I. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Tujuan dari percobaab ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama evaporasi terhadap sifat-
sifat produk pekatan yang dihasilkan.
(Earle, 1982).
(Earle, 1969)
Sedangkan menurut Buckle (1987), dalam prakteknya ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan selama proses penguapan meliputi :
Mekanisme kerja evaporator adalah steam yang dihasilkan oleh alat pemindah
panas, kemudian panas yang ada (steam) berpindah pada bahan atau larutan sehingga
suhu larutan akan naik sampai mencapai titik didih. Steam masih digunakan atau disuplay
sehingga terjadi peningkatan tekanan uap. Di dalam evaporator terdapat 3 bagian, yaitu:
Berfungsi untuk mnsuplai panas, baik panas sensibel (untuk menurunkan suhu) maupun
panas laten pada proses evaporasi. Sebagai medium pemanas umumnya digunakan uap
jenuh.
2. Alat pemisah
3. Alat pendingin
Berfungsi untuk mengkondnsasikan uap dan memisahkannya. Alat pendingin ini bisa
ditiadakan bila sistem bekerja pada tekanan atmosfer (Gaman, 1994).
Selama proses evaporasi dapat terjadi perubahan-perubahan pada bahan, baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan. Perubahan-perubahan yang terjadi antara lain
perubahan viskositas, kehilangan aroma, kerusakan komponen gizi, terjadinya pencokelatan
dll.
Alat
Pemanas
Waterbath 100 C
Pengaduk
Gelas Ukur
Gelas Beaker
Refractometer
Color Reader
Bahan
Susu segar
Juice buah-buahan
Amati
Hasil Pengamatan
Hasil Perhitungan
V. PEMBAHASAN
Evaporasi merupakan proses pengentalan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan
pelarut. Dalam proses evaporasi, evaporator memiliki dua fungsi yaitu memindahakan panas
dan memisahkan uap yang terbentuk dari campuran cairannya. Pada dasarnya sistem
evaporator terdiri dari alat pemindah panas yang berfungsi untuk mensuplai panas, baik
panan sensibel ( untuk menaikkan suhu) maupun panas laten pada proses evaporasi. Sebagai
medium pemanas, umumnya digunakan uap jenuh. Alat pemindah uap berfungsi untuk
memisahkan uap air dari cairan yang dikentalkan, sedangkan alat pendingin berfungsi untuk
mengkondensasikan uap dan memisahkannya. Untuk mengkondensasikan uap dapat
digunakan kondensor.
Suhu evaporasi berpengaruh pada kecepatan penguapan. Makin tinggi suhu evaporasi
maka penguapan yang terjadi semakin cepat. Namun, penggunaan suhu yang tinggi dapat
menyebabkan beberapa bahan yang sensitive terhadap panas mengalami kerusakan.
Untuk memperkecil resiko kerusakan tersebut maka suhu evaporasi yang digunakan harus
rendah. Suhu evaporasi dapat diturunkan dengan menurunkan tekanan evaporator.
2. Lama Evaporasi
Makin tinggi suhu evaporasi maka penguapan yang terjadi semakin cepat. Semakin lama
evaporasi yang terjadi maka semakin banyak zat gizi yang hilang dari bahan pangan.
Suhu evaporasi seharusnya dilakukan serendah mungkin dan waktu proses juga dilakukan
sesingkat mungkin (Wirakartakusumah, 1989)
3. Luas permukaan
Dengan lebih luasnya permukaan bahan maka semakin luas pula permukaan bahan
pangan yang berhubungan langsung dengan medium pemanasan dan lebih banyak air
yang dapat keluar dengan cepat dari bahan makanan sehingga evaporasi semakin cepat.
Semakin cepat evaporasi yang terjadi maka semakin banyak air dan bahan pangan
sensitive panas yang hilang dari bahan pangan.
5. Adanya kerak
Selama proses evaporasi adanya padatan yang tersuspensi dalam cairan akan
menimbulkan kerak pada evaporator. Adanya kerak tersebut menyebabkan koefisien
transfer panas mengalami penurunan sehingga proses penguapan terhambat.
Adapun tujuan dari evaporasi pada pengolahan hasil pertanian adalah untuk :
1. Meningkatkan larutan sebelum diproses lebih lanjut, misalnya pada pengolahan gula
diperlukan proses pemgentalan nira tebu sebelum proses kristalisasi
Suhu evaporasi sangat berpengaruh terhadap warna larutan. Semakin tinggi suhu
evaporasi maka warna akan semakin pudar (Winarno, F.G: 2002). Karoten merupakan
campuran dari beberapa senyawa alfa, beta, dan gama karoten karoten merupakan
hidrokarbon atau turunannya yang terdiri dari beberapa unit isoprena (suatu diena). Karoten
peka terhadap panas dan larut dalam air. Apabila dipanaskan karoten akan rusak sehingga
dapat mengubah warna larutan tidak seperti aslinya.
a) Peningkatan viskositas.
Larutan yang semakin pekat, maka semakin tinggi titik didihnya. Peningkatan konsentrasi
ditandai dengan kenaikan derajat brix pada larutan. Sebagai contoh pada pengolahan gula
merah karena proses evaporasi terjadi peningkatan derajat brix dari 15-18° brix menjadi 70°
brix.
Komponen aroma dan flavor pada beberapa bahan cairan seperti pada jus buah lebih mudah
menguap daripada air. Jika bahan tersebut dievapoasi akan menyebabkan penurunan kualitas
pada konsentrat yang dihasilkan. Hal ini dapat dicegah dengan cara memisahkan komponen
yang mudah menguap dengan cara destilasi fraksional. . Dari hasil destilasi diperoleh essens.
Selanjutnya essens tersebut dicampurkan lagi pada konsentrat
c) Pencoklatan.
Beberapa bahan yang banyak mengandung gula pada proses evaporasi akan
mengalami pencoklatan. Pencoklatan akan lebih intensif bila proses evaporasi
dilakukan pada suhu tinggi atau pada kondisi basa (pH tinggi). Pencoklatan terjadi
karena reaksi maillard atau karena karamelisasi. Pada beberapa pengolahan
terjadinya pencoklatan selama proses evaporasi memang dikehendaki seperti
misalnya pada pengolahan gula kelapa, kecap dan sebagainya. Namun demikian,
pencoklatan yang berlebihan dapat menurunkan kualitas produk yang dihasilkan.
Pada beberapa pengolahan seperti pengolahan susu, gula pasir dan lainnya proses
pencoklatan evaporasi tidak diinginkan. Untuk mencegah terjadinya pencoklatan
tersebut proses evaporasi dilakukan pada suhu rendah. Hal ini dapat dicapai dengan
menurunkan tekanan evaporator dan api di bawah tekanan atmosfir (vakum). Proses
evaporasi pada pH rendah juga dapat mengurangi terjadinya pencoklatan namun
akan menyebabkan terjadinya inverse sukrosa (Praptiningsih, 1999)
d) Pembentukkan buih.
e) Kerusakan bahan.
Pada proses evaporasi yang terjadi pada bahan-bahan yang peka terhadap panas akan
mengakibatkan kerusakan bahan. Beberapa komponen gizi yang sensitif terhadap panas akan
mengalami kerusakan pada proses evaporasi yang dilakukan pada suhu tinggi. Beberapa
komponen gizi tersebut antara lain adalah vitamin C, vitamin A, protein dan sebagainya
f) Pembentukkan kerak.
(Yulia, 2002).
Sebagian besar kandungan dari larutan gula 40% yang digunakan dalam percobaan
adalah sukrosa yang merupakan komponen monosakarida yang pada umumnya memiliki
dapat mengalami karamelisasi jika dipanaskan pada suhu yang melebihi titik didihnya. Warna
coklat yang terjadi pada larutan gula yang dipanaskan akan semakin gelap dan larutan
menjadi semakin pekat (karena pemanasan menyebabkan tingginya viskositas larutan) bila
pemanasan dilakukan semakin lama. Hal ini dapat dilihat dari data pengamatan dimana pada
perlakuan pemanasan selama 15 menit warna larutan semakin gelap dan kepekatan yang
diamati dari pengukuran dengan menggunakan refraktometer pada perlakuan setelah
pemanasan 15 menit adalah 34 (memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan
lainnya)
6.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, yaitu:
1. Evaporasi adalah proses pemekatan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan
larutan.
(c) Pencoklatan,
4. Adapun tujuan dari evaporasi pada pengolahan hasil pertanian adalah untuk :
1. Meningkatkan larutan sebelum diproses lebih lanjut, misalnya pada pengolahan gula
diperlukan proses pemgentalan nira tebu sebelum proses kristalisasi
5. Pada perlakuan pemanasan selama 15 menit warna larutan semakin gelap dan kepekatan
yang diamati dari pengukuran dengan menggunakan refraktometer pada perlakuan setelah
pemanasan 15 menit adalah 34 nilai tersebut merupakan nilai paling tinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya.
6.2 Saran
Maaf mbak kali ini g ada saran hanya permintaan maaf karena telat banget pake luamaaaa.
DAFTAR PUSTAKA
Gaman, P. M. 1994. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Yokyakarta: UGM
Press.
Poedjiadi, anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Praptiningsih, Yulia. 1999. Buku Ajar Teknologi Pengolahan. FTP UNEJ: Jember.
Winarno, F. G. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.