Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Pengertian Absorpsi
Absorpsi adalah suatu proses pemisahan suatu komponen fluida dari campurannya
dengan menggunakan solven atau fluida lain. Absorpsi dapat dilakukan pada fluida yang
relatif berkonsentrasi rendah maupun yang bersifat konsentrat. Prinsip operasi ini adalah
memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-molekul gas pada larutan tertentu. Dengan
demikian bahan yang memiliki koefisien partisi hukum Henry rendah sangat disukai dalam
operasi ini (Firdaus, 2011).
Proses perpindahan massa suatu solute pada peristiwa kontak antara fasa gas ke fasa
cair dimana gas tersebut dapat larut dalam fasa cairnya disebut dengan absorpsi. Contoh
peristiwa ini adalah absorpsi NH3 dalam udara dengan air. Sedangkan perpindahan massa
suatu solute pada liquid nonvolatil ke suatu steam disebut stripping (Geankoplis, 1993).
Absorpsi adalah proses penyerapan suatu zat oleh zat lain. Dalam proses ini, zat yang
diserap masuk ke bagian dalam zat penyerap. Misalnya peristiwa pelarutan (gas ke dalam zat
cair atau zat padat), difusi (zat cair ke dalam zat padat), warna yang diserap oleh suatu benda
(warna absorpsi), penyerapan sinar bias oleh suatu zat pada peristiwa bias kembar (absorpsi
selektif) dan penyerapan energi oleh elektron di dalam satuan atom (spectrum absorpsi).
Sedangkan pengertian absorpsimetri adalah metode analisis untuk menentukan komposisi
suatu zat dengan mengukur cahaya yang diserap bahan itu. Misalnya, dengan mengetahui
frekuensi warna cahaya yang diserap, dapat ditentukan jenis zat penyerap (Taylor, 2013).
Prinsip terjadinya absorpsi yaitu campuran gas dikontakkan dengan liquid untuk
tujuan melewatkan suatu komposisi gas atau lebih dan menghasilkan larutan gas dalam liguid.
Pada operasi absorpsi gas terjadi perpindahan massa dari fase gas ke liquid. Kecepatan larut
gas dalam absorben liquid tergantung pada kesetimbangan yang ada, karena itu diperlukan
karakteristik kesetimbangan sistem gas-liquid (Ade, 2014).
Menurut Taylor (2013), absorpsi merupakan salah satu proses pemisahan dengan
mengontakkan campuran gas dengan cairan sebagai penyerapnya. Penyerap tertentu akan
menyerap setiap satu atau lebih komponen gas. Pada absorpsi sendiri ada dua macam proses
yaitu :
a. Absorpsi fisik
Absorpsi fisik merupakan absorpsi dimana gas terlarut dalam cairan penyerap tidak
disertai dengan reaksi kimia. Contoh absorpsi ini adalah absorpsi gas H 2S dengan air,
metanol, propilen, dan karbonat. Penyerapan terjadi karena adanya interaksi fisik, difusi
gas ke dalam air, atau pelarutan gas ke fase cair. Dari asborbsi fisik ini ada beberapa teori
untuk menyatakan model mekanismenya, yaitu :
1. Teori dua film
Pada berbagai proses pemisahan, materi berdifusi dari satu fase ke fase
lainnya, dan laju difusi di dalam kedua fase tersebut mempengaruhi laju perpindahan
massa keseluruhan. Dalam teori ini Whitman menyatakan bahwa kesetimbangan
diasumsikan terjadi pada permukaan batas (interface) antara fase gas dan cairan
sehingga tahanan perpindahan massa pada kedua fase ditambahkan untuk
memperoleh tahanan keseluruhan. Model ini menggambarkan tentang adanya lapisan

II-1
II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
difusi. Perpindahan massa yang terjadi ditentukan oleh konsentrasi dan jarak
perpindahan massa, yaitu ketebalan film tersebut (Andi,2014).
Jika cairan mempunyai komposisi tetap, konsentrasi pada bagian film akan
menurun dari A* pada permukaan sampai Ao pada cairan bagian ruah. Di sini tidak
terjadi konveksi pada film dan gas terlarut melewati film tersebut hanya oleh difusi
molekuler (Geankoplis, 1993).

Gambar II.1 Profil Model Dua Film

Proses difusi berlangsung efektif bila lapisan film tipis. Lapisan film yang
tipis akan meniadakan terjadinya tahanan dari lapisan itu (tahanan makin kecil),
sehingga proses perpindahan massa tidak terganggu. Untuk mendapatkan lapisan
yang tipis, kondisi dari kedua aliran fase harus diatur yaitu diusahakan membuat
aliran yang turbulen, karena pada lapisan film yang tipis akan diperoleh gradien
konsentrasi yang kecil, sehingga proses absorpsi berjalan sangat cepat dengan
keadaan menjadi steady state (Geankoplis, 1993).
Ketika suatu zat ditranfer dari satu fase ke fase yang lain melalui suatu
interface diantara keduanya maka resistance di kedua fase tersebut menyebabkan
gradien konsentrasi yang dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar II.2 Gradien Konsentrasi di Dekat Interface Gas-Liquid

Menurut Treybal (1980), untuk sistem dimana konsentrasi solute dalam gas
dan liquid adalah kecil, maka laju transfer massa dapat dinyatakan oleh persamaan

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa


Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
yang memperkirakan laju transfer massa yang sebanding dengan perbedaan diantara
konsentrasi bulk dan konsentrasi dalam interface gal-liquid.

NA = kG’(p-pi) = kL’(ci-c)

Dimana : NA = Laju transfer massa



kG = Koefisien laju transfer massa fase gas
p = Tekanan parsial solute dalam bulk gas
pi = Tekanan parsial solute dalam interface

kL = Koefisien transfer massa pada fase liquid
ci = Konsentrasi solute pada interface
c = Konsentrasi solute pada bulk liquid.
Secara definisi, koefisien transfer massa kG’ dan kL’ adalah perbandingan antara flux
massa molal NA terhadap driving forse konsentrasi (p-pi) dan (ci-c). suatu alternatif
untuk menyatakan laju transfer dalam sistim yang encer adalah sebagai berikut :

NA = kG(y-yi) = kL(xi-x)

Dimana: NA = Laju transfer massa,


kG = Koefisien laju transfer massa fase gas,
y = Fraksi mol solute dalam bulk gas,
yi = Fraksi mol solute dalam interfase,
kL = Koefien transfer massa pada fase liquid,
xi = Fraksi mol solute pada interfase,
x = Fraksi mol solute pada bulk liquid.
Perbandingan harga koefisien transfer massa pada fase liquid dengan fase gas akan
didapatkan:

Dan apabila diplot secara grafis dengan melibatkan komposisi kesetimbangan antara
uap dan cair dan operating line akan didapatkan hubungan kesetimbangan

y* = F(x)

Dimana : y* adalah fraksi mol solute yang berkesetimbangan dengan fraksi mol
solute x.
Jika hubungan kesetimbangan merupakan grafik sederhana (yang pada
umumnya mendekati garis lurus karena konsentrasi solute yang rendah) maka laju
transfer massa akan sebanding dengan perbedaan konsentrasi bulk di fase pertama
dengan konsentrasi bulk di fase kedua yang berada di fase pertama. Sehingga
penyelesaian laju transfer massa akan menjadi:

NA = KG(y-y*) = kL(xi-x) = kG(y-yi) = KL(x*-x)

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa


Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
Dimana : KG = Koefisien transfer massa overall dalam fase gas
KL = Koefisien transfer massa overall dalam fase liquid
2. Teori penetrasi
Teori penetrasi ini dikemukakan oleh Higbie. teori menyatakan mekanisme
perpindahan massa melalui kontak antara dua fasa, yaitu fasa gas dan fasa liquid. Dalam
pernyataannya, Higbie menekankan agar waktu kontak lebih lama. Higbie, untuk pertama
kalinya menerapkan teori ini untuk absorpsi gas dalam liquida yang menunjukkan bahwa
molekul-molekul yang berdifusi tidak akan mecapai sisi lapisan tipis yang lain jika waktu
kontaknya pendek (Andi,2014).
Teori Higbie ini menyebutkan bahwa turbulensi akan menaikkan difusivitas pusaran,
hal ini akan menentukan waktu kontak perpindahan massa yang terjadi untuk setiap
keadaan massa. Difuivitas pusaran ini terjadi dalam keadaan setimbang antara fase gas
dan liquid (Andi,2014).
3. Teori Danckwerts
Teori penetrasi juga dikembangkan oleh Danckwerts yang menyatakan bahwa unsur-
unsur fluida pada permukaan secara acak akan diganti oleh fluida lain yang lebih segar
dari aliran tindak. Teori ini digunakan dalam keadaan khusus di mana dianggap massa
difusivitas pusaran berlangsung dalam waktu yang bervariasi dan dianggap laju
perpindahan massa tidak tergantung dari waktu perpindahan unsur dalam fase cairan
tindak pada keadaan stagnan. Sehingga perpindahan massa yang terjadi di
interfacemerupakan harga dari jumlah zat yang terabsorpsi. Jadi dianggap bahwa
perpindahan unsur secara tindak fase cairan menuju interface tidak akan mempengaruhi
kecepatan perpindahan massanya (Tower, 2011)
Dalam laboratorium, koofisien perpindahan massa overall absorpsi CO 2 oleh larutan
NaOH , didasarkan pada persamaan :

Na
KGa =
ht. S. PT . Ylm

Ylm= Ya2- a2*Y Ya1- a1*Y 


Dimana,

Ya2- a2*Y 
ln 
Ya1- a1*Y 
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa
Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
Bila absorbant yang digunakan memiliki konsentarsi rendah, maka akan diperoleh
kurva kesetimbangan yang memenuhi hukum Henry yaitu:

Ya1* = He . Xa1
Ya2* = He. Xa2

Menurut Treybal (1980), konstanta Henry untuk larutan elektrolit dapat diperoleh
dari persamaan Van Krevelen dan Hoftijer, yaitu:

h=

Dimana: He = Harga karakteristik ion-ion dari larutan elektrolit


Heo = Konstanta Henry untuk air murni
I = Kekuatan ionik larutan elektrolit
h = Umlah kontribusi yang menunjukkan adanya ion positif dan negatif
dari unsur gas.
b. Absorpsi kimia
Absorpsi kimia merupakan absorpsi dimana gas terlarut didalam larutan penyerap
disertai dengan adanya reaksi kimia.Contoh absorpsi ini adalah absorpsi dengan adanya
larutan MEA, NaOH, K2CO3, dan sebagainya. Aplikasi dari absorpsi kimia dapat dijumpai
pada proses penyerapan gas CO2 pada pabrik amoniak. Penggunaan absorpsi kimia pada
fase kering sering digunakan untuk mengeluarkan zat terlarut secara lebih sempurna dari
campuran gasnya. Keuntungan absorpsi kimia adalah meningkatnya koefisien
perpindahan massa gas, sebagian dari perubahan ini disebabkan makin besarnya luas
efektif permukaan. Absorpsi kimia dapat juga berlangsung di daerah yang hampir stagnan
disamping penangkapan dinamik. Hal-hal yang mempengaruhi dalam prsoses absorpsi
diantaranya yaitu zat yang diabsorpsi, luas permukaan yang diabsorpsi, temperature, dan
tekanan.
Menurut Geankoplis (1983), syarat mutlak dalam suatu proses absorpsi adalah kelarutan
solute dalam solvent harus lebih besar daripada kelarutannya dalam carrier. Beberapa
pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut agar proses absorpsi
berlangsung antara lain yaitu:
1. Kelarutan Gas
Kelarutan gas harus tinggi sehingga meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan
kuantitas solvent yang diperlukan. Umumnya solvent yang memiliki sifat yang sama
dengan bahan terlarut akan lebih mudah dilarutkan. Jika gas larut dengan baik di dalam
fraksi mol yang sama pada beberapa jenis solvent, maka dipilih solvent yang memiliki
berat molekul paling kecil agar didapatkan fraksi mol gas terlarut yang lebih besar. Jika
terjadi reaksi kimia dalam operasi absorpsi maka umumnya kelarutan akan sangat besar.
Namun bila solvent akan di-recovery maka reaksi tersebut harus reversible. Sebagai
contoh, etanol amina dapat digunakan untuk mengabsorpsi hydrogen sulfide dari
campuran gas karena sulfide tersebut sangat mudah diserap pada suhu rendah dan dapat

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa


Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
dengan mudah dilucut pada suhu tinggi. Sebaliknya, soda kaostik tidak digunakan dalam
kasus ini karena walaupun sangat mudah menyerap sulfide tapi tidak dapat dilucuti
dengan operasi stripping.
2. Volatilitas
Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah, karena jika gas yang meninggalkan
kolom absorpsi jenuh terhadap pelarut maka akan banyak solvent yang terbuang. Jika
diperlukan dapat digunakan cairan pelarut kedua yang volatilitasnya lebih rendah untuk
menangkap porsi gas yang teruapkan. Aplikasi ini umumnya digunakan pada kilang
minyak dimana terdapat menara absorpsi hidrokarbon yang menggunakan pelarut
hidrokarbon yang cukup volatile dan di bagian atas digunakan minyak nonvolatile untuk
me-recovery pelarut utama. Demikian juga halnya dengan hydrogen sulfide yang
diabsorpsi dengan natrium fenolat lalu pelarutnya di-recovery dengan air.
3. Korosivitas
Pelarut hendaknya memiliki korosivitas kecil, sehingga material konstruksi alat tidak
terlalu mahal. Solvent yang korosif dapat merusak kolom.
4. Harga Pelarut
Penggunaan solvent yang mahal dan tidak mudah di-recovery akan meningkatkan
biaya operasi kolom.
5. Ketersediaan
Ketersediaan pelarut di dalam negeri akan sangat mempengaruhi stabilitas harga
pelarut dan biaya operasi secara keseluruhan.
6. Viskositas
Pelarut harus mempunyai harga viskositas yang rendah sehingga proses absorpsi
berjalan cepat, pressure drop kecil pada saat pemompaan, memberikan sifat perpindahan
panas yang baik dan meningkatkan karakteristik floading dalam menara absorpsi.
7. Hal-hal lain yang meliputi: solvent harus nontoxic, nonflammable, memiliki komposisi
kimia yang stabil dan titik bekunya rendah.
Pada proses absorpsi terdapat minimal tiga komponen yang terlibat di dalamnya, yaitu:
komponen gas terlarut yang disebut solute atau absorbat, komponen gas pembawa atau
carrier, dan komponen cairan pelarut yang disebut solvent atau absorbent (Geankoplis, 1983).

II.1.2 Prinsip Kerja Kolom Absorpsi

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa


Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar II.3 konfigurasi absorber-stipper

Udara yang mengandung komponen terlarut (misalnya CO2) dialirkan ke dalam kolom
pada bagian bawah. Dari atas dialirkan alir. Pada saat udara dan air bertemu dalam kolom
isian, akan terjadi perpindahan massa. Dengan menganggap udara tidak larut dalam air
(sangat sedikit larut),maka hanya gas CO2 saja yang berpindah ke dalam fase air (terserap).
Semakin ke bawah, aliran air semakin kaya CO 2. Semakin ke atas ,aliran udara semakin
miskin CO2.
Pada Gambar II.3 memperlihatkan satu konsep menangkap CO2 yang fleksibel yang
memungkinkan sebuah pabrik dipasang dengan menangkap CO2 untuk mendapatkan kembali
sebagian output pra-ambil dengan kembali uap pengupasan CO2 ke turbin LP untuk
menghasilkan listrik. Kerja kompresi CO2 kemudian jatuh karena ada sedikit CO2 yang akan
dikompresi, meskipun laju aliran kompresor minimum mungkin memerlukan daur ulang CO2
pada beban capture rendah. Selama parsial-beban menangkap CO2, satu pendekatan operasi
untuk uap dan aliran pelarut kaya untuk stripper menjadi berkurang secara bersamaan dan
sama-sama. Penelitian sebelumnya telah menyarankan bahwa ini adalah pendekatan yang
terbaik untuk meminimalkan hukuman efisiensi dan menjaga stabilitas sistem. Kaya pelarut
dialihkan dari stripper yang didaur ulang ke absorber, penurunan penghapusan sehingga CO2
dan meningkatkan emisi sebagai pelarut menjadi jenuh dengan CO2. Peningkatan emisi CO2
bisa dikenakan biaya tambahan CO2, namun parsial-beban menangkap CO2 bisa
menguntungkan jika penjualan listrik tambahan mengimbangi kenaikan biaya emisi CO2.
Peralatan yang digunakan dalam operasi absorpsi mirip dengan yang digunakan dalam
operasi distilasi. Namun demikian terdapat beberapa perbedaan menonjol pada kedua operasi
tersebut, yaitu sebagai berikut:
 Umpan pada absorpsi masuk dari bagian bawah kolom, sedangkan pada distilasi umpan
masuk dari bagian tengah kolom.
 Pada absorpsi cairan solven masuk dari bagian atas kolom di bawah titik didih, sedangkan
pada distilasi cairan solven masuk bersama-sama dari bagian tengah kolom.
 Pada absorpsi difusi dari gas ke cairan bersifat irreversible, sedangkan pada distilasi difusi
yang terjadi adalah equimolar counter diffusion.
 Rasio laju alir cair terhadap gas pada absorpsi lebih besar dibandingkan pada distilasi.

II.1.3 Aplikasi Absorpsi


Menurut Andi (2014), absorpsi dalam dunia industri digunakan untuk meningkatkan nilai
guna dari suatu zat dengan cara merubah fasenya.
1. Proses Pembuatan Formalin
Formalin yang berfase cair berasal dari formaldehid yang berfase gas dapat dihasilkan
melalui proses absorpsi.Teknologi proses pembuatan formalin Formaldehid sebagai gas
input dimasukkan ke dalam reaktor. Output dari reaktor yang berupa gas yang mempunyai
suhu 182 0C didinginkan pada kondensor hingga suhu 55 0C,dimasukkan ke dalam
absorber.Keluaran dari absorber pada tingkat I mengandung larutan formalin dengan kadar
formaldehid sekitar 37 – 40%. Bagian terbesar dari metanol, air,dan formaldehid
dikondensasi di bawah air pendingin bagian dari menara, dan hampir semua removal dari
sisa metanol dan formaldehid dari gas terjadi dibagian atas absorber dengan counter
current contact dengan air proses.
Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa
Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
2. Proses Pembuatan Asam Nitrat
Pembuatan asam nitrat (absorpsi NO dan NO2).Proses pembuatan asam nitrat Tahap
akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom absorpsi. Pada setiap
tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO 2 dan reaksi absorpsi NO2 oleh air
menjadi asam nitrat. Kolom absorpsi mempunyai empat fluks masuk dan dua fluks keluar.
Empat fluks masuk yaitu air umpan absorber, udara pemutih, gas proses, dan asam lemah.
Dua fluks keluar yaitu asam nitrat produk dan gas buang. Kolom absorpsi dirancang untuk
menghasilkan asam nitrat dengan konsentrasi 60 % berat dan kandungan NOx gas buang
tidak lebih dari 200 ppm.

II.1.4 Jenis Menara Absorpsi


Menurut Firdaus (2011), ada beberapa jenis menara absorpsi, yaitu:
a. Sieve Tray
Bentuknya mirip dengan peralatan distilasi. Pada Sieve Tray, uap menggelembung ke
atas melewati lubang-lubang sederhana berdiameter 3-12 mm melalui cairan yang
mengalir. Luas penguapan atau lubang-lubang ini biasanya sekitar 5-15% luas tray. Dengan
mengatur energi kinetik dari gas dan uap yang mengalir, maka dapat diupayakan agar
cairan tidak mengalir melaui lubang-lubang tersebut. Kedalaman cairan pada tray dapat
dipertahankan dengan limpasan (overflow) pada tanggul (outlet weir).

Gambar II.4 Sieve Tray


b. Valve Tray
Valve Tray adalah modifikasi dari Sieve Tray dengan penambahan katup-katup untuk
mencegah kebocoran atau mengalirnya cairan ke bawah pada saat tekanan uap rendah.
Dengan demikian alat ini menjadi sedikit lebih mahal daripada Sieve Tray, yaitu sekitar
20%. Namun demikian alat ini memiliki kelebihan yaitu rentang operasi laju alir yang
lebih lebar ketimbang Sieve Tray.

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa


Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-9
Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar II.5 Valve Tray


c. Spray Tower
Spray tower merupakan alat yang paling sederhana untuk absorpsi gas, terdiri dari
tower yang kosong dan satu set nozzle untuk menyemprotkan cairan. Aliran gas
kontaminan memasuki dasar tower dan melewati absorbent bersamaan disemprotkannya
cairan pada satu atau beberapa tingkat nozzle (Hermana, 2011).

Gambar II.6 Spray Tower


d. Bubble Cap Tray
Jenis ini telah digunakan sejak lebih dari seratus tahun lalu, namun penggunaannya
mulai digantikan oleh jenis Valve Tray sejak tahun 1950. Alasan utama berkurangnya
penggunaan Bubble Cap Tray adalah alasan ekonomis, dimana desain alatnya yang lebih
rumit sehingga biayanya menjadi lebih mahal. Jenis ini digunakan jika diameter kolomnya
sangat besar (Firdaus, 2011).

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa


Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya
II-
Bab II Tinjauan Pustaka
10

Gambar II.7 Bubble Cap Tray


e. Packed Bed
Jenis ini adalah yang paling banyak diterapkan pada menara absorpsi. Packed Column
lebih banyak digunakan mengingat luas kontaknya dengan gas. Packed Bed berfungsi
mirip dengan media filter, dimana gas dan cairan akan tertahan dan berkontak lebih lama
dalam kolom sehingga operasi absorpsi akan lebih optimal.
Beragam jenis packing telah dikembangkan untuk memperluas daerah dan efisiensi
kontak gas-cairan. Ukuran packing yang umum digunakan adalah 3-75 mm. Bahan yang
digunakan dipiluh berdasarkan sifat inert terhadap komponen gas maupun cairan solven
dan pertimbangan ekonomis, antara lain tanah liat, porselin, grafit dan plastik. Packing
yang baik biasanya memenuhi 60-90% dari volume kolom.

Gambar II.8 Packed Bed

Laboratorium Proses Pemisahan dengan Perpindahan Panas dan Massa


Secara Simultan
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

Anda mungkin juga menyukai