Anda di halaman 1dari 127

CHAPTER 1

Kritikal Faktor Sukses Pengelolaan Operasi Dan


Pemeliharaan Irigasi Terhadap Infrastruktur Irigasi Di Kota
Payakumbuh

Yerisiswanto
Nursyaifi Yulius
Zuherna Mizwar

ABSTRAK
Pengelolaan sistem irigasi yang baik bertujuan mewujutkan
pemenfaatan air dalam bidang pertanian seacra efektif dan efisien,
guna meningkatkan sistem pelayanan air dan meningkatkan produksi
pertanian serta berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani
sesuai dengan program pemerintah tentang kedaulatan pangan
nasional, terpadu, berwawasan lingkungan dan berkeadilan.Sampai
saat ini belum ada suatu penelitian serius dilakukan untuk menjelaskan
apa faktor-faktor kritikal yang perlu diperhatikan sehingga tidak akan
terjadi kegagalan dalampengelolaan operasi dan pemeliharaan irigasi
terhadap infrastruktur irigasi di payakumbuh. Tujuan dari penelitian ini
adalah Untuk mengetahui faktor kritis yang paling dominan yang
mempengaruhi pengelolaan operasi dan pemeliharaan jaringan
irigasi.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptive
kuantitatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data menggunakan bantuan kuisioner dengan
34 butir pertanyaan yang disebar ke 180 orang responden, penentuan
jumlah responden menggunakan metode slovin. Berdasarkan teori
literatur terdapat 4 faktor yang harus diperhatikan yaitu faktor

1
organisasi dan manajemen, komunikasi dan informasi, sumber daya,
metode/strategi. Analisa data yang digunakan dalam peneltian ini
adalah uji validasi, uji reliabilitas, uji KMO dan Bartlett’s, analisis anti
image, analisis communalities sehingga diperoleh faktor
baru.Pengolahan data menggunakan bantuan software SPSS 16.Hasil
uji validitas memperlihatkan bahwa semua variabel valid terlihat dari
dari nilai r hasil untuk tiap item (variabel) bernilai positif dan nilai r
hitung > nilai r tabel yaitu 0.1524 untuk taraf signifikan 5%. Hasil uji
reliabilitas memperlihatkan bahwa semua variabel reliabel terlihat dari
nilai alpha cronbach’slebih besar dibandingkan dengan nilai minimal
cronach alfa 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian
yang digunakan dapat dikatakan reliabel atau handal.Hasil uji KMO dan
Bartlett’s juga telah memenuhi syarat yaitu nilai yang diperoleh lebih
besar dari 0,5 dengan nilai signifikasi 0,000 hal ini menunjukan bahwa
adanya korelasi faktor ataupun variabel dan dapat digunakan untuk
dilakukan analisis lebih lanjut.Hasil pengujian anti image
memperlihatkan bahwa dari 43 variabel tidak ada variabel yang harus
dikeluarkan dari analisa karena mempunyai nilai < 0,50 sehingga pada
analisa berikutnya masih 43 variabel yang digunakan.Hasil analisis
communalities dari 43 variabel memperlihatkan bahwa semua variabel
dapat dilanjutkan untuk analisis faktor karena memenuhi syarat nilai >
0,5.Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa dari
4faktor-faktor kritis yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan
operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi adalah terdapat 13 faktor
baru dan yang paling dominan adalahorganisasi dan manajemen. Dari
analisis data juga dapat disimpulkan bahwa organisasi manajemen

2
memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi hal ini dikarenakan bahwa untuk
keberhasilan suatu pengelolaan operasi dan pemeliharaan jaringan
irigasi sangat dibutuhkan organisasi dan manajemen yang baik, yaitu
berupa kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan
dan mengendalikan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan
dalam waktu tertentu dengan sumber daya tertentu.
Keyword: Faktor Kritis pengelolaan operasi, pemeliharaan, infrastruktur
irigasi Faktor Dominan.

1.1 PENDAHULUAN
Kota Payakumbuh merupakan salah satu kota yang ada di
provinsi sumatera barat, Kota ini secara geografis terletak pada
kordinat LS.00’13’7,28” dan BT.100’ 34’ 6” dengan luas wilayah 80,43
Km2 dan terdiri dari 5 kecamatan yaitu kecamatan Payakumbuh Barat,
Kecamatan Payakumbuh Utara, Kecamatan Payakumbuh Timur,
Kecamatan Payakumbuh Selatan dan Kecamatan Lamposi Tigo
Nagori. 50% dari luas wilayah kota merupakan lahan pertanian
produktif ber irigasi yang didukung oleh 70 daerah irigasi teknis,
setengah teknis dan sederhana yang tersebar di 5 kecamatan dengan
luas areal 5.051,50 Ha diantaranya adalah daerah pertanian terutama
tanaman padi, palawija seluas 252,5 Ha atau 5% dari luas areal
pertanian, sumber irigasi tersebut berasal dari 7 sungai besar maupun
kecil dimana sungai-sungai tersebut merupakan pasok air utama bagi
70 daerah irigasi yang mengairi areal pertanian masyarakat maupun
industri kota payakumbuh. Payakumbuh dalam angka tahun (2018),

3
sumber data : Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kota
Payakumbuh tahun (2018).
Namun sejauh ini kondisi jaringan irigasi yang telah dibangun
belum dapat dikelola secara tepat dan optimal. Karena beberapa
jaringan irigasi kondisi existingnya banyak mengalami kerusakan dan
tidak terpelihara secara baik, sehingga fungsi jaringan irigasi sebagai
pensuplay air bagi pertanian tidak dapat dipenuhi. Data dari bidang
SDA dinas PUPR dimana panjang saluran primer, sekunder dan tersier
mencapai 170.030,00 M, jaringan irigasi dalam kondisi rusak berat itu
mencapai 9.362,00 M, kondisi jaringan irigasi rusak sedang sepanjang
15.600,00 M, sementara yang rusak ringan mencapai 20.811,00 M,
Total panjang kerusakan jaringan irigasi tersebut mencapai 45.773,00
M. sumber data Bidang SDA Dinas PUPR Kota Payakumbuh tahun
(2018).
Diduga banyak faktor sebagai penyebab kondisi ini terjadi,
namun pada intinya jaringan irigasi yang sudah dilakukan
pembangunannya belum dipelihara serta dikelola secara sistemik.
Pada hal dalam pemanfaatan irigasi yang berkelanjutan, infrastruktur
yang telah dibangun tersebut perlu dilakukan pengelolaannya agar
dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan umur rencana.
Pengelolaan sistem irigasi yang baik bertujuan untuk
mewujutkan pemenfaatan air dalam bidang pertanian seacra efektif
dan efisien, guna untuk meningkatkan sistem pelayanan air dan
meningkatkan produksi pertanian serta tentunya berdampak pada
peningkatan kesejahteraan petani sesuai dengan program pemerintah
tentang kedaulatan pangan nasional, terpadu, berwawasan lingkungan

4
dan berkeadilan. Yang diwujutkan dengan mempertahankan
keberlanjutan sistem jaringan irigasi melalui kegiatan pengelolaan
operasi dan pemeliharaan irigasi yang efisien dan efektif.
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor kunci keberhasilan operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi.
2. Menentukan faktor keberhasilan kritis (CsF) pengelolaan operasi
dan pemeliharaan Jaringan irigasi yang paling dominan di Kota
Payakumbuh.

1.2 KAJIAN LITERATUR


Pengertian Irigasi dan Jaringan Irigasi
Secara garis besarnya irigasi adalah pengunaan air pada tanah
untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman Hansen, dkk (1990).
Sedangkan menurut Linsley dan Franzini (1992), Irigasi adalah
sebuah proses pemberian air kepada tanah untuk mendukung
kekurangan air tanah yang disebabkan curah hujan yang tidak cukup
tersedia bagi pertumbuhan tanaman.

Pengelolaan Irigasi dan Jaringan Irigasi


Pengelolaan irigasi sebagai usaha pendayagunaan air irigasi
yang meliputioperasi dan pemeliharaan, pengamanan, rehabilitasi, dan
peningkatanirigasi.Pengelolaan irigasi diselenggarakan dengan
mengutamakankepentingan masyarakat petani dan dengan
menempatkan perkumpulanpetani pemakai air sebagai pengambil

5
keputusan dan pelaku utama dalampengelolaan irigasi yang menjadi
tanggungjawabnya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.23
tahun 1982 Tentang Irigasi.

Operasi dan Pemeliharaan Irigasi


Kegiatan operasi dan pemeliharaan irigasi merupakan sesuatu
kegiatan utama untuk mempertahankan prasarana sumber daya air
agar dapat berfungsi dan memberikan manfaat sampai dengan umur
teknis bangunan habis UU RI No.11 tahun (1974).
Kegiatan OP irigasi juga merupakan kegiatan pasca
pembangunan yang menentukan keberlanjutan sumber daya air,
Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian serta penyediaan
air dan sumber air untuk mengoptimalkan pemenfaatan prasarana
sumber daya air, Pemeliharaan merupakan kegiatan untuk
mempertahankan umur dan fugsi bangunan sebagaimana mestinya
untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan operasi UU RI
No.11 tahun (1974).

Pengertian Operasi dan Pemeliharaan


Adapun pengertian operasi dan pemeliharaan irigasi adalah
kegiatan pemeliharaan sumber daya air yang meliputi kegiatan
pengaturan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi untuk menjamin
kelestarian fungsi dan manfaatsumber daya air. PP RI No.23 tahun
(1982).

6
Faktor-faktor kunci/kritis keberhasilan
Kajian literatur yang telah dilakukan terhadap peneliti terdahulu,
banyak sekali ditemukan studi yang mencoba membahas hal-hal yang
berkaitan dengan faktor kunci/kritis keberhasilan atau dalam bahasa
inggeris dikenal dengan istilah Critical Success Factor (CSF). Kajian
CSF telah dilakukan di berbagai sektor seperti sistem industri,
informasi teknologi (IT), proses rekayasa konstruksi, pengembangan
bisnis, dan manajemen operasi dan pemeliharaan. Setiap peneliti
mempunyai definisi dan pengertian yang berbeda satu sama lain.
Sanvido, dkk. (1992) mendefinisikan CSF sebagai faktor-faktor yang
diprediksi dapat membantu keberhasilan suatu kegiatan dari pada
faktor-faktor lainnya. Selain itu, Toor dan Ogunlana (2008)
menggambarkan CFS sebagai elemen-elemen tertentu yang secara
substansial dan secara kritis serta penting berkontribusi untuk
mencapai suatu keberhasilan suatu kegiatan/proyek.

1.3 METODE PENELITIAN


Lokasi penelitian dilakukan di 5 kecamatan dan pada bidang
SDA dinas pekerjaan umum dan penataan ruang kota payakumbuh
pada 70 Daerah Irigasi, dimana 65 daerah irigasi menjadi kewenangan
pemerintah kota payakumbuh dan 5 daerah irigasi menjadi
kewenangan pemerintah provinsi sumatera barat
Data yang diperlukan dalam penelitian iniyaitu data dari sumber
langsung (data primer) dan data diperoleh dari sumber tidak langsung
(data sekunder). Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan
kuesioner pada responden. Melakukan survei dengan menyebarkan

7
kuisioner dengan persyaratan sebagai berikut :
1. Penelitian ini difokuskan pada operasi dan pemeliharaan
Infrastruktur jaringan Irigasi dibawah koordinasi Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang Kota Payakumbuh..
2. Yang di maksud Infrastruktur jaringan Irigasi adalah terdiri dari
bendung, bangunan bagi, Bangunan bagi sadap, bangunan sadap,
bangunann pelengkap, saluran primer, saluran sekunder dan
saluran tersier yang telah dibangun 5 tahun terakhir..
3. Daerah Irigasi yang ditinjau memiliki luas areal 500 Ha – 1000 Ha.
4. Kriteria responden adalah sebagai berikut:
 Responden penelitian ini adalah Kepala Dinas, Kabid, Kasi,
PPL, Pengamat SDA, Juru Pengairan dan POB,PPA,PSdan
P3A dan juga pengambil keputusan yang terkait dengan
pelaksanaan kegiatan pengelolaan Operasi dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi.
Memiliki reputasi dan pengalaman yang baik dibidang irgasi dan
sumber daya air Memiliki pendidikan yang menunjang
dibidangnya.faktor dan variabel yang mempengaruhi keberhasilan
pengelolaan OP

8
Tabel 1.1 Faktor dan Variabel Kritikal Sukses Faktor Pengelolaan
Operasional dan Pemeliharaan Irigasi Terhadap Infrastruktur Irigasi di
Kota payakumbuh

Faktor Sub Faktor Notasi


Komitmen Top Manajemen/Pimpinan Dalam
X1.1
Pengelolaan Operasi dan Pemeliharaan Irigasi
Tersedianya program pelatihan Operasi dan
X1.2
Pemeliharaan Irigasi
Kebijakan Operasi dan Pemeliharaan Irigasi X1.3
Prilaku Organisasi dalam Operasi dan
Bidang X1.4
Pemeliharaan Irigasi
Organis Infrastruktur organisasi Operasi dan Pemeliharaan
asi dan X1.5
Irigasi
Manaje Partisipasi dan pengembangan sumberdaya
men X1.6
organisasi
(X1)
Sistem dan prosedur pengambilan keputusan X1.7
Struktur pendekatan dalam menentukan perioritas
X1.8
Operasi dan Pemeliharaan Irigasi
Proses manajemen Operasi dan Pemeliharaan
X1.9
Irigasi
Sistem Operasi dan Pemeliharaan Irigasi yang
X1.10
berkelanjutan
Komunikasi dan diskusi informasi Operasi dan
X2.1
Pemeliharaan Irigasi
Komunikasi terstruktur dengan masyarakat
X2.2
pengguna (P3A/GP3A/IP3A)
Bidang Visi dan Misi Operasi dan Pemeliharaan Irigasi X2.3
Komunik
Koordinasi rutin pimpinan dengan petugas Operasi
asi dan X2.4
dan Pemeliharaan Irigasi
Informas
Struktur informasi pelaporan kondisi Operasi dan
i (X2) X2.5
Pemeliharaan Irigasi
Adanya standard operating prosedur Operasi dan
X2.6
Pemeliharaan Irigasi
Komunikasi dengan Instansi/Lembaga terkait X2.7

9
Faktor Sub Faktor Notasi
Intensitas komunikasi rutin tentang Operasi dan
X2.8
Pemeliharaan Irigasi
Dukungan dari staf pengelola Operasi dan
X3.1
Pemeliharaan Irigasi
Dukungan ahli Operasi dan Pemeliharaan Irigasi
X3.2
dari external
Dukungan team Operasi dan Pemeliharaan Irigasi X3.3
Tingkat pendidikan petugas/staf operasi dan
X3.4
pemeliharaan
Tingkat pendidikan pimpinan Operasi dan
X3.5
Bidang Pemeliharaan Irigasi
Sumber Penghargaan dan sangsi bagi staf dan petugas OP X3.6
daya
(X3) Menerapkan pertemuan secara regular dengan
team Operasi dan Pemeliharaan Irigasi dan X3.7
masyarakat pengguna (P3A/GP3A/IP3A)
Sarana dan prasarana Operasi dan Pemeliharaan X3.8
Investasi dan anggaran Operasi dan Pemeliharaan
X3.9
Irigasi yang memadai Irigasi
Dedikasi Sumberdaya Manusia (Staf pengelola OP) X3.10
Keamanan dan tugas dan tanggung jawab yang
X3.11
menantang Irigasi
Penglibatan masyarakat penggunan jaringan irigasi
X4.1
dalam Operasi dan Pemeliharaan
Faktor Keamanan tugas dan tanggung jawab sosial
pada petugas dan staf Operasi dan Pemeliharaan X4.2
Irigasi
Metode/
Benchmarking dan transfer pengetahuan Operasi
Strategi X4.3
dan Pemeliharaan Irigasi kepada petugas dan staf
(X4)
Peningkatan kemampuan Operasi dan
X4.4
Pemeliharaan Irigasi yang berkelanjutan
Peningkatan kualitas proses pengendalian Operasi
X4.5
dan Pemeliharaan Irigasi
Pengembangan metode Operasi dan Pemeliharaan
X4.6
Irigasi yang berkelanjutan

10
Faktor Sub Faktor Notasi

Adanya strategi Operasi dan Pemeliharaan Irigasi


X4.7
jangka panjang
Strategi pemeliharaan untuk mencegah kerusakan
X4.8
(Preventive Maintenance)
Strategi pemeliharaan ketika terjadi kerusakan
X4.9
(Corective Maintenance)
Process management Operasi dan Pemeliharaan
X4.10
Irigasi yang terstruktur
Struktur pendekatan dan perioritas Operasi dan
X4.11
Pemeliharaan Irigasi
Penggunaan instrumen (Peralatan) dan teknologi
X4.12
Operasi dan Pemeliharaan Irigasi
Dukungan dan partisipasi masyarakat pengguna
X4.13
(P3A/GP3A/IP3A)
Adanya best practices Operasi dan Pemeliharaan
X4.14
Irigasi
Sumber literatur riview
Konten yang diterapkan dalam kuesioner penelitian ini adalah
semua faktor yang berkaitan dengan konseptual model yang telah
diperoleh melalui kajian literatur. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner dengan model skala ordinal

11
Tabel 1.2 Skala Penilaian Faktor Kritis Pengelolaan Operasi dan
Pemeliharaan Irigasi

Skala Penilaian Keterangan

Sangat Total field rework factor


1
Berpengaruh >0.1

Total field rework factor


2 Berpengaruh
0.07 <s/d <0.1

Sedang Total field rework factor


3
Pengaruhnya 0.04 <s/d <0.07

Total field rework factor


4 Tidak Berpengaruh
0.01 <s/d <0.04

Sangat Tidak Total field rework factor


5
Berpengaruh <0.01

Sumber : Hwang, Thomas, Haas, & Caldas, 2009 (Hasit Olahan)

Metoda analisa yang digunakan adalah sebagai berikut:


1. Uji Validasi
Uji validitas berfungsi untuk mengetahui ketepatan dan ketelitian
pengukuran dari suatu alat ukur dalam mengukur sesuatu sesuai
dengan konsep yang ingin diukur.
2. Uji Reliabilitas
Pada penelitian ini uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui
konsistensi suatu instrumen ukur didalam mengukur konsep yang
sama.
3. Uji KMO dan Bartlett’s

12
Sebelum dilakukan pengujian analisis faktor perlu dilakukan
pengujian KMO dan Bartlett’s Test yang berguna untuk menentukan
kelayakan dari setiap item yang akan diuji. Uji kelayakan ini bermaksud
untuk mengetahui apakah masing-masing item dapat digunakan untuk
pengujian faktor analisis atau tidak. Item-item tersebut dikatakan layak
diuji apabila nilai KMO dan Bartlett’s Test memberikan hasil besar dari
0,05 (>0,05) dengan nilai Sig.a < 0,05.
4. Analisis Anti Image Correlation
Analisis Anti Image Correlation merupakan model yang
digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya sebuah faktor untuk
dapat diproses dalam analisis faktor, faktor yang diikutsertakan adalah
faktor yang memiliki nilai koefisien korelasi ≥ 0,50.
5. Analisis Communalities
Analysis Communalities merupakan model yang digunakan
untuk mengetahui faktor yang pertama kali terbentuk dalam
menjelaskan variance dari sebuah faktor. Jika masing-masing faktor
penelitian saling berkolerasi, tentunya akan mempengaruhi akurasi
hasil pengujian analisis faktor. Faktor pertanyaan dikatakan berkolerasi
apabila nilai communalities besar dari 0,5.
6. Faktor keberhasilan pengelolaan operasi dan pemeliharaan
irigasi terhadap infrastruktur irigasi di kota payakumbuh. Untuk
mengidentifikasi faktor faktor kunci keberhasilan operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi dan untuk menentukan faktor
keberhasilan kristis (CSF) pengelolaan operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi yang paling dominan di kota payakumbuh. Jadi apa
faktor faktor kunci keberhasilan OP jaringan irigasi di payakumbuh

13
maka selanjutnya pada analisis faktor adalah ekstraksi faktor-faktor ke
dalam faktor dengan total variance explainet.Total variance explainet
menjelaskan jumlah faktor yang dihasilkan dari hasil extraksi.Setelah
dilakukan pembentukanfaktor baru, maka selanjutnya dari faktor baru
tersebutlah untuk mendapatkan faktor faktor kritis dominan
keberhasilan pengelolaan operasi dan pemeliharaan irigasi di kota
payakumbuh.

1.4 HASIL PENELITIAN


1) Uji Validitas
Berdasarkan uji validitas yang dilakukan dengan bantuan
software SPSS menggunakan koefisien korelasi bivariat (product
moment) karena teknis korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan
dua variabel bila data berbentuk internal dan ratio (Sugiono, 2003). Uji
ini dilakukan dengan menghitung korelasi masing-masing variabel dari
skor total. Disimpulkan bahwa secara statistik hasil dari 28 buir
pertanyaan yang terdapat dalam kuisioner adalah valid dilihat dari r
hasil untuk tiap item (variabel) bernilai positif dan nilai r hitung > nilai r
tabel yaitu 0,164 untuk taraf signifikan 5% dengan jumlah responden
101 responden (N-2 = 99).
2) Uji Reliabilitas
Dari hasil uji reliabilitas terhadap variabel faktor keberhasilan
pengelolaan operasi dan pemeliharaan irigasi terhadap infrastruktur
irigasi di kota payakumbuh dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai alpha
cronbach’slebih besar dibandingkan dengan nilai minimal cronach alfa

14
0,6 maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian yang
digunakan dapat dikatakan reliabel atau handal.

3) Uji KMO dan Barlett’s


Uji kelayakan ini bermaksud untuk mengetahui apakah masing-
masing item dapat digunakan untuk pengujian faktor analisis atau
tidak. Item-item tersebut dikatakan layak diuji apabila nilai KMO dan
Bartlett’s Test memberikan hasil besar dari 0,05 (>0,05) dengan nilai
Sig.a < 0,05.
Tabel 1.3 Rekapitulasi Hasil Uji KMO

Faktor Hasil Uji KMO Nilai Signifikansi


Organisasi Dan
0,823 0,000
Manajemen
Komunikasi dan
0,820 0,000
Informasi
Sumberdaya 0,745 0,000
Metode/Strategi 0,754 0,000

Dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel dari


setiap faktor keberhasilan pengelolaan keberhasilan pengelolaan
operasi dan pemeliharaan irigasi di kota payakumbuh telah memenuhi
syarat dengan nilai KMOMSA dan Bartlett’s. Nilai hasil uji pada tabel
diatas, nilai KMO dan Bartlett’s telah memenuhi syarat yaitu > 0,5
dengan nilai signifikasi 0,000 hal ini menunjukan bahwa adanya
korelasi faktor ataupun variabel dan dapat digunakan untuk dilakukan
analisis lebih lanjut.

15
1) Analisis Anti Image Correlation
Analisis Anti Image Correlation merupakan model yang digunakan
untuk mengetahui layak atau tidaknya sebuah faktor untuk dapat
diproses dalam analisis faktor, faktor yang diikutsertakan adalah
faktor yang memiliki nilai koefisien korelasi ≥ 0,50.
Nilai MSA dari masing-masing variabel tidak terdapat variabel
yang nilai korelasinya kecil dari 0,5 Hal ini menunjukkan bahwa ke
43 variabel tersebut tidak harus dikeluarkan dan dimasukkan
dalam pengujian selanjutnya.sehingga variabel yang diuji analisis
faktor selanjutnya adalah sebanyak 43 variabel.

2) Analisis Communalities
Analysis Communalities merupakan model yang digunakan untuk
mengetahui faktor yang pertama kali terbentuk dalam menjelaskan
variance dari sebuah faktor. Jika masing-masing faktor penelitian
saling berkolerasi, tentunya akan mempengaruhi akurasi hasil
pengujian analisis faktor. Faktor pertanyaan dikatakan berkolerasi
apabila nilai communalities besar dari 0,5.
Hasil analisis communalities memperlihatkan bahwa terdapat
semua faktor dengan nilai > 0,5. Hal ini bearti menunjukkan semua
faktor tersebut bisa untuk dilanjutkan untuk analisis faktor,
sehingga untuk analisis faktor dapat digunakan 43 faktor
penelitian.

16
3) Faktor Keberhasilan Pengelolaan Operasi dan Pemeliharaan
Irigasi
Untuk mengetahui apa yang paling mempengaruhi keberhasilan
pengelolaan operasi dan pemeliharaan irigasi terhadap
infrastruktur irigasi di kota payakumbuh maka selanjutnya pada
analisis faktor adalah ekstraksi faktor-faktor ke dalam faktor
dengan total variance explainet. Total variance explainet
menjelaskan jumlah faktor yang dihasilkan dari hasil extraksi.
Tabel Total Variance Explained memperlihatkan bahwa dari
43 variabel yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan operasi dan
pemeliharaan irigasi terhadap infrastruktur irigasi di kota payakumbuh
kelompok menjadi 13 faktor dengan total komulasi variance sebesar
8,229%. Hal ini memperlihatkan bahwa ke 13 faktor memberikan
kontribusi sebesar 8,229% terhadap mempengaruhi keberhasilan
pengelolaan operasi dan pemeliharaan irigasi terhadap infrastruktur
irigasi di kota payakumbuh dengan kontribusi terbesar diberikan oleh
faktor 1 sebesar 19,136%.
Penentuan komponen-komponen pembentukan masing-
masing faktor didapatkan dari hasil Rotated Component Matrix.
Pengelompokan didasarkan pada nilai Loading faktor yang
memberikan kontribusi terbesar pada faktor yang dibentuknya. Hasil
Rotated Component Matrix dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

17
Tabel 4. Component Matrixa

Berdasarkan tabel di atas adalah maka bisa terbentuk 13 faktor


faktor baru yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan operasi dan
pemeliharaan irigasi terhadap infrastruktur irigasi di kota payakumbuh

18
Dari hasil proses analisis faktor yang menggunakan alpha 5% dapat
diketahui bahwa dari ke 13 faktor tersebut ada beberapa faktor dan
beberapa variabel yang akan dihilangkan.
Dari tabel diatas dapat dilihat pengelompokan variabel
berdasarkan faktornya. Faktor 9 s.d Faktor 13 yang hanya diwakili oleh
1 atau 2 variabel maka tidak memenuhi syarat analisis faktor jadi
dihilangkan saja, dan seterusnya faktor dikelompokan berdasarkan
nilai komponen dari tabel Rotated Component Matrix yang paling
besar, maka terbentuk nama faktor baru,

Tabel 1.5 Pembentukan Faktor Baru


Nama
No Variabel Uraian
Faktor
Sistem dan prosedur pengambilan
X1.7
keputusan
Prilaku Organisasi dalam Operasi dan
X1.4
Pemeliharaan Irigasi
Struktur pendekatan dalam
menentukan perioritas Operasi dan
X1.8
Pemeliharaan Irigasi
Organisas
i dan Partisipasi dan pengembangan
1 X1.6 sumberdaya organisasi
Manajeme
n
Kebijakan Operasi dan Pemeliharaan
X1.3 Irigasi

Infrastruktur organisasi Operasi dan


Pemeliharaan Irigasi
X1.5

Metode/St Strategi pemeliharaan untuk mencegah


2 X4.8
rategi kerusakan (Preventive Maintenance)

19
Nama
No Variabel Uraian
Faktor
Pemelihar Adanya strategi Operasi dan
aan X4.7
Pemeliharaan Irigasi jangka panjang
Process management Operasi dan
X4.10
Pemeliharaan Irigasi yang terstruktur
Strategi pemeliharaan ketika terjadi
X4.9
kerusakan (Corective Maintenance)
Penggunaan instrumen (Peralatan)
X4.12 dan teknologi Operasi dan
Pemeliharaan Irigasi
Sruktur pendekatan dan perioritas
X4.11
Operasi dan Pemeliharaan Irigasi
Struktur informasi pelaporan kondisi
X2.5
Operasi dan Pemeliharaan Irigasi
Koordinasi rutin pimpinan dengan
X2.4 petugas Operasi dan Pemeliharaan
Koordinas Irigasi
3
i
Adanya standard operating prosedur
X2.6
Operasi dan Pemeliharaan Irigasi
Visi dan Misi Operasi dan
X2.3
Pemeliharaan Irigasi
Tingkat pendidikan petugas/staf
X3.4
operasi dan pemeliharaan
Tingkat pendidikan pimpinan Operasi
X3.5
dan Pemeliharaan Irigasi
Sumber
Dukungan dari staf pengelola Operasi
4 daya X3.1
dan Pemeliharaan Irigasi
Manusia
Dukungan team Operasi dan
X3.3
Pemeliharaan Irigasi
Dukungan ahli Operasi dan
X3.2
Pemeliharaan Irigasi dari external
Benchmarking dan transfer
Strategi pengetahuan Operasi dan
X4.3
Dukungan Pemeliharaan Irigasi kepada petugas
5 Staf dan dan staf
Masyarak Faktor Keamanan tugas dan tanggung
at Sekitar X4.2 jawab sosial pada petugas dan staf
Operasi dan Pemeliharaan Irigasi

20
Nama
No Variabel Uraian
Faktor
Penglibatan masyarakat penggunan
X.4.1 jaringan irigasi dalam Operasi dan
Pemeliharaan
Investasi dan anggaran Operasi dan
X3.9 Pemeliharaan Irigasi yang memadai
Irigasi
Sarana dan prasarana Operasi dan
X3.8
Sumber Pemeliharaan
6 Daya Menerapkan pertemuan secara regular
Biaya dengan team Operasi dan
X3.7
Pemeliharaan Irigasi dan masyarakat
pengguna (P3A/GP3A/IP3A)
Intensitas komunikasi rutin tentang
X2.8
Operasi dan Pemeliharaan Irigasi
Peningkatan kualitas proses
X4.5 pengendalian Operasi dan
Pemeliharaan Irigasi
Metode/St
Peningkatan kemampuan Operasi dan
rategi
7 X4.4 Pemeliharaan Irigasi yang
Peningkat
berkelanjutan
an
Pengembangan metode Operasi dan
X4.6 Pemeliharaan Irigasi yang
berkelanjutan
Komunikasi dan diskusi informasi
X2.1
Operasi dan Pemeliharaan Irigasi
Komunikasi terstruktur dengan
Komunika
8 X2.2 masyarakat pengguna
si
(P3A/GP3A/IP3A)
Komunikasi dengan Instansi/Lembaga
X2.7
terkait

Pada faktor 1 ini diberi penamaan Organisasi dan Manajemen,


metode pemberian nama menggunakan metode Summated Scale yaitu
gabungan dari beberapa variabel dalam satu faktor, bisa berupa nilai
rata-rata dari semua faktor tersebut atau nilai penjumlahan dari semua
variabel dalam satu faktor.

21
Penamaan pada faktor 1 diambil dari variabel yang paling
banyak yaitu Organisasi dan Manajemen, selain itu penamaan
Organisasi dan Manajemen juga diambil dari nilai loading tertinggi
sistem komunikasi dengan nilai loading 0,699 % yaitu berasal dari
faktor 1 yaitu organisasi dan manajemen.
Pada faktor 2diberi penamaanMetode/Strategi pemeliharaan
dan faktor 3 diberi penamaan Koordinasi, metode pemberian nama
menggunakan metode Variabel surrogate yaitu satu variable yang
paling dapat mewakili satu faktor maka yang paling mewakili suatu
faktor adalah variable yang memiliki faktor loading terbesar. penamaan
ini diambil dari nilai loading tertinggi pada faktor 3 yaitu Struktur
informasi pelaporan kondisi Operasi dan Pemeliharaan Irigasi dengan
nilai loading 0,752 % variabel ini bersumber dari faktor 2 yaitu faktor
Komunikasi dan informasi. Dan pada faktor 4 diambil dari nilai loading
tertinggi Tingkat pendidikan petugas/staf operasi dan pemeliharaan
dengan nilai loading 0,809% variabel ini bersumber dari faktor 3 yaitu
faktor Sumberdaya. Dan pada faktor 5 diambil dari nilai loading
tertinggi Benchmarking dan transfer pengetahuan Operasi dan
Pemeliharaan Irigasi kepada petugas dan staf dengan nilai loading
0,740% variabel ini bersumber dari faktor 4 yaitu faktor metode/strategi,
Dan pada faktor 6 diambil dari nilai loading tertinggi Investasi dan
anggaran Operasi dan Pemeliharaan Irigasi yang memadai Irigasi
dengan nilai loading 0,748% variabel ini bersumber dari faktor 3 yaitu
faktor sumberdaya, Dan pada faktor 7 diambil dari nilai loading tertinggi
Peningkatan kualitas proses pengendalian Operasi dan Pemeliharaan
Irigasi dengan nilai loading 0,813% variabel ini bersumber dari faktor 4
yaitu faktor metode/strategi, Dan pada faktor 8 diambil dari nilai loading

22
tertinggi Komunikasi dan diskusi informasi Operasi dan Pemeliharaan
Irigasi dengan nilai loading 0,700% variabel ini bersumber dari faktor 2
yaitu faktor komunikasi dan informasi

1.5 KESIMPULAN
Setelah dilakukan tahapan-tahapan dalam penelitian mulai dari
latar belakang penelitian, tujuan penelitian, kajian literatur, dan analisis
data diperoleh bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pengelolaan operasi dan pemeliharaan irigasi terhadap infrastruktur
irigasi di kota payakumbuh terdiri dari Organisasi dan Manajemen,
metode dan strtegi pemeliharaan, koordinasi, sumber daya manusia,
strategi dan dukungan masyarakat sekitar, sumber daya biaya,
metode/strategi peningkatan, komunikasi, Dari hasil jawaban
responden melalui kuisioner penelitian dan dilakukan pengolahan data,
diperoleh hasil bahwa faktor-faktor kritis yang mempengaruhi
keberhasilan pengelolaan operasi dan pemeliharaan irigasi adalah
terdapat 8 faktor baru. Faktor yang paling dominan yaitunya. pada
faktor 1dapat disimpulkan bahwa organisasi dan manajemen memiliki
pengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan operasi dan
pemeliharaan irigasi di kota payakumbuh sebesar 8,229% hal ini
dikarenakan bahwa untuk keberhasilan suatu pengelolaan operasi dan
pemeliharaan sangat dibutuhkan organisasi dan manajemen yang baik,
yaitu berupa kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan dan mengendalikan sumber daya organisasi pengelola
op untuk mencapai tujuan dalam waktu tertentu dengan sumber daya
tertentu.

23
DAFTAR PUSTAKA
UU RI No.11 Tahun 1974 tentang Pengairan/Undang Undang No.7
Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air. Pemerintah Republik
Indonesia. (2006). Peraturan Pemerintah No.20 tahun 2006
Tentang Irigasi.International Water Management Institute,
Colombo, Sri Lanka
Campbell JD. 2001. Jardine AKS (Editor). Maintenance Excellence:
Optimizing Equipment life-cycle decisions. New York: Marcel
Dekker.
Wireman, 1990, Maintenance Management: World Class Maintenance
Management, Industrial Press Inc
El-Haram & Horner (2002), Ali et al. (2010), Assaf et al. 1996 dan Al-
Hammad dkk. 1997.

24
CHAPTER 2

“Kajian Penyebab Berkurangnya Debit Air Pada Saluran


Irigasi Batang Mimpi Kabupaten Dharmasraya”.
Eri Sofiyanti
Wardi
Zuherna Mizwar

ABSTRAK
Irigasi Batang Mimpi merupakan salah satu dari sistem layanan
jaringan irigasi yang terbesar yang menjadi kewenangan Pemerintah
Kabupaten Dharmasraya, Jaringan Irigasi Batang Mimpi mempunyai
sumber air (intake) dari Bendung Batang Mimpi yang dibangun pada
tahun 1825. Bendung Batang Mimpi merupakan sumber air utama (
intake ) yang mempunyai debit air 800 lrt/dtk yang digunakan untu
mengairi lahan persawahan. Berdasarkan data teknis yang diberikan
oleh Organisasi Perangkat Daerah ( OPD ) terkait dalam hal ini adalah
OPD Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Dharmasraya, Irigasi Batang
Mimpi berlokasi pada Kecamatan Pulau Punjung yang pengelolaanya
merupakan kewenangan Kabupaten Dharmasraya dan mempunyai
luas layanan 295 Ha lahan pertanian sawah, sudah merupakan sistem
irigasi teknis dengan saluran primer sepanjang 2,8 km dan saluran
sekunder 4 km yang dibangun dibangun berbentuk trapezium ( saluran
terbuka ) dengan kapasitas debit air 800 ltr/dtk. Dari hasil observasi
lapangan pada area layanan Irigasi Batang Mimpi ditemukanya
beberapa area pertanian yang tidak diolah oleh masyarakat ( menjadi
lahan tidur ) dan adanya alih fungsi lahan sawah menjadi lahan
perkebunan, hal ini disebabkan tidak lancarnya air menuju area
persawahan. Tujuan penelitian ini mengkaji faktor yang mempengaruhi
25
berkurangnya debit air pada saluran irigasi dan mengetahu faktor
dominan yang mempengaruhi penyebab berkurangnya debit air pada
saluran irigasi Batang Mimpi. Metoda yangg akan dipakai dalam
penelitian ini adalah metoda kualitatif dengan melakukan wawancara
dengan beberapa orang yang terlibat dalam pengelolaan dan pemaian
saluran irgasi dan pencatatan hasil observasi lapangan dalam
menganalisa data dan mencara faktor dominan yang mempengaruhi
memakai sistem diagram fishbone dan pareto, dari hasil studi literatur
didapat 4 faktor yang mempengaruhi Berkurangnya debit air pada
saluran yaitu faktor struktur bangunan, faktor Alam, faktor Masyarakat
dan faktor Manajemen Irigasi, untuk faktor dominan memakai diagram
pareto didapat faktor dominan yang mempengaruhi berkurangnya debit
air pada saluran Irigasi batang Mimpi adalah Faktor Lingkungan
Masyarakat 36,84% dan faktor pemeliharaan 31,58%
Kata kunci : Debit, irigasi, Saluran,Berkurangnya air

2.1 PENDAHULUAN
Irigasi Batang Mimpi berlokasi pada kecamatan Pulau Punjung
Kabupaten Dharmasraya yang pengelolaanya merupakan kewenagan
Kabupaten dengan luas layanan 295 Ha lahan pertanian sawah,
Jaringan Irigasi Batang Mimpi merupakan sistem Irigasi teknis dengan
lebar bawah saluran 2 M, tinggi saluran 1,2 M dan lebar atas 3,6 M
dengan debit air 800Ltr/ dtk. Karena Jaringan Irigasi Batang Mimpi 90%
mendukung sektor pertanian sawah, jika terjadi kekurangan air maka
dampak akan langsung dirasakan oleh petani yang berakibat pada
produksi pertanian . Dari hasil pengamatan dilapangan dan laporan
triwulan bidang pengairan dinas Pekerjaan Umum dan Penataan ruang
terjadi penurunan atau kberkurangnya debit air pada aluran Irigasi
26
Batang Mimpi dimulai pada titik BM 7 sampai titik BM 10, hal ini terlihat
dari observasi lapangan adanya konsis sawah yang sudah tidak diolah
lagi dan adanya alih fungsi lahan sawah menjadi lahan perkebunan
.berkurangnya debit air ada saluran ini disebabkan oleh beberapa
faktor yang saling mempengaruhi

Bendung Batang
Mimpi
( Intake ) BM 1

BM 2

Sal.Buan BM 3
g

BM 4
Sal. Pembawa Batang
Hari
BM. 10 BM.p BM. BM. BM. 6
8 7 BM.5

Jl. Lintas
Sumatera

Gambar 2.1 Skema Jaringan Irigasi Batang Mimpi

27
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi dan faktor dominan
berkurangnya debit air pada saluran irigasi?
2. Untuk mengetahui strategi yang dapat dilakukan dalam upaya
pengendalian berkurangnya debit air pada saluran irigasi.

2.2 KAJIAN LITERATUR


Pengertian Peranan irigasi, Debit, dan Kehilangan Air dan
Manajemen Irigasi
Pengelolaan irigasi sebagai usaha pemanfaatan sumber air
sebagai air irigasi meliputi operasi dan pemeliharaan, rehabilitasi irigasi
dan peningkatan irigasi untuk kepentingan masyarakat terutama petani
tidak hanya menjadi urusan dan tanggung jawab pemerintah semata,
tetapi dalam hal ini diperlukan peran aktif dan partisipasi dari
masyarakat terutama petani pemakai air sebagai konsumen utama
dalam pemanfaat irigasi. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut telah
dilakukan pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air secara
berkesinambungan.
Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air
yang mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, diukur dalam
satuan m3/ dtk. Mengetahui besaran debit aliran dalam sebuah saluran
irigasi adalah sangat penting dalam suatu sistem irigasi. Hal ini
berguna dalam mengatur laju penggunaan air menuju petak sawah
sesuai atas keperluan pada suatu lahan atau tanaman pada area lahan
pertanian. Setelah diketahui besar tingkat kecepatan aliran per satuan
waktu (debit) maka diharapkan dapat mengatur penggunaan air sesuai
dengan kebutuhan

28
Kehilangan air di saluran harus diketahui secara menyeluruh,
untuk itu perlu dilakukan perhitungan debit air untuk saluran irigasi,
dengan suatu metoda yang tepat untuk keperluan pengaturan air
dalam suatu manajemen irigasi atau pengelolaan jaringan Irigasi.
Penyebab dari kehilangan air / debit pada saluran yang disebabkan
oleh evaporasi ( penguapan ), perkolasi ( peresapan / rembesan )
relatif kecil sehingga dapat diabaikan. Kehilangan debit air pada
saluran relatif besar terjadi akibat kondisi linning saluran yang buruk (
Cristen Emanuel Sembiring, 2016 )
Manajemen Irigasi adalah suatu metoda yang dipakai dalam
pengelolaan jaringan irigasi yang mempengaruhi pengaturan fungsi
jaringan irigasi, baik itu bangunan utama, bangunan pelengkap,
distribusi air , debit air , pemeliharaan bangunan dan Petani Pemakai
air dimana semua faktor tersebut saling mempengaruhi ( Agung
Wiyono dkk:2012).
Dari literature riview tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
berkurangnya debit air pada saluran Irigasi dapat dirangkum beberapa
hal yang menjadi faktor dan Variabel dimana terlihat uraian berikut ini :

Faktor Alam
Faktor alam disebabkan terjadinya banjir, dikarenakan adanya
alih fungsi lahan hutan menjadi lahan sawit dimana pada musim hujan
sawit tidak dapat menyimpan atau menahan air yang mengakibatkan
sangat mudah terjadi banjir. Evaporasi ( penguapan ) dan perkolasi (
pergerakan air menuju zona tidak jenih ) pengaruhnya sangat kecil
hingga dapat diabaikan

29
Faktor Struktur Bangunan
Untuk faktor kehilangan atau berkurangnya debit air yang
disebabkan oleh struktur bangunan dikarenakan adanya kebocoran pada
saluran, runtuhnya linningg saluran , rembesan pada saluran, bangunan
yang tidak stabil, dan tidak kuatnya tanggul pasangan, hal ini disebabkan
kualitas bangunan yang rendah
Lingkungan masyarakat
Fauzy harahap (2006 ) menjelaskan lingkungan masyarakat
adalah penyebab terjadinya sedimen tertinggi yang menyebabkan
berkurangnya debit air yaitu adanya tidakan alih fungsi saluran oleh
masyarakat yang dimanfaatkan sebagai tambak ikan, sebagai limbah
rumah tangga ( WC/KM ) dimana saluran buang rumah tangga
dialirkan menuju saluran irigasi

2.3 METODE PENELITIAN


2.3.1 Metoda penelitian
Metoda penelitian yang dipakai dalam hal ini adalah metoda
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati Bogdan dan taylor (1975) dalam buku Moleong (2004:3) Data
yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu data dari sumber langsung
(data primer) dan data diperoleh dari sumber tidak langsung (data
sekunder). Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan
wawancara dengan informan yang mempunyai pengalaman dibidang
irigasi dan masyarakat pengunan manfaat dari fungsi irigasi . Bentuk
pengumpulan data dengan cara wawancara dilakukan guna
mendapatkan keterangan, sasaran dan tanggapan secara langsung

30
dari pihak – pihak yang bersedia diwawancarai. Wawancara dilakukan
secara terstruktur dimana peneliti telah menyipadan data – data yang
akan tanya sehingga informan dengan gamlang dapat menjawab
semua pertanyaan .
Selain data dari hasil wawancara peneliti juga mendapatkan
data dari hasil observasi lapangan dimana Observasi adalah proses
pengamatan dan pencatatan secara sistematik mengenai gejala –
gejala yang diteliti, observasi ini menjadi salah

2.3.2 Pengolahan data


Pengolahan data dilakukan dalam mencapai pertanyaan yang
ada dalam penelitian. pertama ini merupakan tahap pengumpulan data
secara study literatur yang digunakan untuk mencari atau
mengidentifikasi faktor – faktor penyebab utama kemudian dituangkan
dalam diagram sebab akibat. Hasil dari data literatur di tuangkan dalam
kerangka tulang ikan ( fishbone diagram ) yang akan menjadi acuan
untuk tahapan penelitian selanjutnya
2.3.3 Diagram Fishbone
Analisa tulang ikan (fishbone analysis) dipakai ketika untuk
mengkategorikan berbagai sebab potensial dari satu masalah atau
pokok persoalan dengan cara yang mudah dimengerti dan rapi. Alat ini
juga membantu dalam menganalisis apa yang sesungguhnya terjadi
dalam proses, yaitu dengan cara memecah proses menjadi sejumlah
kategori yang berkaitan dengan proses, mencakup manusia, material,
mesin, prosedur, kebijakan dan sebagainya.
Diagram sebab akibat adalah bentuk diagram yang dapat
memperlihatkan hubungan antara sebab dan akibat dari suatu kondisi

31
atau permasalahan, mencari faktor penyebab ( Sebab ) dan bentuk
kualitas ( akibat ) yang ditimbulkan karena adanya suatu kondisi atau
keadan tadi. Diagram sebab akibat pada dasarnya digunakan untuk
membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu kondisi atau
keadaan, hingga dapat memunculkan saran atau ide untuk megatasi
suatu masalah, dan dapat menemukan faktor penyebab dalam mencari
penyebab masalah lebih lanjut (Gaspersz, 2001)
Adapun tahapan untuk menyiapkan diagram fishbone adalah sebagai
berikut :
1. Menyiapkan sesi analisa tulang ikan
2. Mengidentifikasi akibat atau masalah
3. Mengidentifikasi penyebab utama dari masalah
4. Mengidentifikasi Sebab – sebab utama / potensial dengan
sumbang saran melalui wawancara
5. Menganalisa kembali sebab akibat utama
Pertanyaan – pertanyaan yang akan muncul dalam wawancara
dirancang berdasarkan digram fishbone dimana faktor yang
mempengaruhi berkurang debit air pada saluran irigasi.

2.3.4 Diagram Pareto


Diagram pareto adalah suatu alat yang sering digunakan dalam
hal pengendalian mutu, diagram pareto adalah grafik batang yang
dipadukan dengan diagram garis yang menunjukkan masalah
berdasarkan urutan banyaknya jumlah kejadian, yang disusun menurut
besarnya dampak faktor tersebut. Diagram pareto atau sering disebut
pareto chart ini dipakai dalam menentukan dan mengidentifikasi
prioritas permasalahan yang akan diselesaikan. Sebelum membuat

32
sebuah diagram pareto, data yang berhubungan dengan masalah atau
kejadian yang ingin kita analisis harus dikumpulkan terlebih dahulu
dengan mengunakan lembar periksa, hasil lembar periksa dijumlahkan
kemudian diolah dalam bentuk tabel dan grafik
Dari hasil studi literature didapat faktor dan fariabel yang
mempengaruhi penyebab berkurangnya debit air pada saluran yang
ditunag dalam bentuk diagram fishbone yang menjadi acuan dalam
wawancara.

33
Masyarakat Kondisi Tanah /
Alam

Limbah
Masyarakat
Evaporasi

Pengambilan Tanah Tidak


Alih fungsi air secara liar Banjir
saluran Stabil
oleh petanai

berkurangnya
Debit air pada
Pengeroposan
Tidak ada pada Saluran saluran irigasi
Bocor Lantai
sanksi
Saluran

Rembesan
Tdk ada Pada Saluran Runtuhnya
Pengaturan Dinding Saluran
Pembangian Air
Tidak ada
Pemeliharaan

Tanggul Saluran
Manajemen
Irigasi
Struktur
Bangunan 34
Tabel 2.1 Faktor yang mempengaruhi penyebab berkurangnya debit air
pada saluran irigasi
No Faktor Variabel
1 Faktor Alam  Banjir
 Evaporasi ( penguapan )
 Perkolasi
2. Struktur  Kebocoran lantai saluran
Bangunan  Runtuhnya linning saluran
 Bangunan yang tidak stabil
 Rembesan pada saluran
 Pengeroposan pada linning saluran
 Tanggul Saluran

3. Faktor  Limbah Masyarakat


Lingkungan /  Alih Fungsi Saluran oleh masyarakat
Masyarakat  Pengambilan secara liar oleh petani untuk
kepentingan pribadi
4. Manajemen  Tidak ada pemeliharaan saluran oleh masyarakat
Irigasi dan Kelompok petani
 Kurang terlatihnya petugas OP
 Kurangnya dana O&P
 Tidak adanya manajemen sistem pengelolaan air
 Pengaturan pembangian air yang tidak sesuai
kebutuhan
 Mekanisme pengelolaan pengairan tidak berfungsi
karena belum terjadi kordinasi antar P3A dan
GP3A
(Sumber : Literatur Review)

2.3.5 Strategi Penaganan Pengendalian berkurangnya Debit Air


pada Saluran Irigasi
Dari Penelitian Februarman,2012 bahwa kehilangan debit air
yang disebabkan oleh struktur bangunan perlu dilakukan penanganan
yang strategis supaya tidak terjadi kerusakan berulang serta
penanganan yang berulang terhadap struktur bangunan, dari penelitian
fauzy Harahap dan Vitta Pratiwi penanganan dari segi manajemen

35
pengelolaan irigasi sangatlah perlu agar tidak terjadi sengkete antara
pengguna air irigasi, beberapa tahapan penanganan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kehilangan debit air pada saluran antara
lain :
1. Mengurangi Kehilangan Debit
Usaha yang dapat dilakukan dalam upaya mengurangi
kehilangan debit air pada saluran dengan melakukan pengerukan
sedimentasi, pembersihan sampah yang ada dan membuat dam atau
tanggul sementara untuk membedung air sehingga dapat mengurangi
kehilangan air pada saluran
2. Penanganan Penyebab Kehilangan Debit
Penanganan terhadap penyebab kehilangan debit (Q) harus
dilakukan secara menyeluruh agar tidak terjadi kerusakan berulang dan
penanganan yang berulang, identifikasi kondisi dan keadaan,
perbaikan sistem manajemen pengelolaan irigasi, merupakan upaya
yang dapat dilakukan dalam mengambil keputusan serta tindakan
dalam upaya penanganan kehilangan debit air pada saluran
3. Usaha Mempertahankan Debit Air Saluran Irigasi
Upaya mempertahankan debit (Q) air pada saluran irigasi dapat
dilakukan dengan rehabilitasi dan pemeliharaan terhadap saluran

2.4 HASIL PENELITIAN


2.4.1 Hasil Wawancara
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan didapt faktor baru
dan variabel baru yang menyebabkan berkurangya debit air pada
saluran irigasi seperti tabel berikut

36
Tabel 2.2 Faktor dan variabel hasil pengolahan data
No. Faktor Variabel Sub Variabel
1 Struktur 1. Pembobolan saluran *Kepentingan
Bangunan 2. Timbunan Belakang Pribadi
1. Runtuhnya Tanggul
Linning Saluran 3. Struktur bangunan *Pembagian
Bawah pada linning air tdk merata
saluran tidak kuat
4. Lewatnya kendaraan *Ulah Petani
berat pada jalan inpeksi *Pemadatan
saluran

2. Bocor lantai 1. Binatang Pengerek


saluran 2. Sedimentasi
3. Tercabutnya akar
tanaman yang ada dalam
saluran
4. Adanya rembesan /
rongga antara lantai dan
dinding sal. Sehingga
terjaadi kebocoran

3. Pengeroposan 1 Usia Bangunan yang *Matrial yang


linning saluran Sudah Lama dipakai utk
2. Tanaman / lumut yang pembangunan
tumbuh pada bangunan tidak sesuai
sal * Metoda
4. Kualitas pelaksanaa
bangunan 1. Pekerjaan Tidak Sesuai tidak tepat
dengan Spek. * Lemahnya
2. Perencanaan yang Pengawasan
tidak tepat *rekanan yang
tidak
kompenten

5. Rusaknya 1. Pengeroposan / karat


bangunan pada besi pintu bagi/
pelengkap sadap
2. Tidak ada pelumas
pada ulir pintu
2 Kondisi Alam 1.Longsor * Penebangan
2.Sedimentasi Kayu Secara
Liar
* longsor tanah
37
pada tebing
3.Banjir bukit

* Arus air dari


hulu yang
mmbawa lumpur
4 Struktur tanah yang labil * Alih fungsi
lahan dari
hutan
menjadi
kebun sawit

3 Lingkungan / 1. Limbah masyarakat * Membuang


Masyarakat sampah
*Limbah Rumah
tangga ( sal.
2. Alih fungsi saluran Buang wc/km )

* Tambak ikan
* Tempat
merendam
karet
3. Adanya Bangunan Liar * Untuk Saluran
diatas saluran Buang
pencucian mobil
4. Kurangnya kepedulian * Tempat
masyarakat akan Memandikan
pentingnya fungsi ternak
saluran

4 Manajemen 1. Keterbasan Dana O&P * Tdk ada lap


kerusakan
* Prioritas
2. Tidak aktifnya P3A Pembangunan

*Kurangnya
personil

3. Adanya opini bahwa petugas OP


pemeliharaan saluran * Tidak ada
adalah tanggung jawab Pelatihan
pemerintah ( Dinas PU
)
4.

38
5. Tidak adanya sanksi *Tidak
hukum bagi adanya perda
penyalahgunaan fungsi tentang
saluran pengelolaan
jaringan
6. Tidak adanya irigasi.
pengaturan pembagian
air

7. Belum adanya papan


plank himbauan atau
larangan

Sumber : Hasil Pengolahan Data (201

39
Kondisi
Banguna
Tanah /
n Liar Limbah Alam
diatas Masyara Long
sal. kat sor
Sedimenta
si
Alih Tdk ada
fungsi kepedul Tanah
Banjir berkurangn
saluran ian Tidak
Masy Stabil ya Debit air
pada
Saluran
Irigasi
Tidak
ada
sanksi
Runtuhnya
Bocor Dinding
Tdk ada
Lantai Saluran
Pengaturan Saluran
Tidak
Pembangia aktif
n Air P3A
Rusaknya
Pintu
Tdk ada Bagi
Plank Sadap
Larangan / Opini Pengeropos
Himbaua Masyara an pada Kualitas
kat ttg Saluran bangunan
OP

Manajem
en Struktur 40
Irigasi Bangunan
2.4.2 Analisa Indek

2.3 Tabel . Analisa Indeks


Nilai
Faktor Variabel Kode Rata - Rangking
Rata

Struktur Bangunan 1. Runtuhnya Linning Saluran


Pembobolan Saluran utk kepentingan pribadi B1 2,03 4
Pembobolan sal. Kaena Pembagian Air Tidak Merata B2 1,50 20
Tidak ada Pemadatan Timbunan Belakang Tangggul B3 1,23 25
Tipisnya Penahan belakang tanggul karena ulah Petani B4 1,73 14
Struktur bawah bangunan tidak kuat B5 1,60 16
Lewatnya kendaraan berat pada jalan inspeksi B6 0,87 36
2. Bocornya Lantai Saluran
adanya binatang Pengerek B7 0,53 39
adanya Sedimentasi B8 1,80 11
Tercabut Akar Tanaman B9 0,90 33
Rembesan / rongga antara lantai dan dinding sal. B10 1,30 23
3. Pengeroposan Linning Saluran
Karena Usia Bangunan sudah lama B11 1,83 9
tumbuhnya tanaman Liar / Lumut B12 1,967 6
4.Kualitas Bangunan
Material yang dipakai tidak sesuai B13 0,90 35
Metoda pelaksanaan tidak tepat B14 1,03 29
Lemahnya Pengawasan B15 1,50 19
Rekanan yang tidak kompeten B16 1,53 18
Perencanaan yang tidak tepat B17 0,93 31
5. Rusaknya Pintu Bagi Sadap
Pengeroposan pada besi pintu bagi / sadap B18 1,63 15
Tidak ada pelumas pada ulir pintu B19 1,37 21

Kondisi Alam 1. Longsor


Adanya Penebangan Kayu secara liar A1 1,30 24
Terjadinya longsor tanah pada tebing A2 0,83 37
2.Sedimentasi
adanya lumpur yang dibawa arus air A3 0,93 32
3.Banjir
Terjadi Banjir akibat alih Fungsi Lahan A4 1,33 22
4.Struktur Tanah Labil A5 0,67 37

Lingkungan Masyarakar 1.Limbah Masyarakat


Perilaku Masyarakat membuang Sampah L1 2,60 1
Sebagai aliran Limbah KM/ Wc L2 2,20 3
2.Alih Fungsi Saluran
Banyaknya Tambak ikan L3 2,53 2
Sebagai tepat Rendam Karet L4 1,87 7
sebagai Saluran Buang Cucian Mobi L5 1,80 12
tempat Pemandian ternak L6 1,07 28
3. Bangunan Liar Sepanjang Saluran L7 1,00 30
4.Kurangnya Kepedulian Masyarakat L8 1,97 5

Manajemen Irigasi 1.Keterbatasan Dana OP M1 1,80 10


2. Tidak aktif P3A M2 1,53 17
3. Tidak Ada Sanksi M3 0,90 34
4. Tidak ada Pengaturan Air M4 1,13 27
5.Opini Masyarakat pemeliharaan tugas Pemerintah M5 1,77 13
6. Tidak ada papan larangan atau himbauan M6 0,60 38

41
Tabel 2.4 Rangking Indeks

Nilai
Faktor Variabel Kode Rata - Rangking
Rata

Struktur Bangunan 1. Runtuhnya Linning Saluran


Pembobolan Saluran utk kepentingan pribadi B1 2,03 2

3.Banjir
Terjadi Banjir akibat alih Fungsi Lahan A4 1,33 4

Lingkungan Masyarakar 1.Limbah Masyarakat L1 2,57 1

Manajemen Irigasi 1.Keterbatasan Dana OP M1 1,80 3

2.4.3 Faktor Dominan


Dari hasil kesimpulan tabel analisa indeks dilakukan
didapatkan diagram pareto dalam mencari faktor dominan penyebab
berkurangnya debit (Q) air pada sauran irigasi Batang Mimpi.

Tabel 2.5 Faktor Dominan


Faktor dan Variabel Indeks % % Komulatif

Limbah Masyarakat 2,57 33,25 33,25


Pembobolan Saluran utk kepentingan pribadi 2,03 26,26 59,51
Keterbatasan Dana OP 1,8 23,29 82,79
Terjadi Banjir akibat alih Fungsi Lahan 1,33 17,21 100,00

7,73

42
Gambar 2.2 Garfik Pareto

100.00 100.00
80.00
60.00
50.00
40.00
20.00
- -

Dari tabel dan grafik diatas tergambar bahwa penyebab dominan


berkurangnya debit air pada saluran Irigasi batang Mimpi adalah :
1. Faktor Lingkungan Masyarakat
Faktor lingkungan masyarakat merupakan faktor utama yang
mempengaruhi berkurangnya debit air yang disebabkan karena
terjadinya fungsi saluran oleh masyarakat sebagai tempat pembuangan
sampah dan tambak ikan
2. Faktor struktur Bangunan
Pada faktor ini berkurangnya debit air karena runtuhnya struktur
bangunan yang di akibatkan adanya pembobolan liar oleh masyarakat
untuk kepentingan pribadi
3. Faktor Manjemen
Faktor manajemen mempengaruhi berkurangnya debit air
karena kurangnya dana OP ( pemeliharaan ) hal ini disebabkan tidak
adanya laporan kerusakan dari petugas irigasi dan adanya perioritas
pembangunan dari Pemerintah.

43
4. Faktor Alam
Faktor alam dipengaruhi karena terjadinya banjir yang
disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan kondisi hutan lindung
menjadi lahan perkebunan sawit

2.4.4 Strategi Penanganan Kehilangan Debit Air


Dari hasil Literatur dan wawancara yang telah dilakukan
dengan beberapa pejabat dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam
metodologi menyatakan setuju dengan beberapa usulan penanganan
kehilangan debit (Q) air pada saluran irigasi yang tergambar dalam
tabel berikut:

44
Gambar 2.3 diagram pengendalian kehilangan

Identifikasi kerusakan

Pembobolan Saluran oleh Masyarakat untuk Perbaikan secara menyeluruh


Struktu Bangunan Runtuhnya Linning saluran
kepentingan pribadi Perkuat struktur bangunan yang ada
Melakukan perbaikan kondisi, kemampuan, dan
kualitas jaringan

Pelarangan Penebangan kayu,


Melakukan perbaikan / konservasi lahan (reboisasi
Penebangan Kayu hutan) di daerah tangkapan air
Kondisi Tanah / Alam Banjir
Alih Fungsi Lahan
Pengerukan Sedimen di Intake

Limbah rumah tangga ( sampah, sal. Buang


Pengendaliani
WC/KM penyebab sedimentasi Penindakan tegas atas penyalahgunaan fungsi
pengurangan
debit (Q) air pada saluran, Pembongkaran bangunan liar dan tambak
Sebagai tambah ikan penyebab sedimentasi
saluran Lingkungan Masyarakat Limbah masyarakat ikan, dan Memberikan edukasi dan sosialisai
Bangunan WC, Pondok Liar secara rutin kepada masyarakat sekitar daerah

Identifikasi kerusakan hingga dapat dialokasikan


Tidak adanya laporan kerusakan dari petugas OP
dana OP dari Dinas, Meningkatkan peran P3A
atau petugas irigasi
dalam pemeliharaan saluran
Manajemen Irigasi Keterbatasan Dana OP
Meningkatkan pembangunan bidang irigasi dalam
menunjang swaswmbada pangan untuk ekonomi
Adanya prioritas pembangunan oleh Pemerintah masyarakat
45
2.5 KESIMPULAN DAN SARAN
2.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi berkurangnya debit air pada saluran saling
mempengaruhi satu sama lainnya sehingga kelima faktor ini
mempunyai sebab akibat yang saling berkaitan,:
1. Empat (4) faktor yang mempengaruhi penyebab berkurangnya
Debit Air pada saluran adalah :
1. Faktor Struktur Bangunan
2. Faktor Alam / Tanah
3. Faktor Lingkungan / Masyarakat
4. Faktor manajemen Irigasi
1. Setiap faktor diatas mempunyai variabel dan sub variabel yang
saling mempengaruhi terjadinya kehilangan debit air pada
saluran.
2. Faktor dominan yang mempengaruhi berkurangnya debit air
pada saluran Irigasi Batang Mimpi Kabupaten Dharmasraya
adalah:
1. Faktor Lingkungan Masyarakat karena adanya alih fungsi
saluran
2. Faktor Pemeliharaan
3. Faktor Struktur Bangunan

46
2.5.2 Saran
1 Dengan mengetahui faktor yang mempengaruhi penyebab
berkurangnya debit air pada saluran Irigasi Batang Mimpi,
maka pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Dinas PU
Kabupaten Dharmasraya untuk lebih memperhatikan dan
memprioritaskan pemeliharaan saluran agar nantinya tidak
mengelurakan biaya yang lebih besar untuk perbaikan struktur
saluran
2 Melakukan pembongkaran terhadap tambak – tambak ikan dan
bangunan liar lainnya yang ada disepanjang saluran dengan
terlebih dahulu memberikan himbauan terhadap masyarakat
untuk membongkar sendiri sehingga fungsi saluran sebagai
penyuplai air terpenuhi
3 Memberikan arahan dan himbauan kepada masyarakat akan
pentingnya menjaga dan memelihara saluran irigasi dengan
membuat papan plank dan menghilangkan opini dalam
masyarakat bahwa pemeliharaan irigasi adalah tugas Dinas PU
saja tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab bersama
antara masyarakat, P3A dan Pemerintah
4 Memotifasi peran aktif P3A dalam Pemelihara fungsi saluran

47
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP-01), Jakarta


Anomim, 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
32/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi
Anonim, 2010. Satandar Perencanaan Irigasi , Kriteeria Perencanaan
Bagian Perencanaan Jaringan Irigasi (KP-01), Jakarta
Anonim, 2015. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 23/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Aset
Irigasi, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta
A. Sumadiyono, 2015. Jurnal Analisa Efisiensi Pemberian Air Di
Jaringan Irigasi Karau Kabupaten Barito Timur Propinsi
Kalimantan Tengah. Institut Teknologi Bandung, Bandung
Bunganaen, Wilhelmus, 2011. Jurnal Analisis Efisiensi dan Kehilangan
Air Pada Jaringan Utama Daerah Irigasi Sagu, Universitas
Udayana, Bali
Februarman, 2009. Jurnal Jenis dan Ragam Keerusakan Saluran
Primer Daerah Irigasi Bandar Laweh Kabupaten Solok,
Universitas Andalas, Padang
F.M.Pongoh, D.P. Rumambi, S. Pakasi, dan D. Ludong, 2014. Jurnal
Analisis Kehilangan Air Pada Jaringan Irigasi Bendung
Talawan Kabupaten Minahasa Utara. Universitas Sam
Ratulangi, Manado
Kusnadi, Eris, 2011. Fishbone Diagram dan Langkah – Langkah
Pembuatannya Retrieved from
https://erikusnadi.wordpress.com/2011/12/24/fishbone-
diagram-dan -langkah-langkah-pembuatannya/
Poerwanto, Hendri. 2012. Diagram Fishbone: Pengertian, Konsep,
Manfaat
Rohmani, Sri Asih, Ernan Rustiadi, M Firdaus dan Tahlim Sudaryanto,
2015, Jurnal Dampak Modal Sosial Dalam Pengelolaan Irigasi
Terhadap Kesejahteraan Petani di Kabupaten Sukoharjo Jawa
Tenggah, Institute Pertanian Bogor, Bogor
Saadah, Rahim Darma dan Mahyuddin, 2012, Jurnal Unsur – Unsur
Pembangunan Dalam Pengelolaan Pengairan,Universitas
Hasanuddin, Makassar
Sembiring. Crista Emanual.2016. Jurnal Analisa Debit Air Irigasi (
Suplai dan Kebutuhan ) DI Sekampung Sistem. Universitas
Lampung, Lampung
48
Susanti, Efrian, 2016. Jurnal Analisa Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Kinerja Operasional dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi Sungai Penuh, Universitas Bung Hatta, Padang
Suryani, Faizah, 2018, Jurnal Penerapan Metode Diagram Sebab
Akibat ( Fish Bone Diagram ) Dalam menganalisa Resiko
Kecelakaan Kerja di PT. Pertamina Talisman Jambi Merang,
Universitas Tridinanti Palembang (UTP), Palembang
Tanga, Magdalena, 2005. Analisa Efisiensi Pemberian Air Di Jaringan
Irigasi Pada Saluran Sekunder DI Ciherang, Institut Teknologi
Bandung, Bandung
Wiyono, Agung, Sri Legowo. Joko Nugroho dan Christian Adi Nugroho,
2012. Jurnal Kajian Peran Serta Petani Terhadap Penyesuaian
Manajemen Irigasi Untuk Usaha Tani Padi Metode SRI (
System Of Rice Intensification ) di Petak Tersier Daerah Irigasi
Cirasea, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Institut Teknologi
Bandung, Bandung

Wibowo, Roni Sigit, Wasis Wardoyo, dan Edijatno, 2018. Jurnal


Strategi Pemeliharaan Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Blimbing,
Institut Teknologi Surabaya, Surabaya

49
CHAPTER 3
Study Of The Perfomance Of Irrigation System On Batang
Anai Irrigation Area In The West Sumatera Province

Arian Dodi
Syamsul Asri
Zuherna Mizwar

ABSTRACT
Food needs will grow in line with the increase of population (Hikam,
2014). The effort targets the achievement of food security reguires the
support of a good irrigation system (Oi, 2000). West Sumatera
Province as one of the nation food security buffer province, according
to the Data Center and The Agricultural Information System in the year
2014, approximately 80,57% of agricultural area in West Sumatera
Province depend on irrigation, so that it can concluded that the
dependence of West Sumatera Province against a reliable irrigation
system perfomance is also very high. The irrigation area of Batang
Anai is one of the biggest technical irrigation areas become a mainstay
of West Sumatera Province with extensive service area 13.604 acres.
Until recently the irrigation area of Batang Anai as a whole is already
extensive operated to 8.421 acres, but the lack of water has already
happened in most of the irrigation areas of the lower reaches of
Batang Anai I especially in a secondary network of Banda Cino and
Talao Mundam as well as secondary network of Ketaping and
Pilubang.
The purpose of this research is to find out what factors are affecting
the decrease in the perfomance of irrigation system on irrigation area

50
of Batang Anai as well as what steps are needed to improve the
irigation system in irrigation area Batang Anai. To achieve the goal of
the research methods used are observation interview and
documentation so that the obtained results are decrese in perfomance
problems of irrigation system on irrigation area of Batang Anai are :
tertiary channels inadequate and not working, many of water gates
damaged and not working, no water management, no planting plan,
the competence of the personnel is still low, ancillary facilities and
infrastructure are not yet adequate, the lack of awareness and concern
of the peasants, the management of irrigation area of Batang Anai has
not been professional and yet focus as well as there has been no
coordination, integrated and yet there hasn’t been a synergy between
institutions and government agencies in the management of the
irrigation area of Batang Anai. The steps are done to repairing or
improvements to the irrigation system in irrigation area of Batang Anai
are : coordination and a holistic, integrated P3A coaching, improving
tertiary channel, the closure of the wild water taking and open the wild
dam, repair broken water gates, increasing the competence of
personel, strengthen the management of irrigation as well as
strengthen the provincial irrigation commision.
Key Words : Perfomance of irrigation system, water availability, human
resources, institutional

51
3.1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan kuantitas penduduk Indonesia membawa
dampak pada perubahan kebutuhan dan produksi pangan nasional.
Kebutuhan pangan akan bertambah seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk (Hikam, 2014). Tingginya ketergantungan penduduk
Indonesia terhadap beras, memberikan resiko terhadap
penyediaannya karena peningkatan konsumsi akibat pertambahan
penduduk akan terus terjadi, tetapi dilain sisi peningkatan konsumsi ini
akan sangat sulit sekali diimbangi oleh peningkatan produksi yang
cenderung stagnan (Kadarisman,dkk 2012).

Upaya pencapaian target ketahanan pangan membutuhkan


dukungan dari sistem irigasi yang baik (Oi, 2000). Strategi tersebut
sejalan dengan Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 20 Tahun
2006 yang menyatakan bahwa “Irigasi berfungsi mendukung
produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam
rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat,
khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem
irigasi”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mempertahankan
dan meningkatkan kinerja sistem irigasi yang ada merupakan salah
satu langkah nyata dalam upaya mendukung ketahanan pangan
nasional. Begitu juga halnya dengan Provinsi Sumatera Barat sebagai
salah satu Provinsi penyangga ketahanan pangan nasional, menurut
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian tahun 2014, kurang lebih
80,57 % areal pertanian di Provinsi Sumatera Barat tergantung kepada
irigasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketergantungan Provinsi

52
Sumatera Barat terhadap kinerja sistem irigasi yang handal juga
sangat tinggi.

Daerah irigasi Batang Anai merupakan salah satu daerah irigasi


andalan di Provinsi Sumatera Barat. Daerah irigasi ini merupakan
salah satu daerah irigasi teknis kewenangan pusat terbesar yang
dimiliki oleh Provinsi Sumatera Barat dengan luas areal layanannya
13.604 hektar. Daerah irigasi Batang Anai ini terbagi menjadi 2 yaitu
Batang Anai I dengan luas areal layanan 6.764 hektar dan Batang
Anai II dengan luas areal layanan 6.840 hektar. Sampai saat ini
daerah irigasi Batang Anai secara keseluruhan sudah dioperasikan
untuk luas layanan 8.421 hektar, terdiri dari Batang Anai I seluas 6.764
ha dan Batang Anai II baru seluas 1.657 hektar (BWSS V, 2016).

Dengan kondisi luas layanan yang telah dioperasionalkan


tersebut diatas kondisi kinerja sistem irigasi pada daerah irigasi
Batang Anai I saat ini sudah mengalami penurunan. Hal ini ditandai
dengan telah terjadinya kekurangan air pada sebagian besar hilir
daerah irigasi Batang Anai I terutama pada jaringan sekunder Banda
Cino dan Talao Mundam serta jaringan sekunder Ketaping dan
Pilubang, kemudian telah banyaknya ditemukan pengambilan air
secara liar oleh masyarakat petani untuk mengairi areal sawahnya
disepanjang saluran irigasi Batang Anai (Pengamat irigasi Batang
Anai, 2016).

Penurunan kinerja sistem irigasi pada daerah irigasi Batang Anai


ini diperkuat juga oleh Saroh (2015)dalam penelitiannya tentang
analisis neraca air untuk keberlanjutan air irigasi dipetakkan tersier

53
daerah irigasi Batang Anai, diperoleh hasil dari tiga sampel petak
tersier yang diteliti terdapat 1 petak tersier yang kekurangan
air.Kemudian data dari dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi
Sumatera Barat tahun2015 bahwa faktor pemenuhan kebutuhan air
pada daerah irigasi Batang Anai baru mencapai 78 %.

Berdasarkan data dan informasi tersebut diatas, dapat


disimpulkan bahwa ada permasalahan pada kinerja sistem irigasi
daerah irigasi Batang Anai yang akan mengancam kehandalan dan
keberlanjutan sistem irigasi pada daerah irigasi Batang Anai ini.
Kemunduran kinerja sistem irigasi akan berdampak langsung kepada
turunnya produktivitas, turunnya intensitas tanam, dan meningkatnya
risiko usaha tani. Sedangkan dampak tidak langsungnya adalah
melemahnya komitmen petani untuk mempertahankan ekosistem
sawah karena buruknya kinerja irigasi mengakibatkan lahan tersebut
kurang kondusif untuk usaha tani padi dan mendorong terjadinya alih
fungsi lahan (Sumaryanto, 2016). Ancaman besar selanjutnya adalah
jika daerah irigasi Batang Anai II sudah dioperasikan secara penuh,
maka permasalahan yang akan terjadi pada daerah irigasi Batang
Anai ini secara keseluruhan akan menjadi semakin kompleks dan
rumit.

Telah banyak usaha-usaha yang dilakukan untuk memperbaiki


kinerja sistem irigasi pada daerah irigasi Batang Anai ini, seperti
kegiatan operasional dan pemeliharaan infrastruktur irigasi, kegiatan
rehabilitasi infrastruktur irigasi, kegiatan pemberdayaan kelembagaaan
petani serta kegiatan penyuluhan-penyuluhan,namun belum
memberikan dampak yang signifikan terhadap perbaikan kinerja
54
sistem irigasi pada daerah irigasi Batang Anai.Kenyataannya
dilapangan kinerja sistem irigasi Batang Anai terus saja mengalami
penurunan, sehingga pertanyaaanya adalah apa yang sebetulnya
menyebabkan penurunan kinerja sistem irigasi pada daerah irigasi
Batang Anai ini.

Oleh karena itu melalui studi ini peneliti akan mencoba


mendalami apa yang sebetulnya menjadi penyebab terjadinya
penurunan kinerja sistem irigasi pada daerah irigasi Batang Anai ini
serta apa langkah-langkah antisipasi dan perbaikan yang harus
dilakukan untuk kedepannya.

Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi
penurunan kinerja sistem irigasi pada daerah irigasi Batang Anai.
2. Merumuskan langkah-langkah yang diperlukan untuk
meningkatkan kinerja sistem irigasi pada daerah irigasi Batang
Anai.

3.2 TINJAUAN LITERATUR


Irigasi
Menurut Karta Saputro (1994), irigasi merupakan kegiatan
penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi kepentingan
pertanian dengan memanfaatkan air yang berasal dari air permukaan
dan air tanah. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat nomor : 12/PRT/M/2015 pasal 1 ayat 3 disebutkan
bahwa irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan
pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya
55
meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi
pompa, dan irigasi tambak.

Fungsi irigasi
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006
disebutkan bahwa irigasi berfungsi untuk mendukung produktifitas
usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka
ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat
khususnya petani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem
irigasi yang dilakukan dengan pengembangan dan pengelolaan
sistem irigasi serta ditentukan oleh keandalan air irigasi,
keandalan prasarana irigasi dan peningkatan pendapatan masyarakat
petani dari usaha tani.

Jaringan irigasi
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat nomor : 12/PRT/M/2015 pasal 1 ayat 12 disebutkan bahwa
jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan
pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk
pengaturan air irigasi.
Ada beberapa jenis jaringan irigasi yaitu:
1. Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang
terdiri atas bangunan utama, saluran induk/primer, saluran
pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap,
bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
2. Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang
terdiri atas saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan
56
bagi, bangunan bagi sadap, bangunan sadap, dan bangunan
pelengkapnya.
3. Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi
sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang
terdiri atas saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang,
boks tersier, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya.

Eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi


Berdasarkan peraturan menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor : 12/PRT/M/2015 tentang eksploitasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi disebutkan bahwa eksploitasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi adalah serangkaian upaya pengaturan
air irigasi termasuk pembuangannya dan upaya menjaga serta
mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan
baik.

Manajemen irigasi
Menurut Huppert dan Walker (1989) manajemen irigasi
diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengontrolan pada suatu sistem irigasi, dengan kata lain
manajemen irigasi menjalankan empat fungsi manajemen, yaitu :
a. Perencanaan
Perencanaan adalah sebuah proses mendifinisikan tujuan,
menyusun strategi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
tersebut dan merancang aktivitas kerja serta keputusan
bekerjasama dengan pihak-pihak terkait.

57
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah proses yang meliputi bagaimana
strategi yang sudah dirumuskan pada saat tahap perencanaan
digambarkan pada sebuah struktur organisasi yang tangguh,
sesuai, dan lingkungan yang kondusif. Pengorganisasian bisa
memberikan kepastian bahwa pihak pihak yang berada dalam
organisasi bisa bekerja bersama-sama dengan efektif dan efisien.

c. Pengarahan.
Pengarahan adalah tahap dimana program diimplementasikan
supaya bisa dilakukan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam
sebuah organisasi. Pengarahan sebuah upaya dalam memotivasi
pihak pihak tersebut agar bisa melaksanakan tanggung jawabnya
dengan kesadaran penuh dan tingkat produktifitas yang sangat
tinggi.
d. Pengaturan/Pengendalian.
Pengendalian adalah upaya untuk memastikan semua kegiatan
yang dijalankan bisa berjalan dengan semestinya, sesuai dengan
tahap dan target yang telah ditetapkan walaupun ada beberapa
perubahan perubahan minor yang bisa terjadi didalam lingkungan
yang dihadapi.
Kinerja Sistem Irigasi
Berdasarkan uraian pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa kinerja sistem irigasi merupakan gambaran mengenai tingkat
pencapaian komponen-komponen yang saling berinteraksi dalam
suatu jaringan irigasi untuk mendukung ketersediaan air irigasi pada
58
areal layanan irigasi sesuai dengan waktu, tempat dan luasan serta
berdasarkan rencana tata tanam yang telah ditetapkan.
Kinerja sistem irigasi yang buruk mengakibatkan luas areal
sawah yang irigasinya baik menjadi berkurang. Secara umum, kinerja
jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan meningkatnya water stress
yang dialami tanaman (baik akibat kekurangan ataupun kelebihan air)
sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tidak optimal.

Komponen kinerja sistem irigasi


Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 20
tahun 2006 pasal 1 ayat 4 tentang irigasi menyatakan bahwa
komponen-komponen sistem irigasi meliputi :
1. Prasarana irigasi.
2. Air irigasi.
3. Manajemen irigasi.
4. Kelembagaan pengelolaan irigasi.
5. Sumber daya manusia.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 12/PRT/M/2015 tentang pedoman ekploitasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi dijelaskan bahwa evaluasi kinerja sistem
irigasi dilakukan terhadap komponen - komponen sebagai berikut:
1. Prasarana Fisik.
2. Produktivitas tanaman.
3. Sarana Penunjang.
4. Organisasi personalia.
5. Dokumentasi.
6. Kondisi kelembagaan P3A.
59
Langkah – langkah yang dilakukan untuk perbaikan ataupun
peningkatan kinerja sistem irigasi
Upaya peningkatan kinerja sistem irigasi memerlukan biaya
yang tidak sedikit, maka peningkatan setiap aspek disesuaikan
dengan kemampuan keuangan daerah. Menurut Supriyono, dkk.
(2013), dalam menentukan skala prioritas penanganan untuk
meningkatkan kinerja jaringan irigasi, apabila tersedia biaya yang
cukup, maka prasarana fisik yang terendah dapat terlebih dahulu
ditangani, namun jika ketersediaan biaya kurang, maka dapat
menangani faktor non fisik yang terendah.
Langkah-langkah perbaikan kinerja sistem irigasi mencakup
perangkat lunak maupun perangkat kerasnya. Hasil-hasil penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa degradasi kinerja jaringan irigasi
memang terjadi di semua level, tetapi yang paling menonjol dan
banyak ditemukan adalah di level tersier (Pusposutardjo, 1997;
Rochdiyanto dan Arif, 1997; Napitupulu, 1997; Sumaryanto dkk, 2003).
Oleh karena itu perbaikan kinerja operasi dan pemeliharaan pada
level tersier merupakan masalah yang membutuhkan pemecahan
segera.
Kemunduran kinerja sistem irigasi yang terjadi tak dapat
dikembalikan hanya dengan cara rehabilitasi terhadap rancang
bangun semula tetapi diperlukan pula upaya-upaya modernisasi
irigasi (Oi, 1997; Murty,1997). Modernisasi irigasi di Indonesia,
menyangkut sistem pengelolaan irigasi untuk memenuhi tingkat
layanan (level of service) irigasi yang telah ditetapkan sebelumnya

60
secara efektif, efisien, dan berkelanjutan untuk mendukung ketahanan
pangan. Ada lima pilar dalam modernisasi irigasi yaitu :
1. Peningkatan keandalan penyediaan air irigasi.
2. Perbaikan sarana dan prasarana irigasi.
3. Penyempurnaan sistem pengelolaan irigasi.
4. Penguatan institusi pengelola irigasi.
5. Pemberdayaan sumber daya manusia pengelola irigasi.

Menurut Mudjiadi (2016), ada tiga permasalahan besar dalam


hal irigasi yakni seputar air, jaringan dan manajemen air. Kemudian
ada 5 hal yang perlu dikedepankan dalam hal irigasi yaitu :
1. Penyiapan keandalan penyediaan infrastruktur irigasi melalui
peningkatan daya tampung air serta meningkatkan efisiensi.
2. Penyempurnaan sistem irigasi. Hal ini berarti bahwa dalam
sebuah planning, sistem operasi, maintenance dan monitoring
irigasi telah diperhitungkan secara matang terlebih dahulu
sebelum mengusulkan pembangunan jaringan irigasi baru.
3. Khusus untuk irigasi besar yang memiliki luas minimal di atas
10.000 ha, tidak pelak lagi harus memiliki operation room.
4. Pengelolaan institusi pengelola irigasi. Saat ini terdapat Unit
Pengelola Irigasi yang terdiri top management hingga low
management. Tidak menutup kemungkinan bahwa nanti unit
pengelola irigasi ini akan dijadikan manajemen secara struktural
yang jelas.
5. Pemberdayaan sumber daya manusia di bidang irigasi.

61
Kemudian menurut Masyhuri (2017), Undang-
Undangtentangpangan mengamanatkan pembentukan Badan Pangan.
Pertanian aspeknya banyak sekali, maka tidak bisa diurus terpisah-
pisah. Pupuk, air irigasi, petaninya, penyuluh, pedagang pangan,
harus dikoordinasi semua. Langkah-langkah mendasar dalam
pengelolaan ketahanan pangan adalah sebagai berikut :
1. Perlunya satu institusi yang bertanggungjawab. Pertanian
aspeknya banyak sekali maka tidak bisa diurus terpisah-pisah,
baik pupuk, air irigasi, petaninya, penyuluhnya dan lain-lain
sebagainya.
2. Perlu ada kerjasama yang bagus dan koordinasi antar pemangku
kepentingan, sebab kalau tidak ada koordinasi, uang sebanyak
apapun yang keluar untuk infrastruktur irigasi akan sia-sia.
3. Sumber daya manusia dan institusinya juga sangat penting,
membangun infrastruktur tidak sukar, kalau sudah dibangun mau
bagaimana ini yang tidak pernah disiapkan.
4. Dana untuk operasional dan pemeliharaan juga harus
dipersiapkan, jangan hanya membangun fisiknya saja.

Variabel Penelitian
Komponen-komponen dan indikator-indikator kinerja sistem
irigasi yang ada dalamPeraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2006
dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor12 tahun 2015 disandingkan dengan hasil penelitian-penelitian
terdahulu serta pendapat para pakar. Setelah itu kemudian dirangkum
dan disesuaikan dengan kondisi yang ada pada objek penelitian serta
mengacu kepada tujuan dari penelitian ini, sehingga diperoleh

62
komponen dan indikator kinerja sistem irigasi terpilih untuk diteliti
sebagai berikut :
1. Kinerja infrastruktur irigasi
2. Kinerja pelayanan air irigasi
3. Kinerja sumber daya manusia
4. Kinerja kelembagaan petani
5. Kinerja kelembagaan pemerintah

3.3 METODOLOGI PENELITIAN


Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah sebuah penelitian riset yang sifatnya deskripsi,
cenderung menggunakan analisis dan lebih menampakkan proses
maknanya.Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan
uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang
dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau
organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari
sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik (Sugiyona, 2008).
Penelitian deskriptif kualitatifsangat sesuai digunakan apabila peneliti
ingin mengetahui atau mengukur kinerja sebuah sistem,
sebuahorganisasiatau instansi melalui wawancara yang berulang-
ulang.
Jenis data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data


kualitatif. Data kualitatif adalah data yang dapat mencakup hampir
semua data non-numerik. Data ini dapat menggunakan kata-kata untuk
menggambarkan fakta dan fenomena yang diamati.

63
Sumber data

1. Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri


yang diperoleh secara langsung dari sumbernya atau dari objek
penelitian dengan teknik observasi langsung pada daerah irigasi
Batang Anai serta melakukan wawancara langsung dengan
stakeholder terkait, seperti dengan petugas OP irigasi, petani pemakai
air (P3A), tim pemberdayaan masyarakat (TPM), penyuluh pertanian,
Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, dan lain-lain sebagainya.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak


langsung dalam penelitian yang dikumpulkan oleh orang lain atau dari
pihak lain yang terkait dengan objek yang diteliti. Data ini bisa diperoleh
dari studi pustaka yang berupa peraturan-peraturan yang berlaku,
penelitian-penelitian terdahulu, serta publikasi-publikasi terdahulu yang
berfungsi untuk melengkapi data primer. Pada penelitian ini data
sekunder diperoleh dari Peraturan Menteri PUPR, dari TP-OP Dinas
PSDA Provinsi Sumatera Barat, dari Balai Wilayah Sungai Sumatera
V, dari jurnal penelitian-penelitian terdahulu dan publikasi-publikasi
yang relevan untuk memperoleh gambaran teoritis dari masalah yang
diteliti.

Target informan

64
Informan pada penelitian ini nantinya akan diwawancarai
secara mendalam berkaitan dengan permasalahan yang terjadi untuk
menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Target informan
dalam penelitian ini adalah person yang terlibat langsung maupun
pernah terlibat langsung dalam pengelolaan daerah irigasi Batang Anai
dan diperkirakan mengetahui secara pasti apa permasalahan yang
terjadi pada daerah irigasi Batang Anai ini.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan instrumen pengumpulan data


merupakan hal penting dalam penelitian. Pengumpulan data dan
instrumen penelitian adalah merupakan alat yang digunakan untuk
meneliti dan mengumpulkan data dan disajikan dalam bentuk
sistematis guna memecahkan atau menguji suatu hipotesis. Adapun
teknik dan instrumen pengumpulan data untuk menjawab masing-
masing pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Teknik pengumpulan data :

1. Mengambil data dan teori dari buku.

Sebagai data awal untuk penelitian ini diambil informasi dari buku
peraturan Menteri PUPR No. 12 Tahun 2015, dokumen operasional
dan pemeliharaan daerah irigasi Batang Anai serta dari penelitian-
penelitian terdahulu sebagai data dasar.

2. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan informan yang terkait dengan daerah
irigasi Batang Anai menggunakan pedoman wawancara yang

65
berupa daftar pertanyaan, sehingga melalui informaninilah nantinya
akan didapat informasi yang tidak terbatas dan mendalam tentang
permasalahan daerah irigasi Batang Anai dari berbagai perspektif.
Semua wawancara dibuat rekaman audionya sehingga dapat
digunakan untuk menggali isi wawancara secara lebih lengkap
pada saat pengolahan data dilakukan.

3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan untuk melihat secara langsung kondisi yang
ada dilapangan sekaligus sebagai validasi atas kebenaran data dan
informasi yang telah diberikan oleh informan. Catatan pengamatan
pada umumnya berupa tulisan tangan maupun foto dokumentasi.

Instrumen pengumpulan data :

1. Daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara.

2. Alat perekam suara untuk merekam hasil wawancara.

3. Skema jaringan irigasi sebagai pedoman pengamatan lapangan

4. Kamera digital untuk merekam hasil pengamatan lapangan.

Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya untuk mengungkap makna


dari data penelitian. Menurut Miles dan Huberman (1984),
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus
sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan data
ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru.
66
Pengolahan dan analisis dilakukan terhadap data yang
diperoleh dari hasil wawancara dan observasi lapangan dengan
tahapan sebagai berikut :

Pengumpulan Data Reduksi Data

Penarikan Kesimpulan Penyajian Data

Gambar 3.1 Siklus Analisis Data


1. Reduksi Data
Reduksi data adalah bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data
sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.
Dengan kata lain proses reduksi data ini dilakukan oleh peneliti
secara terus menerus saat melakukan penelitian untuk
menghasilkan catatan-catatan inti dari data yang diperoleh dari
hasil penggalian data.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi
disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan
kesimpulan. Bentuk penyajian data kualitatif berupa teks naratif
67
(berbentuk catatan lapangan), matriks, grafik, jaringan dan bagan.
Penyajian data dilakukan untuk dapat melihat gambaran
keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari gambaran
keseluruhan. Pada tahap ini peneliti berupaya mengklasifikasikan
dan menyajikan data sesuai dengan pokok permasalahan yang
diawali dengan pengkodean pada setiap subpokok permasalahan.
3. Validasi Data
Menurut Sugiyono (2014) bahwa validitas adalah derajat
ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan
data yang dilaporkan oleh peneliti. Pada penelitian ini validasi data
dilakukan dengan cara triangulasi. Menurut Syahla (2013)
triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi
yang digunakan pada penelitian ini ada dua macam yaitu :
a. Triangulasi sumber.
Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek
data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

b. Triangulasi teknik.
Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data
yang diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi,
dokumentasi, atau laporan.
4. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan adalah hasil analisis yang dapat
digunakan untuk mengambil tindakan. Pengolahan data kualitatif
tidak akan menarik kesimpulan secara tergesa-gesa, tetapi secara
68
bertahap dengan tetap memperhatikan perkembangan perolehan
data. Penarikan kesimpulan adalah tahap akhir dalam proses
analisa data. Pada bagian ini peneliti mengutarakan kesimpulan
dari data-data yang telah diperoleh. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk mencari makna data yang dikumpulkan dengan mencari
hubungan, persamaan, atau perbedaan. Penarikan kesimpulan
bisa dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian
pernyataan dari subyek penelitian dengan makna yang
terkandung dengan konsep-konsep dasar dalam penelitian
tersebut.
Khusus untuk menjawab pertanyaan penelitian ke-dua, dalam
merumuskan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk
memperbaiki ataupun meningkatkan kembali kinerja sistem irigasi
pada daerah irigasi Batang Anai, mengingat keterbatasan sumber
daya yang tersedia serta adanya hubungan antara satu masalah
dengan masalah lainnya, maka perlu disusun skala prioritas
langkah-langkah penyelesaian masalah yang pada penelitian ini
disusun menggunakan Metode Hanlon Kualitatif.

3.4 HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Ketersediaan sumber air untuk memenuhi kebutuhan irigasi
pada daerah irigasi Batang Anai seluas 13.604 hektar mencukupi,
bukti visualnya adalah melimpahnya air pada mercu bendung serta
tetap melimpahnya air pada bangunan pelimpah di hulu saluran primer
daerah irigasi Batang Anai ini.

69
Luas total daerah irigasi yang dioperasionalkan saat ini adalah
8.421 hektar, terdiri dari Batang Anai I seluas 6.764 hektar dan Batang
Anai II seluas 1.657 hektar. Kondisi ketersediaan air irigasi pada
petak-petak sawah saat ini sudah mulai menurun dan tidak
mencukupi, terbukti dengan sudah mulai terjadinya kekurangan air
irigasi di hilir petak-petak tersier serta tidak mencukupinya air irigasi
pada sebagian besar hilir daerah irigasi Batang Anai ini.

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis diperoleh informasi


bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kinerja sistem
irigasi pada daerah irigasi Batang Anai terkait dengan kinerja
infrastruktur irigasi adalah seperti pada gambar berikut :

Banyak pintu air yang rusak

Kondisi
Saluran tersier yang tidak
Fisik
memadai

Permasalahan Banyak terdapat sadap liar


Kinerja dan ampang liar
Infrastruktur
Daerah Irigasi
Batang Anai Banyak pintu air yang
tidak bisa difungsikan

Kondisi Saluran tersier yang tidak


Fungsional berfungsi

Banyak sadap liar dan


ampang liar yang
mengganggu fungsi 70
saluranpembawa
Gambar 3.2 Hasil Analisis Tentang Kinerja Infrastruktur Irigasi

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis diperoleh


informasi bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kinerja
sistem irigasi pada daerah irigasi Batang Anai terkait dengan kinerja
pelayanan air irigasi adalah seperti pada gambar berikut :

Ketersediaan
Tidak adanya
air pada petak-
pengaturan air
petak tersier
Permasalahan Kinerja
Pelayanan Air Pada
Daerah Irigasi Batang
Anai
Luas tanam Tidak adanya data
dan musim luas tanam dan
tanam musim tanam

Gambar 3.3 Hasil Analisis Tentang Kinerja Pelayanan Air Irigasi

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis diperoleh


informasi bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kinerja
sistem irigasi pada daerah irigasi Batang Anai terkait dengan kinerja
sumber daya manusia adalah seperti pada gambar berikut :

71
Pelaksanaan tugas Sarana dan
prasarana
dan tanggung
Permasalahan penunjang belum
jawab
Kinerja Sumber memadai
Daya Manusia Pada
Daerah Irigasi
Batang Anai Ketersediaan
sarana dan Kompetensi yang
prasarana masih rendah
penunjang

Gambar 3.4 Hasil Analisis Tentang Kinerja Sumber Daya Manusia

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis tersebut diatas


diperoleh informasi bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
penurunan kinerja sistem irigasi pada daerah irigasi Batang Anai
terkait dengan kinerja kelembagaan petani adalah seperti pada
gambar berikut :

Peran aktif dalam Kurangnya


penyusunan rencana kesadaran dan
Permasalahan
tata tanam kepedulian
Kinerja
petani
Kelembagaan
Petani Pada Peran aktif dalam Kurangnya
Daerah Irigasi pengelolaan jaringan kesadaran dan 72
tersier kepedulian
petani
Gambar 3.5 Hasil Analisis Tentang Kinerja Kelembagaan Petani

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis diperoleh informasi


bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kinerja sistem
irigasi pada daerah irigasi Batang Anai terkait dengan kinerja
kelembagaan pemerintah adalah seperti pada gambar berikut :

Profesionalitas Belum
lembaga dan profesional dan
instansi belum fokus
pemerintah
Permasalahan
Kinerja
Kelembagaan
Pemerintah Pada
Daerah Irigasi Keterpaduan dan Belum ada
sinergisitas antar koordinasi, belum
lembaga dan terpadu serta
instansi belum ada sinergi
pemerintah

Gambar 3.6 Hasil Analisis Tentang Kinerja Kelembagaan Pemerintah

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis tersebut diatas


didapatkan informasi tentang langkah – langkah sistemtis yang perlu
dilakukan dalam upaya memperbaiki ataupun meningkatkan kinerja

73
sistem irigasi pada daerah irigasi Batang Anai seperti pada gambar
berikut :

1. Perlu koordinasi dan holistik.


2. Pembinaan P3A terpadu.
3. Benahi/bersihkan saluran
tersier.
4. Tutup sadap liar dan buka
Langkah-Langkah ampang liar.
Perbaikan/Peningkatan
Kinerja Sistem Irigasi 5. Perbaiki pintu-pintu air yang
Pada Daerah Irigasi rusak.
Batang Anai 6. Peningkatan kompetensi
personil.
7. Perkuat managemen irigasi.
8. Perkuat komisi irigasi
provinsi.

74
Gambar 3.7 Hasil Analisis Tentang Langkah-Langkah yang Perlu
Dilakukan Untuk Perbaikan Ataupun Peningkatan Kinerja Sistem
Irigasi

3.5 KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis kinerja sistem
irigasi pada daerah irigasi Batang Anai, dapat disimpulkan bahwa
kondisi kinerja sistem irigasi pada daerah irigasi Batang Anai sudah
dalam tahap yang sangat mengkhawatirkan, ditandai dengan telah
terjadinya kekeringan pada sebagian daerah hilir irigasi Batang Anai,
serta telah mulai terjadinya kekurangan air pada sebagian hilir petak
tersier pada sebagian daerah irigasi Batang Anai ini.
Faktor – faktor yang mempengaruhi penurunan kinerja sistem irigasi
pada daerah irigasi Batang Anai.
Kinerja infrastruktur irigasi :
1. Saluran tersier banyak yang tidak memadai dan tidak
berfungsi.
2. Banyak pintu-pintu air yang rusak dan tidak berfungsi.
Kinerja pelayanan air irigasi :
1. Tidak adanya pengaturan air.
2. Tidak adanya rencana tata tanam.
75
Kinerja sumber daya manusia :
1. Kompetensi personil yang masih rendah.
2. Sarana dan prasarana penunjang yang belum memadai.
Kinerja kelembagaan petani :
1. Kurangnya kesadaran dan kepedulian petani.
Kinerja kelembagaan pemerintah :
1. Pengelolaan daerah irigasi Batang Anai belum profesional dan
belum fokus.
2. Belum ada koordinasi, belum terpadu serta belum ada sinergi
antar lembaga dan instansi pemerintah.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki ataupun
meningkatkan kinerja sistem irigasi pada daerah irigasi Batang Anai.
Permasalahan yang mempengaruhi penurunan kinerja sistem
irigasi pada daerah irigasi Batang Anai tersebut diatas saling kait
mengait, sehingga dibutuhkan solusi dengan langkah-langkah yang
sistematis untuk perbaikan ataupun peningkatan kinerja sistem irigasi
pada daerah irigasi Batang Anai ini berdasarkan skala prioritas dengan
urutan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Koordinasi dan holistik.
2. Pembinaan P3A terpadu.
3. Benahi/bersihkan saluran tersier.
4. Tutup sadap liar dan buka ampang liar.
5. Perbaiki pintu-pintu air yang rusak.
6. Tingkatkan kompetensi personil.
7. Perkuat manajemen irigasi.
8. Perkuat komisi irigasi provinsi.

76
Saran
1. Permasalahan-permasalahan yang mempengaruhi penurunan
kinerja sistem irigasi pada daerah irigasi Batang Anai ini harus
segera ditangani dan diantisipasi agar tidak terus berkembang
dan tidak akan menjadi semakin kompleks.
2. Upaya perbaikan ataupun peningkatan kinerja sistem irigasi pada
daerah irigasi Batang Anai ini akan lebih optimal jika dilakukan
dengan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang terukur,
monitoring dan evaluasi yang intensif serta adanya upaya-upaya
perbaikan yang kontinu serta melibatkan semua stakeholder
terkait secara terpadu dan berkesinambungan.
3. Rekomendasi hasil studi ini bisa menjadi bahan pertimbangan
sebelum dioperasikannya secara penuh daerah irigasi Batang
Anai II agar menjamin sistem irigasi pada daerah irigasi Batang
Anai secara keseluruhan dapat berfungsi optimal dalam
memberikan pelayanan kepada petani, yaitu mampu mengairi
lahan pertanian seluas 13.604 ha.
4. Fenomena yang terjadi pada daerah irigasi Batang Anai ini juga
terjadi pada sebagian besar lahan pertanian beririgasi lainnya di
Provinsi Sumatera Barat, yang jika diakumulasikan secara
keseluruhan, perlahan tapi pasti kemunduran kinerja sistem irigasi
ini secara simultan akan mengancam keberlanjutan lahan
pertanian serta mengancam ketahanan pangan di Provinsi
Sumatera Barat.
5. Hasil studi pada penelitian ini juga dapat dijadikan pedoman untuk
menyelesaikan permasalahan terkait dengan penurunan kinerja

77
sistem irigasi pada daerah irigasi lainnya yang ada di Provinsi
Sumatera Barat.
6. Hasil studi ini dapat dilanjutkan dengan penelitian yang lebih
mendalam lagi terkait masing-masing aspek yang telah menjadi
temuan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Peraturan Pemerintah Nomor : 20 tahun 2006, tentang
Irigasi, Depertemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Anonim, 2015, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum & Perumahan
Rakyat Nomor : 12/PRT/M/2015, tentang Pedoman
Eksplorasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi.
Depertemen Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat,
Jakarta.
Anonim, 2015, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum & Perumahan
Rakyat Nomor : 17/PRT/M/2015, tentang Komisi
Irigasi. Depertemen Pekerjaan Umum & Perumahan
Rakyat, Jakarta.
Anonim, 2015, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum & Perumahan
Rakyat Nomor : 30/PRT/M/2015, tentang
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi.
Depertemen Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat,
Jakarta.
78
Ardelimas ARS 2015. Evaluasi kinerja operasi dan pemeliharaan
sistem irigasi Bandar Sidoras di Kecamatan Percut
Sei. Tuan Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Rekayasa
Pangan dan Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Agisaqma, La Ode, 2012. Penentuan Kinerja Irigasi Pada 16
Bangunan Utama Di daerah Irigasi Jilu Kabupaten
malang Konstruksi. Jurnal Teknik Pengairan
Universitas Brawijaya.
Bruce, 1974 dalam Atmaja, Tunas 2008. Evaluasi dan Peningkatan
Kinerja Jaringan Irigasi Bapang Kabupaten Sragen.
Tesis Program Pasca Sarjana Program Studi Magister
Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Bungin, Burhan, 2004. Metode Penelitian Kualitatif. PT Rajagrafindo
Persada : Jakarta.
Bryman, A., and Bell, E. 2007. Business Research Methods. (2nd
ed).Oxford University Press.
Hikam, Muhammad AS, 2014. Memperkuat Ketahanan Pangan Demi
Masa Depan Indonesia 2015-2025. Badan Inteligen
Negara (BIN). Cv. Rumah buku : Jakarta.
Huppert & Walker, H.H., 1989. Managementof Irrigation System.
Technical Cooperation. Federal Republic of Germany.
Jogiyanto, H.M., 2005. Analisa dan Desain Sistem Informasi. Andi :
Yogyakarta.
Kadarisman, Darwin, 2012. Ketahanan Pangan Indonesia. http://ilmu
dan teknologi pangan.wordpress.com/Ketahanan
Pangan Indonesia/. Diakses pada tanggal 10 Juli
2017.
79
Krisma Indira, dkk, 2015. Tahap Penentuan Prioritas Masalah Metode
Hanlon & Tahap Analisis Akar Penyebab Masalah Fish
Bone. Tugas Mata Kuliah Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang.
Mansoer, Syamsuddin, 2013. Kinerja sistem irigasi ( Studi Kasus D.I.
Wanir Provinsi Jawa Barat ). Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, 2005. Evaluasi Kinerja Sumber
Daya Manusia. PT Refika Aditama : Bandung.
Masyhuri, 2017. Pembangunan pertanian kedepankan koordinasi dan
holistik. Buletin Februari-Mei 2017 Dewan Sumber
Daya Air Ditjen Sumber daya Air Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jakarta.
Miles, Mattew B dan A. Michael Huberman, (2007). Analisis Data
Kualitatif, Buku sumber tentang metode-metode baru.
Universitas Indonesia Press : Jakarta.
Moeheriono, 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Ghalia :
Bogor.

Mudjiadi, 2016. Modernisasi Irigasi Untuk Pengoperasian Yang Lebih


Sederhana. http://sda.pu.go.id/Modernisasi Irigasi
Untuk Pengoperasian yang Lebih Sederhana/. Diakses
pada tanggal 5 september 2017.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Jakarta.
Nasution, 1992. Metode Research. Jemmars : Bandung.
Nippon Koei Co., Ltd, 2016. Pedoman Operasional dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi Batang Anai. Participatory Irrigation
80
Rehabilitation Improvement Management Project,
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jakarta.
Oi.S. 1997. Introduction to modernization of irrigation schemes. Water
report 12. FAO. Rome.
Pusposutarjo, S. 1996. Rancang Bangun dan Sistem Jejaring
Irigasi dalam Kaitannya Dengan Gerakan Hemat
Air. Prosiding Seminar Nasional Gerakan Hemat
Air, Jakarta.
Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2014. Statistik Pertanian Tahun
2014. Kementerian Pertanian, Jakarta.
Saroh, Mai, 2015. Analisis Neraca Air Untuk Keberlanjutan Air Irigasi
Dipetakkan Tersier Daerah Irigasi Batang Anai
Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Pertanian Universitas
Andalas.
Sugiyono, (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta : Bandung.
Supriyono, 2014. Studi Penentuan Skala Prioritas Berdasarkan Kinerja
Jaringan Irigasi Pada Jaringan Irigasi Batujai, Gde
Bungoh, Dan Sidemen Di Kabupaten Lombok Tengah.
Jurnal Teknik Pengairan Universitas Brawijaya.
Sumaryanto, 2016. Studi Kebijakan Sistem Pengelolaan Irigasi
Mendukung Pencapaian Dan Keberlanjutan
Swasembada Pangan. http://pse.litbang.
pertanian.go.id/. Diakses pada tanggal 10 Juli 2017.
Syaifuddin, 2013. Evaluasi Kinerja Daerah Irigasi Wawotobi
Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara.
81
Jurnal Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Tata Sutabri. 2012. Analisis Sistem Informasi.

CHAPTER 4

Kajian Indeks Risiko Sedimentasi Pada Bendung


Siulak Deras Terhadap Kecukupan Kebutuhan Debit Air
Disawah

Kasmanto
Rini Mulyani
Zuherna Mizwar

ABSTRACT

To support agriculture specially rice field in Kerinci Regency one of


them is Siulak Deras Irrigation which has wide of 5.819 Ha with a
division of 3.148 Ha right channel and 2.671 Haleft channel. Siulak
Deras Irrigation from Batang Merao river which is located in Siulak
Sud-distrct (Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VI). Mean while
requirement of distributed carrier keeps decreasing because water

82
does not enter in door (intake), thing is caused by accumulation of
sedimen at doorof gate. Problem Siulak Deras irrigaton when is the
volume of sedimentation . The limited budget of O&P is only able to
cleaning sediment twice a year, with the existing condition sediment
must at form two months this is problematic experienced on the weir
Siulak Deras. heavy by using the methodology interview and observasi
obtained risk index sedimentation on the weir Siulak Deras: the
adequacy of garden ad index 18, and region upstream index risk
14,85, to central region index risk 21,01; and region downstream
index risk 21,01. While the impact of loss suffered by the public in one
year are : region overall impact loss Rp. 61.345.200.000,00 or decline
70,63%; region upstream not losses; central region of losses of Rp.
22.785.360.000,00; and regions downstream of losses Rp.
38.559.840.000,00.
Keywords : risk index , sedimentation, availability of water

4.1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam menunjang pertanian khususnya persawahan di
Kabupaten Kerinci ada beberapa irigasi yang digunakan untuk
mengaliripersawahan salah satunya adalah Irigasi Siulak Deras. Irigasi
Siulak Deras memiliki luas wilayah penyairan 5.819 Ha dengan
pembagian 3.148 Ha Saluran kanan dan 2.671 Ha saluran Kiri.
Bendung Siulak Deras berasal dari Sungai Batang Merao yang
terletak di Kecamatan Siulak Kabupaten Kerinci (Balai Besar Wilayah
Sungai Sumatera VI). Sementara itu kebutuhan air disaluran pembawa

83
terus berkurang dikarenakan tidak maksimalnya air masuk di pintu
(intake), hal ini disebabkan penumpukan sedimen di pintu bendung.
Upaya Pemerintah melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS)
Sumatera VI Provinsi Jambi telah mengantisipasi yaitu dengan
pembuatan Check DAM yang berjarak lebih kurang 500 m diatas
bendung, namun dikarenakan tingginya sedimentasi yang terjadi
sehingga Chek Dam tersebut tidak mampu untuk menahan laju
sedimen menuju bendung Siulak Deras, dan disamping itu juga
pembersihan telah dilakukan dengan cara pengerukan sedimen di
lokasi Chek Dam dan Bendung Sei. Siulak Deras Namun dikerjakan
oleh pihak swasta yang dikuatirkan akan membahayakan bangunan
tersebut, jika dikerjakan dengan tidak prosedural oleh O&P.
Pertanyaan Penelitian
Untuk memulai penelitian ini agar terarah maka, diawali dengan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Berapa Indeks Risiko Sedimentasi di Bendung Siulak Deras
terhadap lahan pertanian?
2. Apa Dampak Sedimentasi di Bendung Siulak Deras terhadap
keberlangsungan debit air di sawah?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menghitung Indeks Risiko sedimentasi di Bendung
Siulak Deras terhadap lahan pertanian.
2. Untuk mengetahui dampak sedimentasi di Bendung Siulak
Deras terhadap keberlangsungan debit air di sawah.
Ruang Lingkup Penelitian

84
Ruang lingkup penelitian ini agar tidak melebar maka dibatasi
pada:
1. Bendung Sungai Siulak Deras Kabupaten Kerinci.
2. Data Sekunder yang berhubungan dengan penelitian
dikeluarkan oleh instansi terkait Tahun 2010-2016
3. Menghitung Indeks risiko antara sedimentasi dengan
pemanfaatan lahan pertanian.

Manfaat Hasil Penelitian


Manfaat dari hasil penelitian ini adalah:
1. Sebagai sumber informasi bagi pengelola DAS di Kabupaten
Kerinci agar lebih baik dalam menyusun rencana strategi
sektoralnya.
2. Sebagai bahan masukan bagi pengambilan kebijakan
perencanaan pengelolaan DAS.
3. Sebagai bahan masukan bagi pengelola Bendung Sei. Siulak
Deras dalam melakukan O&P.
4. Sebagai salah satu sumbangan bagi kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi bagi para praktisi, peneliti maupun
pengguna lain.
5. Mengetahui indeks risiko hubungan antara sedimentasi dan
pemanfaatan lahan pertanian.
6. Sebagai salah satu syarat bagi peneliti dalam menyelesaikan
study.

85
4.2 TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan
yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung
yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian
menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan
tersebut dinamakan Daerah Tangkapan Air (DTA atau catchment area)
yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri
atas sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya
manusia sebagai pemanfaatan sumber daya alam (Asdak,2004).
Daerah Aliran Sungai (DAS) biasanya dibagi menjadi daerah
hulu,tengah,hilir dan pesisir.Sistem ekologi DAS bagian hulu pada
umumnya dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan. Ekosistem
DAS hulu terdiri atas empat komponen utama, yaitu desa,
sawah/ladang, sungai dan hutan. Didalam ekosistem DAS terdapat
hubungan timbal-balik antar komponen. Fungsi suatu DAS merupakan
fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor/ komponen yang
ada didalam DAS. Apabila terjadi perubahan pada salah satu
komponen maka akan mempengaruhi ekosistem DAS tersebut.
Sedangkan perubahan ekosistem juga akan menyebabkan gangguan
terhadap bekerjanya fungsi DAS.

Penggunaan Lahan dan Perubahannya


Menurut Soerya Negara (1978) dalam Sinaga (2007:12)
terdapat tiga aspek kepentingan pokok di dalam penggunaan sumber
daya lahan, yaitu 1) lahan diperlukan manusia untuk tempat tinggal,
tempat bercocok tanam, memelihara ternak, memelihara ikan dan
86
lainnya, (2) lahan mendukung kehidupan berbagai jenis vegetasi dan
satwa, dan (3) lahan mengandung bahan tambang yang bermanfaat
bagi manusia.
Pada pengelolaan lahan sering terjadi adanya benturan
kepentingan antara pihak-pihak pengguna lahan atau sektor-sektor
pembangunan yang memerlukan lahan. Hal ini sering kali
mengakibatkan penggunaan lahan kurang sesuai dengan
kapabilitasnya. Beberapa factor yang mempengaruhi kapabilitas lahan
adalah: (1) jenis tanah dan kesuburannya, (2) keadaan lapangan,
relief, topografi, dan ketinggian tempat, (3) aksesbilitas, (4)
kemampuan dan kesesuaian tanah dan (5) besarnya tekanan
penduduk.
Penggunaan lahan pertanian biasanya dibedakan berdasarkan
komoditi yang diusahakan seperti sawah, tegalan, kebun kopi dan
sebagainya. Penggunaan lahan di luar pertanian dapat dibedakan
dalam penggunaan perkotaan, perdesaan, pemukiman, industri,
rekreasi dan sebagainya. Penggunaan lahan ini sifatnya sangat
dinamis sewaktu-waktu bisa berubah. Perubahannya dapat
disebabkan oleh bencana alam, dan lebih sering disebabkan oleh
campur tangan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhannya.
Peningkatan jumlah penduduk dapat berarti pula peningkatan
kebutuhan akan lahan baik untuk pertanian maupun untuk
pemukiman. Peningkatan kebutuhan lahan ini akan diimbangi dengan
mengintensifkan penggunaan lahan maupun perluasan. Kedua usaha
ini merubah lahan baik berupa luasan maupun jenisnya.
Problematika perubahan penutupan lahan yang tidak mengikuti
kaidah pengelolaan DAS yang benar ternyata dipengaruhi pula oleh
87
pemahaman yang keliru atas teknologi konservasi tanah. Akibatnya,
teknologi konservasi tanah diterapkan tidak pada tempatnya.
Misalnya, pada lahan-lahan yang terjal yang hanya diperbolehkan
untuk hutan oleh masyarakat tetap diusahakan untuk usaha tani
tanaman semusim yang membutuhkan pengolahan lahan yang
intensif. Meskipun masyarakat dalam berusaha tani telah
menggunakan teknologi konservasi tanah, namun erosi masih akan
tetap tinggi.
Masalah perubahan penutupan lahan menjadi lebih rumit lagi
apabila dimasukkan pula unsur sumber pertumbuhan ekonomi suatu
daerah dalam suatu DAS. Seringkali ditemui di beberapa daerah
terjadi konflik kepentingan antara ekonomi yang memberikan
kewenangan yang luas kepada daerah untuk mengatur daerahnya.
Hal tersebut ternyata hanya tertuju pada peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Akibatnya perhatian terhadap kelestarian lingkungan
menjadi terabaikan.

Hidrologi DAS
Hidrologi atau tata air DAS adalah suatu keadaan yang
menggambarkan tentang keadaan kuantitas, kualitas dan kontinuitas
aliran menurut waktu dan tempat serta pengaruhnya terhadap kondisi
DAS yang bersangkutan. Hakekat DAS selain sebagai suatu wilayah
bentang lahan dengan batas topografi, serta suatu wilayah kesatuan
ekosistem, juga merupakan suatu wilayah kesatuan hidrologi. DAS
berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses hidrologi yang
mengubah input menjadi output. Input yang dimaksud adalah berupa
air hujan (presipitasi), sedangkan output atau keluarannya adalah
88
berupa debit aliran dan/atau muatan sedimen.

4.3 METODOLOGI PENELITIAN

Mulai

Pengumpulan data

Data Sekunder: Data Primer:


- Curah Hujan - Survey Debit
- Peta Lokasi - Survey laju Sedimen
- Tata guna lahan - Wawancara lapangan
- Kemiringan lahan
- Jenis vegetasi
- Catchmant area
- Jumlah Penduduk

89

Analisa data:
4.4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penilaian Indeks Risiko terhadap Seluruh Wilayah Irigasi Deras


Volume Bendung Siulak Deras
Dari data sekunder yang didapat untuk Bendung Siulak Deras
adalah:
Elevasi Dasar Mercu : 887,500 M Dpl
Elevasi Top Mercu : 892,000 M Dpl
Tinggi Mercu : 892,000 – 887,500 = 4,50 m
Lebara Bendung : 30,00 m
Panjang Bendung : 43,70 m
Volume Bedung : 30,00 m x 43,70 m x 4,50 m
: 5.899,50 M3

90
Gambar 4.1. Typical Mercu

Perhitungan Angkutan Sedimen


Untuk menghitung angkutan sedimen yang mengalir ke
Bendung Siulak Deras dapat menggunakan beberapa rumus
pendekatan dalam penelitian ini dibatasi menggunakan rumus
Meyer – Petter Muller dan rumus Schocklitsch, untuk sebagai
pendukung perhitungan tersebut diperlukan data-data sebagai
berikut:
Data Sungai Batang Merao dari hasil pengukuran:
Lebar Sungai (B) = 6,5 m
Tinggi Air (H) = 0,47 m
Kecepatan Aliran (U) = 0,7578 m/dt
Kemiringan Sungai (S) = 0,002

91
Rumus Meyer – Peter :
Volume pengangkutan Sedimen (t= 60 menit)
QB
QS = ( γs – γ) 𝑥 3600

3,1473
QS = 2650−1000 𝑥 3600

QS = 6,8668 m3/jam

Rumus Schocklitsch :
Volume pengangkutan Sedimen (t= 60 menit)
QB
QS = ( γs – γ) 𝑥 3600

1,4088
QS = 𝑥 3600
2650−1000

QS = 3,0738 m3/jam
Dari kedua metode tersebut diambil nilai rata-ratanya :
6,8668 + 3,0738
Angkutan Sedimen (QS) =
2
= 4,9703 m3/jam
= 119,29 m3 / hari
Jika Volume tampungan bendung = 5.899,5 m3, Maka
bendung akan penuh terisi adalah 49 hari atau 1,65 bulan Dari
perhitungan diatas maka “Kapasitas Bendung menampung
sedimen akan terisi penuh dalam waktu 1,65 bulan atau kurang
dari 2 bulan, jadi skornya adalah 5 (lima).”

Probabilitas atau Kemungkinan Lama Kejadian


Tabel 4.1. Tinggi Sedimen dan Air Dalam Satu Tahun
Tinggi Sedimen Tinggi Air Perbandingan
92
Bulan (M) (M) Tinggi Sedimen
Dengan Mercu
Januari 4,5 0 100,00
Februari 4,5 0 100,00
Maret 4,5 0 100,00
April (Pengerukan) 0 4,5 0,00
Mei 2 2,5 44,44
Juni 4,5 0 100,00
Juli 4,5 0 100,00
Agustus 4,5 0 100,00
September 4,5 0 100,00
Oktober
0 4,5 0,00
(Pengerukan)
November 2 2,5 44,44
November 4,5 0 100,00

Perhitungan Kecepatan aliran


Tabel 4.2. Perhitungan Kecepatan Aliran

Kecepata
panjang Waktu Tinggi Kecepatan
Lok Da Pelampun n
Lintasan Tempuh Muka Aliran
asi ta g Arus
(m) (detik) Air (m) (m/dt)
(m/dt)

Bola
1 Pimpong 10 8,55 0,600 1,170 0,760
Sal. Bola
Prim 2 Pimpong 10 8,57 0,610 1,167 0,758
er Bola
Kiri 3 Pimpong 10 8,56 0,590 1,168 0,759
Rata-rata 0,600 1,168 0,759
Sal. Bola
Prim 1 Pimpong 10 8,75 0,530 1,143 0,743
93
er Bola
Kan 2 Pimpong 10 8,73 0,550 1,145 0,745
an Bola
3 Pimpong 10 8,73 0,540 1,145 0,745
Rata-rata 0,540 1,145 0,744

Perhitungan Luas Penampang Basah (A)


Tabel 4.3. Perhitungan Luas Penampang Basah
h b m A
Nama Tinggi Lebar Kemiring luas
No
Lokasi Rata-rata dasar talud Penampang
(m) Saluran (m) (m2)
1 Sal. Primer Kiri 0,600 2,00 0 1,200
2 Sal. Primer Kanan 0,540 2,00 0 1,080
Sumber : Hasil Perhitungan

Perhitungan Debit Existing (Q)


Tabel 4.4. Perhitungan Debit Existing
V A Q Total
Nama Kecepatan Luas Debit Debit
No
Lokasi rata-rata Penampang (m3/dt) (m3/dt)
(m/det) (m2)
1 Sal. Primer Kiri 0,759 1,200 0,931
1,715
2 Sal. Primer Kanan 0,744 1,080 0,784
Sumber : Hasil Perhitungan

Perhitungan Luas Area Existing


Tabel 4.5. Perhitungan Luas Area yang dapat diairi

94
Eff A Total
Q
Kode IWR saluran Luas Luas
No Debit
Lokasi (ltr/dt/ha) Primer Areal Areal
m3/dt
(%) (Ha) (Ha)

1 Sal. Primer Kiri 0,911 1,612 100,000 565,270 1.063,72


Sal. Primer 6
2 Kanan 0,804 1,612 100,000 498,456
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.6. Perbandingan Luas Area Existing Terhadap Luas Area


Total

Luas Area %
Luas
Lokasi Priode Perbandingan
No Areal Total
Saluran Desember Existing dg
(Ha)
(Ha) luas total

1 Sal. Primer Kiri 2138,00 577,40 27,01


2 Sal. Primer Kanan 2501,00 486,568 19,45
Total 4.639,00 1.063,97 22,94
Sumber : Hasil Perhitungan
Jadi perbandingan antara luas area yang dapat digenangi
dengan luas areal pemanfaat adalah : 22,94 % , hal ini
termasuk dalam kelompok ( 20% - 40%) jadi skornya adalah 4.

Penyebaran luasan genangan dalam satu tahun.

95
Luas Genangan (Ha)
Luas Genangan (Ha) 5,000.00
4,000.00
3,000.00
2,000.00
Luas Genangan
1,000.00 (Ha)
-

Grafik 4.2. Luas Genangan Dalam Satu Tahun

Persentase Jumlah Penduduk


Persentase jumlah penduduk terancam terdapat
penduduk pemanfaat adalah:
= 30.597 / 39.701
= 77,06 % ------>( 60% - 80%) dengan skor = 4
Kemampuan Untuk Merespon
kemampuan merespon pemerintah dalam menangani
sedimen di Bendung Siulak Deras adalah 2 x dalam 1 tahun
maka skornya 4”
Perhitungan Indeks Risiko
Dari nilai risiko 18,00 jika di masukan kematrik risiko
maka kategori (15 – 20) dengan tingkat risiko “Kelas B, Tinggi -
Sangat Tinggi. Maka tindakannya adalah Mitigasi menyeluruh
dan kontigensi planning harus segera disusun dilaksanakan.”

96
Penilaian Indeks Risiko Terhadap Wilayah Hulu
Kapasitas Bendung
Penilaian kapasitas bendung sama dengan perhitungan
indeks Risiko terhadap keseluruhan Wilayah Irigasi Siulak
Deras, yaitu “Kapasitas Bendung menampung sedimen akan
terisi penuh dalam waktu 1,65 bulan atau kurang dari 2 bulan,
jadi skornya adalah 5 (lima).”
Persentse Luas Area
perbandingan antara luas area yang dapat digenangi
dengan luas areal pemanfaat adalah : 52,59 % , hal ini
termasuk dalam kelompok ( 40% - 60%) jadi skornya adalah 3.

Persentse Jumlah Penduduk


= (jlh. Pdd. terancam / Jlh. Pdd. Pemanfaat) x 100%
= (7.093 / 14.967 ) x 100%
= 47,41 % ....................> (40% - 60%) dengan Skor = 3
Kemampuan Untuk Merespon
Kemampuan merespon pemerintah dalam menangani
sedimen di Bendung Siulak Deras adalah 2 x dalam 1 tahun
maka skornya 4”

Perhitungan Indeks Risiko


Dari nilai risiko 14,85 jika di masukan kematrik risiko
maka kategori (10 – 15) dengan tingkat risiko “Kelas C, Sedang
- Tinggi. Maka tindakannya adalah Kondisi risiko yang cukup

97
tinggi dipertimbangkan untuk perencanaan dan Mitigasi lebih
lanjut.”
Penilaian Indeks Risiko Terhadap Wilayah Tengah
Kapasitas Bendung
Penilaian kapasitas bendung sama dengan perhitungan
indeks Risiko terhadap keseluruhan Wilayah Irigasi Siulak
Deras, yaitu “Kapasitas Bendung menampung sedimen akan
terisi penuh dalam waktu 1,65 bulan atau kurang dari 2 bulan,
jadi skornya adalah 5 (lima).”
Probabilitas atau Kemungkinan Lama Kejadian
Lama kejadian penumpukan sedimen pada bendung
diatas 80% dari tinggi Bendung untuk setiap tahunnya adalah
katagori “Sering, Kejadian terjadinya selama 8 bulan” dengan
skor 4 (empat).
Persentse Luas Area
Luas Area Wilayah Tengah dari data sekunder peta
pembagian wilayah kerja P3A/GP3A/IP3A adalah : 1.417 Ha.
Sedangkan dari hasil pengamatan lapangan air dari Irigasi
Siulak Deras tidak mengalir sama sekali ke wilayah tengah.
Jadi perbandingan Luas area yang digenangi dengan
area total adalah = 0% , hal ini termasuk dalam kelompok (0%
- 20%) jadi skornya adalah 5.

Persentse Jumlah Penduduk


= (jlh. Pdd. terancam / Jlh. Pdd. Pemanfaat) x 100%
= (9.303 / 9.303 ) x 100%
= 100 % ....................> (80% - 100%) dengan Skor = 5
98
Kemampuan Untuk Merespon
Kemampuan merespon pemerintah dalam menangani
sedimen di Bendung Siulak Deras adalah 2 x dalam 1 tahun
maka skornya 4.
Perhitungan Indeks Risiko :
Dari nilai risiko 21,01 jika di masukan kematrik risiko
maka kategori (20 – 25) dengan tingkat risiko “Kelas A, Sangat
Tinggi. Maka tindakannya adalah Mitigasi Menyeluruh dan
Kontigensi planning mendesak disusun dilaksanakan”

Penilaian Indeks Risiko Terhadap Wilayah Hilir


Kapasitas Bendung
Penilaian kapasitas bendung sama dengan perhitungan
indeks Risiko terhadap keseluruhan Wilayah Irigasi Siulak
Deras, yaitu “Kapasitas Bendung menampung sedimen akan
terisi penuh dalam waktu 1,65 bulan atau kurang dari 2 bulan,
jadi skornya adalah 5 (lima).”

Probabilitas atau Kemungkinan Lama Kejadian


Probabilitas atau Kemungkinan Lama kejadian untuk
wilayah hilir sama dengan wilayah keseluruhan Irigasi. Yaitu:
Lama kejadian penumpukan sedimen pada bendung diatas
80% dari tinggi Bendung untuk setiap tahunnya adalah katagori
“Sering, Kejadian terjadinya selama 8 bulan” dengan skor 4
(empat).

99
Persentse Luas Area
Luas Area Wilayah Hilir dari data sekunder peta
pembagian wilayah kerja P3A/GP3A/IP3A adalah : 1.199 Ha.
Sedangkan dari hasil pengamatan lapangan, air dari Irigasi
Siulak Deras tidak mengalir sama sekali ke wilayah hilir. Jadi
perbandingan Luas area yang digenangi dengan area total
adalah = 0% , hal ini termasuk dalam kelompok (0% - 20%)
jadi skornya adalah 5.
Persentse Jumlah Penduduk
= (jlh. Pdd. terancam / Jlh. Pdd. Pemanfaat) x 100%
= (15.437 / 15.437 ) x 100%
= 100 % ....................> (80% - 100%) dengan Skor = 5
Kemampuan Untuk Merespon
Kemampuan merespon pemerintah dalam menangani
sedimen di Bendung Siulak Deras adalah 2 x dalam 1 tahun
maka skornya 4”
Perhitungan Indeks Risiko :
Dari nilai risiko 21,01 jika di masukan kematrik risiko
maka kategori (20 – 25) dengan tingkat risiko “Kelas A, Sangat
Tinggi. Maka tindakannya adalah Mitigasi Menyeluruh dan
Kontigensi planning mendesak disusun dilaksanakan”

4.5 KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
a. Dari kajian indeks Risiko yang ditinjau pada 4 (empat) wilayah,
didapat :
100
1) Wilayah keseluruhan didapatkan indeks risiko yaitu 18,00
2) Wilayah Hulu didapatkan indeks risiko yaitu 14,85
3) Wilayah Tegah didapat indeks risiko yaitu: 21,01
4) Wilayah Hilir didapat indeks risiko yaitu: 21,01
b. Dampak Sedimentasi terhadap kondisi sosial ekonomi petani hal
ini dapat dilihat dari uraian sebagai berikut:
- Wilayah keseluruhan berdampak kerugian sebesar Rp.
61.345.200.000,00 ( Enam puluh satu milyar tiga ratus empat
puluh lima juta dua ratus ribu rupiah). Atau terjadi penurunan
sebesar 70,63
- Wilayah Hulu dari segi kerugian materil tidak mengalami
kerugian hal ini disebabkan hasil pertanian dalam satu tahun
tetap bisa dua kali sehingga tidak mengpengaruhi hasil panen.
untuk kekuragan air dibebarapa tempat bisa di suplesi dari D.I.
yang ada.
- Wilayah Tengah berdampak pada kerugian sebesar Rp.
22.785.360.000,00 (Dua puluh dua milyar tujuh ratus delapan
puluh lima juta tiga ratus enam puluh ribu rupiah).
- Wilayah Hilir berdampak pada kerugian sebesar Rp.
38.559.840.000,00 (Tiga puluh delapan milyar lima ratus lima
puluh sembilan juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah).

Saran
Dalam penelitian ini penulis memberi saran atau masukan
kepada pemerintah terkait dengan ancaman sedimentasi pada
Bendung Siulak Deras, antar lain:
101
1) Pemerintah harus mengetahui penyebab terjadinya
sedimentasi yang begitu besar, sehingga pemecahan
masalahnya dapat teratasi.
2) Diharapkan pemerintah segera membuat rencana mitigasi,
yang bertujuan untuk mengurangi risiko bencana berupa
tingginya laju sedimentasi yang berdampak kerugian
pendapatan petani. Dengan membuat perencanaan jangka
panjang dan rencana biaya tak terhingga., perencanaan dapat
berupa struktur ataupun non struktur. Dengan adanya Rencana
Mitigasi diharapkan instansi terkait dapat menindak lanjuti dan
segera melaksanakan kontigensi atas ancaman bencana yang
terjadi.
3) Pemerintah harus mengetahui bahwa indeks risiko yang terjadi
sangatlah tinggi, untuk itu segera lakukan Mitigasi menyeluruh
dan kontigensi.
4) Pemerintah harus tetap menganggarkan Dana Operasional dan
Pemeliharaan untuk Bendung Siulak Deras, guna untuk
mengatasi sedimentasi.
5) Perlu penambahan anggota Petugas Operasi Bendung (POB)
sehingga pintu penguras dapat dibuka dan ditutup pada saat
darurat.
6) Harus dilakukan penelitian lanjutan tentang seberapa pengaruh
suplesi dalam mencukupi kebutuhan air disawah.
4.6 DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2010.PeraturanDaerahKabupaten Kerinci Nomor


24Tahun2012. Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten
Kerinci Tahun 2012-2032.
102
Anonim, 2014. Balai Besar Wilayah Sungai SumateraVI. 2014

Andinegara, Subary. 2005. Volume Angkutan Sedimen Dipengaruhi


oleh Kecepatan Aliran Kajian Laboratorium. Jurnal Media
Komunikasi Teknik Sipil.

Arsyad, Sitanala. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press

Asdak, Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah


Aliran Sungai GadjaMadaUniversityPress

Bella, Resnie. 2014. Analisis Perhitungan Muatan Sedimen (Bed


Load) Pada Muara sungai Lilin Kabupaten Musi – Banyuasin.
Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan.

BPS Kabupaten Kerinci, 2015, Kerinci Dalam Angka 2015, Kerinci

Hadi, Sri. 1982. Analisa Hidrologi Penerbit Nafiri Offset

Irianto, Gatot. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Lahan & Air Strategi


Pendekatan dan Pendayagunaannya. Papas Sinar Sinanti.
Jakarta

Jayusri, 2012, Analisis Potensi Erosi Pada DAS Belawan


Menggunakan Sitem Informasi Geografis, Tugas Akhir,
Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara.

Jun, Du et al. 2011. Impacts of socio-economic factor on sediment


yield in the Upper Yangtze River. Journal of Geograpical
Sciences.

Linsley Ray K dan Joseph B Franzini, 1991, Teknik Sumber Daya Air,
Penerbit Erlangga, Jakarta

Litbang Dephut. 1999. Laporan studi Pengaruh Karakteristik DAS dan


Dampak Pelaksanaan RLKT terhadap Tata Air di Jawa Timur
dan Jawa Tengah. BTP DAS Surakarta.
Kimwage, R.J et al. 2007 on sediment loading into lake vivtoria using
103
swat model: a case pf simiyu catchment tanzania, Modelling
the impact of land use changes. Jurnal.

Kuwandari, Septian Agusning, et al. 2012. Mobilitas sosial nelayang


pasca sedimentasi daerah aliran sungai (DAS). Jurnal
Sosiolagi Pedesaan.

Msy Efrodina R Alie, 2015. Kajian Erosi Lahan Pada DAS Dawas
Kabupaten Musi Banyuasin – Sumatera Selatan. Jurnal.

Muntohar, Agus Setyo. 2012. Penilaian Risiko Bencana. Departemen


Of civil Engineering- yogyakarta.

Mulyanto. 2007. Sungai Fungsi dan Sifat-sifatnya. Grahaa Ilmu.


Yogyakarta

Sinaga R, 2007. Tesis. S2 Prodi Ilmu Lingkungan PPS Univ. Sebelas


Maret Surakarta.

Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan


Pembangunan. Jakarta; Penerbit Djambatan.

Suhartanto, Ery. 2008. Panduan AVSWAT 2000 dan Aplikasinya


dibidang Teknik Sumber DayaAir.Malang.Asrori Malang

Supirin, 2002, Pelestarian Sumber Daya Air, Andi, Yoyakarta

Triono, rio dkk.2016. Analisis Laju Sedimentasi Terhadap


Ketersediaan Air Irigasi dan Arahan Konservasi pada Bendung
Lakitan. Jurnal teknik pengairan.

Utomo Hadi, Wani. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah.


IKIPMalang
UNDP/UNDRO, 1995, Introduction to Hazard 2nd Edition,
Disaster Mangement Training Programme, University
Wisconsin, US.

UNESCO/ISDR dan LIPI, 2006, Kajian Kesiapsiagaan masyarakat


Dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami,.
Jakarta
104
Putri, ade pradipta, 2012. Pengarus Perubahan Pola Tata Guna Lahan
terhadap Sedimentasi di Hulu Sungai ular. Jurnal

Wahid, A. 2006. Analisis karakteristik sedimentassi di waduk PLTA


Bakaru. Jurnal Hutan dan Masyarakat.

Zayinul Farhi, 2012. Tingkat Kerentanan dan Indeks Kesiapsiagaan


masyarakat Terhadap Bencana Tanah Longsor di Kecamatan
bantarkawung Kabupaten Brebes. Jurnal

CHAPTER 5

Kajian Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Pekerja Pada


Konstruksi Bangunan Air Di Kota Sungai Penuh

105
Nurmeilina
Nasfryzal Carlo
Zuherna Mizwar

ABSTRAK

Proyek konstruksi bangunan air di Kota Sungai Penuh umumnya


terdapat pada lokasi yang sulit dijangkau, jauh dari pemukiman
penuduk dan kurangnya akses jalan menuju lokasi,hal ini mengurangi
minat dan motivasi pekerja untuk menerima pekerjaan tersebut.
Motivasi pekerja berpengaruh terhadap keberhasilan proyek,sehingga
perlu penelitian untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi
motivasi pekerja pada konstruksi bangunan air di Kota Sungai Penuh.
Dalam penelitian ini akan dibahas tentang motivasi pekerja konstruksi
khususnya bidang Sumber Daya Air di Kota Sungai Penuh dengan
mengambil instrumen penelitian berdasarkan teori hierarki kebutuhan
Maslow ditambah beberapa variabel lainya berdasarkan kondisi
lingkungan disekitar pekerja konstruksi. Adapun tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengidentifikasi faktor dan menentukan faktor
dominan yang mempengaruhi motivasi pekerja terhadap pekerjaan
Proyek Konstruksi Bangunan Air di Kota Sungai Penuh serta
menentukan solusi yang disarankan. Untuk mencapai tujuan tersebut
dilakukan dengan menyebarkan kuisioner sebagai instrumen yang
kemudian diberi penilaian dengan skala likert, jawaban dari responden
tersedia 5 pilihan skala yaitu Sangat Berpengaruh(SB), Berpengaruh
(B), Netral(N) dan Tidak Berpengaruh(TB) serta Sangat Tidak
Berpengaruh(STB).Dilanjutkan dengan analisa data dengan

106
menggunakan software spss 16. Dari analisa faktor didapat 2(dua)
faktor dominan yaitu Faktor Lingkup Pekerjaan dengan konstribusi
terbesar yaitu 18,43% dan Faktor Individu Pekerja. Dari kedua faktor
baru tersebut kemudian diberikan solusi yang tepat yang dapat
meningkatkan motivasi pekerja pada konstruksi Bangunan Air Kota
Sungai Penuh yaitu memberi peringatan akan adanya bahaya dalam
pekerjaan,mewajibkan pekerja menjadi anggota BPJS, memberi
gaji/upah pekerja tepat waktu sesuai UMR ,memberi bonus pada
pekerja saat hari besar keagamaan, memberi instruksi kerja dengan
jelas dan mudah dimengerti, menyesuaikan pekerjaan dengan
kompetensi pekerja,mengutamakan rekruitmen pekerja lokal dan
meningkatkan pengetahuan pekerja melalui pelatihan.
Kata kuci : Motivasi,pekerja,konstruksi bangunan air

5.1 PENDAHULUAN

Kota Sungai Penuh dengan bentuk topografi yang berbukit


dengan lereng curam dan banyak terdapat anak sungai dari hulu
sehingga menyulitkan dalam pelaksanaan proyek konstruksi bangunan
air dikarenakan kurang nya akses jalan menuju lokasi proyek sehingga
material dan peralatan sulit menuju lokasi pekerjaan. Hal tersebut
mempengaruhi keberhasilan suatu proyek konstruksi khususnya
bangunan air yang diukur dengan tiga tinjauan utama, yaitu: biaya, waktu,
dan kualitas/mutu. Kondisi medan yang sulit dijangkau membutuhkan
tambahan waktu pelaksanaan untuk melansir bahan material serta
peralatan yang seadanya karena tidak memungkinkan penggunaan alat
transportasi dan alat berat.Pelaksanaan proyek pada Bidang Sumber
Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kota Sungai Penuh pada 5 (Lima)
107
Tahun terakhir yaitu mulai Tahun 2014 sampai dengan Tahun 2018
menenujkan adanya biaya yang bertambah karena upah angkut bahan
material. Hal tersebut menyebabkan kurangnya minat rekanan untuk ikut
dalam pemilihan penyedia pada saat lelang pekerjaan.Kualitas tenaga
kerja bisa berpengaruh terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan dan
dapat memberikan pencapaian tujuan yang diharapakan.Kualitas juga
disumbangkan oleh pengawasan yang optimal. Namun, kondisi medan
yang sulit membuat kurang baiknya pengawasan. Baik pengawasan
terhadap teknis pekerjaan maupun terhadap kemampuan sumber daya
manusia dalam hal ini adalah tenaga kerjanya.
Keterbatasan waktu dan biaya membuat perusahaan kontraktor
harus dapat memaksimalkan potensi dan kemampuan yang ada
terutama dalam pengelolaan sumber daya manusia. Sementara itu, salah
satu sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam pelaksanaan
proyek konstruksi di lapangan adalah buruh lapangan (craft labour), yang
terdiri atas berbagai macam tukang yang memiliki keahlian tertentu yang
sering disebut juga sebagai tenaga terampil. Menurut Andi (et al,2004)
.Beberapa penelitian sebelumnya dikota lain seperti “Motivasi Pekerja
pada beberapa Proyek Konstruksi di Surabaya oleh Djendoko (2004)
menunjukkan bahwa pekerja konstruksi di Surabaya masih pada level
Physiological needs, dimana upah dan keselamatan kerja menempati
posisi tertinggi sebagai motivator. Kemudian penelitan tentang “Motivasi
Pekerja pada Proyek Konstruksi di Kota Bandung” oleh Hidayat (2009)
yang menyatakan bahwa kebutuhan para pekerja di Kota Bandung juga
berada pada level physiological and safety needs serta bonus dan upah
tambahan adalah faktor yang paling mempengaruhi dalam meningkatkan
motivasi pekerja. Selanjutnya penelitian tentang “Motivasi Pekerja pada
108
Proyek Konstruksi di Kota Padang” oleh Azis (2017) yang menyatakan
bahwa terdapat 5 faktor yang paling berpengaruh terhadap motivasi
pekerja proyek konstruksi di Kota Padang secara umum yaitu upah/ gaji
yang cukup, bnus dan upah tambahan, bayaran yang diterima tepat
waktu, adanya dukungan dari keluarga serta adanya upah lembur. Azis
(2009) kemudian menyarankan agar penelitian selanjutnya agar dapat
dilakukan pada skala yang lebih kecil seperti dengan studi kasus pada
satu proyek saja yang kemudian menginspirasi penulis untuk melakukan
penelitian ini yang disusun dalam bentuk tesis tentang kajian mengenai
faktor – faktor yang dapat meningkatkan motivasi pekerja konstruksi
khususnya pada pekerjaan bangunan air yang pernah dilaksanakan di
Kota Sungai Penuh.

5.2 TINJAUAN PUSTAKA


Aspek motivasi menjadi isu penting untuk meningkatkan
semangat dan kinerja para pekerja pada proyek konstruksi.Robbins
dan Judge (2007) mendefinisikan motivasi kerja sebagai proses yang
menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai
suatu tujuan.
Samsudin (2005) memberikan pengertian motivasi sebagai
proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang
atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang
telah ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan
dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan
mempertahankan kehidupan.

Motivasi Kerja
109
Motivasi merupakan suatu perubahan yang terjadi pada diri
seseorang yang muncul adanya gejala perasaan, kejiwaan dan emosi
sehingga mendorong individu untuk melakukan atau bertindak sesuatu
yang disebabkan karena kebutuhan, keinginan dan tujuan. Motivasi
kerja mencoba untuk menjelaskan hal-hal yang hanya menyangkut
masalah pekerjaan.

Teori Motivasi

Teori hirarki Kebutuhan dari Abraham H. Maslow merupakan


penjelasan mutlak tentang semua perilaku manusia, tetapi lebih
merupakan suatu pedoman umum bagi manajer untuk memahami
orang-orang berperilaku.Dalam teori ini dikemukakan bahwa di dalam
setiap manusia terdapat sebuah hirarki dari lima kategori kebutuhan,
yaitu physiological needs, safety needs, social needs, the need for
esteem, dan self-actualization.

Tujuan dan Manfaat Motivasi Kerja


Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat penting dalam industri
konstruksi agar suatu proyek berjalan dengan sukses. Agar memberi
konstribusi maksimal terhadap pekerjaan, tenaga kerja harus
dipelihara (Soekiman dan Purbasakti,2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi

Dari beberapa penelitian sebelumnya diatas, maka dapat


disimpulkan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
motivasi pekerja konstruksi dapat dibagi dalam 6 kriteria,dimana
110
5(lima) diantaranya yang bersumber pada teori kebutuhan Maslow dan
selebih nya adalah faktor lain yang dipengaruhi oleh pekerjaan itu
sendiri.kesemua faktor tersebut yaitu :

A. Kebutuhan Fisik (Physiological Needs)


Yang merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan
manusia terkait akan pemenuhan kebutuhan hidup seperrti
makanan,tempat tinggal, pakaiandan kebutuhan dasar lainnya.
Adapun sub faktor yang menjadi instrumen dalam penilitian
yang selanjutnya disebut variabel yang tergabung dalam faktor
ini adalah : Kesesuaian Gaji/upah dengan pekerjaan, Bonus
dan Gaji Tambahan,Fasilitas pekerjaan yang baikdan Upah
Lembur
B. Kebutuhan keamanan dan keselamatan ( Safety and
security Needs)
Adalah kebutuhan akan rasa aman terrlepas dari
kekhawatiran akan keselamatan diri selama melaksanakan
pekerjaan. Adapun sub faktor nya dalam penelitian ini ada 2
(dua) yaitu : Program kesehatan yang baik dan Program
keselamatan kerja
C. Kebutuhan Sosial(Social Needs)
Pekerja adalah juga makhluk sosial yang butuh untuk
bersosialisasi dan berrinteraksi dalam lingkungannya.
Kebutuhan sosial ini terwujud dalam rasa saling menerima
dalam suasana kerja. Adapun sub faktor nya dalam penelitian
ini ada 6 (enam) yaitu: Pengawasan kerja yang
baik,Komunikasi dengan sesama pekerja,Pengarahan kerja

111
yang jelasProgram pelatihan kerj,Kondisi lingkungan kerjadan
Adanya dukungan dari keluarga.
D. Kebutuhan akan penghargaan (Esteem Needs)
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan dihargai, dipuji,
diakui atas prestasi yang telah dilaksanakan. Selesainya
pekerjaan yang memiliki tingkat kesulitan tinggi memberi rasa
kebanggaan bagi pekerja dimana pekerja dan menjadi motivasi
bagi pekerja yang lain. Adapun sub faktor nya dalam penelitian
ini ada 2 (dua) yaitu: Pekerjaan yang menantang dan
Pengakuan atas hasil pekerjaan
E. Kebutuhan akan jati diri(Self- Actualization)
Kebutuhan ini diwujudkan dengan memberi
kesempatan kepada pekerja untuk dapat menunjukan potensi
berbeda beda yang dimiliki masing masing individu adapun sub
faktor yang menjadi instrumen dalam penilitian ini ada 2 (dua)
yaitu :Tanggung jawab atas pekerjaan dan Pekerjaan yang
baik
F. Kebutuhan Tekait Lingkup pekerjaan
faktor yang terkait dengan pekerjaan konsruksi
khusunya di lapangan yang mempengaruhi motivasi pekerja
konstruksi. Ada 6 (enam) sub faktor yang menjadi variabel
dalam penilitian ini yaitu: Pengaturan Jadwal pekerjaan,Adanya
batas waktu pekerjaan,Lamanya durasi pekerjaan, Ketersedian
Material,Lokasi pekerjaan dan kondisi cuaca pada lokasi
pekerjaan,Latar belakang tenaga kerja serta Pergantian tenaga
kerja (turn Over)

112
5.3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini melakukan pengumpulan data dengan survei


kuesioner dan wawancara. Kuesioner berisi
kuantitatif dan kualitatif. Kuantitatif dengan cara menyebarkan kuisoner
dan pendekatan kualitatif dengan wawancara langsung dan studi
literatur.

Pengumpulan Data

113
Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan penyebaran kuisioner dan data sekunder dari
studi literatur dan dari penelitian sebelumyang relevan.
Populasi dalam penelitian ini adalah pihak - pihak yang terkait dalam
pelaksanaan pekerjaan bidang Sumber Daya air yang dikelola oleh
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Sungai yang
termasuk kontraktor dan konsultan yaitu Pekerjaan Proyek Konstruksi
Bangunan Air di Kota Sungai Penuh pada 5 Tahun terakhir yaitu dari
Tahun 2014 sampai dengan Tahun 2018 berjmlah 83 orang. Jumlah
sampel sebanyak 46 orang dari jumlah populasi sebanyak 83 orang
dan tingkat kesalahan 10 %, jumlah sampel yang diharapkan mewakili
populasi dapat dihitung dengan persamaan (Slovin)

N
𝑛= Dimana :n = Jumlah responden
1+N.e²

N = Jumlah Populasi=83 orang


e = Batatoleransi koreksi (e = 0,1²)

Instrumen Penelitian

Variabel yang dijadikan untuk penelitian ini diambil dari beberapa


penelitian sebelumnya berdasarkan teori kebutuhan Maslow ditambah
dengan variabel lain yang terkait yang disimpulkan dalam tabel berikut:

114
No. Faktor Variabel Kode
1. Kesesuaian gaji/upah dengan
Physiological Needs pekerjaan X1
(X.I) Bonus dan gaji tambahan
Fasilitas pekerjaan X3
Upah lembur X4
2. Safety and Security Program kesehatan
Needs X5
(X.II) Program keselamatan kerja X6
3. Belongingness and Social Pengawasan kerja
Needs X7
(X.III) Komunikasi dengan pekerja X8

Pengarahan kerja yang jelas X9


Program pelatihan kerja X10
Kondisi lingkungan kerja yang
kondusif X11
Adanya dukungan keluarga X12
4. Esteem Needs Pekerjaan yang menantang X13
(X.IV) Pengakuan atas hasil pekerjaan
5. Tanggung jawab atas pekerja
Self- Actualization X15
(X.V) Peningkatan kemampuan X16
6. Lingkup pekerjaan Pengaturan jadwal pekerjaan X17
(X.VI) Adanya batas waktu pekerjaan X18
Lamanya durasi pekerjaan X19
Ketersediaan material X20
Kondisi lokasi pekerjaan (terkait
cuaca) X21
Latar belakang pekerja X22
Pengantian tenaga kerja X23

115
Analisis Data

Data dan informasi yang dikumpulkan dari kuisioner dan


wawancara ini diharapakan dapat menghasilkan suatu analisis yang
tepat untuk mengidentifikasi faktor dan menentukan faktor yang paling
dominan yang mempengaruhi motivasi pekerja pada pekerjaan
Konstruksi Bangunan Air di Kota Sungai Penuh yaitu dengan
melakukan uji validitas dan reliabilitas. Untuk uji validitas ini digunakan
bantuan software SPSS versi 16. Valid atau tidaknya pernyataan yang
diuji, dapat dilihat dari Corrected Item–Total Correlation.
Untuk uji reliabilitas dalam penelitian ini digunakan bantuan
software SPSS versi 16. Batas kritis nilai alpha yang bisa dipakai untuk
mengidentifikasikan kuesioner yang reliabel adalah 0,60.
Setelah didapat faktor dominan kemudian diberikan solusi
dalam meningkatkan motivasi pekerja pada pekerjaan Konstruksi
Bangunan Air di Kota Sungai Penuh, yang bersumber dari
pengetahuan dan literatur yang ada

5.4 HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil perhitungan faktor analisis didapat KMO besar dari 0,5
yaitu 0,581 dengan nilai signifikasi 0.000 yang menunjukan bahwa
variabel-variabel tersebut memenuhi syarat dan dapat digunakan untuk
analisis faktor. Nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,874. Nilai ini
kemudian dibandingkan dengan nilai dari r tabel untuk uji 2 sisi dengan
taraf kepercayaan 95% atau signifikan 5% (p = 0,05 ) dengan
ketentuan df = jumlah sampel = 46 sehingga didapat nilai r tabel
sebesar = 0,2845. Pengujian MSA anti-image correlation diperoleh 17
variabel dengan MSA > 0,60. Hanya terbentuk 2 faktor baru.Ke 2 faktor
116
baru tersebut kemudian diberi penamaan menggunakan metode
Summated scale yaitu gabungan dari beberapa variabel dalam satu
faktor, bisa berupa nilai rata - rata dari semua faktor tersebut atau nilai
penjumlahan dari semua variabel dalam satu faktor. Maka dinamakan
faktor baru tersebut yaitu Faktor Lingkup Pekerjaan. Faktor individu
pekerja.
Selanjutnya disusunlah solusi yang dapat disarankan untuk
meningkatkan motivasi pekerja terhadap pekerjaan Proyek Konstruksi
Bangunan Air di Kota Sungai Penuh,

Faktor Lingkup Pekerjaan

Terdiri atas 8 variabel yaitu : Program kesehatan dan keselamatan kerja,


Bonus dan gaji tambahan, kesesuaian gaji dengan pekerjaan,
pengarahan kerja yang jelas,komunikasi dengan pekerja,pergantian
tenaga kerja serta pengakuan atas hasil pekerjaan.

A. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Program Keselamatan Menurut Mathis dan Jackson
(2009) “program keselamatan kerja merujuk pada perlindungan
terhadap kesejahteraan fisik orang-orang”. Tujuan utama dari
program keselamatan yang efektif dalam organisasi adalah
mencegah luka-luka dan kecelakaan yang berhubungan
dengan pekerjaan. Sedangkan menurut Husni (2005)
“keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu
kecelakaan yang terjadi ditempat kerja. Kecelakaan industri ini
secara umum dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang tidak
diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan
proses yang telah diatur dari suatu aktivitas.
117
ditimbulkan sehingga dapat tetap bekerja sesuai dengan
tuntutan dari perusahaan. Sedangkan menurut Mangkunegara
(2000)“bahwa kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang
bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang
disebabkan oleh lingkungan kerja”.
Solusi yang disarankan dalam Program Kesehatan dan
Keselamatan Kerja yang dapat meningkatkan motivasi pekerja
konstruksi bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum
Kota Sungai Penuh adalah :
1. Program Kesehatan Kerja :
- memberi syarat khusus pada saat perekrutan pekerja
dengan melampirkan kartu keanggotaan BPJS
- membuat form isisan yang harus diisi oleh pekerja tentang
riwayat kesehatan pekerja
- memperhatikan kebersihan dan kesehatan lingkungan
tempat kerja misal nya kebersihan sanitasi dan sirkulasi
udara serta terhindar dari penyebaran penyakit misalnya
bebas dari genangan air kotor

2. Program Keselamatan Kerja :


- mengidentifikasi lebih dini hal apa saja yang dapat
menyebabkan kecelakaan kerja yang membahayakan
keselamatan pekerja
- memberi pengarahan tentang akan hal yang dapat
membahayakan keselamatan pekerja dan cara
menghindarinya

118
- melengkapi pekerja dengan alat pelindung diri dan alat
pelindung kerja beseta papan peringatan dimana letak hal
yang membahayakan
- menyiapkan langkah yang harus dilakukan sekiranya
kecelakaan tidak dapat dihindari
B. Kesesuaian Upah/ gaji dengan pekerjaan serta bonus /gaji
tambahan
Gaji adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan
dalam bentuk uang sebagai imbalan dari perusahaan kepada
pekerja yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu
perjaijian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-
undangan
Adapun solusi yang disarankan untuk meningkatkan
motivasi pekerja konstruksi bidang Sumber daya air di Kota
Sungai Penuh adalah sebagai berikut :
- Memberi gaji / upah pekerja sesuai UMR yang dalam hal ini
bisa mengacu pada Upah Minimum Provinsi/Kabupaten/Kota.
- Membayar gaji pekerja sesuai dengan perjanjian awal yaitu
dengan sistim Waktu,sistim hasilataupun sistim borongan.
Bonus dan Gaji Tambahan merupakan salah satu
bentuk rangsangan atau motivasi yang sengaja diberikan
kepada pekerja untuk mendorong semangat kerja agar bekerja
lebih produktif dan meningkatkan prestasinya dalam mencapai
tujuan perusahaan. (Subianto,2016)
Adapun solusi yang disarankan untuk meningkatkan
motivasi pekerja konstruksi bidang Sumber daya air di Kota
Sungai Penuh adalah sebagai berikut :

119
- Memberi bonus pada pekerja saat hari besar keagamaan
seperti hari raya.
- Dengan menekankan kepada kontraktor agar memberikan
bonus pada pekerja jika pekerjaan dilakukan tepat waktu
dengan kualitas sesuai kualitas yang diinginkan.
- Dengan memberi syarat kualifikasi khusus pada tiap pekerjaan,
dimana untuk pekerjaan tertentu kontraktor harus menyiapkan
keahlian khusus yang resmi bagi pekerja, misalnya Tukang
Besi bersertifikat. Sehingga dengan demikian kontraktor harus
memberi kesempatan kepada pekerja nya untuk memperoleh
pelatihan tersebut.

C. Pengarahan Kerja yang baik dan komunikasi dengan


pekerja
Dari pengalaman kerja selama ini, semakin sering
melakukan pekerjaan yang sama, menjadi terbiasa dan
semakin menguasai pekerjaan tersebut. Tapi di satu sisi, dapat
pula menjadikan terlena dengan kemampuan tersebut. Karena
sudah terbiasa melakukan pekerjaan secara berulang
terkadang menjadi lalai, gegabah dan menganggap remeh
prosedur kerja yang harus dilalui, yang akibatnya bisa berakibat
fatal terhadap peralatan maupun manusianya . Cara memberi
pengarahan kerja termasuk juga didalamnya tentang cara
berkomunikasi. Komunikasi adalah suatu gambaran yang ada
didalam pikiran seseorang berdasarkan sesuatu yang
dirasakan, didengar juga dilihatnya mengenai segala hal yang
terjadi didalam lingkungan, dalam hal ini adalah lingkungan

120
kerja. Komunikasi yang baik memberi rasa
kepercayaan,kejujuran dan keterbukaan dalam bekerja.
Menurut Rakhmat, Jalaludin (2000) “pemahaman seseorang
terhadap iklim komunikasi suatu organisasi akan dapat
menimbulkan motivasi-motivasi”.
D. Pergantian tenaga kerja dan pengakuan atas pekerjaan.
Berbeda dengan rekrutmen, salah satu hal yang perlu
diperhatikan dalam menjaga kualitas perusahaan adalah
memahami alasan mengapa seringnya karyawan keluar dari
perusahaan, dalam dunia kerja istilah tersebut sering disebut
dengan turnover. Turnover adalah karyawan yang
meninggalkan suatu perusahaan dengan berbagai macam
alasan (Allen, 2008). . Banyak tantangan yang dialami dalam
industri konstruksi, diantaranya adalah ketika perusahaan harus
mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan kompetitif.
Menurut Shun (2011) karena stres kerja yang tinggi dan
lingkungan kerja yang tidak stabil, turnover pekerja konstruksi
merupakan sesuatu yang dianggap penting dari sudut pandang
praktisi.
Begitupun dengan pengakuan atas hasil pekerjaan.
Pemberian pengakuan merupakan salah satu faktor dalam
meningkatkan kepuasan kerja karyawan yang terdapat dalam
hubungan antara atasan dan bawahan (Kadarisman, 2012).

121
Faktor Individu Pekerja

Faktor Individu dalam penelitian ini terdiri atas 4 variabel yaitu :


Tanggung jawab atas pekerjaan, Latar belakang pekerja, peningkatan
kemampuan serta adanya dukungan dari keluarga.

1. Tanggung jawab atas pekerjaan

Tanggung jawab berarti memikul semua kewajiban dan


beban pekerjaan sesuai dengan batas-batas yang ada. Strategi
yang disarankan adalah dengan memberi pemahaman kepada
pekerja bahwa pekerjaan yang ia laksanakan memberi manfaat
untuk masyarakat. Dimana hasil dari pekerjaan nantinya akan
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, sehingga pekerja akan
termotivasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.

2. Latar belakang pekerja


Perekrutan tenaga kerja belum memfokuskan pada
pendidikan, lamanya masa kerja atau pengalaman. Latar
belakang daerah asal juga tidak banyak berbeda karena
umumnya berasal dari daerah sekitar lokasi pekerjaan. Adapun
hal yang dapat disarankan yaitu : merekrut pekerja lokal disekitar
lokasi pekerjaan sebab mereka lebih paham dengan kondisi alam
dilingkungannya, memberi toleransi pada pekerja yang sudah
dulu bekerja untuk mengajak kenalannya sesama pekerja untuk
memudahkan komunikasi diantara pekerja serta dengan memberi
kepercayaan lebih kepada pekerja yang lebih banyak
pengalaman dan pengetahuannya untuk mengajarkan kepada

122
yang lebih muda. Adapun usia dan pendidikan tidak terlalu
menjadi permasalahan sebab umumnya berada dalam usia
angkatan kerja.

3. Peningkatan kemampuan
Menurut Suntana(2018) Masalah yang dihadapi tenaga
kerja konstruksi kita antara lain adalah kemampuan keprofesian
yang baku kompetensinya belum ada,tidak dapat dibandingkan
dengan standar internasional,budaya kerja yang kurang
mengenal proses magang dan team work,latar belakang
pendidikan yang pada umumnya tidak mengacu kepada tenaga
yang siap kerja.belum ada jalur komunikasi dan kerja sama
antara profesi
Untuk mengatasi masalah tersebut, setiap pekerja
diwajibkan memiliki kompetensi. Kompetensi adalah perumusan
tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk
melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan
unjuk kerja yang dipersyaratkan. Solusi yang disarankan adalah
: mewajibkan Tenaga kerja konstruksi harus mempunyai
kompetensi dan bersertifakat, dan untuk bisa meningkatkan
kompetensi tenaga kerja konstruksi dapat dilakukan dengan
banyak melakukan pelatihan-pelatihan

4. Adanya dukungan keluarga


Dukungan dari keluarga berpengaruh terhadap motivasi
pekerja karena dengan adanya dukungan dari keluarga akan
memberikan semangat dalam bekerja,seperti contoh komunikasi
123
yang rutin dengan keluarga, terutama pada pekerjaan yang
lokasinya jauh dari tempat tinggal pekerja itu sendiri.
Solusi yang disaankan seperti memnyediakan fasilitas alat
komunikasi bagi pekerja untuk daapat berkomunikasi dengan
keluarga nya, serta dengan memberi 1 hari libur setiap minggu
bagi pekerja untuk bertemu dengan keluarganya.

5.5 KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis pengolahan data diatas, maka dapat disimpulkan


:
1. Ada 6 faktor dengan 23 variabel pendukung yang mempengaruhi
motivasi pekerja pada konstruksi bangunan air di Kota Sungai
Penuh. Ke- 6 (enam) faktor tersebut, 5 (lima) diantaranya
bersumber dari teori hirarki kebutuhan Maslow ditambah 1 (satu)
faktor yang terkait pekerjaan dan kenyataannya dilapangan. Ke
enam faktor tersebut adalah : Kebutuhan Fisik,kebutuhan akan
keamanan dan keselamatan, Kebutuhan sosial, Kebutuhan akan
penghargaan, dan Kebutuhan akan jati diri serta faktor lingkup
pekerjaan
2. Didapat 2 (dua) faktor dominan dengan penamaan faktor baru yang
terbentuk dari 6 faktor sebelumnya,. Ke-2 faktor tersebut adalah:
Faktor Lingkup Pekerjaan dan faktor individu Pekerja. Faktor
Lingkup Pekerjaan lebih dipengaruhi oleh lingkungan tempat
bekerja, sedangkan Faktor Individu pekerja lebih dipengaruhi oleh
diri pekerja itu sendiri
3. Direkomendasikan solusi yang dilakukan untuk meningkatkan
motivasi pekerja konstruksi bangunan air di Kota Sungai

124
Penuh,yaitu memberi peringatan akan adanya bahaya dalam
pekerjaan,mewajibkan pekerja menjadi anggota BPJS, memberi
gaji/upah pekerja tepat waktu sesuai UMR ,memberi bonus pada
pekerja saat hari besar keagamaan,memberi instruksi kerja dengan
jelas dan mudah dimengerti,menyesuaikan pekerjaan dengan
kemampuan,mengutamakan rekruitmen pekerja lokal dan
meningkatkan pengetahuan pekerja melalui pelatihan.

Saran
1. Pihak yang terkait dalam pelaksanaan proyek diharapkan dapat
mengikuti solusi yang direkomendasikan penulis sehingga dengan
motivasi pekerja konstruksi yang baik dan menghasilkan kualitas
pekerjaan yang optimal dan pekrjaan diselesaikan tepat waktu.
2. Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan yang disadari oleh
penulis,seperti hanya dilaksanakan pada satu bidang saja yaitu
bidang Sumber Daya Air. Penulis berharap dapat disempurnakan
oleh penelitian selanjutnya khususnya terkait tentang motivasi
pekerja pada proyek konstruksi di bidang pekerjaan konstruksi
lainya atau di daerah lain.
.

125
DAFTAR PUSTAKA
Allen,(2008). The Measurement and Antecendents of Affective,
Continuance and Normative Commitment to The
Organization,Journal of OccupationalPsychology. Vol.63. No.1.
pp. 1-18
Andi dan Jendoko (2004) Motivasi Pekerja pada Beberapa Proyek
Konstruksi di Surabaya
Aziz,H dan Hidayat,B (2017) Motivasi Pekerja Konstruksi di Kota
Padang, jurnal rekayasa sipil (JRS-Unand)
Hartanto, R.W.(2012)Kajian Pengaruh Latar belakang Pekerja
Terhadap Faktor - faktor yang mempengaruhi Motivasi Kerja
(Studi kasus : Pekerja Konstruksi di Kota Bandung dan Jakarta).
Bandung : Departemen Teknik Sipil, ITB
Hasibuan Malayu.S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT
BumiAksara, 2003),
Hidayat,F (2009) Motivasi Pekerja Konstruksi di Kota Bandung
Husni,(2003)Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja
Grafindo Persada, Jakarta,2003.
Kadarisman, M. (2012). Analysis on factor that infulence job
satisfaction of goverment employees. Journal of Administrative
Science & Organization
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2000. Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan. Bandung
Mathis, Robert L dan John H. Jackson. 2009. Manajemen Sumber
Daya Manusia: Buku Dua. Salemba Empat: Jakarta.

126
Rakhmat, Jalaludin,(2000) Metode Penelitian Komunikasi, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung
Robbins dan Judge (2007) Perilaku Organisasi,Jakarta:Salemba
Sugiyono (2011) Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D, Bandung : alfabeta
Shun, SK., (2011), “The Turnover Intention for Construction Engineers”,
Journal of Marine Science and Technology
Soekiman dan Purbasakti (2013) Faktor - faktor yang mempengaruhi
motivasi pekerja terampil di industri konstruksi
Soekiman dan Heryanto(2009) Motivasi Kerja Sebagai Dorongan
Internal dan Eksternal pada Perusahaan Jasa Konstruksi,
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 UPH.
Soekiman dan Setiawan (2009) Pemeliharaan Tenaga Kerja di Industri
Konstruksi,Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 UPH.
Suntana (2018) Peningkatan Kinerja Tenaga Kerja Konstruksi dengan
melakukan Restrukturisasi kerangka klafikasi, kualifikasi dan
bakuan kompetensi kerja. Departemen Teknik sipil Universitas
Indonesia.

127

Anda mungkin juga menyukai