Anda di halaman 1dari 5

Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa

Indonesia pada Era Reformasi


Dosen: Ir. Sudarto, Msi

Anggota Kelompok:
1. Noor Aida Wahyuningtyas (26) I0119130
2. Qohhaar Windhy Putra (27) I0119135
3. Raisa Athira Firdaus (28) I0119140
4. Riani Lestari (29) I0119145
5. Sabrina Atin Lutfittaqiya (30) I0119150
6. Septiani (31) I0119155
7. Stefen Widya Samuel (32) I0119160
8. Uti Najwa Atras (33) I0119165
9. Zidane Abdullah (34) I0119170

Kelompok 4

Jalan Ir. Sutami No. 36 A Kentingan Surakarta 57126


Telp (0271) 646994, 636895, Fax. 646655
Website UNS http://www.uns.ac.id
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia pada Era Reformasi

Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara
dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki
pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap
kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau
pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sebagai negara hukum, setiap perbuatan baik dari warga masyarakat
maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya.
Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila
Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila pancasila.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa
nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sebagai
berikut:
• Penerapan dan pelaksanaan keadilaan sosial mencakup keadilan politik, agama, dan ekonomi
dalam kehidupan sehari-hari.
• Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan keputusan.
• Melaksanakan keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan kesatuan.
• Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang
adil dan beradab.
• Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang Maha Esa.

Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana


suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung


pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan
sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu smeboyan
Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan
bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan sebagai
landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini Bahasa Indonesia adalah
sebagai bahasa persatuan.

Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam, maka paradigma baru
TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial
politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem
nasional.

Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki kawasan filsafat ilmu
(philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas pancasila sebagai
paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis,
epistomologis, dan aksiologis. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas
manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan
kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya
sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi,
spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan
menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui
proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non
fisik. Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya
dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu
pengetahuan yang parameter kebenaran serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksilogis, yaitu bahwa dengan
menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu
pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif mendukung
atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila.

Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar,
spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya
di abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa
Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin
terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka
mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan
perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas
perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung
makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945,
dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.

Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonkritisasikan sebagai


cerminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian
nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”.

Idealitasnya bahwa idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa
makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan
optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif.

Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan
dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk
memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa
kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai
penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara.

Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun
masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat
terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan
vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila
sebagai alat kekuasaan yang otoriter.

Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari berdirinya bangsa ini, yang
diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual,
komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Kajian Kesimpulan Pada Era Reformasi

a. Kelebihan
1. Munculnya kebebasan pers
2. Kembalinya jati diri bangsa Indonesia

b. Kekurangan
1. Masih banyak system yang berantakan
2. Kurangnya penanaman nilai-nilai Pancasila.
3. Menjamurnya globalisasi
4. Kurangnya kepedulian akan Indonesia ini

c. Kesimpulan dan Solusi

Seiring berjalannya waktu hingga kini, demokrasi di Indonesia masih juga diwarnai dengan
politisasi uang. Sehingga percuma ada demokrasi. Demokrasi sudah hamper mati. Kurangnya
juga penanaman nilai- nilai pancasila dalam diri anak, sehingga tidak ada rasa cinta pada tanah
air. Solusinya, kita sebagai generasi muda harus berjuang memajukan Negara ini dengan
Pancasila sebagai pedoman dan pembimbing kita.

Anda mungkin juga menyukai