Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-NYA,
shalawat serta salam atas nabi besar Muhammad SAW. Terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Dicky Sp. M dan dr. Ilham Sp. M atas kesedian, waktu dan kesempatan yang
diberikan sebagai pemimbing referat ini, kepada teman sesama kepaniteraan ilmu penyakit mata
dan para perawat yang selalu mendukung, member saran, motivasi, bimbingan dan kerjasama
yang baik sehingga dapat terselesaikan referat ini.

Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan bagian Ilmu Penyakit Mata di Rsud
Cibitung Kabupaten Bekasi yang merupakan salah satu prasyarat ujian. Referat ini membahas
dan menganalisa berbagai hal mengenai “Ambliopia”. Bahasan referat ini diambil dari berbagai
macam sumber.

Penyusun sadar bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak sekali kekurangan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan, demi perbaikan referat ini.

Akhir kata dengan mengucap Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu meridhoi kita semua dan
semoga referat ini bermanfaat bagi semua pihak yang terkait.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 19 mei 2011

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

AMBLIOPIA

Ambliopia merupakan suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai
optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya.
Pada ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau bilateral disebabkan karena
kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokuler abnormal, atau keduanya, dimana tidak
ditemukan kausa organic pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik, dapat
dikembalikan fungsinya dengan pengobatan.

Ambliopia ini dapat tanpa kelainan organic dan dapat pula dengan kelainan organic yang
tidak sebanding dengan visus yang ada. Biasanya ambliopia disebabkan oleh kurangnya
rangsangan untuk meningkatkan perkembangan penglihatan. Suatu kausa ekstraneural yang
menyebabkan menurunnya tajam penglihatan (seperti katarak, astigmat, strabismus, atau suatu
kelainan refraksi unilateral atau bilateral yang tidak dikoreksi) merupakan merupakan
mekanisme yang mengakibatkan suatu penurunan fungsi visual pada orang yang sensitive.
Beratnya ambliopia berhubungan dengan lamanya mengalami kurangnya rangsangan untuk
perkembangan penglihatan macula. Bila ambliopia ini ditemukan pada usia di bawah 6 tahun
maka masih dapat dilakukan latihan untuk perbaikan penglihatan. Sebab ambliopia adalah
anisometropia, juling (strabismus), oklusi, dan katarak atau kekeruhan media penglihatan
lainnya.

Berdasarkan penelitian prevalensin ambliopia pada tahun 2002 di yogjakarta, didapatkan


insidensi ambliopia pada anak-anak SD di perkotaan adalah sebesar 0,25%, sedangkan di daerah
pedesaan sebesar 0,20%. Penyebab ambliopia terbanyak pada studi tersebut adalah
anisometropia yaitu sebesar 44,4%.

Anak-anak yang memiliki ambliopia adalah antara bayi baru lahir sampai umur 7 tahun.
Onset stimulasi abnormal yang dini menyebabkan kehilangan penglihatan terbesar. Periode kritis
untuk perkembangan penglihatan masih controversial yaitu kemungkinan dari umur 1 minggu
sampai 3 bulan.

Ambliopia pada umumnya mengganggu penglihatan sentral sedangkan penglihatan


perifer normal. Periode kritis yang berhubungan dengan perkembangan system visual yang
merupakan periode untuk terjadinya ketidaknormalan yang disebabkan oleh deprivasi,
strabismus atau kelainan refraksi.

Diagnosis ambliopia meliputi pemeriksaan tajam penglihatan, menentukan sifat fiksasi


dan pemeriksaan visuskop. Penatalaksanaan ambliopia meliputi menghilangkan semua penyebab
seperti katarak, koreksi kelainan refraksi dan oklusi mata yang sehat.
Komplikasi dari penatalaksanaan ambliopia adalah kemungkinan terjadinya ambliopia
pada mata yang baik. Kekambuhan atau rekurensi dapat terjadi jika penatalaksanaan ambliopia
dihentikan setelah perbaikan penuh. Prognosis setelah 1 tahun terapi oklusi pertama sekitar 73%,
pasien menunjukan keberhasilan setelah terapi oklusi pertama. Bila penatalaksanaan dimulai
pada usia 5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan
pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila lebih dari 10 tahun.

Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk memberikan gambaran anatomi, definisi,
etiologi, epidemiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, serta
prognosis pada ambliopia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

AMBLIOPIA

2. ANATOMI

2.1. Kelopak mata

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi
kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup
mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan
bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lender tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.

Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga


terjadi keratitis et lagoftalmos. Pada kelopak terdapat bagian-bagian:
 Kelenjar seperti: kelenjar sebasea, kelenjar moll, atau kelenjar keringat, kelenjar zeis
pada pangkal rambut, dan kelenjar meibom pada tarsus.
 Otot seperti: M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan
bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. M. orbikularis berfungsi menutup bola mata
yang dipersarafi N. fasial. M. levator palpebra, yang berorigo pada annulus foramen
orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis okuli
menuju kulit kelopak bagian tengah. Otot ini di persarafi oleh n III, yang berfungsi untuk
mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
 Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di
dalamnya atau kelenjar meibom yang bermuara pada margo palpebra.
 Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan
pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
 Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh lingkaran
pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat yang merupakan jaringan
penyokong kelopak dengan kelenjar meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 pada
kelopak bawah).
 Pembuluh darah yang memperdarahi adalah a. palpebra
 Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari rumus frontal n.V, sedang kelopak
bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan
mwelakukan eversi kelopak. Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang mempunyai sel
goblet yang menghasilkan musin.
2.2. Sistem lakrimal

System sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. System ekskresi
mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus
inferior. System lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu:
 Sitem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di temporo antero
superior rongga orbita.
 Sitem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal
dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak di bagian depan rongga orbita. Air mata
dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.

2.3. Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membrane yang menutup sclera dan kelopak bagian belakang.
Bermacam-macam obat mata daoat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung
kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama
kornea.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:


 Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
 Konjungtiva bulbi menutupi sclera dan mudah digerakkan dari sclera di bawahnya.
 Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva tarsal yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

2.4. Bola mata

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola mata di bagian depan
(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajan sehingga terdapat bentuk dengan 2
kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:
1. Sclera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sclera disebut
kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
Kelengkungan kornea lebih besar disbanding sclera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vascular. Jaringan sclera dan uvea dibatasi oleh ruang
yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang
disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan
koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter
iris dan otot siliar di persarafi oleh saraf parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan
siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak
dibelakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aquos humor), yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas konea dan sclera.
3. Lapis ketiga bola mata adalah rretina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan
lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membrane neurosensoris yang akan
merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optic dan diteruskan ke otak. Terdapat
rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid
yang disebut ablasi retina.

Gambar 1. Anatomi mata

2.5. Kornea

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan
lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis:
1. Epitel
2. Membrane bowman
3. Stroma, terdapat keratosit yang merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast
terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan
serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membrane descement
5. Endotel.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi
sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.

2.6. Uvea

Lapis vascular did lam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Diperdarahi
oleh 2 buah arteri siliar posterior longus dan 7 buah arteri siliar anterio. Arteri siliar anterior dan
posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea
posterior mendapat perdarahan dari 15-20 buah arteri siliar posterior brevis yang menmbus
sclera. Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata dengan otot
rektus lateral, yang menerima 3 akar saraf di bagian posterior yaitu:
1. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut sensoris untuk
kornea, iris, dan badan siliar.
2. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf simpatis yang
melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil.
3. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilakan pupil

2.7. Pupil

Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis. Orang dewasa
ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan
oleh lensa yang sklerosis.
Pupil waktu tidur kecil, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma, dan tidur
sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari:
1. Berkurangnya rangsangan simpatis
2. Kurang rangsangan hambatan miosis

Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi dan
memperdalam focus seperti pada kamera foto yang difragmanya dikecilkan.
2.8. Sudut bilik mata depan

Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada bagian ini
terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan pengaliran keluar cairan mata
akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata
meninggi atau glaucoma. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal
schelmm, baji sclera, garis schwalbe dan jonjot iris.

2.9. Lensa mata

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan
bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus
cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi
cembung
 Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
 Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan
berada di sumbu mata.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:


 Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
 Keruh atau apa yang disebut katarak,
 Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi

2.10. Badan kaca

Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel
transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam
hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang
menyintesis kolagen dan asam hialuronat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar
dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah
dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan
melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskop. Vitreous humor penting untuk
mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.

2.11. Retina

Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima
rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri
atas lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, terdiri atas sel batang dan sel kerucut.
2. Membrane limitan eksterna
3. Lapis nucleus luar
4. Lapis pleksiform luar
5. Lapis nucleus dalam
6. Lapis pleksiform dalam
7. Lapis sel ganglion
8. Lapis serabut saraf
9. Membrane limitan interna

Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia dan merah
pada hyperemia.

2.12. Saraf optik

Saraf optic yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis serabut saraf, yaitu:
saraf penglihat dan serabut pupilomotor. Kelainan saraf optic menggambarkan gangguan yang
diakibatkan tekanan langsung atau tidak langsung terhadap saraf optic ataupun perubahan toksik
dan anoksik yang mempengaruhi penyaluran aliran listrik.

2.13. Sclera

Bagian putih bola mata bersama-sama dengan kornea merupakan ppembungkus dan
pelindung isi bola mata. Sclera berjalan dari papil saraf optic sampai kornea.

2.14. Rongga orbita

Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang membentuk
dinding orbita yaitu: lakrimal, etmoid, sphenoid, frontal, dan dasar yang terutama terdiri atas
tulang maksila, bersama-sama tulang palatinum dan zigomatikus.
Dinding orbita terdiri atas tulang:
1. Atap atau superior: os frontal
2. Lateral: os frontal, os zigomatikus, ala magna os sphenoid
3. Inferior: os zigomatikus, os maksila, os palatine
4. Nasal: os maksila, os lakrimal, os etmoid

2.15. Perkembangan visus

Perkembangan visus menurut milestones

Table. 1. Important Visual Development Milestones

Age Visual
0-2 months  Pupilary respone
 Sporadic fix and follow
 Jerk saccadic eye movement
 Alignment: exodeviations commons, but esodeviations rare
2-6 months  Central fix and follow (mother face)
 Accurate binocular smooth persuit
 Alignment: orthotropia with few exodeviations and no
esodeviations
6months-2 years  Central fixations, reaches for toys and food
 Accurate and smooth persuit eye movement
 Alignment: orthotropia
3-5years  20/40 and not more than 2 snellen line difference
>5 years  20/30 and not more than 2 snellen line difference

Pada ambliopia terjadi kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah penglihatan perifer
tetap normal. Studi eksperimental pada hewan serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung
konsep adanya suatu periode kritis yang peka dalam berkembangnya keadaan ambliopia. Periode
kritis ini sesuai dengan perkembangan system penglihatan anak yang peka. Secara umum periode
kritis untuk ambliopia terjadi lebih cepat dibandingkan strabismus maupun anisometropia.
Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya ambliopia saat periode kritis lebih singkat pada
rangsang deprivasi dibandingkan strabismus ataupun anisometropia.

Periode keadaan kritis tersebut adalah:


1. Perkembanga tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6) yaitu pada saat
lahir sampai usia 3 sampai 5 tahun.
2. Periode yang beresiko sangat tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi, yaittu diusia
beberapa bulan hingga usia 7 sampai 8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak terjadinya
deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.

Pemeriksaan visus pada bayi


 Usia 6 bulan
Periksa fiksasi mata dan gerakan mata. Cari adanya strabismus.
 Usia 4 tahun
Periksa ketajaman penglihatan dengan grafik “E” buta huruf atau optotipe pencocokan
HOTV,dan stereopsis dengan uji “E” titik acak atau uji stereotitmus. Ketajaman harus
normal 20/30-20/30
 Usia 5-16 tahun
Periksa ketajaman penglihatan pada usia 5 tahun. Apabila normal, periksa ketajaman
penglihatan dengan grafik snellen setiap 2 tahun sampai usia 16 tahun. Penglihatan warna harus
diperiksa pada usia 8-12 tahun. Tidak diperlukan pemeriksaan mata rutin lainnya (misalnya
ofthalmoskop) apabila ketajaman penglihatan normal dan mata tampak normal pada inspeksi.

2.16. DEFINISI

Ambliopia adalah berkurangnya tajam penglihatan yang terjadi karena tidak normalnya
perkembangan visus yang dialami sejak usia dini, yaitu sejak lahir hingga usia 10 tahun.
Kepekaan perkembangan yang abnormal dari visus terutama terjadi pada usia beberapa bulan
dan menurun sesudahnya, dapat mengenai 1 ata 2 mata, pada umumnya disebabkan oleh
pengenalan kurang terhadap bayangan-bayangan detail terfokus.

2.16.1. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI

Prevalensi ambliopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda pada tiap literatur,
berkisar antara 1 – 3,5 % pada anak yang sehat sampai 4 – 5,3 % pada anak dengan problema
mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2 % dari keseluruhan populasi menderita
ambliopia. Di Cina, menurut data bulan Desember tahun 2005 yang lalu, sekitar 3 – 5 % atau 9
hingga 5 juta anak menderita ambliopia. Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan.
Usia terjadinya ambliopia yaitu pada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat
pada anak yang perkembangannya terlambat, prematur dan atau dijumpai adanya riwayat
keluarga ambliopia.

Penyebab ambliopia adalah


1. Strabismus adalah penyebab tersering ambliopia dimana satu mata digunakan terus
menerus untuk fiksasi, sedangakan mata yang lain tidak digunakan. Pada strabismus yang
alternating, biasanya tidak ditemukan ambliopia.
2. Gangguan refraksi (anisometropia) tinggi, adalah penyebab tersering kedua, apabila
gangguan refraksi ini tidak dikoreksi dengan lensa kaca mata.
3. Kelainan fiksasi juga menjadi penyebab ambliopia misalnya nistagmus pada usia dini.

Ketiga kelompok tersebut diatas disebut ambliopia fungsional yaitu secara anatomis tidak
terlihat kelainan pada msing-masing mata tetapi didapati gangguan fungsi penglihatan
binocular.

4. Kekeruahan pada media lintasan visual, misalnya kataka pada bayi adalah penyebab
ambliopia yang sering tidak terlihat sampai timbulnya strabismus.

Hal yang sama dapat terjadi bila kita melakukan oklusi total pada slah satu mata misalnya
karena adda ulkus kornea pada anak usia dibawah 6 tahun. Kelompok ini digolongklan pada
ambliopia ex-anopsia yaitu adanya gangguan penusuran sinar pada media lintasan visual, baik
gangguan organic maupun gangguan karena penutupan total terlalu lam pada anak usia dini.

Pada kelompok ambliopia fungsional dan ex-anopsia keduanya dapat dicegah dan atau
diobati, misalnya dilakukan koreksi strabismus pada usia dini, koreksi kacamata pada anak usia
dibawah 6 tahun, operasi katarak pada usia sedini mungkin, serta tidak melakukan oklusi total
mata pada anak usia kurang dari 6 tahun.

5. Kelompok lain ambliopia adalah ambliopia toksik, oleh Karena obat-obatan atau
meminum minuman keras yang mengandung metal alcohol. Ambliopia pada keadaan ini
adalah permanent hingga timbul kebutaan

2.16.2. GEJALA KLINIK

Anak-anak dengan ambliopia jarang sekali dapat menjelaskan gejala dan bahkan terlihat
sehat. Anak-anak ini mungkin mengedipkan mata, menutup satu mata dengan tangan, atau
mempunyai satu mata yang tidak melihat arah yang sama dengan mata yang lainnya, semuanya
dapat menunjukkan masalah bahwa memerlukan pemeriksaan. Jika salah satu mata melihat baik
dan yang lain tidak maka anak mengimbangi penglihatannya dengan baik.

2.16.3.DIAGNOSIS

Anamnesis

Bila menemui pasien amblyopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan
harus dijawab dengan lengkap, yaitu :
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan amblyogenik ? (seperti strabismus, anisometropia,
dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan ?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu ?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam membuat prognosisnya.

Tabel. 2. Factor primer yang berhubungan dengan prognosis ambliopia

Jelek s/d sedang Sedang s/d baik Baik s/d sempurna


Onset anomaly Lahir s/d usia 2 tahun 2 s/d 4 tahun 4 s/d 7 tahun
amblyiogenik
Onset terapi minus >3 tahun 1 s/d 3 tahun ≥1 tahun
onset anomaly
Bentuk dan Koreksi optikal Koreksi optikal dan Koreksi optikal penuh
keberhasilan dari kemajuan VA (visus patching kemajuan patching kemajuan
terapi awal acuty) minimal VA (visus acuty) VA signifikan.
sedang (moderat) Latihan akomodasi,
koordinasi mata-
tangan dan fiksasi
adanya streopsis dan
alternasi
Kepatuhan Tidak s/d kurang Lumayan s/d sedang Cukup/sangat patuh
Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita strabismus atau
kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan predisposisi seorang anak menderita
amblyopia. Strabismus dijumpai sekitar 4% dari keseluruhan populasi. Frekuensi strabismus
yang ”diwariskan” berkisar antara 22% - 66%. Frekuensi esotropia diantara saudara sekandung,
dimana pada orang tua tidak dijumpai kelainan tersebut, adalah 15%. Jika salah satu orang
tuanya esotropia, frekuensi meningkat hingga 40%. (Informasi ini tidak mempengaruhi
prognosis, tapi penting untuk keturunannya)

Pemeriksaan fisik

- Tajam penglihatan

Penderita amblyopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang rapat dan
mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam penglihatan yang
dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar kepada kedua fungsi tadi, selalu subnormal.
Telah diketahui bahwa penderita amblyopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang tersusun
linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita lakukan dengan
meletakkan balok disekitar huruf tunggal. Hal ini disebut ”Crowding Phenomenon”.

Terkadang mata amblyopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf isolasi dapat
turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour interaction). Perbedaan yang
besar ini terkadang muncul juga sewaktu pasien yang sedang diobati kontrol, dimana tajam
penglihatannya jauh lebih baik pada huruf isolasi daripada huruf linear. Oleh karena itu,
amblyopia belum dikatakan sembuh hingga tajam penglihatan linear kembali normal.

Menentukan tajam penglihatan mata amblyopia pada anak adalah pemeriksaan yang paling
penting. Walaupun untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit pada pasien
anak – anak, tapi untungnya penatalaksanaan amblyopia sangat efektif dan efisien pada anak–
anak.

Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan karta Snellen standar. Untuk
Nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes ”E” dan tes ”HOTV”. Tes lain adalah
dengan simbol LEA. Bentuk ini mudah bagi anak usia ± 1 tahun (todler), dan mirip dengan
konfigurasi huruf Snellen. Caranya sama dengan tes HOTV

Gambar 2. Simbol LEA

Gambar 3. Kartu snellen


- Menentukan sifat fiksasi

Pada pasien amblyopia, sifat fiksasi haruslah ditentukan. Penglihatan sentral terletak pada
foveal; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan untuk melihat adalah daerah retina parafoveal –
hal ini sering dijumpai pada pasien dengan strabismik amblyopia daripada anisometropik
amblyopia. Fiksasi eksentrik ditandai dengan tajam penglihatan 20/200 (6/60) atau lebih buruk
lagi. Tidak cukup kiranya menentukan sifat fiksasi hanya pada posisi refleks cahaya korneal.
Fiksasi didiagnosis dengan menggunakan visuskop dan dapat didokumentasi dengan kamera
fundus Zeiss. Tes lain dapat dengan tes tutup alternat untuk fiksasi eksentrik bilateral.

- Visuskop

Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang memproyeksikan target fiksasi ke
fundus. Mata yang tidak diuji ditutup. Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi ke dekat
makula, dan pasien mengarahkann pandagannya ke tanda bintik hitam.

Posisi tanda asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang beberapa kali untuk
menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada fiksasi sentral, tanda asterisk terletak di fovea.
Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser sehingga asterisk bergerak ke daerah ekstrafoveal dari
fiksasi retina.

- (Alternat Cover Test) untuk Fiksasi Eksentrik Bilateral

Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan terjadi pada pasien
– pasien dengan amblyopia kongenital keduabelah mata dan dalam hal ini pada penyakit makula
bilateral dalam jangka lama. Misalnya bila kedua mata ekstropia atau esotropia, maka bila mata
kontralateral ditutup, mata yang satunya tetap pada posisi semula, tidak ada usaha untuk refiksasi
bayangan. Tes visuskop akan menunjukkan adanya fiksasi eksentrik pada kedua belah mata

2.16.3 KLASIFIKASI AMBLIOPIA

Ambliopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan gangguan atau kelainan yang
menjadi penyebabnya:

Ambliopia strabismus

Sebagian besar ambliopia berkembanga dengan terjadinya deviasi mata pada anak-anak yang
terus menerus dan tidak sejajar. Jenis esodeviasi adalah sebagian besar menyebabkan ambliopia
yang signifikan. Ambliopia strabismus adalah hasil interaksi kompetitif atau inhibisi diantara 2
neuron yang membawa input dari kedua mata, dengan peran penting dari dominasi pusat kortikal
penglihatan dengan fiksasi mata dan pengurangan respon pada mata yang tidak terfiksasi.

pada ambliopia strabismus, dimana kemampuan ketajaman pengliahatn dideteksi pola


komposisi dari bentuk ruang sertta penurunan ketajaman pengliahatn dengan pemeriksaan
snellen chart.
Eccentric fixation komplikasi terus menerus di daerah nonfoveal dari retina untuk
penglihatan dengan satu mata ambliopia, derajat yang kecil dari eccentric fixation, dideteksi
hanya dengan test khusus yaitu visuscpoy, dimana banyak pasien-pasien melihat dengan
ambliopia strabismus dan relative ringan kehilangan ketejaman penglihatan. Visucopy meneliti
target dengan membuka pusat area dengan 2 lingkaran konsentris di dalam retina, dan pasien
disuruh untuk melakuakan fiksasi pada target. Banyak ahli mata melengkapi dengan visucopy.
Secara klinis eccentric fixation, dideteksi dengan observasi posisi noncentral dari reflex kornea
dari mata ambliopia saat fiksasi cahay dengan mata yang dominan ditutup dan umumnya
ketajaman adalah 20/200 atau lebih buruk.

Ambliopia anisometropia

Ambliopia anisometropia adalah kelainan refraksi dari kedua mata yang menyebabkan
gambaran di satu retina menjadi focus berlangsung lama. Kondisi ini menghasilakan efek
langsung dari kompetisi intraocular atau mirip inhibisi (tetapi tidak serupa) respon strabismic
ambliopia. Hyperopic ringan atau astigmatic anisometropia (1-2D) dapat menyebabkan
ambliopia yang ringan. Myopic anisometropia ringan (kurang-3 D) biasanya tidak menyebabkan
ambliopia, tetapi myopia yang tinggi pada unilateral (-6D atau lebih besar) menghasilkan
ambliopia.

Ambliopia ametropia

Ambliopia ametropik, penurunan ketajaman penglihatan bilateral yang biasanya relative


ringan, yang umumnya diakibatkan tidak terkoreksinya keslahan refraksi di kedua mata pad
anak-anak masih kecil. Mekanisme meliputi efek dari gambaran tunggal retina yang kabur.
Hyperopia melebihi 5 D dan myopia melebihi dari 10 D beresiko menginduksi ambliopia
bilateral. Tidak tterkoreksinya astigmatisme bilateral secara dini pada anak-anak menghasilkan
kehilangan kemampuan sampai dengan garis meridian tampak kaburberlangsung kronik
(meridional amblyopia).

Ambliopia Deprivasi

Ambliopia deprivasi disebabkan oleh kurangnya stimulasi pada retina bisa unilateral atau
bilateral. Pada umumnya penyebabnya adalah katarak congenital, kekeruhan kornea dan
perdarahan vitreus mungkin bisa juga terlibat. Ambliopia deprivasi ditemukan sedikit namun
sulit untuk dilakukan terapi.

Anak-anak kecil sampai 6 tahun dengan katarak congenital yang terletak disentral dengan
ketebalan 3 mm atau lebih dari lensa mampu menyebabkan ambliopia. Kekeruhan lensa yang
didapat setelah umur 6 tahun secara umum jarang mengalami ambliopia

2.16.4. PENATALAKSANAAN

Amblyopia, pada kebanyakan kasus, dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu decade
pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula peluang
keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak menjamin penglihatan
optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi harus tetap waspada dan bersiap untuk
melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan ”matang” (sekitar umur 10 tahun).

Penatalaksanaan amblyopia meliputi langkah – langkah berikut :


 Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak
 Koreksi kelainan refraksi
 Mengaktifkan penggunaan mata ambliopia dengan membatasi penggunaan
mata yang lebih baik

- Pengangkatan Katarak

Katarak yang dapat menyebabkan amblyopia harus segera dioperasi, tidak perlu ditunda–
tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama kehidupan, sangat penting
dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal. Pada kasus katarak bilateral, interval
operasi pada mata yang pertama dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1-2 minggu. Terbentuknya
katarak traumatika berat dan akut pada anak dibawah umur 6 tahun harus diangkat dalam
beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila memungkinkan. Yang mana katarak traumatika
itu sangat bersifat amblyopiogenik. Kegagalan dalam ”menjernihkan” media, memperbaiki
optikal, dan penggunaan regular mata yang terluka, akan mengakibatkan amblyopia berat dalam
beberapa bulan, selambat–lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun.

- Koreksi refraksi

Bila amblyopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat diterapi dengan
kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata amblyopia diberi dengan koreksi
penuh dengan penggunaan sikloplegia. Bila dijumpai myopia tinggi unilateral, lensa kontak
merupakan pilihan, karena bila memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya
(estetika) buruk.

kemampuan mata amblyopia untuk mengatur akomodasi cenderung menurun, sehingga ia


tidak dapat mengkompensasi hyperopia yang tidak dikoreksi seperti pada mata anak normal.
Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera mungkin untuk menghindarkan terjadinya deprivasi
penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi defisit optikal berat. Amblyopia anisometropik dan
amblyopia isometropik akan sangat membaik walau hanya dengan koreksi kacamata selama
beberapa bulan

- Oklusi dan degradasi optikal

1. Oklusi

Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan, yang
keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau paruh waktu
(part-time).
A. Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk semua atau setiap
saat kecuali 1 jam waktu berjaga.(Occlusion for all or all but one waking hour) hal ini sangat
penting dalam pentalaksanaan amblyopia dengan cara penggunaan mata yang ”rusak”. Biasanya
penutup mata yang digunakan adalah penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara
komersial.

Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka sewaktu tidur.
Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak opak, atau Annisa’s Fun
Patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila terjadi iritasi kulit atau perekat
patch-nya kurang lengket. Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus konstan
menghambat penglihatan binokular, karena full-time patching mempunyai sedikit resiko, yaitu
bingung dalam hal penglihatan binokular.

Ada suatu aturan / standar mengatakan full-time patching diberi selama 1 minggu untuk
setiap tahun usia, misalnya penderita amblyopia pada mata kanan berusia 3 tahun harus memakai
full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini untuk menghindarkan
terjadinya amblyopia pada mata yang baik.

B. Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi hasil sama dengan
oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung dari derajat amblyopia.
Amblyopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan peranan full-time
patching dibanding part-time. Studi tersebut menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun dengan
amblyopia berat (tajam penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120 ), full-time
patching memberi efek sama dengan penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi lain, patching
2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir sama dengan patching 6jam/hari
pada amblyopia sedang / moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 – 7
tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat selama 1 jam/ hari.3
Idealnya, terapi amblyopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam penglihatan
dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing – masing mata. Hasil ini tidak selalu dapat
dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan, maka penatalaksanaan harus tetap
diteruskan

2. Degradasi Optikal

Metode lain untuk penatalaksanaan amblyopia adalah dengan menurunkan kualitas bayangan
(degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk dari mata yang
amblyopia, sering juga disebut penalisasi (penalization). Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1%
atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga
tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat.

ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan patching untuk
amblyopia sedang (tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100). ATS tersebut dilakukan pada
anak usia 3 – 7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa pemberian atropine pada akhir minggu
(weekend) memberi perbaikan tajam penglihatan sama dengan pemberian atropine harian yang
dilakukan pada kelompok anak usia 3 – 7 tahun dengan amblyopia sedang. Ada juga studi
terbaru yang membandingkan atropine dengan patching pada 419 orang anak usia 3-7 tahun,
menunjukkan atropine merupakan pilihan efektif. Sehingga, ahli mata yang tadinya masih ragu-
ragu, memilih atropine sebagai pilihan pertama daripada patching.

Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi, yaitu tidak
mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi, anak sulit untuk
”menggagalkan” metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi.

Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa positif dengan
ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek samping farmakologik
atropine.

Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non-oklusi pada pasien dengan mata
yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi memungkinkan
penglihatan binocular.

2.16.5. KOMPLIKASI DARI PENATALAKSANAAN

Semua bentuk penatalaksanaan amblyopia memungkinkan untuk terjadinya amblyopia pada


mata yang baik.Oklusi full-time adalah yang paling beresiko tinggi dan harus dipantau dengan
ketat, terutama pada anak balita. Follow-up pertama setelah pemberian oklusi dilakukan setelah 1
minggu pada bayi dan 1 minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4 minggu untuk anak usia
4 tahun). Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak perlu sesering oklusi full-
time, tapi follow-up reguler tetap penting.

Hasil akhir terapi amblyopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat, tajam
penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua mata.

Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut :
 Derajat amblyopia
 Pilihan terapeutik yang digunakan
 Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih
 Usia pasien

Semakin berat amblyopia, dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan yang lebih lama.
Oklusi full-time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan amblyopia strabismik berat dalam
1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai penutup hanya
seusai sekolah dan pada akhir minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih untuk dapat
berhasil.

2.16.6. PROGNOSIS
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi pertama.
Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal ini semakin
berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila
usia lebih dari 10 tahun.

Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan amblyopia adalah sebagai berikut


 Jenis Amblyopia : Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan
organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan amblyopia strabismik prognosisnya
paling baik.
 Usia dimana penatalaksanaan dimulai : Semakin muda pasien maka prognosis semakin
baik.
 Dalamnya amblyopia pada saat terapi dimulai : Semakin bagus tajam penglihatan awal
pada mata amblyopia, maka prognosisnya juga semakin baik
BAB III

KESIMPULAN

Ambliopia adalah berkurangnya tajam penglihatan yang terjadi karena tidak normalnya
perkembangan visus yang dialami sejak usia dini, yaitu sejak lahir hingga usia 10 tahun.
Kepekaan perkembangan yang abnormal dari visus terutama terjadi pada usia beberapa bulan
dan menurun sesudahnya, dapat mengenai 1 atau 2 mata, pada umumnya disebabkan oleh
pengenalan kurang terhadap bayang-bayang detail terfokus. Penyebab ambliopia adalah
strabismus, gangguan refraksi (anisometropia) tinggi, kelainan fiksasi, kekeruhan pada media
lintasan visual dan ambliopia toksik.

Gejala klinik pada anak biasanya jarang dan biasanya pada anak gejalanya berupa
mengedipkan mata, menutup mata dengan satu tangan atau mempunyai satu mata yang tidak
melihat arah yang sama dengan mata yang lainnya. Diagnosis berupa dari anamnesis baik dan
pemeriksaan fisik berupa ketajaman penglihatan, menentukan fiksasi, visuskopi.
Penatalaksanaan seperti penganktan katarak, koreksi refraksi, oklusi dan degredasi optikal harus
dilakukan secepatnya karena prognosis semakin baik bila ditangani dengan cepat dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

http://thebrain.mcgill.ca/flash/i/i_02/i_02_cr/i_02_cr_vis/i_02_cr_vis.html

http://emedicine.medscape.com/article/1214603-overview#a0199

http://www.scribd.com/doc/38569442/ambliopia

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001014.htm

http://jec-online.com/index.php?option=com_content&view=article&id=130&Itemid=127

http://www.klinikmatanusantara-manado.com/file/479.pdf

Anda mungkin juga menyukai