Materi ini merupakan materi yang akan saya sajikan besok siang pada seminar
Pharmapreneurship bagi adik – adik Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi
Surakarta. Tentu tidak ada salahnya jika saya bagikan juga kepada anda. Siapa tahu
anda juga butuh suplemen materi ini ? Selamat menikmati, semoga menunya sesuai.
Jika kita mencoba menulis pada selembar kertas putih, deretan nama orang
terkaya di Indonesia yang kita ketahui, maka sangat menakjubkan sekali bahwa
mereka rata – rata berlatar belakang dari seorang usahawan. Para usahawan atau
yang lebih dikenal sebagai entrepreneur ini ternyata para manusia yang luar biasa.
Mereka bukan orang yang tidak pernah gagal, namun mereka adalah orang – orang
yang tidak pernah menyerah atas kegagalannya.
Saat ini masih sangat jarang kita ketahui entrepreneur yang berasal dari latar
belakang dunia farmasi. Padahal segala produk farmasi merupakan most needed
product, dimana hampir seluruh masyarakat menggunakan produk tersebut, baik
dalam bentuk jasa maupun barang. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa market
share produk farmasi sangat tinggi. Kondisi ini malah lebih banyak ditangkap oleh
mereka yang bukan berasal dari latar belakang pendidikan kefarmasian. Bukankah
mudah sekali kita temukan apotek yang pemiliknya bukan farmasis ? Bukankah tidak
terlalu sulit untuk menemukan para pebisnis obat tradisional yang tidak memiliki latar
belakang farmasi ? Bukankah selama ini bisnis penyaluran produk farmasi juga
didominasi oleh mereka yang tidak memiliki pendidikan bidang obat ? Lantas kemana
dan dimana mereka, para ahli farmasi yang seharusnya menahkodai bidang ini ?
Ternyata mereka saat ini lebih banyak tiarap dari medan pertempuran bisnis yang
sangat menantang ini.
Menurut anda, apa yang membedakan antara entrepreneur sebagai orang yang
sukses dengan orang biasa ? Perbedaan yang mendasar terletak pada mindset (pola
pikir) antar keduanya. Setiap diri anda tentu memiliki sebuah kepercayaan atas jalan
hidup yang akan ditempuh. Sekumpulan kepercayaan yang mampu mempengaruhi
sikap, tindakan, perilaku, keputusan dan masa depan inilah yang kita namakan
sebagai mindset. Sedemikian pentingnya mindset ini, maka tak ayal bila kita harus
waspada terhadap pola pikir, karena ini akan mempengaruhi ucapan. Kita harus
waspada terhadap ucapan, karena ini akan mempengaruhi perbuatan. Kita harus
waspada terhadap perbuatan, karena ini akan mempengaruhi kebiasaan. Kita harus
waspada terhadap kebiasaan, karena ini akan mempengaruhi karakter. Kita harus
waspada terhadap karakter, karena ini akan mempengaruhi masa depan.
Sebenarnya, pola pikir inilah yang membentuk kepercayaan & keyakinan anda
hingga anda menjadi seperti saat ini. Ketika keyakinan anda untuk melakukan sesuatu
tidak maksimal, maka tindakan anda-pun tidak akan maksimal. Tindakan yang tidak
maksimal ini akan membuat potensi kita juga kurang maksimal. Dengan potensi yang
kurang maksimal, maka hasil yang didapat juga tidaklah maksimal. Namun sebaliknya,
bila keyakinan kita maksimal dalam melakukan sesuatu hal, maka tindakan kita juga
akan maksimal. Tindakan yang maksimal akan melahirkan potensi dan hasil yang
maksimal juga. Inilah yang dinamakan sebagai siklus setan dan siklus malaikat.
Mindset seperti apakah yang dimiliki oleh para entrepreneur sehingga mereka
bisa menjadi orang yang sukses ? Lantas apa yang membedakannya dengan mindset
orang biasa ?. Orang yang sukses senantiasa memiliki nilai tambah (added value),
sedangkan orang biasa tidak / sedikit sekali memiliki nilai tambah. Faktor kunci untuk
memenangkan persaingan adalah sebuah nilai tambah, baik dalam hal bisnis, karir
bahkan jodoh. Nilai tambah berarti kelebihan yang telah anda miliki dan tidak dimiliki
oleh pesaing maupun orang lain. Nilai tambah yang paling mengesankan, menurut
saya adalah sebuah track record dan prestasi yang anda miliki. Apabila kita bisa
menjaganya, maka minimal anda telah memiliki daya saing secara individu untuk
menang. Ketika anda menjadi pemenang sebuah kompetisi debat, maka ini berarti
bahwa anda memiliki nilai tambah dalam hal debat, itu adalah contoh kecilnya.
Mindset orang yang sukses selanjutnya adalah, mereka senantiasa memiliki
faktor kali. Sedangkan orang biasa tidak memilikinya. Setelah menyadari sebuah nilai
tambah, maka orang yang sukses akan segera mengalikan nilai tambah yang
dimilikinya. Faktor kali berarti membuat sebuah duplikasi. Contoh : Sadar memiliki
kemampuan dalam hal debat, maka anda segera membuat sebuah short course untuk
para purchaser order (bagian pengadaan) agar mereka memiliki ketrampilan menawar
yang baik. Selain itu, anda mencoba membuat tulisan untuk dikirimkan ke berbagai
koran maupun tabloid terkait kemampuan anda tersebut. Ini merupakan bentuk faktor
kali, dimana satu kemampuan anda telah terduplikasi ke beberapa fitur produk
yakni short course, tulisan di koran, dan tulisan di tabloid.
Orang sukses juga memiliki mindset berpikir besar, sedangkan orang biasa
selalu berpikir kecil. Setiap orang memiliki impian. Orang biasa yang memiliki impian
dan disaat impian tersebut tidak sesuai keuangan mereka, maka ia akan menurunkan
impian mereka. Sedangkan orang yang sukses, mereka akan meningkatkan
pendapatan untuk meraih impian tersebut.
Mindset orang sukses selalu luar biasa, karena mereka sadar betul bahwa
siklus hidup manusia selalu berjalan pasti. Mereka tidak ingin gagal dan tergilas dalam
siklus tersebut. Siklus kehidupan manusia secara garis besar akan menghubungkan 3
buah kurva, yakni kesehatan, penghasilan dan biaya hidup. Siklus ini dimulai dari
proses kelahiran hingga tutup usia, dengan segala pernak - perniknya semisal :
pernikahan, terbentuknya keluarga muda, memiliki rumah, pendidikan untuk anak, dan
masa pensiun. Segala proses kehidupan dalam siklus tersebut layaknya sebuah
keranjang batu di atas papan yang ditopang dengan kedua tangan. Apa jadinya bila
kedua tangan penopang tersebut dilepas ? Keranjang batu tersebut akan jatuh
berantakan. Batu dalam keranjang itu ibarat beban & biaya hidup. Para entrepreneur
sadar bahwa keranjang batunya harus tetap diatas dan jangan sampai jatuh
berantakan.
Kita akan melihat perbedaan antara orang miskin, golongan menengah (kaum
konsumtif) dan para entrepreneur dalam mengelola arus uang (cash flow) mereka
untuk menopang ”keranjang batu”. Orang miskin selalu menggunakan pendapatan
(income) mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (expense) saja.
Sedangkan golongan menengah, mereka
menggunakan income untuk expense sekaligus menutup kewajiban (liabilitas) yang
terkadang belum begitu dibutuhkan. Para entrepreneur sangat cerdas untuk hal ini,
mereka menggunakan income untuk expense, namun sisanya akan mereka
investasikan dalam aset. Melalui aset ini akan dihasilkan income tambahan yang salah
satunya akan digunakan untuk membayar liabilitas yang memang mendukung untuk
memaksimalkan aset tersebut. Aset yang maksimal akan
menghasilkan income maksimal,income ini akan diinvestasikan menjadi aset baru lagi.
Aset baru akan melahirkan income, dan terus diinvestasikan menjadi aset. Ini akan
bergulir secara terus – menserus. Dengan cara inilah entrepreneur memiliki aset yang
banyak, sehingga mereka menjadi kaya karena biaya expense tetap dan income terus
meningkat.
Sekarang bagaimana rahasia agar bisa menjadi entrepreneur di bidang farmasi
(pharmapreneur), misalnya saja pharmapreneur apotek ? Ini adalah beberapa trik-nya :
a. Modal sebisa mungkin Rp 0,-
b. Dapatkan lebih, lebih dan lebih lagi...
c. Gunakan gaya ABC (Anything But Cash)
d. Hindari Over Promise, Under Delivery
Agar trik itu mujarab, maka anda perlu menghindari mental contra-preneur dan harus
semaksimal mungkin membiasakan mental entrepreneur. Beberapa yang termasuk
mental contra-preneur : menunggu segalanya siap, win – lose, fokus pada keuntungan
pribadi saja, banyak beralasan, dll. Sedangkan mental entrepreneur yang perlu
dikembangkan, diantaranya : membuat segalanya siap, berjiwa besar, fokus pada
solusi, banyak bertindak daripada beralasan, dll. Are you ready to be pharmapreneur ?.
Adanya kemauan yang kuat, independen, praktis, tegas dan produktif merupakan
beberapa sisi positif dari tipe PENGUASA. Sedangkan bila dilihat dari sisi
negatifnya, ia akan dominan, keras kepala, pemarah, dan puas akan hasil.
MOTIVASI
Hal yang menjadi motivasi customer bertipe PENGUASA adalah hasil / result.
Untuk itulah biasanya tipe ini memerlukan pelayanan yang bersifat segera, serba
cepat, dan terasa jelas manfaat yang didapatnya.
HOBI
Tipe penguasa lebih banyak untuk menghasilkan ide atau gagasan, dengan
demikian ia lebih tertarik untuk menjadi pemimpin.
OBROLAN
Bila staf atau pengelola Apotek menemui customer tipe PENGUASA, beberapa
obrolan ini akan cenderung menarik perhatian mereka, antara lain : masalah bisnis,
pekerjaan, ekonomi, profit, produk, dan fakta lapangan.
CARA MENGHADAPI
Di satu sisi, mungkin orang akan rela mengeluarkan uang ratusan ribu
hingga jutaan rupiah hanya sekadar untuk lunch di Hotel Peninsula. Apakah hal ini
termasuk sesuatu yang valuable ? Jika orang tersebut mampu merasakan
keramahan, lezatnya sajian lunch, dan nyamannya suasana hotel berkelas bintang
maka hal itu tentu saja vaulable.
Deskripsi diatas menggambarkan bahwa value bukan didasari atas mahal
atau murahnya nilai uang, namun value lebih menitikberatkan pada benefit. Tidak
peduli suatu jasa atau produk itu harganya mahal atau murah, jika memang
benefitnya ada bagi customer, maka itu adalah value. Jika customer telah
merasakan value yang diberikan, feedback yang akan diterima tentu saja adalah
sebuah harga yang layak. Dengan demikian value dapat didefinisikan sebagai
benefit yang akan diterima customer dibagi dengan biaya yang dikeluarkan.
1. Arus produk bersifat top down (atas ke bawah) dari pihak apotek sampai ke
customer melalui staf apotek dan apoteker
2. Arus dana bersifat buttom up (bawah ke atas) dari customer ke pihak apotek
melalui staf apotek dan apoteker
3. Arus informasi bersifat reversible (atas ke bawah maupun sebaliknya) baik dari
customer ke pihak apotek serta sebaliknya, melalui staf apotek dan apoteker.
Pharmapreneur dan pebisnis apotek tak jarang juga menemui nama suatu PBF di
daerah tertentu namun tidak ditemui nama PBF tersebut di daerah lainnya. Hal ini
memang wajar adanya, karena PBF ada yang bersifat lokal dan nasional (utama).
PBF LOKAL
Keberadaan PBF lokal biasanya hanya meliput satu daerah tertentu saja. Dengan
demikian, apotek yang berada di luar ring daerah tersebut tidak akan terliput oleh
PBF tersebut. Alasan adanya PBF lokal ini sebenarnya dikarenakan daya jangkau
PBF utama tidak mencukupi daerah tersebut untuk diliputnya. Untuk membentuk
kepanjangan tangan, agar produk prinsipal tetap terdistribusi merata, maka PBF
utama akan menggandeng beberapa PBF lokal tersebut. PBF lokal ini memiliki
kerjasama dengan PBF utama dan biasanya tidak berhubungan kontrak langsung
dengan principal. Keberadaan stock dan aneka program promo yang dijalankan
biasanya akan dikontrol oleh PBF utama. Selain itu, adanya
beberapa principal lokal juga sering memanfaatkan keberadaan PBF lokal ini. Hal
ini tentu saja dengan pertimbangan adanaya efisiensi biaya distribusi.
Peliputan daerah yang luas ke seluruh penjuru tanah air dan adanya perwakilan
kantor cabang di tiap area menjadikan suatu PBF tersebut bersifat nasional.
Biasanya principalyang bonafid akan mempercayakan produknya ke PBF
semacam ini. Principal juga berharap bahwa berbagai item produknya akan
terdistribusi merata ke seluruh pelosok nusantara. Dengan
demikian principal tersebut akan mengukuhkan posisinya dalam
memperebutkan market share yang ada. Keuntungan bagi apotek dalam
berhubungan dengan PBF utama adalah adanya jaminan ketersediaan produk, dan
kemudahan prosesreturn (pengembalian) produk. Selain itu, kepastian produk
tersebut adalah produk asli tentu tak perlu diragukan lagi. Hal ini karena
memang supply produk PBF utama berasal dari gudang principal secara langsung.
Disisi lain, principal biasanya dalam membuat program promo akan bekerjasama
dengan PBF utama, sehingga bagi apotek yang loyal akan mendapatkan beragam
program promo.
Reaks
i:
Ilustrasi diatas mungkin akan semakna dengan kondisi di lingkungan bisnis apotek,
dimana suatu saat penilaian kinerja staf hanya didasarkan atas asumsi belaka.
Namun ketika ditanya lebih lanjut, misalnya : apa ukuran kinerjanya turun dan
seberapa besar nilai penurunannya ? Tentu tidak semua personel mampu
menjelaskan ini dengan komprehensif. Nah…disinilah masalahnya. Terkadang kita
latah, membuat pernyataan suatu kinerja staf menurun tanpa ada data yang
mendukung pernyataan kita. (Awas…klo ntr kena pasal pencemaran nama baik
lo..xixixixi).
DATA
Organisasi bisnis apotek yang sehat dalam menilai kinerja staf apoteknya tentu
tidak akan bersifat subyektif. Untuk memenuhi hal ini, tentu cara – cara tradisional /
konvensional harus ditinggalkan. Si bos-lah yang paling berkuasa dalam penilaian
harus dihindari. Penilaian kinerja staf apotek harus didasarkan atas informasi yang
lengkap dan akurat. Kelengkapan & akurasi informasi tersebut harus mampu
mengakomodasi jenis penialian kinerja staf apotek yang dibidik. Darimanakah
informasi itu akan diproleh ? Data. Yes...data adalah sumber untuk mendapatkan
sebuah informasi. Data dapat dimaknai sebagai sekumpulan fakta yang terkumpul
sebagaimana adanya, dapat berbentuk angka, kata – kata, maupun citra (model).
Jika data dapat diterjemahkan demikian, maka sebuah data sebenarnya adalah
raw material (bahan mentah yang belum diolah). Agar data tersebut dapat
bermakna, maka data (baik yang berwujud angka, kata – kata, citra / model) harus
diolah terlebih dahulu. Data yang telah diolah menjadi sesuatu yang bermakna ini
dinamakan informasi.
INFORMASI
Informasi yang baik tentu akan memberikan sebuah pemahaman atas suatu fakta
yang telah terjadi. Informasi adalah data yang telah distrukturkan dengan
menggunakan suatu metode tertentu, sesuai dengan kepentingannya untuk
mendapatkan sebuah pembelajaran atas suatu fakta. Dengan demikian, suatu
informasi yang salah bisa disebabkan karena data yang disajikan memang salah.
Ketidakmengertian seseorang atas perbedaan data dan informasi inilah yang
sering menyebabkan suatu penilaian bersifat subyektif.
Berikut akan saya sajikan beberapa beberapa contoh data dan informasi yang
dapat menggambarkan perbedaan di antara keduanya.
Reaks
i:
Para pharmapreneur & pebisnis apotek sekalian, tentu sudah tidak asing bahwa
saat ini banyak bisnis apotek yang mengusung brand dengan tagline : ”komplit”.
Bahkan taglineinilah yang seakan – akan menjadi mantra ampuh pemikat para
pasien untuk berbelanja kebutuhan kesehatan & obat ke sana. Sebenarnya kondisi
yang lebih tepat untuk apotek tersebut bukan komplit, namun ia cerdas dalam
manajemen pengadaan. Coba deh periksa…apakah benar – benar komplit ?
Silahkan dibuktikan !. Jika ternyata tidak komplit 100 %, kenapa berani
pasang tagline “komplit” ? Yah...namanya aja mantra, harus punya daya pikat
dong...
Ngomongin soal komplitnya produk di sebuah bisnis apotek, tentu tak akan lepas
dengan kegiatan pengadaan (purchase order). Pengadaan apotek merupakan
sebuah pesanan pembelian yang disertai dengan dokumen resmi oleh pembeli
(apotek) kepada penjual (sales person), yang menunjukkan jenis, jumlah, dan
kesepakatan harga produk serta jasa penjualan yang diberikan oleh penjual (sales
person) kepada pembeli. Pengadaan akan dikatakan sempurna bila barang yang
telah dipesan telah diterima pembeli secara sah. Meilhat difinisi tersebut, ternyata
pengadaan bukan sekadar hanya masalah pembelian semata. Ada beberapa kata
kunci yang patut dicatat, antara lain : dokumen resmi berupa SP (Surat
Pesanan), sales person, jenis, jumlah, harga, jasa, sampai penerimaan barang.
Nah...kata – kata kunci itulah yang menjadi pedoman dan harus diperhatikan dalam
sebuah pengadaan apotek. Di berbagai kasus, tak jarang bagian pembelian apotek
hanya berkonsentrasi pada harga saja, dimana didalamnya termaktub jumlah
diskon, TOP (Term Of Payment) dan tingkat mahal-murahnya suatu produk. Jika ini
yang terjadi, maka bagian pembelian tersebut harus segera bertobat, dan sarankan
untuk mampir ke warung BISNIS APOTEK (he..he..). Spesifikasi kecepatan
penghantaran perlu juga diperhatikan. Jasa layanan atas proses pengiriman,
sistem return dan komplain atas pesanan juga layak untuk dipertimbangkan.
HUKUM PARETO
Pharmaprenuer & pebisnis apotek dituntut untuk menjaga liquiditas kas (cash flow)
dengan baik. Disisi lain, produk yang ada di apotek juga harus tersedia sedemikian
rupa sehinggaforecasting akurat & tidak terjadi OOS (Out Of Stock). Pada artikel
sebelumnya, dengan judul : “How Much Stock ?” telah saya tekankan bahwa
salah satu trik agar forecastingakurat, maka para pharmapreneur dan pebisnis
apotek harus berperan sebagai demand-driven daripada forecast-driven. Udah lupa
? Atau belum baca ? Boleh koq artikel itu diintip lagi. Dari pada nanti malah
bingung lo…yakin deh, tengok dulu lah ;)
Hukum pareto buah karya Vilfredo Pareto ini awalnya digunakan pada bidang
sosio-ekonomi, yang saat itu menyatakan bahwa sebagian besar kekayaan
populasi orang Italia hanya dikuasai oleh sekelompok kecil dari populasi tersebut.
Namun karena sedemikian dinamisnya hukum ini, maka saat di implantasi untuk
keperluan pengadaan apotek ternyata juga masih cocok. Dengan demikian, hukum
pareto dapat dimaknai sebagai kelompok terkecil yang memiliki dampak terbesar.
Pertanyaan selanjutnya : bagaimana bentuk implantasi hukum pareto pada
pengadaan apotek agar cash flow berjalan dengan baik dan ketersediaan produk
juga terhindar dari OOS ? Untuk menjawab ini, mari berselancar terlebih dulu untuk
memahami suatu analisis yang dikenal dengan analisis ABC.
ANALISIS ABC
Untuk menemukan kelompok terkecil yang memiliki dampak terbesar pada hukum
pareto, maka perlu dilakukan analisis ABC. Makna analisis ABC yaitu metode
pengelompokan data, berdasar peringkat nilai tertinggi hingga terendah, yang
terbagi atas 3 kelompok : A, B dan C.
A 10 - 20 % 60 - 70 %
B 20% 20%
C 60 - 70 % 10 - 20 %
Berdasar formula diatas, telah terlihat bahwa kelompok produk A dengan total
SKU / item yang hanya berkisar antara 10 – 20 % telah berhasil membukukan nilai
penjualan terbesar pada kisaran 60 – 70 % dari total penjualan keseluruhan.
Sebaliknya, kelompok produk C dengan total SKU / item yang meruah, sekitar 60
– 70 % dari total produk yang ada di apotek hanya berhasil berkontribusi dengan
nilai penjualan terkecil, sekitar 10 – 20 %.
Reaks
i:
Sungguh saya sangat terperangah membaca sebuah publikasi dari J.D Power &
Associates 2010 U.S National Pharmacy Study, dengan tajuk : “As Consumers
Shoulder More Healthcare Expenses, Cost Increasingly Drives Overall Customer
Satisfaction with Pharmacies”. Dalam publikasi hasil penelitian yang melibatkan
jaringan apotek, supermarket dan merchandiser massal itu tertuang bahwa ternyata
performa baik yang dimiliki sebuah gerai apotek (layanan farmasi) belum tentu identik
dengan harga yang rendah. Performa terbaik sebuah gerai apotek tersebut dihasilkan
atas fokus layanan yang memiliki kepuasan tertinggi terhadap pasien &
pelanggannya. Layanan pelanggan dengan performa tinggi tersebut ternyata masih
mengalahkan harga, bahkan dalam lingkungan di mana biaya semakin penting
untuk dipertimbangkan. Artinya, harga sebenarnya bukan faktor kunci untuk
sebuah pelayanan, tetapi harga akan menjadi faktor kompetitif yang layak
dipertimbangkan pada sektor produk. Ada 6 parameter yang dinilai untuk melihat
performa sebuah gerai apotek dikatakan The Best atau The Rest, yakni :
pengalaman menyeluruh pasien / pelanggan, gerai apotek, staf apotek, apoteker,
biaya, pemesanan / pelayanan resep & produk. Seolah – olah hasil penelitian yang
dipublikasikan di California 21 September 2010 ini membuat para pharmapreneur
maupun pebisnis apotek harus segera sadar bahwa sesungguhnya kunci
“peperangan” bisnis apotek bukan pada produk, melainkan layanan. J.D Power &
Associates merupakan salah satu perusahaan global yang menyediakan jasa
informasi marketing dengan 280 kantor yang tersebar di 40 negara.
Publikasinya itu loh…menurut saya sangat inspiratif banget ! Jika demikian, maka
seharusnya layanan farmasi di apotek bisa menjadi profit centre baru kan ?, selain
penjualan obat dan aneka alat kefarmasian lainnya. Salah satu layanan farmasi itu,
yang paling sederhana mungkin konsultasi. Pharmapreneur dan pebisnis apotek
sekalian, tentu ide saya itu akan memunculkan sebuah pertanyaan : ”lantas
bagaimana cara menghitung tarif konsultasi di apotek jika hal ini akan dijadikan
sebuah profit centre ?”.
Jika membicarakan sebuah tarif, terutama untuk jasa konsultasi tentu akan sedikit
mengalami kesulitan karena bentuknya yang tidak berwujud dan tidak
terkuantifikasi. Namun demikian, untuk mempermudah ide saya ini, akan
digunakan 2 prinsip yang sangat sederhana dalam penentuan sebuah tarif
konsultasi di apotek ini, yakni : berdasar biaya dan persepi.
BERDASAR BIAYA
Cara menghitung tarif konsultasi di apotek yang menggunakan cara ini didasarkan
atas penghitungan biaya yang telah dikeluarkan dan akan dikeluarkan dalam
membuat profit centre layanan konsultasi. Setelah itu, ditentukan target
pelanggan / pasien yang dicanangkan akan memakai jasa konsultasi di apotek.
Dan terakhir, dibuat estimasi minimal waktu yang dibutuhkan untuk
pengembalian biaya yang dikeluarkan tersebut.
Sebagai contoh :
Biaya yang dikeluarkan untuk membuat area konsultasi dengan kondisi sangat
bersahabat penuh kenyamanan adalah Rp 10 juta. Untuk mendukung layanan ini,
diperlukan akses telepon dengan biaya pulsa Rp 100 ribu/bulan. Target
pelanggan / pasien yang dibidik untuk konsultasi adalah 5 orang/hari, dimana
layanan konsultasi akan dibuka selama 25 hari penuh/bulan. Dalam jangka waktu
2 tahun diharapkan layanan konsultasi ini sudah bisa menjadi profit centre baru
bagi apotek. Berapa biaya tarif konsultasi di apotek tersebut agar layanan itu
menjadi sebuah profit centre ?
BERDASAR PERSEPSI
Bila letak apotek berada di tempat strategis, misal di seputar perumahan elit, maka
jangan sampai membuat nilai tarif konsultasi apotek tersebut terkesan murahan.
Untuk mewujudkan persepsi ini, pasien harus mendapatkan pengalaman terbaik
dari layanan konsultasi apotek. Selain itu, para staf apotek dituntut aktif untuk
menciptakan personal brand yang kuat dan berorientasi pada konsultasi apotek
tersebut. Dari konsistensi langkah ini, muara akhirnya adalah sebuah kepercayaan
pasien / pelanggan kepada apotek. Untuk itu harus ada komitmen, bahwa
penguasaan product knowledge harus baik dan personel apotek harus mudah
ditemui oleh pasien / pelanggan. Bukalah komunikasi pada pasien yang telah rela
memanfaatkan layanan ini, bahkan pasca konsultasi harus tetap terjalin komunikasi
intens. Dari langkah ini, buatlah sebuah skala kepuasan pasien / pelanggan dan
konversi terhadap tarif konsultasi profesi medis yang lain (misal : dokter).
Sejatinya, kepuasan pasien tak mampu kita nilai dengan nominal uang.
Bahkan dalam lingkungan di mana biaya semakin penting untuk
dipertimbangkan. Begitulah J.D Power & Associates menuliskan dalam salah
satu publikasinya. Jadi, tertantang untuk memulai layanan konsultasi di
apotek berbasis profit centre ?
Reaks
i:
Apa yang anda rasakan saat akan ceck in di hotel ? Muncul sebuah situasi yang
begitu menyenangkan, nyaman dan semua terasa begitu mempesona. Semenjak
masuk keparking area, petugas security yang dahulu dikonotasikan harus tampil
garang, sekarang dituntut untuk mengobral senyuman. Belum sempat turun dari
mobil, sudah disambut lagi dengan senyuman, ucapan selamat datang, penawaran
bantuan oleh security di lobbyhotel. Berjalan menuju lobby-pun, ada seorang door-
man yang siap menyambut di pintu kedatangan. Belum juga sempat mengobrol
dengan recepsionist, ada yang menawarkanwelcome drink, sambil
mempersilahkan duduk di area tertentu jika kondisi sedang banyak antrian (bahkan
ada pelayanan yang sangat memoriable, sebuah hotel pelayannya menyembah
seperti adegan prajurit kerajaan saat akan bertemu seorang raja. Hanya untuk
memberikan kunci hotel & kupon breakfast, bener – bener dahsyat…!). Disana juga
sudah disediakan majalah, koran, televisi, bahkan tak jarang pula live
music dengan penyanyi yang sedap dipandang plus suara merdu sengaja
disuguhkan untuk menemani suasana santai para tamu (dijamin tambah
wow !). Setelah ceck in dan akan menuju ke kamar, sudah ada orang yang
bersedia mengantar sebagai penunjuk jalan menuju kamar yang telah dipesan.
Tentu masih dengan senyum, ramah dan komunikatif untuk mencairkan suasana.
Tanpa disadari, alam bawah sadar pun merasa tersentuh, dan titik akhirnya uang
tips rela dikeluarkan dengan tulus ikhlas sebagai dampak penyambutan yang
mengagumkan tersebut. Itulah sejatinya sebuah empati, suatu peristiwa yang
memberikan kesan istimewa, merasuk alam bawah sadar untuk turut merasakan
atas suatu perlakuan sehingga timbul respon timbal balik. Bagaimana jika empati
semacam hotel tersebut dibawa ke ranah pelayanan pasien di bisnis apotek ?
Memberikan simpati pada pasien bukan sekadar diawali dengan senyum, bukan
sekadar bersikap ramah, juga bukan sekadar saat pasien datang berkunjung ke
apotek saja. Memang benar bahwa senyum, sikap ramah dan sopan saat ada
pasien yang berkunjung ke apotek merupakan awal yang baik untuk membentuk
sebuah simpati. Namun, jika hanya berhenti disitu saja, hal itu belumlah seberapa.
Simpati hanyalah sebuah awal menuju empati. Agar mampu memberikan empati
pada pasien / pelanggan apotek, maka perlakuan yang disajikan harus dilakukan
dengan detail, langkah per langkahnya. Empati harus mampu memberikan solusi
secara total bagi pasien / pelanggan apotek. Bila ada pasien / pelanggan apotek
yang datang, maka tugas staf apotek untuk memberikan solusi secara menyeluruh.
Bukan hanya sekadar memilihkan obat belaka, namun juga memperhatikan
kenyamanannya saat membeli obat, penyesuaian harganya, bahkan kondisi
setelah borobat juga penting menjadi perhatian. Staf apotek harus mampu
memposisikan diri layaknya pasien / pelanggan yang ingin dilayani, diberi simpati
dan empati sebagai pasien di apotek. Langkah – langkah kecil seperti anggukan,
melihat letak sakit, memegang, dan menanyakan kondisi penyakit merupakan nilai
plus dalam memulai sebuah empati. Langkah – langkah seperti ini akan secara
tidak langsung mendorongpersonal brand staf apotek di mata pasien / pelanggan.
Melalui langkah tersebut, pasien / pelanggan apotek akan merasakan feel
good terhadap staf apotek, bukan terhadap obatnya. Karena ternyata pasien
akhirnya tidak sadar, bahwa ia membeli sebuah rasa, bukan hanya obat belaka.
Rasa nyaman, rasa percaya diri, rasa ingin sembuh dan rasa kebersamaan walau
ia didera sakit. Sekian rasa itulah yang sebenarnya dibeli pasien. Jika ini bisa
diwujudkan, maka staf apotek telah berhasil dalam convert feel good ke feel great.
Bagaimana merubah hal yang sederhana, feel good menjadi feel great agar
memberikan empati yang spektakuler bagi pasien ? Empat langkah sederhana
berikut ini layak untuk diperhatikan :
Perhatikan secara seksama, terkadang tidak jarang staf apotek yang hanya
berpenampilan ala kadarnya. Rambut kurang tersisir rapi, baju lumayan kumal,
bercak keringat dan muka tidak semangat. Secapek apapun, usahakan penampilan
fresh. Bila capek & kurang semangat, segera cuci muka, menyisir rambut dan
sedikit parfum tentu akan menutup kekurangan di mata pasien. Pelanggan akan
menilai dari kesan pertama. Tiga menit awal adalah waktu yang riskan untuk
penilaian penampilan bagi staf apotek.
2. Mengetahui selera pasien / pelanggan
Harus dilatih cara berkomunikasi & pemilihan kalimat yang tepat, diucapkan pada
kondisi yang tepat pula, saat berbincang – bincang dengan pasien. Pada
prinsipnya, buatlah kondisi pasien tidak tersinggung dan perbincangan tersebut
berjalan nyaman. Misal : pasien yang datang memiliki masalah jerawat. Bahasa
dalam perbincangan untuk menghilangkan konotasi jerawat itu bisa diperhalus
menjadi : ”Wajah Ibu memiliki bentuk oval yang sempurna. Dan memang hanya
perlu kesabaran yang sedikit saja agar bintik kecil ini tidak mengganggu
penampilan Ibu. Cukup oleskan 2 kali sehari siang dan sore setelah mandi pada
kondisi kering, tentu wajah Ibu akan kembali sempurna sesuai penampilan yang
Ibu dambakan. Rutin selama 2 minggu, dan nanti akan kita lihat hasilnya bersama
- sama”. Ingatlah bahwa setiap orang pada dasarnya suka disanjung. Dengan
merubah konotasi jerawat menjadi bintik kecil, tentu akan membuat nyaman pasien
/ pelanggan apotek.
i:
Timnas sepakbola Indonesia saat ini sedang gencar menebar aroma sihir bagi
rakyat di negeri ini. Ditengah carut – marutnya Indonesia, sang negara ”adidaya”
yang saat ini sedang sakit, pada lini olahraga sepakbola telah membuktikan diri,
bahwa mereka layak disebut tim garuda sejati. Jauh lebih sehat diantara sekian
organ tubuh sakit yang menghinggapi Indonesia. Bayangkan...Malaysia diganyang
5 – 1, Laos juga dicukur gundul 6 – 0. Sungguh performa yang luar biasa !
Sederetan bintang mulai bermunculan dari sini, sebut saja : Okto, Firman Utina,
Gonzales, dan yang saat ini jadi ”David Beckham”-nya Indonesia, Irfan Bachdim
(yg ini nih, cewek pada demen !). Mereka begitu menawan menjalani peran dalam
struktural posisi di organisasi lapangan hijau. Semua pada posisi masing – masing
sesuai desain strukturalnya. Hasilnya, Malaysia & Laos menjadi tumbal bagi
bangkitnya garuda dari stadion gelora Bung Karno beberapa hari terakhir ini (walau
di atas kertas Laos unggul, tapi kan sepakbola diatas rumput..so prediksi diatas
kertas lewat bung..!!!).
JOB REQUIREMENT
JOB DESCRIPTION
Makna job description yaitu sebuah pemaparan tentang apa, mengapa dan
bagaimana suatu jabatan atau pekerjaan struktur organisasi apotek tersebut
seharusnya dilakukan. Jika dicermati, job description ini hanya menjelaskan proses
kerja yang seharusnya dikerjakan oleh sebuah pemangku jabatan. Disini tidak
terlihat adanya pihak yang dilayani atau pihak yang seharusnya dipuaskan dari
deskripsi kerja yang dilakukan. Demikian pulaoutput (hasil kerja) & input, belum
tergambar dalam komponen ini.
JOB ROLES
Job roles memiliki arti sebuah penjelasan mengenai tujuan jabatan dalam struktur
organisasi apotek tersebut diciptakan, apa yang menjadi konstribusi spesifik
sebuah jabatan, bagaimana dampaknya jika jabatan tersebut ditiadakan dan
mengapa jabatan tersebut dibutuhkan. Ilustrasi jabatan struktur apotek mencakup
narasi lengkap yang mengambarkan posisi di dalam organisasi, ruang lingkup
pekerjaan, tanggung jawab, aktivitas, keterhubungan aktivitas bisnis apotek,
tantangan dan informasi lain yang terkait dengan jabatan dalam struktur organisasi
apotek tersebut.
”Sesuatu yang tidak terukur, tidak bisa dianalisa. Sesuatu yang tidak bisa
dianalisa, tidak bisa dievaluasi. Sesuatu yang tidak bisa dievaluasi, tidak
bisa diperbaiki”
Reaks
i:
“Apa bedanya sih ?”. Penasaran kan ? Lets ceck it out…Perbedaan analisis TOWS
dengan analisis SWOT merupakan perbedaan sebuah cara pandang (Ngemeng –
ngemeng, di Bukan Empat Mata, itu sering disebut Mind Set ! hehe..). Pada bisnis
apotek, analisis SWOT yang dilakukan biasanya berlandaskan kondisi yang terjadi
”saat ini” atau bahkan ”masa lalu”. Perlu dibuktiin nih ?...boleh di tes, sediakan
masing – masing waktu 1 menit. Satu menit pertama untuk menuliskan sebanyak
mungkin tentang strenght yang anda miliki, dan satu menit berikutnya untuk
menuliskan sebanyak mungkin weakness-nya. Lihat dan bandingkan, hampir
dipastikan jumlah strenght yang tertulis akan lebih banyak dibandingkan
dengan weakness-nya. Strenght yang telah disebutkan tadi begitu banyak tertulis
karena menggunakan cara pandang ”saat ini” atau bahkan ”masa lampau” yang
telah dilalui (ingin mengenang kejayaan masa lalu yach..hehe).
Sedangkan weaknesstertulis lebih sedikit karena bias pada pandangan ke
belakang, yang cenderung memaafkan atas kelemahan – kelemahan yang ada,
bahkan sampai terlupakan. Nah..disinilah titik masalahnya, analisis SWOT yang
dimulai dengan strenght & weaknessyang cenderung menggunakan titik tolak ”saat
ini” atau ”masa lalu”, sungguh tidak relevan untuk menyambut ”masa depan”.
Sekarang rasakan bedanya dengan analisis TOWS. Analisis ini dimulai dari
sebuah threat(ancaman) & opportunity (peluang) yang secara tidak langsung akan
memaksa untuk mulai berorientasi pada ”masa depan”. Terlebih lagi bila secara
nyata threat itu sangat mengancam, pasti deh akan mencari peluang – peluang
untuk masa depan. Tentu analisis TOWS ini lebih obyektif untuk menyusun strategi
– strategi bisnis apotek menuju sengitnya sebuah kompetisi. Berikut tersaji
contoh mapping analisis TOWS untuk sebuah bisnis apotek.
STRENGH WEAKNESS
Apotek kompetitor blm "Convert Lakukan Care, bukan Perbanyak jam praktek
Service into Care" sekadar Service ! apoteker