Anda di halaman 1dari 4

Loss dan Gain: Studi Kasus Penerjemahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

Sri Rahmawati (1606849253)

Dalam penerjemahan, terutama teks hukum, peristiwa loss dan gain tidak dapat
dihindari sebab antara budaya sumber dan budaya sasaran terdapat perbedaan sistem hukum,
perbedaan istilah dan kosa kata khusus yang mungkin tidak dapat ditemukan dalam bahasa
sumber. Ini didukung oleh Nida (1975: 91) yang menyatakan bahwa dalam proses pengalihan
makna dari BSu ke BSa, tidak dapat dihindari terjadinya modifikasi makna yang biasanya
berkaitan dengan penghilangan sebagian makna tertentu. Padahal, dalam penerjemahan teks
hukum, kesetiaan terjemahan sangat diutamakan.

Berangkat dari permasalahan ini, saya tertarik untuk meneliti lebih jauh peristiwa loss
dan gain yang terdapat dalam terjemahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Saya ingin mengetahui bagaimana bentuk loss dan gain
yang terjadi dalam TSa, apakah mengubah makna dari substansi peraturan yang
diterjemahkan atau tidak, dan faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya loss dan gain itu.

Penerjemahan teks hukum memerlukan perlakuan yang berbeda dengan jenis teks lain
sebab bahasa hukum memiliki register sendiri. Hoed (2004:80) misalnya mengatakan bahwa
kata tertentu dalam sehari-hari bisa saja memliki arti yang berbeda dalam sistem hukum.
Salah satu contoh, di luar konteks yuridis, “gugatan ditolak” memiki makna yang sama
dengan “gugatan tidak diterima”. Akan tetapi, di dalam hukum, “gugatan ditolak” berarti
tidak ada kemungkinan suatu gugatan diajukan kembali. Pengadilan menganggap bahwa isi
gugatan ditolak karena tidak memiliki dasar hukum yang memadai. Sementara “gugatan tidak
diterima” mengandung konsekuensi hukum bahwa gugatan dapat dikembalikan ke penggugat
karena adanya kesalahan prosedur. Setelah penggugat melakukan perbaikan, gugatan masih
dapat diajukan kembali (Said, 2012: 191-192).

Selain itu, sistem hukum di masing-masing negara juga tidak sama sehingga
menimbulkan perbedaan konsep. Public company misalnya, tidak diterjemahkan menjadi
‘perusahaan publik’, melainkan ‘perseroan terbuka’ atau ‘perusahaan masuk bursa’. Public
company dan ‘perusahaan publik’ memiliki konsep yang jauh berbeda (Halim, 2014: 2)

Secara umum, penerjemahan adalah proses pengalihan makna dari bahasa sumber ke
bahasa sasaran. Menurut Larson (1984) penerjemahan teks non-teknis hendaknya idiomatis
dan menurut Newmark (1988) harus komunikatif. Akan tetapi, penerjemahan teks hukum,
menurut Sarcevic (1977), harus dilakukan secara literal agar menghasilkan terjemahan yang
sedekat mungkin dengan TSu. Itu sebabnya, dalam teks hukum di Indonesia, banyak
ditemukan ungkapan yang terkesan kaku dan diulang-ulang, misalnya ‘uji kelayakan dan
kepatutan’ (fit and proper test), ‘untuk dan atas nama’ (for and on behalf), ‘sah dan
mengikat’ (valid and binding).

Bentuk bahasa hukum yang kaku dan kompleks seringkali membuat pembaca sulit
memahami teks hukum. Padahal, teks hukum berfungsi mengatur kehidupan dalam
bermasyarakat, jadi seharusnya tidak menyulitkan. Selama makna yang disampaikan tidak
menyimpang, menurut saya boleh saja melakukan penerjemahan dengan menekankan
kewajaran dan keterbacaannya. Dalam teori skopos, penerjemah boleh menghilangkan
beberapa bagian yang menurutnya tidak terlalu penting demi menghasilkan terjemahan yang
mudah dipahami. Aspek ini yang juga akan saya teliti dalam penelitian saya, yakni loss dan
gain yang seperti apa yang bisa atau tidak bisa ditolerir dalam Tsa.

Sejauh ini, penelitian mengenai penerjemahan teks hukum sudah banyak dilakukan di
Indonesia. Akan tetapi, para peneliti terdahulu lebih banyak berfokus pada strategi dan
kualitas penerjemahan teks hukum. Adapun yang meneliti loss dan gain, menurut saya, salah
mengartikan konsep itu. Loss dalam penerjemahan adalah adanya istilah atau konsep makna
yang terdapat dalam BSu tetapi tidak tersampaikan dalam BSa atau sebaliknya (Bassnet-
McGuire, 2015: 38).. Dari pengertian itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa loss dan gain
adalah suatu kondisi atau keadaan yang diakibatkan oleh penambahan dan pengurangan
makna dalam penerjemahan. Namun, di beberapa penelitian sebelumnya, konsep loss dan
gain disalahartikan menjadi suatu strategi atau teknik penerjemahan penambahan (addition)
dan pengurangan (omission)

Istiqomah (2009; 46) misalnya, mengatakan bahwa loss dan gain sebenarnya salah
satu strategi dalam penerjemahan untuk mencari kesepadanan makna yang sedekat-dekatnya
antara BSu dan BSa dan juga agar terjemahan itu mudah dipahami oleh pembaca sementara
Pascarina (2016) mengungkapkan bahwa loss dan gain merupakan langkah penghilangan dan
penambahan satuan lingual tertentu tanpa mengurangi pesan yang disampaikan penulis. Jika
ditafsirkan demikian, tentunya konsep loss dan gain akan rancu dengan konsep omission dan
addition. Padahal, loss dan gain tidak hanya disebabkan oleh dua faktor itu.
Di luar negeri, penelitian mengenai loss dan gain dalam teks hukum dilakukan oleh
Nozizwe dan Ncube (2014). Dalam penelitian berjudul Loss and Gain in Translation: A Case
of Court Translation, mereka melihat loss dan gain sebagai hasil akhir sebuah penerjemahan.
Saya lebih sependapat dengan ini. Mereka juga memaparkan dengan cukup lengkap dan jelas
mengenai faktor-faktor yang menyebabkan loss dan gain dalam teks hukum, seperti
penggunaan bahasa Latin, pengetahuan akan subyek tertentu/ legal jargon, perbedaan jarak
linguistik (linguistic distance), untranslatability, linguistic disparities, dan distance between
culture (Mozizwe & Ncube , 2014). Scandura (2004: 126) menambahkan penghilangan dapat
disebabkan karena alasan penghilangan oleh diri sendiri atau penerjemah itu sendiri (self-
censorship), agama, politik, dan political correcness. Ini akan saya jadikan acuan dalam
mengidentifikasi faktor-faktor penyebab loss dan gain dalam penelitian saya.

Daftar Referensi:

Bassnet, S. (2005). Translation Studies. London: Routlege.

Halim, Evand. (2014). Demistyfying the Legal Translation: A Brief Overview of Some Legal

Translation Issues in Indonesia. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Harvey, Malcolm. (2002). What’s so Special about Legal Translation?. Meta: Translator’s

Journal, vol.47, no 2, hal.177-189.

Hoed, Benny H. (2006). Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Istiqomah, Lilik. (2009). Analisis Penambahan dan Pengurangan Makna (Loss dan Gain)

pada Terjemahan Novel All American Girl oleh Monica Dwi Chresnayani. (Thesis).

Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Larson, M.L. 1984. Meaning-Based Translation: A Guide to Cross Language Equivalence.

Lanham: University Press of America

Naning, R. (2008). Penerjemahan Teks Hukum Dalam Praktek. Artikel Varia Advokat.

Volume 07. Diakses dari variaadvokatspace.indo/vol 7.

Newmark, Peter. (1988). A Textbook of Translation. New York/London: Prentice Hall.

Pascarina, Hanifa. (2016). Loss dan gain terjemahan buku Hukum the Concept of Law ke

dalam Versi Bahasa Indonesia Indonesia “Konsep Hukum” (Thesis). Surakarta:

Universitas Sebelas Maret.


Said, Ikhwan. M, (2012). Kajian Semantik Terhadap Produk Hukum Tertulis Di Indonesia.

Jurnal UGM. Vol 24, No 2.

Šarcevic, Susan. (1997). New Approach to Legal Translation. The Hague : Kluwer Law

International.

Šarcevic, Susan. (2000). Legal Translation and Translation Theory: a Receiver-oriented

Approach. Diakses dari www.tradulex.org.

Anda mungkin juga menyukai