Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL TUGAS AKHIR (INSTRUMENTASI)

OPTIMISASI PLANTWIDE DAN KONDISI OPERASI PADA


PROSES CO2 ABSORBTION PLANT

Disusun Oleh:

Aditya Damar Jati


NRP. 02311640000100

Dosen Pembimbing :

Totok Ruki Biyanto, Ph.D


NIP. 19710702 199802 1 001

PROGRAM STUDI S-1


DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR
DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA FTI-ITS

Judul : Optimisasi Plantwide Control dan Kondisi Operasi pada


Proses CO2 Absorbtion Plant
Bidang Studi : Rekayasa Instrumentasi dan Kontrol
1. a. Nama : Aditya Damar Jati
b. NRP : 02311640000100
c. Jenis Kelamin : Laki-Laki
2. Jangka Waktu : 5 bulan
3. Pembimbing : Totok Ruki Biyanto, Ph.D
4. Usulan Proposal Ke : I
5. Status : Baru

Surabaya, 22 Agustus 2019

Pengusul,

Aditya Damar Jati


NRP. 02311640000100

Menyetujui,

Pembimbing I,

Totok Ruki Biyanto, Ph.D


NIP. 19710702 199802 1 001
I. Judul
Optimisasi Plantwide Control dan Kondisi Operasi pada Proses CO2 Absorbtion
Plant

II. Mata Kuliah Pilihan Bidang Minat yang Diambil


1. Sistem Pengendalian Modern
2. Pengendalian Proses
3. Plantwide Control

III. Pembimbing
1. Totok Ruki Biyanto, Ph.D

IV. Latar Belakang


Gas alam merupakan senyawa hidrokarbon yang terdiri dari campuran beberapa
macam gas hidrokarbon yang mudah terbakar dan non hidrokarbon (impuritas) seperti
Hg, CO2, dan H2S (M. Faisol Haq, 2012)[1]. Gas alam menjadi salah satu bahan baku
dalam pembuatan LNG di PT Badak LNG. Untuk menghilangkan kadar CO2 maka
dilakukan proses pemurnian dengan cara menyerap CO2 melalui proses CO2 absrobtion
plant. Proses CO2 absrobtion plant merupakan tahap pemurnian gas dari kandungan
CO2. Menurut Irfan Javed dkk (2010) dalam jurnalnya, salah satu proses dalam CO2
absorbtion plant adalah proses absorbsi CO2 dimana gas akan dikondensasi pada suhu
rendah dan tekanan tinggi agar dapat terserap oleh larutan Benfield[2] . Proses CO2
absorbtion plant tersebut membutuhkan energi panas dengan jumlah yang besar. Menurut
Rochelle G. dan Oyenekan B. (2006), kinerja proses tersebut dapat dilihat dari spesifikasi
produk, kuantitas produk, maupun efisiensi energi[3] . Proses pada kolom absorber
menggunakan energi yang cukup banyak karena harus beroperasi pada suhu rendah.
Energi diambil dari pemanasan maupun pendinginan yang bekerja pada sistem dan energi
dari produk atau energi recovery. Energi recovery sangat bergantung terhadap efisiensi
pembakaran pada heat exchanger. Padahal efisiensi heat exchanger bisa menurun
sepanjang waktu operasi. Kondisi operasi menurun disebabkan oleh kualitas dan
kuantitas bahan baku saat plant beroperasi sehingga pemodelan desain awal set up tidak
lagi optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi dengan membandingkan desain
dan kondisi operasi di lapangan agar mendapatkan kinerja yang optimal menggunakan
optimasi plant wide control.

V. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam
tugas akhir ini yaitu:
1. Bagaimana Optimisasi Plantwide Control dan Kondisi Operasi pada Proses
CO2 Absorbtion Plant?
2. Bagaimana dampak penerapan Optimisasi Plantwide Control dan Kondisi
Operasi pada Proses CO2 Absorbtion Plant terhadap kuantitas dan kualitas
produk, penggunaan energi, serta sisi ekonomi yang lain?

VII. Tujuan
Tujuan dilakukan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Merancang Optimisasi Plantwide Control dan Kondisi Operasi pada Proses
CO2 Absorbtion Plant
2. Menganalisa dampak penerapan Optimisasi Plantwide Control dan Kondisi
Operasi pada Proses CO2 Absorbtion Plant terhadap kuantitas dan kualitas
produk, penggunaan energi, serta sisi ekonomi yang lain.

VII. Lingkup Kerja


Ruang lingkup yang dikaji dalam tugas akhir ini meliputi:
1. Proses yang dikaji adalah Proses CO2 absorbtion plant pada perusahaan gas di
Kaliantan Timur.
2. Menerapkan strategi plantwide control karya Skogestad.

VIII. Tinjauan Pustaka


Beberapa pustaka yang menimbulkan gagasan dan mendasari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Haq, M. Faisol. 2012. Optimasi Penyerapan H2S terhadap Perubahan Suhu
Ambient dalam Amine Contactor dengan Metode Pemrograman Non Linear
pada Industri Pengolahan Gas Alam di Gresik. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
2. S. Skogestad. 2004. Control structure design for complete chemical plants.
Sumber ini berisi prosedur struktur desain plantwide control karya Skogestad,
dimana menjelaskan tentang top-down analysis dan bottom-up design.
3. Jones, Dustin, etc. 2014. Plant-wide control system design: Primary
controlled variable selection.
Sumber ini berisi penjelasan bagaimana pemilihan variabel kontrol primer,
yaitu dengan melihat sisi ekonomisnya. Sehingga tujuan utamanya adalah
mengoptimasi biaya operasi yang digunakan pada proses.
4. Jones, Dustin, etc. 2014. Plant-wide control system design: Secondary
controlled variable selection.
Sumber ini berisi penjelasan bagaimana pemilihan variabel kontrol sekunder,
yaitu dengan melihat kemudahan dalam pengukuran dan sensitivitas terhadap input.
Sehingga tujuan utamanya adalah menjaga hasil output tetap sesuai dengan
keinginan dengan meminimalisir error.
5. Biyanto, Totok R. 2015. Design Plant-wide Control to Waste Heat Recovery
Generation on Cement Industry Based HYSYS.
Sumber ini berisi penjelasan mengenai penerapan plant-wide control pada
Waste Heat Recovery Generation (WHRG) pada industri semen menggunakan
HYSYS yang dapat dijadikan referensi pada perancangan plant-wide control pada
tugas akhir ini.

IX. Teori Penunjang

9.1 Absorber
Absorber adalah alat pemisahan suatu komponen gas oleh zat cair sebagai pelarut.
Prinsip kerjanya adalah suatu campuran gas diumpankan dari bawah (bottom) tower
absorber, untuk dikontakkan dengan zat cair dari atas (top) absorber. Kompenen gas yang
mempunyai kelarutan terbesar pada cairan tersebut akan larut bersama adsorben (zat cair)
dan menjadi bottom produk, sedangkan komponen gas lainnya yang tidak terlarut dalam
absorben akan ke atas sebagai top produk. Karna prinsip kerja Absorber berdasarkan
kelarutan gas dalam cairan, maka kondisi operasi Absorber adalah pada temperatur
rendah, dan tekanan tinggi. Dimana pada kondisi ini, daya larut gas dalam fase cair akan
maksimal (ingat hukum gas ideal ).

9.2 Heat Exchanger


Heat exchanger merupakan alat yang digunakan untuk proses transfer energi
thermal (enthalpy) antara dua fluida atau lebih, antara sebuah permukaan solid dan sebuah
fluida ataupun antara suatu bagian dari solid terhadap fluida pada temperatur yang
berbeda dan dalam kontak thermal. Aplikasi dari heat exchanger banyak digunakan pada
proses pemanasan (heating) dan pendinginan (cooling) dari suatu aliran fluida, selain itu
digunakan juga pada proses evaporasi dan kondensasi dari aliran fluida dengan komponen
tunggal maupun campuran. Prinsip kerja dari heat exchanger ini adalah mengontakan
antar fluida yang akan dinaikan atau diturunkan temperaturnya, namun pada umumnya
proses kontak yang terjadi tidak secara langsung melainkan dipisahkan oleh sebuah
dinding. Heat exchanger memiliki beberapa jenis yaitu shell and tube, plates, open-flow
dan rotating.

9.3 Striper
Stiper adalah kebalikan dari absorber. Striper adalah alat yang digunakan untuk
memisahkan suatu komponen zat cair dari campurannya dengan menggunakan gas
sebagai penyerap. Prinsip kerja stipper berdasarkan kemampuan zat cair untuk menguap
ke gas stipping. Kebalikan dari absorber, kondisi operasi stipper yaitu pada temperatur
tinggi dan tekanan rendah. Temperatur yang digunakan disesuaikan dengan titik didih
larutan yang ingin dipisahkan dari campurannya. Adapun cara kerja nya yaitu camouran
zat cair di umpankan dari top stipper, dan dikontakkan dengan gas stipping dari bottom
stipper. Komponen zat cair tertentu akan tersripping/ menguap bersama aliran gas
kebagian top sripper, sedangkan cairan ang tidak terstipping akan mengalir ke bottom
stipper sebagai bottom produk.

9.4 Peng-Robinson Equation of State


Equation of state (persamaan keadaan) adalah persamaan termodinamika yang
menggambarkan keadaan materi di bawah keadaan fisik yang ada. Persamaan ini
merupakan persamaan konstitutif yang menyediakan hubungan matematis antara dua atau
lebih fungsi keadaan terkait dengan zat atau unsur, seperti suhu, tekanan, volume, atau
energi internal. Persamaan keadaan berguna untuk mengkorelasikan kepadatan gas dan
cairan dengan suhu dan tekanan.
Terdapat beberapa macam equation of state salah satunya yaitu Peng-Robinson
equation of state yang dinyatakan dalam rumus di bawah ini.
𝑅𝑇 𝑎𝛼
𝑝=𝑉 −𝑉2 2
(1)
𝑚 −𝑏 𝑚 +2𝑏𝑉𝑚 −𝑏
2 2
𝑅 𝑇𝑐
𝑎 = 0,45724 (2)
𝑃𝑐
𝑅𝑇𝑐
𝑏 = 0,07780 (3)
𝑃𝑐
𝑘 = 0,37464 + 1,5422𝜔 − 0,26922𝜔2 (4)
𝛼 = (1 + 𝜅(1 − 𝑇𝑟 0,5 ))2 (5)
𝑇
𝑇𝑟 = 𝑇 (6)
𝑐

dimana:
p = tekanan (mutlak)
V = volume
n = jumlah mole pada zat
𝑉
𝑉𝑚 = 𝑛 = volume molar, volume dari 1 mole gas atau cair
T = temperatur mutlak
R = gas konstan ideal (8,3144621 J/molK)
𝑃𝑐 = tekanan pada titik kritis
𝑇𝑐 = temperatur mutlak pada titik kritis.

Persamaan Peng-Robinson ditemukan pada tahun 1976 untuk menyempurnakan


persamaan sebelumnya di University of Alberta oleh Ding-Yu Peng dan Donald
Robinson untuk memenuhi tujuan berikut [7].
 Parameter-parameter dapat dinyatakan dalam sifat kritis dan faktor aksentrik.
 Model memberikan tingkat akurasi yang mendekati titik kritis, terutama untuk
perhitungan faktor kompresibilitas dan densitas cairan.
 Aturan dalam pencampuran tidak harus menggunakan lebih dari satu parameter
interaksi biner tunggal, yang harus independen dari tekanan suhu dan komposisi.
 Persamaan berlaku untuk semua perhitungan dari semua sifat fluida dalam proses gas
alam.

9.5 Plant Wide Control


Plantwide control melibatkan satu atau beberapa sistem dan strategi yang
digunakan untuk mengendalikan plant, dimana pada plant tersebut terdapat unit operasi
yang saling berhubungan. Tiga jenis unit operasi yang biasa menjadi permasalahan pada
suatu plant sehingga dibutuhkan plantwide control antara lain adalah adanya material
recycle, integrasi panas dan komponen kimia yang beragam. Adapun tujuan dari
plantwide control adalah mencapai kondisi operasi yang aman dan lancar, mampu
mempertahankan kualitas produk dengan adanya gangguan, mampu beroperasi secara
otomatis sepanjang waktu tanpa perlu perhatian lebih dari operator, memenuhi batasan-
batasan lingkungan seperti emisi gas berbahaya dan sebagainya. Dalam mencapai tujuan
tersebut, terdapat banyak prosedur plantwide control yang dikembangan. Dua prosedur
yang cukup populer di industri saat ini adalah prosedur plantwide control karya Luyben
dan prosedur plantwide control karya Skogestad.
Pada tugas akhir kali ini, prosedur plantwide control yang digunakan adalah karya
Skogestad. Dimana langkah–langkah penerapannya terbagi menjadi 2 bagian utama,
yaitu top-down analysis dan bottom-up design. Top-down analysis adalah metode yang
digunakan untuk mengoptimasi proses demi tujuan meningkatkan profit atau menurunkan
cost. Sedangkan bottom-up design adalah metode untuk mempertahankan stabilitas dari
sistem [8]
Dalam pemilihan variable optimasi pada plant wide control, terdapat dua jenis
variabel yakni variabel primer dan sekunder. Variabel primer adalah variabel yang
berkaitan langsung pada sisi ekonomi pada sistem [9]. Sedangkan variabel sekunder
adalah variabel yang mudah diukur dan sensitivitasnya tinggi sehingga dapat
menghasilkan respon yang cepat [10].
Berikut ini adalah langkah-langkah penerapan plantwide control karya Skogestad
[11].
Analisa Top-down
1. Tentukan tujuan operasional berupa fungsi biaya dan batasan –
batasannya.
2. Tentukan derajat kebebasan (Degrees of freedom/DOF), gangguan yang
mungkin terjadi dan lakukan optimasi pada operasi dengan derajat
kebebasan yang ada serta dengan mempertimbangan gangguan yang telah
ditentukan.
3. Identifikasi variabel proses yang akan dijadikan sebagai objek
pengukuran, lalu dari variabel proses tersebut dipilih variabel kendali
utama (Controlled variable 1/CV1) guna meminimalisir kerugian proses
ditinjau dari segi ekonomi.
4. Tentukan lokasi Througput Manipulator (TPM) yang menjadi pengatur
besar laju produk per satuan waktu.
Analisa Bottom-up
5. Pilih struktur pada tingkat pengendalian regulatory dengan menentukan
variabel kendali kedua (Controlled Variable 2/CV2) yang fokus pada
stabilisasi proses dan juga pemilihan pasangan variabel proses – variabel
manipulasi.
6. Pilih struktur pada tingkat pengawasan atau supervisory dengan
mempertimbangkan pasangan variabel proses – variabel manipulasi dan
juga penentuan pengendali, apakah dengan menggunakan struktur
pengendali yang terdesentralisasi atau pengendali multi-variabel.
7. Pilih struktur pada tingkat optimisasi yang berfungsi untuk menentukan
set point optimum pada proses.
X. Metodologi Penelitian
Penelitian pada tugas akhir ini dirancang pada beberapa tahapan, yang digambarkan
pada diagram alir seperti pada berikut. Tahapan tersebut meliputi beberapa hal berikut:

Gambar 10.1 : Diagram alir penelitian

1. Pengumpulan Data Komponen dan Konfigurasi peralatan pada CO2


Absorbtion Plant
Data yang di ambil merupakan data-data yang diperlukan untuk memodelkan
proses berdasarkan column internal datasheet, P&ID, dan PFD sehingga di dapatkan
gambaran umum proses serta properties deethanizer dari perusahaan yang akan
digunakan untuk memodelkan variable pada CO2 Absorbtion plant.
2. Pemodelan Proses Kolom pada CO2 Absorbtion Plant.
Data spesifikasi serta feed kolom deethanizer yang telah didapat kemudian
disimulasikan pada software hysys untuk mendapatkan kondisi real CO2 Absorbtion
Plant.
3. Validasi Pemodelan Proses Kolom pada CO2 Absorbtion Plant.
Validasi dari pemodelan proses kolom dilakukan dengan cara melakukan
perbandingan antara nilai pada masing-masing stream dari hasil simulasi pada hysys
dengan nilai pada masing-masing stream pada data design.
4. Perancangan Plant Wide Control
Merancang sistem CO2 Absorbtion Plant menggunakan plant wide control
dengan menggunakan metode top-down dan bottom-up untuk mengoptimalkan kinerja
sistem.
5. Pengujian Performansi Sistem dan Analisa
Sistem yang telah teroptimasi diuji performansinya, kemudian dilakukan analisis
hasil serta pembahasan untuk laporan tugas akhir.
XI. Jadwal Kegiatan
Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini akan dilaksanakan dalam jangka waktu 5
bulan dengan rincian sebagai berikut:

Bulan
No Kegiatan September Oktober Nopember Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi
1
literatur
Pengumpulan
data kolom
2 deetanizer
pada proses
cryogenic
Pemodelan
3 proses kolom
deetanizer
Perancangan
4 plantwide
control
Pengujian
performansi
5
sistem dan
analisa
Penyusunan
6
laporan
XII. Daftar Pustaka

[1] M. Pilling, Be Smart about Column Design, Sulzer Chemtech USA, 2012.

[2] L. N. Komariah, Tijauan Teoritis Perancangan Kolom Distilasi Untuk Pra-


Rencana Pabrik Skala Industri, 2009.

[3] M. L. Gray, United States Patent: Cryogenic Recovery of LPG from Natural Gas,
1984.

[4] https://auduboncompanies.com/using-cryogenic-separation-for-ngl-extraction-
101/ [Diakses 27 Januari 2019].

[5] C. L. Yaws, Enthalpy of Vaporization at Boiling Point - Organic Compounds.

[6] T. R. Biyanto, "Design Plant-wide Control to Waste Heat Recovery Generation


on Cement Industry Based HYSYS," 2015.

[7] D. Y. Peng and D. B. Robinson, "A New Two-Constant Equation of State," in


Industrial and Engineering Chemistry: Fundamentals 15, 1976, p. 59–64.

[8] T. R. Biyanto, Design Plant-wide Control to Waste Heat Recovery Generation on


Cement Industry Based HYSYS, 2015.

[9] D. Jones, Plant Wide control system design : Primary controlled variable
selection., 2014.

[10] D. Jones, Plant Wide control system design : Secondary controlled variable
selection., 2014.

[11] S. Skogestad, Control structure design for complete chemical plants, 2004.

Anda mungkin juga menyukai