Anda di halaman 1dari 30

ENTREPRENEUR BAGI PHARMAPRENEUR

Materi ini merupakan materi yang akan saya sajikan besok siang pada seminar
Pharmapreneurship bagi adik – adik Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi
Surakarta. Tentu tidak ada salahnya jika saya bagikan juga kepada anda. Siapa tahu
anda juga butuh suplemen materi ini ? Selamat menikmati, semoga menunya sesuai.
Jika kita mencoba menulis pada selembar kertas putih, deretan nama orang
terkaya di Indonesia yang kita ketahui, maka sangat menakjubkan sekali bahwa
mereka rata – rata berlatar belakang dari seorang usahawan. Para usahawan atau
yang lebih dikenal sebagai entrepreneur ini ternyata para manusia yang luar biasa.
Mereka bukan orang yang tidak pernah gagal, namun mereka adalah orang – orang
yang tidak pernah menyerah atas kegagalannya.
Saat ini masih sangat jarang kita ketahui entrepreneur yang berasal dari latar
belakang dunia farmasi. Padahal segala produk farmasi merupakan most needed
product, dimana hampir seluruh masyarakat menggunakan produk tersebut, baik
dalam bentuk jasa maupun barang. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa market
share produk farmasi sangat tinggi. Kondisi ini malah lebih banyak ditangkap oleh
mereka yang bukan berasal dari latar belakang pendidikan kefarmasian. Bukankah
mudah sekali kita temukan apotek yang pemiliknya bukan farmasis ? Bukankah tidak
terlalu sulit untuk menemukan para pebisnis obat tradisional yang tidak memiliki latar
belakang farmasi ? Bukankah selama ini bisnis penyaluran produk farmasi juga
didominasi oleh mereka yang tidak memiliki pendidikan bidang obat ? Lantas kemana
dan dimana mereka, para ahli farmasi yang seharusnya menahkodai bidang ini ?
Ternyata mereka saat ini lebih banyak tiarap dari medan pertempuran bisnis yang
sangat menantang ini.
Menurut anda, apa yang membedakan antara entrepreneur sebagai orang yang
sukses dengan orang biasa ? Perbedaan yang mendasar terletak pada mindset (pola
pikir) antar keduanya. Setiap diri anda tentu memiliki sebuah kepercayaan atas jalan
hidup yang akan ditempuh. Sekumpulan kepercayaan yang mampu mempengaruhi
sikap, tindakan, perilaku, keputusan dan masa depan inilah yang kita namakan
sebagai mindset. Sedemikian pentingnya mindset ini, maka tak ayal bila kita harus
waspada terhadap pola pikir, karena ini akan mempengaruhi ucapan. Kita harus
waspada terhadap ucapan, karena ini akan mempengaruhi perbuatan. Kita harus
waspada terhadap perbuatan, karena ini akan mempengaruhi kebiasaan. Kita harus
waspada terhadap kebiasaan, karena ini akan mempengaruhi karakter. Kita harus
waspada terhadap karakter, karena ini akan mempengaruhi masa depan.
Sebenarnya, pola pikir inilah yang membentuk kepercayaan & keyakinan anda
hingga anda menjadi seperti saat ini. Ketika keyakinan anda untuk melakukan sesuatu
tidak maksimal, maka tindakan anda-pun tidak akan maksimal. Tindakan yang tidak
maksimal ini akan membuat potensi kita juga kurang maksimal. Dengan potensi yang
kurang maksimal, maka hasil yang didapat juga tidaklah maksimal. Namun sebaliknya,
bila keyakinan kita maksimal dalam melakukan sesuatu hal, maka tindakan kita juga
akan maksimal. Tindakan yang maksimal akan melahirkan potensi dan hasil yang
maksimal juga. Inilah yang dinamakan sebagai siklus setan dan siklus malaikat.
Mindset seperti apakah yang dimiliki oleh para entrepreneur sehingga mereka
bisa menjadi orang yang sukses ? Lantas apa yang membedakannya dengan mindset
orang biasa ?. Orang yang sukses senantiasa memiliki nilai tambah (added value),
sedangkan orang biasa tidak / sedikit sekali memiliki nilai tambah. Faktor kunci untuk
memenangkan persaingan adalah sebuah nilai tambah, baik dalam hal bisnis, karir
bahkan jodoh. Nilai tambah berarti kelebihan yang telah anda miliki dan tidak dimiliki
oleh pesaing maupun orang lain. Nilai tambah yang paling mengesankan, menurut
saya adalah sebuah track record dan prestasi yang anda miliki. Apabila kita bisa
menjaganya, maka minimal anda telah memiliki daya saing secara individu untuk
menang. Ketika anda menjadi pemenang sebuah kompetisi debat, maka ini berarti
bahwa anda memiliki nilai tambah dalam hal debat, itu adalah contoh kecilnya.
Mindset orang yang sukses selanjutnya adalah, mereka senantiasa memiliki
faktor kali. Sedangkan orang biasa tidak memilikinya. Setelah menyadari sebuah nilai
tambah, maka orang yang sukses akan segera mengalikan nilai tambah yang
dimilikinya. Faktor kali berarti membuat sebuah duplikasi. Contoh : Sadar memiliki
kemampuan dalam hal debat, maka anda segera membuat sebuah short course untuk
para purchaser order (bagian pengadaan) agar mereka memiliki ketrampilan menawar
yang baik. Selain itu, anda mencoba membuat tulisan untuk dikirimkan ke berbagai
koran maupun tabloid terkait kemampuan anda tersebut. Ini merupakan bentuk faktor
kali, dimana satu kemampuan anda telah terduplikasi ke beberapa fitur produk
yakni short course, tulisan di koran, dan tulisan di tabloid.
Orang sukses juga memiliki mindset berpikir besar, sedangkan orang biasa
selalu berpikir kecil. Setiap orang memiliki impian. Orang biasa yang memiliki impian
dan disaat impian tersebut tidak sesuai keuangan mereka, maka ia akan menurunkan
impian mereka. Sedangkan orang yang sukses, mereka akan meningkatkan
pendapatan untuk meraih impian tersebut.
Mindset orang sukses selalu luar biasa, karena mereka sadar betul bahwa
siklus hidup manusia selalu berjalan pasti. Mereka tidak ingin gagal dan tergilas dalam
siklus tersebut. Siklus kehidupan manusia secara garis besar akan menghubungkan 3
buah kurva, yakni kesehatan, penghasilan dan biaya hidup. Siklus ini dimulai dari
proses kelahiran hingga tutup usia, dengan segala pernak - perniknya semisal :
pernikahan, terbentuknya keluarga muda, memiliki rumah, pendidikan untuk anak, dan
masa pensiun. Segala proses kehidupan dalam siklus tersebut layaknya sebuah
keranjang batu di atas papan yang ditopang dengan kedua tangan. Apa jadinya bila
kedua tangan penopang tersebut dilepas ? Keranjang batu tersebut akan jatuh
berantakan. Batu dalam keranjang itu ibarat beban & biaya hidup. Para entrepreneur
sadar bahwa keranjang batunya harus tetap diatas dan jangan sampai jatuh
berantakan.
Kita akan melihat perbedaan antara orang miskin, golongan menengah (kaum
konsumtif) dan para entrepreneur dalam mengelola arus uang (cash flow) mereka
untuk menopang ”keranjang batu”. Orang miskin selalu menggunakan pendapatan
(income) mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (expense) saja.
Sedangkan golongan menengah, mereka
menggunakan income untuk expense sekaligus menutup kewajiban (liabilitas) yang
terkadang belum begitu dibutuhkan. Para entrepreneur sangat cerdas untuk hal ini,
mereka menggunakan income untuk expense, namun sisanya akan mereka
investasikan dalam aset. Melalui aset ini akan dihasilkan income tambahan yang salah
satunya akan digunakan untuk membayar liabilitas yang memang mendukung untuk
memaksimalkan aset tersebut. Aset yang maksimal akan
menghasilkan income maksimal,income ini akan diinvestasikan menjadi aset baru lagi.
Aset baru akan melahirkan income, dan terus diinvestasikan menjadi aset. Ini akan
bergulir secara terus – menserus. Dengan cara inilah entrepreneur memiliki aset yang
banyak, sehingga mereka menjadi kaya karena biaya expense tetap dan income terus
meningkat.
Sekarang bagaimana rahasia agar bisa menjadi entrepreneur di bidang farmasi
(pharmapreneur), misalnya saja pharmapreneur apotek ? Ini adalah beberapa trik-nya :
a. Modal sebisa mungkin Rp 0,-
b. Dapatkan lebih, lebih dan lebih lagi...
c. Gunakan gaya ABC (Anything But Cash)
d. Hindari Over Promise, Under Delivery
Agar trik itu mujarab, maka anda perlu menghindari mental contra-preneur dan harus
semaksimal mungkin membiasakan mental entrepreneur. Beberapa yang termasuk
mental contra-preneur : menunggu segalanya siap, win – lose, fokus pada keuntungan
pribadi saja, banyak beralasan, dll. Sedangkan mental entrepreneur yang perlu
dikembangkan, diantaranya : membuat segalanya siap, berjiwa besar, fokus pada
solusi, banyak bertindak daripada beralasan, dll. Are you ready to be pharmapreneur ?.

MEMAHAMI KARAKTER CUSTOMER APOTEK : TIPE “PENGUASA”


Saya sengaja mengangkat tema ini karena saya melihat dan mencermati masih
banyaknya staf maupun pengelola bisnis Apotek yang memperlakukan customer /
pasien dengan ala kadarnya. Bahkan tidak jarang pula para staf dan pengelola
bisnis Apotek menyamaratakan semua customer / pasien, tanpa memperhatikan
karakternya.

Saat memasuki Apotek, seringkali customer / pasien akan disambut dengan


ucapan : “Selamat…”, entah selamat pagi atau siang atau sore. Bagai sebuah
hafalan, ucapan selanjutnya adalah kalimat yang senada untuk “Mempersilahkan”.
Kemudian langkah terakhir adalah “Apa yang bisa saya bantu”, atau yang senada
dengan ini. Inilah bentuk komunikasi awal yang biasanya dilakukan oleh staf atau
pengelola Apotek. Inipun sudah lumayan bagus. Tak jarang pula staf atau
pengelola Apotek yang melayani customer / pasien dengan seadanya. Aksi ‘cuek
bebek’, sambil asyik nonton TV, ngobrol sendiri, sok sibuk mendisplay produk,
berlagak tuli, muka jutek, wajah ‘datar’, mahal senyum, aksi bentak – bentak, dan
masih banyak contoh konyol lainnya lagi. Kekonyolan seperti itu sepatutnya tidak
perlu terjadi dan mereka yang demikian harus segera sadar diri bahwa customer /
pasien adalah raja. Dialah raja, penguasa yang sebenarnya dalam bisnis apotek.
Tugas staf atau pengelola bisnis Apotek adalah melayaninya sebaik mungkin. Sang
raja akan dengan mudah membikin bisnis Apotek, pengelola dan stafnya bangkrut
dengan cara ia berpindah membelanjakan kebutuhan kesehatannya ke Apotek lain
yang mampu melayaninya dengan lebih baik.

Setiap customer memiliki keunikannya sendiri. Lantas bagaimana staf atau


pengelola bisnis apotek harus melayani berbagai karakter yang unik tersebut ?
Salah satu tipe karakter adalah PENGUASA (Dominant Driver). Bagaimana cara
mengidentifikasi dan memahami tipe ini ? Simak terus tulisannya ya…jangan
sampai berpindah ke situs yang lain ;)
VERBAL, VISUAL & VOKAL

Para customer yang memiliki karakter PENGUASA biasanya akan banyak


mengeluarkan pernyataan dibanding bertanya. Ia akan dominan dalam berbicara
dan terus terang pada pokok pembicaraan. Karakter model ini kurang menyukai
basa – basi dalam berkomunikasi. Intonasi yang digunakan cenderung tinggi
menantang, volume yang lebih besar dibanding lawan bicara, dan gaya bicaranya
cepat. Apabila staf dan pengelola Apotek mencermati, customer tipe ini akan
terlihat tidak sabar, melakukan gerakan tertentu untuk menekankan maksudnya,
dan memiliki kontak mata yang tajam.

SISI POSITIF & NEGATIF

Adanya kemauan yang kuat, independen, praktis, tegas dan produktif merupakan
beberapa sisi positif dari tipe PENGUASA. Sedangkan bila dilihat dari sisi
negatifnya, ia akan dominan, keras kepala, pemarah, dan puas akan hasil.

MOTIVASI

Hal yang menjadi motivasi customer bertipe PENGUASA adalah hasil / result.
Untuk itulah biasanya tipe ini memerlukan pelayanan yang bersifat segera, serba
cepat, dan terasa jelas manfaat yang didapatnya.

HOBI

Tipe penguasa lebih banyak untuk menghasilkan ide atau gagasan, dengan
demikian ia lebih tertarik untuk menjadi pemimpin.

OBROLAN

Bila staf atau pengelola Apotek menemui customer tipe PENGUASA, beberapa
obrolan ini akan cenderung menarik perhatian mereka, antara lain : masalah bisnis,
pekerjaan, ekonomi, profit, produk, dan fakta lapangan.
CARA MENGHADAPI

Setelah berhasil mengidentifikasi karakter customer tipe PENGUASA, lantas


bagaimana cara menghadapi customer tipe ini ? Pada intinya, staf atau pengelola
Apotek harus memiliki sikap yang profesional dalam menghadapi tipe ini. Selain itu,
tanggapilah keinginan dan kemauan customer tersebut dengan cepat langsung ke
tujuan yang dimaksudkan. Bersikap lamban dan lelet biasanya merupakan hal
yang paling tidak disukai tipe customer ini. Apabila memang para staf atau
pengelola Apotek ingin memberikan suatu saran, berikanlah pemecahan terhadap
problem yang sedang dihadapi. Namun ingat, pemecahan problem yang
ditawarkan ini harus terdefinisi dengan jelas tolok ukurnya. Jangan lupa pula untuk
membuat pemahaman & kesepakatan bersama atas konsekuensi yang mungkin
timbul terhadap pemecahan problem yang ditawarkan tersebut.

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KUNCI KEBERHASILAN BISNIS APOTEK


Setelah sekian lama tidak menyapa para pembaca, kali ini akhirnya
tersampaikan juga menyapa anda sekalian : “ Kaifa haa luk ? ”. Orang Italia bilang :
”come sei ?”. Bagaimana kabar anda ? Semoga kabar baik, sehat dan senantiasa
bahagia buat anda semua.

Beberapa obrolan tentang bisnis apotek bersama dengan rekan – rekan,


baik melalui tatap muka secara langsung, via email maupun media sosial telah
banyak saya lakukan. Namun, yang terakhir ini sedikit manarik perhatian saya,
pasalnya ada rekan yang bertanya : ”Benarkah konseling yang digembar –
gemborkan selama ini bisa membawa keberhasilan bisnis apotek yang
dijalankan ?”. Guys...dimana kira – kira letak menariknya pertanyaan ini ? Iya...ini
menarik karena rekan saya sebenarnya ingin mengetahui bagaimana cara
mengelola sebuah informasi, dalam hal ini konseling menjadi value (nilai) yang bisa
mengantarkan keberhasilan bisnis apotek.

Anda pernah membeli cheeseburger di gerai MC Donald ? Anda akan


mengeluarkan uang Rp 25.000,- untuk mendapatkan cheeseburger tersebut.
Pertanyaan saya adalah, apakah pembelian senilai Rp 25.000,- itu memiliki value
bagi anda ? Jika anda bisa menikmati gurihnya daging sapi, kelezatan saus dan
segarnya sayuran dalam cheeseburger itu, maka pembelian tersebut berarti
memiliki value.

Di satu sisi, mungkin orang akan rela mengeluarkan uang ratusan ribu
hingga jutaan rupiah hanya sekadar untuk lunch di Hotel Peninsula. Apakah hal ini
termasuk sesuatu yang valuable ? Jika orang tersebut mampu merasakan
keramahan, lezatnya sajian lunch, dan nyamannya suasana hotel berkelas bintang
maka hal itu tentu saja vaulable.
Deskripsi diatas menggambarkan bahwa value bukan didasari atas mahal
atau murahnya nilai uang, namun value lebih menitikberatkan pada benefit. Tidak
peduli suatu jasa atau produk itu harganya mahal atau murah, jika memang
benefitnya ada bagi customer, maka itu adalah value. Jika customer telah
merasakan value yang diberikan, feedback yang akan diterima tentu saja adalah
sebuah harga yang layak. Dengan demikian value dapat didefinisikan sebagai
benefit yang akan diterima customer dibagi dengan biaya yang dikeluarkan.

Kembali ke pertanyaan rekan saya tadi, ”Benarkah konseling yang digembar


– gemborkan selama ini bisa membawa keberhasilan bisnis apotek yang dijalankan
?”. Jawabannya sederhana saja : bisa ya atau juga tidak. Jika konselor di apotek,
taruhlah apotekernya memang bisa mewujudkan konseling tersebut menjadi value
bagi pasien atau customer apotek, maka konseling akan linier secara langsung
membawa keberhasilan bisnis apotek. Namun, jika adanya konseling tidak mampu
memberikan value pada pasien atau customer, maka kegiatan ini sama saja
dengan aktivitas yang sia – sia.

Antara apotek dengan customer memiliki sebuah hubungan yang vertical-


horizontal melalui staf apotek dan apoteker. Pengelolaan rantai hubungan ini
secara efektif akan membantu menghantarkan keberhasilan bisnis apotek. Rantai
hubungan ini dapat dinamakan sebagai supply chain management (SCM). Kurang
tepat bila supply chain management ini hanya dimaknai sebagai suatu pengelolaan
rantai hubungan yang terkait dengan logistik produk saja. Supply chain
management difokuskan pada 3 hal, yakni untuk menjamin kelancaran aliran
produk, dana dan informasi.

Dalam ranah bisnis apotek, fokus perhatian supply chain management


untuk kontek produk diletakkan pada kelancaran aliran produk dari distributor ke
apotek dan dari apotek ke customer. Tantangan terbesarnya adalah dalam hal
mengatur ketersediaan produk, baik obat, vitamin, alat kesehatan dan perbekalan
farmasi lainnya di apotek secara tepat kualitas, kuantitas dan tepat waktu. Karena
barang dibeli dengan menggunakan modal apotek, maka makin cepat produk di
apotek bergerak akan semakin bagus. Tugas apoteker dan staf apoteklah untuk
menjamin pengelolaan supply chain produk agar senantiasa menghasilkan value
bagi customer. Dalam konteks dana, fokus perhatian supply chain management
adalah pada kelancaran arus cashflow. Karena dana apotek asalnya bisa dari
pihak bank, pihak ketiga maupun dari internal namun itu tetap saja merupakan
account pinjaman. Dengan demikian maka kegagalan atau keterlambatan dalam
menjual produk dan perbekalan farmasi tentu akan membebani apotek. Sedangkan
dalam hal informasi, titik berat supply chain management adalah pada kelancaran
arus komunikasi. Kekeliruan atau ketiadaan penyediaan informasi bisa
berpengaruh buruk pada kelancaran arus produk atau dana. Konseling di apotek
hanyalah satu dari sekian bentuk arus informasi yang dimaksud. Dari keterangan
ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Arus produk bersifat top down (atas ke bawah) dari pihak apotek sampai ke
customer melalui staf apotek dan apoteker

2. Arus dana bersifat buttom up (bawah ke atas) dari customer ke pihak apotek
melalui staf apotek dan apoteker

3. Arus informasi bersifat reversible (atas ke bawah maupun sebaliknya) baik dari
customer ke pihak apotek serta sebaliknya, melalui staf apotek dan apoteker.

Untuk itulah, para pharmapreneur dan pebisnis apotek sekalian,


pengelolaan yang baik terhadap supply chain akan menghantarkan bisnis apotek
pada keberhasilan puncaknya. Dengan supply chain management, maka akan
terjadi keseimbangan produk, dana maupun informasi. Untuk itu pharmaprenuer
dan pebisnis apotek sekalian, are you ready ?

MENCIRI PBF (PEDAGANG BESAR FARMASI) YANG DIMINATI APOTEK


Istilah PBF yang merupakan kepanjangan dari Pedagang Besar Farmasi tentu
sudah tak asing lagi bagi para pharmapreneur dan pebisnis apotek. Sejatinya PBF
sama juga dengan distributor, hanya saja karena dia bergerak di bidang
pendistribusian produk kefarmasian, maka disebutlah sebagai PBF. Peran PBF
dalam kancah bisnis apotek tentu sangat vital, maka dari itu antara PBF dan
apotek sama – sama membutuhkan. Fungsi PBF adalah kepanjangan tangan dari
pabrik farmasi (principal) untuk mendistribusikan segala produk farmasi ke seluruh
daerah yang telah diliputnya (coverage). Apotek adalah salah satu customer dari
sebuah PBF. Mengingat semakin tingginya tingkat penyebaran apotek ke berbagai
daerah, maka hal ini juga diikuti pula oleh tumbuh suburnya keberadaan PBF. Para
PBF biasanya akan membawa beragam produk dari beragamprincipal. Hal ini
bergantung pada kontrak antar PBF dan principal tersebut. Kontrak antara PBF
dan principal akan memengaruhi beberapa hal berikut ini : ragam item, harga,
diskon, kelangsungan produk (life cycle), cara pembayaran, dan lainnya. Misalnya,
pada suatu periode produk obat “puyeng 16” milik principal “Bintang Toegoe” di
distribusikan oleh PBF “Mantjur”, namun pada periode lain PBF “Mantjur” sudah
tidak mendistribusikan obat “puyeng 16” itu lagi karena kontraknya dengan dengan
principal “Bintang Toegoe” telah habis. Begitu pula terkait dengan masalah harga,
bisa jadi produk tersebut ketika dibawa oleh PBF “Mantjur” sering ada program
promosi, dan ketika dibawa oleh PBF lain ternyata program promosinya jarang
ada. Hal itu sangat mungkin terjadi, bergantung kontrak antara PBF dengan
principal.

Pharmapreneur dan pebisnis apotek tak jarang juga menemui nama suatu PBF di
daerah tertentu namun tidak ditemui nama PBF tersebut di daerah lainnya. Hal ini
memang wajar adanya, karena PBF ada yang bersifat lokal dan nasional (utama).

PBF LOKAL
Keberadaan PBF lokal biasanya hanya meliput satu daerah tertentu saja. Dengan
demikian, apotek yang berada di luar ring daerah tersebut tidak akan terliput oleh
PBF tersebut. Alasan adanya PBF lokal ini sebenarnya dikarenakan daya jangkau
PBF utama tidak mencukupi daerah tersebut untuk diliputnya. Untuk membentuk
kepanjangan tangan, agar produk prinsipal tetap terdistribusi merata, maka PBF
utama akan menggandeng beberapa PBF lokal tersebut. PBF lokal ini memiliki
kerjasama dengan PBF utama dan biasanya tidak berhubungan kontrak langsung
dengan principal. Keberadaan stock dan aneka program promo yang dijalankan
biasanya akan dikontrol oleh PBF utama. Selain itu, adanya
beberapa principal lokal juga sering memanfaatkan keberadaan PBF lokal ini. Hal
ini tentu saja dengan pertimbangan adanaya efisiensi biaya distribusi.

PBF NASIONAL (UTAMA)

Peliputan daerah yang luas ke seluruh penjuru tanah air dan adanya perwakilan
kantor cabang di tiap area menjadikan suatu PBF tersebut bersifat nasional.
Biasanya principalyang bonafid akan mempercayakan produknya ke PBF
semacam ini. Principal juga berharap bahwa berbagai item produknya akan
terdistribusi merata ke seluruh pelosok nusantara. Dengan
demikian principal tersebut akan mengukuhkan posisinya dalam
memperebutkan market share yang ada. Keuntungan bagi apotek dalam
berhubungan dengan PBF utama adalah adanya jaminan ketersediaan produk, dan
kemudahan prosesreturn (pengembalian) produk. Selain itu, kepastian produk
tersebut adalah produk asli tentu tak perlu diragukan lagi. Hal ini karena
memang supply produk PBF utama berasal dari gudang principal secara langsung.
Disisi lain, principal biasanya dalam membuat program promo akan bekerjasama
dengan PBF utama, sehingga bagi apotek yang loyal akan mendapatkan beragam
program promo.

Lantas bagaimana menciri PBF dalam pengadaan produk kefarmasian untuk


apotek, pertimbangan apa sajakah yang diperlukan ? Perilaku tiap apotek dalam
hal alasan untuk memilih bertransaksi terhadap PBF tentu akan beraneka ragam,
bergantung tujuan & latar belakangnya. Berbagai pengalaman empiris yang telah
dialami, setidaknya ada beragam alasan untuk bertransaksi dengan suatu PBF,
yaitu :

1. Produk yang dimiliki PBF


2. Tanggapan PBF dan pelayanannya
3. Citra & reputasi PBF
4. Sikap & kemampuan salesman PBF
5. Pengiriman
6. Pelayanan salesman
7. Sifat & penampilan salesman
8. Jaminan PBF atas produk yang dijual
9. Kemudahan bertransaksi dengan PBF
10. Diskon & bonus
11. Informasi & lokasi PBF dengan apotek
12. Hubungan jangka panjang yang telah terjalin
13. Faktor harga
14. Faktor pembayaran
15. Komisi & entertainment
16. Batas nilai pemesanan (credit limit)
17. Masalah return (pengembalian) produk

Faktor – faktor tersebut diatas merupakan pertimbangan dalam mempengaruhi


terjadinya hubungan bisnis antara apotek dan PBF. Semakin banyak faktor yang
mampu dipenuhi PBF, tentu apotek akan menciri bahwa PBF tersebut memang
layak untuk dijadikan mitra bisnisnya. Hubungan bisnis yang seimbang antara
apotek dengan PBF demikianlah yang diharapkan terjadi antar keduanya.

Diposkan oleh I'm Pharmapreneur. di 19.38.00 2 komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke


Pinterest

Reaks

i:

SUMBER PENILAIAN KINERJA STAF APOTEK


Teringat kejadian tadi siang, seorang staf executive di kantor bermaksud ingin
memberikan training ke beberapa personel di salah satu cabang. Permintaan
training dari supervisor cabang tersebut karena ia melihat beberapa indikator kerja
yang tidak memuaskan. Melalui telepon, saya bertanya ke staf executive tersebut :
“ Apa tanda kok kinerjanya dikatakan menurun ? “. Staf executive tersebut
mengatakan : “Mereka orang baru Pak, kerja belum bisa dihandalkan…dan bosnya
bilang begitu “. Saya katakan melalui telepon : “ Jika seperti itu, training tidak akan
saya approve !”. Rupanya staf executive tadi langsung kaget dengan sedikit ada
rasa tidak puas. Namun pembicaraan itu saya sambung lagi : “Tidak boleh ada
subyektivitas untuk mengukur hasil kinerja seseorang. Hasil kinerja bukan untuk
menyenangkan bos, tapi untuk mencapai tujuan organisasi. Cari tahu faktor sukses
kerjanya personel tersebut apa ? Lantas minta data ke cabang yang terkait faktor –
faktor tersebut. Analisa dan berikan saya informasi yang disertakan dalam proposal
training ! “.

Ilustrasi diatas mungkin akan semakna dengan kondisi di lingkungan bisnis apotek,
dimana suatu saat penilaian kinerja staf hanya didasarkan atas asumsi belaka.
Namun ketika ditanya lebih lanjut, misalnya : apa ukuran kinerjanya turun dan
seberapa besar nilai penurunannya ? Tentu tidak semua personel mampu
menjelaskan ini dengan komprehensif. Nah…disinilah masalahnya. Terkadang kita
latah, membuat pernyataan suatu kinerja staf menurun tanpa ada data yang
mendukung pernyataan kita. (Awas…klo ntr kena pasal pencemaran nama baik
lo..xixixixi).

DATA

Organisasi bisnis apotek yang sehat dalam menilai kinerja staf apoteknya tentu
tidak akan bersifat subyektif. Untuk memenuhi hal ini, tentu cara – cara tradisional /
konvensional harus ditinggalkan. Si bos-lah yang paling berkuasa dalam penilaian
harus dihindari. Penilaian kinerja staf apotek harus didasarkan atas informasi yang
lengkap dan akurat. Kelengkapan & akurasi informasi tersebut harus mampu
mengakomodasi jenis penialian kinerja staf apotek yang dibidik. Darimanakah
informasi itu akan diproleh ? Data. Yes...data adalah sumber untuk mendapatkan
sebuah informasi. Data dapat dimaknai sebagai sekumpulan fakta yang terkumpul
sebagaimana adanya, dapat berbentuk angka, kata – kata, maupun citra (model).
Jika data dapat diterjemahkan demikian, maka sebuah data sebenarnya adalah
raw material (bahan mentah yang belum diolah). Agar data tersebut dapat
bermakna, maka data (baik yang berwujud angka, kata – kata, citra / model) harus
diolah terlebih dahulu. Data yang telah diolah menjadi sesuatu yang bermakna ini
dinamakan informasi.
INFORMASI

Informasi yang baik tentu akan memberikan sebuah pemahaman atas suatu fakta
yang telah terjadi. Informasi adalah data yang telah distrukturkan dengan
menggunakan suatu metode tertentu, sesuai dengan kepentingannya untuk
mendapatkan sebuah pembelajaran atas suatu fakta. Dengan demikian, suatu
informasi yang salah bisa disebabkan karena data yang disajikan memang salah.
Ketidakmengertian seseorang atas perbedaan data dan informasi inilah yang
sering menyebabkan suatu penilaian bersifat subyektif.

Dalam hubungannya dengan penilaian kinerja staf apotek, kemampuan seorang


manager apotek (atasan) dalam memahami data apa saja yang sebaiknya
digunakan, pengetahuan dalam mengolah dan menyajikan dalam bentuk informasi
akan sangat menentukan kejelasan penggambaran jalannya bisnis apotek
tersebut. Apakah bisnis tersebut mengalami tanda – tanda adanya penurunan
kinerja pada apoteknya ? Atau bahkan sebenarnya mengalami perbaikan kinerja ?
Mungkin juga kinerja apotek sebenarnya hanya jalan ditempat saja ?

Berikut akan saya sajikan beberapa beberapa contoh data dan informasi yang
dapat menggambarkan perbedaan di antara keduanya.

No Data Informasi Penilaian Kinerja

1. Penjualan Penjualan per bulan Peningkatan / penurunan


sales

2. Absensi Alpa per total hari Disiplin / tidak teratur


kerja

3. Resep Jumlah resep per dr. Nilai produktivitas resep

Dari tabel diatas, dapat dipahami bahwa adanya informasi mampu


merepresentasikan sebuah penilaian kinerja staf atas bisnis apotek yang
dijalankan. Setelah adanya penilaian kinerja ini, tentu manajer apotek /
pharmapreneur / pebisnis apotek akan lebih mudah melakukan evaluasi atas
realitas bisnis apotek yang telah berjalan. Tentunya untuk melakukan sebuah
perbaikan di tempo yang akan datang.

Diposkan oleh I'm Pharmapreneur. di 01.14.00 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Reaks

i:

SELASA, 14 DESEMBER 2010

IMPLANTASI HUKUM PARETO PADA PENGADAAN APOTEK

Para pharmapreneur & pebisnis apotek sekalian, tentu sudah tidak asing bahwa
saat ini banyak bisnis apotek yang mengusung brand dengan tagline : ”komplit”.
Bahkan taglineinilah yang seakan – akan menjadi mantra ampuh pemikat para
pasien untuk berbelanja kebutuhan kesehatan & obat ke sana. Sebenarnya kondisi
yang lebih tepat untuk apotek tersebut bukan komplit, namun ia cerdas dalam
manajemen pengadaan. Coba deh periksa…apakah benar – benar komplit ?
Silahkan dibuktikan !. Jika ternyata tidak komplit 100 %, kenapa berani
pasang tagline “komplit” ? Yah...namanya aja mantra, harus punya daya pikat
dong...

Ngomongin soal komplitnya produk di sebuah bisnis apotek, tentu tak akan lepas
dengan kegiatan pengadaan (purchase order). Pengadaan apotek merupakan
sebuah pesanan pembelian yang disertai dengan dokumen resmi oleh pembeli
(apotek) kepada penjual (sales person), yang menunjukkan jenis, jumlah, dan
kesepakatan harga produk serta jasa penjualan yang diberikan oleh penjual (sales
person) kepada pembeli. Pengadaan akan dikatakan sempurna bila barang yang
telah dipesan telah diterima pembeli secara sah. Meilhat difinisi tersebut, ternyata
pengadaan bukan sekadar hanya masalah pembelian semata. Ada beberapa kata
kunci yang patut dicatat, antara lain : dokumen resmi berupa SP (Surat
Pesanan), sales person, jenis, jumlah, harga, jasa, sampai penerimaan barang.
Nah...kata – kata kunci itulah yang menjadi pedoman dan harus diperhatikan dalam
sebuah pengadaan apotek. Di berbagai kasus, tak jarang bagian pembelian apotek
hanya berkonsentrasi pada harga saja, dimana didalamnya termaktub jumlah
diskon, TOP (Term Of Payment) dan tingkat mahal-murahnya suatu produk. Jika ini
yang terjadi, maka bagian pembelian tersebut harus segera bertobat, dan sarankan
untuk mampir ke warung BISNIS APOTEK (he..he..). Spesifikasi kecepatan
penghantaran perlu juga diperhatikan. Jasa layanan atas proses pengiriman,
sistem return dan komplain atas pesanan juga layak untuk dipertimbangkan.

Disamping kondisi di atas, masih ada problem lain yakni bagaimana


mengendalikan banyaknya item (Stok Keep in Unit / SKU) yang ada di Apotek ?.
Bukankah kesalahan pengadaan akan mengakibatkan kondisi yang fatal, salah
satunya adalah tidak efektifnya modal kerja apotek (working capital
inefisiency) ?. Ibarat sebuah organ tubuh, pengadaan merupakan darahnya. Ada
sebuah pesan yang baik terkait dengan pengadaan ” all mistake on forecasting end
up as an inventory problem, whatever too much or too little “. Solusi untuk
mengatasi pengadaan dengan item produk apotek yang banyak, salah satunya
adalah dengan penggunaan kaidah hukum pareto.

HUKUM PARETO

Pharmaprenuer & pebisnis apotek dituntut untuk menjaga liquiditas kas (cash flow)
dengan baik. Disisi lain, produk yang ada di apotek juga harus tersedia sedemikian
rupa sehinggaforecasting akurat & tidak terjadi OOS (Out Of Stock). Pada artikel
sebelumnya, dengan judul : “How Much Stock ?” telah saya tekankan bahwa
salah satu trik agar forecastingakurat, maka para pharmapreneur dan pebisnis
apotek harus berperan sebagai demand-driven daripada forecast-driven. Udah lupa
? Atau belum baca ? Boleh koq artikel itu diintip lagi. Dari pada nanti malah
bingung lo…yakin deh, tengok dulu lah ;)

Hukum pareto buah karya Vilfredo Pareto ini awalnya digunakan pada bidang
sosio-ekonomi, yang saat itu menyatakan bahwa sebagian besar kekayaan
populasi orang Italia hanya dikuasai oleh sekelompok kecil dari populasi tersebut.
Namun karena sedemikian dinamisnya hukum ini, maka saat di implantasi untuk
keperluan pengadaan apotek ternyata juga masih cocok. Dengan demikian, hukum
pareto dapat dimaknai sebagai kelompok terkecil yang memiliki dampak terbesar.
Pertanyaan selanjutnya : bagaimana bentuk implantasi hukum pareto pada
pengadaan apotek agar cash flow berjalan dengan baik dan ketersediaan produk
juga terhindar dari OOS ? Untuk menjawab ini, mari berselancar terlebih dulu untuk
memahami suatu analisis yang dikenal dengan analisis ABC.

ANALISIS ABC
Untuk menemukan kelompok terkecil yang memiliki dampak terbesar pada hukum
pareto, maka perlu dilakukan analisis ABC. Makna analisis ABC yaitu metode
pengelompokan data, berdasar peringkat nilai tertinggi hingga terendah, yang
terbagi atas 3 kelompok : A, B dan C.

Kelompok Produk SKU / Item Nilai Penjualan

A 10 - 20 % 60 - 70 %

B 20% 20%

C 60 - 70 % 10 - 20 %

properties by : roviq adi prabowo

Berdasar formula diatas, telah terlihat bahwa kelompok produk A dengan total
SKU / item yang hanya berkisar antara 10 – 20 % telah berhasil membukukan nilai
penjualan terbesar pada kisaran 60 – 70 % dari total penjualan keseluruhan.
Sebaliknya, kelompok produk C dengan total SKU / item yang meruah, sekitar 60
– 70 % dari total produk yang ada di apotek hanya berhasil berkontribusi dengan
nilai penjualan terkecil, sekitar 10 – 20 %.

Setelah berhasil mengimplantasi hukum pareto dengan bantuan analisis ABC


seperti tersaji diatas, maka tindakan yang dilakukan adalah fokus terhadap
kelompok produk A yang besarnya 10 – 20 % tersebut. Sedangkan untuk kelompok
produk C, hanya diperlukan sebuah control secukupnya saja. Ketidakmampuan
para pharmapreneur dan pebisnis apotek untuk mengendalikan kelompok produk A
pada hukum pareto ini akan berdampak hilangnya potensi nilai penjualan yang
signifikan. Sedangkan manfaat yang bisa diraih jika berhasil memenuhi pengadaan
sesuai kondisi hukum pareto, antara lain :

a. Tidak terjebak pada kondisi bisnis apotek yang tidak teratur


b. Memiliki gambaran data untuk mengambil ketepatan perlakuan bisnis
apotek
c. Merinci beberapa kelompok produk yang memiliki nilai strategis bagi bisnis
apotek
d. Aliran kas terkendali dengan arus yang baik
Diposkan oleh I'm Pharmapreneur. di 00.46.00 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Reaks

i:

SABTU, 11 DESEMBER 2010

CERDAS MENGHITUNG TARIF KONSULTASI DI APOTEK

Sungguh saya sangat terperangah membaca sebuah publikasi dari J.D Power &
Associates 2010 U.S National Pharmacy Study, dengan tajuk : “As Consumers
Shoulder More Healthcare Expenses, Cost Increasingly Drives Overall Customer
Satisfaction with Pharmacies”. Dalam publikasi hasil penelitian yang melibatkan
jaringan apotek, supermarket dan merchandiser massal itu tertuang bahwa ternyata
performa baik yang dimiliki sebuah gerai apotek (layanan farmasi) belum tentu identik
dengan harga yang rendah. Performa terbaik sebuah gerai apotek tersebut dihasilkan
atas fokus layanan yang memiliki kepuasan tertinggi terhadap pasien &
pelanggannya. Layanan pelanggan dengan performa tinggi tersebut ternyata masih
mengalahkan harga, bahkan dalam lingkungan di mana biaya semakin penting
untuk dipertimbangkan. Artinya, harga sebenarnya bukan faktor kunci untuk
sebuah pelayanan, tetapi harga akan menjadi faktor kompetitif yang layak
dipertimbangkan pada sektor produk. Ada 6 parameter yang dinilai untuk melihat
performa sebuah gerai apotek dikatakan The Best atau The Rest, yakni :
pengalaman menyeluruh pasien / pelanggan, gerai apotek, staf apotek, apoteker,
biaya, pemesanan / pelayanan resep & produk. Seolah – olah hasil penelitian yang
dipublikasikan di California 21 September 2010 ini membuat para pharmapreneur
maupun pebisnis apotek harus segera sadar bahwa sesungguhnya kunci
“peperangan” bisnis apotek bukan pada produk, melainkan layanan. J.D Power &
Associates merupakan salah satu perusahaan global yang menyediakan jasa
informasi marketing dengan 280 kantor yang tersebar di 40 negara.

Publikasinya itu loh…menurut saya sangat inspiratif banget ! Jika demikian, maka
seharusnya layanan farmasi di apotek bisa menjadi profit centre baru kan ?, selain
penjualan obat dan aneka alat kefarmasian lainnya. Salah satu layanan farmasi itu,
yang paling sederhana mungkin konsultasi. Pharmapreneur dan pebisnis apotek
sekalian, tentu ide saya itu akan memunculkan sebuah pertanyaan : ”lantas
bagaimana cara menghitung tarif konsultasi di apotek jika hal ini akan dijadikan
sebuah profit centre ?”.

Jika membicarakan sebuah tarif, terutama untuk jasa konsultasi tentu akan sedikit
mengalami kesulitan karena bentuknya yang tidak berwujud dan tidak
terkuantifikasi. Namun demikian, untuk mempermudah ide saya ini, akan
digunakan 2 prinsip yang sangat sederhana dalam penentuan sebuah tarif
konsultasi di apotek ini, yakni : berdasar biaya dan persepi.

BERDASAR BIAYA

Cara menghitung tarif konsultasi di apotek yang menggunakan cara ini didasarkan
atas penghitungan biaya yang telah dikeluarkan dan akan dikeluarkan dalam
membuat profit centre layanan konsultasi. Setelah itu, ditentukan target
pelanggan / pasien yang dicanangkan akan memakai jasa konsultasi di apotek.
Dan terakhir, dibuat estimasi minimal waktu yang dibutuhkan untuk
pengembalian biaya yang dikeluarkan tersebut.

Sebagai contoh :

Biaya yang dikeluarkan untuk membuat area konsultasi dengan kondisi sangat
bersahabat penuh kenyamanan adalah Rp 10 juta. Untuk mendukung layanan ini,
diperlukan akses telepon dengan biaya pulsa Rp 100 ribu/bulan. Target
pelanggan / pasien yang dibidik untuk konsultasi adalah 5 orang/hari, dimana
layanan konsultasi akan dibuka selama 25 hari penuh/bulan. Dalam jangka waktu
2 tahun diharapkan layanan konsultasi ini sudah bisa menjadi profit centre baru
bagi apotek. Berapa biaya tarif konsultasi di apotek tersebut agar layanan itu
menjadi sebuah profit centre ?

Besarnya tarif konsultasi di apotek dapat dihitung sebagai berikut :


*Biaya pembuatan layanan konsultasi di apotek : Rp 10 juta + (Rp 100 ribu x
24 bln)

Total biaya : Rp 12,4 juta.

*Total target pasien / pelanggan selama 1 tahun : 5 org x 25 hari x 24 bln

Total pasien : 3.000 pasien / pelanggan

*Besar tarif konsultasi di apotek : Rp 12,4 juta / 3.000 pasien

Nilai tarif konsultasi : Rp 4.134,- /pasien.

Nah…berdasar hitungan di atas, pharmapreneur & pebisnis apotek sekalian dapat


menetapkan tarif konsultasi minimal bagi pasien di apotek. Penentuan tarif
konsultasi apotek diatas berdasar biaya yang dikeluarkan.

BERDASAR PERSEPSI

Bila letak apotek berada di tempat strategis, misal di seputar perumahan elit, maka
jangan sampai membuat nilai tarif konsultasi apotek tersebut terkesan murahan.
Untuk mewujudkan persepsi ini, pasien harus mendapatkan pengalaman terbaik
dari layanan konsultasi apotek. Selain itu, para staf apotek dituntut aktif untuk
menciptakan personal brand yang kuat dan berorientasi pada konsultasi apotek
tersebut. Dari konsistensi langkah ini, muara akhirnya adalah sebuah kepercayaan
pasien / pelanggan kepada apotek. Untuk itu harus ada komitmen, bahwa
penguasaan product knowledge harus baik dan personel apotek harus mudah
ditemui oleh pasien / pelanggan. Bukalah komunikasi pada pasien yang telah rela
memanfaatkan layanan ini, bahkan pasca konsultasi harus tetap terjalin komunikasi
intens. Dari langkah ini, buatlah sebuah skala kepuasan pasien / pelanggan dan
konversi terhadap tarif konsultasi profesi medis yang lain (misal : dokter).

Sejatinya, kepuasan pasien tak mampu kita nilai dengan nominal uang.
Bahkan dalam lingkungan di mana biaya semakin penting untuk
dipertimbangkan. Begitulah J.D Power & Associates menuliskan dalam salah
satu publikasinya. Jadi, tertantang untuk memulai layanan konsultasi di
apotek berbasis profit centre ?

Diposkan oleh I'm Pharmapreneur. di 00.21.00 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Reaks

i:

KAMIS, 09 DESEMBER 2010

MEMBERIKAN EMPATI KE PASIEN APOTEK

Apa yang anda rasakan saat akan ceck in di hotel ? Muncul sebuah situasi yang
begitu menyenangkan, nyaman dan semua terasa begitu mempesona. Semenjak
masuk keparking area, petugas security yang dahulu dikonotasikan harus tampil
garang, sekarang dituntut untuk mengobral senyuman. Belum sempat turun dari
mobil, sudah disambut lagi dengan senyuman, ucapan selamat datang, penawaran
bantuan oleh security di lobbyhotel. Berjalan menuju lobby-pun, ada seorang door-
man yang siap menyambut di pintu kedatangan. Belum juga sempat mengobrol
dengan recepsionist, ada yang menawarkanwelcome drink, sambil
mempersilahkan duduk di area tertentu jika kondisi sedang banyak antrian (bahkan
ada pelayanan yang sangat memoriable, sebuah hotel pelayannya menyembah
seperti adegan prajurit kerajaan saat akan bertemu seorang raja. Hanya untuk
memberikan kunci hotel & kupon breakfast, bener – bener dahsyat…!). Disana juga
sudah disediakan majalah, koran, televisi, bahkan tak jarang pula live
music dengan penyanyi yang sedap dipandang plus suara merdu sengaja
disuguhkan untuk menemani suasana santai para tamu (dijamin tambah
wow !). Setelah ceck in dan akan menuju ke kamar, sudah ada orang yang
bersedia mengantar sebagai penunjuk jalan menuju kamar yang telah dipesan.
Tentu masih dengan senyum, ramah dan komunikatif untuk mencairkan suasana.
Tanpa disadari, alam bawah sadar pun merasa tersentuh, dan titik akhirnya uang
tips rela dikeluarkan dengan tulus ikhlas sebagai dampak penyambutan yang
mengagumkan tersebut. Itulah sejatinya sebuah empati, suatu peristiwa yang
memberikan kesan istimewa, merasuk alam bawah sadar untuk turut merasakan
atas suatu perlakuan sehingga timbul respon timbal balik. Bagaimana jika empati
semacam hotel tersebut dibawa ke ranah pelayanan pasien di bisnis apotek ?

Memberikan simpati pada pasien bukan sekadar diawali dengan senyum, bukan
sekadar bersikap ramah, juga bukan sekadar saat pasien datang berkunjung ke
apotek saja. Memang benar bahwa senyum, sikap ramah dan sopan saat ada
pasien yang berkunjung ke apotek merupakan awal yang baik untuk membentuk
sebuah simpati. Namun, jika hanya berhenti disitu saja, hal itu belumlah seberapa.
Simpati hanyalah sebuah awal menuju empati. Agar mampu memberikan empati
pada pasien / pelanggan apotek, maka perlakuan yang disajikan harus dilakukan
dengan detail, langkah per langkahnya. Empati harus mampu memberikan solusi
secara total bagi pasien / pelanggan apotek. Bila ada pasien / pelanggan apotek
yang datang, maka tugas staf apotek untuk memberikan solusi secara menyeluruh.
Bukan hanya sekadar memilihkan obat belaka, namun juga memperhatikan
kenyamanannya saat membeli obat, penyesuaian harganya, bahkan kondisi
setelah borobat juga penting menjadi perhatian. Staf apotek harus mampu
memposisikan diri layaknya pasien / pelanggan yang ingin dilayani, diberi simpati
dan empati sebagai pasien di apotek. Langkah – langkah kecil seperti anggukan,
melihat letak sakit, memegang, dan menanyakan kondisi penyakit merupakan nilai
plus dalam memulai sebuah empati. Langkah – langkah seperti ini akan secara
tidak langsung mendorongpersonal brand staf apotek di mata pasien / pelanggan.
Melalui langkah tersebut, pasien / pelanggan apotek akan merasakan feel
good terhadap staf apotek, bukan terhadap obatnya. Karena ternyata pasien
akhirnya tidak sadar, bahwa ia membeli sebuah rasa, bukan hanya obat belaka.
Rasa nyaman, rasa percaya diri, rasa ingin sembuh dan rasa kebersamaan walau
ia didera sakit. Sekian rasa itulah yang sebenarnya dibeli pasien. Jika ini bisa
diwujudkan, maka staf apotek telah berhasil dalam convert feel good ke feel great.
Bagaimana merubah hal yang sederhana, feel good menjadi feel great agar
memberikan empati yang spektakuler bagi pasien ? Empat langkah sederhana
berikut ini layak untuk diperhatikan :

1. Selalu berpenampilan fresh

Perhatikan secara seksama, terkadang tidak jarang staf apotek yang hanya
berpenampilan ala kadarnya. Rambut kurang tersisir rapi, baju lumayan kumal,
bercak keringat dan muka tidak semangat. Secapek apapun, usahakan penampilan
fresh. Bila capek & kurang semangat, segera cuci muka, menyisir rambut dan
sedikit parfum tentu akan menutup kekurangan di mata pasien. Pelanggan akan
menilai dari kesan pertama. Tiga menit awal adalah waktu yang riskan untuk
penilaian penampilan bagi staf apotek.
2. Mengetahui selera pasien / pelanggan

Dengan mengetahui selera pasien, diharapkan mampu membuka sebuah


komunikasi yang akrab. Jika dihadapkan pada pasien anak – anak, langkah yang
mudah adalah melalui alat berupa mainan atau komik bergambar untuk memulai
komunikasi dengan anak tersebut. Penting untuk membuat kondisi anak merasa
nyaman sebelum staf apotek bertanya atau membuat perlakuan pada anak
tersebut. Ini hanyalah contoh sederhananya saja, bisa dikembangkan ke
mekanisme yang lain.

3. Seni berkomunikasi yang memikat

Harus dilatih cara berkomunikasi & pemilihan kalimat yang tepat, diucapkan pada
kondisi yang tepat pula, saat berbincang – bincang dengan pasien. Pada
prinsipnya, buatlah kondisi pasien tidak tersinggung dan perbincangan tersebut
berjalan nyaman. Misal : pasien yang datang memiliki masalah jerawat. Bahasa
dalam perbincangan untuk menghilangkan konotasi jerawat itu bisa diperhalus
menjadi : ”Wajah Ibu memiliki bentuk oval yang sempurna. Dan memang hanya
perlu kesabaran yang sedikit saja agar bintik kecil ini tidak mengganggu
penampilan Ibu. Cukup oleskan 2 kali sehari siang dan sore setelah mandi pada
kondisi kering, tentu wajah Ibu akan kembali sempurna sesuai penampilan yang
Ibu dambakan. Rutin selama 2 minggu, dan nanti akan kita lihat hasilnya bersama
- sama”. Ingatlah bahwa setiap orang pada dasarnya suka disanjung. Dengan
merubah konotasi jerawat menjadi bintik kecil, tentu akan membuat nyaman pasien
/ pelanggan apotek.

4. Bukti kualitas pengobatan

Walau staf apotek sudah berpenampilan fresh, mampu mengidentifikasi selera


pasien / pelanggan, dan memiliki seni berkomunikasi yang handal, namun bila hasil
kondisi pasien / pelanggan apotek juga tak kunjung sembuh, tentu akan mubazir
saja. Poin 1 – 3 akan tiada berguna, jika poin 4 ini tidak bisa dipenuhi. Bila tidak
juga sembuh, minimal ada peningkatan kualitas hidup akibat sentuhan yang
dilakukan oleh staf apotek, karena memang tidak semua penyakit bisa
disembuhkan. Untuk ini, penting bagi staf apotek untuk senantiasa
mengoptimalkan kompetensi medis & kefarmasiannya. Seminar, training,
membaca, dan sering – sering berkunjung ke warung bisnisapotek.blogspot.com/
adalah sekian banyak solusinya .

Diposkan oleh I'm Pharmapreneur. di 20.27.00 4 komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke


Pinterest
Reaks

i:

MINGGU, 05 DESEMBER 2010

DESAIN STRUKTUR ORGANISASI APOTEK

Timnas sepakbola Indonesia saat ini sedang gencar menebar aroma sihir bagi
rakyat di negeri ini. Ditengah carut – marutnya Indonesia, sang negara ”adidaya”
yang saat ini sedang sakit, pada lini olahraga sepakbola telah membuktikan diri,
bahwa mereka layak disebut tim garuda sejati. Jauh lebih sehat diantara sekian
organ tubuh sakit yang menghinggapi Indonesia. Bayangkan...Malaysia diganyang
5 – 1, Laos juga dicukur gundul 6 – 0. Sungguh performa yang luar biasa !
Sederetan bintang mulai bermunculan dari sini, sebut saja : Okto, Firman Utina,
Gonzales, dan yang saat ini jadi ”David Beckham”-nya Indonesia, Irfan Bachdim
(yg ini nih, cewek pada demen !). Mereka begitu menawan menjalani peran dalam
struktural posisi di organisasi lapangan hijau. Semua pada posisi masing – masing
sesuai desain strukturalnya. Hasilnya, Malaysia & Laos menjadi tumbal bagi
bangkitnya garuda dari stadion gelora Bung Karno beberapa hari terakhir ini (walau
di atas kertas Laos unggul, tapi kan sepakbola diatas rumput..so prediksi diatas
kertas lewat bung..!!!).

Desain struktur organisasi sepakbola di lapangan hijau merupakan inspirasi yang


tepat untuk membentuk sebuah struktur organisasi. Tiap posisi memiliki peran yang
sangat vital, ketiadaannya merupakan suatu rantai yang terputus sehingga peran
organisasi tidak akan kokoh lagi. Adanya struktur kiper, bertugas menjaga gawang
agar tidak kebobolan. Bek berperan untuk mempertahankan gawang dari serangan
lawan, gelandang bertugas menjadi penyeimbang, dimana saat sebuah tim
mengawali serangan, seorang gelandang menyambung bola dari bek untuk
diarahkan ke penyerang, sedangkan waktu diserang seorang gelandang adalah
orang pertama yang harus merebut bola dari kaki lawan sebelum bek. Dan tidak
kalah penting adalah tugas penyerang yang bertugas untuk mencetak gol.
Bagaimana dengan struktur organisasi apotek ?

Bagi organisasi apotek yang melandaskan organisasinya pada sebuah aktivitas


(job roles), maka sebelum struktur organisasi apotek dibentuk, harus dilakukan
identifikasi. Beberapa hal yang harus diperjelas adalah : siapa melakukan apa, misi
masing-masing orang, tanggung jawab, ukuran keberhasilan dan wewenang yang
mereka miliki, harus terdeskripsi secara jelas, dengan tujuan untuk menghindari
saling lempar tanggung jawab. Hasil tersebut kemudian diolah dan dijadikan
sebuah dokumen yang mengandung informasi menyeluruh dan relevan tentang
sebuah jabatan di dalam struktur organisasi apotek yang merupakan hasil dari
proses analisa jabatan. Di dalamnya termaktub juga penekanan bahwa misi suatu
jabatan berbeda dengan jabatan lain.

JOB REQUIREMENT

Pengertian job requirement adalah penjelasan terkait persyaratan yang harus


dipenuhi oleh pemangku jabatan dalam struktur organisasi apotek agar dapat
menjalankan pekerjaannya sesuai target. Beberapa hal yang dibicarakan
dalam Job Requirementadalah:
- Persyaratan mutlak jabatan
- Pendidikan
- Pengalaman kerja
- Kompetensi minimum yang dipersyaratkan kepada pemangku jabatan untuk
dapat memenuhi tanggung jawab dan melakukan pekerjaan dengan baik.
Komponen ini hanya untuk melihat kesesuaian antara pekerjaan dengan orang
yang akan menjalankannya, belum menggambarkan kemampuan orang tersebut
dalam melakukan pekerjaan.

JOB DESCRIPTION

Makna job description yaitu sebuah pemaparan tentang apa, mengapa dan
bagaimana suatu jabatan atau pekerjaan struktur organisasi apotek tersebut
seharusnya dilakukan. Jika dicermati, job description ini hanya menjelaskan proses
kerja yang seharusnya dikerjakan oleh sebuah pemangku jabatan. Disini tidak
terlihat adanya pihak yang dilayani atau pihak yang seharusnya dipuaskan dari
deskripsi kerja yang dilakukan. Demikian pulaoutput (hasil kerja) & input, belum
tergambar dalam komponen ini.
JOB ROLES

Job roles memiliki arti sebuah penjelasan mengenai tujuan jabatan dalam struktur
organisasi apotek tersebut diciptakan, apa yang menjadi konstribusi spesifik
sebuah jabatan, bagaimana dampaknya jika jabatan tersebut ditiadakan dan
mengapa jabatan tersebut dibutuhkan. Ilustrasi jabatan struktur apotek mencakup
narasi lengkap yang mengambarkan posisi di dalam organisasi, ruang lingkup
pekerjaan, tanggung jawab, aktivitas, keterhubungan aktivitas bisnis apotek,
tantangan dan informasi lain yang terkait dengan jabatan dalam struktur organisasi
apotek tersebut.

KEY PERFORMANCE INDICATOR

Secara sederhana key performance indicator dapat dimaknai sebagai ukuran


keberhasilan pemangku jabatan dalam struktur organisasi apotek dalam memenuhi
setiap tanggung jawab utamanya. Dimensi jabatan yang diukur dalam key
performanced indicator ini adalah hal-hal yang memberikan dampak dalam
pemenuhan tanggung jawab, yang terkait dengan hubungan kerja dan lingkungan
kerjanya. Begitu tanggung jawab utama dan ukuran keberhasilan sudah
teridentifikasi, maka tahapan selanjutnya adalah menetapkan sebuah target hasil
kinerja yang ingin dicapai, kemudian setiap orang diukur kinerjanya berdasarkan
pencapaian mereka terhadap target itu.

Dengan tanggung jawab yang terdeskripsi dengan baik, dan dilengkapi


dengan ukuran keberhasilan yang jelas serta terukur dari setiap pemangku
jabatan, baik level paling bawah hingga level atas, niscaya saling lempar
tanggung jawab di lingkungan struktur organisasi apotek tidak akan terjadi
dan setiap orang jelas ukuran berhasil atau tidaknya dalam melakukan
sebuah pekerjaan.

”Sesuatu yang tidak terukur, tidak bisa dianalisa. Sesuatu yang tidak bisa
dianalisa, tidak bisa dievaluasi. Sesuatu yang tidak bisa dievaluasi, tidak
bisa diperbaiki”

Diposkan oleh I'm Pharmapreneur. di 10.05.00 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Reaks
i:

RABU, 01 DESEMBER 2010

Analisis TOWS, bukan SWOT ! Untuk Bisnis Apotek

Para pharmapreneur & pebisnis apotek sekalian…melihat tema diatas, adakah


yang komentar semakna dengan ini : “Ah..apa bedanya TOWS ama SWOT ?
Cuma dibolak – balik aja kan ! Dasar ga’ punya kerjaan aja”. Iya benar, secara
penulisan memang demikian. Tapi ada suatu rahasia dibalik itu semua
(sststst..jangan keras – keras, ada rahasia ! Hanya kamu & aku aja..). Sebelum
melangkah jauh, saya akan ajak pharmapreneur & pebisnis apotek sekalian untuk
mengingat lagi tentang analisis SWOT (sebelum nanti berubah jadi TOWS).

Kata SWOT merupakan kependekan


dari Strenght (Kekuatan), Weakness (Kelemahan),Opportunity (Peluang),
dan Threat (Ancaman). Analisis SWOT bisnis apotek merupakan metode analisis
yang efektif untuk mengidentifikasi faktor – faktor internal dan eksternal, serta
membuat kombinasi sebuah rancangan strategi dalam rangka memenangkan
pertarungan bisnis apotek tersebut. Penggunaan analisis SWOT tidak akan pernah
lepas dari faktor internal yang akan senantiasa bertemu dengan faktor eksternal
bisnis tersebut.Strenght & weakness cenderung berperan sebagai faktor internal,
sedangkan opportunity& threat cenderung merupakan faktor eksternalnya. Secara
logika, bisnis apotek dikatakan kokoh bila pada kondisi strenght yang maksimal
dengan opportunity yang maksimal pula. Pada posisi demikian,
apabila weakness pada kondisi yang minimal & disertai threat yang minimal, maka
keberhasilan bisnis apotek niscaya akan mudah diraih. Untuk lebih mempermudah
pharmapreneur & pebisnis apotek dalam memahami hal ini, mappingberikut
semoga bisa mambantu :

Berdasar mapping diatas, silahkan dibayangkan...apa jadinya bila sebuah bisnis


apotek memiliki strenght yang minimal dengan opportunity maksimal ?...serta
dihadapkan pada kondisi weakness yang maksimal serta adanya threat yang
maksimal pula ? (tiarap aja deh...!!!).

Analisis TOWS, bukan SWOT !

“Apa bedanya sih ?”. Penasaran kan ? Lets ceck it out…Perbedaan analisis TOWS
dengan analisis SWOT merupakan perbedaan sebuah cara pandang (Ngemeng –
ngemeng, di Bukan Empat Mata, itu sering disebut Mind Set ! hehe..). Pada bisnis
apotek, analisis SWOT yang dilakukan biasanya berlandaskan kondisi yang terjadi
”saat ini” atau bahkan ”masa lalu”. Perlu dibuktiin nih ?...boleh di tes, sediakan
masing – masing waktu 1 menit. Satu menit pertama untuk menuliskan sebanyak
mungkin tentang strenght yang anda miliki, dan satu menit berikutnya untuk
menuliskan sebanyak mungkin weakness-nya. Lihat dan bandingkan, hampir
dipastikan jumlah strenght yang tertulis akan lebih banyak dibandingkan
dengan weakness-nya. Strenght yang telah disebutkan tadi begitu banyak tertulis
karena menggunakan cara pandang ”saat ini” atau bahkan ”masa lampau” yang
telah dilalui (ingin mengenang kejayaan masa lalu yach..hehe).
Sedangkan weaknesstertulis lebih sedikit karena bias pada pandangan ke
belakang, yang cenderung memaafkan atas kelemahan – kelemahan yang ada,
bahkan sampai terlupakan. Nah..disinilah titik masalahnya, analisis SWOT yang
dimulai dengan strenght & weaknessyang cenderung menggunakan titik tolak ”saat
ini” atau ”masa lalu”, sungguh tidak relevan untuk menyambut ”masa depan”.

Sekarang rasakan bedanya dengan analisis TOWS. Analisis ini dimulai dari
sebuah threat(ancaman) & opportunity (peluang) yang secara tidak langsung akan
memaksa untuk mulai berorientasi pada ”masa depan”. Terlebih lagi bila secara
nyata threat itu sangat mengancam, pasti deh akan mencari peluang – peluang
untuk masa depan. Tentu analisis TOWS ini lebih obyektif untuk menyusun strategi
– strategi bisnis apotek menuju sengitnya sebuah kompetisi. Berikut tersaji
contoh mapping analisis TOWS untuk sebuah bisnis apotek.

STRENGH WEAKNESS

apotek = 4 apoteker apoteker = lulusan baru

TOWS modal kerja kuat sistem administrasi manual

Analysis letak strategis (mudah diakses) tempat parkir terbatas

harga terjangkau item belum banyak

tempat nyaman kursi ruang tunggu terbatas

OPPORTUNITY S*O - Strategy W*O - Strategy

Apotek kompetitor blm "Convert Lakukan Care, bukan Perbanyak jam praktek
Service into Care" sekadar Service ! apoteker

Bikin "sensational over" : Perkuat ketertiban catatan


Harga di atas psikologis pasar harga. data manual

Apotek kompetitor kurang


strategis Papan nama diperbesar Fokus item pareto "A" & "B"

Ada praktek dokter baru Kerjasama dg dokter baru Kecepatan pelayanan

THREAT S*T - Strategy W*T - Strategy

Brand lebih Care dibanding


Sudah ada 2 apotek lama kompetitor Tanda tata cara parkir

Salah 1 apotek kompetitor ada Aktif ikut training / seminar


praktek dokter bisnis apotek
Penguatan market share :
Salah 1 apotek yang lainnya health care Bikin kerjasama apotek
telah menjalin kerjasama
rekanan
dengan RS

*properties : roviq adi prabowo.

Mapping diatas menyimpulkan sebuah strategi yang didasarkan atas


adanya threat &weakness yang harus diatasi dengan strenght & opportunity.
Secara garis besar akan terangkum seperti berikut :

a. Strenght harus dimaksimalkan bila menangkap adanya opportunity


b. Strenght yang kuat digunakan untuk mencegah adanya threat
c. Atasi weakness dengan adanya opportunity
d. Minimalkan weakness dan cegah threat

Anda mungkin juga menyukai