Membaca Ulang
Pilkada di Indonesia
www.bacaan-indo.blogspot.com
www.bacaan-indo.blogspot.com
Tr a n sfor m a si p olit ik p en t in g d a r i er a otor it a r ia n ke dem okr a si
m en gh ad irkan berbagai fenom en a bar u d i m asyarakat Indonesia.
Desent r a lisasi, oton om i d aer a h , p em ilih a n pr esiden d a n kepa la
daerah langsung, mer upakan beberapa wujud positif yang dihadirkan
era demokrasi. Namun pada saat yang sam a, belum ter wujud secara
luas kedekatan energi besar mesin pembangunan dengan m asyarakat
akibat ‘sem akin berlikunya proses politik’. In i mer upakan sisi negatif
demokrasi yang har us dihadapi saat in i. Bahkan meluasnya kor upsi,
ter m asu k m on ey p olit ics m enjad ikan dem okr asi d iper t an ya kan .
Buku in i membantu kita mem aham i proses tran sisi dan kon solidasi
demokrasi di Indonesia.
—D r Ar ie S e tiabu d i S o e s ilo MS c , D e k a n Fa k u lta s Ilm u
S o s ia l d a n Ilm u Po litik Un ive rs ita s In d o n e s ia
Penu lis m en yad a r i sep enu h n ya gejola k dem okr asi ya n g saat in i
sedang berlangsung di Indonesia. Buku in i secara utuh member ikan
pand an gan yan g jelas, khu su snya terkait pelaksan aan pem ilih an
kepala daerah (Pilkada) di Indonesia.
—Ro be r t En d i Jaw e n g, D ire k tu r Ek s e k u tif Ko m ite
Pe m a n tau a n Pe la k s a n a a n Oto n o m i D ae ra h
Ketentuan Pidana
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
www.bacaan-indo.blogspot.com
Jakarta:
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Demokrasi Muka Dua: Membaca Ulang Pilkada di Indonesia
KPG 59 16 01132
Penyunting
Candra Gautama
Perancang Sampul
Boy Bayu Anggara
Penata Letak
Dadang Kusmana
Daftar Tabel x
Daftar Singkatan xii
Pengantar Penulis xv
PENDAHULUAN:
17 Tahun Demokrasi Indonesia 1
BAB I : Muka Depan Demokrasi:
Perspektif Neo-Institusionalisme 29
BAB II : Muka Belakang Demokrasi:
Perspektif Relasi Kuasa 71
BAB III : Inspirasi Dualitas Giddens:
Membaca Demokrasi Indonesia 93
BAB IV : Dua Muka Demokrasi:
Catatan Kritis Warren 129
www.bacaan-indo.blogspot.com
April 20 16
Mu h am m ad Aqil Irh am
www.bacaan-indo.blogspot.com
PENDAHULUAN:
17 Tahun Demokrasi
Indonesia
wakil walikota.
6 Kekuasaan Orde Baru yang ditopang oleh UU No. 5/ 74 dan UU No. 5/ 1979
“m en cengkeram ” sam pai di tin gkat desa di m an a m iliter m en jadi aktor
utam a ke pem im pin an kepala daerah. Sejak 1970 , 20 dari 26 gubern ur
adalah militer aktif, bahkan pada 1997, di penghujung kekuasaan Soeharto,
14 dari 27 gubernur masih dari militer (dalam Nordholt dan Klinken, hlm.
15).
4 Demokrasi Muka Dua
7 UU ten tan g Pem erin tahan Daerah in i didasari oleh “suasan a batin ” di
mana praktik demokrasi di parlemen menggunakan m oney politics dalam
www.bacaan-indo.blogspot.com
pem ilihan kepala daerah. Untuk itu pem ilihan langsung m enjadi pilihan
den gan harapan m on ey politics sem akin berkuran g, karen a m elibatkan
seluruh rakyat yan g m em en uhi syarat sebagai pem ilih. Nam un setelah
berjalan lebih dari 10 tahun, ternyata praktik m oney politics malah semakin
m em besar dan m em buat harga dem okrasi m en jadi sem akin m ahal dan
han ya m am pu “dibeli” oleh kalan gan “berada” dan m em iliki jarin gan
dengan pemodal.
17 Tahun Demokrasi Indonesia 5
menyatakan bahwa peserta Pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon
perseorangan. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah
Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada
dalam UU Pem da tersebut. Sejak berlakunya UU Nom or 22 Tahun 20 0 7
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Pilkada dimasukkan dalam rezim
Pem ilu, sehingga secara resm i bernam a “pem ilihan um um kepala daerah
dan wakil kepala daerah” atau “Pemilukada”.
6 Demokrasi Muka Dua
Perpu No. 1 -
Tahun 2014
tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati
dan Walikota
Perkem ban gan selan jutn ya, pada 9 Desem ber 20 15 di-
rencanakan digelar Pem ilukada serentak di 272 daerah. Dari
jum lah tersebut, 20 4 daerah m erupakan dae rah yan g m asa
jabatan kepala daerahn ya berakhir pada 20 15, terdiri atas
8 provin si, 170 kabupaten , dan 6 kota. Adapun 68 daerah
sisanya memiliki kepala daerah yang masa jabatannya berakhir
www.bacaan-indo.blogspot.com
struktur politik telah m enjauhkan rakyat, Orm as, dan par tai
politik dari proses-proses politik dan demokrasi. Ke se mua nya
in i terorien tasi pada pen gim plem en tasian kon sep “pem ba-
ngun an” yang bertujuan memperkuat sistem kekuasaan da lam
pemerintahan yang serba birokratis (bureaucratic heavy ) dan
8 Demokrasi Muka Dua
sum ber daya alam (Kaimowitz dan Ribot, 20 0 2). Dengan de-
sen tralisasi kepentingan minoritas etnik dan kelompok mar-
ginal lainnya dapat lebih dilindungi karena kom unitas lokal
dapat lebih mempertahankan kontrolnya atas urusannya sen-
diri (Kaimowitz et al., 1998; K¨ alin, 1999). Namun di sisi yang
17 Tahun Demokrasi Indonesia 9
lain desen tralisasi han ya m em beri keun tun gan pada elite
lokal dan m engesam pingkan m inoritas etn ik dan populasi
yan g ku ran g berun tun g dari proses-proses politik (H adiz,
20 0 4a; Resosudarmo, 20 0 5).
9 UU No. 14/ 20 0 8 ten tan g Keterbukaan In form asi Publik (KIP) berlaku
efektif 1 Mei 20 10 , m em beri ruang kepada setiap warga secara individu
m au pun kelom pok un tuk m em peroleh in form asi dan pelayan an publik
seba gai bentuk transparansi dan akuntabilitas oleh badan-badan publik dan
www.bacaan-indo.blogspot.com
10 Pesta lebih dekat m akn an ya den gan biaya. Men jadi wajar apabila pesta
dem o krasi m en yerap an ggaran besar yan g dibiayai n egara (APBD) dan
modal dari masing-masing kandidat untuk memenangi kontestasi. Dengan
adanya pesta yang m ahal ini, banyak kajian m enjadi relevan dan paralel
dengan maraknya korupsi kepala daerah.
12 Demokrasi Muka Dua
3. Demokrat 20 11%
4. PPP 17 9,65%
5. PKB 9 5%
6. PAN 7 3,9%
7. PKS 4 2,27%
8. PBB 2 1,14%
Sumber: Kementerian Sekretaris Negara dalam Kompas dan berbagai media lain,
Minggu, 30 September 2012
Tabel 1.4. Politik Dinasti dan Dinasti Politik Kepala Daerah Pasca-
Orde Baru
No. Provinsi/ Keluarga/Klan Keterangan
Kabupaten/
Kota
1. Bantul, Idham Samawi Bupati (2000-2005,
Yogyakarta 2005-2010)
Sri Suryawidati (istri) Bupati (2010-2015)
2. Kalimantan Awang Farouk Gubernur
Timur Awang Ferdian Kandidat Bupati Kuker
Hidayat
Syaukani Bupati Kuker
Rita Widyasari (putri) Bupati Kuker (2010-2015)
Sofyan Hasdam Walikota Bontang
Neni Moernaeni (istri) Ketua DPRD Kota
Bontang/Kandidat
www.bacaan-indo.blogspot.com
11 Politik kar tel d iam bil d ar i istilah ekon om i yan g d igu n akan u n tu k
menganalisis stabilitas elite, koalisi parlemen dan sistem baru kepartaian.
Makn a kar tel ad alah koor d in asi u n tu k m em in im alkan p er sain gan ,
m en gon trol harga, dan m em aksim alkan keun tun gan di an tara an ggota
kartel.
12 Ikatan kekerabatan dari petahana dan elite partai m enjadi pertim bangan
dalam political in heritan ce tan pa equal opportun ity dan free an d fair
com petition. Michael Kinsley (20 0 2), “Dad, Can I Borrow the Scepter?”
m en gatakan : ”Ev en m ore than m on ey , political inheritan ce m ocks our
pretenses to equal opportunity ” (dalam Phillips, 20 0 4, hlm. 51).
13 Sidel mendefenisikan Bosisme sebagai calo kekuasaan yang memiliki mo no-
poli atas kontrol terhadap sumber daya kekerasaan dan ekonomi dalam satu
wilayah yang berada di bawah yuridiksinya. Dalam studinya di Filipina, teori
ini digunakan untuk m enjelaskan “orang-orang kuat” dalam m asyarakat
dan politik Filipina. Orang kuat ini bergandengan dengan negara, bahkan
dikendalikan oleh jejaring para bos, untuk m elakukan pene trasi ke dalam
www.bacaan-indo.blogspot.com
pem ilik m odal m en jalin hubun gan taktis dan strategis baik
sebelum m au pun setelah proses Pem ilukada dalam ben tuk
“politik uan g”. H al in i ditem puh un tuk m en dapatkan dan
m em pertahan kan sum ber-sum ber kekayaan n egara den gan
m er ebu t keku asaan . Makn a d em okr asi pu n ter d istor si—
keku asaan h an ya u n t u k elit e, sem en t ar a r akyat h an ya
m en ikm at i akt ivit as m en coblos d i bilik su ar a. Pr akt ik
dem okrasi dem ikian , m en urut Robison dan H adiz (20 0 4),
terperangkap dalam perkawinan antara ka pitalisme pemangsa
dan politik dem okratik. Oligarki politik uang sudah m enjadi
fen om en a dem okrasi di In don esia, baik di tin gkat n asion al
m aupun lokal, di m ana lem baga-lem baga dem okrasi seperti
Parpol dan penyelenggara Pem ilu bisa “dibeli dan dibayar”.
Dalam konteks ini, analisis Kristiadi (20 11) mendapatkan fakta
bahwa m unculnya oligarki dan dinasti politik m elalui de m o-
krasi prosedural bisa memancing timbulnya arus balik de mo-
krasi, yaitu kerinduan pada otoritarianism e, m iliterism e, dan
prim ordialism e yan g secara ideologis berten tan gan den gan
nilai-nilai demokrasi itu sendiri.
Perspektif dem ikian in i m em an dan g praktik dem o krasi
lokal cenderung m em berikan peluang bagi kelas tertentu dan
mengabaikan kesempatan kelompok-kelompok lain da lam ma-
syarakat. Dem okrasi lokal hanya bisa dikuasai oleh seke lom -
pok orang yang m em iliki jaringan kuat di tingkat elite, baik
jaringan birokrasi, pemodal, maupun jaringan kekuatan isik.
Wajah kepala daerah pasca-Orde Baru m en ghadirkan kon -
igurasi elite yang mampu mengakumulasi jaringan-jaringan
www.bacaan-indo.blogspot.com
1 Buehler (20 0 4) dalam pen elitian n ya di Gowa Sulawesi Selatan ten tan g
hubungan antara kandidat dan partai politik dalam Pilkada langsung dan
Buehler dan Tan (20 0 7) di kabupaten Pan gkep dan Soppen g. Dun can
(20 0 7) melihat dampak desentralisasi dan otonomi daerah terhadap kelom-
pok pribumi di Halmahera selatan.
Perspektif Neo-Institusionalisme 33
2 Din am ika politik dun ia di berbagai n egara telah m en doron g apa yan g
disebut oleh Samuel Huntington (1991) sebagai gelombang ketiga demokrasi
sebagai akibat benturan peradaban yang m elatarinya sehingga dem okrasi
menjadi gejala yang dapat diterima secara global. Gelombang demokrasi ini
diterapkan di berbagai negara dengan beragam varian. Tesis Fukuyama me-
36 Demokrasi Muka Dua
Soekarno pernah berpidato 1 J uni 1945 (dalam Yudi Latif, 20 12) sebagai
berikut: “... Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan
satu Negara un tuk satu golon gan walaupun golon gan kaya. Tetapi kita
mendirikan negara 'semua buat semua', 'satu buat semua, semua buat satu'.
Saya yakin, bahwa syarat m utlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah
perm usyawaratan, perwakilan. Kalau kita m encari dem okrasi, hendaknya
bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup....”
Perspektif Neo-Institusionalisme 37
kem udian diban gun di atas dasar ideologi Pan casila, yaitu
de m o krasi “perm usy aw aratan perw ak ilan ” dalam ben tuk
n egar a kesatu an . Dem okr asi in i pu n d iim plem en tasikan
dalam pem ilihan pem im pin baik di tingkat nasional m aupun
lokal. Sayangnya, setiap perubahan tersebut senantiasa lebih
banyak diiringi politik kepentingan elite ketimbang hasil kajian
konseptual yang matang dan mekanisme publik.
Sebagai konsekuensi dari proses globalisasi sejak awal-awal
berdirinya, Indonesia tidak bisa menghindar dari peta kekuatan
dunia. Hal ini sangat jelas terlihat dalam perjalanan “demokrasi
ala In d on esia” yan g p er n ah m ewu ju d d alam beber ap a
bentuk. Indonesia pernah m engaplikasikan dem okrasi liberal
pada Pem ilu 1955, de m okrasi terpim pin pasca-dibubarkan
Konstituante dan Dekrit Presiden 5 J uli 1959 hingga penetapan
Soekarn o sebagai pre siden seum ur h idup, dan dem okrasi
per m u syawar atan / per wa kilan d i MPR d an DPRD d alam
pemilihan presiden dan kepala daerah selama masa Orde Baru.6
Sejak Reform asi m un cul istilah dem okrasi perwakilan 7 dan
demokrasi langsung,8 baik untuk pemilihan presiden maupun
kepala daerah . Sejak 1959 h in gga berakh irn ya kekuasaan
Soekarn o pada 1969, dan se la m a pem erin tahan Orde Baru
hingga keruntuhannya pada 1998, demokrasi Pancasila belum
bisa dilaksan akan sepe n u h n ya da lam r ealitas keh idu pan
berbangsa, bernegara, dan ber ma sya rakat (Asshiddiqie, 20 11).
Di era Reform asi am andem en UUD sudah dilakukan em -
pat kali, di mana makna kedaulatan rakyat dalam memilih pe-
www.bacaan-indo.blogspot.com
9 Wawancara dengan Ketua Komisi II DPR RI: Kata kedaulatan yang menjadi
kunci untuk dieksploitasi tafsirnya oleh berbagai aktor di awal-awal refor-
m asi. Selanjutnya dijelaskan m akna kedaulatan sebagai ber ikut: “... Maka
disusunlah kem erdekaan itu dalam suatu undang-undang dasar. Nah itu
ilosoi apa? Kita negara hukum, negara konstitusional. Seperti apa? Dalam
suatu susunan negara yang berkedaulatan rakyat. Bab I pasal 1 tentang
bentuk dan kedaulatan, ayat 1-nya m engatakan Negara Indonesia adalah
Negara kesatuan yang berbentuk republik. Pasal 1 ayat 2-nya, kedaulatan
berada di tan gan rakyat dan dilaksan akan sepen uhn ya oleh MPR, itu
sebelum am an dem en . Nah sekaran g kedaulatan m urn i ada di rakyat,
pasal I ayat 2 apa? Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilak sanakan
www.bacaan-indo.blogspot.com
Demokrasi
permusyawa-
ratan
Perspektif Neo-Institusionalisme 41
but kan: “Pem bagian daerah Indonesia atas daerah besar dan
ketjil, den gan ben tuk susun an pem erin tahan n ja ditetapkan
de ngan undang2, dengan m em andang dan m engingati dasar
per m usjawaratan dalam sistem pem erin tahan n egara, dan
ber hak asal-usul dalam daerah2 jang bersifat istim ewa.” Pa-
sal ini diam andem en m enjadi pasal 18 ayat 1-5. Di ayat 4 di-
se butkan : “Gubern ur, bupati dan walikota m asin g-m asin g
se bagai kepala daerah provin si, kabupaten dan kota dipilih
secara demokratis.” Pasal ini sangat jelas menghapus klausa “...
de ngan m em andang dan m engingati dasar perm usjawaratan
dalam sistem pemerintahan negara” yang dimaksudkan dalam
risalah sidang BPUPKI sebagai demokrasi perwakilan.
Beberapa argumentasi menjadi alasan mengapa perubahan
dilakukan dalam hal pemerintahan daerah. Salah satunya, se-
ba gaim ana diungkapkan oleh Lukm an Hakim Syaifuddin, ke-
daulatan rakyat dimaknai sebagai musyawarah langsung.10 Me-
nurut dia, suasana batin opini publik dan kehendak mayoritas
menjadi pertimbangan pembedaan tersebut. Kehendak daerah
untuk menempuh jalan demokratis dalam menentukan kepala
daerah dan kepemimpinan lokal juga menguat di era Reformasi.
m asin g-m asin g. Dalam kon teks in i, apakah m asin g-m asin g
daerah m em erlukan UU tersendiri yang berbasiskan kondisi
dan ka rak teristik daerah bersan gkutan , seperti yan g sudah
Perspektif Neo-Institusionalisme 43
15 Sejak UUD 1945 dirumuskan dalam sidang BPUPKI dan PPKI, yaitu tanggal
18 Agustus 1945, konsepsi otonomi dan hubungan pusat dan daerah su dah
tampak jelas diterangkan dalam pasal 18, yang menyatakan: “... Pembagian
daerah Indonesia atas daerah besar dan ketjil, de ngan bentuk susunan
pem erintahannja ditetapkan dengan undang2, de ngan m em andang dan
mengingati dasar permusjawaratan dalam sis tem pemerintahan Negara, dan
berhak asal-usul dalam daerah2 jang ber sifat istimewa.” Penjelasan I: “Oleh
karena negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan
mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah
Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi
pula dalam daerah-daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat
otonom (streek dan locale rechts gem eenschappen), atau bersifat daerah
administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan
Undang-undang.” Penjelasan II: “Dalam territoir negara Indonesia terdapat
lebih kurang 250 zelfbesturende landschappen dan volksgem eenschappen,
seperti desa di J awa dan Bali, negeri di Minangkabau, Dusun dan Marga di
www.bacaan-indo.blogspot.com
Yam in m em an dan g perlun ya m em ben tuk susun an pem erin tahan yan g
bertingkat dari “peme rintahan bawah, tengah, dan atas”, yaitu pemerintah
desa, pem erintah daerah, dan pem erintah pusat. Konsekuensinya Yam in
m enawarkan konsep desen tralisasi dan dekonsentrasi sebagai kebijakan
bentuk dan susunan pe m e rintahan berjenjang. Berbeda dengan Yam in,
Soepomo menegaskan tidak ada pemerintahan bawahan yang ada di daerah.
www.bacaan-indo.blogspot.com
Pem bagian daerah yan g besar dan kem udian dibagi m en jadi daerah-
daerah kecil harus dibangun dan didasarkan oleh prinsip permusyawaratan
perwakilan dengan m em perhatikan daerah-daerah istim ewa dan susunan
pemerintahan lokal seperti setingkat desa, nagari, marga, gampong dan lain-
lain (Yudi Latif: 431- 432). Tam paknya pendapat Yamin dan Soepom o ini
yang men jadi rumusan UUD 1945, khususnya pasal 18, sebagaimana telah
dijelaskan.
46 Demokrasi Muka Dua
Penjelasan: dengan
I. Oleh karena negara memandang
Indonesia itu suatu dan mengingati
eenheidsstaat, maka dasar permusja-
Indonesia tak akan waratan dan
mempunyai daerah di dalam dasar perwakilan
lingkungannya yang bersifat dalam sistem
staat juga. Daerah Indones pemerintahan
ia akan dibagi dalam daerah negara
provinsi dan daerah provinsi 2. Kepada daerah2
akan dibagi pula dalam diberikan
daerah-daerah yang lebih otonomi
kecil. Di daerah-daerah seluas2nja
yang bersifat otonom untuk mengurus
(streek dan locale rechts rumah-
gemeenschappen), atau tangganja
bersifat daerah administrasi sendiri
belaka, semuanya menurut 3. Dengan
aturan yang akan ditetapkan undang2 dapat
dengan Undang-undang. diserahkan
II. Dalam territoir Negara penjelengga-
Indonesia terdapat lebih raan tugas2
kurang 250 zelfbesturende kepada daerah2
landschappen dan jang tidak
volksgemeenschappen, termasuk dalam
seperti desa di Jawa urusan rumah-
dan Bali, negeri di tangganja
Minangkabau, dusun dan
marga di Palembang dan
sebagainya. Daerah-daerah
itu mempunyai susunan asli,
dan oleh karenanya dapat
dianggap sebagai daerah
yang bersifat istimewa.
Negara Republik Indonesia
menghormati kedudukan
daerah-daerah istimewa
www.bacaan-indo.blogspot.com
Men cerm ati kedua UUD di atas, UUD 1945 dan UUDS
1950 , pasal 18 dan 131 mengatur beberapa hal. Pertama, meng-
atur pembagian daerah besar dan kecil. Daerah besar yang di-
maksud adalah provinsi, yang dibagi lagi menjadi daerah kecil
ka bupaten / kota. Kedua, m en gatur prin sip susun an pem e-
rin tahan di daerah besar dan kecil tersebut. Ketiga, m en g-
atur m ekan ism e pem ilih an pim pin an di daerah tersebut.
Keem pat, m en gatur h ak daerah oton om un tuk m en gurus
rum ah tan ggan ya sen diri. Kelim a, m en gatur tugas-tugas di
luar urusan rumah tangga yang diberikan oleh pemerintah ke
daerah. Keenam, pengakuan pemerintah atas hak-hak lokalitas
m en gin gat secara historis daerah-daerah tersebut m em iliki
keistimewaan.
Di an tara kedua UUD, terdapat perbedaan dalam h al
pen gaturan oton om i daerah dan pen gakuan terhadap hak-
hak tra disional dan istim ewa yang berlaku di daerah. Dalam
hal otonom i UUDS 1950 lebih tegas dengan m enyebut secara
ekspli sit oton om i seluas-luasn ya dalam kon teks m en gurus
rumah tangga sendiri dan tugas pembantuan. Namun demikian,
www.bacaan-indo.blogspot.com
16 Pertam a, h asil sidan g MPRS tah un 1966 yaitu Tap MPRS No. XXI/
MPRS/ 1966 ten tan g pem berian oton om i seluas-luasn ya kepada daerah.
Ke dua, gelora Reform asi tun tutan daerah m en guat kem bali pada 1998 ,
yang mendorong MPR RI mengakomodasi aspirasi daerah dan melahirkan
Tap MPR No. XV/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggaraan otonom i daerah,
www.bacaan-indo.blogspot.com
Pen gaturan , Pem bagian dan Pem an faatan Sum ber Daya Nasion al yan g
Berkeadilan , ser ta Per im ban gan Keuan gan Pusat dan Daerah dalam
Ker an gka Ne ga r a Ke satu an Repu blik In d on esia. Dar i Tap MPR in i
dilahirkan UU No. 22/ 1999 ten tan g Pem erin tahan Daerah dan UU No.
25/ 1999 ten tan g Per im ban gan Keuan gan an tara Pem erin tah Pusat dan
Daerah. Kemudian yang ketiga lahir Tap MPR No. IV/ MPR/ 20 0 0 tentang
Rekomendasi Ke bijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
50 Demokrasi Muka Dua
Paling tidak ada beberapa topik sentral dan penting yang harus
disarikan dari UUD 1945 dan Tap MPR tersebut.
Pertam a, soal pembagian daerah sebagai bagian dari NKRI.
Pem bagian daerah sebagai daerah besar dan daerah kecil di
dalam pasal 18 hasil amandemen kedua dieksplisitkan menjadi
daerah provinsi, kabupaten, dan kota.
Ked u a , kon seku en si d ar i p em bagian d aer ah ad alah
pembagian kekuasaan antara pemerintahan pusat dan daerah.
Untuk itu, di daerah-daerah terdapat pemerintahan daerah.
Ketiga, tidak terdapat pem bagian daerah yan g secara
eksplisit disebut daerah desa. Konsekuensinya, tidak disebut-
sebut pula tentang pemerintahan desa. Padahal pasal 18 UUD
1945 sebelum amandemen dan penjelasannya memberi kerang-
ka dasar rujukan yuridis bagi keberadaan daerah desa dan pe-
merintahan desa.
Keem pat, pemerintah daerah memiliki kewenangan m eng-
atur dan m engurus daerah dan pemerintahannya sendiri.
Kelim a, pem erintahan daerah adalah kepala daerah dan
DPRD.
Keen am , persoalan m en yan gkut m ekan ism e Pem ilu ke-
pala daerah dan anggota DPRD. Khusus Pem ilu kepala dae-
rah m ekanism enya dinyatakan dengan “dipilih secara dem o-
kratis”. Kata “dem okratis” in i m en gh ilan gkan m akn a de-
m o krasi substan tif ala In don esia yan g dirum uskan bapak
pen diri bangsa pada pasal 18 UUD 1945 asli, yang lebih ope-
ra sio n al dan tidak m en gun dan g tafsir m aupun perdebatan ,
yaitu dalam kalim at: “... dengan m em andang dan m engingati
www.bacaan-indo.blogspot.com
17 Gagasan revisi m erupakan usulan pem erintah m elalui Kem endagri. Ber-
dasarkan kajian Kemendagri, demokrasi langsung pasca-berlakunya UU No.
32/2004 telah menimbulkan ekses negatif seperti konlik horizontal, yakni
kerusuhan sosial karena ketidaksiapan kandidat dan konstituennya dalam
berdem okrasi. H al negatif lainnya, dem okrasi langsung m em akan biaya
besar yang kemudian mendorong kepala daerah terlibat korupsi.
Perspektif Neo-Institusionalisme 53
18 Pertam a, daerah otonom provinsi dan juga sebagai daerah adm inistratif
www.bacaan-indo.blogspot.com
pada awal u su lan r evisi pem er in tah ber pen dir ian kokoh
memperjuangkan pemilihan kepala daerah melalui mekanisme
DPRD un tuk provin si dan kabupaten / kota. Posisi pertam a
in i kon sisten dan relevan de n gan n askah akadem ik yan g
disiapkan. Kedua, mayoritas anggota Komisi II menolak usulan
56 Demokrasi Muka Dua
19 Sesuai den gan usulan terbaru RUU, calon gubern ur adalah peserta pe-
m ilihan yang diusulkan oleh fraksi atau gabungan fraksi DPRD provinsi
www.bacaan-indo.blogspot.com
atau sebutan lain n ya yan g didaftarkan di KPU provin si, n am un Pan lih
(panitia pem ilih) tetap dibentuk oleh DPRD. Dengan draf ini sangat jelas
pemerintah m eniadakan calon perseorangan dalam kontestasi. PKB, PKS,
Gerindra, dan Hanura m e nyebut calon perseorangan yang didaftarkan ke
KPU provinsi. Dalam konteks ini Golkar mempertanyakan mengapa DPRD
m em ben tuk pan itia pem ilih? Bukan kah sudah ada KPU provin si, sam a
Perspektif Neo-Institusionalisme 57
kukan melalui pilihan DPRD. Adapun kelompok NGO lainnya tidak begitu
perhatian pada tata cara pem ilihan gubern ur, m elain kan lebih terfokus
kepada tata adm in istrasi pem erin tahan lokal dan karakteristik ke pala
daerah yang ideal. Hal ini sangat berbeda dengan perdebatan yang terjadi
di tingkat negara, di mana kebanyakan aktor begitu fokus pada pembahasan
mengenai tata cara pemilihan kepala daerah daripada pe mimpin yang ideal
dan pendidikan politik.
58 Demokrasi Muka Dua
22 Alasannya didasarkan pada dua hal. Pertam a, m erujuk Pasal 18 ayat (4):
“Gubern ur, Bupati, dan Wali kota m asin g-m asin g sebagai kepala pe-
merintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”.
Kedua, m erujuk Putusan MK No. 0 12-0 13/ PUU-ll/ 20 0 4, interpretasi MK
setidaknya m elahirkan dua hal pokok pem aham an yang bersifat um um .
Pertam a: proses pem ilihan pejabat pen yelen ggara pem erin tahan , yaitu
Presiden/ Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD, dan Gubernur, Bupati serta
Wali kota dalam kelom pok kategori yang sam a, yakn i pem ilihan um um
sebagaim ana dim aksud Padal 22E UUD NRI 1945. Kedua: penyelenggara
d an p en yelen ggar aan n ya d iat u r ter p isah d ar i p en gat u r an ot on om i
daerah. Penyelenggara oleh KPU sebagaim ana diatur dalam UU 15/ 20 11
Penyelenggara Pem ilu. Penyelenggaraannya diatur dalam UU tersendiri,
sebagaimana proses pemilihan pejabat penyelenggara pemerintahan seba-
www.bacaan-indo.blogspot.com
gai rezim pemilihan umum. Dalam hal ini UU Pemilu Anggota DPR, DPD,
DPRD; UU Pemilu Presiden/ Wakil Presiden; UU Pemilu Gubernur, Bupati,
Walikota. Hanura sepakat dengan PDIP dalam dua hal. (1) Pemilihan kepala
daerah sudah m asuk rezim Pem ilu berdasarkan UU No. 15/ 20 11 tentang
Penyelenggara Pemilu; (2) Karena termasuk rezim Pemilu, maka pemilihan
kepala daerah perlu dipertimbangkan untuk dilakukan secara serentak agar
eisiensi yang ditekankan pemerintah dapat terpenuhi.
Perspektif Neo-Institusionalisme 61
m em inim alkan terjadinya disharm onisasi antara kepala daerah dan wakil
kepala daerah. Adapun PKB, pem ilihan um um Kepala daerah dan wakil
kepala daerah tetap dilakukan sepaket dan dipilih langsung oleh rakyat,
karena kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah legitimasi politik yang
dikehendaki rakyat, dan hasil perjuangan reformasi dan demokrasi di negeri
ini. Mengenai pertimbangan eisiensi bisa dilakukan perombakan dalam
tahapan dan program pemilihan umum.
62 Demokrasi Muka Dua
24 Bawaslu dan KPU merasa tidak ada penganggaran dana untuk pelaksanaan
Pilkada. Pekerjaan panitia Pilkada selama ini didukung oleh dana yang di-
alokasikan oleh pem erintah daerah. Apabila di daerah yang pem erintah
d aer ah n ya t id ak m em ber ikan h ibah yan g cu ku p , p an it ia Pilkad a
www.bacaan-indo.blogspot.com
m enghadapi banyak ham batan dalam pelaksanaan Pem ilu. Bawaslu dan
KPU cen der un g m en dukun g pen gan ggar an pusat dan daer ah secara
bersam aan akan m em berikan kepastian pendanaan untuk kegiatan yang
m ereka lakukan, bukan hanya sekadar hibah dari pem erintah lokal yang
jumlahnya seringkali tidak ada kejelasan. Hal ini juga mendapat dukungan
dari Kem endagri yang terlam pir dalam draf usulan yang m ereka ajukan.
Rapat RUU Pilkada langsung pada Komisi II DPR RI dari 21 J anuari 20 13
hingga 3 April 20 13.
64 Demokrasi Muka Dua
meningkatkan
otoritas gubernur
66 Demokrasi Muka Dua
Selain pem bah asan di Kom isi II, ide-ide yan g cukup
substan tif juga digagas para pemangku kepentingan. Kelompok
NGO yan g berada di bawah payun g Pokja Otda m elakukan
serangkaian sem inar, w orkshop, dan diskusi terbatas tentang
otoritas dalam desentralisasi guna membedah draf RUU Pemda
yang dibahas antara pem erintah dan legislatif. Diskusi Pokja
Otda koalisi sipil ini m enghasilkan beberapa kesim pulan m e-
nge nai penguatan peran gubernur dan sem ua lem baga yang
ber ada pada tin gkat provin si. Pokja Otda juga m en gajukan
pan dan gan ter kait otor itas guber n ur un tuk m en guji dan
m em batalkan Perda yang dibuat di tingkat kabupaten/ kota.
Penguatan posisi gubernur ini akan m eningkatkan efektivitas
dan efisien si oton om i daer ah . Kabupaten dan kota akan
m en jadi bagian kon trol dan bagian dari evaluasi kin erja
gubernur.
Isu lain yan g juga didiskusikan dalam pertem uan -per-
tem uan ini adalah politik uang. Baik pada pertem uan Pokja
Otda m aupun Kom isi II, persoalan politik uang dianggap se-
bagai isu sentral. Pelaporan pendanaan kam panye dipan dang
m asih belum tran sparan oleh Bawaslu. Politik uan g selalu
m en jadi persoalan yan g sulit dideteksi, m eskipun m en jadi
perbin can gan dalam praktik dem okrasi lokal. Politik uan g
bahkan sudah dianggap wajar dan harus ada sebagai per sya-
ratan un tuk m en an g. Fen om en a sem acam in i m em an g di-
an g gap sebagai fen om en a yan g selalu ada dalam praktik
dem o krasi, sekalipun di n egara-n egara m aju yan g tin gkat
dem o krasinya sudah m elem baga secara m odern. Karena itu,
www.bacaan-indo.blogspot.com
26 Pokja Otda m en olak teran g-teran gan m en gen ai isu politik uang. Begitu
pula dalam pertem uan Kom isi II, sem ua fraksi han ya m en yam paikan
dukungannya untuk m enolak pelaksanaan politik uang. Nam un tidak ada
solusi substantif mengenai isu ini.
68 Demokrasi Muka Dua
dan DPR (Komisi II).27 Selain itu, hasil telaah DIM selama si-
tidak dilibatkan, padahal LSM ini banyak menyoroti kinerja kepala daerah
dalam hal transparansi anggaran dan telah menghasilkan puluhan dokumen
hasil riset di berbagai kabupaten/ kota se-Indonesia. Temuan lapangan ini
penulis dapatkan melalui wawancara langsung dengan Ucok Sky Khadai
dari LSM FITRA, 9 J uni 20 13.
28 Lihat DIM dan notulen rapat pembahasan masing-masing anggota Komisi
II tentang DIM.
70 Demokrasi Muka Dua
2 Dalam konteks ini perlu dikemukakan di bawah ini teori relasi kekuasaan
Hadiz:
...“The In don esian case show s that w hat ultim ately m atters is n ot
decen tralization itself, but the sy stem of pow er relation s w ithin
w hich it is undertaken” (Hadiz, 20 10 ).
...“The problem is that the in stitution s of dem ocracy hav e been ap-
propriated by m any elem ents of the old rapacious, authoritarian
Perspektif Relasi Kuasa 73
implikasi dari kebaruan tersebut tentu ada yang positif dan ada
pula yang negatif.
Terkait im plikasi negatif dari proses dem okratisasi yang
tengah berlangsung di tingkat lokal, hasil riset J PPR berhasil
m en giden tifikasi beberapa persoalan . Di an tara persoalan -
per soalan tersebut adalah politik uan g, pen ggelem bun gan
suara dengan m em anipulasi DPT, birokrasi yang m enyokong
tim sukses dengan m engatur bantuan sosial dan m enggalang
suara, distorsi kehendak rakyat dengan kehendak partai dalam
dukungan calon, distorsi dukungan calon perseorangan yang
terlihat dari senjang antara pengum pulan KTP dukungan de-
n gan perolehan suara di TPS, kon flik in tern al partai, dan
ber bagai isu lain . Beberapa tem uan lapan gan in i berpusar
pada beberapa isu pokok. Pertam a, soal DPT (daftar pem ilih
tetap). Kedua, soal netralitas birokrasi yang tanpa pengawasan
terseret dalam arus politik Pemilukada. Ketiga, problem ca lon
perseoran gan . Keem pat, dom in asi partai politik dalam m e-
nentukan kandidat. Kelima, “mental bayaran” para pemilih.3
Gambaran tentang berbagai implikasi ini akan terlihat lebih
jelas jika kita m enelusuri dan m enganalisis data dan tem uan
lapan gan m en gen ai pen yelen ggaraan Pilkada di Lam pun g.
Berikut pembahasan lebih jelasnya.
kader atau ketua partai politik Partai Dem okrat dan PDIP.
Con toh lain n ya adalah Saton o, Bam ban g Kurn iawan , dan
H erm an H N yan g berasal dari kalan gan birokrat atau PNS.
Setelah menjadi Bupati Lampung Timur, Satono menjadi Ketua
DPD Golkar Kabupaten Lam pun g Tim ur. Setelah m en jadi
Bupati Tanggamus, Bambang Kurniawan menjadi Ketua PDIP
Tanggam us. Adapun Herm an HN, setelah m enjadi Walikota
Ban d ar Lam p u n g, m en jad i Ketu a Satgas PDIP Pr ovin si
Lampung.
Gejala di atas m em buktikan bahwa partai politik tidak
cu kup sistem ik, reguler, dan terstruktur dalam m enjalankan
fun gsi rekrutm en dan kaderisasi kepem im pin an un tuk da-
pat m en distribusikan kader-kader terbaikn ya di lem baga-
lem baga eksekutif m aupun legislatif. Modus yang kem udian
dilakukan oleh partai politik adalah m em berikan dukungan
atau rekomendasi kepada calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah tertentu yang berasal dari eksternal partai. Sebagai ta-
hap awal, m ereka dim inta m engisi form ulir keanggotaan dan
me nerima kartu tanda anggota (KTA) partai. Keanggotaan ini
selanjutnya dapat menjadi tiket untuk memimpin partai setelah
m ereka berhasil m enduduki kursi kepala daerah. Da pat dika-
takan, partai politik menempuh jalan pintas dengan mengambil
kader jadi yang telah dididik dan dikader di tempat lain, baik
di birokrasi sipil, militer, korporasi, ataupun hasil penga deran
kepemimpinan Ormas, seperti Sujadi, Bupati Pringsewu, yang
juga sudah mengantongi KTA salah satu partai politik.
Kasus sen tralism e rekrutm en partai politik di Lam pun g
www.bacaan-indo.blogspot.com
n ilai-n ilai dem okrasi. h ttp:/ / jam bi. tribun n ews. com / 20 14/ 0 5/ 0 6/ di-
Lam pung-lim a-kom isioner-kpu-ini-jadi-tersangka-m ark-up-suara, http:/ /
www. radarlam pung. co. id/ read/ berita-utam a/ 69649-kom isioner-dobel-
tersangka
84 Demokrasi Muka Dua
suara rakyat yang sarat pam rih. Suara pem ilih tidak ditukar
dengan komitmen untuk mencerdaskan, memberdayakan, dan
menyalurkan kepentingan rakyat banyak melalui proses-proses
politik. J uga tidak ditukar dengan upaya m engawal program -
program yan g m en geksekusi berbagai aspirasi m asyarakat.
86 Demokrasi Muka Dua
Budaya yan g kem udian tum buh justru berupa politik iklan ,
politik baliho, eksploitasi “kemolekan” tubuh melalui rekayasa
tek nologi foto, konser-konser musik atau wayang, politik sem-
bako, pem anfaatan m esin birokrasi yang m endorong aparat
sipil negara menjadi politisi sesaat, terlibatnya bandar-bandar
dan korporasi, serta praktik-praktik serupa lain nya yang ber-
sifat transaksional, pragmatis, dan jauh dari pen didikan po litik,
pendidikan demokrasi, maupun pendidikan ke war ga ne garaan.9
Ko ru ps i d an D in as ti Po litik
Munculnya fenomena korupsi dan dinasti politik juga menjadi
persoalan dalam penyelenggaraan Pilkada dan pem erintahan
usun g oleh PDIP, Partai Dem okrat, PKNU, dan Gerin dra.
Pasca-Pemilukada inilah kasus hukum Wendy mengemuka dan
diproses di pengadilan sampai vonis hukumannya dijatuhkan.
Beranjak dari problem-problem di atas, dapat diidentiikasi
beberapa persoalan yang harus diperbaiki. Penyelenggaraan
oton om i dan pem erin tahan daerah harus m em astikan asas
dan prinsip demokrasi menjelma dalam tiga domain yang tidak
dapat dipisahkan satu sam a lain. Pertam a, dom ain pem ilihan
(election ) sebagai pen jelm aan kedaulatan rakyat di wilayah
setem pat. Dalam hal ini rakyat diberi hak sepenuhnya untuk
menentukan mekanisme demokrasi, rekrutmen pemimpin, kri-
teria dan syarat-syarat kepem im pinan, serta pencalonan dan
pemilihan. Dengan demikian, kepemimpinan kolektif ataupun
pemerintahan transformatif di tingkat lokal dapat dihadirkan.
Dom ain pertam a in i m em erlukan pen gaturan m elalui UU
Pemilukada dan UU Partai Politik.
Kedua, penjelm aan kedaulatan rakyat dalam dom ain per-
tama harus selaras dengan aspek daulat rakyat (dem os) dalam
m en giden tifikasi m asalah bersam a dan m en diskusikan n ya
secara publik, m erum uskan perencanaan pem bangunan, m e-
n en tukan prioritas, sam pai m elahirkan kebijakan ber basis
kepen tin gan m asyarakat lokal. Upaya m em astikan m eka-
nisme demokrasi deliberatif semacam ini ditujukan untuk me-
rumuskan kebijakan yang betul-betul sesuai dengan kehendak
dan aspirasi rakyat, serta mendapatkan legitimasi dari rakyat.
Dom ain in i selain pen tin g diatur dalam UU Pem erin tahan
Daerah, juga perlu diturunkan ke tingkat peraturan pemerintah
www.bacaan-indo.blogspot.com
beragam varian. Penerim aan secara global atas dem okrasi ini
merupakan akibat dari benturan peradaban yang melatarinya.
Selanjutnya, tesis Fukuyama menyatakan bahwa demokrasi
liberal merupakan pilihan yang banyak diadopsi pasca-runtuh-
nya Uni Soviet. Dem okrasi inilah yang sudah lebih awal di-
Membaca Demokrasi Indonesia 97
1 Kon sep dem okrasi Pan casila m erupakan jalan baru dalam m em ban gun
kekuatan politik m elalui basis sosiologis m asyarakat In don esia, yaitu
sifat goton g royon g, solidaritas sosial, dan kolektivitas. Struktur m a-
syarakat majemuk Nusantara memiliki ikatan kohesivitas dan tingkat inte-
grasi yang am at tinggi dalam sem angat kebersam aan. Fakta em pirik dan
historis ini yang m enginspirasi bapak pendiri bangsa m erum uskan dasar
negara Pancasila yang juga menjadi konstruksi demokrasi khas Indonesia.
Soekarno pernah berpidato 1 J uni 1945 (dalam Yudi Latif, 20 12) sebagai
www.bacaan-indo.blogspot.com
berikut:
“....Negara Indonesia bukan satu n egara untuk satu orang, bukan
satu Negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi
kita mendirikan negara 'semua buat semua', 'satu buat semua, se mua
buat satu'. Saya yakin, bahwa syarat m utlak untuk kuatnya Ne gara
Indonesisa ialah perm usyawaratan, perwakilan. Kalau kita m en cari
demokrasi, hendaknya bukan dem okrasi Barat, tetapi per m u sya wa-
ratan yang memberi hidup….”
98 Demokrasi Muka Dua
tin gan publik m en urut prin sip-prin sip pem erin tahan yan g
baik. Dalam konteks ini mazhab neo-institusionalis belum bisa
m em beri jawaban secara m eyakinkan m engapa tujuan uta m a
pelembagaan demokrasi di tingkat lokal belum bisa tercapai.
Terkait hal di atas, kerangka teoretis strukturasi memung-
kinkan kita untuk mengidentiikasi beberapa persoalan utama
sesuai dengan data lapangan yang ditemukan dalam penelitian
penulis. Di antara persoalan-persoalan tersebut adalah masalah
struktural-institusional yang berkaitan dengan dominasi partai
politik; disorientasi dan defungsionalisasi partai politik dalam
rekrutmen, kaderisasi dan seleksi kepemimpinan; integritas dan
profesionalitas penyelenggara Pemilu yang masih menyimpan
persoalan; m ahalnya ongkos politik sehingga m elibatkan cu-
kong, bandar, korporasi dalam pem biayaan politik kandidat;
budaya korupsi masyarakat pemilih yang semakin mengkristal.
Masalah-m asalah m en dasar tersebut berim plikasi terhadap
kinerja pemerintah daerah, di mana tokoh-tokoh sentral dalam
pemerintahan daerah lebih mementingkan keluarga dan partai
politik mereka daripada pelayanan publik.
Sementara itu, mazhab relasi kuasa memandang penyeleng-
gara negara di era Reformasi masih saja aktor-aktor lama. Me-
reka adaptif dengan iklim dem okratisasi, m eskipun m ental,
pe mikiran, sikap, dan perilakunya masih mengikuti pola rezim
lama. J ika melihat dengan perspektif Giddens, barangkali da-
pat kita katakan era in i m em an g belum sem pat m en cetak
aktor-aktor baru. Perubahan struktural dan institusional sejak
Reformasi tidak menyentuh perubahan pola pikir aktor pe nye-
www.bacaan-indo.blogspot.com
dalam kon stitusi dalam ben tuk dem okrasi perwakilan dan
deliberatif yang m endengar suara rakyat sebagai pilar utam a
kedaulatan. Tidak ada satu pun di antara para pendiri bangsa
tersebut yan g m en gagun gkan dem okrasi liberal Barat, baik
dalam gagasan m aupun tulisannya, sekalipun m ereka alum ni
didikan Barat.
2 Sidan g BPUPKI baik pada sidan g per tam a 29-31 Mei 1945 m aupun
sidang kedua pada 10 -17 J uli 1945. Di hari pertam a tanggal 29 Mei 1945
Muham m ad Yam in m enyatakan kedaulatan rakyat m erupakan tujuan ke-
merdekaan sedangkan permusyawaratan sebagai dasar negara; sedangkan
Woer jan in gr at d an Soesan to Tir top r od jo m en gakom od asi sifat d an
tradisi m asyarakat Nusan tara yaitu “kekeluargaan ” sebagai pon dam en
dalam ke m er dekaan dan m em bangun sebuah negara Indonesia. Di hari
kedua sidan g tan ggal 30 Mei 1945, oleh A Rachim Pratalykram m akn a
demokrasi diperluas bukan hanya soal pemilihan kepala negara dan badan
perwakilan rakyat saja, m elainkan juga kem erdekaan seluas-luasnya bagi
pen duduk dalam m em eluk agam a. Begitupun dalam sidan g berikutn ya
di tan ggal 31 Mei Ki Bagoes H adikoesom o dan Soepom o m en ekan kan
pentingnya bangunan ne gara berasaskan perm usyawaratan dan sem angat
kekeluargaan. Di hari terakhir 1 J uni 1945 yang merupakan tonggak lahirnya
www.bacaan-indo.blogspot.com
perm usy aw aratan dan perw akilan masih tampak dalam pasal
pemilihan presiden yang dilaksanakan melalui MPR.
Sidang Umum MPR yang dilaksanakan pada 7-18 Agustus
20 0 0 m em buah kan am an dem en kedua terh adap pasal 18
UUD 1945 yang menghapus klausa “dengan m em andang dan
108 Demokrasi Muka Dua
DPD, dan DPRD. Kem udian secara teknis bagaim ana Pem ilu
legislatif dan eksekutif tersebut dilaksanakan atau diatur dalam
UU paket politik. Usulan amandemen kelima yang dilengkapi
dokumen naskah akademik dan disertai draf UUD 1945 se cara
utuh telah disusun oleh DPD RI.7 Nam un demikian, am an de-
m en khusus berken aan den gan pem erin tahan daerah harus
m em perhatikan bagaim an a m ewujudkan koheren si an tara
konstruksi dem okrasi, desentralisasi, dan otonom i daerah di
dalam bab-bab dan pasal-pasal terkait secara tepat.
Konstruksi demokrasi Pancasila harus jelas tereksplisitkan
dalam UUD 1945, baik dalam pasal-pasal yang mengatur ke pe-
mimpinan nasional maupun daerah di eksekutif maupun legis-
latif. Demokrasi sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat dalam
proses elektoral eksekutif m aupun legislatif perlu dipertegas,
apakah m en ggun akan prin sip m usyawarah dan perwakilan ,
dilaksan akan secara lan gsun g, atau m en ggabun gkan kedua
je n is m ekan ism e tersebut. Bila perkem ban gan m asyarakat
yang sem akin dinam is dibarengi m eningkatnya aspirasi akan
dem okrasi langsung dalam m em ilih pem im pin, m aka bu kan
berarti dem okrasi m usyawarah dan perwakilan m esti diting-
galkan . Sebalikn ya, dem okrasi m usyawarah dan perwakilan
perlu diperkuat dalam aspek pasca-elektoral, terutam a dalam
menyusun regulasi dan kebijakan yang berkaitan secara lang-
sung dengan kepentingan publik. Penguatan ini secara formal
harus melibatkan pemangku kepentingan secara aktif, baik me-
lalui forum Musrenbang, forum konsultasi, m aupun jaringan
aspirasi antara anggota legislatif dengan konstituen di Dapil
www.bacaan-indo.blogspot.com
masing-masing.
Pengaturan di atas penting dilakukan untuk mengatasi pro-
blem menyangkut proses elektoral yang masih banyak mengan-
dun g m asalah m aupun m en yan gkut proses pasca-elektoral
Tabel 4.3. Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945 Amandemen Kedua
Pasal 18
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala
Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara
demokratis.
(5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai urusan Pemerintah Pusat.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah
diatur dalam undang-undang.
www.bacaan-indo.blogspot.com
Pasal 18A
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan
kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
Membaca Demokrasi Indonesia 113
aturan, Pem bagian dan Pem anfaatan Sum ber Daya Nasional
yan g Berkeadilan , serta Perim ban gan Keuan gan Pusat dan
Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang lahir sebagai akom odasi bagi aspirasi daerah di tengah
m em anasnya gelora Reform asi 1998. Dari Tap MPR ini lahir
UU No. 22 Tahun 1999 ten tan g Pem erin tahan Daerah dan
114 Demokrasi Muka Dua
10 Desen tralisasi dan sen tralisasi hen dakn ya tidak diposisikan salin g ber-
www.bacaan-indo.blogspot.com
ha dapan atau berten tan gan . Keduan ya m erupakan hal yan g selalu ada
ber sam aan dalam m en gatur kebijakan ten tan g oton om i daerah . Ka-
ren a itu, kedua titik kutub tersebut m en urut Bhen yam in H ossein hen -
dak n ya dilihat sebagai titik kon tin um yan g salin g berkaitan dan ber ke-
lan jutan . Desen tralisasi dalam pustaka In ggris m en cakup dev olution
dan decon cen tration , sedan gkan dalam pustaka Am erika desen tralisasi
m en ca ku p kon sep p olit ica l d ecen t r a liza t ion d a n a d m in ist r a t iv e
decen tralization . Pus taka Belan da staatsk un dige decen tralisatie dan
Membaca Demokrasi Indonesia 117
am btely ke atau adm i n is tratiev e decen tralisatie. Kon sep desen tralisasi
Indonesia lebih dekat kon sep political decentralization atau dev olution
atau staatskundige decentralisatie. Devolution = local governm ent = local
autonom y .
11 http:/ / www.saibumi.com/ artikel-829-gakkumdu-nyatakan-temuan-10 -ton-
gula-bukan-pelanggaran-kampanye--.html.
12 http:/ / www.radarlampung.co.id/ read/ berita-utama/ 6790 9-gakkumdu-nya-
ta kan-bukan-gula-politik.
118 Demokrasi Muka Dua
ka jian n ya lebih cerm at, jern ih, dan tidak bias kepen tin gan
politik golon gan . Pelibatan seluruh pem an gku kepen tin gan
me lalui diskusi publik, penulisan naskah akademik, FGD, dan
sebagainya dapat menciptakan rumusan konstitusi yang lebih
bisa diterima semua pihak. Seperti yang sudah disebutkan se-
belum nya, Asshiddiqie telah m encerm ati bahwa am andem en
yang dilakukan, yang sudah keempat kalinya itu, lebih didorong
oleh suasana dan tuntutan Reformasi, serta peristiwa-peristiwa
politik sesaat. Dapat dikatakan bahwa konstitusi berada dalam
tekanan politik.
Proses-proses am an dem en , pem buatan ketetapan -ke te-
tap an MPR, serta legislasi undang-undang terkait perumusan
kebijakan otonom i m elalui desentralisasi belum m em berikan
ruang bagi seluruh elemen masyarakat, khususnya pemangku
kepentingan dan m asyarakat lokal, untuk terlibat secara par-
tisipatif, kritis, korektif, dan evaluatif. J uga belum memberikan
ruang bagi pengawasan yang efektif. Proses tersebut justru me-
nunjukkan posisi aktor internal negara yang kurang berpihak
pada upaya pen guatan m asyarakat lokal agar dapat secara
m an diri m en yelesaikan m asalah-m asalah pem ban gun an se-
tempat. Bila setiap perumusan keputusan di tingkatan apapun
tidak dilakukan secara inklusif, arif, bijak, serta dalam suasana
jer n ih d an ten an g tan pa gejolak, m aka d apat d ipah am i
m engapa proses institusionalisasi selam a ini belum berhasil
m en ciptakan oton om i m asyarakat. Dari perubahan ke per-
ubah an, proses legislasi dan produknya hanya berkutat pada
distribusi kekuasaan dari eksekutif pusat ke eksekutif daerah.
www.bacaan-indo.blogspot.com
parlemen
Analisis keagenan di tingkat mikro: bentuk-bentuk kesadaran &
tindakan sosial
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Membaca Demokrasi Indonesia 125
ga tahun ini tercatat 46. Sejak 20 0 8 ada 32 judicial rev iew UU Pem ilu.
Judicial review terbanyak me nyangkut Undang-Undang No mor 10 Tahun
20 0 8 Tentang Pe milihan Umum DPR, DPD, dan DPRD dengan 46 perkara.
Per in gkat kedua ditem pati Un dan g-Un dan g Pe m e r in tah Daer ah (35
perkara) dan di peringkat ketiga Undang-Undang Kom isi Pem berantasan
Korupsi (11 perkara). J um lah judicial rev iew yan g m asuk MK tersebut
mencer min kan betapa buruknya kinerja pe merintah dan parlemen
Membaca Demokrasi Indonesia 127
20 15).
Ketiadaan in stitusi-in stitusi di atas m en un jukkan bah-
wa pelem bagaan belum m enyentuh aspek pengawasan so sial.
Begitu longgarnya kontrol hukum, sosial, dan politik mem beri
kesem patan penyelenggara pem erintahan daerah, khu sus nya
128 Demokrasi Muka Dua
kor u psi politik yan g ber laku pad a m asyar akat ter sebu t.
Struktur yang dim onopoli kekuasaan pe m erintah cenderung
bagus bagi berkem bangnya korupsi. Dengan m em inim alkan
m onopoli kekuasaan pem erintah dan pasar, korupsi pun bisa
ditekan hingga seminimal mungkin.
Mewujudkan Demokrasi
Substansial Berbasis Sistem
dan Kultur Indonesia
a ga r p er u b a h a n st r u kt u r a l d a n in st it u sion a l t er seb u t
implementatif di tengah-tengah masyarakat luas.
Perubah an di tin gkat struktural/ in stitusion al (m akro)
h a rus m en cakupi am an dem en UUD 1945, revisi berbagai
UU (seperti UU paket politik yang m eliputi UU Pem ilu, UU
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 145
kenya taannya proses ini lebih didom inasi elite eksekutif dan
legislatif tanpa m engindahkan keterlibatan m asyarakat. Kri-
tik dari m a syarakat biasan ya baru m un cul setelah program
dilaksanakan.
154 Demokrasi Muka Dua
internal partai. Apakah hal ini karena partai politik sekadar ti-
dak m em iliki sum ber daya m anusia yang m um puni ataukah
karena fungsi kaderisasi mereka mengalami kegagalan?
Untuk m em peroleh pem aham an yang kom prehensif m e-
nge nai hal ini, tampaknya perlu juga melakukan perbandingan
tentang bagaimana jenjang karier dan proses kaderisasi melalui
diklat-diklat dalam rangka rekrutm en sum ber daya m anusia
dila kukan di partai politik dan di birokrasi pem erin tahan .
Or gan isasi kem asyarakatan dan organ isasi politik, sebagai
ba ngunan infrastruktur yang berpotensi m em bangun supra-
struktur, perlu secara mandiri mengelola modal sosial dan mo-
dal kultural kepem im pin an m asyarakat, m en gadvokasi dan
m en dam pingi m asyarakat, sekaligus m elakukan pengawasan
terhadap kinerja pemerintah.
pernah dilakukan oleh Sujatm iko (20 11). Dalam tulisan yang
ber judul “Social Exclusion and Inclusion Policy in Indonesia”,
Sujatmiko memberikan ulasan mengenai inklusivitas yang ber-
be lum m en cerm in kan gam baran ideal hubun gan pusat dan
daerah. Di sam ping itu, juga belum m endorong kem andirian
atau otonomi masyarakat sebagai prinsip utama kebijakan de-
sentralisasi. Problem utama dalam proses institusionalisasi ini
adalah persoalan substansi, relasi antar-aktor di daerah dan
pusat, serta persoalan inklusivitas.
Substansi legislasi mengandung problem terkait mekanisme
pro sedural dem okrasi—bagaim an a kepala daerah dipilih ?
Paralel dengan aspek prosedural tersebut adalah bagaimana pe-
merintah daerah yang terbentuk melalui prosedur demokratis
itu m enghasilkan dem okrasi substansial, yaitu hadirnya ke-
bijakan publik yang partisipatif dalam menyelesaikan urusan-
urusan lokal. Dalam konteks ini proses legislasi harus secara
sim ultan dan m en yeluruh m en gkaji UU paket politik untuk
m e m astikan dapat diperbaikinya ekses-ekses negatif dari de-
m o krasi lokal. Revisi UU Partai Politik, UU Perim bangan Ke-
uangan Pusat dan Daerah, UU Aparatur Sipil Negara (ASN),
UU Penyelenggara Pemilu harus menjadi satu rangkaian yang
utuh dengan revisi UU Pe me rintahan Daerah dan UU Pilkada.
Relasi antar-aktor di pusat dan daerah, antara aktor Pemda
de ngan berbagai komponen masyarakat, menjadi bagian pen-
ting dalam m enciptakan pem erintahan transform atif. Aktor-
aktor tersebut secara institusional m em iliki kedudukan seim -
bang dan setara dalam perum usan UU dem i pem erataan ke-
kuasaan, kewenangan, dan kedaulatan yang tidak hanya di-
miliki oleh eksekutif, legislatif, tetapi juga masyarakat sipil.
Birokrasi, baik dari sistem kepegawaiannya, khususnya ke-
www.bacaan-indo.blogspot.com
mim pin politik yang datang dan pergi setiap lima tahunan dan
aparat birokrasi yang relatif lebih stabil dan lam a durasi ker -
janya merupakan fakta empirik yang penting dicarikan solusi-
nya agar kepala daerah dapat melaksanakan tugas-tugas pem-
bangunan dan pelayanan publik sebagaim ana visi-m isi yang
162 Demokrasi Muka Dua
3 “... terus terang saya sakit hati dengan bupati, saya di-nonjob-kan karena
saya dian ggap m en dukun g bapak wakil bupati yan g akan m aju. Saya
memang dekat dengan wakil bupati, saya pindah ke sini diajak, sebelumnya
saya kan di provinsi. Bupati tahu. Selama ini, kan, bupati dan wakil bupati
hubungannya baik-baik saja, nam un karena wakil m au m aju, jadi tim bul
masalah dan saya kena getahnya. Ya nggak apa-apalah, itu risiko. Nam un
sayangnya wakil bupati terjegal tidak m em peroleh dukungan dari partai
politik, sehingga tidak bisa m eneruskan pencalonannya. Lalu, saya am bil
inisiatif sendiri tanpa seizin bapak wakil bupati saya mengumpulkan teman-
teman saya yang di dinas-dinas yang pernah sakit hati dengan bupati, untuk
m endukung calon lain m elawan anaknya bupati incum bent. Saya nggak
urusan, netral-netralan. Saya sudah terang-terangan di kantor m elawan
bupati, saya kam panye untuk yang lain. Alham dulillah anak bupati kalah
www.bacaan-indo.blogspot.com
dan calon saya m enang. Sekarang saya dipercaya oleh bapak bupati dan
wakil bupati untuk menyusun nama-nama PNS yang akan duduk di posisi-
posisi baik di eselon dua sam pai em pat. Apalagi un tuk saya sudah ada
jam inan, seandainya golongan saya sudah sam pai, bisa jadi kepala dinas.
Tapi nggak apa-apa yang penting saya puas bisa mengalahkan anak bupati,
calon yang didukung bupati incum bent, he he he...”
164 Demokrasi Muka Dua
d a er a h m en ja d i p r ior it a s u t a m a d en ga n m ela ku ka n
perom bakan per son el dan str uktur terten tu. Din as-din as
yan g m em iliki sum ber daya besar yan g dapat dikapitalisasi
adalah sasaran utam a yang harus diisi orang-orang tertentu,
biasan ya oran g-oran g dekat kepala daerah atau setidakn ya
orang-orang yang dipercaya m am pu m elaksanakan kehendak
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 165
tas, baik dari sisi pendidikan form al, pendidikan non for m al,
maupun pengalaman dan masa kerja, serta sudah terbiasa ber-
ha dapan dengan masyarakat dalam menjalankan pelayanan pu-
blik. Tidak sedikit para birokrat yang sukses sampai di pun cak
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 167
golput. Masalah lain yang selalu menjadi isu krusial setiap kali
menghadapi Pemilukada adalah pendataan dan pemutakhiran
data pemilih—siapa saja yang berhak memilih, siapa yang men-
data pem ilih dari pin tu ke pin tu, pen gadaan kartu pem ilih,
pe nyusunan daftar pem ilih sem entara dan tetap, serta ke ber-
172 Demokrasi Muka Dua
adaan pem ilih silum an (orang yang tidak dikenal dan orang
yang sudah m eninggal) dalam daftar pem ilih. Im plikasi dari
persoalan in i erat kaitan n ya den gan hak-hak kon stitusion al
warga negara yang dijamin oleh konstitusi, jumlah kursi DPRD
setiap daerah baik provinsi, kabupaten, dan kota, serta jumlah
jatah kursi partai politik hasil perolehan suara Pem ilu. Data
penduduk dan data Pemilu merupakan data yang berbeda, na-
mun pihak pemerintah sebagai penyedia data seringkali kurang
harmonis dalam mengoordinasi pemutakhiran data Pemilu.
Masalah data Pem ilu dan data penduduk setiap lim a ta-
hunan m enjadi agenda rutin yang sangat krusial akibat tidak
didesain secara berkala sepanjang tahun. Program e-KTP yang
diluncurkan Kemendagri masih menyisakan banyak persoalan,
term asuk dalam m endukung pem utakhiran data Pem ilu oleh
KPU. Beberapa persoalan lainnya adalah tata cara pencalonan,
kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi,
pengadaan dan distribusi logistik, pelaporan dana kam panye,
serta sengketa hasil Pem ilukada yang berakhir di MK. Sem ua
persoalan ini cukup menyita energi KPU yang banyak digugat
oleh calon yang kalah. Persoalan-persoalan tersebut merupakan
fenom ena dan fakta yang m em erlukan sejum lah agenda per-
baikan dem i kualitas penyelenggaraan dem okrasi yang lebih
baik di masa yang akan datang. Untuk itu, aspek kelembagaan
penyelenggara Pemilu dan personel keanggotaannya yang me-
miliki kapasitas, integritas, kredibilitas, dan profesionalitas ha-
rus selalu dipikirkan penyempurnaan dan penguatannya.
Men im ban g kom pleksn ya persoalan di atas, KPU telah
www.bacaan-indo.blogspot.com
mem bagi peran KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/ kota
agar dapat dikelola secara koordinatif di berbagai tingkatan.
Pem bagian peran ini menurut Ketua KPU, Husni Kamil Malik,
dim aksudkan un tuk kepen tin gan koordin asi dalam m en ja-
lan kan tugas, kewenangan, dan kewajiban sebagaim ana yang
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 173
dike hen daki oleh UU. Peran KPU kin i dibagi m en jadi tiga,
yaitu peran regulator, peran koordinator, dan peran ekse ku-
tor. Sebelum nya KPU bukan lem baga yang berperan sebagai
regulator, m elainkan eksekutor yang m en jalankan UU, per-
atur an pemerintah, dan peraturan teknis yang dikeluarkan oleh
Kementerian Dalam Negeri.
Peralihan fungsi dan peran KPU dari 20 0 5 sam pai 20 0 7,
dari yan g sebelum n ya sekadar eksekutor UU No. 32 Ta hun
20 0 4 dan peraturan pemerintah ke peran regulator se jak 20 0 7,
berimplikasi terhadap kewenangan KPU untuk mem buat per-
aturan -peraturan sen diri yan g setara den gan per aturan pe-
merintah guna menerjemahkan secara detil dan mengatur se-
m ua aspek penyelenggaraan Pem ilukada. Dengan de m ikian,
peraturan pemerintah seperti PP No. 6 Tahun 20 0 5 tidak men-
jadi acuan lagi. Hingga kini KPU telah melahirkan lebih dari 10
peraturan KPU yang mengatur penyelenggaraan Pemilukada di
seluruh Indonesia.
Kendati dem ikian, di tingkatan provinsi dan kabupaten/
kota, KPU tidak berperan sebagai regulator, namun lebih se ba-
gai eksekutor langsung penyelenggaraan pem ilihan gubernur
untuk KPU provinsi dan pemilihan bupati/ walikota untuk KPU
kabupaten/ kota. Khusus untuk KPU provinsi, dalam pemilihan
bupati dan walikota lebih berperan sebagai koordinator.
Selain KPU, Bawaslu juga merupakan lembaga pe nye leng-
gara Pem ilu. Bawaslu bertugas m engawasi penyelenggaraan
Pem ilu d i selu r u h wilayah Negar a Kesat u an Rep u blik
In don esia. Di setiap provin si terdapat Bawaslu provin si, di
www.bacaan-indo.blogspot.com
rekomendasi Bawaslu terkait PKPI, http:/ / politik. news. viva. co. id/ news/
read/ 398657-soal-pkpi--bawaslu-adukan-kpu-ke-dkpp.
6 h ttp :/ / n ews. d etik. com / r ead / 20 14/ 0 6/ 12/ 15490 0 / 260 648 4/ 10 / in i-
ju m lah -p er kar a-yan g-d itan gan i-d kp p -ter kait-Pem ilu -selam a-2-tah u n ;
http:/ / www. m erdeka. com / khas/ keputusan-dkpp-m elebihi-kewenangan-
kisr u h -Pem ilu -2 0 14 -1.h t m l; h t t p :/ / m icr osit e. m et r ot vn ews. com /
m etr on ews/ r ead/ 20 13/ 0 8 / 15/ 1/ 175163/ DKPP-Din ilai-Lam pau i-Batas-
Kewenangan
Mewujudkan Demokrasi Substansial Berbasis Sistem dan Kultur Indonesia 177
dun ia, pem ilih pem ula, dan seterusn ya, m en jadi per soalan
adm in istrasi tersen diri. Begitu pun pen yajian data un tuk
keperluan ilm iah belum bisa dim anfaatkan karena buruknya
aspek administrasi.
Pem utakhiran data pem ilih m erupakan salah satu tugas
KPU yang dilakukan dengan mengandalkan data kependudukan
dari pem erin tah dan den gan m em pertim ban gkan juga data
Pem ilu, pem ilihan gubernur, dan pem ilihan bupati/ walikota
ter akhir untuk kem udian m enetapkannya m enjadi daftar pe-
m ilih. Idealnya data pem ilih m erupakan data yang setengah
matang dan siap digunakan pada tahap persiapan, bukan pada
tahap pelaksanaan. Di dalam UU pem utakhiran data pem ilih
memang masuk dalam tahap pelaksanaan, sehingga KPU harus
melakukan kegiatan pendataan door to door.
Kon sekuen si m asukn ya pen dataan pem ilih dalam tahap
pelak sanaan adalah bertam bahnya pekerjaan teknis KPU se-
h in gga m en jadi beban an ggaran n egara setiap m en jelan g
Pem ilu dan Pem ilukada. Seharusnya data penduduk terdoku-
m en tasi dan selalu update di in stan si Catatan Sipil dan di-
proses secara reguler oleh kesekretariatan KPU sebagai data
Pem ilu. Den gan dem ikian , pem utakhiran data akan selalu
menjadi bagian dari pekerjaan rutin. Dalam praktiknya saat ini
pekerjaan tersebut malah menjadi pekerjaan KPU dalam tahap
pelaksanaan.
Beban kerja KPU di atas telah m enjadi bagian dari per-
atur an KPU tentang bagaim ana m em peroleh data pem ilih di
la pangan. Pelaksanaan pemutakhiran data pemilih di lapangan
www.bacaan-indo.blogspot.com
terjadi pada kasus Akil Mochtar dan pen gacara Susy, akan
m en g uras uan g kan didat di ujun g perjuan gan politikn ya.
Karen a itu, regulasi perlu secara preven tif m en ekan aspek-
aspek yan g bisa m em beri peluan g bagi aktor buruk un tuk
m elakukan pelanggaran politik m aupun pidana dalam ruang
demokrasi.
www.bacaan-indo.blogspot.com
DAFTAR PUSTAKA
Bu ku
Ali, As’ad Said. 20 0 9. N egara Pancasila Jalan Kem aslahatan Ber-
bangsa. J akarta: LP3ES.
Allan. Kenneth. 20 0 6. Contem porary Social and Sociological Theory
Visualizing Social W ords. Pine Forge Press.
Archer, Margareth. 1995. Realist Social Theory : The Morphogenetic
Approach. USA: Cambridge University Press.
Aspinall, Edward and Greg Fealy, ed. 20 0 3. Local Pow er and Politics
in Indonesia. Singapore: ISEAS.
Aspinall, Edward and Marcus Mietzner, ed. 20 10 . Problem s of Dem oc-
ratisation in Indonesia, Election, Institution and Society . Singa-
pore: ISEAS.
Bourdieu, Pierre. 20 0 8 . Political Interv entions: Social Science and
Political Action. New York: Versa.
Burrel, G., and G. Morgan. 1979. Sociological Paradigm s and Organi-
www.bacaan-indo.blogspot.com
York: Routledge.
Piliang, Indra J ., ed. 20 0 6. Desain Baru Sistem Politik Indonesia.
Yogyakarta: Centre for Strategic and International Studies.
Prasojo, Eko. 20 0 6. Desen tralisasi & Pem erin tahan Daerah: An -
tara M odel Dem okrasi Lokal & Efisien si Struktural. Depok:
190 Demokrasi Muka Dua
University Press.
------. 20 0 8 . “Citizens Representatives”, in Designing Deliberativ e
Dem ocracy , edited by Mark E. Warren an d H illary Pearse.
Cambridge: Cambridge University Press.
Wasistiono, Sadu. 20 0 5. “Desentraliasi, Dem okratisasi dan Pem ben-
192 Demokrasi Muka Dua
Ju rn al
Baskerville, R. L. and A. T. Wood-Harper. 1996. “A Critical Perspec-
tif on Action Research as A Method for Information Sistems Re-
search”. Journal of Inform ation Technology 11: 235-46.
------. 1998 . “Diversity in In form ation System s Action Research
Methods”. European Journal of Inform ation Sy stem s: 90 -10 7.
Becker, G. S. 1983. “A Theory of Competition Among Pressure Group
for Political Inluence”. Quarterly Journal of Econom ics 63: 371-
40 0 .
Boudreau, Vincent. 20 0 9. “Elections, Repression and Anuthoritarian
Survival in Post-Transition Indonesia and The Philipines”. Pasiic
Review 22(2): 233-53.
Buehler, Michael. 2007. “Local Elite Reconiguration in Post New Or-
der Indonesia: The 20 0 5 Election of District Government Heads
in South Sulawesi”. Review of Indonesian and Malay sian Affairs
www.bacaan-indo.blogspot.com
Te s is d an D is e rtas i
Datta, Indraneel. 20 0 2. Parliam entary Politics in Soeharto’s Indone-
sia 1987-98, PhD thesis, School of Oriental and African Studies.
London: University of London.
Kenichi, Uchiyam a. 1999. Reinterpreting Soft Sy stem Methodology
(SSM): Introduction Actuality into The Field of Managem ent and
Inform ation Sy stem s Studies. London: London School of Eco-
nomics and Political Science.
Kronheffer, Ylva. 20 11. Prom oting Dem ocracy in a One-Party State:
The Role of Civil Society in Vietnam . Master Thesis. Stockholm:
Stockholm University.
Rose, J eremy. 20 0 0 . Inform ation Sy stem Developm ent as Action re-
search: SSM & Structuration Theory . PhD Thesis. Aalborg Uni-
versity.
Tapp, Keith A. 20 0 1. Mapping Dem ocratic Practice Using Soft Sy s-
tem s Methodologies. PhD Thesis. The University of Queensland.
Me d ia Ce tak
Muhtadi, Burhanuddin. 2011. “Deisit Demokrasi”. Kom pas, 12 Mei.
Sujatm iko, Iwan G. 20 0 9. “Warga Negara, Pem ilu dan Dem okrasi
Trans formatif”. Kom pas, 9 J uli.
Pe ratu ran
www.bacaan-indo.blogspot.com
A BPUPKI 41, 10 6
Buehler 18, 23
Abdurrachm an Sarbini 89
Bustom i Zainuddin 77, 123
Abdurrahm an Wahid 2, 33
Aburizal Bakrie 81
Adnan Purichta Ichsan 17
C
Agung Ilm u Mangkunegara 123
Aji Sum arno 17 Carnegie 22, 23
am andem en UUD 1945 38, 69,
10 6, 125, 144
Anas Urbaningrum 13, 123 D
Andi Mallarangeng 12, 123
daftar inventaris m asalah 53
Andy Achm ad Sam poernajaya
Dedi Afrizal 82
77, 90
dem okrasi liberal 23, 36, 38,
Aries Sandi Darm a Putera Sar-
98, 10 0 , 10 1, 10 2, 10 4,
bini 123
10 5
dem okrasi lokal 95, 96, 98, 10 0 ,
143, 149, 159, 171, 177
B
www.bacaan-indo.blogspot.com
L O
OC Kaligis 13
Lam pung 16, 27, 62, 63, 74, 75,
oligarki politik uang 20 , 21
76, 77, 78, 80 , 82, 84,
Orde Baru 1, 2, 5, 7, 8, 18, 19,
88, 89
21, 24, 25
Pem ilukada 74, 75, 77, 81, 82,
84, 88, 89, 90
Lam pung Post 81, 127, 20 4
P
Lukm an Hakim Syaifuddin 41
PAN 61, 62, 63
Panwas 83, 174
M Panwaslu 173, 174
parlem en 2, 3, 7, 24, 34, 35, 59,
Maheswara Prabandono 10
73, 77, 81, 124, 126, 141,
m akna dem okrasi 8, 21, 50
169, 170
M. Alzier Dianis Thabrani 79,
Partai Dem okrat 13, 57, 61, 64,
80
65, 78, 90 , 91, 127
Mark E. Warren 129
Partai Golkar 64, 80 , 90
em pat proposisi 135
partai politik 2, 5, 7, 14, 22, 23,
konsepsi korupsi dem okratik
24
132
Patrice Rio Capella 13
m asa m engam bang 7
PBNU 57
Megawati Soekarnoputri 2, 33
PDIP 14, 57, 60 , 63, 64, 77, 78,
Mesuji 75
81, 82, 89, 90 , 91
Mietzner 17, 22
Pem ilu 1999 2
tentang dem okrasi lokal 55
Pem ilu 1955 38, 10 4, 10 6, 155
MK 7, 9, 17, 35, 58, 59, 62, 64,
Pem ilukada 6, 7, 9, 10 , 15, 17,
67, 84, 10 9, 118, 121, 125,
21, 22, 23, 24
172, 183
Perludem 170
Moham m ad Hatta 10 2
Perppu No. 1 Tahun 20 14 52
Dem okrasi Pancasila 10 2,
Perppu No. 1 Tahun 20 0 8 43
10 4, 10 5
perspektif neo-institusionalis
Mudiyanto Thoyib 90
18, 22, 26, 31, 32, 71, 72,
Muham m ad Yam in 37, 40 , 111
130
Mukhlis Basri 79, 86
em pat bentuk 30
Musrenbang 110 , 152, 153
institusi 29, 30 , 31
www.bacaan-indo.blogspot.com
pendekatan strukturalis 29
perspektif relasi kekuasaan 18,
N
26, 73
Nasakom 98
Pilkada langsung 4, 11, 14, 35
Nazaruddin 13
PKB 14, 61, 90
PKS 14, 57, 61, 62, 63, 64, 127
200 Demokrasi Muka Dua
UU No. 8 Tahun 20 15 7, 10 , 17
UU No. 9 Tahun 1975 33
UU No. 13 Tahun 20 12 43
UU No. 14 Tahun 20 0 8 10
UU No. 18 Tahun 20 0 1 43
UU No. 22 Tahun 1999 3, 33,
34, 42, 52, 53, 57, 75, 10 5,
10 8, 10 9, 113
UU No. 22 Tahun 20 14 6, 33,
52, 59, 67
UU No. 23 Tahun 20 14 6, 33, 67
UU No. 29 Tahun 20 0 7 43
UU No. 32 Tahun 20 0 4 3, 33,
34, 42, 52, 53, 54, 59, 60 ,
67, 74, 93, 10 5, 10 8, 10 9,
114
UU Otonom i Daerah 32
UU paket politik 96, 110 , 125
UU Partai Politik 2, 91, 144, 159
V
Vedi Hadiz 9, 18, 19, 20 , 21, 22,
25, 26, 72, 73
W
Wendy Melfa 90 , 123
Woerjaningrat 37, 40 , 10 3
Y
YAPPIKA 149
Yayan Sakti Suryandaru 7, 10
www.bacaan-indo.blogspot.com
Z
Zainal Abidin 77, 115
Zulkili Anwar 77, 90
www.bacaan-indo.blogspot.com
TENTANG PENULIS
***
“Buku ini merupakan usaha untuk menelaah ulang demokrasi di
Indonesia, khususnya dari sudut pandang pertarungan politik di sekitar
pemilihan kepala daerah (Pilkada). Penulis berupaya memberikan
perspektif yang dibentuk lewat eksplorasi berbagai teori ilmu sosial
mengenai kekuasaan dan konflik sosial. Dalam hal ini, ia memberikan
sumbangan yang agak ‘beda’ dari sebagian penulis yang cenderung
hanya menawarkan deskripsi tentang seluk-beluk pertarungan Pilkada.
Sebagai upaya memadukan teori sosial dengan analisis empiris,
buku ini patut didukung.”
Vedi Hadiz, Professor of Asian Studies, Asia Institute,
www.bacaan-indo.blogspot.com
POLITIK