Pengelolaan Keuangan Desa Pasca UU No 6 PDF
Pengelolaan Keuangan Desa Pasca UU No 6 PDF
Abstrak:
Lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan desa pengakuan dan ke-
kuasaan baru kepada desa yang selama ini diabaikan dalam pembangunan. Di antara berbagai hal
yang tercakup di dalamnya, dana desa merupakan isu yang paling hangat dibicarakan. Desa akan me-
nerima uang dalam jumlah besar tanpa ada presedennya. Sementara sebagian kalangan meragukan
kesiapan desa dalam mengelola dana sebesar itu, sebagian lainnya meyakini bahwa desa telah siap.
Sesungguhnya, dengan menengok kondisi riil pemerintah dan masyarakat desa saat ini, memang ada
risiko bahwa pengelolaan keuangan desa tidak dapat dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Kompetensi kepala desa dan pendamping desa menjadi dua faktor kunci krusial dari sisi SDM yang
memengaruhi keberhasilan pengelolaan keuangan desa. Agar keuangan desa dapat terkelola dengan
baik, dibutuhkan pemeriksaan atas kebijakan yang ada, pengawasan yang kuat, dan peningkatan
kapasitas serta kesadaran aparatur desa.
Kata-kata kunci: UU Desa; Desa; Dana desa; Pengelolaan keuangan
Abstract:
The birth of Law No. 6 of 2004 on Village gives village recognition and power to village which until
then has been neglected in development. Among many things covered in it, village fund is the most
talked about issue. Village will receive money in big size without precedent. While some people
hesitate the readiness of village to manage such a big fund, others believe that village is ready.
Actually, by visiting the real condition of village’s government and society today, there are risks that
village finance management cannot be done in transparent and accountable manner. The competency
of village head and village facilitator are two crucial key factors from human resources perspective
which affect the success of village finance management. In order to manage village finance properly,
policy checking, strong monitoring, and capacity and consciousness development are needed.
Keywords: Law on Village; Village; Village fund; financial management
merupakan amanat UU Desa. Ketertarikan (APBDes). Dana desa adalah salah satu jenis
terhadap iming-iming dana desa juga dite- dari kelompok pendapatan desa yang
ngarai menyebabkan terjadinya lonjakan digolongkan sebagai transfer bersama
usulan pemekaran desa. Kemendagri menca- dengan alokasi dana desa (ADD), bagian dari
tat, jumlah desa meningkat dari 72.944 pada hasil pajak daerah kabupaten/kota dan
awal 2013 menjadi 74.093 pada awal 2015 retribusi daerah (PDRB), dan bantuan
(http://www.koran- keuangan dari APBD Provinsi dan
sindo.com/read/964858/149/dana-desa- Kabupaten/Kota. Selain itu, masih ada juga
picu-tingginya-pemekaran-1424055604, pos pendapatan asli desa (PAD) dan
diakses 9 Juli 2014). pendapatan lain-lain. Salah satu jenis
pendapatan dari kelompok transfer yang
Kenyataannya, hal yang terjadi tidaklah besar, bahkan lebih besar dari dana desa,
demikian. Penjelasan Pasal 72 ayat (2) UU adalah ADD yang dalam APBN-P dialokasikan
Desa menyebutkan bahwa “Besaran alokasi sebesar Rp 33,2 triliun. Berdasarkan data
anggaran yang peruntukannya langsung ke yang dikumpulkan IRE (2015) sebagaimana
Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dikutip Muhammad (2015: 6), misalnya,
dari dan di luar dana Transfer Daerah (on Kabupaten Sleman tahun 2015 ini
top) secara bertahap.” Artinya, pemberian mengirimkan dana ke desa Rp 1,2 miliar per
dana dalam hitungan miliar untuk tiap desa desa, Kabupaten Gunung Kidul Rp 650 juta
baru akan diberlakukan di masa depan per desa, dan Kabupaten Lombok Tengah Rp
setelah melalui tahapan waktu tertentu. Pada 300 juta per desa. Sementara dari PDRB
APBN Perubahan (APBN-P) 2015, total dana tahun ini sebesar Rp 2,1 triliun sehingga total
desa sebesar Rp 20,766 triliun atau 3,1 dana yang akan masuk ke desa tahun ini di
persen dari jumlah APBN-P sekitar Rp 2.000 luar PAD dan pendapatan lain-lain sebesar
triliun (naik dari APBN 2015 yang hanya Rp 53,6 triliun (Kompas, 27 Februari 2015).
mengalokasikan Rp 9,1 triliun) yang
disalurkan selama tiga tahap pada minggu Total pendapatan desa akan semakin
kedua bulan April, Agustus, dan Oktober. bertambah setiap tahunnya. Dari pos dana
Rata-rata desa yang jumlahnya 74.093 desa, diperkirakan bahwa pada tahun 2016
mendapat Rp 280 juta. Baru pada tahun 2017 jumlahnya meningkat menjadi sekitar Rp 47
persentase 10 persen tersebut akan triliun dan tahun 2017 sekitar Rp 81 triliun. 1
dipenuhi. Dalam Pasal 30A ayat (1) PP No. 22 Adapun menurut data yang dimiliki Jaweng
Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No. (2015: 6), rencana pertumbuhan dana desa
60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang di masa depan berturut-turut sebesar Rp 44
Bersumber dari APBN, dinyatakan bahwa triliun (2016), Rp 74 triliun (2017), Rp 88,6
pengalokasian dana desa untuk tahun triliun (2018), Rp 103,7 triliun (2019).
anggaran 2015 paling sedikit sebesar 3 Sementara Farouk Muhammad mengkalkula-
persen, pada tahun anggaran 2016 paling si bahwa pada 2017 minimum per desa akan
sedikit sebesar 6 persen, dan baru pada memperoleh pendapatan Rp 1,5 miliar atau
tahun 2017 dan seterusnya sebesar 10 lebih (Muhammad, 2015: 6).
persen dari anggaran transfer ke daerah.
ngunan perencanaan desa (musrenbangdes) Penggunaan dana desa dikelola oleh pe-
yang diselenggarakan kepala desa dan pe- merintah desa melalui kuasa kepala desa dan
rangkatnya. Musren-bangdes inilah yang me- digunakan sesuai RPJMDes, RKPDes, dan AP-
mbahas mengenai Rencana Pembangunan BDes. Adapun laporan realisasi pelaksanaan
Jangka Menengah Desa (RPJMDes) tiap enam APBDes disampaikan kepala desa kepada
tahun sekali dan Rencana Kerja Pemerintah bupati/walikota berupa laporan semester
Desa (RKPDes) serta APBDes tiap setahun se- pertama yang harus disampaikan paling
kali. Setelah Raperdes tentang APBDes dise- lambat akhir bulan Juli dan laporan semester
pakati bersama oleh kepala desa dan BPD akhir tahun paling lambat pada akhir bulan
paling lambat bulan Oktober dan hasil eva- Januari tahun berikutnya (Pasal 37 Permen-
luasi dari bupati/walikota atau camat (yang dagri No. 113 Tahun 2014). Selain pelaporan,
mendapat delegasi untuk mengevaluasi Ra- kepala desa juga harus menyampaikan
perdes APBDes) menyatakan bahwa Raper- laporan pertanggungjawaban realisasi pelak-
des APBDes tidak bertentangan dengan ke- sanaan APBDes dalam bentuk peraturan desa
pentingan umum dan peraturan perundang- kepada bupati/walikota setiap akhir tahun
undangan yang lebih tinggi, APBDes dapat anggaran (Pasal 38 Permendagri No. 113
ditetapkan. Tahun 2014).
Sebelum desa dapat menerima pencairan Lalu, siapa yang mengawasi pengelolaan
dana desa, terlebih dahulu kabupaten/kota keuangan desa? Pengawasan memegang pe-
harus mengesahkan APBD kabupaten/kota ranan penting dalam memastikan agar pe-
dan peraturan bupati/walikota mengenai ngelolaan dana desa berjalan dengan akun-
tata cara pembagian dan penetapan besaran tabel, transparan, dan partisipatif demi ke-
dana desa (Pasal 17 ayat (1) PP No. 60 Tahun maslahatan umum masyarakat desa. Penga-
2014 dan Pasal 16 ayat (2) Permenkeu No. wasan yang ketat, terkontrol, profesional,
93/PMK.07/2015). Sebelum peraturan bupa- dan berintegritas menjadi prasyarat penting.
ti/walikota itu dibuat, desa menyelesaikan Pengelolaan keuangan desa sesungguhnya
terlebih dahulu APBDes-nya. Keharusan ada- diawasi secara berlapis oleh banyak pihak.
nya peraturan kepala daerah tersebut seba- Pada Pasal 44 Permendagri No. 113 Tahun
gai indikasi bahwa kabupaten telah siap 2014 disebutkan bahwa “Pemerintah Kabu-
untuk menyalurkan dana sesuai peraturan. paten/Kota membina dan mengawasi pelak-
Per 1 Juli 2015, masih ada 16 kabupaten/ sanaan pengelolaan keuangan desa.” Dalam
kota yang belum menerima pencairan dana hal ini, Inspektorat Daerah akan berperan
desa tahap pertama senilai Rp 8,306 triliun penting sebagai leading institution ihwal pe-
karena belum menyerahkan persyaratan ngawasan pengelolaan keuangan desa. Se-
tersebut, di antaranya Kabupaten Biak Num- mentara di tingkat pusat, BPK dan Badan Pe-
for, Kabupaten Merauke, Kabupaten Paniai, ngawasan Keuangan dan Pembangunan (BP-
Kabupaten Sarmi, Kabupaten Tolikara, Kabu- KP) juga akan mengawasi pengelolaan keu-
paten Waropen, Kabupaten Supiori, Ka- angan desa secara sampling. Dana desa
bupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Mam- menjadi ranah pengawasan mereka karena
beramo Tengah, Kabupaten Puncak, Kabu-
paten Teluk Bintuni, Kabupaten Bekasi, Ka-
bupaten Majalengka, Kota Batu, Kabupaten untuk daerahnya, sebagian daerah adalah daerah
Kepahiang, dan Kabupaten Konawe (Kompas, otonom baru, dan bupati atau kepala desanya
digantikan oleh pejabat sementara sehingga masih
2 Juli 2015).4 memerlukan waktu untuk memahami peraturan.
Sementara itu, Beni Yusnandar dari BPMPD
Kabupaten Bekasi mengatakan bahwa daerahnya
4 Menurut Eko Prasetyanto, keterlambatan sengaja tidak mengeluarkan perbup karena
penyerahan dokumen tersebut disebabkan karena menunggu keluarnya Permenkeu No.
beberapa hal, di antaranya terlambatnya revisi PP 93/PMK.07/2015 agar penghitungan yang
No. 60 tahun 2014 yang memuat pengubahan dilakukan dalam perbup mempunyai landasan
formula pembagian dana desa sehingga membuat hukum yang kokoh dan jelas. Sejak 8 Juli 2015,
daerah harus menghitung ulang alokasi dana desa dana desa sudah masuk ke rekening kabupaten.
dan kelembagaan, tata laksana, pengawasan, Sedangkan pada aspek sumber daya
dan sumber daya manusia manusia, terdapat potensi persoalan berupa
(http://www.kpk.go.id/id/berita/siaran- tenaga pendamping yang berpotensi melaku-
pers/2731-kpk-temukan-14-potensi- kan korupsi dengan memanfaatkan lemahnya
persoalan-pengelolaan-dana-desa, diakses 7 pengetahuan aparat desa. Hal ini berkaca pa-
Juli 2015). da program sejenis sebelumnya, PNPM Per-
desaan, di mana tenaga pendamping yang
Pada aspek regulasi dan kelembagaan, seharusnya berfungsi membantu masyarakat
persoalan tersebut antara lain: 1) belum dan aparat desa justru melakukan korupsi
lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pe- dan kecurangan.
laksanaan yang diperlukan dalam pengelo-
laan keuangan desa; 2) potensi tumpang tin- Sebuah lembaga swadaya masyarakat
dih kewenangan antara Kemendes PDTT dan (LSM), Forum Indonesia untuk Transparansi
Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri; Anggaran (FITRA), juga melakukan kajian
3) formula pembagian dana desa dalam PP yang serupa dengan KPK. Dalam kajian
No. 22 Tahun 2015 yang tidak cukup trans- FITRA, terdapat enam potensi penyimpangan
paran dan hanya didasarkan atas pemerata- dana desa, di antaranya: 1) adanya mafia
an; 4) pengaturan pembagian penghasilan anggaran dari pusat dan kabupaten; 2) dana
tetap bagi perangkat desa dari ADD dalam PP desa dipakai untuk anggaran pilkada seren-
No. 43 Tahun 2014 yang kurang adil; dan 5) tak yang tidak teralokasi di APBD; 3) peng-
kewajiban penyusunan laporan pertanggung- gunaan dana desa tidak sesuai peruntukan di
jawaban oleh desa tidak efisien akibat desa; 4) aset desa tidak terinventarisir
ketentuan regulasi yang tumpang tindih. dengan baik; 5) ketidakmampuan adminis-
trasi dan rumitnya pertanggungjawaban yang
Pada aspek tata laksana, terdapat lima berdampak pada potensi penyalahgunaan
persoalan, antara lain: 1) kerangka waktu si- wewenang dan melanggar hukum; dan 6)
klus pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi minimnya pengawasan dari masyarakat dan
oleh desa; 2) satuan harga baku barang/jasa pendamping (Kompas, 3 Juli 2015).
yang dijadikan acuan bagi desa dalam me-
nyusun APBDes belum tersedia; 3) transpa- Dari berbagai kajian mengenai risiko
ransi rencana penggunaan dan pertanggung- pengelolaan dana desa di atas, ada beberapa
jawaban APBDes masih rendah; 4) laporan hal yang patut dicatat. PP No. 47 Tahun 2015
pertanggungjawaban yang dibuat desa belum telah mengatur ulang mengenai pembagian
mengikuti standar dan rawan manipulasi, penghasilan tetap bagi perangkat desa dari
salah satunya disebabkan karena ketidakjela- ADD. Ketentuan tersebut dalam PP No. 43
san sistem akuntansi yang akan dipakai; ser- Tahun 2014 menurut KPK kurang adil, di
ta 5) APBDes yang disusun tidak sepenuhnya mana disebutkan dalam Pasal 81 ayat (2)
menggambarkan kebutuhan yang diperlukan bahwa penghasilan tetap kepala desa dan
desa karena penyusunan tidak dilakukan perangkat desa bagi desa yang ADD-nya
secara partisipatif. kurang dari Rp 500 juta maksimal 60 persen,
kalau Rp 500-700 juta maksimal 50 persen,
Sementara pada aspek pengawasan, ter- kalau Rp 700-900 juta maksimal 40 persen,
dapat tiga potensi persoalan, yakni 1) efekti- dan kalau di atas Rp 900 juta maksimal 30
vitas inspektorat daerah dalam melakukan persen. Ini kemudian direvisi dalam Pasal 81
pe-ngawasan terhadap pengelolaan keuang- ayat (2) PP No. 47 Tahun 2015 menjadi: ADD
an di desa masih rendah; 2) saluran pengadu- sampai dengan Rp 500 juta maksimal 60
an masyarakat tidak dikelola dengan baik persen, ADD Rp 500-700 juta maksimal 50
oleh semua daerah dan mekanisme pengadu- persen dengan nominal minimal Rp 300 juta,
annya tidak jelas; dan 3) ruang lingkup ADD Rp 700-900 juta maksimal 40 persen
evaluasi dan pengawasan yang dilakukan dengan nominal minimal Rp 350 juta, dan
oleh camat belum jelas. ADD di atas Rp 900 juta maksimal 30 persen
dengan nominal minimal Rp 360 juta. Keten-
tratif seperti bertakwa kepada Tuhan Yang pemimpin alamiah yang bijak sekaligus kom-
Maha Esa, memegang teguh dan mengamal- peten. Sebaliknya, jika masyarakat tersebut
kan Pancasila, berpendidikan paling rendah telah diinfiltrasi oleh nilai-nilai yang merusak
tamat sekolah menengah pertama (SMP) atau modal sosialnya seperti individualisme, kese-
sederajat, berusia paling rendah 25 tahun rakahan, pemaksaan, dan kekerasan, maka
pada saat mendaftar, terdaftar sebagai pen- akan sulit untuk mengharapkan lahirnya ca-
duduk dan bertempat tinggal di desa setem- lon-calon pemimpin asli yang berkualitas.
pat paling kurang satu tahun sebelum pen-
daftaran, tidak sedang menjalani hukuman PENDAMPING DESA SEBAGAI AGEN
pidana penjara, berbadan sehat, tidak pernah PEMBERDAYA
sebagai kepala desa selama tiga kali masa Pendampingan desa merupakan aspek la-
jabatan, dan sebagainya. in yang berperan krusial dalam menentukan
Dengan persyaratan seperti di atas, tentu terjaminnya pengelolaan keuangan desa se-
tidak ada jaminan bahwa calon-calon kepala cara transparan, akuntabel, dan partisipatif.
desa yang lulus seleksi merupakan orang- Pasal 128 ayat (2) PP No. 43 Tahun 2014
orang dengan kualitas dan kapasitas mumpu- menyebutkan bahwa pendampingan masya-
ni.6 rakat desa dilaksanakan oleh satuan kerja pe-
rangkat daerah (SKPD) kabupaten/kota dan
Seharusnya, kepala desa dituntut dan di- dapat dibantu oleh tenaga pendamping pro-
persyaratkan untuk memiliki kompetensi fesional, kader pemberdayaan masyarakat
dalam hal teknis dan manajerial terkait pe- desa, dan/atau pihak ketiga. Sementara itu,
nyelenggaraan pemerintahan desa agar dana ayat 3 pasal yang sama menyebutkan bahwa
desa dapat dioptimalkan sebaik mungkin camat atau sebutan lain melakukan koor-
untuk peningkatan kesejahteraan masyara- dinasi pendampingan masyarakat desa di
kat dengan tanpa mengorbankan kualitas pe- wilayahnya. Ini artinya, pendampingan dapat
ngelolaannya. Seiring dengan titik berat pem- dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari
bangunan yang semakin bertumpu kepada pemerintah, masyarakat, dan bahkan swasta.
desa, seharusnyalah persyaratan untuk pen- Pendampingan oleh jajaran pemerintah diko-
calonan kepala desa juga ditingkatkan kuali- ordinasikan oleh Kemendagri dan pendam-
fikasinya. pingan oleh masyarakat dikoordinasikan Ke-
mendes PDTT.
Penjaringan calon kepala desa yang ber-
kualitas sedikit banyak akan ditentukan oleh Menarik untuk disoroti di sini adalah
masyarakat desa itu sendiri. Setiap masyara- tugas pendampingan yang dilaksanakan oleh
kat mendapatkan pemimpin yang pantas dia masyarakat. Pendamping desa merupakan
dapatkan. Jika dinamika dan tatanan masya- aktor di tingkat masyarakat yang berperan
rakat desa berkembang secara organis dan penting dalam mengawal pengelolaan keu-
demokratis, maka akan muncul pemimpin- angan desa. Mereka melakukan fasilitasi un-
tuk pemerintah dan masyarakat desa agar
kegiatan pemerintahan, pembangunan, pem-
6 Terkait dengan syarat pencalonan kepala desa berdayaan, dan kemasyarakatan dapat ber-
yang cukup berpendidikan SMP diakui menjadi jalan dengan efektif demi percepatan pening-
masalah di Kabupaten Bekasi. Salah satu
narasumber dalam diskusi terbatas 9 Juli 2015
katan kesejahteraan masyarakat desa. Per-
menyatakan bahwa lebih dari 30 persen kepala mendes PDTT No. 3 Tahun 2015 tentang Pen-
desa di Bekasi merupakan lulusan SMP, dan dampingan Desa telah mengatur dengan rinci
keterbatasan pendidikan tersebut membuat mengenai pendamping desa ini, di antaranya
mereka tidak dapat memahami manajemen tujuan pendampingan desa, ruang lingkup
penyelenggaraan pemerintahan desa dengan baik.
Pihaknya pernah ingin membuat peraturan daerah
pendampingan desa, tugas pendamping desa,
yang mensyaratkan pendidikan minimal kepala manajemen pendampingan desa, dan penda-
desa adalah SMA, namun hal itu terbentur oleh naannya. Di dalamnya disebutkan bahwa tu-
peraturan perundangan yang lebih tinggi, yakni juan pendampingan desa meliputi: a) me-
Permendagri No. 112 tahun 2014.
7Tugas pendamping desa profesional secara rinci 8 Informasi disampaikan Bito Wikantosa dari
dapat dilihat dalam Bab II (Pasal 11-17) Kemendes PDTT dalam diskusi terbatas, 9 Juli
Permendes PDTT No. 3 tahun 2015. 2015.
hal defektif yang berada di baliknya. Persen- cara dan paradigma lama mereka dalam me-
tase dana yang macet atau tidak bergulir lakukan pendampingan dan fasilitasi harus
memang rendah, namun pembelajaran akan diubah. UU Desa mentransformasi dimensi
pengembangan demokrasi dan pemberdaya- keproyekan ala PNPM menjadi lebih
an mandiri masyarakat desa rendah. Fasilita- tersistematisir dalam kerangka pembangun-
tor lebih banyak perperan sebagai perancang an desa yang holistik. Oleh karenanya, pen-
yang mendikte alih-alih transformator. Dana damping tidak boleh menyisihkan pemerin-
secara seragam lebih banyak dihabiskan un- tah desa sebagaimana terjadi dalam PNPM,
tuk pembangunan infrastruktur dengan sedi- melainkan mendudukkannya sebagai aktor
kit alokasi untuk kegiatan-kegiatan pember- pembangunan bersama dengan warga
dayaan dan peningkatan produktivitas mas- (Agusta, 2015b: 7).
yarakat. Terjadi “eksploitasi warga lewat tira-
ni partisipasi” (Agusta, 2008) dengan me- PENUTUP
maksa warga membangun proyek secara Dana desa menjadi tema yang paling
gotong-royong, padahal di sisi lain orang kota euforis sejak UU Desa disahkan. Wajar saja,
mendapatkan fasilitas serupa secara gratis. melalui dana desa, desa akan mendapatkan
Dana yang berasal dari hutang lembaga do- dana dalam jumlah yang besar tanpa prese-
nor lebih banyak mengalir ke pendamping in- den. Berbagai kekhawatiran pun mencuat di
ternasional, nasional, kabupaten, hingga ke- kalangan publik pada umumnya dan pemer-
camatan sehingga tak heran bahwa menurut hati desa pada khusunya. Sosiolog Viviana
BPS, hanya 14 persen desa yang melaporkan Zelizer berpendapat bahwa uang dapat di-
rumah tangga miskin mendapatkan manfaat maknai secara jamak dan cair. Cara dalam
PNPM (Agusta, 2015b: 7). Lebih jauh, Carroll mana masing-masing pihak memberikan
(2010) secara kritis menilai bahwa program makna tertentu kepada uang disebutnya se-
PNPM mengintrodusir nilai-nilai good bagai pencirian (earmarking) (Zelizer, 1994).
governance (partisipasi, akuntabilitas) dan Pemerintah pusat yang mengalokasikan dana
kompetisi yang kompatibel dengan desa dalam jumlah tertentu kepada desa
neoliberalisme. memandang uang tersebut sebagai instru-
Dengan berpijak pada pengalaman terse- men untuk membuat desa lebih sejahtera dan
but, ada yang khawatir bahwa pendampingan otonom, anggota DPR memandang persetu-
desa akan terjebak pada logika yang sama, juannya atas dana desa dalam APBN sebagai
yakni berorientasi teknokratis-birokratis. modal politik yang dapat dipromosikan kepa-
Meminjam istilah James Ferguson (1990), da konstituen di desa bahwa dirinya adalah
pendamping desa berpotensi menjadi “mesin pihak yang berjasa, demikian pula macam-
antipolitik” yang melakukan depolitisasi war- macam aktor yang berkecimpung di desa
ga, di mana hak warga desa akan edukasi po- akan memandang dana desa dalam pers-
litik dan penguatan representasi politik di- pektifnya masing-masing, entah apakah itu
blok oleh rasionalitas instrumental (Eko, sebagai amanah, bonus cuma-cuma, peluang
2015: 7). Ini patut menjadi peringatan yang mencari untung, dan sebagainya.
diantisipasi dengan serius, mengingat sebagi- Uang dalam jumlah yang besar adalah
an besar eks fasilitator PNPM Mandiri sejum- gula-gula, dan berbagai pihak dengan berba-
lah 13 ribu orang yang kontraknya berakhir gai kepentingan pun bisa diprediksi akan
pada 31 Desember 2014 inilah yang menjadi tertarik untuk masuk ke desa mendesakkan
pendamping desa dalam era UU Desa.9 Cara- kepentingannya. Uang yang banyak dikhawa-
tirkan dapat merusak pranata sosial dan bu-
daya yang berlaku di desa, menggerus modal
9 Bito Wikantosa dari Kemendes PDTT
menginformasikan bahwa eks fasilitator PNPM
sosial melalui infiltrasi praktik-praktik kotor.
Mandiri telah dimobilisasi sebagai pendamping Beberapa desa di Jawa Timur misalnya, sebe-
desa pada awal Juli 2015. Jumlahnya yang berada lum menerima dana desa sudah melakukan
di kecamatan 10.604 orang dan di tingkat pengadaan laptop yang dananya ditalangi pe-
kabupaten 1.834 orang.
desa juga harus mampu untuk melakukan _______________, 2015b, “Membalik Pendamping
kerja peningkatan kapasitas dan pelatihan. Desa”, Kompas, 4 Mei, hal. 7.
Untuk ini, salah satu hal yang dapat direko- Carroll, Toby, 2010, “Pembangunan Sosial
mendasikan adalah memperlengkapi keca- sebagai “Kuda Troya” Neoliberal”,
matan dengan keberadaan tenaga fungsional Prisma, Vol. 29, No. 3, hal. 84-101.
yang paham dalam aspek-aspek teknis dan Eko, Sutoro, 2015, “Pendampingan Desa”,
Kompas, 2 Juli 2015, hal. 7.
sektoral tata kelola desa (keuangan, teknik,
Hasani, Ismail, 2015, “Mantra Membangun
pengembangan usaha, pertanian, dan seba-
Desa”, Kompas, 22 April, hal. 7.
gainya), jadi tidak hanya diisi oleh staf admi- Huseini, Martani, 2015, “”Saemaul Undong”,
nistrasi, agar pemerintah desa dapat berkon- Semua Berawal dari Desa”, Koran
sultasi kepada kecamatan. Dalam perencana- Sindo, 25 Juni 2015, hal. 7.
an pembangunan dan penganggaran yang ha- Jaweng, Robert Endi, 2015, “Setahun UU
sil akhirnya tertuang dalam RPJMDes, RKP- Desa”, Kompas, 14 Februari, hal.
Des, dan APBDes, aparat desa tidak cukup 6.
hanya paham mengenai teknis mekanisme Muhammad, Farouk, 2015, “Menjaga
pelaksanaannya, melainkan juga mampu un- Momentum UU Desa”, Kompas, 3
tuk melakukannya secara berkeadilan dan Juli, hal. 6.
demokratis, yakni disusun dengan benar-be- Padjung, Rusnadi, 2015, “Khawatir Dana
nar memperhatikan kebutuhan aktual ma- Desa Dikorupsi”, Kompas, 6 Juli,
hal. 7.
syarakat dan melibatkan partisipasi otentik
Pusat Inovasi Tata Pemerintahan Lembaga
(bukan partisipasi semu dan mobilisasi) dari Administrasi Negara, 2015,
masyarakat desa seluas-luasnya. Dengan de- “Policy Paper Pengelolaan
mikian, pembelanjaan desa dapat diaranse- Keuangan Desa Pasca-UU No. 6
men agar mampu meningkatkan kesejahtera- Tahun 2014”, Jakarta: Pusat
an, kemandirian, dan keberdayaan masyara- Inovasi Tata Pemerintahan LAN.
kat desa. Untuk mencapai ini, peningkatan Sjaf, Sofyan, 2015, “Menjawab Kekhawatiran
kapasitas hanya akan melahirkan keahlian Dana Desa”, Kompas, 25 Juni, hal.
teknis yang mekanis jika tidak diiringi 7.
dengan perubahan kesadaran. Diperlukan Sukasmanto, 2014, “Potensi Penyalahgunaan
peningkatan kesadaran agar kepala desa dan Dana Desa dan Rekomendasi”.
aparat benar-benar memahami bahwa dana Disampaikan dalam 4th Indonesia
Anti-Corruption Forum, Jakarta,
desa adalah amanah besar yang harus diper-
10-12 Juni 2014.
tanggungjawabkan secara akuntabel, bukan-
Zelizer, Viviana A., 1994, The Social Meaning
nya hadiah yang dapat digunakan secara be- of Money, Princeton: Princeton
bas oleh elite desa. University Press.