Anda di halaman 1dari 2

Nama : Oktava Anggara

NIM : 1912551042
Program Studi : Ilmu Komunikasi

KITA LAYAK MENINGGALKAN SESUATU BAGI-NYA

Bab 1 buku ini dibuka dengan latar belakang penulis dan keresahan yang ingin
disampaikannya. Seorang gembala dari sebuah Megachurch di bagian tenggara amerika serikat,
yaitu Gereja Brook Hills di Birmingham, Alabama. David Platte baru saja menjadi gembala,
dimana Ia melihat perbandingan yang sangat auh antara gereja di amerika dengan gereja di
bagian belahan bumi lainnya. Ia mendapati kenyataan yang berbeda dari kehidupan kekristenan
gereja modern di amerika dengan kehidupan kekristenan yang ditampilkan di Alkitab melalui
Yesus Kristus. Saat ini banyak orang memandang tingkat keberhasilan pertumbuhan gereja
ditentukan dari seberapa cepat pertumbuhan jemaat, seberapa banyak jemaat di gereja tersebut.
Sedangkan dalam Alkitab David mendapati kenyataan bahwa Yesus seringkali menghindari
orang-orang banyak untuk mengikutnya. David menyadari adanya perbedaan konsep yang
dilakukan gereja saat ini dengan apa yang diperlihatkan Yesus di masa lalu, yang kemudian
memunculkan pertanyaan-pertanyaan. Apakah saya akan tetap percaya kepada Yesus? Apakah
kita akan tetap menggenggam Yesus bahkan jika Ia mengatakan hal-hal radikal yang membuat
banyak orang menjauh? Bahkan pertanyaan kedua lebih menantang, Apakah Kita akan tetap taat
kepada Yesus? Ketakutan terbesar kita adalah kita akan mendengar perkataan Yesus tapi kita
akan menjauh, sambil merasa cukup puas dengan ketaatan yang bukan ketaatan radikal kepada -
Nya. Inilah alasan mengapa David Platte menulis buku ini.

David Platte membagikan pengalamannya saat mendatangi sebuah pertemuan beberapa


pemimpin gereja. Ia melihat realitas yang begitu berbeda dengan yang bisa Ia temukan di
Amerika. Di Kawasan ini pemimpin-pemimpin gereja ini mengabarkan injil di bawah ketakutan
akan ancaman dari lingkungannya, pemerintah, bahkan masyarakat sekitar. Mereka bergerak
secara diam-diam dalam melakukan ibadah dan pengajaran. Jika sampai ketahuan ancamannya
sangatlah berat, pekerjaan mereka, keluarga, rumah, harta, bahkan nyawa mereka menjadi
taruhannya. Meskipun menghadapi resiko yang tidak kecil, namun mereka tetap mengerjakan
apa yang menjadi panggilan mereka.

Tiga minggu setelah melakukan perjalanan ke berbagai gereja bawah tanah di Kawasan
Asia, David mengawali minggu pertama sebagai pendeta di sebuah gereja di Amerika. Ia melihat
perbedaan yang sangat jauh dengan apa yang Ia temukan di perjalanannya sebelumnya. Ruangan
dengan pencahayaan remang-remang kini berganti menjadi auditorium megah dengan
pencahayaan teaterikal. Ketimbang menempuh perjalanan bermil-mil berjalan kaki atau naik
sepeda, orang-orang tiba di di gereja dengan mobil seharga milyaran rupiah. Berdandan dengan
pakaian indah, dan duduk di atas kursi empuk. Tidak ada resiko besar yang harus dihadapi untuk
datang ke gereja. David membandingkan gambaran yang ada di sekelilingnya hari itu dengan
gambaran yang masih jelas di ingatan tentang saudara-saudari seiman di belahan bumi lain, tak
terhindarkan untuknya berpikir entah bagaimana kita telah kehilangan sesuatu yang radikal atas
iman kita dan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih nyaman.

Di akhir Lukas 9, kita mendapati sebuah kisah tentang 3 orang yang mendekati Yesus
dan ingin mengikut Dia. Namun sungguh mengejutkan bahwa Yesus malah nerusaha seperti
membujuk mereka supaya tidak mengikutinya. Ini seperti Teknik suci psikologi terbalik, katakan
kepada orang untuk tidak mengikut Yesus, dan mereka malah akan berbondong-bondong
mengikut yesus. Namun ternyata bukan itu yang terjadi dalam Lukas 9, Yesus tidak
menggunakan tipu muslihat untuk mendapat lebih banyak pengikut. Ia hanya membuat
semuanya sangat jelas sejak awal bahwa jika kita mengikut Dia, berarti kita meninggalkan segala
sesuatu yang lain. Kebutuhan kita, keinginan kita, bahkan keluarga kita.

Bagaimana dengan kita saat ini? Bagaimana jika kita diminta untuk meninggalkan segala
yang kita miliki? Disinilah kita berhadapan dengan realitas yang berbahaya. Kita memang harus
mengasihi Yesus dengan cara yang membuat segala bentuk hubungan kita yang paling dekat di
dunia ini terlihat sangat remeh. Tapi kita tidak ingin mempercayainya. Kita takut pada arti dari
pernyataan ini dalam hidup kita, sehingga kita mulai merasionalisasi ayat ini. “ Yesus tidak
benar-benar bermaksud menyuruh kita untuk meninggalkan semua yang kita punya, Yang Yesus
maksudkan sebenarnya adalah….” Tepat pada titik inilah kita harus berhenti, karena disini kita
mulai mendefinisikan ulang kekristenan dengan apa yang menurut kita lebih nyaman. Kita mulai
membentuk versi Yesus yang lebih enak dan menyenangkan untuk kita.
Saat yesus mengatakan kepada orang muda yang kaya untuk menjual hartanya, kita dapat
menangkap sebuah pesan di dalam kalimat yang dikatakan Yesus. “Pergilah, uallah apa yang
kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di
sorga”. Jika kita tidak cermat, kita dapat salah paham dengan pernyataan radikal Yesus dalam
injil ini dan mulai berpikir bahwa Yesus tidak menginginkan yang terbaik untuk kita. Padahal,
Yesus menghendaki yang terbaik untuk kita. Yesus tidak berusaha melepaskan kita dari
kesenangan kita, justru Ia menawarkan kesenangan yang lebih besar yaitu beroleh harta di Sorga.
Ini adalah gambaran tentang Yesus di dalam Alkitab. Ia adalah sesuatu, seseorang yang bagi-Nya
kita layak meninggalkan sesuatu. Jadi jika kita meninggalkan Yesus yang dikabarkan Alkitab
sama saja kita menjauhi harta yang kekal di Sorga

Anda mungkin juga menyukai