Anda di halaman 1dari 37

i

PANDUAN AUDIT KEMATIAN MATERNAL DAN NEONATAL

Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah di Program Studi DIV
Kebidanan Alih Jenjang

Oleh :

Kelompok 9

Lia Nirmala

Nia Amelia

Iis Heryaningsih

Tita Darsita

MENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA
DIPLOMA IV KEBIDANAN
TASIKMALAYA
2017
ii

KATA PENGANTAR
Teriring ucapan puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT

karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah “Panduan

Audikematian Maternal Dan Neonatal”.

Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas

mata kuliah di Program Studi DIV Kebidanan Alih Jenjang Poltekkes Kemenkes

Tasikmalaya. Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak

kekurangan maupun kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan

saran untuk terselesaikannya makalah ini. Penyusunan makalah ini membutuhkan

bimbingan, arahan, bantuan dan kerjasama dari semua pihak. Untuk itu, penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada;

1. Hj. Betty Suprapti, S.Kp, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Tasikmalaya.

2. Nunung Mulyani, APP, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Tasikmalaya.

3. Yulia Herliani, SST, M.Keb, selaku Ketua Program Studi D.IV Kebidanan

Tasikmalaya.

4. Dede Gantini, SST, M.Keb selaku dosen pembimbing.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan yang dimiliki, sehingga masih banyak

kekurangan baik dalam segi isi maupun tulisan. Oleh karena itu, penulis
iii

mengharapkan adanya kritik dan saran untuk perbaikan selanjutnya. Semoga Allah

SWT senantiasa melimpahkan curahan rahmat-Nya kepada kita semua, Amin.

Tasikmalaya, September 2017

Penulis
i
iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv

BAB I ............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar belakang .................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 2

BAB II ........................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3

A. Audit Maternal Perinatal (AMP) Kabupaten/Kota ............................................ 3

B. Evaluasi ............................................................................................................ 22

BAB III ....................................................................................................................... 31

PENUTUP ................................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kematian Ibu Dan Bayi disuatu wilayah dapat mencerminkan keadaan

wilayah yang kurang baik karena angka kematian akan berpengaruh terhadap

indeks pembangunan wilayah. Target Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2019 adalah angka kematian ibu (AKI)

sebesar 306 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 24 per 1000

kelahiran hidup.(Depkes, 2015). “Sedangkan Sustainable Developmant Goals

(SDG’s) menargetkan pada tahun 2030, terjadi penurunan rasio kematian ibu

yang kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup, serta dapat mengakhiri dan

mencegah kematian bayi dan balita (Rippin, 2015).”

Tingginya Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi dapat

menunjukkan masih sangat rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Dengan

demikian, upaya peningkatan kesehatan perinatal tidak dapat dipisahkan

dengan upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak.

Salah satu upaya Kementerian Kesehatan dalam percepatan penurunan

AKI dan AKB adalah kegiatan Audit Maternal Perinatal (AMP) yang

mencakup audit terhadap kematian ibu yang disebabkan karena masalah


2

kehamilan, persalinan dan nifas, serta kematian janin/bayi (perinatal dan

neonatal). Oleh karena itu, dalam penulis membahas mengenai Audit

Maternal Perinatal, yang pelaksanaannya perlu dilakukan secara lebih optimal

dan terarah, sebagai upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)

dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana panduan audit maternal perinatal tingkat kota/kabupaten ?

2. Bagaimana proses evaluasi audit maternal perinatal?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui panduan audit maternal perinatal tingkat kota/ Kabupaten.

2. Mengetahui proses evaluasi audit maternal perinatal.


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Audit Maternal Perinatal (AMP) Kabupaten/Kota


1. Pengertian AMP Kabupaten/Kota

Audit Maternal Perinatal adalah serangkaian kegiatan penelusuran

sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal, dan neonatal guna mencegah

kesakitan atau kematian serupa di masa yang akan datang. Pengkajian yang

dilakukan harus menerapkan prinsip menghormati dan melindungi semua

pihak yang terkait, baik individu maupun institusi. Sebelum proses audit

dilakukan, harus ditekankan kembali kepada pihak yang terkait bahwa AMP

kabupaten/kota ini tidak dapat digunakan untuk kepentingan hukum

(digunakan untuk bukti dalam persidangan) maupun untuk kepentingan

lainnya selain hanya untuk kajian terhadap kasus. Pernyataan tersebut juga

harus jelas tercantum dalam laporan AMP Kabupaten/Kota (Kemenkes,2010)

2. Tujuan Umum

Tujuan umum AMP kabupaten/kota adalah untuk menjaga dan

meningkatkan mutu pelayanan KIA di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan


4

nasional melaluiupaya penerapan tata kelola klinik yang baik (clinical

governance) dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB.

3. Tujuan Khusus

Tujuan khususus AMP kabupaten /kota adalah :

a. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan

perinatal/neonatal secara teratur dan berkesinambungan dalam wilayah

kabupaten.

b. Mengidentifikasi penyebab kematian dan mengkaji faktor-faktor penyebab

kematian ibu dan perinatal/neonatal yang dapat dicegah meliputi:

1) Penyebab yang berhubungan dengan pasien/keluarga seperti: situasi

pribadi, keluarga, lingkungan (komunitas), termasuk masalah sosial

ekonomi, dan prilaku pasien.

2) Penyebab yang berhubungan dengan petugas kesehatan.

3) Penyebab yang berhubungan dengan manajemen pelayanan kesehatan

4) Penyebab yang berhubungan dengan kebijakan pelayanan kesehatan.

c. Mengembangkan mekanisme pembelajaran, pembinaan, pelaporan, dan

perencanaan yang terpadu antatara dinas kesehatan kabupaten/kota, rumah

sakit pemerintah dan swasta, puskesmas, rumah bersalin, bidan praktek

swasta, organisasi profesi, dan lintas sektoral.


5

d. Menentukan rekomendasi, intervensi, strategi pembelajaran, dan

pembinaan bagi masing-masing pihak terkait dalam upaya mengatasi

masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan kasus.

e. Mengembangkan mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pengembangan

terhadap rekomendasi yang disepakati.

f. Memperoleh kesepakatan pemecahan masalah yang paling sesuai

diterapkan di masing-masing wilayah kabupaten/kota atas peneyebab

timbulnya morbiditas atau mortalitas ibu, perinatal, maupun neonatal.

4. Azas

Dalam melaksanakan kegiatan AMP kabupaten/ kota ini,terdapat

beberapa prinsip yang berbeda dengan kegiatan AMP terdahulu. Prinsip atau

azas yang mutlak harus dipenuhi dalam kegiatan AMP ini adalah:

a. No Name(Tidak menyebutkan identitas)

Dalam kegiatan AMP ini, seluruh informasi mengenai identitas kasus

maupun petugas dan institusi kesehatan yang memberikan pelayanan kepada

ibu dan neonatal yang meninggal akan dianonimkan (no name) pada saat

proses penelaahan kasus sehingga kemungkinan untuk menyudutkan,

menyalahkan dan menghakimi seseorang atau institusi kesehatan dapat

dihilangkan atau diminimalkan.


6

b. No Shame (Tidak Mempermalukan)

Seperti yang telah diuraika diatas, seluruh identitas akan dihilangkan

(anonim) sehingga kemungkinan kegiatan AMP berpotensi mempermalukan

petugas atau institusi kesehatan dapat diminimalkan.

c. No Blame (Tidak menyalahkan)

Sebagai akibat dari tidak adanya identitas pada saat pengkajian kasus

dilakukan, potensi menyalahkan dan menghakimi (blaming) petugas atau

institusi kesehatan dapat dihindari. Penganoniman juga diharapkan dapat

membuat petugas kesehatan yang memberikan pelayanan bersedia dan lebih

terbuka dan tidak menyembunyikan iinformasi yang ditakutkan dapat

menyudutkan petugas tersebut. Informasi yang mungkin disembunyikan

tersebut mungkin merupakan informasi penting yang berkaitan dengan faktor

yang dapat dihindarkan. Prinsip ini harus diterapkan saat proses audit

sehingga tujuan untuk memperoleh pembelajaran dan mencegah terjadinya

kesalahan dimasa datang dapat tercapai.

d. No Pro Justisia (Tidak untuk keperluan peradilan)

Seluruh Informasi yang diperoleh dalam kegiatan AMP ini tidak dapat

digunakan sebagai bahan bukti di persidangan (no pro justisia). Seluruh


7

informasi adalah bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan untuk keperluan

memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan maternal dan perinatal/neonatal.

e. Pembelajaran

Salah satu upaya AMP untuk meningkatkan pelayanan kesehatan

maternal dan perinatal/neonatal adalah melalui pembelajaran yang dapat

bersifat: individual, kelompok terfokus, mapun massal berdasarkan

rekomendasi yang dihasilkan oleh pengkaji kepada seluruh komunitas

pelayanan KIA.

5. Langkah- langkah dan Kegiatan AMP

a) Langkah 1 Kegiatan penelusuran sebab-sebab kesakitan/kematian maternal

dan perinatal dengan maksud untuk mencegah terjadinya kesakitan /kematian

serupa di masa mendatang.

b) Langkah 2 Petugas kesehatan melakukan identifikasi faktor yang dapat di

cegah pada kematian /kesakitan maternal dan perinatal / neonatal :

1) Masalah yang berhubungan dengan pasien seperti: situasi pribadi,

keluarga, lingkungan (komunitas), termasuk masalah sosial ekonomi, dan

perilaku keluarga.

2) Masalah manajemen pelayanan seperti transport, hambatan pembiayaan

untuk mendapat layanan kesehatan, kurangnya fasilitas pelayanan


8

kesehatan untuk menangani keadaan emergensi, kurangnya petugas,

ketersediaan obat, alat, dan sarana kesehatan.

3) Masalah pemberian layanan kesehatan, seperti: penegakan diagnosis,

penatalaksanaan, pemantauan, rujukan, pemantauan lanjutan, serta

komunikasi antara pasien dan petugas maupun antar petugas yang

memberi layanan kesehatan Diperlukan :

a) Pencatatan dan pelaporan kematian dan kesakitan maternal dan

perinatal/neonatal yang menyeluruh

b) Pengisian rekam medis yang lengkap, benar dan tepat di institusi

pelayanan kesehatan (termasuk bidan di desa)

c) Pelacakan sebab kematian oleh petugas puskesmas dengan cara otopsi

verbal

d) Identifikasi faktor- faktor non medis termasuk informasi rujukan dan

masalah sosial ekonomi keluarga

6. Manajemen AMP Kabupaten/Kota

Pelaksanaan AMP di kabupaten/kota memerlukan manajemen yang

dikelola secara berjenjang dalam lingkup kabupaten/kota tersebut. Untuk itu

diperlukan adanya suatu tim yang bekerja secara legal dengan dibekali surat

penugasan atau surat keputusan bupati/walikota sebagai pelindung kegiatan

AMP ini. Tim AMP kabupaten/kota dibentuk melalui Surat Penetapan dari
9

bupati / walikota.Tim AMPkabupaten/kota terdiri dari dari tim manajemen,

tim pengkaji, dan komunitas pelayanan. Para anggota tim manajemen dan tim

pengkaji memerlukan surat penugasan/surat keputusan sebelum mulai

bertugas yaitu susunannya sebagai berikut:

a) Pelindung

Pelindung kegiatan AMP adalah bupati/walikota setempat. Tugas

pelindung adalah menyediakan payung hukum dan kebijakan bagi para pihak

yang terkait dalam kegiatan AMP baik sebagai tim manajemen, tim pengkaji,

maupun komunitas pelayanan.

b) Tim Manajemen AMPTim manajemen AMP adalah para pihak yang bertugas

mengelola kegiatan AMP disuatu wilayah kabupaten/kota.

1) Penanggung jawab

Penanggung Jawab Tim AMP adalah Kepala Dinas Kesehatan

kabupaten/kota. Tugasnya adalah memastikan terlaksananya AMP di

kabupaten/kota wilayahnya, memfasilitasi koordinator tim manajemen dalam

peneyelenggaraan dan pengalokasian dana pelaksanaan AMP kabupaten/kota,

serta mengupayakan tindak lanjut rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan.

Disamping itu Penanggung jawab Tim AMP juga menetapkan indikator dan

standar outcome kegiatan AMP yang diberlakukan di wilayahnya.


10

2) Koordinator Tim Manajemen

Koordinator Tim manajemen adalah petugas penanggung jawab

program. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) atau program Pelayanan Kesehatan

(Yankes) yang ditunjuk Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Tugasnya

adalah mempersiapkandan meneyelenggarakan pertemuan kajian kasus secara

rutin (minimal 3 bulan sekali, sesuai dengan kemampuan masing- masing

Kabupaten/Kota), mengelola data hasil kajian kasus, dan mengatur

pemanfaatan hasil-hasil kajian kasus untuk keperluan pemebelajaran,

pelaporan, dan perencanaan. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya,koordinator

Tim Manajemen dibantu oleh Sekretariat AMP kabupaten/kota.

3) Sekretariat

Sekretariat yang berkedudukan di kabupaten/kota terdiri dari beberapa

orang staf KIA dinas kesehatan kabupaten /Kota yang penunjukannya

diusulkan oleh Koordinator tim manajemen. Sekretariat bertugas membantu

koordinator tim manajemen dalam bidang administrasi, termasuk menjadi

notulis dalam pertemuan kajian kasus maupun sesi pembelajaran dan

memfasilitasi pelaksanaan pertemuan AMP.


11

c. Tim Pengkaji

Tim pengkaji adalah para klinisi atau para pakar yang bidang keahliannya

terkait dengan pelayanan maternal-perinatal/neonatal. Dalam melakukan tugasnya,

Tim Pengkaji diharapkan dapat menerapkan azas profesionalisme (professional

judgement) dan mengedepankan etika. Diharapkan organisasi profesi ( Persatuan

Obstetri Gynecologi Indonesia (POGI), Ikatan Dokter Anak Indonesi ( IDAI), Ikatan

Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional

Indonesia (PPNI) dapat ikut berperan serta aktif dalam proses pelaksanaan AMP

untuk memperbaiki kualitas pelayanan melalui peningkatan profesionalisme, patient

safety, dan clinicalgovernance dalam bidang Kesehatan Ibu dan Bayi.

1) Pengkaji Internal

Pengkaji internal adalah para pakar di kabupaten atau kota setempat

yang terkait dengan proses pemberian pelayanan ibu dan anak serta aspek-

aspek yang terkait dengan morbiditas dan mortalitasnya: seperti dokter

spesialis kebidanan, dokter spesialis anak, bidan senior, dan pengelola

program KIA. Apabila diperlukan, dapat melibatkan dokter spesialis lain

seperti anastesi, penyakit dalam, dan lain-lain. Pengkaji internal bertugas

melakukan pengkajian kasus, merumuskan rekomendasi, dan bila


12

memungkinkan mengembangkan pedoman praktik (local practice guideline)

bagi komunitas pelayanan di wilayahnya.

2) Pengkaji Eksternal

Pengkaji eksternal adalah dokter spesialis obstetri dan ginekologi dan

spesialis anak atau para pakar yang berasal dari lua/kota yang biasanya berasal

dari pusat – pusat pendidikan kedokteran atau dari kabupaten/kota tetangga

yang mempunyai kemampuan untuk menjadi pengkaji. Tugas utama pengkaji

internal tentang suatu kasus yang dikaji, dan menyediakan informasi tentang

bukti- bukti ilmiah (evidence-based practice). Bukti- bukti ilmiah yang

diajukan oleh Pengkaji Eksternal dapat dipakai oleh pengkaji internal dalam

merumuskan rekomendasi dan mengembangkan pedoman praktik lokal.

Keberadaan pengkaji eksternal tidak menjadi syarat utama

dilakukannya AMP, pelibatan pengkaji eksternal menjadi keputusan

koordinator AMP dengan melihatberbagai pertimbangan terhadap kasus

kematian yang terjadi, misalnya pada situasi dimana disuatu kabupaten tidak

didapatkan pengkaji internal, kasus rumit yang jarang terjadi di kabupaten

tersebutatau kasus yang dikaji adalah kasus yang dikelola oleh pengkaji

internal. Apabila di suatu kabupaten/kota belum ada pengkaji iternalnya.


13

d. Komunitas Pelayanan

Komunitas pelayanan adalah para pihak yang secara langsung maupun

tidak langsung terlibat dalam pemberian pelayanan maternal perinatal/neonatal.

Dalam konteks AMP, komunitas pelayanan adalah pihak yang berugas

memberikan input kepada tim manajemen dan tim pengkaji, serta berhak

menerima umpan balik bagi keperluan pemebelajaran, pelaporan, dan

perencanaan. Ada empat kelompok yangmembentuk komunitas pelayanan

maternal perinatal/neonatal dikabupaten/kota yaitu kelompok: kelompok

masyarakat, kelompok petugas kesehatan, kelompok pimpinan fasilitas pelayanan,

dan kelompok pembuat kebijakan.

1) Komunitas Pelayanan

Termasuk dalam kelompok ini adalah para pasien dan keluarganya serta

kelompok atau organisasi kemasyarakatan. Sebagai kelompok atau organisasi

kemasyrakatan. Sebagai pihak yang mengalami pelayanan dalam bidang

maternal-perinatal/neonatal, kelompok masyarakat perlu diberdayakan melalui

pemberian informasi dan pelatihan yang diperlukan sehingga animo dan kualitas

partisipasinya semakin meningkat.

2) Kelompok Petugas Kesehatan


14

Kelompok petugas kesehatan adalah pihak yang secara langsung

memberikan pelayanan maternal perinatal/neonatal. Kelompok petugas

kesehatan terdiri dari para petugas misalnya para bidan, perawat dan dokter.

Kelompok petugas kesehatan dapat membrikan input berupa informasi atas

kematian yang ditelusuri dari masyarakat atau diperoleh dari fasilitas

pelayanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya).

3) Kelompok Pimpinan Fasilitas Pelayanan

Kelompok pimpinan fasilitas pelayanan terdiri dari para kepala

puskesmas, direktur rumah sakit, dan para pimpinan fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya. Tugas Kelompok ini adalah memfasilitasi kegiatan

pengumpulan dan pelaporan data pelaporan data kematian, serta memfasilitasi

implementasi rekomendasi- rekomendasi yang terkait dengan fasilitas yang

dipimpinnya.

4) Kelompok Pembuat Kebijakan

Kelompok Pembuat kebijakan adalah pihak yang berwenang

dalam pembuatan dan penetapan kebijakan- kebijakan terkait pelayanan

maternalperinatala/neonatal di Kabupaten/Kota. Pimpinan Dinas Kesehatan,

pihak pengelola asuransi kesehatan, adalah beberapa contoh komponen

kelompok ini. Tugas kelompok pembuat kebijakan bertugas memfasilitasi


15

penyelenggaraan AMP dan mengimplementasikan rekomendasi-

rekomendasi pada tingkatkebijakan

7. Pencatatan dan Pelaporan

Kasus kematian dapat terjadi di masyarakat atau di sarana kesehatan

(puskesmas, rumah bersalin, bidan di desa, rumah sakit). Oleh karena itu

sumber informasinya dapat berasal dari laporan masyarakat termasuk dukun,

laporan puskesmas dan rumah sakit. Kematian di rumah sakit baik pemerintah

maupun swasta dilaporkan ke Dinas kesehatan Kabupaten / Kota. Seluruh

kematian tersebut akan dilaporkan dengan menggunakan formulir

pemberitahuan kematian maternal dan perinatal/ neonatal.

Formulir selambat-lambatnya harus dikirimkan oleh bidan desa/

rumah bersalin/ puskesmas atau fasilitas kesehatan lain 3 hari setelah

terjadinya kematian (untuk daerah sulit diperlukan mekanisme sendiri,

mungkin dapat dilakukan melalui telepon, SMS, ataupun internet). Begitu

laporan kematian diterima puskesmas kecamatan, bidan yang ditunjuk dapat

segera melakukan pengumpulan data menggunakan formulir OVM/OVP serta

melaporkan hal tersebut ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Bila kematian

terjadi di fasilitas kesehatan (kecuali rumah sakit), Bidan koordinator juga

dapat langsung mengumpulkan data dengan menggunakan formulir Rekam


16

Medik Maternal (RMM)/ Rekam medik Perinatal (RMP) serta langsung

melaporkannya.

Terdapat dua sumber formulir daftar kematian, yaitu :

a. Formulir daftar kematian maternal dan perinatal dari puskesmas kecamatan

b. Formulir daftar kematian maternal dan perinatal dari rumah sakit

Formulir-formulir tersebut dikirim ke dinas kesehatan kabupaten /kota setiap

awal bulan sebagai rekapitulasi kematian maternal dan perinatal yang terjadi pada

bulan sebelumnya. Inforrmasi dari formulir-formulir tersebut diatas akan

direkapitulasi menggunakan formulir daftar kematian maternal/perinatal di tingkat

kabupaten/kota. Formulir OVM dan OVP yang telah diisi untuk semua kematian

akan dikirim ke Sekretariat AMP di dinas kesehatan kabupaten/kota. Formulir

RMM/RMP yang telah diisi untuk semua kematian akan dikirimkan ke sekretatiat

AMP di dinas kesehatan kesehatan kabupaten/kota begitu juga formulir

RMMP/RMPP (formulir Rekam Medik Kematian Maternal Perantara/ Rekam medik

Kematian Perinatal) yaitu formulir ini diisi untuk mendapatkan informasi layanan

kesehatan pada kasus kematian yang pernah mendapat perawatan di fasilitas

kesehatan lain sebelum dirawat di fasilitas kesehatan tempat ibu meninggal.


17

Secara berkala, berkas RMM dan RMP, RMMP dan RMPP dan OVM dan

OVP yang telah lengkap, telah dianonimkan dan dipilih untuk dikaji akan dikirim kan

ke tim pengkaji untuk dilakukan telaah pada pertemuan yang telah dijadwalkan

sebelumnya oleh Sekretariat AMP kabupaten/kota. Jumlah kasus dan periode

pertemuan telaah kasus dilakukan sesuai dengan kesepakatan masing-masing

kabupaten (tergantung dari jumlah kematian serta banyaknya dan ketersediaan dari

tenaga pengkaji) . Bila pengkajian seluruh kasus kematian tidak memungkinkan

misalnya karena masalah keterbatasan dan dan tenaga maka dapat dilakukan

sampling yang represenatif terhadap kematian di daerah tersebut.

Hasil telaah yang tertuang dalam formulir pengkaji dan formulir ringkasan

pengkaji akan diserahkan ke koordinator dan penanggung jawab AMP kabupaten/

kota sebagai dasar dirumuskannya mekanisme umpan balik (termasuk pembelajaran

dan pembinaan) untuk upaya perbaikan kualitas pelayan kesehatan maternal dan

perinatal. Berikut bagan kegiatan AMP terkait pencatatan dan pelaporan dapat dilihat

pada gambar berikut ini:


18

8. Persiapan dan Pelaksanaan AMP Kabupaten/Kota

Pelaksanaan AMP kabupaten/kota dimulai bila teridentifikasi adanya

kematian ibu atau perinatal/neonatal dalam suatu wilayah kabupaten/kota.


19

a. Persiapan

1. Pembentukan Tim AMP Kabupaten/Kota

Pembentukan tim AMP kabupaten/kota yang terdiri dari : tim

manajemen, tim pengkaji dan komunitas pelayanan dilakukan terlebih dahulu

dan ditetapkan dengan surat keputusan dari bupati/walikota.

2. Orientasi Tim AMP kabupaten/Kota

Sebelum dilaksanakan kegiatan AMP kabupaten, perlu dilakukan

orientasi terlebih dahulu untuk seluruh pelaksana kegiatan AMP ini (baik tim

manajemen maupun tim pengkaji) mengenai filosofi, dan pengertian AMP,

mekanisme kerja, metodologi serta tugas-tugas pelaksana.

3. Pelatihan pengumpulan dan pelaporan data

Pelatihan untuk pengisian formulir yang diperlukan untuk

mengumpulkan data dalam kegiatan AMP. Pelatihan ini ditujukan kepada

para bidan koordinator/bidan puskesmas/bidan rumah sakit dan dokter

penanggung jawab pelayanan di RS dalam mengisi formulir.

4. Pelatihan tim pengkaji

Tim pengkaji akan mendapat pelatihan untuk menganalisa kasus kematian.


20

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan AMP terdiri dari tujuh langkah berurutan yang

melibatkan seluruh komponen tim AMP: Tim Manajemen, Tim Pengkaji, dan

komunitas Pelayanan.

1) Langkah 1. Identifikasi kasus kematian dan pelaporan data kematian.

Informasi tentang kejadian kematian dapat diperoleh secara formal maupun

informal. Seluruh kematian maternal, perinatal/neonatal harus dilaporkan

kepada tim manajemen AMP.

2) Langkah 2. Registrasi dan Anonimasi

Sekretariat AMP Kabupaten/Kota pada waktu menerima berkas yang

dikirimkan membuat bukti penerima berkas. Bukti penerimaan berkas itu juga

berisi pernyataan komitmen dari tim manajemen AMP untuk menjaga

kerahasiaannya. Registrasi dikuti kegiatan anonimasi, yaitu proses

memberikan nomor kode kasus dan menghilangkan seluruh identitas pasien.

3) Langkah 3. Pemlihan kasus dan pengkajinya, serta penjadwalan pengkajian.

Setelah kasus-kasus kematian yang akan dikaji ditetapkan, langkah

selanjutnya adalah memilih pengkaji (internal dan eksternal). Sekretariat AMP

Kabupaten /Kota selanjutnya menyusun jadwal pelaksanaan pertemuan

Pengkaji.
21

4) Langkah 4. Penggandaan dan pengiriman bahan kajian Bahan kajian yang

telah dinyatakan lengkap, kemudian digandakan untuk arsip dan dikirim

kepada pengkaji internal dan eksternal sehingga dapat diterima beberapa hari

sebelum pelaksanaan kajian.

5) Langkah 5 Pertemuan pengkajian kasus

Presentasi kasus oleh para petugas yang terlibat tidak diperkenankan lagi

dilakukan. Sebagai gantinya, data mengenai kasus meninggal diwakili oleh

formulir yang telah diisi selengkap mungkin. Ada tiga hal yang harus

dilakukan oleh tim pengkaji ketika melakukan pertemuan pengkajian kasus:

analisis kematian, klasifikasi penyebab kematian, penyusunan rekomendasi.

6) Langkah 6: Pendataan dan pengolahan hasil kajian Pertemuan pengkajian

kasus diakhiri dengan pendataan hasil kajian, agar dapat diolah(ditabulasi,

dihitung, dan dibandingkan),maka harus ada kesepakatan tentang data apa saja

yang dihasilkan dan dicatat dari pertemuan AMP.

7) Langkah 7: Pemanfaatan Has

Hasil kajian dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran/pembinaan

ditujukan kepada seluruh komponen komunitas pelayanan. Untuk keperluan

perencanaan, hasil kajian dan rekomendasi akan didistribusikan oleh


22

sekretariat AMP kepada seluruh komponen komunitas pelayanan sesuai

kebutuhannya. Waktu pengiriman disesuaikan dengan waktu dilakukannya

penyusunan rencana kerja tahunan pihak – pihak bersangkutan (kemenkes, 2010)

B. Evaluasi
Menurut Azwar (1996) Evaluasi (Penilaian) adalah suatu proses untuk

menentukan nilai atau tingkat keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam

mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan atau suatu proses yang teratur dan

sistimatis yang dapat membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur atau

kriteria yang telah ditetapkan , dilanjukan dengan pengambilan kesimpulan serta

memberikan saran- saran yang dapat dilakukan pada setiap tahap pelaksanaan

program. Penilaian dibedakan atas tiga macam :

1. Penilaian pada tahap awal program (formative evaluation ) untuk

menyakinkan bahwa rencana yang disusun benar – benar telah sesuai dengan

masalah yang ditentukan

2. Penilaian pada saat pelaksanaan program (formative evaluation) untuk

mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai

dengan rencana atau tdak dan apakah terjadi penyimpangan yang dapat

merugikan pencapaian tujuan dari program tersebut .

3. Penilaian pada tahap akhir program (sumative evaluation) untuk mengukur

keluaran (out put)serta mengukur dampak (impact) yang dihasilkan .


23

Evaluasi bertujuan memperbaiki efisiensi dan efektifitas pelaksanaan

program untuk memperbaiki fungsi manajemen dan berorientasi ke depan.

Terdapat bebrapa tahap evaluasi yakni :(1) Evaluasi terhadap input,

dilaksanakan sebelum program dijalankan dengan tujuan bahwa pemanfaatan

sumber daya sudah sesuai dengan standar dengan kebutuhan atau tidak ; (2)

Evaluasi terhadap proses, dilaksanakan pada saat kegiatan berlangsung untuk

mengetahui efektivitas , metode, motivasi dan komunikasi antara staf dan

sebagainya; dan (3)Evaluasi terhadap out put (summative evaluation, impact

evaluation) dilaksanakan setelah kegiatan selesai , untuk mengetahui

kesesuaian out put, effect atau outcome program dengan target yang

ditetapkan sebelumnya (Muninjaya , 2004). Sedangkan Rienke (1994)

mengatakan evaluasi harus dipandang sebagai suatu cara perbaikanpembuatan

keputusan guna tindakan – tindakan dimasa yang akan datang .

Menurut Dunn (2003) mengatakan bahwa evaluasi kebijakan

merupakan hal yang bekenaan dengan informasi mengenai nilai atau manfaat

dari hasil mengenai nilai atau manfaat dari hasil kebijakan yang mana jika

mempunyai nilai akan memberikan sumbangan pada tujuan atau sasaran. Ada

tiga pendekatan dalamevaluasi implementasi kebijakan yaitu evaluasi semu,

evaluasi formal dan evaluasi keputusan teoritis.


24

Menurut Cole dan Parston (2006) untuk menilai kinerja program

pelayananpublik melalui tahapan- tahapan yang cukup panjang dimulai dari

input sampai outcome sebagai berikut :

1) Input yaitu sumber daya berupa keuangan , tenaga yang dipergunakan, untuk

menghasilkan produk atau layanan suatu program atau organisasi.

2) Proses yaitu serangkaian kegiatan yang dilaksanakan program atau organisasi

untuk mencapai tujuan.

3) Output yaitu keluaran berupa produk atu layanan yang dihasilkan suatu

program atau organisasi

4) Outcome yaitu dampak , manfaat atau konsekuensi yang dihasilkan dari

output suatu program atau organisasi terdiri dari hasil awal , hasil jangka

menengah maupun hasil jangka panjang.

Menurut WHO,1990 (Zubaidah, 2006) Evaluasi adalah suatu cara

yang sistematis untuk memperbaiki kegiatan- kegiatan yang sedang berjalan

serta untuk meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan menyeleksi

secara seksama alternatif - alternatif tindakan yang akan datang.

Evaluasi dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu :

(1) Evaluasi terhadap masukan (input) meliputi pemanfaatan berbagai sumber

daya , baik sumber dana , tenaga dan sumber sarana ;


25

2) evaluasi terhadap proses (process) lebih dititik beratkan pada pelaksanaan

program , apakah sesuai rencana , mulai dari perencanaan pengorganisasian

dan pelaksanaan

(3) Evaluasi terhadap keluaran (output) evaluasi terhadap dampak (outcame)

Azwar (2004).

Evaluasi secara umum dapat dibagi atas tiga jenis yakni : pertama adalah

evaluasi pada tahap awal (formative evaluation). Tujuan utamanya ialah untuk

menyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar- benar telah sesuai dengan

maslah yang ditemukan, dalam arti dapat menyelesaikan masalah. Evaluasi dimaksud

mengukur kesesuaian program dengan masalah yang ditemukan dan atau kebutuhan

masyarakat, dalam arti dapat menyelesaikan masalah disebut pula dengan study

penjajakan kebutuahan (need assesment study). Kedua adalah evaluasi tahap

pelaksanaan (promotive evaluation) tujuan utama ialah untuk mengukur apakah

program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak ,

atau apakah terjadi penyimpangan- penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian

tujuan dari program tersebut. Ketiga adalah evaluasi tahap akhir (sumative

evaluation) ialah saat program telah selesai dilaksanakan. Tujuan utama secara umum
26

dapat dibedakan atas dua macam yakni untuk mengukur keluaran (out put)serta

ngukur terhadap dampak (out come)yang dihasilkan Azwar (1996 )

a. Tujuan Evaluasi

Menurut Subarsono (2005), evaluasi memiliki beberapa tujuan yang dapat

dirinci sebagai berikut:

1. Menentukan tingkat kinerja (efektifitas) suatu kebijakan . Melalui evaluasi

dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan

2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Melalui evaluasi dapat diketahui

beberapa biaya dan manfaat dari sutu kebijakan

3. Mengukur tingkat keluaran (outcme)suatu kebijakan

4. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi

ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif

maupun negatif.

5. Untuk mengetahui adanya penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk

mengetahui adanya penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara

membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target

6. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan

akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan

ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.


27

7. Untuk mengetahui adanya penyimpangan . Evaluasi juga bertujuan untuk

mengetahui adanya penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara

membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.

b. Indikator Evaluasi

Untuk menilai keberhasilan suatu kebijakan perlu dikembangkan

beberapa indikator atau kriteria evaluasi yang dikembangkan oleh Dunn

(2003) yaitu:

1. efektifitas , apakah hasil yang diinginkan telah tercapai;

2. kecukupan, seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan

masalah;

3. pemerataan, apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata kepada

kelompok masyarakat yang berbeda;

4. responsivitas, apakah hasil kebijakan memuat nilai kelompok dan dapat

memuaskan;

5. apakah hasil yang dicapai bermanfaat.

c. Pendekatan Sistem dalam Evaluasi Kegiatan

Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan

oleh suatu proses atau struktur atau berfungsi satu kesatuan organisasasi
28

dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan ( Azwar, 1996)

Stoner james A. F (1996) dalam Adiwidjaja mengemukakan bahwa komponen

sistem meliputi komponen masukan (input), proses transformasi (proses),

keluaran (out put)dan umpan .

1. Masukan

Yang dimaksud dengan masukan (input) adalah kumpulan bagian atau

elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat

berfungsinya sistem tersebut. Masukan merupakan kumpulan sumber daya

dan energi yang akan ditransformasi sehingga akan menghasilkan keluaran

tertentu.

2. Proses
29

Yang dimaksud dengan proses adalah kumpulan bagian atau elemen

yang terdapat dalam sistem dan berfungsi untuk mengubah masukan menjadi

keluaran yang direncanakan. Transformasi masukan menjadi keluaran dapat

dilihat sebagai proses pelaksanaan fungsi tertentu. Transformasi masukan

menjadi keluaran dipengaruhi oleh lingkungan eksternal yang merupakan

unsur diluar organisasi dan relevan dengan kegiatan organisasi

3. Keluaran

Yang dimaksud dengan keluaran adalah kumpulan bagian atau elemen

yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi

sistem tersebut. Keluaran merupakan merupakan tujuan yang ingin dicapai

oleh suatu organisasi baik berupa barang dan tujuan atau jasa seperti

pelayanan atau produk lain (kepuasan)

4. Umpan Balik

Yang dimaksud umpan balik (feed Back) adalah kumpulan bagian atau

elemen yang merupakan keluaran dari sistem sekaligus sebagai masukan bagi

sistem tersebut. Umpan balik menggambarkan informasi yang dikumpulkan

sepanjang proses sehingga dimungkinkan dilakukan pengambilan keputusan

tentang perlu tidaknya suatu keputusan dilakukan perubahan.


30

5. Lingkungan

Yang dimaksud lingkungan (enviroment) adalah dunia luar sistem

yang dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.

Menurut Stoner James A.F (Adiwidjaja, 2000) lingkungan eksternal

mempengaruhi masukan serta proses transformasi baik secara langsung

maupun tidak langsung. Lingkungan eksternal mencakup faktor- faktor

seperti peraturan pemerintah, kebijakan ekonomi, penyediaan tenaga kerja,

kondisi geografis atau hal-hal lain yang mempengaruhi sumber daya dan

proses pelaksanaan.
31

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Audit maternal perinatal (AMP) merupakan kegiatan menelusuri sebab

kesakitan, kematian maternal dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan

kematian dimasa yang akan datang. Kegiatan ini memungkinkan tenaga kesehatan

dapat menentukan hubungan antara faktor penyebab kejadian kesakitan dan kematian

maternal perinatal, sehingga dapat menetapkan langkah-langkah intervensi. Kegiatan

AMP lebih cenderung ke arah pemecahan masalah dengan upaya peningkatan

kualitas pelayanan. Ruang lingkup AMP dibatasi, yaitu pada tingkat kabupaten atau

kota, karena wilayah tersebut dinilai efektif dalam memberikan pelayanan obstetrik,

perinatal, serta KIA secara langsung kepada masyarakat. Dinas Kesehatan

Kabupaten/ Kota yang berperan sebagai koordinator dan penanggungjawab kegiatan

AMP, yang dilaksanakan minimal empat kali dalam jangka waktu satu tahun yang

bertujuan untuk menjaga mutu pelayanan KIA.

B. Saran

1. Perlu dilakukan evaluasi dan tindakan yang lebih terencana lagi dalam Audit

Maternal Perinatal (AMP) agar upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu

(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dapat tercapai.


32

2. Perlu adanya kerjasama antar sektoral untuk upaya menurunkan angka Kematian Ibu

dan Angka Kematian Bayi.

3. Sebaiknya dilakukan upaya peningkatan dan pengembangan standarisasi mutu

pelayanan kesehatan baik di tingkat pelayanan dasar (Puskesmas) dan Rumah Sakit

terutama dalam pelayanan KIA.


33

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013. Audit Maternal dan Neonatal (AMP) Tidak Efektif?.Divis Mutu PKMK

FK UGM. http://mutupelayanankesehatan.net/ , diakses pada tanggal 11 September

2017, Tasikmalaya

Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, 2010. Pedoman Audit Maternal Perinatal

(AMP). Kementerian Kesehatan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai