanahkan terhadap dirinya

 Pandai-pandai memanfaatkan waktu senggangnya untuk hal-hal yang positif

 Tidak mudah putus asa apabila menghadapi kesulitan

 Berusaha mendapatkan cara yang baru untuk memajukan usahanya

 Harus memiliki semboyang bahwa bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidup lebih

mulia dari pada meminta bantuan dan menunggu belas kasihan orang lain.
BAB III

KESIMPULAN

Optimis merupakan keyakinan diri dan salah satu sifat baik yang dianjurkan dalam

islam.Dengan sikap optimis, seseoarng akan bersemangat dalam menjalani kehidupan,baik

demi kehidupan di dunia maupun dalam menghadapi kehidupan akhirat kelak. Optimisme

juga dapat dikatakan sebagai keselarasan antara harapan dan keyakinan akan tercapainya

harapan tersebut. Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan rasa optimisme salah satunya

adalah Bertawakallah kepada Allah SWT setelah melakukan ikhtiar dan yakinkan kepada diri

kita bahwa Allah SWT akan selalu menolong dan memberi jalan keluar.

Bersikap optimis dalam islam adalah wujud keyakinan hamba kepada

RobbNya,sebagai hamba Allah kita tidak boleh merasa rendah diri karena kita punya

Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu lagi Maha Pemberi. Jadi, sebagai muslim yang

baik, kita harus senantiasa optimis dalam menghadapi kehidupan ini.

Tawakal yang merupakan perintah Allah dan sunnah Rasulullah SAW, jika dilakukan

dengan baik dan benar, insya Allah tidak akan menjadikan seorang hamba menjadi hina dan

tidak memiliki apa-apa.Karena tawakal tidak identik dengan kepasrahan yang tidak beralasan.

Namun tawakal harus terlebih dahulu didahului dengan adanya usaha yang maksiman.

Hilangnya usaha, berarti hilanglah hakekat dari tawakal itu.

Oleh karenanya, marilah kita meningkatkan rasa tawakal kita kepada Allah, dengan

memperbanyak unsur-unsur yang merupakan derajat dalam ketawkalan ke dalam diri kita.

Sehingga kitapun dapat masuk ke dalam surga Allah tanpa adanya hisab, sebagaimana yang

dikisahkan dalam hadits di atas. Amin.

Marilah kita bertawakal kepada Allah swt, atas apa yang sudah kita perbuat . dan

menyerahkan segala urusan hasil dari usah kita kepada nya


DAFTAR PUSTAKA

· Sumber: Buletin At-Tauhid Penulis: R. Indra Pratomo P.Artikel www.muslim.or.id

· Dari artikel Tawakkal — Muslim.Or.Id by

· nullhttp://whasid.wordpress.com/2007/09/24/kategori-tawakal-umat-akhir-zaman/

· Gema Insani, 2007.[3]H. Supriyanto,Lc.,M.S.I,Tawakal Bukan Pasrah, Qultum Media,

2010

· [1]Dr. Muh. Mu’inudinillah Basri, Lc., M.A, Indahnya Tawakal

· Indiya MediaKreasi, 2008.[2]Drs. Ahmad Yani, Menjadi Pribadi Terpuji


MAKALAH

OPTIMIS, IKHTIAR, DAN TAWAKAL

DISUSUN OLEH:

NAMA NISN
AMELIA SAFRINA 00533558723
ADILLA JULIA PRATAMA 0051333269
VIVIAN PUTRI RAHAYU AWAY 0051877215

SMP NEGERI 1 LABUHANHAJI

ACEH SELATAN

2019

Anda mungkin juga menyukai