Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TUBERCULOSIS (TBC) PARU

Makalah ini untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB

Kelompok 3:

Ana Masriah Nur H (P27220016147)


Anggita Khusnul A. (P27220016149)
Chori Bagas S. (P27220016155)
Dinda Shagun Tri S. (P27220016160)
Efi Eka N. (P27220016161)
Elfrida Eka F.D (P27220016162)
Fina Trihastuti (P27220016166)
Hesti Febri Yanti (P27220016169)
Kurniadi Aji S. (P27220016170)
Najma Nuzul A. (P27220016176)
Putri Rahayu (P27220016180)
Qothrunnadaa (P27220016182)
Riska Handayani (P27220016183)
Wahyu Wiji A. (P27220016188)
Zakiatul Ngabidah (P27220016191)

DIPLOMA IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA

2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah
ini dengan lancar.

Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I (KMB). Besar harapan penulis bahwa makalah ini dapat
menambah berbagai wawasan pembaca mengenai “Asuhan Keperawatan pada
Tuberculosis(TBC) Paru”, yang bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat berbagai bimbingan untuk itu pada
kesempatan kali ini penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan maupun penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan, penulis harapkan kritik dan saran yang sangat membangun, guna membantu
menyempurnakan makalah ini.

Surakarta, September 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1

C. Tujuan penulisan ......................................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Tuberculosis ............................................................................................... 2


B. Patofisiologi ................................................................................................................. 2
C. Etiologi ......................................................................................................................... 3
D. Manifestasi Klinik ........................................................................................................ 3
E. Rencana Asuhan Keperawatan ..................................................................................... 4

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 16

B. Saran ............................................................................................................................ 16

DATAR PUSTAKA ............................................................................................................... 17


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan


oleh Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih,
2004). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti:
pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis dan TB usus.

Penderita tuberkulosis di kawasan Asia terus bertambah. Sejauh ini, Asia termasuk kawasan
dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia
meninggal dunia akibat penyakit ini. Sebelas dari 22 negara dengan angka kasus TB tertinggi
berada di Asia, di antaranya Banglades, China, India, Indonesia, dan Pakistan. Empat dari lima
penderita TB di Asia termasuk kelompok usia produktif (Kompas, 2007). Di Indonesia, angka
kematian akibat TB mencapai 140.000 orang per tahun atau 8 persen dari korban meninggal di
seluruh dunia. Setiap tahun, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru TB, dan 75 persen penderita
termasuk kelompok usia produktif. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ketiga terbesar
di dunia setelah India dan China.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi TBC Paru?


2. Bagaimana patofisiologi TBC?
3. Bagaimana etiologi dan manifestasi klinik penyakit TB Paru?
4. Bagaimana rencana asuhan keperawatan pada TB Paru ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk menjelaskan Definisi TB Paru


2. Untuk menjelaskan patofisiologi TB Paru.
3. Untuk menjelaskan etiologi dan manifestasi klinik TB paru
4. Untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan pada TB Paru.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tuberkulosis

Tuberculosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikrobacterium tuberculosis


yang merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau berbagai organ tubh
lainnya yang mempunyai tekanan partial oksigen yang tinggi (Rab, 2010).

Tuberculosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis, suatu


bakteri aerob tahan asam yang menginfeksi melalui udara dengan cara inhalasi partikel kecil
(diameter 1-5 mm0 yang mencapai alveolus, dropler tersebut keluar saat berbicara, batuk,
tertawa, bersin, atau menyanyi ( Black & Hawks, 2014)

B. Patofisiologi

Proses infeksi penyakit Tuberkulosis dibagi menjadi 2 yaitu, infeksi primer dan infeksi
sekunder. Infeksi primer adalah waktu pertama kali terinfeksi TB. Kuman TB yang dibatukkan
atau dibersinkan akan menghasilkan droplet nuclei dama udara, sifat kuman TB daam udara
bebas bertahan 1-2 (bergantung pada sinar UV, ventilasi dan kelembapan dalam suasan lembab
dapat tahan berhari – hari sampai berbulan – bulan). Oleh karena sifat kuman TB ini tidak tahan
terhadap sinar UV maka penularan lebih sering terjadi pada malam hari. Kuman TB terhisap
orang sehat, kemudian menempel pada saluran nafas dan jaringan paru, kuman TB dapat masuk
ke alveoli, maka neutrophil dan makrofag akan bekerja dalam hitungan jam untuk memfagosit
bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.

Kuman TB tumbuh lambat dan membelah diri setiap 18-24 jam pada suhu yang optimal
dan berkembang biak pada tekanan oksigen 140 mmH2O di paru. Kuman TB yang berada dalam
makrofag akan mengalami poliferasi, pada akhirnya poliferasi ini akan menyebabkan lisis
makrofag. Makrofag tersebbut kemudian berimigrasi ke dalam aliran limfatik dan
mempresentasikan antigen M.Tuberculosis pada limfosit T. limfosit T CD4 merupakan se yang
memainkan peran penting dalam respon imun, sedangkan limfosit T CD8 memiliki peranan
penting dalam proteksi terhadap TB. Peran limfosit T CD4 menstimulasi pembentukan
fagolisosom pada makrofag yang terinfeksi dan memaparkan kuman ada lingkungan yang sangat
asam, selain itu juga limfosit T CD4 menghasilkan di nitrogen oksida yang mampu
menyebabkan destruktif oksidatif pada bagian – bagian kuman, mulai dari dinding sel hingga
DNA.

Selain menstimulasi makrofag untuk membunuh kuman TB, sel limfosit T CD4 juga
merancang pembentukan granuloma dan nekrosis kaseosa. Granuloma terbentuk bila penderita
memiliki respon imun yang baik walaupun sebagian kecil mycobacterium hidup dalam
granuloma dan menetap di tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama. Granuloma
membatasi penyebaran dan multiplikasi kuman dengan membentuk jaringan fibrosis yang
mnegelilingi granuloma (focus primer). Fokus primer yang mengalami kalsifikasi bersama
pembesaran nodus limfa disebut kompleks Gohn. Lesi ini dapat sembuh sama kali tanapa cacat,
dam berkomplikasi dan menyebar, dan dapat sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa
garis – garis fibrotic, kalsifikasi di hilus dan lesi pneumonia yang luasnya lebih dari 5mm, 10%
diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant, yang merupakan cikal
bakal TB sekunder (Black & Hawks, 2014; Rab, 2010; Price and Wilson, 2006).

Berbagai factor resiko memengaruhi perkembangan TB paru diantaranya:

1. Pecandu alcohol. Pada pasien pecandu alcohol yang memiliki kelainan pada hati akan
mengalami penurunan jumlah limfosit.
2. Infeksi HIV, pada pasien yang terinfeksi HIV terjadi penurunan dan disfungsi limfosit T
CD4 secara progresif disertai dengan terjadinya defect fungsi makrofag dan monosit.
3. Diabetes Melitus. Pada pasien DM dengan kadar gula yang tinggi akan memicu
terjadinya defect imunologi yang akan menurunkan fungsi neutrophil, monist maupun
limfosit.
4. Malnutrisi. Keadaan malnutrisi menurunkan resistensi terhadap infeksi, karena roduski
antibody oleh tubuh berkurang, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua factor resiko
TB menurunkan fungsi imun tubuh yang berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap
kuman TB.

C. Etiologi
Penyakit tuberculosis disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini
berbentuk batang dan memiliki panjang 1-4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm. Kuman ini
memiliki sifat tahan terhadap asam karena dilapisi oleh lemak atau lipid. Sifat lain dari
kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang banyak mengandung oksigen.

D. Manifestasi klinis
Penderita TBC akan mengalami berbagai gangguan kesehatan,seperti batuk
berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab dimalam hari, sesak napas,
nyeri dada, Dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktifitas
penderita bahkan kematian. Adapun gejala-gejalanya,
Gejala Umum
1. Batuk terus menerus dan berdahak, selama tiga minggu atau lebih.
2. Dahak bercampur darah
3. Batuk darah
4. Sesak napas dan nyeri dada
5. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
malam hari, demam meriangt lebih dari satu bulan
Gejala- gejala tersebut di atas dijumpai pula penyakit paru selain TBC. Oleh sebab itu
orang yang datang dengan gejala di atas harus dianggap sebagai seorang suspek
tuberkolosis atau tersangka penderita TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung. Selain itu semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan
gejala sama harus diperiksa dahaknya.

E. Rencana Asuhan Keperawatan

Pengkajian

Riwayat

1. pada infeksi primer

 Kemungkinan asimtomatik setelah periode inkubasi 4-8 minggu


 Kelemahan dan keletihan
 Anoreksia, penurunan berat badan
 Demam derajat rendah
 Berkeringat malam hari
2. Pada infeksi yang teraktivasi

 Nyeri dada
 Batuk produktif dengan seputum yang mengandung darah, atau mukopurulen, atau
berwarna darah
 Demam derajat rendah
Temuan pemeriksaan fisik

 Bunyi pekak diarea yang sakit


 Crackle krepitasi
 Bunyi napas bronkial
 Mengi
 Bising pectoriloquy
Pemeriksaan diagnostic

 Laboratorium
o Pemeriksaan atau uji kulit tuberculin positif pada kedua fase aktif dan inaktif
o Pewarnaan dan kultur seputum, cairan serebrospinal, urin, rabas abses, atau cairan
pleura memperlihatkan adanya basil tahan asam yang aerob, non motil, dan
sensitive
 Pencitraan
o Foto toraks memperlihatkan lesi nodular, bercak infiltrat, pembentukan kavitas,
jaringan parut, dan deposit kalsium
o CT scan atau MRI memperlihatkan adanya dan meluarnya kerusakan paru
 Prosedur diagnostic
o Sepesimen bronkoskopi memperlihatkan adanya basil tahan-asam yang bersifat
aerobik, non-motil, dan sensitif terhadap panas dalam specimen

Diagnosis, Hasil, dan Intervensi Keperawatan

Diagnosis Keperawatan Hasil yang dicapai Intervensi


NANDA (NOC) (NIC)
Risiko Infeksi Kontrol Risiko : proses Kontol Infeksi :
Factor Risiko infeksi Independen
 Ketidakadekuatan  Mengidentifikasi  Tinjau patologi penyakit
pertahanan primer- interfensi untuk –fase aktif atau inaktif,
penurunan kerja silia, mencegah atau diseminasi atau
stasis cairan tubuh mengurangi risiko penyebaran infeksi
 Kurang pengetahuan penyebaran infeksi melalui bronki
untuk menghindari  Mendemonstrasikan kejaringan didekatnya
pajanan terhadap teknik dan memulai atau melalui aliran darah
pathogen perubahan gaya hidup dan system limfatik-dan
 Malnutrisi untuk meningkatkan kemungkinan
 Pajanan lingkungan keamanan lingkungan penyebaran infeksi via
terhadap pathogen droplet yang ditularkan
 Penghancuran melalui udara selama
jaringan, (perluasan batuk, bersin, meludah,
infeksi) berbicara, tertawa, dan
 Respon inflamasi bernyayi.
ditekan  Identifikasi orang lain
Definisi : yang berisiko, seperti
Rentan mengalami invasi dan anggota rumah tangga ,
multiplikasi organisme orang dekat, dan teman.
patogenik yang dapat  Insturksikan klien untuk
mengganggu kesehatan. batuk, bersin, dan
mengeluarkan secret
ketisu dan menahan diri
untuk tidak meludah .
tinjau pembuangan tisu
yang benar dan teknik
mencuci tangan yang
baik . minta klien untuk
mendemonstrasikan
ulang .
 Tinjau keharusan
tindakan untuk
mengendalikan infeksi ,
seperti isolasi pernapasan
secara sementara.
 Pantau suhu tubuh ,
sesuai indikasi
 Identifikasi factor risiko
individual untuk
reaktifasi tuber culosis.
Seperti penurunan
resistansi yang
berhubungan dengan
alkoholisme, malnutrisi,
bedah pintas intestinal/
usus, penggunaan obat
imunosupresan(penekan
imun), adanya diabetes
mellitus atau kanker,
atau pascapartum
 Tekankan pentingnya
terapi obat yang tidak
terputus. Evaluasi
potensi klien untuk
bekerja sama
 Tinjau pentingnya tidak
lanjut dan kultur sputum
ulang secara periodic
selama durasi terapi
 Dorong pemilihan dan
memakan makanan
seimbang. Beri makanan
kudapan dalam porsi
kecil namun sering
sebagai pengganti makan
besar jika tepat.

Kolaboratif
 Beri agens anti-infeksi,
sesuai indikasi missal :
obat primer :
isoniazid,rifampin,pirazi
namid, dan etambutol
Rufabutin
Agens investigasi seperti
diarilquinolin
 Pantau studi
laboratorium , seperti
aspartate
aminottrasnferase (AST)
, alinin aminotransferase
( ALT)
 Beri tahu layanan
kesehatan local
Ketidakefektifan bersihan Status pernapasan : patensi Manajemen Jalan Napas :
jalan napas jalan napas Independen
Yang berhubungan dengan :  Mempertahankan  Kaji fungsi pernafasan,
 Infeksi petensi jalan napas seperti suar nafas,
 Mukus berlebihan;  Mengeluarkan sekresi kecepatan, irama, dan
eksudat didalam tanpa bantuan kedalaman pernafasan
alveoli(edema trakea  Mendemonstrasikan serta penggunaan otot
atau faring) perilaku utnuk akserosis pernafasan,
meningkatkan atau  Catat kemampuan untuk
Definisi : mempertahankan mengeluarkan mucus dan
Ketidakmampuan bersihan jalan napas melakukan batuk secara
membersihkan sekresi atau  Berpartisipasi dalam efektif; dokumentasikan
opstruksi dari saluran napas regimen terapi, dalam karakter dan jumakh
untuk mempertahankan tingkat kemampuan sepuntum dan
bersihan jalan napas dan situasi keberadaan hemoptysis.
 Mengidentifikasi  Letakkan klien dalam
kemungkinan posisi semi fowler atau
komplikasi dan fowler tinggi. Bantu
memulai tindakan klien untuk batuk dan
yang tepat melkukan larihan nafas
dalam.
 Bersihkan sekresi dari
mulut dan trakea;
lakukan pengisapan
sesuai kebutuhan.
 Pertahankan asupan
carian minimal 2500 Ml
per hari kecuali
dikontraindikasikan.
Kolaboratif :
 Lembabkan oksigen
yang di inspirasi /
dihirup.
 Beri medikasi, sesuai
indikasi misal agen
mukolitik, seperti
asetilsistein
bronkodilator, seperti
oktrifilin dan teofilin
kortikosteroid
(pretmison)
 Bersiap untuk dan
membantu intygasi
emergency
Gangguan pertukaran gas Status pernapasan : Pemantauan pernapasan :
Yang berhubungan dengan : pertukaran gas Independen
 Ketidakseimbangan  Melaporkan tidak  Kaji dyspnea (
ventilasi-perfusi terjadi dyspnea atau menggunakan skala 0-10
 Perubahan membrane dyspnea berkurang atau yang serupa dengan
kapiler alveolar  Mendemonstrasikan skala ini), takipnea, suara
peningkatan ventilasi nafas abnormal,
Definisi : dan oksigenasi peningkatan upaya
Kelebihan atau deficit jaringan yang adekuat pernapasan, keterbatasan
oksigenasi dan atau eliminsi dengan GDA berada ekspansi dindingbdada,
karbondioksida pada dalam kisaran yang dan keletihan.
membrane alveolar-kapiler dapat diterima  Evaluasi perubahan
 Terbebas dari gejala dalam tingkat mental.
stress pernapasan  Catat sianosis atau
perubahan warna kulit,
termasuk membrane
mukosa dan bantalan
kuku.
 Demonstrasikan dan
dorong pernafasan
dengan mendorong bibir
selama eksalasi, terutama
untuk klien fibrosis atau
klien yang mengalami
destruksi atau
penghancuran parenkim.
 Tingkatkan tirah baring,
atau batasi aktivitas dan
bantu aktivitas perawatan
diri sesuai kebutuhan.
Kolaboratif
 Pantau GDS serial dan
oksimetri nadi .
 Beri oksigen tambahan
sesuai kebutuhan.
Ketidakseimbangan nutrisi : Status nutrisional : Managemen nutrisi :
Kurang dari kebutuhan tubuh  Mendemonstrasikan Independen
Yang berhubungan dengan : pertambahan berat  Dokumentasikan status
 Factor biologis-sering badan progresif nutrisional klien saat
batuk dan produksi dengan normalisasi masuk rumahsakit, catat
sputum; dyspnea nilai laboratorium turgor kulit, berat badan
 Keletihan dan terbebas dari saat ini, dan derajat
 Keuangan yang tidak tanda-tanda penurunan berat badan,
mencukupi malnutrisi integritas mukosa oral,
 Memulai perubahan kemampuam untuk
Definisi : perilaku atau gaya menelan, keberadaan
Asupan nutrisi tidak cukup hidup untuk tomus usus besar, dan
untuk memenuhi kebutuhan memperoleh kembali riwayat mual muntah
metabolic dan mempertahankan atau diare.
berat badan yang  Pastikan pola diet klien
tepat. yang biasa dan apa yang
disukai dan tidak disukai.
 Pantau asupan dan
haluaran (I dan O) dan
berat badan secara
periodic.
 Investigasi anoreksia
mual dan muntah.
 Catat kemungkinan
korelasi dengan
medikasi.
 Pantau frekuensi volume
dan konsistensi fases
 Dorong dan beri periode
istirahat yang sering
 Beri perawatan oral
sebelum dan setelah
terapi pernapasan
 Dorong makan dalam
porsi sedikit
namunsering dengan
makanan tinggiprotein
dan karbohidrat
 Dorong orang dekat
untuk membawa
makanan dari rumah dan
berbagi makanan dengan
klien kecuali
dikontraindikasikan.
Kolaboratif
 Rujuk ke ahli gizi atau
nutrisi untuk
penyesuaian dalan
komposisi diet.
 Konsultasi dengan terapi
pernapasan untuk
menjadwalkan terapi 1-2
jam sebelum atau setelah
makan.
 Pantau studi
labolatorium, seperti
nitrogen urea dalam (
BUN), protein serum dan
realbumit dan albumin
 Beri anti piretik jika
tepat.
Ketidakefektifan managemen Manajemen kesehatan diri : Fasilitas pembelajarn
kesehatan penyakit kronis Independen
Yang berhubungan dengan :  Mengungkapkan  Kaji kemampuan klien
 Defisiensi memahami proses untuk belajar, seperti
pengetahuan penyakit , prognosis , tingkat ketakutan ,
 Kesulitan ekonomi dan pencegahannya kekawatiran, keletihan,
 Kompleksitas regimen  Memulai perubahan partisipasi ; lingkungan
terapeutik perilaku atau terbaik yang membuat
 Persepsi perubahan gaya hidup klien dapat belajar;
hambatan/barrier/kese untuk meningkatkan seberapa banyak materi
riusan kesejahteraan umum yang dapat klien pelajari;
dan mengurangi media dan bahasa terbaik
Definisi : risiko reaktifasi TB apa yang digunakan
Pola pengaturan dan  Mengidentifikasi untuk mengajarkan klien;
pengintegrasian kedalam gejala yang dan menentukan siapa
kebiasaan terapeutik hidup memerlukan evaluasi yang harus dilibatkan.
sehari-hari untuk pengobatan dan intervensi  Beri instruksi dan
penyakit dan sekuelanya yang  Mendiskripsikan informasi tertulis spesifik
tidak memuaskan untuk sebuah rencana untuk untuk dapat dilihat olek
memenuhi tujuan kesehatan menerima asupan klien , seperti jadwal
spesifik tindak lanjut yang medikasi dan uji sputum
adekuat lanjutan untuk
 Mengungkapkan mendokumentasikan
pemahaman tentang respon terhadap terapi
regimen terapeutik  Dorong klien dan orang
dan rasional dekat untuk
tindakannya mengungkapkan
ketakutan dan
kekawatiran. Jawab
pertanyaan secara
factual. Catat
penggunaaan
penyangkalan dalam
waktu lebih lama.

Penyuluhan : proses penyakit


Independen
 Identifikasi gejala yang
harus dilakukan ke
pemeberi asuhan
kesehatan , seperti
hemoptysis, nyeri dada,
demam, kesulitan
bernapas, kehilangan
pendengaran, dan
vertigo.
 Tekankan pentingnya
mempertahankan diet
tinggi protein dan
karbohidrat serta asupan
cairan yang adekuat.
 Jelaskan dosis medikasi
frekuensi pemberian ,
tindakan yang
diharapkan dan alasan
periode terapi dalam
jangka panjang. Tinjau
potensial interaksi
dengan obat dan zat lain.
Tekankan efek
sampingyang dapat di
laporkan.
 Tinjau kemungkinan
efek samping terapi,
seperti mulut kering,
gangguan
ganstrointestinal,
konstipasi, gangguan
visual atau penglihatan
sakit kepala, dan
hipertensi ortostatik,
serta solusi penyelesaian
masalah.
 Tekankan kebutuhan
untuk pantang dari
alcohol saat mendapat
terapi INH.
 Rujuk ke pemeriksaan
mata setelah memulai
dan kemudian selama
rangkaian terapi dengan
etambutol (EMB)
 Dorong pantang dari
perokok.
 Tinjau bahwa TB
ditransmisikan terutama
dengan inhalasi
organisme tular udara
tetapi mungkin juga
disebabkan melalui fases
atau urin jika infeksi
terjadi dalam system
organ ini ; juga tinjau
bahaya reaktivasi.
 Diskusikan dan kuatkan
kekhawatiran seperti
kegagalan terapi, TB
resisten obat , dan relaps.
 Rujuk ke lembaga
kesehatan masyarakat
jika tetap.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan
oleh Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara.
Penderita TBC akan mengalami berbagai gangguan kesehatan,seperti batuk berdahak
kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab dimalam hari, sesak napas, nyeri dada,
Dan penurunan nafsu makan. Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan meliputi
pengkajian, pemeriksaan diagnostic, diagnose, intervensi dan implementasi.

B. Saran
Dari makalah ini, kami harap Asuhan keperawatan yang dilakukan untuk penyakit
TBC Paru bisa lebih baik. Saran dan masukan yang bermanfaat sangat kami butuhkan
untuk kebaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia. 2017. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai