Anda di halaman 1dari 10

conth makalah perilaku

seksualitas dikalangan
remaja
Kamis, 14 Juni 2012

PERILAKU SEKSUALITAS DI
KALANGAN REMAJA
D
I
S
U
S
U
N

OLEH:

nama : ahyuni
program : D3 KEBIDANAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejalan dengan pembangunan yang semakin maju dan semakin global terjadi
banyak kemajuan-kemajuan yang disebut modernisasi. Walau tidak dipungkiri
memberikan banyak dampak positif diberbagai bidang tetapi dipihak lain juga
memberikan dampak negatif. Kalangan yang rentan terhadap dampak negatif
modernisasi adalah remaja.
Salah satu konflik antar generasi dalam dunia modern adalah masalah tingkah
laku seksual. Pakar di bidang sosial percaya bahwa seksualitas bukan berkembang
secara natural, tetapi merupakan hasil pendidikan sosial. Seperti halnya manusia belajar
berteman dan bercinta, demikianlah juga perkembangan seksualitas. Karena merupakan
proses belajar bersama, jadi kebiasaan dan budayalah yang menentukan apakah
tindakan seksualitas seseorang itu dianggap normal atau tidak. Konsekuensinya tingkah
laku seksual di satu tempat yang dianggap normal dan baik, mungkin akan menjadi hal
yang amat tabu di konteks yang lain. Tidak heran dalam era globalisasi, masalah
pendidikan seks menjadi ajang konflik nilai-nilai keluarga dan budaya yang amat
kompleks. (Media Indonesi Online. 2005)

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang dan masalah-masalah tersebut, penelitian merasa tertarik
untuk mengetahui perilaku seks pra nikah dikalangan remaja

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku seks pranikah pada siswa.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendapatkan gambaran tentang faktor pemicu (presponding factor) yang
mempengaruhi siswa melakukan seks pra nikah
b. Untuk mendapatkan gambaran tentang faktor pendukung (enabling factor) yang
mempengaruhi siswa melakukan seks pra nikah.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan


Dapat dijadikan acuan dalam menyusun program untuk menanggulangi perilaku seks
bebas, terutama dikalangan Siswa.
2. Manfaat bagi Institusi penelitian
Dapat dijadikan acuan dalam menanggulangi perilaku seks bebas, terutama dikalangan
Siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjaun Umum Tentang Perilaku
Perilaku secara umum dapat dinyatakan sebagai respon/reaksi individu terhadap
stimulasi baik, yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Perilaku manusia
sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Faktor penentu
atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi sebab perilaku merupakan resultan
dari berbagai faktor baik internal maupun eksternal.
Perilaku dipandang dari segi biologi adalah suatu aktivitas atau kegiatan
organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu
aktivitas daripada manusia itu sendiri.
ada 4 alasan yang menyebabkan seseorang berperilaku yaitu :
a. Thougt and Feeling (pemikiran dan perasaan). Bentuk dari pemikiran dan
perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan nilai-nilai.
b. Personal Reference (orang penting sebagai referensi). Orang-orang yang dianggap
penting sebagai referensi seperti : guru, alim ulama, kepala suku, kepala desa, dan
sebagainya.
c. Culture (kebudayaan) bentuknya seperti : perilaku norma, kebiasaan, nilai-nilai, dan
penggunaan sumber-sumber didalam suatu masyarakat atau menghasilkan suatu pola
hidup yang pada umumnya disebut kebudayaan.
d. Resources (sumber-sumber) yang termasuk dalam sumber disini adalah fasilitas, uang,
waktu, tenaga kerja, pelayanan, keterampilan dan sebagainya.
Dalam mendalami masalah-masalah perilaku kesehatan bagi kepentingan penelitian,
maka perilaku kesehatan, digolongkan sebagai berikut :
a. Perilaku sadar yang menguntungkan kesehatan
b. Perilaku sadar yang merugikan kesehatan
c. Perilaku tidak sadar yang menguntungkan kesehatan
d. Perilaku tidak sadar yang merugikan kesehatan

B. Tinjauan Umum Tentang Seksualitas Remaja

1. Pengertian Seksualitas
Kata seksualitas berasal dari kata latin seksus yang berarti jenis kelamin.
Defenisi seksualitas dapat diuraikan ke dalam sex act dan sex behavior. Seks
act merupakan konsepsi seksual yang berkaitan dengan defenisi seksualitas sebagai
aktivitas persetubuhan untuk mengungkapkan rasa kasih sayang. Sedangkan sex
behavior adalah berkaitan dengan psikologi, sosial, budaya dari seksualitas seperti hal-
hal mengenai ketertarikan pada erotisitas, sensualitas, pornografi dan ketertarikan
dengan lawan jenis.
Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki, yang
sering disebut jenis kelamin (Suarta, 2007). Seksualitas menyangkut berbagai dimensi
yang sangat luas yaitu dimensi biologis, sosial, perilaku dan kultural.
Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai kesejahteraan fisik,
mental dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini tercermin dari ekspresi yang
bebas namun bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya. Bukan hanya
tidak adanya kecacatan, penyakit atau gangguan lainnya. Kondisi ini hanya bisa dicapai
bila hak seksual individu perempuan dan laki-laki diakui dan dihormati seksualitasnya.
(Qamariyah, 2005).
Menurut Masters, Jonhson dan Kolodny (Irawati, 1999), seksualitas menyangkut
berbagai dimensi yang sangat luas, diantaranya adalah dimensi biologis, psikologi, sosial
dan kultur.
a. Dimensi Biologis
Berdasarkan perspektif biologis (fisik), seksualitas berkaitan dengan anatomi dan
fungsional alat reproduksi manusia dan dampaknya bagi kehidupan fisik atau biologis
manusia.
b. Dimensi Psikologis
Berdasarkan dimensi ini, seksualitas berhubungan erat dengan bagaimana
manusia menjalani fungsi seksual, sesuai dengan identitas jenis kelamin dan bagaimana
dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi, perilaku) terhadap seksualitas
itu sendiri, serta bagaimana dampak psikologis dari keberfungsian seksualitas dalam
kehidupan manusia.
c. Dimensi Sosial
Dimensi sosial melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar
manusia, bagaimana seorang dapat beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan tuntutan
peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas
dalam kehidupan manusia.
d. Dimensi Kultur-Moral
Dimensi ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai budaya dan moral mempunyai
penilaian terhadap seksualitas. Misalnya di negara timur, orang belum mengenal
ekspresif mengungkapkan seksualitas, berbeda dengan di negara barat, seksualitas
umumnya menjadi salah satu aspek kehidupan yang terbuka dan menjadi hak asasi
manusia.
2. Tujuan Seksualitas
Tujuan seksualitas secara umum adalah meningkatkan kesejahteraan kehidupan
manusia. Secara khusus ada dua tujuan seksualitas, yaitu :
a. Prokreasi (menciptakan atau meneruskan keturunan)
b. Rekreasi (memperoleh kenikmatan biologis/seksual)
Kedua fungsi ini harus berjalan seiring. Berdasarkan pendekatan religius, Tuhan
menggariskan kedua tujuan ini sebagai bentuk keseimbangan hak dan kewajiban yang
harus dipenuhi oleh manusia dalam suatu ikatan ernikahan yang sah secara hukum
negara dan agama.
3. Dimensi Pribadi Kaitannya dengan Seksualitas
Ada tiga elemen dimensi pribadi terkait dengan seksualitas, yaitu :
a. Harga diri
Adalah konsep individu tentang dirinya yang menggambarkan pemaknaan
tentang diri serta seberapa jauh kepuasan yang didapatkan dari gambaran tentang diri
tersebut. Hal ini akan sangat mempengaruhi tingkah laku seseorang.
b. Keterampilan Komunikasi
Yaitu cara remaja mengekspresikan keinginan pendapatnya tentang masalah-
masalah yang berhubungan dengan seksualitasnya. Bila remaja mampu
mengkomunikasikannya dengan baik maka akan mempermudah penanggulangan
masalah seksualitas yang dialaminya.
c. Keterampilan Memutuskan
Sepanjang kehidupan banyak keputusan mengenai seksualitas yang harus
diambil, misalnya perilaku seksual yang dipilih, memilih pasangan hidup, perencanaan
kehamilan, dan lain-lain.
4. Perkembangan Seksualitas Remaja
Perkembangan seksual remaja dapat ditelusuri melalui tiga aspek yang
mendukung, yaitu
a. Seksual Fantasi
Seksual awal remaja biasanya tidak lepas dari upaya untuk berfantasi mengenai
segala seluk beluk masalah seksual sampai dengan mimpi basah. Ada berbagai alasan
mengapa remaja melakukan fantasi seksual, yaitu untuk menikmati aktivitas seksual
secara pribadi untuk menggantikan penyaluran seksual secara nyata, untuk mencoba-
coba membangkitkan kepuasan seksual, dan untuk latihan sebelum perilaku seksual
tersalurkan secara nyata.
b. Independensi
Kedekatan remaja dengan kelompok bermainnya sangat membantu dalam upaya
mendapatkan support dan bimbingan dari perilaku yang dilakukan. Walaupun tidak
dipungkiri bahwa kelompok bermain itu sendiri memiliki pola aturan, dan tuntutan perilaku
yang dikehendaki. Namun remaja lebih memilih teman sebayanya sebagai pelarian
keterikatan dari orang tua.
c. Reaksi Orang Tua
Sikap orang tua terhadap masalah seksual sangat berpengaruh terhadap seksual
remaja. Bila orang tua mengagungkan keperawanan maka biasanya anak akan memiliki
nilai yang sama mengenai keperawanan. Walaupun tidak semua orang tua memiliki sikap
kaku dan keras terhadap perilaku seksual terhadap remaja, namun hampir sebagian
besar orang tua tidak mau membiarkan anaknya memiliki sikap seksual yang bebas.
d. Sikap Positif Terhadap seksualitas
Berkaitan dengan banyaknya anggapan masyarakat yang salah tentang seks itu
tabu, jorok, seks untuk mendapatkan fasilitas/materi, dan sebagainya maka penting
diluruskan kembali sikap masyarakat terhadap seks. Anggapan yang salah dapat
berpengaruh terhadap perilaku, misalnya penyelewengan pemanfaatan seks dalam
kehidupan serta gangguan fungsi seksual pada masa mendatang.
Oleh karena itu, sikap positif terhadap seks menjadi hal yang sangat penting.
Berikut tingkah laku yang menunjukkan sikap positif terhadap seksualitas :
1. Menempatkan seks sesuai dengan fungsi dan tujuannya.
2. Tidak menganggap seks itu jijik, tabu atau jorok.
3. Tidak menjadikan candaan, bahan obrolan “murahan”.
4. Membicarakan dalam konteks ilmiah atau belajar untuk memahami diri dari orang lain
serta pemanfaatan secara baik dan benar sesuai dengan fungsi dan tujuan seksualnya.
5. Pola-Pola Perilaku Seksual Remaja
a. Masturbasi
Masturbasi merupakan tindakan yang bertujuan untuk memenuhi hasrat seksual
seseorang dengan merangsang alat kelamin sendiri dengan tangan atau alat. Ada
perbedaan presentasi antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan tindakan
masturbasi. Hampir 82% dari laki-laki usia 15 tahun melakukan masturbasi, sedangkan
hanya 20% dari perempuan usia 15 tahun yang melakukan masturbasi. Perilaku
masturbasi ini sendiri secara psikologis menimbulkan kontroversi parasaan antara
perasaan “bersalah” dan “puas”.
b. Oral-genital Seks
Tipe ini sekarang banyak dilakukan oleh remaja untuk menghindari terjadinya kehamilan.
Tipe hubungan seksual ini merupakan alternatif aktivitas seksual yang dianggap aman
oleh remaja.
c. Seksual Intercourse
Ada dua perasaan yang saling bertentangan saat remaja pertama kali melakukan
seksual intercourse. Pertama, muncul perasaan nikmat, menyenangkan, indah, intim, dan
puas. Pada sisi lain muncul perasaan cemas, tidak nyaman, khawatir, kecewa, dan
perasaan bersalah. Dari hasil penelitian tampak bahwa remaja laki-laki yang paling
terbuka untuk menceritakan pengalaman intercoursenya dibanding dengan remaja
perempuan.
d. Petting
Petting adalah upaya untuk membangkitkan dorongan seksual antara jenis kelamin
dengan tanpa melakukan intercourse. Usia 15 tahun ditemukan bahwa 39% remaja
perempuan melakukan petting, sedangkan 57% remaja laki-laki
melakukan petting (Ratna Eliyawati 1999).

C. Tinjauan Umum Tentang Perilaku Seks Pranikah


1. Perilaku Seksual Remaja
Permasalah seksualitas yang umumnya dihadapi oleh remaja adalah dorongan
seksual yang meningkat, sementara secara normatif mereka belum menikah, sehingga
belum diijinkan untuk melakukan hubungan seksual. Sementara itu usia kematangan
seksual mereka sudah semakin cepat, dilain pihak usia pernikahan malah semakin
mundur karena perubahan tuntutan sosial, kesadaran orang akan pendidikan dan karir
pekerjaan makin tinggi.
2. Pengertian Seks Pranikah
Seks Pra Nikah adalah kontak seksual yang dilakukan berpasangan dengan
lawan jenis atau sesame jenis contohnya pegangan tangan, cium bibir, cium pipi, petting,
dan berhubungan intim, yang dilakukan tanpa ikatan nikah yang sah menurut agama dan
Undang-undang pernikahan.
3. Faktor-faktor Penyebab Seks Pranikah
a. Kurang menghayati ajaran agama.
Pengetahuan norma sesuai ajaran agama yang kurang disertai penghayatan, dapat
menimbukan perilaku seksual menyimpang atau melakukan hubungan seks pranikah.
b. Kurang pengetahuan mengenai penyebab dan akibat SPN.
c. Terlibat dalam pergaulan bebas.
Salah memilih teman dapat merugikan masa depan karena mengikuti gaya hidup yang
tidak sehat, seperti gaya seks bebas, penggunaan narkoba, tindak kriminal dan
kekerasan.
d. Pengawasan masyarakat semakin menurun.
Masyarakat tidak lagi melakukan pengawasan terhadap perbuatan yang melanggar nilai-
nilai sosial dan budaya. Pengawasan yang semakin longgar terhadap perilaku
menyimpang, termasuk hubungan seks pranikah, menyebabkan kepatuhan terhadap
nilai-nilai sosial budaya menjadi menurun. (Licah.com, Mei 2005)
e. Trend Seksualitas baru dikalangan remaja.
"New Morality" dikenal sebagai "gerakan era baru" atau aktifitas moral baru yang
menghalalkan : hubungan seks pranikah, kehidupan pornografi, setanisme,
penyalahgunaan obat-obat dan pemberontakan terhadap otoritas orang tua.

BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Permasalah seksualitas yang umumnya dihadapi oleh remaja adalah dorongan
seksual yang meningkat, sementara secara normatif mereka belum menikah, sehingga
belum diijinkan untuk melakukan hubungan seksual. Sementara itu usia kematangan
seksual mereka sudah semakin cepat, dilain pihak usia pernikahan malah semakin
mundur karena perubahan tuntutan sosial, kesadaran orang akan pendidikan dan karir
pekerjaan makin tinggi.

SARAN
Ada baiknya kita lebih memberikan informasi yang lebih jelas terhadap perilaku
seksual,karena rasa keingintahuan ramaja yang sangat besarsangat dikhawatirkan jika
mereka mencari infornasi dengan cara yang salah.
Diposting oleh aviv art di 02.29 2 komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Arsip Blog

 ▼ 2012 (1)
o ▼ Juni (1)
 PERILAKUSEKSUALITAS DI KALANGAN REMAJADISUSUN OLEH...

Mengenai Saya

aviv art
Lihat profil lengkapku
Tema PT Keren Sekali. Diberdayakan oleh Blogger.

Gunarsa dalam Jufri (2005) mengidentifikasi bentuk-bentuk perilaku seksual,


meliputi:
1. Berjalan berduaan dengan pacar sambil bergandengan tangan
2. Memegang bahu atau pundak ketika berjalan dengan pacar
3. Memeluk pinggang pacar pada saat berboncengan di sepeda motor
4. Ciuman di kening
5. Berpelukan erat
6. Ciuman di bibir
7. Ciuman di leher
8. Saling meraba bagian tubuh dalam keadaan berpakaian
9. Ciuman pipi
10. Saling meraba bagian tubuh dalam keadaan tidak berpakaian
11. Menempelkan alat kelamin dalam keadaan tidak berpakaian
12. Bersenggama
Menurut Berzonsky dalam Jufri (2005), alasan remaja berperilaku seksual, yaitu:
1. Eksplorasi atau melakukan eksperimen dengan alat seksualnya
2. Bersenang-senang atau just for fun
3. Agar disenangi orang lain

Menurut Hurlock dalam Jufri (2005), faktor-faktor yang menyebabkan remaja


melakukan perilaku seksual adalah:
1. Adanya minat remaja pada seks
2. Sumber-sumber informasi mengenai seks, seperti hygiene sex di sekolah,
buku-buku tentang seks
3. Sikap sosial yang baru terhadap seks
4. Mudahnya memperoleh alat-alat kontrasepsi dan legalisasi pengguguran di
banyak negara
5. Hubungan yang tidak harmonis dengan orang tua
6. Perubahan sikap remaja terhadap perilaku seksual
Sedangkan menurut Luthfie dalam Jufri (2005), beberapa faktor yang
menimbulkan dorongan untuk melakukan perilaku seksual pada
remaja/mahasiswa, yaitu:
1. Budaya tertutup, dimana orang tua menganggap tabu kalau membicarakan
soal seks pada anaknya sehingga mereka mencari sumber lain yang belum tentu
benar.
2. Tabloid dan majalah porno yang menyebabkan mereka berkhayal bagaimana
melakukan hubungan intim dengan lawan jenis.
3. Blue film merupakan faktor pemicu yang amat cepat merangsang orang buat
melakukan hubungan seksual. Gambar dan suara yang muncul dari film tersebut
membuat remaja yang melihatnya menjadi terkesima, sehingga terangsang untuk
melakukan hal yang serupa.
4. Situs seks, pengaruh yang ditimbulkannya hampir sama dengan blue film (film
porno). Gambar-gambar bernuansa seksual yang ditampilkan melalui cybersex di
internet dapat mengundang timbulnya rangsangan atau dorongan untuk
melakukan seks permisif.
5. Telepon/SMS seks, termasuk faktor yang bisa memicu terjadinya perilaku seks
bebas, karena meskipun tidak melihat gambarnya tetapi dari desahan suara yang
dimunculkan lewat kabel telepon itu membuat remaja berimajinasi.
6. Mengunjungi ke night club, di tempat ini banyak wanita-wanita yang
pakaiannya mengundang birahi sehingga menimbulkan rangsangan. Karena itu,
remaja termasuk mahasiswa yang sering ke night club sangat mungkin
terpengaruh untuk melakukan perilaku seks bebas.
7. Problema seks di televisi. Tayangan acara tertentu yang menampilkan adegan
hot. Dilihat dari nilai tradisional, acara problem seks di televisi dianggap tidak
begitu cocok, karena sebagian besar acara yang dipertontonkan kadang terlalu
vulgar, bahkan dalam memberi contoh terkadang juga tidak pas. Terapannya
lebih cocok untuk orang dewasa, tetapi kenyataannya remaja pun sangat
menggandrungi tontonan yang bertemakan seks.
8. Konsultasi seksologi di media massa dan media elektronik juga dapat
merangsang orang untuk melakukan hubungan seks, apalagi jika pertanyaan dan
jawaban ahli terkesan terlalu vulgar dan tidak sesuai dengan perkembangan
moralitas remaja.
9. Gaya berpacaran remaja atau mahasiswa sekarang sudah sangat ‘maju’.
Pegangan tangan dan ciuman saat berada di mall bahkan di tempat-tempat
terbuka, sudah dianggap biasa.
Faktor lain yang sering disebut-sebut sebagai penyebab kebebasan seks yang
sering menimbulkan beban mental pada remaja adalah kampanye keluarga
berencana (KB). Dengan diberlakukannya program KB di suatu negara,
khususnya dengan beredarnya alat-alat kontrasepsi akan merangsang remaja
untuk melakukan hubungan seks.
Sanderowitz & Paxman dalam Sarwono (2005), menunjukkan bahwa faktor-
faktor sosial ekonomi seperti rendahnya pendapatan dan taraf pendidikan,
besarnya jumlah keluarga dan rendahnya nilai agama di masyarakat
mempengaruhi perilaku seksual remaja.

Anda mungkin juga menyukai