Sabun Cair Dari Ampas Kopi PDF
Sabun Cair Dari Ampas Kopi PDF
Sabun Cair Dari Ampas Kopi PDF
PRADITTA AYU
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi dan Efektivitas
Sabun Cair Penyanitasi dengan Ekstrak Ampas Kopi dalam Menghambat
Pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2017
Praditta Ayu
NIM F24130132
ABSTRAK
PRADITTA AYU. Formulasi dan Efektivitas Sabun Cair Penyanitasi dengan
Ekstrak Ampas Kopi dalam Menghambat Pertumbuhan Staphylococcus aureus.
Dibimbing oleh RATIH DEWANTI HARIYADI dan HANIFAH NURYANI
LIOE.
Higiene pekerja memegang peranan penting dalam aspek keamanan pangan dan
area yang menjadi perhatian utama adalah pencucian tangan. Klorin merupakan
sanitaiser yang sering digunakan oleh industri pangan untuk mereduksi mikroba
pada tangan, namun penggunaan secara terus-menerus akan menyebabkan iritasi
pada kulit. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan sabun cair penyanitasi
berbasiskan ekstrak ampas kopi untuk memperbaiki kondisi higiene pekerja industri
pangan sebagai alternatif penggunaan klorin. Ampas kopi yang telah dilaporkan
memiliki komponen bioaktif seperti fenolik, kafein, dan melanoidin, merupakan
senyawa antimikroba yang baik terutama terhadap bakteri Gram positif seperti
Staphylococcus aureus yang banyak terdapat di tangan. Ampas kopi dikeringkan
dengan oven sampai kadar air kurang dari 13% (b.k.), lalu diekstrak dengan metode
microwave-assisted extraction dengan air sebagai pelarut dan perbandingan ampas
kopi kering dan air 1:10. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak terhadap
Staphylococcus aureus ditentukan dengan metode dilusi cair, kemudian ekstrak
ampas kopi ditambahkan pada basis sabun dengan konsentrasi 1 KHM dan 2 KHM
(4% dan 8% v/v). Kemampuan sabun berbasiskan ekstrak ampas kopi dalam
mereduksi Staphylococcus aureus dan total mikroba diuji dengan menggunakan
metode swab. Ekstrak ampas kopi yang didapatkan dari metode Microwave-
Assisted Extraction (MAE) menghasilkan rendemen sebesar 748.48% dan KHM
terhadap Staphylococcus aureus adalah 4%. Penelitian menunjukkan bahwa sabun
berbasis ekstrak ampas kopi dapat mereduksi Staphylococcus aureus dan total
mikroba sebesar 1.26 log CFU/cm2 dan 0.47 log CFU/cm2. Untuk meningkatkan
efektivitas ekstrak ampas kopi sebagai antimikroba, beberapa hal dapat dilakukan,
seperti peningkatan durasi ekstraksi, konsentrasi ekstrak ampas kopi yang
ditambahkan pada sabun dasar, jumlah sabun yang digunakan atau durasi kontak
dengan sabun.
Kata kunci: Ampas kopi, antimikroba, higiene pekerja, sabun cuci tangan,
Staphylococcus aureus
ABSTRACT
Personal hygiene is the main key in food safety and hand-washing is the main
concern. Chlorine is one of the chemicals widely used in food industry for
sanitizing, but repetitive use of chlorin could result in skin irritation. The aim of
this study is to develop an alternative sanitizer to substitute the use of chlorine by
formulating liquid hand soap with spent coffee ground (SCG) extract. SCG has been
reported to contain bioactive compounds such as phenolic, caffeine, and melanoid
which are good antimicrobial agents especially for Gram positive bacteria such as
Staphylococcus aureus commonly found in hands. SCG was dried in an oven until
less than 13% moisture content (dry basis). Microwave-Assisted Extraction (MAE)
method is used to extract the dried SCG with water as the solvent (dried SCG and
water ratio 1:10). Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of the extract to inhibit
the growth of Staphylococcus aureus is determined with broth dilution method and
SCG extract was added to liquid soap base at concentrations of 1 MIC and 2 MIC
(4% and 8% v/v). Swab method is used to observe the ability of liquid hand soap
with SCG extract to reduce Staphylococcus aureus and total microbes. Spent coffee
ground extract is obtained with MAE with a yield of 748.48% and MIC of the extract
to inhibit the growth of Staphylococcus aureus is 4%. This study showed that liquid
hand soap with spent coffee ground extract is able to reduce Staphylococcus aureus
and total microbes with log reduction of 1.25 log CFU/cm2 and 0.47 log CFU/cm2.
While spent coffee ground extract in soap is potential to be used as antimicrobes,
there is a need to improve its effectivity.
Keywords: Spent coffee ground, antimicrobes, personal hygiene, liquid hand soap,
Staphylococcus aureus
FORMULASI DAN EFEKTIVITAS SABUN CAIR
PENYANITASI DENGAN EKSTRAK AMPAS KOPI DALAM
MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmatNya sehingga penelitian serta penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Agustus 2017 di Laboratorium
Mikrobiologi PAU Fateta IPB, Laboratorium Seafast Center, dan beberapa
laboratorium analisis di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Pada
penelitian ini, penulis mencari konsentrasi hambat minimum ekstrak ampas kopi
untuk menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, kemudian
memformulasikannya menjadi sabun cair penyanitasi dan menguji efektivitasnya.
Penelitian ini berjudul “Formulasi dan Efektivitas Sabun Cair Penyanitasi dengan
Ekstrak Ampas Kopi untuk Menghambat Pertumbuhan Staphylococcus aureus.”
Dalam penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang sangat membantu penulis
dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis sampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Orang tua tercinta yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Kakak tercinta serta keluarga dan kerabat yang senantiasa memberikan doa
serta dukungan semangat kepada penulis.
3. Prof Dr Ir Ratih Dewanti Hariyadi, MSc selaku dosen pembimbing I
4. Dr Ir Hanifah Nuryani Lioe, MSi selaku dosen pembimbing II
5. Dr Ir Sukarno, MSc selaku dosen penguji
6. Dr Ir Feri Kusnandar, MSc selaku ketua departemen ITP IPB
7. Seluruh dosen, staf, dan karyawan program studi Teknologi Pangan.
8. Fina Meiriska, selaku partner lab seperjuangan saya yang tidak henti
memberikan motivasi kepada penulis.
9. Sahabat serta rekan-rekan seperjuangan tercinta yang tak henti memberikan
dukungan dan motivasi kepada penulis.
10. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Praditta Ayu
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
1 Metode penelitian 7
2 Metode pembuatan ekstrak ampas kopi 8
3 Absorbansi ekstrak ampas kopi (420 nm) pada beberapa durasi 14
ekstraksi yang menunjukkan tingkat kecoklatan hasil ekstraksi
4 Staphylococcus aureus perbesaran 1000x 16
5 Koloni Staphylococcus aureus pada media BPA + EYT 16
6 Tabung hasil uji KHM yang menunjukkan perbedaan tingkat 17
kekeruhan antara kontrol dan tabung yang diberi ekstrak ampas kopi
(EAK) 4 atau 8% (v/v)
7 Foaming ability sabun berbasis EAK 20
8 Pengaruh ekstrak ampas kopi (EAK) yang diaplikasikan dalam 23
sabun cair penyanitasi terhadap jumlah koloni Staphylococcus
aureus (A) dan total mikroba (B) di tangan sebelum dan setelah
pencucian tangan dengan sabun dasar dan klorin 20 ppm sebagai
pembanding
9 Reduksi Staphylococcus aureus (A) dan total mikroba (B) setelah 24
mencuci tangan dengan ekstrak ampas kopi, dengan sabun dasar
dan klorin 20 ppm sebagai pembanding
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Keracunan pangan merupakan masalah yang selalu menjadi isu utama dalam
kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
Berdasarkan laporan tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia (BPOMRI) tahun 2014, dari total 47 kejadian luar biasa keracunan
pangan, 31 (66%) kasus disebabkan oleh mikroba, dan dari 31 kasus tersebut 12
(39%) disebabkan oleh cemaran Staphylococcus aureus (BPOMRI 2014). Pada
tahun 2015, dari total 61 kasus, 27 (44%) kasus disebabkan oleh mikroba, dan dari
27 kasus tersebut 3 (11%) disebabkan oleh cemaran bakteri patogen yang sama
(BPOMRI 2015). Data tersebut merupakan sedikit gambaran bahwa mikroba
merupakan salah satu penyebab utama kejadian luar biasa keracunan pangan di
Indonesia dan Staphylococcus aureus berkontribusi terhadap permasalahan
tersebut.
Higiene dan sanitasi memegang peranan penting dalam aspek keamanan dan
kesehatan pangan. Berbagai masalah kontaminasi dapat diatasi apabila higiene dan
sanitasi terlaksana dengan baik. Perilaku pekerja di industri pangan berperan besar
dalam mencapai hal tersebut. Centers for Disease and Control Prevention
menyebutkan bahwa masalah higiene pekerja berkontribusi terhadap 19% kasus
keracunan pangan di Amerika Serikat dan menempati posisi kedua setelah suhu
penyimpanan pangan tidak tepat yang berkontribusi sebesar 37% (FDA 2009). Area
yang menjadi perhatian utama jika membicarakan masalah higiene pekerja adalah
pencucian tangan. Mencuci tangan dengan benar dapat secara signifikan
mengurangi transmisi patogen dari tangan ke pangan atau benda-benda lainnya
(Michaels et al 2004).
Peningkatan taraf hidup dan pergeseran gaya hidup masyarakat Indonesia telah
mendorong terjadinya pergeseran dalam pola konsumsi kopi. Pada tahun 2006,
masyarakat Indonesia mengkonsumsi sebanyak 165 juta kg kopi dan pada tahun
2016 meningkat menjadi 270 juta kg kopi (Statista 2017). Hal ini menjadi salah satu
penyebab menjamurnya kedai kopi beberapa tahun belakangan ini sebagai salah
satu upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dampak dari semakin banyak
kedai kopi adalah semakin banyak pula limbah yang dihasilkan. Ampas kopi, yang
merupakan limbah utama dari proses penyeduhan kopi, biasanya dibuang dan
dibiarkan menjadi pupuk. Namun, proses dekomposisi yang lama akan
menyebabkan permasalahan lingkungan. Memberi nilai tambah dan mengurangi
permasalahan lingkungan merupakan hal yang memotivasi beberapa orang untuk
memanfaatkan kembali ampas kopi. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
ampas kopi masih mengandung sejumlah komponen bioaktif yang memiliki
aktivitas antioksidan dan antimikrobial (Mussatto et al 2011). Komponen-
komponen seperti fenolik, kafein, dan melanoidin diyakini merupakan agen
antimikrobial yang baik, terutama dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram
positif seperti Staphylococcus aureus (Monente et al 2015).
2
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
pada ampas kopi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti varietas kopi,
penanganan pra dan pasca panen, performa alat penyeduhan (Cruz 2011) dan
metode ekstraksi (Chirinos 2011).
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat
berdiameter 0,7-1,2 µm, fakultatif anaerob, dan tidak membentuk spora. Bakteri ini
tumbuh pada suhu optimum 37°C. Sebagian bakteri Staphylococcus merupakan
6
flora normal pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada
manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. Enterotoksin
dari Staphylococcus aureus dapat menyebabkan keracunan makanan. Waktu onset
dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh
dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan
keracunan adalah 1,0 µg/g makanan. Gejala keracunan ditandai oleh rasa mual,
muntah-muntah, dan diare yang hebat tanpa disertai demam (Jawetz et al 1995).
Menurut Syahrurachman et al (2010) klasifikasi Staphylococcus aureus adalah
sebagai berikut:
Ordo : Eubacteriales
Famili : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies: Staphylococcus aureus
METODE
Penelitian dilakukan selama 4 bulan yaitu dari bulan Mei 2017 sampai Agustus
2017 di Laboratorium Mikrobiologi SEAFAST dan Laboratorium Mikrobiologi
PAU Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian terbagi menjadi lima, yaitu bahan
untuk pembuatan ekstrak ampas kopi, persiapan kultur, penentuan Konsentrasi
Hambat Minimal (KHM), pembuatan sabun cair penyanitasi, dan uji efektivitas
sabun cair penyanitasi dengan ekstrak ampas kopi untuk menurunkan total mikroba
dan Staphylococcus aureus pada tangan. Bahan untuk pembuatan ekstrak ampas
kopi antara lain, kopi arabika yang telah disangrai dengan derajat penyangraian
light roast (180°C-205°C) yang didapatkan dari Malabar Mountain Coffee Bogor,
kertas saring Hario V60, dan air. Bahan untuk persiapan kultur antara lain, kultur
Staphylococcus aureus dari koleksi SEAFAST Center, Trypticase Soy Broth (TSB)
Oxoid, Trypticase Soy Agar (TSA) Oxoid, Baird-Parker Agar (BPA) Oxoid + egg
yolk tellurite (EYT), akuades, kristal violet, lugol, alkohol, dan safranin. Bahan
untuk penentuan KHM adalah Buffer Phosphate Water (BPW) Oxoid 0.1%, kultur
Staphylococcus aureus, Nutrient Broth (NB) Oxoid, dan ekstrak ampas kopi. Bahan
untuk pembuatan sabun cuci tangan antara lain sabun dasar cair merk Banaransoap
(Indonesia) (komposisi : air, minyak kelapa, KOH, minyak biji bunga matahari,
minyak biji kastor, gliserin, C6H8O7), ekstrak ampas kopi, dan H3PO4. Bahan untuk
uji efektivitas sabun cair penyanitasi dengan ekstrak ampas kopi adalah klorin 20
ppm, swab steril, BPW 0.1%, Nutrient Agar (NA) Oxoid, dan BPA + EYT.
7
Alat
Alat yang digunakan untuk pembuatan ekstrak ampas kopi antara lain,
timbangan, grinder Latina 600N (Yang Chia Machine Works, Taiwan), Hario
Dripper V60 VD-02 (Hario, Jepang), Hario Kettle Buono VKB-70HSV (Hario,
Jepang), termometer, cawan alumunium, oven 105°C seri 9000 (Thermolyne,
USA), desikator, gelas piala, microwave R-222-Y 399 watt (Sharp, Indonesia), alat
sentrifugasi tipe Z383K (Hermle Labortechnik, Jerman), tabung sentrifugasi,
spektrofotometer model UV-2450 (Shimadzu Corporation, Jepang), tabung reaksi,
dan pipet mohr. Alat yang digunakan untuk persiapan kultur antara lain, ose,
bunsen, tabung reaksi, gelas objek, dan mikroskop. Alat yang digunakan untuk
penentuan KHM antara lain, tabung reaksi, mikro pipet, dan inkubator goyang
model Excella E25 (New Brunswick Scientific, USA). Alat yang digunakan untuk
formulasi sabun cair penyanitasi adalah pipet, gelas piala, gelas ukur, gelas
pengaduk, pH meter, dan piknometer. Alat yang digunakan uji efektivitas sabun
cair penyanitasi dengan ekstrak ampas kopi adalah cawan petri dan tabung reaksi.
Metode Penelitian
M1 x V1 = M2 x V2
11
Keterangan:
M1 = konsentrasi ekstrak ampas kopi (100%)
M2 = konsentrasi ekstrak ampas kopi yang diinginkan (%)
V1 = volume ekstrak ampas kopi yang diperlukan (mL)
V2 = volume total campuran NB, ekstrak ampas kopi, kultur bakteri = 5 mL
Keterangan:
Volume kultur = 50 μl kultur dari kultur 107 CFU/mL
Jumlah awal kultur bakteri yang digunakan adalah sekitar 105 CFU/mL (CLSI
2012). Tabung kontrol hanya berisi campuran medium NB dan kultur bakteri.
Tabung yang telah berisi ketiga bahan tersebut kemudian divortex dan diinkubasi
dalam inkubator bergoyang pada suhu 37°C, kecepatan 130 rpm selama 24 jam.
Komposisi bahan pada setiap tabung terdapat pada lampiran 3. Nilai KHM
dinyatakan sebagai konsentrasi pertama atau terendah dari ekstrak ampas kopi yang
terlihat tidak terdapat pertumbuhan bakteri (tidak terdapat kekeruhan) setelah masa
inkubasi selama 24 jam. Penentuan nilai KHM ini dilakukan dengan
membandingkan tabung uji terhadap tabung kontrol.
ρ = WS / WA
Keterangan:
ρ = bobot jenis sampel
WS = massa jenis sampel (g/mL)
WA = massa jenis akuades (g/mL)
Uji efektivitas sabun cair pencuci tangan dalam menurunkan total mikroba dan
jumlah Staphylococcus aureus pada tangan dilakukan menggunakan metode swab
yang dijelaskan oleh Okareh dan Erhahon (2015) dengan sedikit modifikasi.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan total mikroba dan jumlah
Staphylococcus aureus yang terdapat pada tangan sebelum dicuci dan setelah
dicuci. Untuk itu dibuat beberapa sampel tangan : tangan yang dicuci dengan
larutan klorin 20 ppm, tangan yang dicuci dengan sabun tanpa ekstrak ampas kopi,
dan sampel tangan yang dicuci dengan sabun cair ekstrak ampas kopi 1 KHM dan
2 KHM. Pencucian tangan dilakukan dengan cara mengusapkan 1.5 mL sampel (1
pump) pada telapak tangan dengan luasan yang telah ditentukan sebanyak 10 kali
usap selama kurang lebih 10 detik kemudian membilasnya dengan air mengalir
selama 20 detik kemudian dikering anginkan. Sampel tangan yang dicuci dengan
larutan klorin 20 ppm bertujuan membandingkan efektivitas kerja sabun dengan
kerja klorin 20 ppm pada tangan. Penghitungan jumlah bakteri menggunakan
metode hitungan cawan (plate count method) dengan cara tuang (pour plate
method). Pengujian dilakukan dengan 1 kali ulangan dan plating dilakukan duplo.
Pengujian dimulai dengan memasukkan kepala tangkai swab steril ke dalam
tabung reaksi berisi 10 ml Buffered Peptone Water (BPW) 0.1% dan kelebihan
cairan dibuang dengan menekan kepala swab pada dinding dalam tabung.
Selanjutnya, dibuat pola luasan permukaan pada telapak tangan dengan luasan 2 x
2 cm2. Kepala swab ditempelkan pada permukaan yang akan diuji dengan sudut
30°, kemudian kepala swab diusapkan dengan memutar perlahan ke seluruh
permukaan uji. Pengusapan pada area yang sama dilakukan sebanyak 5 kali. Kepala
swab kemudian dimasukkan kembali ke dalam tabung reaksi berisi larutan BPW
dan divorteks selama 2 menit. Selanjutnya kepala swab diperas kembali di dinding
dalam tabung dan sebagian ujung tangkai lidi dari swab dipatahkan untuk dibuang.
Kepala swab tersebut direndam dalam tabung BPW dan mulut tabung reaksi
ditutup. Selanjutnya dilakukan pengenceran sedemikian sehingga jumlah koloni
yang tumbuh pada cawan NA dan BPA + EYT berada pada kisaran 25-250 koloni.
Pengkulturan dalam medium NA berfungsi untuk menghitung total mikroba yang
tumbuh, sedangkan dalam medium BPA + EYT untuk menghitung jumlah
13
Staphylococcus aureus yang tumbuh. Setelah semua agar dalam cawan petri
memadat, cawan-cawan petri tersebut diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37
°
C selama 24 jam dengan posisi cawan terbalik. Terakhir, jumlah koloni yang
tumbuh dihitung dan hasilnya dilaporkan dalam jumlah mikroorganisme
(CFU/cm2).
Beberapa sampel antara sebelum mencuci tangan dan sesudah mencuci tangan
kemudian dibandingkan untuk menghitung jumlah mikroba dan jumlah
Staphylococcus aureus yang tumbuh pada cawan petri. Koloni Staphylococcus
aureus pada media BPA + EYT dicirikan berbentuk bulat, licin, halus, cembung,
lembab, berdiameter 2-3 mm, berwarna abu-abu hingga hitam pekat, dikelilingi
batas berwarna terang, serta dikelilingi zona keruh dengan batas luar berupa zona
bening (Ash 2000).
Pembuatan ekstrak ampas kopi terdiri dari pembuatan ampas kopi arabika
dengan derajat penyangraian light roast, pengeringan ampas kopi, dan ekstraksi
ampas kopi dengan metode Microwave Assisted Extraction (MAE). Pembuatan
ekstrak ampas kopi dilakukan di ACDT Coffeeshop Bogor, laboratorium
mikrobiologi PAU IPB dan laboratorium mikrobiologi dan kimia SEAFAST.
4.00000 3.32288
Absorbansi
3.00000
2.12814
2.00000
1.00000
0.00000
3 M E3 N I T 5
5 MENIT 7 M E7N
IT
Durasi microwave (menit)
Gambar 3 Absorbansi ekstrak ampas kopi (420 nm) pada beberapa durasi
ekstraksi yang menunjukkan tingkat kecoklatan hasil ekstraksi
15
0.5% +++
1.0% ++
2.0% +
4.0% -
8.0% -
4% Kontrol 4% 4% 2% 8% Kontrol 8%
terekstrak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Monente (2015), KHM dari
ekstrak ampas kopi adalah 0.5% (v/v). Sedangkan menurut Sousa et al (2015) KHM
dari ekstrak ampas kopi adalah 0.1 % dan menurut Aprilia (2015), KHM dari
ekstrak ampas kopi adalah 12.5%. Monente menggunakan metode soxhlet untuk
mengekstrak ampas kopi dan hasil soxhlet diekstrak menggunakan filter coffee
maker kemudian dilakukan liofilisasi (penyimpanan beku) sampai sampel akan
digunakan. Metode penentuan KHM yang digunakan oleh Monente adalah broth-
dilution method. Sousa et al (2015) menggunakan metode aqueous extraction untuk
mengekstrak ampas kopi dan penyimpanan dengan liofilisasi. Metode penentuan
KHM yang digunakan adalah broth-dilution method. Aprilia (2013) menggunakan
metode microwave-assisted extraction untuk mengekstrak ampas kopi (daya
microwave 800 watt; 4 menit) dan penyimpanan dengan refrigerasi (4°C). Metode
broth-dilution digunakan untuk penentuan KHM.
Tabel 2 Hubungan metode ekstraksi ampas kopi dengan nilai KHM yang ditetapkan
dengan metode broth-dilution
Metode ekstraksi Metode KHM KHM Referensi
ampas kopi & (%v/v)
penyimpanan ekstrak
Soxhlet, ekstraksi Broth-dilution 0.5 Monente (2015)
dengan filter coffee
maker, liofilisasi
liofilisasi. Hal ini disebabkan oleh komponen bioaktif yang terkandung pada
ekstrak yang disimpan dengan teknik liofilisasi tidak terdegradasi karena lamanya
penyimpanan sehingga lebih stabil.
Komponen fenolik seperti asam klorogenat dan kafein banyak ditemukan pada
kopi. Komponen fenolik lainnya seperti tanin, lignin, dan antosianin juga
ditemukan dalam jumlah yang relatif sedikit (Farah et al 2006). Asam klorogenat,
kafein, dan tanin telah dipelajari memiliki aktivitas antimikrobial. Derajat
penyangraian kopi turut berkontribusi terhadap total komponen fenolik yang
terkandung dalam kopi. Sehingga aktivitas antimikrobial kopi salah satunya
dipengaruhi oleh derajat penyangraian. Semakin tinggi derajat penyangraian,
jumlah komponen fenolik seperti asam klorogenat akan menurun (Bita et al 2005).
Derajat penyangraian light roast akan memiliki aktivitas antimikrobial yang lebih
baik dari dark roast. Oleh karena itu, biji kopi dengan derajat penyangraian light
roast dipilih dalam penelitian ini.
Pada umumnya terdapat empat mekanisme agen antimikrobial dalam
menghadapi infeksi bakteri, (1) mengganggu sintesis dinding sel, (2) mencegah
sintesis protein, (3) interferensi sintesis asam nukleat, (4) mencegah metabolism
bakteri (Neu 1992). Mekanisme antimikrobial komponen fenolik terkait dengan
inaktivasi enzim selular mikroorganisme dan perubahan permeabilitas
membrannya (Moreno et al 2006). Oleh karena itu, efektivitas aktivitas
antimikrobial dari komponen fenolik dipengaruhi oleh struktur permukaan sel
mikroba. Umumnya, bakteri Gram positif seperti Staphylococcus aureus lebih
rentan terhadap aktivitas komponen fenolik dibanding Gram negatif (Karaca 2011).
Hal ini dikarenakan kompleksitas struktur permukaan sel dari bakteri Gram negatif
dibandingkan dengan Gram positif. Staphylococcus aureus memiliki dinding sel
yang sangat tipis jika dibandingkan dengan bakteri Gram positif lainnya (Hugo
1999) sehingga lebih sensitif terhadap agen antimikrobial.
Sabun + EAK 4% 96 4
Sabun + EAK 8% 92 8
20
Viskositas dari sabun dasar adalah 79 cP, tidak memenuhi standar yang
ditetapkan oleh SNI yaitu 500-20000 cP. Namun, sabun dapat diaplikasikan sebagai
sabun foam karena memiliki foaming ability (Gambar 7).
Kualitas Sabun: pH
Uji pH (derajat keasaman) merupakan salah satu syarat mutu sabun cair. Hal
tersebut karena sabun cair kontak langsung dengan kulit dan dapat menimbulkan
masalah apabila pH-nya tidak sesuai dengan pH kulit. Secara umum produk sabun
cair memiliki pH yang cenderung basa (Kasenda et al 2016). Pengukuran pH
dilakukan 2 kali karena hasil pengukuran pertama tidak memenuhi standar sabun
cair yang ditetapkan oleh SNI yaitu memiliki pH 6-8, sehingga harus ditambahkan
asam fosfat dan pH nya diukur ulang. Hasil pengukuran pH tertera pada Tabel 4.
Keterangan:
pH awal = sebelum penambahan asam fosfat
pH akhir = setelah penambahan asam fosfat
Asam fosfat merupakan asam anorganik, yaitu asam yang tidak berasal dari
makhluk hidup. Asam fosfat tidak beracun dalam bentuk encer dan sering
digunakan sebagai pH-adjuster. Asam fosfat dipilih sebagai pH-adjuster dalam
penelitian ini karena tidak menghambat pertumbuhan mikroba, lain halnya dengan
asam organik seperti asam sitrat, asam laktat, atau asam asetat, yang merupakan
substansi antimikrobial. Digunakan asam yang tidak memiliki kemampuan
antimikrobial agar penghambatan mikroba disebabkan oleh ekstrak, dan bukan
21
karena asam yang ditambahkan. Penambahan asam fosfat tidak mengubah profil
dan foaming ability dari sabun.
reduksi yang paling rendah yaitu tidak mencapai 1 log reduksi. Sabun dengan
ekstrak ampas kopi 8% memiliki tingkat reduksi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan sabun dengan ekstrak ampas kopi 4% yang reduksinya tidak mencapai 1
log. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi ekstrak ampas kopi yang terkandung dalam
sabun. Ekstrak ampas kopi mengandung komponen antimikrobial seperti kafein,
asam klorogenat dan komponen fenolik lain yang telah terbukti dapat menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus berdasarkan hasil uji KHM yang telah
dilakukan sebelumnya. Sehingga sabun dengan ekstrak ampas kopi yang lebih
banyak akan memiliki tingkat reduksi Staphylococcus aures lebih tinggi. Urutan
tingkat reduksi Staphylococcus aureus dari yang tertinggi sampai yang terendah
adalah klorin, sabun dengan ekstrak ampas kopi 8%, sabun dengan ekstrak ampas
kopi 4%, dan sabun dasar.
Gambar 8 (B) menunjukkan bahwa semua sampel mampu mereduksi total
mikroba pada tangan. Sabun dasar memiliki tingkat reduksi yang paling rendah
yaitu mereduksi total mikroba dari 5.89 menjadi 5.75 log CFU/cm2. Klorin
memiliki tingkat reduksi yang paling tinggi yaitu mereduksi total mikroba lebih dari
4 log. Sabun dengan ekstrak ampas kopi 8% memiliki tingkat reduksi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sabun dengan ekstrak ampas kopi 4%, walaupun
tingkat reduksinya tidak mencapai 1 log. Urutan tingkat reduksi total mikroba dari
yang tertinggi sampai yang terendah adalah klorin, sabun dengan ekstrak ampas
kopi 8%, sabun dengan ekstrak ampas kopi 4%, dan sabun dasar.
Dari Gambar 8 terlihat bahwa klorin mereduksi Staphylococcus aureus dan
total mikroba dengan tingkat reduksi yang paling tinggi. Terlihat pula bahwa
tingkat reduksi semua sampel (kecuali klorin) pada uji total mikroba lebih rendah
dibandingkan pada uji Staphylococcus aureus. Salah satu penyebabnya adalah
ekstrak ampas kopi efektif untuk menghambat Staphylococcus aureus dan bakteri
Gram positif lainnya, namun tidak efektif untuk menghambat bakteri Gram negatif.
Mekanisme antimikrobial komponen fenolik pada ampas kopi terkait dengan
inaktivasi enzim selular mikroorganisme dan perubahan permeabilitas
membrannya (Moreno et al 2006) sehingga berhubungan dengan struktur bakteri.
Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang lebih sederhana dengan jumlah
peptidoglikan yang relatif banyak. Dinding sel bakteri Gram negatif memiliki
peptidoglikan yang lebih sedikit dan secara struktural lebih kompleks, membran
bagian luar pada dinding sel Gram negatif mengandung lipopolisakarida (Campbell
et al 2002). Dinding sel bakteri Gram negatif mempunyai membran luar yang kaya
akan lipid sebagai pencegah keluarnya enzim dan mencegah masuknya bahan kimia
dari luar dan enzim yang merusak sel (Suharni et al 2008). Dari Gambar 8 dapat
dilihat juga bahwa basis sabun kurang efektif dalam menghambat total mikroba
ataupun Staphylococcus aureus, sehingga perlu ditambahkan komponen
antimikroba lain agar lebih efektif.
23
3.15 log dengan perlakuan 1 pump sabun antimikroba “Gardnier Kiss My Self
Foaming Hand Wash” dan tereduksi 3.83 log saat perlakuan 2 pump sanitaiser yang
sama. Jenis agen desinfektan yang digunakan juga berpengaruh terhadap tingkat
reduksi. Serattia marcescens akan mengalami reduksi sebesar 3.15 log dengan
sabun antimikroba “Dial Complete Foaming Antimicrobial Hand Soap with 0.46%
Triclosan” dan reduksi sebesar 0.88 log dengan sabun non-antimikroba “Gardnier
Kiss My Self Foaming Hand Wash”.
Gambar 9 Reduksi Staphylococcus aureus (A) dan total mikroba (B) setelah
mencuci tangan dengan sabun cair penyanitasi mengandung
ekstrak ampas kopi, dengan sabun dasar dan klorin 20 ppm
sebagai pembanding
25
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ahadi MR. 2003. Kandungan Tanin terkondensasi dan Laju Dekomposisi pada
Serasah Daun Rhizospora mucronata pada Ekosistem Tambak
Tumpangsari, Purwakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ajandouz EH, Puigserver A. 1999. Nonenzymatic browning reaction of essential
amino acids : effect of pH on caramelization and maillard reaction
kinetics. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 47: 1786-1793.
AOAC. Official methods of analysis. Washington: Association of Official
Analytical Chemists; 2012.
Aprilia AA. 2013. Aktivitas antimikroba dan antioksidan hasil ekstraksi gelombang
mikro ampas kopi dari provinsi Chiang Rai, Thailand [Skripsi]. Bogor
(ID): IPB.
Ash. 2000. Efektifitas Daya Hambat Staphylococcus. Surakarta (ID): Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Bernard M, Kraehenbuehl K, Rytz A, Roberts D. 2005. Interactions between
volatile and nonvolatile coffee components. Journal of Agricultural
and Food Chemistry. 53(11): 4417-4425.
Bita MG, Preda M. 2005. The effect of temperature and roasting degree on the total
phenolic content of coffee brews. Scientific Study and Research. 6(2):
239-242.
Borrelli RC, Visconti A, Mennella C, Anese M, Fogliano V. Chemical
characterization and antioxidant properties of coffee melanoidins.
Journal of Agricultural and Food Chemistry. 50(22): 6527-6533.
[BPOMRI]. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2014.
Laporan Tahunan BPOMRI 2014. [terhubung berkala].
www.pom.go.id/new/index.php/browse/laporan_tahunan/21-02-
2007/21-02-2017/1 [15 Februari 2017].
[BPOMRI]. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2015.
Laporan Tahunan BPOMRI 2015. [terhubung berkala].
www.pom.go.id/new/index.php/browse/laporan_tahunan/21-02-
2007/21-02-2017/1 [15 Februari 2017].
27
Bradbury AGW, Balzer HH. 2002. Acid precurors in roast coffee extract. In
Proceedings of Cost Action 919 – Melanoidins in food and health
Napoli, Italy and Dresden, Germany. Pp 15-23.
Brady, James E. 1994. Chemistry : Matter and Its Changes. New York (US) : John
Wiley & Sons Inc.
Bremer PJ, Fletcher GC, Osborne C. 2004. Staphylococcus aureus. New Zealand
Institute for Crop & Food Research Limited, New Zealend.
[CAC]. Codex Alimentarius Commissions. 2011. Guidelines for Risk Analysis of
Foodborne Antimicrobial Resistance CAC/GL 77. [terhubung
berkala]. www.fao.org/input/download/standards/.../CXG_077e.pdf
[20 Februari 2017].
Calinescu I, Ciuculescu C, Popescu M, Bajenaru S, Epure G. 2001. Microwave
assisted extraction of active principles from vegetal material.
Romanian International Conference on Chemistry and Chemical
Engineering. 12: 1-6.
Campbell EA, Muzzin O, Chlenov M, Sun JL, Olson CA, Weinman O, Trester-
Zedlitz ML, Darst SA. Structure of the bacterial RNA polymerase
promoter specificity sigma subunit. Molecular Cell. 9: 527-539.
Chirinos R, Rogez H, Campos D, Pedreschi R, Larondelle Y. 2007. Optimization
of extraction conditions of antioxidant phenolic compounds from
mashua (Tropaeolum tuberosum) tubers. Separation and Purification
Technology. 55: 217-225.
Chotanakoon K. 2013 Antioxidant and Antimicrobial Activities of Spent Coffee
Residues. Technology of Management of Agricultural Produces and
Packaging, School of Agro-Industry, Mae Fah Luang University.
[CLSI]. Clinical and Laboratory Standards Institute. 2012. Methods for dilution
antimicrobial susceptibility tests for bacteria that grow aerobically.
Approved Standard-Ninth Edition. 32(2): 52.
Cruz JM, Mource A, Franco D, Dominguez JM, Sineiro J, Dominguez H, Nunez
MJ, Parajo JC. 2011. Natural antioxidants from residual sources. Food
Chemistry. 72: 145-171.
28
Cueva C, Victoria MM, Martin AP, Bills G, Fransisca VM, Basilio A, Lopez RC,
Requena T, Rodriguez J, Bartolome B. 2010. Antimicrobial activity
of phenolic acids against commensal, probiotic and pathogenic
bacteria. Research in Microbiology. 161(5): 372-382.
Cynthia. 2014. Efektivitas sanitaiser komersial untuk menginaktivasi bakteri
patogen dan biofilm [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Daglia M, Papetti A, Aceti C, Sordelli B, Spini V, Gazzani G. 2007. Isolation and
determination of alpha-dicarbonyl compounds by RP-HPLC-DAD in
green and roasted coffee. Journal of Agricultural and Food Chemistry.
55(22): 8877-8882.
Depkes RI. 2010. Modul Kursus Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman.
Jakarta (ID) : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Ditjen PPM
& PLP.
Dimpudus SA, Yamlean PV, Yudistira A. 2017. Formulasi sediaan sabun cair
antiseptik ekstrak etanol bunga pacar air (Impatiens balsamina L.) dan
uji efektivitasnya terhadap bakteri Staphylococcus aureus secara in
vitro. Jurnal Ilmiah Farmasi. 6(3): 208-215.
Dwintasari V. 2010. Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada ayam suwir serta
korelasinya dengan status kebersihan tangan pekerja dan praktik
penanganan di warung bubur ayam [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Farah A, Paulis T, Moreira DP, Trugo LC, Martin PR. 2006. Chlorogenic acids and
lactones in regular and water-decaffeinated Arabica coffees. Journal
of Agricultural and Food Chemistry. 54: 374-381.
FDA Retail National Food Team. 2009. FDA Report on the Occurrence of
Foodborne Illness Risk Factors in Selected Institutional Foodservice,
Restaurant, and Retail Food Store Facility Types. [terhubung berkala]
https://www.fda.gov/Food/GuidanceRegulation/RetailFoodProtectio
n/FoodborneIllnessRiskFactorReduction/ucm224321.htm[15Februari
2017].
Fessenden RJ, Fesssenden JS. 1997. Kimia Organik. Jakarta (ID) : Erlangga.
29
Freeman J, Freeman C, Duggan T. 2012. The Blue Bottle Craft of Coffee : Growing,
Roasting, and Drinking, with Recipes. Berkeley (USA) : Ten Speed
Press.
Fuls JL, Rodgers ND, Fischler GE, Howard J, Patel M, Weidner PL, Duran MH.
2008. Alternative hand contamination technique to compare the
activities of antimicrobial and nonantimicrobial soaps under different
test conditions. Applied and Environmental Microbiology. 74(12):
3739-3744.
Higdon JV, Frei B. 2006. Coffee and health : a review of recent human research.
Critical Reviews in Food Science and Nutrition. 46: 101-123.
Hugo WB. 1999. Disinfection mechanisms : In Principles and Practice of
Disinfection, Preservation and Sterilization, 3rd edn, pp. 258-283.
Oxford (UK) : Blackwell Science.
International Coffee Organization. 2012. Total Production and Domestic
Consumption of Coffee in The World.
http://www.ico.org/new_historical.asp/section=Statistics [10 Februari
2017].
Jain T, Jain V, Pandey W, Vyas A, Shukla S. 2009. Microwave assisted extraction
for phytoconstituents- An overview. Asian Journal of Research in
Chemistry. 2(1): 19-25.
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA et al. 1995 Mikrobiologi Kedokteran Edisi ke-
20. Jakarta (ID) : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Karaca C. “Evaluation of Natural Antimicrobial Phenolic Compounds Against
Foodborne Pathogens: (2011). University of Kentucky Master’s
Thesis. Paper 652.
Kasenda J, YamLean P, Astuty W. 2016. Formulasi dan pengujian aktivitas
antibakteri sabun cair ekstrak etanol daun ekor kucing (Acalypha
hispida Burm.F) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi. 5(3): 40-47.
Kubo A, Lunde CS, Kubo I. 1995. Antibacterial activity of the olive oil flavor
compounds. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 40(6): 999-
1003.
30
Otten. 2014. V60 Hario – Alat Seduh Kopi Pour Over untuk Seduhan Kopi Terbaik.
[terhubung berkala]. https://majalah.ottencoffee.co.id/v60-hario-alat-
seduh-kopi-pour-over-untuk-seduhan-kopi-terbaik/. [31 Januari 2017]
Prescott ML, Harley J, Donald P, Klein A. 1999. Microbiology 2nd Edition. New
York (US) : C. Brown Publishers.
Purnawijayanti HA. 2001. Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Jakarta (ID) : Kanisius.
Puro I. 2012. Kajian aktivitas antibakteri daun gatel (Laportea Decumana (Roxb.
Wedd.) dan daun benalu cengkeh [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Ramalakshmi K, George S, Rao L. 2008. A Perception of Health Benefits on
Coffee. Food Science and Nutrition. 45(5).
Roller S, Lusengo J. 1997. Developments in natural food preservatives. Agro Food
Industry Hi Tech 7: 22-25.
Shrivastava SB. 1982. Soap, Detergent and Parfume Industry. New Delhi (IN) :
Small Industry Research Institute.
[SNI]. Badan Standarisasi Nasional. 1994. Sabun Mandi. [terhubung berkala].
http://www.scribd.com/doc/42403029/SNI-06-3532-1994-Sabun-
mandi [16 Februari 2017].
Snyder OP. 2004. A “Safe Hands” hand wash program for retail food operation.
Hospitality Institute of Technology and Management, Minnesota.
[terhubung berkala] http://www.hi-tm.com/Documents/Safehands.pdf
[31 Januari 2017].
Sousa C, Gabriel C, Cerqueira F, Manso MC, Vinha AF. 2015. Coffee industrial
waste as a natural source of bioactive compounds with antibacterial
and antifungal activities. The Battle Against Microbial Pathogens :
Basic Science, Technological Advances and Educational Programs
(A. mendez-Vilas, Ed.).
[Statista]. Statista The Statistics Portal. 2017. Total Coffee Consumption in
Indonesia from 1990 to 2016. [terhubung berkala].
https://www.statista.com/statistics/314982/indonesia-total-coffee-
consumption/ [16 Februari 2017].
32
Suharni TT, Nastiti SJ, Soetarto A. 2008. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta (ID) :
Universitas Atma Jaya Yogyakarta press.
Suryawati RW. 2004. Penggunaan Klorin 20 ppm dan Alkohol 70% sebagai
Sanitaiser dalam Proses Cuci Tangan Untuk Pengendalian Jumlah
Staphylococcus aureus dan Koliform pada Tangan. [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana, IPB.
Syahrurachman A, Chatim A et al. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi
Revisi. Jakarta (ID): Binarupa Aksara Publisher.
Tatini SR, Hoover DG, Lachica V. 1984. Methods for The Microbiological
Examination of Food. Speck, M. L. (Ed). American Public Health
Assoc. Washington DC.
Tokimoto T, Kawasaki N, Nakamura T, Akutagawa J, Tanada S. 2005. Removal of
lead ions in drinking water by coffee grounds as vegetable biomass.
Journal of Colloid and Interface Science. 281: 56-61.
Upadhyay R, Ramalakshmi K, Jagan L. 2012. Microwave assisted extraction of
chlorogenic acids from green coffee beans. Food Chemistry. 130: 184-
188.
Wen X, Takenaka M, Murata M, Homma S. 2004. Antioxidative activity of a zinc-
chelating substance in coffee. Bioscience, Biochemistry, and
Biotechnology. 68(11): 2313-2318.
33
LAMPIRAN
Lampiran 4 Cawan pada Uji Efektivitas Sabun Cair Penyanitasi dengan Ekstrak Ampas
Kopi terhadap Koloni Staphylococcus aureus Sebelum (kiri) dan Setelah
Mencuci Tangan Setelah Inkubasi Selama 24 Jam dengan Media BPA +
EYT
Sabun +
Sabun dasar EAK 4%
Sabun + Klorin
EAK 8%
36
Sabun +
Sabun dasar EAK 4%
Sabun +
EAK 8% Klorin
37
RIWAYAT HIDUP