Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK

PENGANTAR ILMU HUKUM


KELAS B

KELOMPOK IV
“PENAFSIRAN HUKUM”

Disusun Oleh :
1. RAKA PUTRA PRADANA
2. TITO MULYADI
3. MOCH LUTHFI NAUFAL ALRASYID

1
KATA PENGANTAR
Dalam perjalanan yang melibatkan interpretasi hukum, saya sangat senang dan
berterima kasih telah diberikan kesempatan untuk menjelajahi dan menggali lebih dalam
tentang dinamika kompleks dalam penafsiran hukum. Dalam makalah ini, saya berusaha
untuk menjelaskan latar belakang yang melingkupi praktik penafsiran hukum serta
mengidentifikasi serangkaian masalah yang muncul dalam proses ini.

Penting untuk menyadari bahwa penafsiran hukum bukanlah sekadar aktivitas


intelektual tetapi merupakan pondasi bagi pemahaman dan penerapan keadilan dalam
masyarakat. Kompleksitas teks hukum yang terkadang ambigu dan terbuka terhadap berbagai
interpretasi menimbulkan tantangan yang mendalam bagi para praktisi hukum, pembuat
kebijakan, dan masyarakat pada umumnya.

Dalam perjalanan penulisan makalah ini, saya telah berusaha untuk meneliti dengan
cermat berbagai sumber hukum, teori-teori interpretasi, serta mengeksplorasi beragam studi
kasus untuk memberikan pandangan yang komprehensif tentang dinamika dan kompleksitas
penafsiran hukum.

Makalah ini bukanlah upaya untuk memberikan jawaban definitif, melainkan sebuah
refleksi mendalam yang diharapkan dapat merangsang pemikiran, perdebatan, dan solusi
terkait permasalahan yang muncul dalam praktik penafsiran hukum. Saya sangat berharap
bahwa makalah ini dapat memberikan kontribusi dan menambah pemahaman kita tentang
bagaimana proses interpretasi hukum dapat menjadi lebih baik dan lebih adil.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1. Latar Belakang....................................................................................................................4
2. Identifikasi Masalah...........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................5
Sumber-Sumber Hukum dalam Proses Penafsiran.................................................................5
Teori Interpretasi Hukum........................................................................................................5
Tantangan dalam Penafsiran Hukum......................................................................................5
Pengaruh Globalisasi terhadap Penafsiran Hukum................................................................6
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................7
Sumber-Sumber Hukum dalam Proses Penafsiran.................................................................7
Teori Interpretasi Hukum........................................................................................................8
Tantangan dalam Penafsiran Hukum....................................................................................15
Pengaruh globalisasi terhadap penafsiran hukum................................................................17
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20

3
BAB I
PENDAHULUAN
Penafsiran hukum merupakan inti dari proses pengaturan dan penerapan hukum dalam
kehidupan kita sehari-hari. Hal ini melibatkan interpretasi teks hukum, baik dalam bentuk
undang-undang, peraturan, maupun keputusan pengadilan, untuk mengungkapkan makna
sebenarnya yang terkandung di dalamnya. Tantangan utama dalam penafsiran hukum adalah
kompleksitas yang terdapat dalam teks-teks tersebut yang sering kali memungkinkan
berbagai penafsiran yang berbeda.

1. Latar Belakang
Dalam era dinamika global saat ini, kompleksitas dan fleksibilitas hukum menjadi
semakin signifikan. Di satu sisi, perkembangan teknologi dan interkoneksi antarnegara
menciptakan tantangan baru bagi interpretasi hukum. Di sisi lain, nilai-nilai sosial dan norma-
norma yang berkembang mempengaruhi evolusi hukum itu sendiri. Sebagai contoh, isu-isu
seperti hak asasi manusia, keadilan sosial, dan dampak lingkungan semakin memperumit
interpretasi terhadap hukum yang telah ada.

Kemajuan dalam teknologi dan media juga membawa aspek baru dalam interpretasi
hukum. Misalnya, pertanyaan tentang privasi, hak cipta, dan kebebasan berekspresi di dunia
digital menghadirkan dilema etis dan hukum yang belum pernah terjadi sebelumnya.

2. Identifikasi Masalah
Dalam konteks ini, terdapat sejumlah masalah yang muncul dalam penafsiran hukum.
Salah satunya adalah ketidakpastian yang sering kali terkait dengan teks hukum yang ambigu
atau terbuka terhadap berbagai interpretasi. Selain itu, perbedaan pendekatan interpretatif
antara berbagai lembaga atau individu, serta pertentangan antara pandangan filosofis, politis,
dan praktis, menciptakan tantangan yang rumit dalam menerjemahkan dan mengaplikasikan
hukum.

Selain itu, globalisasi telah membawa perbedaan budaya, nilai, dan norma yang
menantang keuniversalan interpretasi hukum. Pertanyaan etis seperti sejauh mana hukum
suatu negara boleh berinteraksi dengan nilai-nilai budaya lain juga menjadi fokus perdebatan.

Dalam konteks ini, makalah ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang
kompleksitas penafsiran hukum, menyoroti masalah-masalah yang muncul, dan menawarkan

4
wawasan yang lebih mendalam tentang tantangan serta potensi solusi dalam proses
interpretasi hukum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sumber-Sumber Hukum dalam Proses Penafsiran


Penafsiran hukum tidak hanya bergantung pada teks undang-undang semata, tetapi
juga pada berbagai sumber hukum yang meliputi teks hukum, prinsip-prinsip umum, doktrin,
preseden, dan konvensi internasional. Teks hukum menjadi pijakan utama dalam proses
interpretasi, namun sering kali teks tersebut ambigu atau terbuka terhadap penafsiran yang
beragam, yang menjadikan prinsip-prinsip umum, niat pembuat undang-undang, serta
putusan pengadilan menjadi krusial dalam mencari pemahaman yang lebih mendalam.

Putusan pengadilan, baik dalam yurisdiksi yang sama maupun luar negeri, juga
menjadi sumber yang signifikan. Preseden hukum dari kasus-kasus sebelumnya membentuk
landasan bagi penafsiran hukum di masa yang akan datang. Selain itu, konvensi internasional
dan doktrin hukum turut memberikan pandangan yang luas dalam merumuskan pemahaman
yang komprehensif terhadap hukum.

Teori Interpretasi Hukum


Berbagai teori interpretasi hukum menjadi panduan bagi para pakar hukum dalam
memahami dan menerapkan hukum. Pendekatan tekstualis, yang menekankan pada makna
harfiah dari teks hukum, seringkali berlawanan dengan pendekatan kontekstualis yang
melihat teks dalam konteks sejarah, sosial, dan tujuan pembuatannya. Teori-teori seperti teori
purposive, literal, historical, contextual, dan pragmatis menghadirkan perspektif yang
beragam dalam penafsiran hukum.

Diskusi tentang kelebihan dan kelemahan dari masing-masing pendekatan ini


memberikan wawasan mendalam tentang kompleksitas dalam proses interpretasi hukum.
Bagaimana kita melihat niat pembuat undang-undang, sejarah teks hukum, serta kebutuhan
akan adaptasi terhadap zaman modern menjadi pertimbangan penting dalam penafsiran
hukum.

5
Tantangan dalam Penafsiran Hukum
Penafsiran hukum menghadapi sejumlah tantangan yang mempengaruhi prosesnya.
Ambiguasi dalam teks hukum seringkali menjadi sumber beragam interpretasi yang
memunculkan ketidakpastian dalam penerapan hukum. Ketidaksesuaian antara berbagai teori
interpretasi dan perspektif yang berbeda antara para pakar hukum seringkali menimbulkan
pertentangan dalam penafsiran hukum.

Selain itu, perubahan dinamis dalam masyarakat modern dan kemajuan teknologi
membawa perubahan dalam dinamika interpretasi hukum. Pertanyaan tentang bagaimana
hukum beradaptasi dengan inovasi teknologi seperti kecerdasan buatan, keamanan siber, atau
etika dalam penggunaan teknologi baru menjadi sorotan utama dalam tantangan penafsiran
hukum di era kontemporer.

Pengaruh Globalisasi terhadap Penafsiran Hukum


Fenomena globalisasi telah mengubah lanskap penafsiran hukum secara signifikan.
Interaksi yang semakin erat antarnegara, perdagangan global, dan arus informasi yang
melintasi batas-batas nasional menciptakan kompleksitas baru dalam interpretasi hukum. Hal
ini meliputi harmonisasi hukum internasional, pertentangan antara sistem hukum yang
berbeda, dan perlunya kerja sama lintas negara dalam menafsirkan dan menerapkan hukum
secara adil dan konsisten di era global.

Peningkatan interaksi internasional juga memunculkan isu-isu tentang hak asasi


manusia, lingkungan, serta perdagangan yang melibatkan penafsiran hukum dari perspektif
yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada satu yurisdiksi. Diskusi mengenai bagaimana
hukum dapat menyesuaikan diri dengan dinamika globalisasi menjadi aspek krusial dalam
merumuskan kebijakan hukum yang relevan.

6
BAB III
PEMBAHASAN

Sumber-Sumber Hukum dalam Proses Penafsiran


Penafsiran hukum (interpretasi) adalah sebuah pendekatan pada penemuan hukum
dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya.
Sebaliknya dapat terjadi juga hakim harus memeriksa dan mengadili perkara yang tidak ada
peraturannya yang khusus. Di sini hakim menghadapi kekosongan atau ketidak-lengkapan
undang-undang yang harus diisi atau dilengkapi, sebab hakim tidak boleh menolak
memeriksa dan mengadili perkara dengan dalih tidak ada hukumnya atau tidaklengkap
hukumnya. Hakim menemukan hukum itu untuk mengisi kekosongan hukum tersebut.

Penafsiran merupakan kegiatan yang sangat penting dalam hukum. Penafsiran


merupakan metode untuk memahami makna yang terkandung dalam teks-teks hukum untuk
dipakai dalam menyelesaikan kasus-kasus atau mengambil keputusan atas hal-hal yang
dihadapi secara konkrit. Di samping hal itu, dalam bidang hukum tata negara, penafsiran
dalam hal ini judicial interpretation (penafsiran oleh hakim), juga dapat berfungsi sebagai
metode perubahan konstitusi dalam arti menambah, mengurangi, atau memperbaiki makna
yang terdapat dalam suatu teks Undang-Undang Dasar. Seperti dikemukakan oleh K.C.
Wheare, UndangUndang Dasar dapat diubah melalui (i) formal amandement, (ii) judicial
interpretation, dan (iii) constitutional usage and conventions

Dalam proses penafsiran hukum ada beberapa sumber sumber hukum yang menjadi landasan
untuk penafsiran hukum. Berikut adalah beberapa sumber hukum yang sering digunakan
dalam konteks penafsiran :

1. Undang-Undang

7
Teks undang-undang atau peraturan merupakan sumber utama penafsiran hukum. Ini
termasuk konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan lainnya yang
dibuat oleh badan legislatif.

2. Konvensi Hukum

Perjanjian dan konvensi internasional yang diakui oleh negara adalah sumber hukum
yang penting. Konvensi ini dapat menjadi panduan dalam menafsirkan hukum nasional untuk
memastikan konsistensi dengan hukum internasional.

3. Preseden Hukum

Putusan pengadilan dalam kasus-kasus sebelumnya (preseden) memiliki dampak


penting dalam penafsiran hukum. Hakim sering merujuk pada keputusan sebelumnya untuk
membimbing keputusan saat ini.

4. Doktrin Hukum

Pendapat dan interpretasi para ahli hukum, seperti buku-buku hukum dan artikel
ilmiah, dapat dijadikan referensi untuk memahami dan menafsirkan hukum.

5. Prinsip-prinsip Hukum Umum

Prinsip-prinsip hukum yang diakui secara umum, seperti prinsip keadilan, kesetaraan,
dan kepastian hukum, dapat digunakan sebagai panduan dalam penafsiran hukum.

6. Analogi Hukum

Penerapan hukum pada situasi serupa dapat menjadi sumber tafsiran, di mana hukum
yang sudah ada digunakan sebagai dasar untuk mengisi kekosongan dalam hukum yang
berlaku.

7. Logika dan Akal Sehat

Penggunaan logika dan akal sehat dalam menginterpretasikan hukum memainkan


peran penting dalam menentukan arti dan ruang lingkup dari teks hukum.

8. Asas Hukum

Asas-asas hukum, seperti prinsip hukum yang mendasari keputusan hakim, juga dapat
menjadi sumber dalam penafsiran hukum.

8
Memahami dan memanfaatkan sumber-sumber hukum ini secara komprehensif membantu
dalam mencapai penafsiran hukum yang konsisten dan sesuai dengan nilai-nilai hukum yang
berlaku.

Teori Interpretasi Hukum

Dalam menyusun peraturan, para perancang peraturan telah berupaya membuat


rumusan yang tegas, jelas, dan mudah dimengerti. Bahkan, mereka seringkali menggunakan
“penjelasan” untuk menghindari salah pemahaman. Namun demikian, untuk dapat
memahami peraturan, penafsiran tetap diperlukan. Hal ini karena peraturan bukanlah produk
yang sempurna, yang lengkap, dan tuntas. Upaya perancang dimaksudkan untuk mendekati
sempurna.

Penafsiran peraturan terutama dilakukan oleh hakim dalam memutus suatu perkara.
Pengacara, polisi, dan jaksa juga melakukan penafsiran untuk melaksanakan tugas masing-
masing. Pegawai pemerintah dan masyarakat juga melakukan penafsiran, baik ketika
menghadapi proses peradilan maupun dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Semakin banyak orang memahami cara menafsir peraturan akan semakin mudah
melaksanakan peraturan dan semakin mudah pula menegakkan hukum. Upaya memperluas
kemampuan penafsiran merupakan usaha memenuhi asas “setiap orang dianggap tahu
peraturan”.

Dibawah ini akan disampaikan beberapa metode penafsiran yang dapat dilakukan. Hal
pertama yang perlu dicamkan adalah satu prinsip dalam penafsiran peraturan yakni “apabila
kata-kata dalam peraturan sudah jelas, maka tidak boleh ditafsir”.

1. Penafsiran Menurut Bahasa

Penafsiran ini memaknai suatu ketentuan dalam peraturan berdasarkan pada makna
kata, kalimat, dan tata bahasa dalam pengertian sehari-hari. Hal ini karena pada dasarnya
melakukan penafsiran adalah memberi arti pada kata, kalimat, dan tata bahasa suatu rumusan
ketentuan tersebut. Penafsiran ini juga disebut penafsiran literal atau harfiah atau gramatikal.

9
Terhadap metode penafsiran ini terdapat dua kemungkinan.Pertama, hakim atau
pembaca peraturan lainnya mengartikan kata-kata dalam peraturan secara literal dan tidak
dianalisis secara mendalam. Kata-kata diartikan secara harfiah terlepas apakah hasil
penafsiran itu masuk akal atau tidak. Kedua, hakim atau pembaca peraturan lainnya
melakukan penafsiran lebih daripada sekedar membaca peraturan. Selain mengartikan kata-
kata secara literal/harfiah, hakim atau pembaca peraturan lainnya juga mempertimbangkan
apakah akan menghasilkan penafsiran yang adil dan masuk akal.

Contoh: Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian


Negara, yang menyatakan Yang dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan
bukan merupakan anggota kabinet.

Dalam Pasal tersebut yang menjadi masalah adalah apa yang dimaksud dengan
“pejabat karir”. Sebagian besar orang, terutama dalam dunia birokrasi, akan menafsirkan
pejabat karir adalah pejabat pegawai negeri sipil. Sehingga, dengan penafsiran itu, yang dapat
menjadi wakil menteri adalah pegawai negeri sipil. Tetapi apabila mempertimbangkan
apakah masuk akal yang dapat menjadi wakil menteri hanya pegawai negeri sipil, maka dapat
juga ditafsirkan bahwa tidak hanya pegawai negeri sipil saja yang dapat menjadi wakil
menteri, karena karir tidak hanya dimiliki oleh pejabat selain pegawai negeri sipil, misalnya
pejabat pada perusahaan swasta. Penafsiran yang terakhir sejalan dengan Putusan MK Nomor
79/PUU-IX/2011.

2. Penafsiran Historis

Penafsiran ini dilakukan dengan cara melihat sejarah dan kondisi pada saat peraturan
dibentuk, dengan melihat pada catatan debat pada saat peraturan dibuat (memorie van
toelichting), misalnya saat debat anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam penyusunan
undang-undang, atau melihat uraian dalam naskah akademik suatu peraturan.

Contoh: menafsirkan arti pejabat karir dalam rumusan Pasal Yang dimaksud dengan “Wakil
Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet dengan melihat pada
catatan debat di Dewan Perwakilan Rakyatada saat Undang-Undang Kementerian Negara
dibahas. Catatan tersebut tentunya dapat dimintakan di Sekretariat Jenderal Dewan
Perwakilan Rakyat. Terakhir, dilakukan dengan melihat uraian penjelasan dalam naskah
akademik Rancangan Undang-Undang tentang Kementerian Negara dimaksud.

10
3. Penafsiran berdasarkan Tujuan Peraturan (Teleologis)

Metode penafsiran ini tidak mempermasalahkan pengertian harfiah yang mempunyai


arti ganda, melainkan melihat pada tujuan keseluruhan dari suatu peraturan. Pendekatan ini
mengisi kekosongan aturan hukum dengan menafsirkan peraturan sesuai dengan maksud dan
tujuan pembuat peraturan.

Contoh:dengan metode penafsiran berdasarkan Tujuan Peraturan, rumusan Pasal “Yang


dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota
kabinet” dapat diartikan sebagai berikut: tujuan adanya pengaturan keberadaan wakil menteri
adalah untuk mewadahi kebutuhan untuk mendukung tugas menteri dalam menjalankan
tugasnya. Menteri yang merupakan jabatan karir dan biasanya berasal dari politisi umumnya
tidak menguasai bagaimana melaksanakan tugas-tugas birokrasi. Untuk itulah seorang wakil
menteri diperlukan. Dengan demikian, berdasarkan metode berdasarkan Tujuan Peraturan,
penafsiran yang lebih mendekati pengertian “pejabat karir” adalah pejabat yang berasal dari
pegawai negeri sipil (birokrat). Namun tampaknya penafsiran ini tidak digunakan Mahkamah
Konstitusi dalam memutus uji materi mengenai pejabat karir dimaksud.

Selain metode di atas, masih terdapat metode penafsiran lainnya, seperti metode
sistematis, metode komparatif, metode futuristik, metode restriktif, dan metode ekstensif.
Namun, semua penafsiran pada dasarnya merupakan varian dari ketiga metode penafsiran di
atas. Dibawah ini ada beberapa metode dalam penafsiran hukum oleh beberapa para ahli :

Menurut Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo dalam Bab-Bab Tentang Penemuan


Hukum, interpretasi atau penafsiran hukum merupakan salah satu metode penemuan hukum
yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup
kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.

Lebih lanjut, Mertokusumo dan Pitlo mengidentifikasi enam metode penafsiran


hukum atau interpretasi yang lazim digunakan oleh hakim. Enam metode yang dimaksud
adalah interpretasi gramatikal atau bahasa, interpretasi teleologis atau sosiologis, interpretasi
sistematis atau logis, interpretasi historis, interpretasi komparatif atau perbandingan, dan
interpretasi futuristis.

1. Interpretasi gramatikal atau bahasa

11
Interpretasi gramatikal atau bahasa adalah metode penafsiran atau interpretasi yang
menekankan pada pentingnya kedudukan bahasa dalam memberikan makna terhadap suatu
objek.

Metode ini kerap disebut sebagai metode penafsiran objektif yang merupakan metode
penafsiran paling sederhana, yakni dengan menguraikannya menurut bahasa, susunan kata,
atau bunyinya.

Terkait interpretasi ini, Mertokusumo dan Pitlo (dalam Safaat, 2015: 73) menerangkan
bahwa ada tiga pendekatan kontekstual yang dapat digunakan dalam metode penafsiran ini,
yaitu:

1. noscitur a socis yang artinya suatu perkataan harus dinilai dari ikatan dalam
kumpulan-kumpulannya;
2. ejusdem generis yang artinya perkataan yang digunakan dalam lingkungan atau
kelompok yang sama; dan
3. expressum facit cassare tacitum yang artinya kata-kata yang dicantumkan secara tegas
mengakhiri pencarian maksud dari satu perundang-undangan. Adapun contohnya
adalah penyebutan subjek yang merujuk pada makna yang diartikan dalam undang-
undang.

2. Interpretasi teleologis atau sosiologis

Interpretasi teleologis atau sosiologis adalah metode penafsiran hukum atau interpretasi
yang menetapkan makna undang-undang berdasarkan tujuan kemasyarakatan.

Dengan metode ini, undang-undang yang masih berlaku tetapi sudah usang diterapkan
pada kebutuhan atau kepentingan masa kini, tidak peduli apakah hak itu dikenal pada saat
diundang-undangkan atau tidak. Peraturan disesuaikan dengan situasi sosial baru.

Dengan kata lain, peraturan hukum yang lama (masih berlaku) disesuaikan dengan
keadaan baru atau diaktualisasikan.

3. Interpretasi sistematis atau logis

12
Interpretasi sistematis atau logis adalah metode penafsiran hukum yang menafsirkan
undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan
menghubungkannya dengan undang-undang lain.

Interpretasi ini dilakukan karena sejatinya undang-undang selalu berkaitan dengan


peraturan perundang-undangan lainnya; tidak ada yang berdiri sendiri.

4. Interpretasi historis

Interpretasi historis adalah metode penafsiran hukum yang menafsirkan makna peraturan
perundang-undangan dengan meneliti sejarah pembentukannya. Ada dua macam interpretasi
historis, yakni menurut sejarah undang-undang dan menurut sejarah hukum.

Sebagai informasi tambahan, Interpretasi menurut sejarah undang-undang dikenal juga


sebagai interpretasi subjektif. Hal ini disebabkan oleh penafsirannya disesuaikan pada
pandangan subjektif pembentuk undang-undang.

5. Interpretasi komparatif atau perbandingan

Interpretasi komparatif atau perbandingan adalah metode penafsiran yang dilakukan


dengan membandingkan beberapa aturan hukum. Adapun tujuan hakim melakukan
perbandingan tersebut adalah untuk mencari kejelasan makna dari suatu ketentuan undang-
undang.

Lebih lanjut, Safaat (2015: 75) menerangkan bahwa interpretasi ini dapat dilakukan
dengan membandingkan penerapan asas-asas hukum atau rechtsbeginselen dalam peraturan
perundang-undangan yang lain dan/atau aturan hukumnya rechtsregel, di samping
perbandingan tentang sejarah pembentukan hukumnya.

6. Interpretasi futuristis

Interpretasi futuristis adalah metode penafsiran hukum yang bersifat antisipasi dengan
menggunakan penjelasan ketentuan undang-undang yang belum berlaku atau belum
berkekuatan hukum tetap.

13
Lebih lanjut, Safaat (2015: 75) menerangkan bahwa metode penafsiran hukum dengan
interpretasi futuristis ini lebih bersifat ius constituendum (hukum atau undang-undang yang
dicitakan) daripada ius constitutum (hukum atau undang-undang yang berlaku saat ini.

Adapun pendapat dari Utrecht mengenai penafsiran undang-undang :

1. Penafsiran menurut arti kata atau istilah (taalkundige interpretasi)

Hakim wajib mencari arti kata dalam undang-undang dengan cara membuka kamus
bahasa atau meminta keterangan ahli bahasa. Kalaupun belum cukup, hakim harus
mempelajari kata tersebut dalam susunan kata-kata kalimat atau hubungannya dengan
peraturanperaturan lainnya. Cara penafsiran ini, menurut Utrecht, yang pertama ditempuh
atau usaha permulaan untuk menafsirkan .

2. Penafsiran Historis (historis interpretatie)

Cara penafsiran historis ini, menurut Utrecht, dilakukan dengan (i) menafsirkan
menurut sejarah hukum (rechtshistorische interpretatie), dan; (ii) menafsirkan menurut
sejarah penetapan suatu ketentuan (wetshistorische interpretatie). Penafsiran menurut sejarah,
menurut Utrecht, merupakan penafsiran luas atau mencakup penafsiran menurut sejarah
penetapan. Kalau penafsiran menurut sejarah penetapan dilakukan dengan cara mencermati
laporan-laporan perdebatan dalam perumusannya, suratsurat yang dikirim berkaitan dengan
kegiatan perumusan, dan lain-lain, sedangkan penafsiran menurut sejarah hukum dilakukan
menyelidiki asal naskah dari sistem hukum yang pernah diberlakukan, termasuk pula meneliti
asal naskah dari sistem hukum lain yang masih diberlakukan di negara lain.

Bagi hakim, menurut Scolthen, makna penafsiran historis berdasarkan kebutuhan


praktik. Pada umumnya yang penting bagi hakim ialah mengetahui maksud pembuat naskah
hukum yang ditetapkan. Hukum bersifat dinamis dan perkembangan hukum mengikuti
perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, makna yang dapat diberikan kepada suatu kata
dalam naskah hukum positif sekarang berbeda dengan maknanya pada waktu ditetapkan.
Oleh sebab itu pula, penafsiran menurut searah hakikatnya hanya merupakan pedoman saja.
Akan tetapi, penafsiran historis tidak hanya menelaah risalah sebagai story perumusan
naskah, tetapi juga menelaah sejarah sosial, politik, ekonomi, dan social event lainnya ketika
rumusan naskah tersebut dibahas.

14
3. Penafsiran sistematis

Penafsiran sistematis merupakan penafsiran menurut sistem yang ada dalam rumusan
hukum itu sendiri (systematische interpretative). Penafsiran sistematis juga dapat terjadi jika
naskah hukum yang satu dan naskah hukum yang lain, di mana keduanya mengatur hal yang
sama, dihubungkan dan dibandingkan satu sama lain. Jika misalnya yang ditafsirkan itu
adalah pasal dari suatu undang-undang, maka ketentuan-ketentuan yang sama, apalagi satu
asas dalam peraturan lainnya, harus dijadikan acuan.

4. Penafsiran sosiologis

Menurut Utrecht, setiap penafsiran undang-undang harus diakhiri dengan penafsiran


sosiologis agar keputusan hakim dibuat secara sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang
ada dalam masyarakat. Utecht mengatakan bahwa hukum merupakan gejala sosial, maka
setiap peraturan memiliki tugas sosial yaitu kepastian hukum dalam masyarakat. Tujuan
sosial suatu peraturan tidak senantiasa dapat dipahami dari kata-kata yang dirumuskan. Oleh
karena itu, hakim harus mencarinya. Penafsiran sosiologis merupakan jaminan kesungguhan
hakim dalam membuat keputusan, oleh karena keputusannya dapat mewujudkan hukum
dalam suasana yang senyatanya dalam masyarakat.

5. Penafsiran otentik atau resmi (authentieke atau officiele interpretatie)

Penafsiran otentik ini sesuai dengan tafsir yang dinyatakan oleh pembuat undang-
undang (legislator) dalam undang-undang itu sendiri.Misalnya, arti kata yang dijelaskan
dalam pasal atau dalam penjelasannya. Jikalau ingin mengetahui apa yang dimaksud dalam
suatu pasal, maka langkah pertama adalah lihat penjelasan pasal itu. Oleh sebab itu,
penjelasan undang-undang selalu diterbitkan tersendiri, yaitu dalam Tambahan Lembaran
Negara, sedangkan naskah undang-undang diterbitkan dalam Lembaran Negara.

Tantangan dalam Penafsiran Hukum


Proses penafsiran hukum tidak selalu lancar dan seringkali dihadapi oleh berbagai
tantangan. Berikut adalah beberapa tantangan yang umumnya dihadapi dalam penafsiran
hukum:

15
1. Ambiguitas dan Ketidakjelasan

Banyak teks hukum yang dapat diartikan dengan berbagai cara atau memiliki frasa
yang ambigu, menyebabkan kesulitan dalam menetapkan makna yang jelas.

2. Perubahan Konteks Sosial

Nilai dan norma masyarakat dapat berubah seiring waktu, dan hal ini dapat
menimbulkan kesulitan dalam menjaga relevansi hukum terhadap nilai-nilai sosial yang
berkembang.

3. Konflik Antara Hukum dan Keadilan

Terkadang, keputusan hukum yang diambil mungkin bertentangan dengan persepsi


keadilan. Hakim harus menyeimbangkan antara aspek-aspek hukum dan keadilan.

4. Ketidakpastian Hukum

Beberapa hukum dapat dirumuskan dengan kata-kata yang bersifat umum, sehingga
memunculkan ketidakpastian dalam penerapan dan penafsiran hukum di lapangan.

5. Perubahan Norma Hukum

Hukum dapat mengalami perubahan, baik melalui amandemen atau pengadilan, dan
hal ini dapat menciptakan ketidakpastian dan tantangan dalam penafsiran hukum yang sudah
ada.

6. Tidak Adanya Preseden

Dalam beberapa kasus, terutama di negara yang hukumnya bersifat umum, mungkin
tidak ada preseden yang sesuai untuk membimbing hakim dalam membuat keputusan.

7. Bahasa Hukum yang Rumit

Beberapa teks hukum ditulis dengan bahasa yang teknis dan sulit dimengerti,
sehingga dapat menjadi tantangan bagi orang awam untuk memahami dan menafsirkannya.

8. Pembatasan Teknik Penafsiran

Beberapa yurisdiksi memiliki aturan dan batasan tertentu dalam teknik penafsiran
yang dapat digunakan, yang dapat membatasi kreativitas dan fleksibilitas hakim.

9. Perubahan Politik dan Hukum

16
Perubahan dalam kekuasaan politik atau kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi
pendekatan dan penafsiran hukum. Ini dapat menciptakan ketidakpastian dan perubahan
dalam interpretasi hukum.

10. Tekanan Opini Publik

Tekanan dari opini publik dapat memengaruhi pengambilan keputusan hukum,


terutama dalam kasus-kasus yang kontroversial.
Pemahaman dan mengatasi tantangan-tantangan ini memerlukan kebijaksanaan dan keahlian
yang tinggi dari pihak yang terlibat dalam proses penafsiran hukum.

Pengaruh globalisasi terhadap penafsiran hukum


Perkembangan yang terjadi di dunia Internasional di era globalisasi membawa
pengaruh terhadap pembangunan hukum nasional suatu negara. Pengaruh itu juga dapat
dirasakan di Indonesia dalam pembentukan hukum. Walaupun demikian pengaruh tersebut
tidak boleh menyimpang dari fungsi primer hukum itu sendiri, yaitu fungsi perlindungan,
keadilan dan pembangunan. Hukum dipakai sebagai kendaraan, baik dalam menentukan arah,
tujuan dan pelaksanaan pembangunan secara adil. Dalam penegakannya dibutuhkan kekuasaan
kehakiman yang kuat dan diisi oleh tenaga profesional yang mempunyai pengetahuan dan
wawasan yang luas serta berakhlak luhur.

Globalisasi memiliki dampak signifikan terhadap penafsiran hukum di berbagai


belahan dunia. Beberapa pengaruh kunci meliputi:

1. Heterogenitas Hukum

Globalisasi membawa interaksi antarnegara yang lebih intens, yang menciptakan


kebutuhan untuk penyesuaian hukum nasional dengan norma-norma internasional. Ini dapat
menciptakan heterogenitas hukum dengan adanya pengaruh dari berbagai sistem hukum.

2. Harmonisasi Hukum Internasional

Globalisasi mendorong upaya untuk menciptakan harmonisasi dalam bidang hukum


tertentu, seperti perdagangan internasional, hak asasi manusia, atau perlindungan lingkungan.
Ini bisa menciptakan norma-norma hukum yang seragam di tingkat global.

3. Peran Organisasi Internasional

17
Organisasi internasional, seperti PBB, WTO, dan IMF, memiliki peran yang semakin
besar dalam membentuk dan menentukan norma-norma hukum. Keputusan dan resolusi dari
organisasi-organisasi ini dapat memengaruhi tafsir dan implementasi hukum di tingkat
nasional.

4. Transparansi dan Akses Informasi

Globalisasi meningkatkan transparansi dan akses informasi, memungkinkan penegak


hukum untuk mengakses pandangan hukum dan keputusan pengadilan dari berbagai negara.
Hal ini dapat mempengaruhi penafsiran hukum dengan mempertimbangkan praktek-praktek
internasional.

5. Tantangan Terhadap Kedaulatan Nasional

Globalisasi dapat menciptakan konflik antara hukum nasional dan norma-norma


internasional, menantang kedaulatan nasional dalam beberapa aspek tertentu, seperti hak
asasi manusia dan lingkungan.

6. Pengaruh Hukum Asing dan Komparatif

Peningkatan interaksi internasional dapat memperkenalkan unsur-unsur hukum asing


dan komparatif ke dalam proses penafsiran hukum nasional. Hakim atau ahli hukum mungkin
merujuk pada keputusan atau pendekatan hukum dari negara-negara lain.

7. Pengaruh Budaya

Globalisasi membawa interaksi lintas budaya yang intens. Nilai-nilai dan budaya dari
satu negara dapat mempengaruhi pandangan dan penafsiran hukum di negara lain, terutama
dalam konteks hukum keluarga atau moralitas.

8. Kompleksitas Kasus Internasional

Kasus hukum yang melibatkan pihak-pihak dari berbagai negara atau entitas
internasional dapat menjadi lebih kompleks dalam penafsiran dan penyelesaiannya,
mengharuskan pengadilan untuk mempertimbangkan hukum dari berbagai yurisdiksi.

Globalisasi, dengan segala dampaknya, menantang paradigma penafsiran hukum tradisional


yang bersifat nasional. Keseimbangan antara kebutuhan akan kerjasama internasional dan
pemeliharaan kedaulatan nasional menjadi elemen kritis dalam menghadapi pengaruh
globalisasi terhadap penafsiran hukum.

18
BAB IV
KESIMPULAN

Penafsiran hukum (interpretasi) adalah sebuah pendekatan pada penemuan hukum


dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya.
Sebaliknya dapat terjadi juga hakim harus memeriksa dan mengadili perkara yang tidak ada
peraturannya yang khusus. Ada beberapa landasan sumber sumber hukum dalam proses
pensiran hukum seperti undang undang, konvensi hukum, preseden hukum, doktrin hukum,
prinsip prinsip hukum, analogi hukum, logika / akal sehat, dan asas hukum. Sumber sumber
itulah yang menjadi landasan untuk penafsiran hukum.

Tetapi dalam proses penafsiran hukum tidak selalu lancar dan seringkali dihadapi oleh
berbagai tantangan seperti ambiguitas dan ketidakjelasan, perubahan konteks sosial, konflik
antar hukum dan keadilan, ketidakpastian hukum, perubahan norma hukum, tidak adanya
preseden, bahasa hukum yang rumit, pembatasan teknik penafsiran, perubahan politik dan
hukum, serta tekanan opini publik. Nah, hal itu merupakan tantangan dalam proses penafsiran
hukum.

Dalam era globalisasi yang mempunyai dampak yang signifikat, penafsiran hukum
juga terkena dampak nya. Ada beberapa pengaruh kunci meliputi heterogenitas hukum,
harmonisasi hukum internasional, tranparan dan akses informasi, tantangan terhadap
kedaulatan nasional, pengaruh hukum asing dan koperatif, pengaruh budaya, serta
kompleksitas kasus internasinal.

19
DAFTAR PUSTAKA
https://media.neliti.com/media/publications/225122-penafsiran-hukum-oleh-hakim-dalam-
sistem-f0c52582.pdf

https://www.gramedia.com/literasi/konvensi-adalah/

https://sskplawoffice.com/apa-itu-preseden-dan-contohnya/

https://fh.unmul.ac.id/upload/file/download/08-01-2023-materi-kuliah-pengantar-ilmu-
hukum-pertemuan-22-dan-23.pdf

https://www.hukumonline.com/berita/a/metode-penafsiran-hukum-mertokusumo-pitlo-
lt6331ab71b721c/?page=1

https://setkab.go.id/bagaimana-menafsir-peraturan/

https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mimbar/article/download/84/pdf

20

Anda mungkin juga menyukai