Anda di halaman 1dari 51

ANALISIS KAPASITAS RIG BERDASARKAN

BEBAN MAKSIMUM DAN SPESIFIKASI MINIMUM RIG


UNTUK PENGEBORAN PADA SUMUR X, Y, Z
DI LAPANGAN BOB

AKMAL SAPUTRA
NPM 133210696

ABSTRAK

Lapangan BOB merupakan ladang minyak yang sudah cukup tua sehingga laju
penurunan produksi pasti terjadi.. Salah satu cara untuk menahan laju penurunan produksi
tersebut adalah dengan dilakukan pengeboran untuk menambah cadangan. BOB akan
melakukan pengeboran tiga sumur yaitu sumur X, Y dan Z. Pengeboran sumur X
dilakukan secara lurus sampai 800 ft, pengeboran sumur Y dilakukan secara lurus sampai
2150 ft dan pengeboran sumur Z dilakukan secara miring atau berarah sampai 2500 ft.
Untuk mendukung kegiatan pengeboran tersebut maka salah satu peralatan yang perlu
dipersiapkan adalah rig.
Rig harus dilakukan pemilihan yang tepat dengan mempertimbangkan aspek operasi,
aspek keselamatan dan analisa ketersediaan pasar. Dalam melakukan pemilihan rig
diperlukan perhitungan kapasitas rig yang terdiri dari kapasitas drawwork, mast dan
substructure . Perhitungan tersebut berdasarkan beban maksimun yang akan ditopang
oleh rig ketika pemboran dilakukan.
Dari hasil perhitungan dengan mempertimbangkan aspek operasi, aspek keselamatan dan
analisa ketersediaan pasar didapat bahwa untuk pengeboran ketiga sumur tersebut
membutuhkah rig tipe truck mounted yang berkapasitas minimum drawwork 550 HP,
kapasitas mast minimal 350.000 lbs dan kapasitas substructure minimal 450.000 lbs.

Kata kunci : rig, truck mounted, drawwork, mast, substructure


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar
sarjana teknik pada Program studi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknik, Universitas
Islam Riau. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar
– besarnya kepada :
1. Kedua orang tua yang telah mendidik dan membesarkan dengan penuh kasih sayang,
serta doanya yang memberikan keberkahan.
2. Istri dan anak-anak tercinta yang telah mendukung dan memberikan semangat dalam
keadaan suka maupun duka.
3. Bapak Romi Hendra, Bapak Meulisa Dinkelana, Bapak Sutisman Puguh, Bapak
Yuyun Fakhrial di BOB yang telah memberikan bimbingan dan ilmu dalam
penyelesaian tugas akhir ini.
4. Bapak dan Ibu di perusahaan BOB PT. Bumi Siak Pusako Pertamina Hulu yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
5. bu Richa Melysa ST. MT selaku Pembimbing I dan Bapak Tomi Erfando ST. MT
selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam pembuatan tugas
akhir ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Teknik Perminyakan Universitas Islam Riau yang telah
mendidik dan memberikan ilmu.
7. Rekan seangkatan tahun 2013 kelas karyawan dan kelas reguler serta semua
mahasiswa Universitas Islam Riau.
8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala kebaikan. Penulis menyadari
tugas akhir ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan.
Semoga tugas akhir ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Pekanbaru, Agustus 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ ix

DAFTAR SIMBOL ........................................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi

ABSTRAK....................................................................................................... xii

ABSTRACT .................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 LATAR BELAKANG ................................................................... 1

1.2 TUJUAN PENELITIAN .............................................................. 2

1.3 BATASAN MASALAH ............................................................... 2

1.4 METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 3

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN .................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 6

2.1 PERALATAN UTAMA PEMBORAN ........................................ 6

2.2 PERALATAN TUBULAR PEMBORAN ................................... 7

2.2.1 DRILL STEM ....................................................................... 7


2.2.2 CASING............................................................................... 9
2.3 RIG PEMBORAN ........................................................................... 11
2.4 PERHITUNGAN KAPASITAS RIG ........................................... 14
BAB III GAMBARAN LAPANGAN.................................................... 18
3.1 SEJARAH BOB PT. BSP-PERTAMINA HULU ............... 18
3.2 LETAK GEOGRAFIS LAPANGAN ........................................... 19
3.2.1 FISIOGRAFI ....................................................................... 20
3.2.2 SRTATIGRAFI CEKUNGAN SUMATRA TENGAH ........ 20
3.2.3 STRUKTUR REGIONAL ..............................................
3.2.4 STRUKTUR LAPANGAN ............................................ 26
3.3 KARAKTERISTIK RESERVOIR ....................................... 26
3.3.1 SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR .......................... 26

3.3.2 SIFAT FISIK FLUIDA RESERVOIR ............................... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ........................... 28

4.1 MENENTUKAN BERAT STRING DAN CASING......... 31

4.2 MENENTUKAN DRAG ................................................... 33

4.3 MENENTUKAN BEBAN MAKSIMUM ......................... 37

4.4 MENENTUKAN KAPASITAS HOOK LOAD ................ 38

4.5 MENENTUKAN KAPASITAS DRAWWORK ............... 39

4.6 MENENTUKAN KAPASITAS MENARA/MAST .......... 39

4.7 MENENTUKAN KAPASITAS SUBSTUCTURE ........... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 45

5.1 KESIMPULAN................................................................. 45
5.2 SARAN ............................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 46

LAMPIRAN .................................................................................................... 48
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia perminyakan tidak terlepas dari kegiatan yang namanya pemboran.
Pemboran dilakukan untuk mendapatkan migas dalam meningkatkan produksi.
Disamping itu juga pemboran dilakukan untuk mendapatkan data-data reservoir secara
insitu yang sebelumnya bersifat perkiraan yang nantinya data-data tersebut akan
digunakan dalam pengembangan lapangan ( Rubiandini R, 1998).
Wilayah konsesi pengelolaan block BOB PT Bumi Siak PusakoPertamina Hulu
merupakan warisan dari PT. Caltex Pacific Indonesia. Sejarahnya dimulai pada tahun
1972 pengeboran di Kasikan dan berlanjut ke sumur – sumur lainnya di berbagai
lapangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa lapangan block BOB merupakan ladang
minyak yang sudah cukup tua dan laju penurunan produksi pasti terjadi (BOB,2018).
BOB PT. Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu selama pengelolaannya harus dapat
memperlambat laju penurunan produksi tersebut, Salah satu cara yang dilakukan BOB
PT. Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu untuk menahan laju penurunan produksi tersebut
adalah dengan melakukan program pengeboran. Pengeboran sumur ekplorasi untuk
menambah cadangan dan pengeboran sumur development untuk menambah jari-jari
pengurasan. Oleh karena itu BOB PT. Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu merencanakan
akan melakukan pemboran pada tiga titik sumur yang diberi penamaan sumur X, Y dan
Z (BOB,2018).
BOB PT. Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu berharap pengeboran pada ketiga
sumur ini akan dapat memberikan hasil produksi yang baik dan mendapatkan data dalam
pengembangan pengeboran berikutnya. Sehingga dapat membantu dalam menahan laju
penurunan produksi, terlebih lagi jika dapat meningkatkan produksi (BOB,2018).
Banyak perencanaan dan persiapan dalam rangka mendukung operasi pemboran.
Salah satu perencanaan dan persiapan tersebut adalah pemilihan rig yang tepat, baik tepat
secara operasional maupun tepat secara financial. Rig yang akan digunakan tidak serta
merta dari hasil perhitungan, tetapi juga harus mempertimbangkan ketersediaan
spesifikasi rig di market/pasar jika perusahaan tidak memiliki rig sendiri sehingga akan
dilakukan penyewaan.
Pada Tugas Akhir ini akan dibuat perhitungan dan analisis yang perlu dilakukan
dalam menentukan kapasitas rig. Kapasitas rig merupakan kemampuan rig dalam
menopang besarnya beban maksimum yang harus ditanggung selama operasi pemboran
berlangsung. Kapasitas yang perlu dihitung yaitu kemampuan drawwork dalam
mengangkat beban, kemampuan mast/menara dan substructure/meja dalam menopang
beban.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Menghitung kapasitas rig untuk pengeboran sumur pemboran berdasarkan
beban maksimum yang akan ditopang oleh rig.
b) Menghitung kemampuan rig terhadap kedalaman sumur vertical dan
directional.
c) Menentukan tipe dan spesifikasi rig yang akan digunakan berdasarkan aspek
keselamatan operasi, aspek biaya dan aspek ketersedian kontraktor rig di
market/pasar.

1.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah agar
penulisannya lebih terarah membahas tentang perhitungan kapasitas rig yang dapat
digunakan untuk operasi pemboran ketiga sumur tersebut dengan mempertimbangkan
beberapa aspek, yaitu aspek keselamatan operasi, aspek biaya dan aspek ketersedian di
market/pasar.

1.4 Metodologi Penelitian


Penelitian akan dilakukan pada Lapangan di perusahaan BOB PT. Bumi Siak
Pusako –Pertamina Hulu. Dalam melakukan penelitian, penulis melakukan pengumpulan
data dari sumur–sumur yang akan dibor, setelah data terkumpul dilakukan perhitungan
sebagai bahan penelitian.
Tahapan yang akan dalam melakukan penelitian dilapangan adalah sebagai
berikut:
a) Mulai, mulai merupakan langkah awal untuk mempersiapkan Tugas Akhir
dilapangan baik dari segi administrasi maupun persyaratan untuk melakukan
Tugas Akhir
b) Paengumpulan Data, Seperti :.
- Data geologi dan formasi.
- Rincian step operasi pengeboran.
- Peralatan string yang akan digunakan terutama berat string.
- Peralatan BHA yang digunakan.
- Material yang digunakan, seperti casing.
- Lumpur yang digunakan.
c) Pengolahan Data, berupa perhitungan kapasitas rig yang digunakan untuk
pengeboran tersebut.
d) Analisis Data Dan Pembahasan, mengenai pemilihan rig yang digunakan
sesuai dengan aspek keselamatan operasi, aspek biaya dan aspek ketersedian
di market/pasar.
e) Kesimpulan, dari semua data yang di analisis penulis dapat membuat
kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian.
f) Selesai, Tugas Akhir selesai.
Mulai

Pengumpulan Data

Data geologi dan formasi, r incian step operasi pengeboran,


peralatan string yang akan digunakan terutama berat string,
peralatan BHA yang digunakan, m aterial yang digunakan, seperti
casing, lumpur yang digunakan.

Analisis Data
1. Menghitung berat dari string
2. Menghitung drag yang terjadi
3. Menghitung beban maksimum
4. Menghitung kapasitas hook load
5. Menghitung kapasitas drawwork
6. Menghitung kapasitas mast
7. Menghitung kapasitas substructure

Hasil Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 1.1 Diagram alur penelitian tugas akhir


1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan Tugas Akhir ini dilakukan dengan melakukan penelitian dilapangan.
Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini diuraikan dalam beberapa bab yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN
Merupakan penjabaran mengenai Latar belakang, Tujuan
Penelitian, Batasan Masalah, Metodologi Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


Merupakan penjabaran dasar-dasar teori yang digunakan
dalam mendukung pembuatan Tugas Akhir ini.

BAB III : TINJAUAN LAPANGAN


Menjelaskan mengenai lapangan, letak geografis, sejarah,
geologi, stratigrafi dan struktur lapangan tempat
dilakukannya penelitian.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN


Merupakan perhitungan dan analisis dalam menentukan
kapasitas rig yang akan digunakan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN


Merupakan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peralatan Utama Pemboran


Peralatan yang dipakai dalam pemboran dibagi ke dalam beberapa sistem.
Pembagian sistem yang umum di industri perminyakan adalah sebagai berikut
(Raharja, R., Yazid, F. A, & Hamid, A., 2015): a. Sistem Pengangkat (hoisting
system)
b. Sistem Pemutar (rotating system)
c. Sistem Sirkulasi (circulating system)
d. Sistem Daya (power system)
e. Sistem Pencegah Semburan Liar (BOP system)
Dalam menentunkan Kapasitas rig yaitu kemampuan drawwork merupakan
bagian dari sistem pengangkat (hoisting system). Sistem pengangkatan (hoisting
system) merupakan salah satu komponen peralatan pemboran, yang berfungsi untuk
memberikan ruang kerja yang cukup untuk pengangkatan dan penurunan drill string
dan casing kedalam lubang bor selama operasi pemboran berlangsung.
Sistem pengangkatan memegang peranan penting mengingat bahwa sistem
ini adalah sistem yang mendapat atau mengalami beban yang paling besar, baik
beban secara vertikal maupun beban horizontal. Beban vertikal berasal dari beban
menara, drillstring (drill pipe dan drill collar), casing string, tegangan dead line,
tegangan dari fast line serta tegangan dari blockblock. Sedangkan beban horizontal
berasal dari tiupan angin serta drill pipe yang disandarkan pada menara.
Hoisting system meliputi : drawwork, crown block, traveling block, link &
elevator, dead line anchor.

6
Gambar 2.1 Sistem pengangkat (Melysa, 2014)

2.2 Peralatan Tubular Pemboran


2.2.1 Drill Stem
Drill stem terdiri dari kelly, drill string, drilling jar, bottom hole
asslemby dan bit. Fungsi dari drill stem adalah sebagai berikut :
- Menurunkan dan menaikkan mata bor
- Memberikan WOB untuk penetrasi penembusan pemboran
- Meneruskan gaya putar ke mata bor (bit)
- Laluan lumpur pemboran ke mata bor
Drill string terdiri dari drill pipe, heavy weight drill pipe yaitu pipa
baja sebagai penyambung atau penambah panjang batang bor dalam
menambah kedalaman pengeboran. Drill pipe tersedia dalam beberapa
ukuran, panjang, berat dan kekuatan. Panjang standar digolongkan sebagai
berikut :
- range I (panjang 18ft s/d 22ft)
- range II (panjang 27ft s/d 30ft)
- range III (panjang 38ft s/d 45ft)
Berat drill pipe ditandai dengan ukuran ppf (pound per foot), berikut contoh
ukuran, berat dan kekuatan drill pipe :

Tabel 2.1 Spesifikasi Drill Pipe

Sumber : Schlumberger (2014)

Drilling jar merupakan suatu peralatan getar ataupun kejut, tujuan


pemasangan alat ini adalah untuk mendapatkan kemungkinan melakukan
getar ataupun kejutan ketika pipa bor terjepit.
Gambar 2.2 Drilling jar (Sudibyo, 2013)
Cara kerja dari drilling jar biasanya dikenal dengan istilah jar up dan jar
down. Jar akan berfungsi atau aktif ketika tarikan overpull telah tercapai
sesuai dengan standar pabrik pembuatnya.
Bottom hole assembly (BHA) merupakan istilah pada pemboran untuk
menamakan gabungan beberapa alat dengan drill stem untuk mengendalikan
tingkah laku mata bor. Pemilihan BHA yang akan digunakan sesuai dengan
kebutuhan, biasanya terdiri dari dan tidak terbatas pada Heavy weight drill
pipe (HWDP), drill collar (DC), stabilizer, roller reamer, mud motor, bend
shaft, flaot valve.

Gambar 2.3 Bottom hole assembly (Dukemen BOB, 2014)

2.2.2 Casing
Casing adalah pipa baja yang kuat dan kokoh yang dimasukkan ke
dalam lubang pemboran. Secara garis besar fungsi dari casing adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mencegah formasi-formasi yang tidak stabil dari runtuh.
2. Untuk melindungi formasi-formasi yang lemah dari berat lumpur yang
mana mungkin dibutuhkan pada bagian-bagian lubang berikutnya. Berat
jenis lumpur yang berat dapat merekahkan zona-zona yang lebih lemah.
3. Untuk mengisolasi zona-zona dengan tekanan pori (pore pressure)
tinggi yang tidak normal dari zona-zona lebih dalam dengan tekanan
normal.
4. Untuk menghalangi zona-zona lost circulation.
Casing di design dengan beberapa ukuran dan tingkatan sesuai dengan
kebutuhan perlakuan ketika pengeboran, tingkatan diantaranya adalah
sebagai berikut :
• Conductor
• Surface casing
• Intermediate casing
• Production casing

Gambar 2.9 Tingkatan Casing

Gambar 2.4 Tingkatan casing (H.Rabia, 1985)


Casing juga memiliki tipe, ukuran panjang dan berat yang berbeda
sesuai dengan kebutuhan pengeboran, berikut contoh spesifikasi dari casing
7 inchi.
Tabel 2.2 Spesifikasi Casing

Sumber : Schlumberger (2014)

2.3 Rig Pemboran

Rig pengeboran adalah suatu bangunan dengan peralatan untuk melakukan


pengeboran ke dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh air, minyak, atau
gas bumi, atau deposit mineral bawah tanah. Rig pengeboran bisa berada di atas
tanah (on shore) atau di atas laut/lepas pantai (off shore) tergantung kebutuhan
pemakaianya. Walaupun rig lepas pantai dapat melakukan pengeboran hingga ke
dasar laut untuk mencari mineralmineral, teknologi dan keekonomian tambang
bawah laut belum dapat dilakukan secara komersial. Oleh karena itu, istilah rig
mengacu pada kumpulan peralatan yang digunakan untuk melakukan pengeboran
pada permukaan kerak bumi untuk mengambil contoh minyak, air, atau mineral. (
Universitas Peradaban, 2018).
Rig merupakan gabungan dari derrick dan substructure. Fungsi dari rig itu
sendiri adalah untuk menahan beban string ketika dilakukannya pengeboran,
biasanya beban tersebut sering disebut dengan hook load. Dalam sejarah
pengeboran minyak bumi, rig yang pertama kali digunakan adalah cable tool rig.
Hampir 20% pengeboran di Amerika Tengah sampai dengan tahun 1961
menggunakan cable tool rig, kemudian dengan berkembangnya teknologi
muncullah berbagai macam bentuk rig. Secara garis besarnya rig dapat
dikategorikan sesuai dengan bagan berikut :

Gambar 2.5 Bagan kategori rig (Sudibyo, 2013)


Berdasarkan tipe rig dikategorikan menjadi dua yaitu land rig dan marine
rig. Land rig merupakan rig yang digunakan untuk pengeboran yang dilakukan
didaratan, sering disebut dengan onshore drilling. Sedangkan untuk pengeboran di
lautan/ lepas pantai atau sering juga disebut dengan offshore drilling digunakan rig
dengan tipe marine rig. Kedua tipe rig ini juga memiliki berbagai macam jenis
sesuai dengan kebutuhan dan kedalalam pengeboran.

Gambar 2.6 Land rig dan marine rig (Sudibyo, 2013)

Land rig terdiri dari dua jenis yaitu conventional rig dan mobile/ portable rig
yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Conventional rig
memiliki komponen-komponen yang besar sehingga tidak dapat dibawa dalam satu
truck/prime mover. Rig jenis ini digunakan untuk pengeboran dengan variasi
kedalaman 6.000 ft sampai dengan 35.000 ft.
Gambar 2.7 Conventional rig (Sudibyo, 2013)

Sedangkan rig jenis mobile/portable rig memiliki komponenkomponen yang


dapat dipasang pada satu unit truck/prime mover. Rig jenis ini digunakan untuk
pengeboran dengan variasi kedalaman sampai dengan 10.000 ft. Keuntungan dari
portable rig adalah mudah dalam menaikkan/menurunkan rig dan biaya operasional
yang lebih murah.

Gambar 2.8 Mobile/portable rig (Sudibyo, 2013)

2.4 Perhitungan Kapasitas Rig

Sebelum dilakukan operasi pemboran, terlebih dahulu dibuat suatu rencana


pemboran oleh Drilling engineer. Pada perencanaan ini konstruksi sumur dan target
pemboran telah dibuat berdasarkan masukan dari ahli geologi dan ahli reservoir.
Dari data rencana pemboran ini, maka dapat dihitung kapasitas rig yang diperlukan
(Herianto, 2008).
Kapasitas rig merupakan kemampuan rig secara keseluruhan dalam
melakukan kegiatan pengeboran. Kapasitas rig harus dihitung secara teliti dan
akurat guna menghindari kecelakaan rig ketika pengeboran berlangsung, seperti
kecelakaan robohnya rig, bengkoknya menara, dll. Dalam menghindari kecelakaan
roboh dan bengkoknya menara, maka Rig juga dilakukan pemeriksaan berkala oleh
lembaga yang telah ditunjuk guna menentukan kemampuan dari kapasitas rig
tersebut dan akan mendapatkan Surat Izin Laik Operasi (SILO) dari Ditjen Migas
(Santika, P. M, & Afrinal 2017).
Hook load adalah beban yang harus dapat ditopang oleh rig. Beban tersebut
merupakan akumulasi dari berat tubular dan drag yang dialami rangkaian pipa.
Hook load terbesar dialami pada saat pipa ditarik dan terjepit (stuck pipe). Besarnya
hook load maksimum yang harus dialami selama pemboran sangat mempengaruhi
spesifikasi rig yang dibutuhkan. Untuk menghitung hook load digunakan persamaan
berikut :

…….( 2.1 )

…….….( 2.2 )

Drawwork merupakan peralatan yang berfungsi sebagai sumber daya untuk


memutar, mengangkat, dan menurunkan rangkaian pipa. Drawwork merupakan
peralatan yang diperhitungkan dalam pemilihan spesifikasi rig. Besarnya beban
maksimum yang harus ditanggung selama pemboran sangat mempengaruhi
kapasitas drawwork yang dibutuhkan. Untuk menghitung kapasitas drawwork
digunakan persamaan berikut :

………..( 2.3 ) Drag


adalah gaya yang harus dilawan oleh rangkaian drillstring akibat kontak dan gesekan
antara drillstring dengan dinding lubang bor ketika drillstring bergerak turun (proses
drilling) atau bergerak naik (tripping out). Drag yang dialami ketika proses drilling
sering disebut dengan downdrag. Sedangkan drag yang dialami ketika proses tripping
out sering disebut dengan updrag.

Sama halnya dengan analisis torsi pada sistem putar (rotating system),
analisis drag untuk tiap bagian dalam trajectory pemboran perlu dilakukan agar
diketahui total drag yang dialami drillstring sehingga dapat ditentukan kekuatan rig
yang dibutuhkan (Emilia, A., Mumin, &
Simorangkit, A. ,2015).

Berikut ini beberapa persamaan yang dapat digunakan untuk


memperkirakan besar beban drag yang timbul akibat adanya daerah pertambahan
sudut untuk masing-masing fasa pemboran.

Lubang lurus

……...………………………………………….…( 2.4 )

Koefisien gesek (µ) tergantung tipe lumpur pengeboran yang digunakan. Berikut
range nilai koefisien gesek lumpur yang dikeluarkan oleh Baker hughes.

Tabel 2.3 Nilai Koefisien Gesekan

Sumber : Baker Hughes (2010)

Lubang melengkung/directional
Sementara untuk bagian pertambahan sudut, beban drag dapat diperkirakan dengan
menggunakan persamaan :
………………………………………...………...( 2.5 )

Untuk K negatif :

……………………………………………………………....( 2.6 )
Untuk K positif :

………………………...………………….( 2.7 )

Untuk berat pipa didalam lumpur (Wm) menggunakan rumus :

…………………………………………………....( 2.8 )

Faktor Bouyency :

…………………...…………..…………………....( 2.9 )

Jika dalam program pengeboran melakukan penyewaan terhadap rig , maka


perlu dilakukan perhitungan biaya penyewaan. Perhitungan biaya hanya bersifat
estimasi untuk nilai pada pelelangan karena nilai aktual biaya penyewaan rig akan
didapat setelah dilakukan pelelangan.

Estimasi biaya penyewaan rig dapat berpedoman kepada tarif harga yang
ditetapkan oleh APMI (Asosiasi Perusahaan pemboran Minyak, gas dan panas bumi
Indonesia). Oleh APMI tarif rig yang juga biasa disebut dengan Tarif Harian
Operasi (THO) ditetapkan berdasarkan horse power (HP) yang dibutuhkan dan juga
berdasarkan pekerjaan yang dilakukan (Lampiran 1). Berikut THO untuk on shore
rig yang ditetapkan APMI :
Drilling : USD 19 – USD 23 per hari per HP
Work over : USD 14 – USD 18 per hari per HP
APMI juga merumuskan turunan besaran tarif THO sesuai dengan keaadaan operasi
seperti : moving, completion, standby.
BAB III

TINJAUANLAPANGAN

3.1 Sejarah BOB PT. Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu


Wilayah konsesi pengelolaan CPP Block BOB PT Bumi Siak Pusako-
Pertamina Hulu merupakan warisan dari PT. Caltex Pacific Indonesia, yang
sejarahnya dimulai pada tahun 1972 di Kasikan. Lalu setelah itu mulai ditemukan
lagi sumur – sumur baru seperti sumur di Pedada yang ditemukan pada tahun
1973, berlanjut dengan ditemukannya sumur di Zamrud area pada tahun 1975, dan
berlanjut ke sumur – sumur lainnya di berbagai lapangan.
Badan Operasi Bersama PT. Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu merupakan
konsorsium antara Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) melalui PT. Bumi Siak
Pusako dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui Pertamina Hulu Energi.
Semua ini bermula dari keinginan Kabupaten Siak Sri Indrapura untuk mengelola
ladang minyak yang berada di wilayah Kabupaten Siak Sri Indrapura yang semula
di kelola oleh PT. Caltex Pacific Indonesia.
Bertepatan dengan berakhirnya kontrak PT. Caltex Pacific Indonesia pada
9 Agustus 2002, maka Kabupaten Siak Sri Indrapura mengusulkan kepada Negara
dalam hal ini diwakili oleh BP Migas agar area Coastal Plains Pekanbaru Blok
Area (CPP Block) dikelola oleh Kabupaten Siak itu sendiri. Melalui beberapa
perundingan maka Negara menyetujui pengoperasian dan pengembangan area
CPP Block diserahkan kepada Kabupaten Siak Sri Indrapura yang bekerjasama
dengan Pertamina.
CPP Block merupakan ladang minyak yang sudah cukup tua sehingga laju
penurunan produksi pasti terjadi. BOB PT. Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu
selama pengelolaannya dapat memperlambat laju penurunan produksi tersebut,
terbukti pada saat ini produksi rata-rata dapat dipertahankan pada level 11.300
barrel per hari yang masih diatas dari
target yang diberikan oleh SKK Migas yaitu pada level 10.192 barrel per hari.
Salah satu cara yang dilakukan BOB PT. Bumi Siak PusakoPertamina Hulu
untuk memperlambat laju penurunan produksi tersebut adalah dengan melakukan
program pengeboran sumur ekplorasi untuk menambah cadangan dan pengeboran
sumur development untuk menambah jari-jari pengurasan.

3.2 Letak Geografis Lapangan

Secara geografis lapangan ini terletak di bagian timur cekungan Sumatera


Tengah yang merupakan salah satu cekungan tersier di Pulau Sumatera. Kerangka
tektonik Sumatera merupakan busur magmatik yang berhubungan dengan
lempeng Indo - Australia terhadap lempeng Eurasia pada arah N 6°.
Wilayah kerja BOB PT BSP Pertamina Hulu dengan luas sebesar 9.135,06
km terletak di propinsi Riau yang tercakup dalam Kabupaten Siak, Bengkalis,
Kampar Rokan Hulu. Lokasi – lokasi area produksi BOB PT. Bumi Siak Pusako-
Pertamina Hulu digambarkan dalam gambar berikut ini.

Gambar 3.1 Wilayah kerja BOB PT BSP Pertamina Hulu


(Dokumen BOB, 2015)

3.2.1 Fisiografi
Dari sejarah geologi dan struktur bumi lapangan minyak CPP Block berada pada
Cekungan Sumatera Tengah. Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan minyak
bumi terbesar dan paling produktif di Indonesia yang menghasilkan hampir setengah dari
produksi minyak bumi di Indonesia.
Cekungan ini merupakan busur belakang (back-arc basin) yang berkembang
sepanjang tepi barat daya paparan Sunda sebagai akibat penunjaman arah N6°E lempeng
Samudra Hindia terhadap lempeng Benua Eurasia dan termanifestasi sebagai ekspulsi
microplate Asia Tenggara. Akibat lain dari tumbukan tersebut menyebabkan pada dataran
utama Sumatera banyak dijumpai struktur aktif dengan arah barat laut yaitu punggungan
luar busur (outer-arc ridge), cekungan luar busur (outer-arc basin), Busur vulkanik
barisan dan sesar sesar sumatera (Great Sumatera Fault Zone). Fenomena pada zaman
Kenozoikum Akhir tersebut juga menghasilkan busur asahan berarah utara-timur laut,
dataran tinggi Lampung dan busur tigapuluh berarah timur laut (Gambar 3.2; Heidrick
dan Aulia, 1993). Busur dan dataran tinggi ini membatasi cekungan sedimenter di
sumatera menjadi cekungan Sumatera Utara, cekungan Sumatera Tengah dan cekungan
Sumatera Selatan.
Bagian barat laut cekungan Sumatera Tengah dibatasi oleh busur Asahan, bagian
daya dibatasi busur volkanik dan pegunungan Barisan, sebelah tenggara oleh
Tinggian Tigapuluh dan sebelah timur laut berbatasan dengan Paparan
Sunda/Selat Malaka (Gambar 3.2; Heidrick dan Aulia, 1993).

3.2.2 Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah


Menurut Mertosono dan Nayoan, 1974 (dalam Heidrick dan Aulia, 1993) unit
stratigrafi tersier regional cekungan Sumatera Tengah dibagi menjadi lima unit,
yang berumur dari kala Paleogen sampai Kuarter. Lima kelompok tersebut yaitu
formasi Pematang, Kelompok Sihapas, formasi Telisa, formasi Petani, dan
terakhir formasi Minas.
Formasi Pematang
Formasi Pematang berumur eo-oligosen menumpang tidak selaras di atas batuan
dasar. Formasi ini terjadi akibat tektonik ekstensi yang membentuk half graben.
Distribusi Sedimen diperkirakan berasal dari blok yang mengalami pengangkatan
melalui proses fluviatil, sedangkan blok yang lain turun menjadi danau. Sedimen-
sedimen pada kelompok ini umumnya didominasi oleh facies danau dan facies
sungai. Facies danau terdiri dari batu lempung dan batu pasir halus berselingan
dengan serpih kaya organic yang menjadi batuan induk di cekungan Sumatera
Tengah. Facies sungai/aluvial terdiri dari konglomerat, batu pasir kasar dan
lempung aneka warna.

Gambar 3.2. Kerangka tektonik cekungan sumatera tengah


(Heidrick dan Aulia, 1993)
Kelompok Sihapas
Kelompok Sihapas diendapkan secara tidak selaras di atas formasi Pematang pada
kala oligosen Akhir sampai miosen awal dan menjadi sekuen transgresif yang
menghalus ke atas. Kelompok ini didominasi oleh endapan batupasir dan serpih.
Kelompok Sihapas meluas ke seluruh cekungan dan tertutup oleh sedimen laut di
bagian atas (formasi Telisa) yang menunjukkan puncak proses transgresi.
Kelompok Sihapas terbagi menjadi empat formasi, dari bagian bawah yaitu :
Gambar 3.3 Statigrafi cekungan sumatera tengah (Heidrick dan
Aulia, 1993)
a. Formasi Menggala
Merupakan formasi paling tua dalam kelompok Sihapas, yang diperkirakan
berumur N4 atau Miosen Awal. Litologinya tersusun atas batupasir halus
sampai kasar yang bersifat konglomeratan. Lingkungan pengendapannya
berupa braided river sampai nonmarine (Dawson, et. al, 1997). Ketebalan
formasi ini mencapai 1800 ft.
Gambar 3.4. Tectonic development cekungan sumatera tengah
(Heidrick dan Aulian, 1993)
b. Formasi Bangko
Formasi ini diendapkan secara selaras di atas formasi Menggala dan berumur
N5 atau miosen awal. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah open
marine shelf dipengaruhi oleh intertidal dan laut. Litologinya berupa serpih
abu-abu bersifat gampingan, berselingan dengan batupasir halus sampai
sedang.
Ketebalan formasi ini mencapai 300 ft.
c. Formasi Bekasap
Diendapkan secara selaras di atas formasi Bangko pada lingkungan estuarine
intertidal, inner-neritic sampai middle/outer neritic (Dawson, et. al, 1997) dan
mempunyai kisaran umur dari akhir N5 sampai N8. Litologi penyusunnya
adalah batupasir glaukonitan di bagian atas serta sisipan serpih, batugamping
tipis dan lapisan batubara. Ketebalan formasi ini sekitar 1300 ft.
d. Formasi Duri
Merupakan bagian paling atas dari kelompok Sihapas. Formasi ini
diendapkan secara selaras di atas formasi Bekasap dan diperkirakan berumur
N9 (miosen awal) pada lingkungan barrier barcomplex dan prodelta shelf.
Litologi penyusunnya berupa batupasir mikaan berukuran halus sampai
medium diselingi serpih dan sedikit batugamping. Ketebalan formasi ini
maksimum 900 ft.

Formasi Telisa
Formasi Telisa yang berumur miosen awal-miosen tengah (N9N14) diendapkan
secara menjari dengan bagian paling atas kelompok Sihapas (formasi Duri).
Formasi ini tersusun atas suksesi batuan sedimen yang didominasi oleh serpih
dengan sisipan batugamping dan batupasir glaukonitik berbutir halus yang
menunjukkan lingkungan pengendapan litoral dalam dan luar. Pengaruh laut
terlihat semakin jelas ke arah atas. Perubahan litologi dan fauna yang cukup jelas
terlihat pada bagian atas Formasi Telisa dan menunjukkan awal fase regresif
miosen tengah dari siklus neogen awal yaitu pengendapan Formasi Petani.
Formasi Petani
Formasi Petani diendapkan tidak selaras di atas formasi Telisa dan kelompok
Sihapas pada kala miosen Tengah – pleistosen pada lingkungan laut yang berubah
menjadi daerah payau sampai darat. Formasi Petani merupakan awal dari fase
regresif yang mengakhiri periode panjang transgresi di cekungan Sumatera
Tengah. Formasi ini tersusun oleh sekuen monoton serpih – mudstone dan
interkalasi batupasir minor dan batulanau yang ke arah atas menunjukkan
pendangkalan lingkungan pengendapan dan penyusutan pengaruh laut. Kontak
antara formasi Petani dan formasi Telisa kecuali di area paling barat menunjukkan
suatu yang diindikasikan oleh zona fauna yang hilang.
Formasi Minas
Formasi Minas merupakan endapan kuarter yang menumpang secara tidak selaras
di atas formasi Petani. Formasi ini tersusun oleh lapisan-lapisan tipis kerikil, pasir
dan lempung yang mencirikan endapan aluvial. Proses pengendapan formasi
Minas masih berlangsung hingga saat ini.
Pada pengeboran Sumur X, Y dan Z akan menembus lapisan formasi
Telisa, Bekasap. Berikut ilustrasi data formasi yang akan ditembus.

(Dokumen BOB, 2017)

Gambar 3.5. Lapisan formasi sumur X,Y, Z (Dokumen BOB,


2017)
3.2.3 Struktur Regional
Pengaruh yang cukup besar dari tumbukan antara lempeng Samudera
Hindia dengan lempeng Asia terlihat jelas pada struktur geologi cekungan
Sumatera Tengah. Posisi tumbukan yang menyudut menimbulkan dekstral
wrenching stress yang kuat, sehingga struktur yang banyak dijumpai di cekungan
Sumatra Tengah memiliki karakteristik tectonic wrench (sesar besar miring). Ciri
lain tektonik cekungan Sumatera Tengah adalah patahan blok dan patahan
transcurrent seperti pengangkatan, tektonik gravitasi pergerakan meluncur dan
lipatan kompresi. Arah struktur utama pada cekungan Sumatera Tengah terbagi
menjadi dua arah Utara Barat Laut - Selatan Tenggara pada struktur yang lebih
tua dan arah Barat Laut – Tenggara struktur yang lebih muda.

3.2.4 Struktur Lapangan


Struktur utama yang dijumpai di daerah Zamrud adalah struktur antiklin
raksasa dengan sumbu bearah Barat Laut – Tenggara dan memiliki kemiringan
yang landai. Struktur ini memiliki vertical closure sekitar 3500 ft dan kolom
vertical minyak maksimum 300 ft. Lapangan Zamrud melingkupi area sepanjang
24 km dan lebar 6-12 km. Antiklin terjadi bersamaan dengan patahan normal pada
formasi Petani. Sebagian besar patahan ini berakhir pada suatu kedalaman di atas
formasi Sihapas. Formasi ini terpotong oleh beberapa patahan kecil yang
membentuk struktur yang relatif lebih sederhana. Lapangan Zamrud pada
dasarnya terbagi atas dua buah reservoir yang dipisahkan oleh suatu sesar besar,
yaitu reservoir utama dan reservoir bagian Barat Laut.

3.3 Karakteristis Reservoir


3.3.1 Sifat Fisik Batuan Reservoar
Jenis batuan reservoir pada lapangan ini adalah sandstone. Porositas (ф) formasi
Bekasap, lapisan 2800 sand dan lapisan 2830 sand sebesar 26 % serta lapisan 2900
sand sebesar 28 %. Formasi Bangko, lapisan 2970 sand sebesar 28 %, lapisan 3050
sand dan lapisan 3120 sand 27 %. Saturasi air rata-rata (Sw avg) formasi Bekasap,
lapisan 2800 sand, 2830 sand dan 2900 sand memiliki harga yang sama yaitu
sebesar 25 %. Formasi Bangko pada lapisan 2970 sand dan 3050 sand juga
memiliki harga saturasi air rata-rata yang sama yaitu sebesar 25 %, sedangkan pada
lapisan 3120 sand memilki saturasi air rata-rata sebesar 30 %. Parameterparameter
tersebut didapatkan berdasarkan studi laboratorium petrofisik yang dilakukan.
Studi petrofisik ini dilakukan dari analisis core, baik itu analisis core rutin maupun
analisis core spesial.

3.3.2 Sifat Fisik Fluida Reservoir


Fluida reservoir dari lapangan ini tergolong dalam black oil, hal ini dapat dilihat
dari besarnya °API masing-masing formasi. Formasi Bekasap, lapisan 2800 sand
dan 2830 sand sebesar 40°API serta lapisan 2900 sand sebesar 38°API. Formasi
Bangko, lapisan 2970 sand sebesar 40°API, lapisan 3050 sand 38.4°API dan lapisan
3120 sand sebesar 41°API. Sifatsifat fisik fluida reservoar lainnya seperti faktor
volume formasi minyak (Bo), viskositas minyak (μo), Parameter-parameter tersebut
didapatkan dari analisis PVT di laboratorium dengan menggunakan sampel fluida
dari sumur-sumur lapangan ini.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Pada BAB ini akan dibuat perhitungan yang perlu dilakukan dalam
menentukan kapasitas rig. Kapasitas rig merupakan kemampuan rig dalam
menopang besarnya beban maksimum yang harus ditanggung selama operasi
pemboran berlangsung, yaitu kemampuan drawwork dalam mengangkat beban,
kemampuan mast/menara dan substructure/meja dalam menopang beban.

Data - data Sumur yang dibutuhkan dalam menentukan kapasitas rig adalah
sebagai berikut :

Sumur X
Tipe sumur : Vertikal
Program lubang : - 12-1/4” hole dari 0 ft s/d 275 ft untuk surface casing 9-
5/8”
- 8-1/2” hole, dari 275 ft s/d 800 ft untuk production
casing 7”

Program Casing : - Surface casing 9-5/8”, 36 ppf, K-55, BTC, R3


- Production casing 7”, 23 ppf, K-55, BTC, R3
Lumpur Bor : WBM, berat maksimum 8.9 ppg
Waktu Operasi : Operasi Pemboran 5.5 hari, Komplesi 5 hari
String Bor : 12-1/4” Hole (275 ft)
- Drill pipe 5" OD size, 19.5 ppf, 206 ft
- Drill collar 6-1/2" OD size, 104.63 ppf, 30 ft
- Stabilizer 12-1/4" OD size, 183.76 ppf, 5 ft
- Drill collar 6-1/2" OD size, 104.63 ppf, 30 ft
- Bit sub, 51 ppf, 3 ft
- Bit 12-1/4”, 373.39 ppf, 1.1 ft

8-1/2” Hole (800 ft)


- Drill pipe 5" OD size, 19.5 ppf, 629 ft
- Drill collar 6-1/2" OD size, 104.63 ppf, 123.2 ft

28
Universitas Islam Riau
- Stabilizer 8” OD Size, 183.76 ppf, 5 ft
- Drill collar 6-1/2" OD size, 104.63 ppf, 30.8 ft
- Float sub, 88.7 ppf, 3 ft
- Cross over, 93.71 ppf, 3 ft
- Near bit stabilizer, 70.16 ppf, 5 ft
- Bit 8-1/2”, 165.12 ppf, 1.1 ft
Sumur Y
Tipe sumur : Vertikal

Program lubang : - 12-1/4” hole dari 0 ft s/d 800 ft untuk surface casing 9-
5/8”
- 8-1/2” hole, dari 800 ft s/d 2150 ft untuk production
casing 7”

Program Casing : - Surface casing 9-5/8”, 36 ppf, K-55, BTC, R3


- Production casing 7”, 23 ppf, K-55, BTC, R3
Lumpur Bor : WBM, berat maksimum 9.3 ppg
Waktu Operasi : Perpindahan rig 9 hari, Operasi Pemboran 10.2 hari,
Komplesi 6 hari
String Bor : 12-1/4” Hole (800 ft)
- Drill pipe 5" OD size, 19.5 ppf, 594.6 ft
- Drill collar 6-1/2" OD size, 104.63 ppf, 153.94 ft
- Stabilizer 12-1/4" OD size, 183.76 ppf, 6.58 ft
- Drill collar 6-1/2" OD size, 104.63 ppf, 30.81 ft
- Float sub, 88.7 ppf, 1.58 ft
- Cross over sub, 93.71 ppf, 4.33 ft
- Near bit stabilizer, 70.16 ppf, 5.52 ft
- Bit sub, 51 ppf, 1.5 ft
- Bit 12-1/4”, 373.39 ppf, 1.12 ft
8-1/2” Hole (800 ft)
- Drill pipe 5" OD size, 19.5 ppf, 1859 ft
- Drill collar 6-1/2" OD size, 104.63 ppf, 246.25 ft
- Stabilizer 8” OD Size, 183.76 ppf, 4.04 ft
- Drill collar 6-1/2" OD size, 104.63 ppf, 30.81 ft
- Float sub, 87.7 ppf, 1.5 ft
- Cross over sub, 93.71 ppf, 1.3 ft
- Near bit stabilizer, 70.16 ppf, 4.5 ft
- Bit sub, 51 ppf, 1.5 ft
- Bit 8-1/2”, 165.12 ppf, 1.1 ft
Sumur Z
Tipe sumur : Directional

Program lubang : - 12-1/4” hole dari 0 ft s/d 1100 ft untuk surface casing
9-5/8”
- 8-1/2” hole, dari 1100 ft s/d 2500 ft untuk
production casing 7”

Program Casing : - Surface casing 9-5/8”, 36 ppf, K-55, BTC, R3


- Production casing 7”, 23 ppf, K-55, BTC, R3
Lumpur Bor : WBM, berat maksimum 9.3 ppg
Waktu Operasi : Perpindahan rig 9 hari, Operasi Pemboran 11.77 hari,
Komplesi 6 hari
String Bor : 12-1/4” Hole (1100 ft)
- Drill pipe 5" OD size, 19.5 ppf, 318 ft
- HWDP 5” OD size, 49.3 ppf, 331.23 ft
- Drilling Jar 6-1/2” OD size, 92.85 ppf, 21.05 ft
- MWD Antenna 6-1/2” OD size, 80.51 ppf, 3.25 ft
- MWD Repeatur 6-1/2” OD size, 89 ppf, 2.79 ft
- NM DC 6-3/4" OD size, 97.86 ppf, 30.33 ft
- Cross over sub, 89 ppf, 2.24 ft
- Float sub, 147.22 ppf, 1.94 ft
- DD Motor, 97.54 ppf, 26.96 ft
- Bit 12-1/4”, 373.39 ppf, 1.12 ft

8-1/2” Hole (2500 ft)


- Drill pipe 5" OD size, 19.5 ppf, 1623.61 ft
- HWDP 5” OD size, 49.3 ppf, 331.23 ft
- Drilling Jar 6-1/2” OD size, 92.85 ppf, 21.05 ft
- MWD Antenna 6-1/2” OD size, 80.51 ppf, 3.25 ft
- MWD Repeatur 6-1/2” OD size, 89 ppf, 2.79 ft
- NM DC 6-3/4" OD size, 97.86 ppf, 30.33 ft
- Stabilizer, 90.96 ppf, 5 ft
- Float sub, 89 ppf, 2.63 ft
- DD Motor, 67.81 ppf, 25.3 ft
- Bit 8-1/2”, 165.12 ppf, 1.1 ft
• KOP : 150 ft
• EOB : 807 ft
• Inclinasi : 32.9 degree
• Jari-jari build cur : 1146.5 ft
Perhitungan yang akan dilakukan dalam menentukan kapasitas rig adalah
sebagai berikut :

4.1 Menentukan Berat String dan Casing


1. Sumur X
Berat string pada pengeboran 12-1/4” hole section adalah sebagai berikut
:
a. String pemboran

b. Casing 9-5/8”

Berat string pada pengeboran 8-1/2” hole section adalah sebagai berikut
:
a. String pemboran

b. Casing 7”

Berdasarkan perhitungan berat string


diatas maka berat yang terbesar adalah
pada string pemboran 8-1/2” hole section yaitu :
30.374,0 lbs atau 37,96 ppf

2. Sumur Y
Dengan menggunakan rumus perhitungan yang sama dengan
perhitungan diatas maka didapat hasil sebagai berikut :
Berat string pada pengeboran 12-1/4” hole section adalah sebagai berikut
:
a. String pemboran : 33.560,5 lbs
b. Casing 9-5/8” : 28.799,3 lbs
Berat string pada pengeboran 8-1/2” hole section adalah sebagai berikut
:
a. String pemboran : 66.808,9 lbs
b. Casing 7” : 49.450,0 lbs
Berdasarkan perhitungan berat string diatas maka berat yang terbesar
adalah pada string pemboran 8-1/2” hole section yaitu :
66.808,9 lbs atau 31,07 ppf

3. Sumur Z
Dengan menggunakan rumus perhitungan yang sama dengan
perhitungan diatas maka didapat hasil sebagai berikut :
Berat string pada pengeboran 12-1/4” hole section adalah sebagai berikut
:
a. String pemboran : 49.329,8 lbs
b. Casing 9-5/8” : 39.623,4 lbs
Berat string pada pengeboran 8-1/2” hole section adalah sebagai berikut
:
a. String pemboran : 78.387,9 lbs
b. Casing 7” : 57.499,5 lbs
Berdasarkan perhitungan berat string diatas maka berat yang terbesar
adalah pada string pemboran 8-1/2” hole section yaitu :
78.387,9 lbs atau 31,36 ppf

4.2 Menentukan Drag


1. Sumur X
Sumur X merupakan sumur vertical, sehingga drag yang terjadi pada
lubang lurus menggunakan persamaan ( 2.4 ) yaitu:

Koefisien gesekan (µ) dengan tipe lumpur Water Base Mud (WBM)
adalah 0,23 s/d 0,44. Untuk perhitungan dipakai range tengah yaitu 0,33.
Untuk berat pipa yang digunakan adalah berat yang terbesar yaitu 37,96
ppf.
Walaupun pemboran vertical, namun secara actual biasanya ada sedikit
kemiringan, untuk perhitungan dipakai sudut kemiringan terbesar yaitu
0,8 derajat.
Diketahui data sebagai berikut :
µ : 0,33
Mw : 8,90 ppg
Ws : 37,96 ppf
Ф : 0,80 o

L : 800,10 ft
Sin Ф : 0,01396
Faktor Bouyency menggunakan persamaan ( 2.9 ) yaitu :

Berat pipa didalam lumpur (Wm) menggunakan persamaan ( 2.8 ) yaitu :

Drag yang terjadi pada sumur X adalah :

2. Sumur Y
Diketahui data sebagai berikut :
µ : 0,33
Mw : 9,3 ppg
Ws : 31,07 ppf
Ф : 0,80 o
L : 2.150,00 ft

Sin Ф : 0,01396
Sumur Y juga merupakan sumur vertical, sehingga
dengan menggunakan rumus perhitungan yang sama dengan perhitungan
diatas maka didapat hasil sebagai berikut :

3. Sumur Z
Diketahui data sebagai berikut :
KOP : 150 ft
EOB : 807 ft
TD : 2500 ft
Inclination : 32.89 °
µ : 0.33
Mw : 9.30 ppg
Ws : 31.36 ppf (Max)
Ф : 32.89 °
L : 1,693.00 ft (TD-EOB)
Sin Ф : 0.543
R : 1146.50 ft
FA : 15,000.00 lbs , WOB
Faktor Bouyency menggunakan persamaan ( 2.9 ) yaitu :

Berat pipa didalam lumpur (Wm) menggunakan persamaan ( 2.8 ) yaitu :


Sumur Z merupakan sumur directional, sehingga perlu dihitung drag
yang terjadi pada beberapa area yaitu :
- Drag pertama dari permukaan ke KOP, merupakan lubang lurus
maka menggunakan ( 2.4 ). Dikarenakan KOP masih dangkal yaitu
di 150 ft, maka sudut kemiringan masih nol.

s
- Drag kedua dari KOP ke EOB, merupakan lubang melengkung maka
menggunakan beberapa persamaan sebagai berikut :
Nilai konstanta K menggunakan persamaan ( 2.5 ) :

Dari hasil perhitungan didapat nilai K negatif, maka drag yang terjadi
menggunakan persamaan ( 2.6 ) :

- Drag ketiga dari EOB ke TD, merupakan lubang lurus maka


menggunakan ( 2.4 ) dengan sudut kemiringan 32.89 derajat.

s
Total drag yang terjadi adalah :
4.3 Menentukan Beban
Maksimum
Beban maksimum yang akan ditopang oleh rig menggunakan
persamaan ( 2.1 ) yaitu :

MOP merupakan asumsi marjin berat pengangkatan yang


digunakan untuk safety factor dan limit beroperasinya drilling jar.

1. Sumur X
Diketahui data sebagai berikut :
Σ ( Wp x Lp) : 30.374,0 lbs
Wblock : 20.000,0 lbs
Drag : 120.91 lbs
MOP : 80.000,0 lbs
Beban maksimum yang akan ditopang oleh rig adalah :

2. Sumur Y
Diketahui data sebagai berikut :
Σ ( Wp x Lp) : 66.808,9 lbs
Wblock : 20.000,0 lbs
Drag : 264,08 lbs
MOP : 100.000,0 lbs
Beban maksimum yang akan ditopang oleh rig adalah :

3. Sumur Z
Diketahui data sebagai berikut :
Σ ( Wp x Lp) : 78.387,9 lbs
Wblock : 20.000,0 lbs
Drag : 18.433,22 lbs
MOP : 100.000,0 lbs
Beban maksimum yang akan ditopang oleh rig adalah :

4.4 Menentukan Kapasitas Hook Load


Hook load menggunakan persamaan ( 2.2 ) yaitu :

Untuk jumlah lilitan dari katrol rig (Σ line) digunakan 8 lilitan,


efisiensi dari block diasumsikan 85%. Berat crown block 15.000 lbs.
1. Sumur X
Diketahui data sebagai berikut :
Max. Weight : 130.494,90 lbs

Σ line :8
Crown block Wight : 15.000,0 lbs
Block eff : 85 %
Hook load yang didapat adalah sebagai berikut :

2. Sumur Y
Dengan menggunakan rumus perhitungan yang sama, maka didapat :

3. Sumur Z
Dengan menggunakan rumus perhitungan yang sama, maka didapat :

4.5 Menentukan Kapasitas Drawwork


Kapasitas drawwork menggunakan persamaan ( 2.3 ) yaitu :
Untuk laju pengangkatan maksimum (hoisting speed) digunakan
30 ft/min, efisiensi transmisi, efisiensi mekanik dan efisiensi block
digunakan masing masing 80%.
1. Sumur X
Diketahui data sebagai berikut :
Max. weight : 130.494,90 lbs
Hoisting speed : 30 ft/min
Transmission eff : 80 %
Mechanic eff : 80 %
Block eff : 80 %
Kapasitas drawwork yang didapat adalah :

2. Sumur Y
Dengan menggunakan rumus perhitungan yang sama, maka didapat :

3. Sumur Z
Dengan menggunakan rumus perhitungan yang sama, maka didapat :

4.6 Menentukan Kapasitas Menara/Mast


Kapasitas menara adalah beban maksimum/hook load yang akan
ditanggung oleh menara/mast selama pemboran dilakukan, didapat dari data
perhitungan point 4.4 yaitu :
1. Sumur X

2. Sumur Y
3. Sumur Z

4.7 Menentukan Kapasitas Meja Rig/Substructure


Beban yang akan di topang oleh meja/substructure ketika pemboran
adalah jumlah beban maksimum/hook load yang akan diangkat oleh rig dan
beban string pemboran yang akan disandarkan ke menara (set back). String
disandarkan ketika akan melakukan trip out, logging dan memasukkan
casing. Untuk perhitungan ini diambil dari beban string yang terberat.
1. Sumur X
Diketahui data sebagai berikut :
Hook load : 206.904,26 lbs
Set back : 30.373,98 lbs
Substructure Load yang didapat adalah :

2. Sumur Y
Diketahui data sebagai berikut :
Hook Load : 290.107,32 lbs
Set back : 66.808,90 lbs
Substructure Load yang didapat adalah :

3. Sumur Z
Diketahui data sebagai
berikut :
Hook Load : 333.869,30 lbs
Set back : 78.387,91 lbs
Substructure Load yang didapat adalah :

Wilayah
lapangan block BOB berada
di daratan/on shore, maka rig yang akan digunakan adalah tipe land rig. Untuk
memudahkan dalam proses perpindahan rig dari sumur ke sumur dan lahan
sumur yang terbatas maka dipilih land rig yang bertipe mobile atau truck
mounted.

Berdasarkan perhitungan kapasitas mast yang terbesar adalah


333.869.30 lbs, namun ketersediaan kontraktor rig dimarket/pasar untuk nilai
tersebut hanya terbatas pada varian kapasitas 300,000 lbs, 350,000 lbs, 400,000
lbs . Dengan pertimbangan dari segi keselamatan, maka dipilih 350,000 lbs.

Berdasarkan perhitungan kapasitas substructure yang terbesar


adalah 412.257,20 lbs, namun ketersediaan kontraktor rig dimarket/pasar untuk
nilai tersebut hanya terbatas pada varian kapasitas 400,000 lbs, 450,000 lbs .
Dengan pertimbangan dari segi keselamatan, maka dipilih 450,000 lbs

Berdasarkan perhitungan kapasitas drawwork yang terbesar adalah


385 HP, namun ketersediaan kontraktor rig dimarket/pasar hanya terbatas pada
varian kapasitas 350 HP, 450 HP, 550 HP. Khusus untuk kapasitas 450 HP tidak
banyak kontraktor yang memilikinya sehingga agar leluasa dalam memilih rig
dan mendapatkan harga yang lebih kompetitif maka dipilih rig yang
berkapasitas 550 HP. Dari segi operasi dan keselamatan kerja sangat
direkomendasikan menggunakan rig kapasitas 550 HP karena rig beroperasi
secara kapasitas tidak terlalu terpaksa yaitu 70 % dari kapasitas rig.

Dari analisis tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa


spesifikasi rig yang akan di sewa adalah mobile rig tipe truck mounted
berkapasitas 550 HP, kapasitas mast minimal 350.000 lbs dan kapasitas
substructure minimal 450.000 lbs.

Sumur X dan sumur Y adalah sumur vertical dengan kedalaman


yang berbeda yaitu masing-masing 800 ft dan 2150 ft dan dari hasil perhitungan
di dapat kapasitas drawwork yang dibutuhkan masing-masing adalah 231,70
HP dan 332,16 HP. Dapat disimpulkan bahwa semakin dalam pemboran maka
kapasitas drawwork yang dibutuhkan juga semakin besar.
Drag yang terjadi pada sumur vertical X dan Y serta sumur
directional Z adalah masing-masing 129,91 lbs, 264,08 lbs dan 18.443,22 lbs.
Dapat disimpulkan bahwa semakin besar sudut lintasan lubang yang terbentuk
maka drag semakin besar sehingga kapasitas drawwork yang dibutuhkan juga
semakin besar.

Berdasarkan standar dari asosiasi APMI (Asosiasi Perusahaan


pemboran Minyak, gas dan panas bumi Indonesia) bahwa untuk tarif rig
drilling adalah USD 19.0 s/d USD 23.0 per HP (Lampiran 1). Maka tarif rig
550 HP per Tarif Harian Operasi (THO) adalah USD 10,450 s/d USD 12,650.
Estimasi harga THO USD 11.550 diambil nilai tengah dari range biaya rig 550
HP per hari operasi. Besaran tarif per HP, moving, operasi dan komplesi
berdasarkan standar Asosiasi APMI. Estimasi total biaya penyewaan rig
dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Biaya Rig


Estimasi THO
Tarif Per HP THO Rig 550 HP
(Nilai Tengah)
USD 19 s/d USD 23 USD 10,450 s/d 12,650 USD 11.550

Deskripsi Besaran Tarif Hari Biaya


Mobilisasi Lumpsum USD 80,000.00
Demobilisasi Lumpsum USD 80,000.00
Moving 85 % x USD 11,550 18 USD 176,715.00
Operasi 100 % x USD 11,550 25.47 USD 294,178.50
Komplesi 85 % x USD 11,550 17 USD 166,897.50
TOTAL USD 797,791.00
Gambar 4.1. Chart biaya rig sumur X

Gambar 4.2. Chart biaya rig sumur Y


Gambar 4.3. Chart biaya rig rumur Z
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil studi yang telah dilakukan, maka didapat beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari perhitungan didapatkan kapasitas minimum rig yang akan digunakan untuk
pengeboran sumur pemboran berdasarkan beban maksimum yang ditopang oleh
rig adalah kapasitas drawwork 385 HP, kapasitas mast 216.831,13 lbs dan
kapasitas substructure 295.219,03 lbs.

2. Sumur X, Y (vertical) dan sumur Z (directional) dengan kedalaman yang berbeda


yaitu masing-masing 800 ft , 2150 ft dan 2500 ft dari hasil perhitungan didapat
drag yang terjadi 129,91 lbs, 264,08 lbs dan 18.443,22 lbs dan kemampuan rig
yang dibutuhkan masing-masing adalah 231,70 HP, 332,16 HP, 385 HP. Dapat
disimpulkan bahwa semakin dalam pemboran dan semakin besar drag yang
terjadi maka kemampuan rig yang dibutuhkan juga semakin besar.

3. Pengeboran yang akan dilakukan berada di daratan/on shore dengan kedalaman


dibawah 10.000 ft sehingga land rig tipe mobile lebih efisien dan efektif
digunakan bila dibandingkan tipe conventional. Berdasarkan aspek keselamatan
operasi, aspek biaya dan aspek ketersediaan rig maka minimum kapasitas rig
yang digunakan adalah berkapasitas 550 HP, kapasitas mast 350.000 lbs dan
kapasitas substructure 450.000 lbs.

5.2 Saran
Untuk peneliti selanjutnya penulis menyarankan :
1. Melakukan analisa perhitungan kapasitas rig dengan menvariasikan string dan
BHA yang digunakan.

2. Melakukan evaluasi antara estimasi biaya yang telah dihitung dengan biaya aktual
ketika pengeboran telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Perusahaan pemboran Minyak gas dan panas bumi Indonesia. (2017).Surat
Keputusan Tarif Harian Operasi. Jakarta.

Budiono, B. (2007). Drilling and Workover. Cepu: Pusdiklat Migas.

Emilia, A., Mumin, & Simorangkit, A. (2015). Evaluasi Beban Torsi dan Drag pada
Sumur Berarah Mila di Lapangan Lepas Pantai Laut Jawa Bagian Barat dengan
Menggunakan Software DSWE. Seminar Nasional Cendikiawan
2015.Jakarta: Universitas Tri Sakti.

Fadjri, F. S. (2011). Studi Kelayakan Pemboran Berarah untuk Pemindahan Well Head.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Herianto (2008). Perhitungan Kapasitas Rig yang diperlukan pada suatu Rencana
Operasi Pemboran Migas. Prosiding Seminar Nasional Kebumian 2008.Yogyakarta:
Universitas Pembangunan Nasional Veteran.

Melysa, R. (2014). Alat Bor dan Produksi. Pekanbaru: Universitas Islam Riau.

Pertamina. (2015). The Pertamina Drilling Way. Jakarta: Direktorat Pertamina.

Rabia, H. (1985). Oil Well Drilling Engineering. United Kingdom: Library.

Rachmat, S. (2008). Well service and Workover. Bandung.

Raharja, R., Yazid, F. A, & Hamid, A. (2015). Evaluasi Penggunaan Rig 550 HP Untuk
Program Hidrolika Pada Sumur X Lapangan Y. Seminar Nasional
Cendikiawan 2015. Jakarta: Universitas Tri Sakti

Rubiandini, R. (Ed.). (2012). Teknik Operasi Pemboran (Vol. 1). Bandung : Institut
Teknologi Bandung.
Rubiandini, R. (Ed.). (2012). Teknik Operasi Pemboran (Vol. 2). Bandung : Institut
Teknologi Bandung.

Rubiandini, R. (2010). Optimasi Pemboran dan Problem Solver. Bandung : Institut


Teknologi Bandung.

Rubiandini, R (Ed.). (1998). Teknik Pemboran. (Vol. 1). Yogyakarta : Universitas


Pembangunan Nasional.

Santika, P. M, & Afrinal (2017). Perhitungan Teknis Perbaikan menara Atas


(Upper Mast) dari Rig Pengeboran Minyak #77. Jurnal Teknik Mesin ITI. 1, 2
Schlumberger. (2014). Well Sevices Field Data handbook. Houston.

Schlumberger. (2004). Rig Type. Duri.

Sudibyo. (2013). Basic Drilling for Non Drilling Engineer. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai