Tugas Kelompok Iv Pih
Tugas Kelompok Iv Pih
KELOMPOK IV
“PENAFSIRAN HUKUM”
Disusun Oleh :
1. RAKA PUTRA PRADANA
2. TITO MULYADI
3. MOCH LUTHFI NAUFAL ALRASYID
1
KATA PENGANTAR
Dalam perjalanan yang melibatkan interpretasi hukum, saya sangat senang dan
berterima kasih telah diberikan kesempatan untuk menjelajahi dan menggali lebih dalam
tentang dinamika kompleks dalam penafsiran hukum. Dalam makalah ini, saya berusaha
untuk menjelaskan latar belakang yang melingkupi praktik penafsiran hukum serta
mengidentifikasi serangkaian masalah yang muncul dalam proses ini.
Dalam perjalanan penulisan makalah ini, saya telah berusaha untuk meneliti dengan
cermat berbagai sumber hukum, teori-teori interpretasi, serta mengeksplorasi beragam studi
kasus untuk memberikan pandangan yang komprehensif tentang dinamika dan kompleksitas
penafsiran hukum.
Makalah ini bukanlah upaya untuk memberikan jawaban definitif, melainkan sebuah
refleksi mendalam yang diharapkan dapat merangsang pemikiran, perdebatan, dan solusi
terkait permasalahan yang muncul dalam praktik penafsiran hukum. Saya sangat berharap
bahwa makalah ini dapat memberikan kontribusi dan menambah pemahaman kita tentang
bagaimana proses interpretasi hukum dapat menjadi lebih baik dan lebih adil.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1. Latar Belakang....................................................................................................................4
2. Identifikasi Masalah...........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................5
Sumber-Sumber Hukum dalam Proses Penafsiran.................................................................5
Teori Interpretasi Hukum........................................................................................................5
Tantangan dalam Penafsiran Hukum......................................................................................5
Pengaruh Globalisasi terhadap Penafsiran Hukum................................................................6
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................7
Sumber-Sumber Hukum dalam Proses Penafsiran.................................................................7
Teori Interpretasi Hukum........................................................................................................8
Tantangan dalam Penafsiran Hukum....................................................................................15
Pengaruh globalisasi terhadap penafsiran hukum................................................................17
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20
3
BAB I
PENDAHULUAN
Penafsiran hukum merupakan inti dari proses pengaturan dan penerapan hukum dalam
kehidupan kita sehari-hari. Hal ini melibatkan interpretasi teks hukum, baik dalam bentuk
undang-undang, peraturan, maupun keputusan pengadilan, untuk mengungkapkan makna
sebenarnya yang terkandung di dalamnya. Tantangan utama dalam penafsiran hukum adalah
kompleksitas yang terdapat dalam teks-teks tersebut yang sering kali memungkinkan
berbagai penafsiran yang berbeda.
1. Latar Belakang
Dalam era dinamika global saat ini, kompleksitas dan fleksibilitas hukum menjadi
semakin signifikan. Di satu sisi, perkembangan teknologi dan interkoneksi antarnegara
menciptakan tantangan baru bagi interpretasi hukum. Di sisi lain, nilai-nilai sosial dan norma-
norma yang berkembang mempengaruhi evolusi hukum itu sendiri. Sebagai contoh, isu-isu
seperti hak asasi manusia, keadilan sosial, dan dampak lingkungan semakin memperumit
interpretasi terhadap hukum yang telah ada.
Kemajuan dalam teknologi dan media juga membawa aspek baru dalam interpretasi
hukum. Misalnya, pertanyaan tentang privasi, hak cipta, dan kebebasan berekspresi di dunia
digital menghadirkan dilema etis dan hukum yang belum pernah terjadi sebelumnya.
2. Identifikasi Masalah
Dalam konteks ini, terdapat sejumlah masalah yang muncul dalam penafsiran hukum.
Salah satunya adalah ketidakpastian yang sering kali terkait dengan teks hukum yang ambigu
atau terbuka terhadap berbagai interpretasi. Selain itu, perbedaan pendekatan interpretatif
antara berbagai lembaga atau individu, serta pertentangan antara pandangan filosofis, politis,
dan praktis, menciptakan tantangan yang rumit dalam menerjemahkan dan mengaplikasikan
hukum.
Selain itu, globalisasi telah membawa perbedaan budaya, nilai, dan norma yang
menantang keuniversalan interpretasi hukum. Pertanyaan etis seperti sejauh mana hukum
suatu negara boleh berinteraksi dengan nilai-nilai budaya lain juga menjadi fokus perdebatan.
Dalam konteks ini, makalah ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang
kompleksitas penafsiran hukum, menyoroti masalah-masalah yang muncul, dan menawarkan
4
wawasan yang lebih mendalam tentang tantangan serta potensi solusi dalam proses
interpretasi hukum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Putusan pengadilan, baik dalam yurisdiksi yang sama maupun luar negeri, juga
menjadi sumber yang signifikan. Preseden hukum dari kasus-kasus sebelumnya membentuk
landasan bagi penafsiran hukum di masa yang akan datang. Selain itu, konvensi internasional
dan doktrin hukum turut memberikan pandangan yang luas dalam merumuskan pemahaman
yang komprehensif terhadap hukum.
5
Tantangan dalam Penafsiran Hukum
Penafsiran hukum menghadapi sejumlah tantangan yang mempengaruhi prosesnya.
Ambiguasi dalam teks hukum seringkali menjadi sumber beragam interpretasi yang
memunculkan ketidakpastian dalam penerapan hukum. Ketidaksesuaian antara berbagai teori
interpretasi dan perspektif yang berbeda antara para pakar hukum seringkali menimbulkan
pertentangan dalam penafsiran hukum.
Selain itu, perubahan dinamis dalam masyarakat modern dan kemajuan teknologi
membawa perubahan dalam dinamika interpretasi hukum. Pertanyaan tentang bagaimana
hukum beradaptasi dengan inovasi teknologi seperti kecerdasan buatan, keamanan siber, atau
etika dalam penggunaan teknologi baru menjadi sorotan utama dalam tantangan penafsiran
hukum di era kontemporer.
6
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam proses penafsiran hukum ada beberapa sumber sumber hukum yang menjadi landasan
untuk penafsiran hukum. Berikut adalah beberapa sumber hukum yang sering digunakan
dalam konteks penafsiran :
1. Undang-Undang
7
Teks undang-undang atau peraturan merupakan sumber utama penafsiran hukum. Ini
termasuk konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan lainnya yang
dibuat oleh badan legislatif.
2. Konvensi Hukum
Perjanjian dan konvensi internasional yang diakui oleh negara adalah sumber hukum
yang penting. Konvensi ini dapat menjadi panduan dalam menafsirkan hukum nasional untuk
memastikan konsistensi dengan hukum internasional.
3. Preseden Hukum
4. Doktrin Hukum
Pendapat dan interpretasi para ahli hukum, seperti buku-buku hukum dan artikel
ilmiah, dapat dijadikan referensi untuk memahami dan menafsirkan hukum.
Prinsip-prinsip hukum yang diakui secara umum, seperti prinsip keadilan, kesetaraan,
dan kepastian hukum, dapat digunakan sebagai panduan dalam penafsiran hukum.
6. Analogi Hukum
Penerapan hukum pada situasi serupa dapat menjadi sumber tafsiran, di mana hukum
yang sudah ada digunakan sebagai dasar untuk mengisi kekosongan dalam hukum yang
berlaku.
8. Asas Hukum
Asas-asas hukum, seperti prinsip hukum yang mendasari keputusan hakim, juga dapat
menjadi sumber dalam penafsiran hukum.
8
Memahami dan memanfaatkan sumber-sumber hukum ini secara komprehensif membantu
dalam mencapai penafsiran hukum yang konsisten dan sesuai dengan nilai-nilai hukum yang
berlaku.
Penafsiran peraturan terutama dilakukan oleh hakim dalam memutus suatu perkara.
Pengacara, polisi, dan jaksa juga melakukan penafsiran untuk melaksanakan tugas masing-
masing. Pegawai pemerintah dan masyarakat juga melakukan penafsiran, baik ketika
menghadapi proses peradilan maupun dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Semakin banyak orang memahami cara menafsir peraturan akan semakin mudah
melaksanakan peraturan dan semakin mudah pula menegakkan hukum. Upaya memperluas
kemampuan penafsiran merupakan usaha memenuhi asas “setiap orang dianggap tahu
peraturan”.
Dibawah ini akan disampaikan beberapa metode penafsiran yang dapat dilakukan. Hal
pertama yang perlu dicamkan adalah satu prinsip dalam penafsiran peraturan yakni “apabila
kata-kata dalam peraturan sudah jelas, maka tidak boleh ditafsir”.
Penafsiran ini memaknai suatu ketentuan dalam peraturan berdasarkan pada makna
kata, kalimat, dan tata bahasa dalam pengertian sehari-hari. Hal ini karena pada dasarnya
melakukan penafsiran adalah memberi arti pada kata, kalimat, dan tata bahasa suatu rumusan
ketentuan tersebut. Penafsiran ini juga disebut penafsiran literal atau harfiah atau gramatikal.
9
Terhadap metode penafsiran ini terdapat dua kemungkinan.Pertama, hakim atau
pembaca peraturan lainnya mengartikan kata-kata dalam peraturan secara literal dan tidak
dianalisis secara mendalam. Kata-kata diartikan secara harfiah terlepas apakah hasil
penafsiran itu masuk akal atau tidak. Kedua, hakim atau pembaca peraturan lainnya
melakukan penafsiran lebih daripada sekedar membaca peraturan. Selain mengartikan kata-
kata secara literal/harfiah, hakim atau pembaca peraturan lainnya juga mempertimbangkan
apakah akan menghasilkan penafsiran yang adil dan masuk akal.
Dalam Pasal tersebut yang menjadi masalah adalah apa yang dimaksud dengan
“pejabat karir”. Sebagian besar orang, terutama dalam dunia birokrasi, akan menafsirkan
pejabat karir adalah pejabat pegawai negeri sipil. Sehingga, dengan penafsiran itu, yang dapat
menjadi wakil menteri adalah pegawai negeri sipil. Tetapi apabila mempertimbangkan
apakah masuk akal yang dapat menjadi wakil menteri hanya pegawai negeri sipil, maka dapat
juga ditafsirkan bahwa tidak hanya pegawai negeri sipil saja yang dapat menjadi wakil
menteri, karena karir tidak hanya dimiliki oleh pejabat selain pegawai negeri sipil, misalnya
pejabat pada perusahaan swasta. Penafsiran yang terakhir sejalan dengan Putusan MK Nomor
79/PUU-IX/2011.
2. Penafsiran Historis
Penafsiran ini dilakukan dengan cara melihat sejarah dan kondisi pada saat peraturan
dibentuk, dengan melihat pada catatan debat pada saat peraturan dibuat (memorie van
toelichting), misalnya saat debat anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam penyusunan
undang-undang, atau melihat uraian dalam naskah akademik suatu peraturan.
Contoh: menafsirkan arti pejabat karir dalam rumusan Pasal Yang dimaksud dengan “Wakil
Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet dengan melihat pada
catatan debat di Dewan Perwakilan Rakyatada saat Undang-Undang Kementerian Negara
dibahas. Catatan tersebut tentunya dapat dimintakan di Sekretariat Jenderal Dewan
Perwakilan Rakyat. Terakhir, dilakukan dengan melihat uraian penjelasan dalam naskah
akademik Rancangan Undang-Undang tentang Kementerian Negara dimaksud.
10
3. Penafsiran berdasarkan Tujuan Peraturan (Teleologis)
Selain metode di atas, masih terdapat metode penafsiran lainnya, seperti metode
sistematis, metode komparatif, metode futuristik, metode restriktif, dan metode ekstensif.
Namun, semua penafsiran pada dasarnya merupakan varian dari ketiga metode penafsiran di
atas. Dibawah ini ada beberapa metode dalam penafsiran hukum oleh beberapa para ahli :
11
Interpretasi gramatikal atau bahasa adalah metode penafsiran atau interpretasi yang
menekankan pada pentingnya kedudukan bahasa dalam memberikan makna terhadap suatu
objek.
Metode ini kerap disebut sebagai metode penafsiran objektif yang merupakan metode
penafsiran paling sederhana, yakni dengan menguraikannya menurut bahasa, susunan kata,
atau bunyinya.
Terkait interpretasi ini, Mertokusumo dan Pitlo (dalam Safaat, 2015: 73) menerangkan
bahwa ada tiga pendekatan kontekstual yang dapat digunakan dalam metode penafsiran ini,
yaitu:
1. noscitur a socis yang artinya suatu perkataan harus dinilai dari ikatan dalam
kumpulan-kumpulannya;
2. ejusdem generis yang artinya perkataan yang digunakan dalam lingkungan atau
kelompok yang sama; dan
3. expressum facit cassare tacitum yang artinya kata-kata yang dicantumkan secara tegas
mengakhiri pencarian maksud dari satu perundang-undangan. Adapun contohnya
adalah penyebutan subjek yang merujuk pada makna yang diartikan dalam undang-
undang.
Interpretasi teleologis atau sosiologis adalah metode penafsiran hukum atau interpretasi
yang menetapkan makna undang-undang berdasarkan tujuan kemasyarakatan.
Dengan metode ini, undang-undang yang masih berlaku tetapi sudah usang diterapkan
pada kebutuhan atau kepentingan masa kini, tidak peduli apakah hak itu dikenal pada saat
diundang-undangkan atau tidak. Peraturan disesuaikan dengan situasi sosial baru.
Dengan kata lain, peraturan hukum yang lama (masih berlaku) disesuaikan dengan
keadaan baru atau diaktualisasikan.
12
Interpretasi sistematis atau logis adalah metode penafsiran hukum yang menafsirkan
undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan
menghubungkannya dengan undang-undang lain.
4. Interpretasi historis
Interpretasi historis adalah metode penafsiran hukum yang menafsirkan makna peraturan
perundang-undangan dengan meneliti sejarah pembentukannya. Ada dua macam interpretasi
historis, yakni menurut sejarah undang-undang dan menurut sejarah hukum.
Lebih lanjut, Safaat (2015: 75) menerangkan bahwa interpretasi ini dapat dilakukan
dengan membandingkan penerapan asas-asas hukum atau rechtsbeginselen dalam peraturan
perundang-undangan yang lain dan/atau aturan hukumnya rechtsregel, di samping
perbandingan tentang sejarah pembentukan hukumnya.
6. Interpretasi futuristis
Interpretasi futuristis adalah metode penafsiran hukum yang bersifat antisipasi dengan
menggunakan penjelasan ketentuan undang-undang yang belum berlaku atau belum
berkekuatan hukum tetap.
13
Lebih lanjut, Safaat (2015: 75) menerangkan bahwa metode penafsiran hukum dengan
interpretasi futuristis ini lebih bersifat ius constituendum (hukum atau undang-undang yang
dicitakan) daripada ius constitutum (hukum atau undang-undang yang berlaku saat ini.
Hakim wajib mencari arti kata dalam undang-undang dengan cara membuka kamus
bahasa atau meminta keterangan ahli bahasa. Kalaupun belum cukup, hakim harus
mempelajari kata tersebut dalam susunan kata-kata kalimat atau hubungannya dengan
peraturanperaturan lainnya. Cara penafsiran ini, menurut Utrecht, yang pertama ditempuh
atau usaha permulaan untuk menafsirkan .
Cara penafsiran historis ini, menurut Utrecht, dilakukan dengan (i) menafsirkan
menurut sejarah hukum (rechtshistorische interpretatie), dan; (ii) menafsirkan menurut
sejarah penetapan suatu ketentuan (wetshistorische interpretatie). Penafsiran menurut sejarah,
menurut Utrecht, merupakan penafsiran luas atau mencakup penafsiran menurut sejarah
penetapan. Kalau penafsiran menurut sejarah penetapan dilakukan dengan cara mencermati
laporan-laporan perdebatan dalam perumusannya, suratsurat yang dikirim berkaitan dengan
kegiatan perumusan, dan lain-lain, sedangkan penafsiran menurut sejarah hukum dilakukan
menyelidiki asal naskah dari sistem hukum yang pernah diberlakukan, termasuk pula meneliti
asal naskah dari sistem hukum lain yang masih diberlakukan di negara lain.
14
3. Penafsiran sistematis
Penafsiran sistematis merupakan penafsiran menurut sistem yang ada dalam rumusan
hukum itu sendiri (systematische interpretative). Penafsiran sistematis juga dapat terjadi jika
naskah hukum yang satu dan naskah hukum yang lain, di mana keduanya mengatur hal yang
sama, dihubungkan dan dibandingkan satu sama lain. Jika misalnya yang ditafsirkan itu
adalah pasal dari suatu undang-undang, maka ketentuan-ketentuan yang sama, apalagi satu
asas dalam peraturan lainnya, harus dijadikan acuan.
4. Penafsiran sosiologis
Penafsiran otentik ini sesuai dengan tafsir yang dinyatakan oleh pembuat undang-
undang (legislator) dalam undang-undang itu sendiri.Misalnya, arti kata yang dijelaskan
dalam pasal atau dalam penjelasannya. Jikalau ingin mengetahui apa yang dimaksud dalam
suatu pasal, maka langkah pertama adalah lihat penjelasan pasal itu. Oleh sebab itu,
penjelasan undang-undang selalu diterbitkan tersendiri, yaitu dalam Tambahan Lembaran
Negara, sedangkan naskah undang-undang diterbitkan dalam Lembaran Negara.
15
1. Ambiguitas dan Ketidakjelasan
Banyak teks hukum yang dapat diartikan dengan berbagai cara atau memiliki frasa
yang ambigu, menyebabkan kesulitan dalam menetapkan makna yang jelas.
Nilai dan norma masyarakat dapat berubah seiring waktu, dan hal ini dapat
menimbulkan kesulitan dalam menjaga relevansi hukum terhadap nilai-nilai sosial yang
berkembang.
4. Ketidakpastian Hukum
Beberapa hukum dapat dirumuskan dengan kata-kata yang bersifat umum, sehingga
memunculkan ketidakpastian dalam penerapan dan penafsiran hukum di lapangan.
Hukum dapat mengalami perubahan, baik melalui amandemen atau pengadilan, dan
hal ini dapat menciptakan ketidakpastian dan tantangan dalam penafsiran hukum yang sudah
ada.
Dalam beberapa kasus, terutama di negara yang hukumnya bersifat umum, mungkin
tidak ada preseden yang sesuai untuk membimbing hakim dalam membuat keputusan.
Beberapa teks hukum ditulis dengan bahasa yang teknis dan sulit dimengerti,
sehingga dapat menjadi tantangan bagi orang awam untuk memahami dan menafsirkannya.
Beberapa yurisdiksi memiliki aturan dan batasan tertentu dalam teknik penafsiran
yang dapat digunakan, yang dapat membatasi kreativitas dan fleksibilitas hakim.
16
Perubahan dalam kekuasaan politik atau kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi
pendekatan dan penafsiran hukum. Ini dapat menciptakan ketidakpastian dan perubahan
dalam interpretasi hukum.
1. Heterogenitas Hukum
17
Organisasi internasional, seperti PBB, WTO, dan IMF, memiliki peran yang semakin
besar dalam membentuk dan menentukan norma-norma hukum. Keputusan dan resolusi dari
organisasi-organisasi ini dapat memengaruhi tafsir dan implementasi hukum di tingkat
nasional.
7. Pengaruh Budaya
Globalisasi membawa interaksi lintas budaya yang intens. Nilai-nilai dan budaya dari
satu negara dapat mempengaruhi pandangan dan penafsiran hukum di negara lain, terutama
dalam konteks hukum keluarga atau moralitas.
Kasus hukum yang melibatkan pihak-pihak dari berbagai negara atau entitas
internasional dapat menjadi lebih kompleks dalam penafsiran dan penyelesaiannya,
mengharuskan pengadilan untuk mempertimbangkan hukum dari berbagai yurisdiksi.
18
BAB IV
KESIMPULAN
Tetapi dalam proses penafsiran hukum tidak selalu lancar dan seringkali dihadapi oleh
berbagai tantangan seperti ambiguitas dan ketidakjelasan, perubahan konteks sosial, konflik
antar hukum dan keadilan, ketidakpastian hukum, perubahan norma hukum, tidak adanya
preseden, bahasa hukum yang rumit, pembatasan teknik penafsiran, perubahan politik dan
hukum, serta tekanan opini publik. Nah, hal itu merupakan tantangan dalam proses penafsiran
hukum.
Dalam era globalisasi yang mempunyai dampak yang signifikat, penafsiran hukum
juga terkena dampak nya. Ada beberapa pengaruh kunci meliputi heterogenitas hukum,
harmonisasi hukum internasional, tranparan dan akses informasi, tantangan terhadap
kedaulatan nasional, pengaruh hukum asing dan koperatif, pengaruh budaya, serta
kompleksitas kasus internasinal.
19
DAFTAR PUSTAKA
https://media.neliti.com/media/publications/225122-penafsiran-hukum-oleh-hakim-dalam-
sistem-f0c52582.pdf
https://www.gramedia.com/literasi/konvensi-adalah/
https://sskplawoffice.com/apa-itu-preseden-dan-contohnya/
https://fh.unmul.ac.id/upload/file/download/08-01-2023-materi-kuliah-pengantar-ilmu-
hukum-pertemuan-22-dan-23.pdf
https://www.hukumonline.com/berita/a/metode-penafsiran-hukum-mertokusumo-pitlo-
lt6331ab71b721c/?page=1
https://setkab.go.id/bagaimana-menafsir-peraturan/
https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mimbar/article/download/84/pdf
20