Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

Buku Besar, Buku Besar Pembantu Utang, Piutang,


dan Persediaan

Pada hakikatnya, mekanisme pengerjaan buku besar pada perusahaan


dagang tidak berbeda dengan mekanisme pengerjaan buku besar pada
perusahaan jasa maupun manufaktur. Hanya saja, biasanya perusahaan dagang
dan manufaktur yang notabene memiliki transaksi yang lebih kompleks
dibandingkan dengan transaksi yang terjadi pada perusahaan jasa. Oleh
karenanya, buku besar pada perusahaan dagang dan manufaktur selain terdapat
buku besar utama, buku besar induk dan juga terdapat buku besar pembantu.

A. Buku Besar Utama dan Buku Besar Induk


Buku besar utama adalah kolom buku besar yang dibuat berdasarkan
akun-akun utama suatu ikhtisar seperti kas, persekot asuransi, investasi jangka
pendek, dsb. Adapun buku besar induk adalah akun buku besar dari ikhtisar
yang biasanya memerlukan buku besar anak/pembantu (dalam buku ini penulis
lebih suka menggunakan istilah buku besar pembantu) seperti piutang dagang,
utang dagang, dsb. Tujuan diadakannya buku besar pembantu agar rincian dari
suatu ikhtisar dapat teridentifikasi secara jelas.

B. Buku Besar Pembantu


Buku besar pembantu merupakan buku besar yang berisi tentang
rincian nilai ikhtisar dari nilai ikhtisar buku induk. Buku besar pembantu
ada dua yaitu: buku besar piutang dagang dan buku besar utang
dagang. Hubungan antara buku besar induk dengan buku pembantu
sebagaimana dalam gambar 2.1 sebagai berikut.
1. Buku Besar Pembantu Piutang (Accounts Receivable Subsidiary Ledger)
Buku besar pembantu ini berfungsi untuk mencatat rincian piutang
perusahaan kepada masing-masing langganan (debitur)
2. Buku Besar Pembantu Utang (Accounts Payable Subsidiary Ledger)
Buku besar pembantu ini berfungsi untuk mencatat perincian utang
perusahaan kepada masing-masing kreditur
3. Buku Besar Pembantu Persediaan
Buku besar disebut akun pengendali. Akun pengendali untuk debitur pada
perusahaan berpiutang adalah akun piutang dagang (account receivable),
sedangkan akun pengendali untuk kreditur pada perusahaan yang berutang adalah
utang dagang (account payable).
Antara buku besar induk dan buku besar pembantu pada setiap bulan harus
dicocokkan apakah keduanya menunjukkan saldo yang sama. Saldo akun buku
besar harus sama dengan saldo akun pembantunya. Jika ada perbedaan harus
segera ditentukan saldo mana yang benar di antara keduanya.
Gambar 2.1 Ilustrasi Hubungan antara Buku Besar Induk dan Buku
Besar Pembantu

Agar lebih mudah memahami buku besar induk dan buku besar pembantu maka
perhatikan contoh berikut:
Dicontohkan, perusahaan dagang Makmur Jaya memiliki Utang kepada
beberapa pemasok dengan rincian sebagai berikut:
1. Utang dagang kepada UD Agung Makmur Rp 1.000.000,-

2. Utang dagang kepada UD Karya Abadi Rp 500.000,-

3. Utang dagang kepada UD Cipta Jaya Rp 750.000,-

4. Utang dagang kepada UD Tunggal Jaya Rp 850.000,-


Maka total utang Makmur Jaya senilai Rp 3.100.000,-
Tahapan pengerjaan posting ke buku besar induk dan buku besar pembantu:
1. Rincian utang dagang-utang dagang pada tiap-tiap pemasok
dimasukkan ke dalam buku besar pembantu.
2. Sedangkan total utang Makmur Jaya dimasukkan ke dalam buku besar
induk.
Berikut pengerjaan beserta format buku besar induk dan buku besar pembantu:
PD Makmur Jaya
Buku Besar Induk: Utang Dagang
Nomor Akun 1121
Tgl. Keterangan Ref. Debit Kredit Saldo
Saldo awal 3.100.000 3.100.000

PD Makmur Jaya
Buku Besar Pembantu: Utang Dagang kpd Agung Makmur
Nomor Akun 1121.1
Tgl. Keterangan Ref. Debit Kredit Saldo

Saldo awal 1.000.000 1.000.000

PD Makmur Jaya
Buku Besar Pembantu: Utang Dagang kpd Karya Abadi
Nomor Akun 1121.2
Keterangan Ref. Debit Kredit Saldo
Tgl.
Saldo awal 500.000 500.000

PD Makmur Jaya
Buku Besar Pembantu: Utang Dagang kpd Cipta Jaya
Nomor Akun 1121.3
Tgl. Keterangan Ref. Debit Kredit Saldo

Saldo awal 750.000 750.000


PD Makmur Jaya
Buku Besar Pembantu: Utang Dagang Tunggal Jaya
Nomor Akun 1121.4
Tgl. Keterangan Ref. Debit Kredit Saldo

Saldo awal 850.000 850.000

C. Ketentuan Bisnis untuk Perusahaan Dagang


1. Syarat-Syarat Pembayaran
Syarat-syarat pembayaran yang sering dipakau dalam perusahaan dagang,
antara lain:
a) 2/10, n/30 artinya diberikan potongan sebesar 2% dari harga faktur jika
pembayaran dilakukan dalam tempo 10 hari sejak tanggal faktur dan jika
pembayaran dilakukan setelah periode tersebut (10 hari) maka pembayaran
harus dilakukan secara penuh (nominal faktur) dengan batas waktu 30 hari
sejak tanggal faktur.
b) n/15, EOM artinya jumlah rupiah dari harga faktur penjualan harus 15 hari
sesudah akhir bulan (End of Month) dibuatnya faktur.
c) EOM (End of Month) artinya faktur tersebut harus dilunasi paling lambat
pada akhir bulan pembelian.
d) C.O.D (Cash Devilery Order) artinya harga barang yang dibeli harus dibayar
sebesar harga faktur pada saat barang dikirim dan diterima pembeli.
2. Syarat-Syarat Penyerahan
Syarat penyerahan merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli
yang berhubungan dengan tempat barang yang diserahterimakan setelah terjadi
kesepakatan harga. Syarat penyerahan merupakan perjanjian antara penjual dan
pembeli mengenai siapa yang menanggung biaya pengiriman barang dari gudang
penjual sampai gudang pembeli. Beberapa syarat penyerahan barang yang sering
digunakan antara lain sebagai berikut:
a) Free on Board (FOB) destinantion point (prangko gudang pembeli)
Sebagian besar penjual menggunakan sistem ini. Pembeli tidak perlu
mengeluarkan biaya transportasi untuk membawa pulang barang pembeliannya.
Penjual menanggung semua ongkos pengiriman barang dagang tersebut sejak dari
gudang penjual sampai barang dagang ada di gudang pembeli.
b) Free on Board (FOB) shipping point (prangko gudang penjual)
Free on Board (FOB) shipping point artinya Pembeli menanggung semua
ongkos pengiriman barang dagang tersebut sejak dari gudang penjual sampai
barang dagang ada di gudang pembeli.
c) CIF (Cost Freight & Insurance)
CIF (Cost Freight & Insurance) yaitu pihak penjual menanggung biaya
pengiriman dan premi asuransi kerugian atas barang yang dijual.

D. Persediaan Barang Dagang (Inventory)


Persediaan barang dagangan adalah barang-barang yang disediakan untuk
dijual kepada para konsumen selama periode normal kegiatan perusahaan.
Persediaan yang dimiliki perusahaan pada awal periode akuntansi, disebut
persediaan awal. Persediaan yang dimiliki oleh perusahaan pada akhir periode
akuntansi disebut dengan persediaan akhir dan akan dilaporkan dalam neraca
sebagai aktiva lancar yaitu pada rekening persediaan dan dipihak lain
dicantumkan dalam laporan rugi-laba sebagai salah satu elemen yang akan
berpengaruh pada penentuan laba bersih perusahaan.
Ada dua system pencatatan persediaan yakni metode persediaan periodik
dan metode persediaan perpetual.
1. Metode Persediaan Periodik
Dalam metode periodik, adanya transaksi peembelian tidak didebet pada
rekening persediaan tapi didebet pada rekening pembelian begitu juga dengan
transaksi penjualan tidak dikredit pada reeking persediaan tapi pada reeking
penjualan.
Informasi mengenai persediaan yang ada pada suatu saat tertentu, tidak
didapat dari rekening persediaan tapi melalui perhitungan fisik atas persediaan
yang ada digudang. Perhitungan fisik biasa dilakukan pada saat perusahaan akan
menyusun laporan keuangan. Dalam metode ini perhitungan fisik mempunyai
peranan penting, karena tanpa perhitungan fisik laporan keuangan tidak dapat
disusun. Dalam pembahasan ini kita akan menggunakan metode pisik atau
periodik.
2. Metode Persediaan Perpetual
Dalam metode perpetual, baik jumlah penjualan maupun harga pokok
penjualan dan dicatat pada setiap saat barang dijual. Dengan cara ini catatan
akuntansi akan secara terus menerus mengungkapkan besarnya persediaan yang
ada.
Contoh perhitungan Harga Pokok Penjualan adalah :
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan barang, 1 Januari Rp 10.000
Pembelian Rp 530.000
Dikurangi : Retur dan Potongan pembelian Rp 20.000
Potongan pembelian Rp 10.600
Pembelian bersih Rp 499.400
Harga Pokok Barang Tersedia Untuk Dijual Rp 509.400
Dikurangi : Persediaan barang, 31 Desember Rp 60.000
Harga Pokok Penjualan Rp 449.400

E. Neraca Saldo (Trial Balance)


Neraca saldo adalah suatu daftar yang terdiri dari debet dan kredit tempat
mencatat secara sistematis saldo setiap akun buku besar. Fungsi neraca saldo
adalah untuk membuktikan keseimbangan jumlah debit dan kredit serta menguji
kebenarannya. Langkah-langkah menyusun neraca saldo adalah sebagai berikut:
1) Menghitung saldo dari buku besar berbentuk scontro
a. Jika kedua sisi terisi semua, maka saldonya merupakan selisih antara
jumlah debit dan kredit
Untuk saldo debit, letakkan selisih saldonya dikolom kredit. Sedangkan
untuk saldo kredit, letakkan selisih saldonya dikolom debit.
b. Jika hanya satu sisi saja yang terisi, maka saldonya adalah jumlah itu
sendiri
2) Menghitung saldo dari buku besar berbentuk stafel
a. Bentuk tiga kolom
Saldo dari buku besar ini adalah angka yang tampak terakhir dan
merupakan selisih antara debit dan kredit. Kemudian letakkan saldonya
dikolom debit atau kredit karena saldo tidak menjelaskan debit atau kredit.
b. Bentuk empat kolom
Saldonya merupakan angka yang tampak terakhir pada kolom saldo debet
atau kredit.
Neraca saldo atau neraca sisa yang dibuat pada akhir tutup buku digunakan untuk
meringkas atau mengiktisarkan pencatatan sebelumnya di buku besar dalam
rangka menyiapkan laporan keuangan. Neraca sisa yang akan digunakan untuk
menyiapkan laporan keuangan yang saldonya masih dianggap sementara perlu
diadakan penyesuaian. Oleh karena itu, neraca sisa juga disebut nerca percobaan
(trial balance).
Gambar 2.2. Ilustrasi Penyusunan Neraca Saldo dari Buku Besar Berbentuk
Skontro

Anda mungkin juga menyukai