Anda di halaman 1dari 7

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis, sehingga banyak
sekali tanaman yang dapat tumbuh dan beranekaragam jenis. Tumbuhan yang
dapat tumbuh didaerah tropis adalah kelapa atau (Cocos nucifera L.). kelapa
memiliki peranan penting dalam berbagai bidang seperti bidang sosial, budaya,
dan ekonomi. Kelapa memiliki manfaat yang besar seperti dalam pemanfaatan air
kelapa dan serabut yang dapat dijadikan sebagai bioethanol (Aryo, 2013).
Bioethanol merupakan suatu energy alternative yang dapat mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar minyak dan sebagai pemasok energy secara
nasional. Bioethanol dapat diperoleh dari proses fermentasi bahan – bahan yang
mengandung amilum, sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Bioethanol memiliki banyak
manfaat yaitu dapat dikonsumsi manusia sebagai bahan minuman beralkohol ,
bahan baku farmmasi, dan kosmetik. Untuk bahan yang mengandung suatu unsur
pembentuk bioethanol yaitu ampas tebu, air kelapa, serabut kelapa, jerami padi,
tongkol jagung, batang pisang, dan serbuk gergaji. Bahan yang mengandung
banyak gula kemudian dilakukan proses fermentasi dengan menggunakan
mikroorganisme seperti Rhizopus ortzae, Zymomonas mobilis, dan
Saccharomyces cerevisiae (Ishom dkk, 2007).
Dalam hal ini krisis energi dapat diatasi dengan cara pembentukan
bioethanol. Persedianaan minyak bumi yang semakin hari akan semakin habis
sehingga akan berdampak peningkatan bahan bakar. Pada hal ini bioethanol dapat
mengurangi kelangkaan dan kenaikan harga tersebut. Bioethanol memiliki
keuntungan besar yaitu dapat menurunkan limbah pada bagian tanaman yang
tidak dibutuhkan (Malle et al, 2014).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Mengetahui cara pembuatan bioethanol dari sabut kelapa.
2. Mengetahui cara pembuatan bioethanol dari air kelapa.
BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Bioethanol Dari Serabut Kelapa


Sabut kelapa mengandung selulosa yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan
bioethanol. Sabut kelapa yang merupakan salah satu limbah yang jumlahnya
banyak dan dapat dimanfaatkan kembali. Setiap butir sabut kelapa, bisa
menghasilkan serat (coco fiber) sekitar 0,15 Kg dan serbuk (coco peat) sekitar
0,39 K. Pada pembuatan biotheanol dari sabut kelapa melalui beberapa tahan
yaitu:
1. Pretreatment
Pada proses pembuatan bioetanol dari sabut kelapa yang memiliki
lignoselulosa, kandungan lignin menjadi penghambat utama dalam mengkonversi
bioetanol. Oleh sebab itu, diperlukan suatu perlakuan awal (pre-treatment)
terhadap sabut kelapa yang memiliki lignoselulosa. Pretreatment memiliki tujuan
untuk memisahkan ikatan antara lignin dan selulosa, proses ini disebut dengan
proses delignifikasi yakni menghilangkan kandungan hemiselulosa dan lignin dan
merusak struktur kristal selulosa. Adanya kerusakan struktur kristal tersebut akan
menyebabkan selulosa mudah terurai menjadi glukosa. Berikutnya senyawa gula
tersebut akan di fermentasi oleh suatu mikroorganisme untuk dijadikan etanol
(Prawitwong et al.2012).
Bahan baku (sabut kelapa) dikeringkan di panas matahari. Kemudian sabut
kelapa digiling dengan menggunakan blender sampai ukuran berukuran ±1mm.
Setelah itu sebanyak 30 g sabut kelapa dimasukkan dalam erlenmeyer 1000 mL
dan ditambahkan masing-masing H2SO4 dan CH3COOH (1, 3, 5) %. Proses
selanjutnya, tutup rapat erlenmeyer dengan tutup gabus, dan sampel dipanaskan
selama 60 menit pada suhu 121°C di autoclave. Setelah dipanaskan, sampel
kemudian disaring dan residu dicuci dengan aquadest hingga pH netral (pH 7).
Filtrat kemudian dikeringkan di dalam oven selama 4 jam pada suhu 105°C,
hingga kering.
2. Hidrolisa
Hidrolisis merupakan reaksi yang terjadi antara air dengan zat lain, Hidrolisa
dapat terjadi dalam berbagai keadaan baik keadaan asam, basa, maupun netral
tergantung dengan senyawa yang akan di uraikan nya dan akan menghasilkan satu
zat baru atau lebih. Hidrolisa bertujuan memecah selulosa, hemiselulosa ataupun
karbohidrat menjadi gula sederhana (glukosa). Proses hidrolisa dimulai dengan
memasukkan hasil pretreatment yang telah kering kedalam erlenmeyer 1000 mL
kemudian ditambahkan sebanyak 500 mL larutan KOH 5%. Setelah itu tutup rapat
erlenmeyer dengan tutup gabus dan dipanaskan selama 1 jam pada suhu 121°C di
autoclave
3. Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses konversi senyawa dari senyawa yang
kompleks atau bahan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh
bantuan mikroba. Untuk memproduksi bioetanol dalam proses fermentasi
biasanya digunakan khamir dari jenis Saccharomyces cerevisiae. Pada proses
fermentasi ini filtrat hasil hidrolisis (hidrolisat) didinginkan dan disaring dan
diambil filtrate berupa larutan kemudian pH larutan diatur dengan ditambahkan
sejumlah larutan NaOH hingga mencapai pH 5. Hidrolisat kemudian ditambahkan
ragi (Saccharomyces cerevisiae) sebanyak 1% dari massa larutan yang akan
difermentasi. Hidrolisat berisi sampel yang akan difermentasi, ditutup rapat
dengan tutup gabus yang kemudian corong erlenmeyer dihubungkan pipa
berbahan karet, pada bagian ujung pipa dihubungkan langsung ke wadah berisi air
untuk menghindari adanya udara masuk. Setelah itu dilakukan inkubasi selama
selang waktu tertentu sesuai dengan variasi yang ditentukan (3, 5, 7) hari. Setelah
proses fermentasi, larutan di murnikan menggunakan rotary vakum evaporator.
4. Purifikasi
Purifikasi dengan proses evaporasi. Evaporasi merupakan sebuah proses
terjadinya peristiwa penguapan zat pelarut dari sebuah campuran larutan dimana
titik uap pelarut lebih rendah dibandingkan dengan titik uap campuran larutannya.
Proses ini bertujuan untuk membuat konsentrasi larutan tersebut lebih pekat dan
konsentrasi larutan tersebuut menjadi lebih tinggi dari sebelumnya (Alex, 2015).
Pada penelitian kali ini evaporator yang digunakan berjenis Rotary vakum
evaporator, menurut Pangestu (2011) Rotary vakum evaporator adalah
seperangkat peralatan evaporasi yang umum digunakan di laboraturium kimia,
dengan fungsi untuk memisahkan pelarut dari larutannya. Prinsip kerja alat ini
sama halnya dengan vakum destilasi yaitu dengan menurunkan tekanan sehingga
pelarut akan menguap dibawah titik didihnya. Pada proses pemanasannya alat ini
menggunakan penangas air yang dibantu oleh rotavapor sebagai pemutar sampel
yang diletakkan didalam labu ukur. Selain itu, Pompa vakum digunakan untuk
mencapai tekanan vakum yang diberikan ketika labu yang berisi sampel diputar
dan menyebabkan penguapan lebih cepat lalu uap dari larutan langsung naik ke
kondensor yang selanjutnya akan diubah kembali ke dalam bentuk cair Proses
evaporasi dimulai dengan menyiapkan 1 set peralatan rotary vakum evaporator.
kemudian larutan dari hasil fermentasi masukkan dalam labu, pasang labu pada
alat evaporator. Pertahan temperatur 78°C selama 10 menit untuk mendapatkan
hasil bioetanol yang bervariasi. Simpan bioetanol dalam wadah yang tertutup
rapat, simpan dalam lemari pendingin dengan suhu < 5°C. Analisa bioetanol
dilakukan degan metode pengukuran densitas dan juga dengan Gas
Chromatography.
Kadar bioetanol paling tinggi dihasilkan oleh sampel dengan konsentrasi asam
sulfat saat delignifikasi sebesar 5% serta fermentasi dihari kelima yaitu sebesar
5,7768%. Kadar penurunan lignin paling tinggi ditunjukkan pada pretreatment
menggunakan asam kuat dengan konsentrasi tertinggi (5%) dan makin besar
konsentrasi asam kuat (H2SO4) menyebabkan besar pula kadar glukosa yang
didapatkan, kadar glukosa tertinggi dihasilkan pada konsentrasi 5% asam sulfat.
Waktu fermentasi yang diberlakukan semakin lama mengakibatkan kadar
bioetanol yang didapatkan semakin besar, waktu optimum pembentukan bioetanol
yaitu pada hari kelima. Melewati waktu optimum tersebut kadar bioetanol yang
dihasilkan mengalami penurunan (Miftahul A, 2017).
4.2 Bioethanol Dari Air Kelapa
Pembuatan bioethanol dapat diperoleh dari air buah kelapa yang berada di
Indonesia. Air kelapa tersebut akan dilakukan proses penyaringan, agar tidak
terikutnya kotoran yang ada pada air kelapa. Kotoran yang sering ditemukan
adalah sisa serabut, serangga, dan lain-lain. air kelapa yang telah disaring,
kemudian ditambahkan larutan glukosa agar adanya substrat untuk
mikroorganisme. Bahan yang telah tercampur glukosa akan dilakukan proses
pemanasan selama beberapa menit untuk mempercepat reaksi. Selanjutnya
dihentikan dengan cara pendinginan didalam air dingin.
Tahap selanjutnya dilakukan proses fermentasi glukosa menjadi alkohol.
Proses fermentasi air kelapa dapat menggunakan ragi dari Saccharomyces
cerevisiae. Tidak hanya ragi yang digunakan, perlu ditambahkan K2HPO4,
ammonium sulfat, dan magnesium sulfat. Tahapan proses fermentasi pada ragi
mempunyai kemampuan untuk dapat memfermentasi glukosa karena peragian
dengan Saccharomyces cerevisiae merupakan peristiwa anaerob sehingga oksigen
tidak ikut serta pada proses peragian. Semua mikroorganisme memerlukan
makanan dan nutrien, oleh sebab itu dalam penelitian ini digunakan air kelapa
sebagai sumber energi. Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroorganisme
yang sangat banyak digunakan pada proses fermentasi alkohol, karena dapat
berproduksi tinggi, cukup tahan terhadap alkohol, tahan terhadap kadar gula yang
tinggi dan tetap aktif pada suhu 4-32ºC. Saccharomyces cerevisiae juga akan
memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat, selanjutnya asam
piruvat mengalami dehidrogenasi menjadi bioethanol. Dalam proses fermentasi
glukosa, tidak hanya dihasilkan etanol tetapi juga gas karbondioksida (CO2).
C6H12O6 + H2O 2C2H5OH + 2CO2 Jumlah gas karbondioksida yang terbentuk
sebanding dengan konsentrasi bioetanol yang dihasilkan, oleh sebab itu, dengan
menghitung jumlah gelembung gas CO2 yang dihasilkan per satuan waktu dapat
ditentukan kecepatan reaksi fermentasinya (Utami, 2015).
Apabila proses fermentasi selesai dapat dilakukan dengan proses destilasi.
Hal pertama yang dilakukan adalah menyaring hasil fermentasi yang bertujuan
untuk memisahkan larutan hasil fermentasi dengan pengotor atau residu yang
terbentuk selama proses fermentasi. Larutan hasil fermentasi ini masih berupa
campuran antara air dan etanol, sehingga untuk memisahkan alkohol dari air dapat
dilakukan dengan cara destilasi. Destilasi yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah destilasi biasa yang dilakukan pada suhu 80ºC, karena titik didih etanol
adalah 78ºC sedangkan titik didih air 100ºC. Etanol yang dihasilkan berupa cairan
bening. Etanol yang dihasilkan dari destilasi pertama, biasanya memiliki kadar
yang lebih rendah dari hasil redestilasi. Hal ini disebabkan pada destilasi yang
pertama kadar air yang terdapat dalam larutan fermentasi cukup banyak
dibandingkan kadar etanol sehingga, jumlah air yang turut menguap dan terbawa
dalam destilat cukup banyak, maka kadar etanol menjadi rendah. Pada proses
redestilasi, kadar air yang terdapat dalam destilat pertama hanya sedikit sehingga
hasil redestilasi dapat menghasilkan kadar etanol yang lebih baik (Malle, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Alex. (2015). Rotary Evaporator. (online). (http://research. fk.ui.ac .id/ sistem


informasi/). Diakses 4 Januari 2016.

Aryo Bogadenta. 2013. Manfaat Air Kelapa dan Minyak Kelapa. Pengetahuan
Kesehatan Indonesia. Penerbit Flash Books, Jakarta.

Ishom, F., Wahyudi, D., Bobo.J, dan Hendroko, R. 2007. Pengembangan Bahan
Bakar Nabati. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Malle, D., Kapelle, I. B., & Lopulalan, F. 2014. Bioethanol Production From
Waste Coconut Water Through Fermentation Process. Indo. J. Chem.
Res., 2(1), 154-159.

Miftahul A, Aziz T. 2017. Pemanfaatan Sabut Kelapa Menjadi Bioetanol dengan


Proses Delignifikasi Acid-Preteatment. Sumatra Selatan. Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Pangestu. (2011). Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu, Surabaya.

Prawitwong et al. (2012). Efficient Ethanol Production from Separated


Parenchyma and Vascular Bundle of Oil Palm Trunk. Bioresource
Technology 125: 37 -42

Utami, Budi. 2015. Pembuatan Bioetanol dari Air Kelapa Tua Menggunakan
Proses Fermentasi. Jurnal. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Anda mungkin juga menyukai