Anda di halaman 1dari 10

TUGAS 3

SURVEI GNSS
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah GD3105 Survei GNSS

Disusun oleh;

Vinka Aprilla Patricia 15117014

PRODI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2019
1.1 Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektomagnetik merupakan gelombang yang tidak memerlukan medium


dalam perambatannya serta berisi muatan energi listrik dan magnetik dimana medan
listrik selalu tegak lurus terhadap medan magnet yang menuju ke arah rambat gelombang,
oleh karena itu gelombang elektromagnetik dapat merambat di ruang vakum. Gelombang
elektromagnetik merambat dengan kecepatan cahaya dalam bentuk yang harmonik
dan sinusoidal.

gambar 1 Gelombang Elektromagnetik

1.2 Orbit Satelit

Orbit satelit ialah jalur atau lintasan di angkasa yang dilalui oleh pusat massa satelit
dalam mengelilingi bumi, lintasan tersebut terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu, LEO (Low Earth
Orbit), MEO (Medium Earth Orbit) dan GEO (Geostationery Earth Orbit) yang diurutkan
sesuai dengan ketinggian satelit tersebut. Secara umum orbit satelit mengikuti
pergerakan mengikuti hukum Keppler (Pergerakan Keplerian) yang didasarkan pada
beberapa asumsi, yaitu pergerakan setelit hanya dipengaruhi oleh medan gaya berat
sentral bumi, satelit bergerak dalam bidang orbit yang tetap dalam ruang, massa satelit
tidak berarti dibandingkan massa bumi, satelit bergerak dalam ruang hampa, dan tidak
ada matahari, bulan, ataupun benda-benda langit lainnya yang mempengaruhi
pergerakan satelit.

Informasi tentang orbit satelit akan berguna untuk beberapa hal seperti menghitung
koordinat satelit yang nantinya diperlukan sebagai koordinat titik tetap dalam
perhitungan koordinat titik-titik lainnya di permukaan atau dekat permukaan bumi
beserta parameter-parameter turunannya, seperti kecepatan dan percepatan,
merencanakan pengamatan satelit, yaitu perencanaan waktu dan lama pengamatan yang
optimal, membantu mempercepat alat pengamat (receiver) sinyal satelit dalam
menemukan satelit yang bersangkutan, dan memilih satelit-satelit yang secara geometrik
lebih baik untuk digunakan. Terdapat 4 jenis orbit satelit yaitu prograde dan retrograde,
polar, geostationer, dan sun-synchronous.

gambar 2 Orbit Satelit

1.3 Parameter Orbit Satelit

Terdapat beberapa indikator yang mempengaruhi orbit satelit dan biasa disebut
dengan elemen Keplerian yang terdiri dari :
Ω : asensio rekta dari titik nodal (ascending node), yaitu sudut geosentrik
pada bidang ekuator antara arah ke titik semi dan arah ke titik nodal.
i : inklinasi orbit, yaitu sudut antarbidang orbit satelit dan bidang ekuator.
ω : argument of perigee, yaitu sudut geosentrik pada bidang orbit antara arah
ke titik nodal dan arah ke perigee.
a : sumbu panjang dari orbit satelit
e : eksentrisitas dari orbit satelit
f : anomali sejati, sudut geosentrik pada bidang orbit antara arah ke perigee
dan arah ke satelit.

gambar 3 Parameter Orbit Satelit


1.4 Sinyal L1

Sinyal L1 merupakan sinyal yang dipancarkan oleh GPS dengan frekuensi 1575,42 MHz
dan memiliki panjang gelombang sebesar 19 cm, sinyal L1 berisi informasi mengenai
pesan navigasi. Sinyal ini dimodulasikan dengan dua sinyal pseudo-random (PRN code)
yaitu kode-P (P-Code / Precise of Private code) dan kode-C/A (C/A-Code, Clear Access /
Coarse Acquisation).

1.5 Sinyal L2

Sinyal L2 merupakan sinyal yang dipancarkan oleh GPS dengan frekuensi 1227,60 MHz
dan memiliki panjang gelombang sebesar 24,4 cm. Sinyal L2 hanya membawa informasi
khusus yang dirahasiakan untuk umum atau dengan kata lain sinyal ini hanya
memodulasikan satu sinyal pseudo-random yaitu kode-P (P-Code / Precise of Private
code) yang dienskrip/diubah menjadi kode-Y.

gambar 4 Sinyal L1 dan Sinyal L2

1.6 Sinyal L5

Sinyal L5 merupaka sinyal GPS yang beroperasi pada 1176 MHz, dan dimodulasikan
dalam bentuk kode in-phase (dilambangkan sebagai I5-code) dan kode quadrature-phase
(dilambangkan sebagai Q5-code). L5 akan ditransmisikan dengan daya sekitar dua kali
kekuatan sinyal L1/ L2. Fitur dari sinyal L5 antara lain: sangat dilindungi oleh
Aeronautical Radio Navigation Services (ARNS), mentransmisikan sinyal lebih kuat
daripada L1 C/A ataupun L2C, bandwith yang lebih besar untuk meningkatkan daya tahan
terhadap kemacetan data, memiliki desain sinyal yang modern (CNAV), meliputi multiple
message types dan forward error correction, modulasi Bi-Phase Shift Key (BPSK), memiliki
saluran yang khusus didedikasikan untuk codeless tracking.

Sinyal L5 memberikan ketahanan tambahan dalam bentuk mitigasi interferensi,


band yang dilindungi secara internasional, redundansi dengan band-band yang ada,
augmentasi satelit geostasioner, dan augmentasi berbasis darat. Namun sinyal ini
masih dalam tahap pengembangan dan rencananya akan beropreasi secara maksimal
(dengan 24 buah satelit) pada tahun 2021.

1.7 Kode P(Y)

Kode P(Y) merupakan kode-P yang dikombinasikan (dienkrip) dengan kode W dengan
tujuan Anti Spoofing yang dilakukan oleh Amerika Serikat dimana receiver sipil tidak bisa
mendekripsi kode P(Y) menjadi kode-P.

Kode-P (Precise atau Private) sendiri merupakan salah satu dari 2 kode pseudo-
random noise (PRN) yang dikirimkan oleh satelit GPS yang digunakan sebagai media
pengirim informasi jarak. Kode tersebut merupakan suatu rangkaian kombinasi bilangan
0 dan 1 (biner) yang sangat panjang, yaitu 2,3547 ×1014 chips (bilangan biner), dan
polanya tidak berulang sampai setelah 267 hari (sekitar 38 minggu). Kode-P tersebut
dibangkitkan dengan kecepatan 10 kali lebih cepat dibandingkan dengan kode-C/A, yaitu
10,23 juta chip per detik. Hal ini berarti chip kode-P mempunyai panjang gelombang
sekitar 30 meter. Untuk satelit GPS, setiap satelit dicirikan dengan suatu segmen satu
mingguan dari kode-P yang sifatnya unik, dan kode tersebut diinisialisasi kembali
setiap minggunya pada tengah malam Sabtu/Minggu. Kode-P dimodulasikan pada kedua
gelombang pembawa L1 dan L2.

gambar 5 Bilangan Biner pada kode P(Y)


1.8 Kode C/A

Kode-C/A (Coarse Acquisition atau Clear Access) merupakan rangkaian dari 1023
bilangan biner (chips) yang berulang setiap 1 milidetik (msec) yang berisi rangkaian
kombinasi bilangan biner ( 0 dan 1), sinyal ini membawa pesan berupa informasi jarak.
Setiap satelit GPS dicirikan dengan 1 kode C/A tertentu yang sifatnya unik (tunggal), dan
secara total ada 32 kode yang tersedia untuk satelit-satelit GPS. Kode-C/A hanya
dimodulasikan pada gelombang pembawa L1.

1.9 Kode L1C

Sinyal L1C yang memiliki frekuensi sebesar 1023 MHz merupakan salah satu sinyal
GPS yang dirancang untuk memungkinkan interoperabilitas antara GPS dan sistem
navigasi satelit internasional (GNSS) yang didesain khusus untuk penggunaan masyarakat
sipil. Kode L1C merupakan sinyal sipil baru, yang akan disiarkan pada frekuensi L1 (1575,42
MHz) yang saat ini berisi sinyal C/A yang digunakan oleh semua pengguna GPS saat ini.
Pemanfaatan kode L1C memungkinkan untuk pemanfaatan GPS semakin maksimal di
daerah kota maupun daerah padat lainnya.

Sinyal L1C mempunyai fitur skema modulasi Multiplexed Binary Offset Carrier
(MBOC) yang memungkinkan kerjasama dengan sistem lain sekaligus melindungi
kepentingan keamanan nasional Amerika Serikat. Selain itu, sistem QZSS dan BeiDou
juga mengadopsi sinyal L1C. Sinyal L1C ditransmisikan oleh satelit Blok III.

1.10 Sinyal LC2

Sinyal L2C merupakan modernisasi dari sinyal L2 yang dikembangkan untuk digunakan
masyarakat sipil khususnya kebutuhan komersial, sehingga sinyal L2C merupakan sinyal
GPS kedua yang dapat digunakan masyarakat sipil. Sinyal L2C terbagi menjadi 2 kode, yaitu
Kode L2 CM (CivilModerate) dan Kode L2 CL (Civil Long). Nama L2C merujuk pada
frekuensi gelombang radio yang digunakan oleh sinyal ini yaitu 1227,60 MHz (sama seperti
frekuensi sinyal L2) dan kegunaannya untuk keperluan sipil dan penggunanya dapat
merasakan akurasi yang sama dengan militer.

Sinyal ini dapat memberikan koreksi ionosfer yang dapat meningkatkan akurasi ketika
dikombinasikan dengan L1 C/A pada sebuah receiver dual-frequency. Untuk pengguna
profesional, dengan operasional dual-frequency, L2C memberikan akusisi sinyal yang lebih
cepat, kehandalan yang lebih tinggi, dan cakupan operasional lebih luas. L2C memancarkan
daya efektif yang lebih tinggi dibandingkan pendahulunya (L1 C/A), sehingga membuatnya
lebih mudah untuk menerima sinyal di bawah pohon dan bahkan di dalam ruangan. Sinyal
L2C dipancarkan pada kekuatan yang lebih efektif, sehingga membuatnya lebih mudah
diterima jika berada di bawah pohon dibandingkan dengan Kode C/A. Sinyal L2C
ditumpangkan pada sinyal L2 yang ditransmisikan oleh satelit Blok IIR-M, Blok IIF, dan Blok
III.

1.11 Kode M

Sinyal M-code merupakan kode militer yang didesain untuk meningkatkan jamming
resistance dibandingkan dengan sinyal Y-code, terutama melalui adanya transmisi dengan
daya yang lebih tinggi tanpa interferensi kode-C/A ataupun kode-Y. Kode-M juga
dibutuhkan untuk menyesuaikan dengan pencegahan jamming melawan musuh melalui
penggunaan GPS. Desainnya kode-M harus menyediakan lebih banyak akusisi sinyal yang
kuat dan telah tercapai saat ini. Kode-M harus berdampingan dengan sinyal pada L1 dan L2,
tidak mengganggu peralatan pengguna sipil maupun militer sekarang ataupun di masa
depan.

Militari merupakan komponen utama dari proses modernisasi GPS. Siynal baru kode M-
Militeri dirancang untuk mengamankan akses sinyal GPS militer. M-kode yang
ditransmisikan bersamaan di frekuensi L1 dan L2 yang sudah digunakan oleh militer
sebelumnya adalah kode P(Y). Kode ini dirancang untuk meningkatkan keamanan dan anti-
jamming dari navigasi militer. Kode ini berisi PRN dengan panjang yang tidak diketahui dan
dikirim pada 5,115 MHz.

2. Metode Penentuan Jarak GPS dengan code Pseudorange

Secara umum pseudorange adalah pengukuran jarak berdasarkan korelasi antara


kode yang dipancarkan oleh satelit dengan replika kode yang dibuat oleh receiver.
Pseudorange disebut sebagai jarak semu karena jarak yang dihasilkan masih mengandung
kesalahan yang terjadi karena adanya ketidaksinkronan antara jam satelit dengan jam
receiver yang belum diperhitungkan.
Dalam penentuan jarak GPS dengan kode (pseudorange) diasumsikan bahwa jam
satelit yang berupa jam atom sinkron dengan jam receiver jadi ketika satelit
memancarkan gelombang, receiver akan menangkap gelombang ini dan menyesuaikan
waktu dengan waktu yang ada di satelit, maka ketika sinyal (PRN code) ditransmisikan dari
satelit dan diterima oleh receiver, receiver memproduksi replika kode yang diterima.
Receiver kemudian membandingkan kode yang diterima dari satelit dengan replika-nya
dan menghitung selang waktu sinyal merambat dari satelit ke receiver. Selang waktu ini
kemudian dikalikan dengan cepat rambat cahaya (3x108 atau tepatnya 299729458 m/s)
dan didapatlah jarak antara receiver dan satelit.

Untuk dapat menentukan posisi dengan menggunakan kode psedorange dibutuhkan


setidaknya empat buah satelit dengan parameter orbit satelit yang diperhitungakan
setiap waktu. Pseudorange setiap satelit diperoleh berdasarkan perhitungan kecepatan
cahaya pada saat dipantulkan oleh objek. Penyesuaian yang dilakukan oleh receiver
adalah dengan menyesuaikan kode yang dikirim oleh satelit ke receiver. Dengan
menemukan pseudorange dari keempat satelit untuk perhitungan posisi dengan tepat,
kesalahan waktu juga dapat diperkirakan. Oleh karena itu, dengan memiliki pseudoranges
dan lokasi empat satelit, posisi penerima yang sebenarnya di sepanjang x, y, sumbu z dan
at time error dapat dihitung secara akurat.

gambar 6 Penentuan Jarak dengan Kode Pseudorange


3. Metode Penentuan Jarak GPS dengan fase Phaserange

Terdapat cara lain yang dapat digunakan untuk penentuan jarak selain dengan kode
pseudorange yaitu dengan fase phaserange. Dalam phaserange digunakan data fase, jarak
yang terukur merupakan jumlah gelombang penuh (0 °- 360 °) yang terukur ditambah
dengan nilai fraksional gelombang terakhir (diterima oleh receiver) dan gelombang awal
(dipancarkan oleh satelit) dikalikan dengan panjang gelombangnya. Jarak yang dihasilkan
dengan metode ini memiliki hasil yang lebih baik dikarenakan resolusi data fase jauh lebih
kecil dibanding dengan resolusi data kode. Namun, karena gelombang pembawa GPS
merupakan gelombang sinusoidal dan setiap cycle mempunyai bentuk yang sama maka
receiver GPS tidak dapat membedakan antara satu cycle dengan yang lainnya. Dengan
kata lain, ketika receiver dinyalakan dan lock on ke satelit, receiver mampu menerima
sinyal namun dia hanya merekamnya saja. Receiver tidak dapat menentukan jumlah total
cycle antara satelit dan dirinya hal ini disebut jarak yang ambigu.

Untuk mengubah data fase menjadi data jarak, cycle ambiguity (N) harus
ditentukan terlebih dahulu nilainya. Apabila nilai bilangan bulat N dapat ditentukan
dengan benar, maka jarak fase akan menjadi ukuran jarak yang sangat teliti (orde mm),
dan dapat digunakan untuk penentuan posisi secara teliti (orde mm – cm). Namun,
penentuan nilai N bukanlah hal yang mudah. Efek multipath pada pengukuran dengan
metode phaserange lebih kecil daripada dengan metode pseudorange, yaitu 0,25𝜆.
Untuk sinyal L1, dengan panjang gelombang 19 cm, maka efek multipathnya sebesar 4,75
cm ; untuk sinyal L2, dengan panjang gelombang 24,4 cm, maka efek multipathnya
sebesar 6,1 cm.

gambar 7 Penentuan Jarak dengan Fase Phaserange


Daftar Pustaka
Abidin, H.Z. 2001. Geodesi Satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.
Abidin, H.Z. 2007. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta : Pradnya Paramita.
https://www.mapleprecision.com/2019/01/16/l1-l2-l5-satellite-signals/ (diakses 20.17, 5
September 2019)

Anda mungkin juga menyukai