Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesuai dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah

satu sumber penerimaan suatu Negara adalah bersumber dari sektor pajak. Hal ini sudah

jelas bahwa pajak ialah kewajiban kenegaraan dan peran aktif warga negara dalam upaya

pembiayaan pembangunan nasional, kewajiban perpajakan setiap warga negara diatur

dalam Undang-Undangan dan peraturan-peraturan pemerintah.

Secara umum definisi pajak adalah iuran wajib kepada Negara yang dipungut

berdasarkan Undang-Undang perpajakan dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung.

Oleh sebab itu penagihan pajak dapat dipaksa karena akan digunakan untuk keperluan

negara. Pejak merupakan salah satu penerimaan dana kas negara yang sangat besar bagi

pelaksanaan dan peningkatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sehingga pajak merupakan pungutan wajib yang

dibayarkan rakyat untuk suatu negara dan akan dipergunakan untuk kepentingan

pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang membayar pajak tidak akan merasaakan

manfaat secara langsung, karena pajak digunakan untuk kepentingan umum dan bukan

kepentingan pribadi.

Wajib Pajak sendiri dituntut harus benar-benar memahami tatacara perhitungan pajak

dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pajak sesuai ketetapan perpajakan

yangiberlaku. Mengingat pentingnya peran withholding tax dalam mengamankan

penerimaan negara dari sektor perpajakan, maka Direktur Jendral Pajak mewajibkan
seluruh pemotong atau pemungut pajak untuk menyetorkan dan melaporkan kewajiban

perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemenuhan kewajiban pajak

penghasilan yang menggunakan withholding tax system salah satunya yaitu PPh pasal 23.

PT. Herman Joseph Consulting merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa

konsultan pajak. Sebagai perusahaan yang bergerak dibidang jasa PT. Herman Joseph

Consulting juga mempunyai kegiatan perpajakannya sendiri, salah satunya dalam proses

pemotongan Pajak Penghasilan pasal 23. Pajak Penghasilan psl 23 merupakan pajak yang

dipotong dari penghasilan atas jasa atau sewa selain tanah dan/atau bangunan yang

diterima atau diperoleh dari wajib pajak badan atau Bentuk Usaha Tetap (BUT). yang

berasal dari modal, penyerahan jasa, pendapatan sewa selain tanah dan/atau bangunan, atau

penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong oleh Pajak Penghasilan pasal 21,

yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri.

Acuan yang digunakan untuk pelaksanaan Pajak Penghasilan pasal 23 adah Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015.

Untuk mengetahui pemenuhan kewajiban perusahaan apakah sesuai dengan ketentuan

Undang-Undang yang berlaku atau sebaliknya, maka penulis tertarik untuk membahasnya

dalam Tugas Akhir dan memilih judul : “Tinjauan Kesesuaian Pelaksanaan Kewajiban

PPh pasal 23 Berdasarkan PMK NO. 141/PMK.03/2015 atas Jasa Internet pada CV.

Action Seribu Berkat tahun 2017”.

B. Waktu Pelaksanaan dan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan

Adapun jangka waktu yang ditempuh dalam melaksanakan Peraktek Kerja Lapangan

selama 50 hari, yaitu sebagai berikut :


1. Mulai Tanggal : 05 Maret 2018

2. Berakhir Tanggal : 11 Mei 2018

3. Tempat PKL : PT. Herman Joseph Consulting

Kegiatan Pelaksanaan Peraktek Kerja Lapangan yang diberikan Kepada penulis di CV.

Action Seribu Berkat antara lain :

1. Mengerjakan PPh pasal 21, pasal 23, dan pasal 4(2)

2. Menginput PPh pasal 21, pasal 23, dan pasal 4(2)ke eSPT

3. Membuat dan Mengecek SSE PPh pasal 21, pasal 23, dan pasal 4(2)

4. Melaporkan PPh pasal 21, pasal 23, dan pasal 4(2)

5. Mengarsip PPh Pasal 21, Pasal 23, Pasal 4(2), dan PPN

C. Metode Penyusunan Laporan Tugas Akhir

Dalam hal menyusun Laporan Tugas Akhir, pengumpulan data merupakan suatu hal

yang sangat penting. Metode yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data

adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan,

menyajikan, serta menganalisis data sehingga diperoleh gambaran yang cukup jelas

mengenai masalah yang dihadapi, kemudian dapat ditarik sebuah kesimpulan. Adapun

metode yang penulis gunakan dalam pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut :

1. Metode Pengamatan Langsung (Observasi)

Metode ini dilakukan dengan cara melihat dan mengamati kegiatan di tempat kerja secara

langsung, sehingga penuliasan memperoleh data dan informasi yang akurat sesuai dengan

keadaan yang sebenarnya.


2. Metode Tanya Jawab (Interview)

Metode ini dilakukan dengan proses secara percakapan dalam bentuk tanya jawab dan

tatap muka secara langsung dengan pegawai di tempat penulis melakukan Prektik Kerja

Lapangan untuk memperoleh data atau keterangan yang dibutuhkan dalam laporan penulis.

3. Metode Kepustakaan

Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan, mempelajari, meneliti dan menelaah

buku-buku, peraturan perundang-undangan serta referensi-referensi lain yang berkaitan

dengan permasalahan yang akan penulis bahas.

D. Perumusan Masalah

Dalam mekukan Laporan Tugas Akhir penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan kewajiban Pajak Penghasilan pasal 23 berdasrkan PMK

NO.141/PMK.03/2015 atas Jasa Internet pada CV.Action Seribu Berkat Tahun 2017?

2. Apakah pelaksanaan Perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan kewajiban

Pajak Penghasilan pasal 23 atas Jasa Internet pada CV.Action Seribu Berkat Tahun 2017

telah mematuhi ketentuan Peraturan Mentri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 dan

Peraturan Mentri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015?

3. Bagaimana pencataan jurnal akuntansi perpajakan Pajak Penghasilan pasal 23 pada CV.

Action Seribu Berkat Tahun 2017?

4. Hambatan apa saja yang dihadapi CV. Action Seribu Berkat dalam pelaksanaan kewajiban

Pajak Penghasilan pasal 23 serta upaya yang diambil oleh CV. Action Seribu Berkat dalam

menangani masalah PPh pasal 23 tahun 2017?


E. Tujuan Laporan Tugas Akhir

Tujuan dari penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini adlah sebagai berikut:

1. Untuk memahami pelaksanaan kewajiban Pajak Penghasilan pasal 23 berdasarkan PMK

NO.141/PMK.03/2015 atas Jasa Internet pada CV.Action Seribu Berkat Tahun 2017?

2. Untuk mengevaluasi kesesuaian pelaksanaan perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan

pelaporan kewajiban Pajak Penghasilan pasal 23 atas Jasa Internet pada CV.Action Seribu

Berkat Tahun 2017 berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014

dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015.

3. Untuk mengetahui jurnal pencataan akuntansi Pajak Penghasilan pasal 23 pada CV.Action

Seribu Berkat Tahun 2017.

4. Untuk mengetahui hambatan dan upaya yang dihadapi CV. Action Seribu Berkat dalam

pemenuhan kewajiban pelaksanaan perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Pajak Penghasilan pasal 23 pada CV.Action Seribu Berkat.

F. Sistematika Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan,

waktu pelaksanaan dan kegiatan Praktek Kerja Lapangan, dan penyusunan Laporan

Tugas Akhir, perumusan masalah yang dijumpai pada saat pelaksanaan Praktek

Kerja Lapangan, tujuan Laporan Tugas Akhir, dan sistemaatik penulisan laporan
BAB II KERANGKA TEORI

Bab ini bersi tentang teori – teori dan Undang – Undangn yang terkait langsung

dengan topik laporan tugas akhir, dan dilengkapi sumber penulis yang lengkap dan

ditulis berdasarkan ketentuan. Serta menguraikan permasalahan yang dihadapi oleh

perusahan tempat penulis melaksanakan Prektek Kerja Lapangan yang terkait

dengan topik, setelah membandingkan antara teori dengan kegiatan Praktek Kerja

Lapangan yang telah dilaksnakan. Pada bagian ini juga dapat berisi tentang

gambaran berupa kerangka pemikiran penulis dalam menentukan topik/judul

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Bab ini berisi tentang gambaran umum perusahaan tempat penulis melakukan

Praktek Kerja Lapangan, yang meliputi sejarah singkat perusahaan, visi misi dan

tujuan perusahaan, kegiatan utama perusahaan, produk dan layanan perusahaan, serta

struktur organisasi perusahaan dan uraian tugasnya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang uraian yang dapat menjawab perumusan masalah dalam

Laporan Tugas Akhir, khususnya tentang pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan di

perusahaan tempat Praktek Kerja Lapangan dan pembahasan tentang

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN IMPLIKASI

Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan mengenai konkluksi yang dapat ditarik dari

uraian tugas akhir, keterbatasan dalam pelaksanaan dan penyusunan Laporan Tugas

Akhir, serta implikasi yang mendeskripsikan usuln perbaikan yang berkaitan dengan

topik tugas akhir khususnya yang bermanfaat bagi perusahaan tempat melakukan

Praktek Kerja Lapangan dan masyarakat umum.


BAB II

KERANGKA TEORITIS

A. Landasan Teori

1. Pajak Secara Umum

Definisi perpajakan di Indonesia bukanlah suatu lingkup pembahasan yang kecil.

Banyak pengertian-pengertian perpajakan yang harus diketahui dan dimengerti terlebih

dahulu. Berikut ini penulis merincikan teoi-teori dasar tentang Pengertian Pajak secara

umum.

a. Pengertian Pajak

1. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan ke empat atas

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan :

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Definisi Pajak menurut Rochmat Soemitro dalam buku Mardiasmo, (2018;3) :

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.

3. Definisi Pajak menurut Andiani dalam buku Pembahasan Komprehensif Perpajakan


Indonesia Teori dan Kasus, (2018;5) :

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan undnag-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan

undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat

ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditetapkan adanya timbal balik

individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara , yaitu pengeluaran-pengeluaran

yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

b. Fungsi Pajak

Pajak merupakan aspek penting bagi pembangunan nasional dan untuk membiayai

kegiatan pemerintah, karena merupakan sumber penerimaan negara. Berikut ada dua

fungsi pajak menurut buku Pembahasan Komprehensif Perpajakan Indonesia Teori dan

Kasus, (2018;9) :

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Fungsi budgetair disebut dengan fungsi utama pajak atau fungsi fiskal, yaitu suatu

fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukan dana secara

optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang yang berlaku.


2. Fungsi Regulerend (Pengatur)

Fungsi Regulerend dapat disebut juga sebagai fungsi tambahan bagi pajak, yaitu

suatu fungsi dlm masa pajak yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan

tertentu.

c. Pengelompokan Pajak

Pajak dibagi menjadi beberapa kelompok, Berikut ini adalah Pengelompokan Pajak

dalam buku Mardiasmo (2018;7) :

1. Menurut Golongannya

a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul oleh wajib pajak itu sendiri dan

tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau

dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada suatu

subjek, dalam arti memerhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memerhatikan

keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut Lembaga Pemungutanya


a. Pajak Pusat, ialah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah, dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak Daerah terdiri atas:

1) Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendararaan Bermotor dan Pajak Bahan

Bakar Kendaraan Bermotor.

2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak

Hiburan.

d. Asas Pemungutan Pajak

Di Indonesia Pemungutan Pajak dibagi atas beberapa asas. Berikut ini beberapa Asas

Pemungutan Pajak menurut Mardiasmo (2018;9) :

a. Asas domisili (asas tempat tinggal)

Negara memiliki hak untuk mengenakan pajak atas penghasilan dari Wajib Pajak

yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam

maupun luar negeri. Asas ini hanya berlaku untuk semua Wajib Pajak dalam

negeri.

b. Asas sumber

Negara memiliki hak untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber

diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib pajak.

c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.

e. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam melakukan pembayaran pajak, pemrintah dan wajib pajak perlu mengetahui apa

saja jenis system pemungutan pajak dan system apa yang berlaku di Indonesia. Jenis-

jenis system pengenaan pajak dapat dibagi sebagai berikut:

a. Official Assesment System

Offiscial Assesment System adalah system pemungutan pajak yang memberikan

kewenangan kepada aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak

yang terutang di setiap tahunnya berdasarkan peraturan perundang-undangan

perpajakan yang berlaku. Dalam system ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan

memungut sepenuhnya adalah hak aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil

atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur

perpajakan.

b. Self Assesment System

Self Assesment System adalah system pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada Wajib Pajak untuk menghitung pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam system ini,

inisiatif dan kegiatan menghitung dan memungut pajak Memperhitungkan sendiri

pajak yang terutang

1) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang

2) Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.


sepenuhnya adalah tanggung jawab Wajib Pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak

diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri pajak yang terutang.

Maka dari itu, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak

tergantung pada Wajib Pajak itu sendiri.

c. Withholding Tax System

Yakni system pemungutan pajak yang memberi wewenang keapda pihak ketiga yang

dipilih untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai

dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dipilihnya pihak

ketiga ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan,

keputusan modern dan peraturan lainnya.

2. Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan merupakan salah satu Jenis Pajak yang sangat berpengaruh terhadap

pemasukan bagi negara Indonesia. Pajak penghasilan sendiri memiliki bebrapa aspek dalam

pemungutannya, berikut ini penjelasannya.

a) Pengertian Pajak Penghasilan

Berdasarkan pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalah

pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima dalam tahun

pajak.

b) Subjek Pajak Penghasilan

Berikut ini Yang dikenakan Subjek Pajak Penghasilan menurut Mardiasmo

(2018;153):

1. a. Orang Pribadi
b. Warisan Penghasilan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

yang berhak.

2. Badan terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, dan Perseroan lainnya,

BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana

pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social

pilitik, atau bentuk badan lainnya, lembaga, organisasi lainnya, dan termasuk

kontrak investasi kolektif.

3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Subjek pajak sendiri bisa dibedakan menjadi:

a. Subjek Orang Pribadi, yaitu:

1. Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183

(seratus delapan tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12

(dua belas) bulan, atau

2. Orang pribadi dalam suatu tahun pajak berada di wilayah Indonesia dan

memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

b. Subjek Badan, yaitu:

Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit

tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan,

2) Pembiayaanya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

atau Anggaran pendapatan Belanja Daerah.

3) Penenrimaanya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau

Pemerintah Daerah, dan


4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.

c. Subjek Pajak Warisan, yaitu :

Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, mengantikan yang berhak.

2. Subjek Pajak luar negeri yang terdiri dari:

a. orang peribadi yang berda di wilayah Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus

delapan puluh tiga) hari dengan jangka waktu 12 (dua belas) bulan, orang

peribadi yang tidak bertempat tinggal di wilayah Indonesia, dan badan yang

didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha

atau melakukan kegiatatn melalui BUT di Indonesia.

b. orang pribadiyang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delpan puluh

tiga) hari dengan jangka waktu 12 (dua belas) bulan, orang pribadi yang tidak

bertempat tinggal di wilayah Indonesia, dan badan yang didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di wilayah Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

c. Tidak Termasuk Subjek Pajak

Berikut ini yang tidak termasuk dalam Subjek Pajak menrut Mardiasmo (2018;156),

yaitu:

1. Kantor perwakilan negara asing.

2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing, dan

orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan betempat

tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:

a. tidak menerima penghasilan selain dari jabatannya di Indonesia dan bukan warga

Negara Indonesia.
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

3. Organisasi Internasional dengan Syarat:

a. Indonesia menjadi anggota diorganisasi tersebut.

b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari

Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal

dari iuran para anggota.

4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat:

a. Bukan Warga Negara Indonesia.

b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh

penghasilan di Indonesia.

d. Objek Pajak Penghasilan

Menurut Mardiasmo (2018;157) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan,yaitu

setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik

yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dipakai untuk konsumsi

atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam

bentuk apapun, termasuk :

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorium, komisi, bonus,

gratifikasi, uang pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan

lain dalam Undang-undang ini:

2. Hadiah dari undian atau kegiatan, dan penghargaan;

3. Laba Usaha;

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :


a) Keuntungan karena pengalihan harta yang ditujukan kepada perseroan,

persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan

modal;

b) Keuntungan karena pengalihan harta kepada para pemegang saham, atau

anggota yang diperoleh dari perseroan, sekutu, atau persekutuan, dan badan

lainnya;

c) Keuntungan karena likuiditas, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam

bentuk apapun;

d) Keuntungan atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,

kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus

satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk

yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,

yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan peraturan Mentri Keuangan,

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikkan, atau

penguasaan, diantara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

e) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian ataupun seluruh hak

pertambangan,tanda surat serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam

perusahaan pertambangan;

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan

pembayaran tambahan pengembalian pajak;

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian

utang;
7. Pembagiann sisa hasil usaha koperasi dan Deviden, dengan nama dan dalam

bentuk apapun, termasuk deviden yang diberikan oleh perusahaan asuransi kepada

pemegang polis.

8. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu

yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

14. Premi Asuransi;

15. Iuran yang diterima ataupun diperoleh suatu perkumpulan dari anggotanya yang

terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha pekerjaan bebas;

16. Tamabahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak;

17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang mengatur

mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan;

19. Surplus Bank Indonesia.

e. Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan

Dalam Pajak Penghasilan juga terdapat beberapa objek yang tidak termasuk kedalam

pajak penghasilan. Berikut menurut Mardiasmo (2018:159), yang dikecualikan dari objek

pajak adalah:
1. a) Sumbangan atau bantuan, termasuk zakat yang diberikan kepada badan amil zakat

atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang

diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang

sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh

lemabaga keagamaan yang dibentuk atau yang ketentuannya diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Pemerintah;

b) Hibahan berupa harta yang diberikan kepada keluarga sedarah dengan garis

keturunan lurus 1 (satu) derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan social

termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan

kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Mentri

Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikkan,

atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan;

2. Warisan;

3. Harta dalam bentuk pembayaran tunai yang diberikan kepada badan sebagai pengganti

saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.

4. Imbalan atau penggantian sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau

diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah,

kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak

menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) atau Wajib Pajak yang

dikenakan pajak secara final.

5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan

asuransi kecelakaan, asufransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan

asuransi beasiswa;
6. Bagian laba atau deviden yang diberikan kepada Perseroan Terbatas sebagai Wajib

Pajak dalam negeri, Koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik

daerah, dan penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat

kedudukan di Indonesia dengan syarat:

a. Badan usaha milik negara dan milik daerah yang mendapatkan bagian laba atau

dividen, dengan kepemilikkan saham pada badan yang memberikan dividen paling

rendaah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

b. Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

7. Iuran yang didapatkan dari dana pension yang pendiriannya telah disahkan Mentri

Keuangan, Baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

8. Penghasilan dari modal yang berasal dari dana pensiun sebagaimana dimaskud pada

angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Mentri

Keuangan;

9. Bagian laba yang diberikan kepada anggota dari perseroan komanditer yang

modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan

kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa

bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau

kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

a. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek indonesia;

b. Perusahaan mikro, menengah, atau yang menjalankan kegiatan usaha dalam sector-

sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan; dan
11. Beasiswa yang telah sesuai dengan persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan;

12. Berupa Sisaan yang diberikan kepada badan atau nirlaba yang bergerak melalui

bagian pengembengen dan/atau bagian pendidikan dan pengembangan, yang telah

terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam wujud

sarana dan/atau prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan

pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya

sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan

Peraturan Mentri Keuangan; dan

13. Santunan yang disetorkan oleh pihak BPJS yang ditujukan terhadap orang pribadi

tertentu, yang ketentuannya diatur lbh lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan

Mentri Keuangan.

f. Jenis-jenis Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan memiliki beberapa jenis. Berikut ini merupakan jenis-jenis dari

Pajak Penghasilan (PPh) Masa, yaitu :

1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2)

PPh pasal 4 ayat (2) merupakan pajak dalam tahun berjalan melalui

pemotongan/pemungutan dan/atau penyetoran sendiri pajak yang bersifat final atas

penghasilan tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

2. Pajak Penghasilan (PPh 21) Pasal 21/26

PPh pasal 21/26 merupakan PPh dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, baik Wajib Pajak dalam negeri maupun Wajib

Pajak luar negeri.

3. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15

PPh pasal 15 merupakan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotomgan dan/atau

penyetoran sendiri PPh atas penghasilan Wajib Pajak yang antara lain bergerak dalam

usaha jasa pelayaran dan usaha jasa penerbangan, baik dalam negeri maupun luar

negeri.

4. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22

Pajak atas Penghasilan antara lain sehubungan dengan impor barang/jasa,pembelian

barang dengan menggunakan dana APBN/APBD dan nonAPBN/APBD, dan

penjualan barang sangat mewah.

5. Pajak Penghasilan psl 24 ialah pajak yang dibayar atau yang terutang diluar negeri atas

penghasilan dari luar negeri yang didapatkan oleh Wajib Pajak dalam negeri boleh

dikreditkan dengan pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang Pajak

Penghasilan dalam tahun pajak yang sama. Pajak yang terutang bagi Wajib Pajak

dalam negeri terutang yang meliputi seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang

diterima atau diperoleh dari luar negeri.

3. Pajak Penghasilan Pasal 23

Salah satu Pajak Penghasilan yaitu Pajak Penghasilan pasal 23, pajak penghasilan pasal

23 memiliki beberapa aspek dalam pemungutannya. Berikut ini penulis jelaskan.

a. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 23

1) UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir

dengan UU No. 36 Tahun 2008;


2) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 242/PMK.03/2014 Tentang Tata

Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak;

3) Peratuan Mentri Keuangan Republik Indonesia No. 141/PMK.03/2015 tentang Jenis

Jasa Lain sebagimana dimaksud dalam psl 23 ayat 1 huruf C angka 2 UU No. 7 Tahun

1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terkahir

dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;

4) Surat Edaran Direktur Jendral Pajak SE – 35/PJ/2010 tentang Pengertian Sewa dan

Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta, Jasa Teknik, Jasa

manajemen, dan Jasa Konsuktan sebagaimana dimaskud dalam pasal 23 ayat (1) huruf

C Undang-Undang Nomor 36 Tahun n2008 tentang perubahan keempat atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

b. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak Penghasilan Pasal 23 menurut Mardiasmo (2018:273) adalah ketentuan dalam

pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal,

penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang tealh dipotong Pajak

Penghasilan pasal 21, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatu

htempo pembayaran oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,

penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan luar negeri lainnya.

c. Pemotong PPh pasal 23

Pemotong PPh pasal 23 menurut Mardiasmo (2018:273) adalah pihak-pihak yang

membayarkan penghasilan, yang terdiri atas:


1) Badan Pemerintah.

2) Subjek Pajak Badan dalam negeri.

3) Penyelenggaraan Kegiatan.

4) Bentuk Usaha Tetap.

5) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

6) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang telah mendapat penunjukkan

dari Direktur Jendral Pajak untuk memotong pajak PPh pasal 23.

d. Yang Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23

Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 menurut Mardiasmo (2018:274) adalah

wajib pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap yang menerima atau memperoleh

penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan

selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.

e. Objek Pemotongan PPh pasal 23

Berikut ini Objek Penghasilan yang dipotong PPh pasal 23 menurut Mardiasmo

(2018:274) adalah:

1) Deviden dai perusahaan asuransi kepada pemegang polis, termasuk Dividen dengan

nama dan dalam bentuk apapun, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian

utang;

3) Royalti;

4) Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak

Penghasilan sebagimana dimaksud dalam Pasal 21;


5) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah

dan/atau bangunan; dan

6) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa

konsultan, dan jasa selain jasa yang tellah dipotonh Pajak Penghasilan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 21.

Tabel 2.1
Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23

No Jenis Penghasilan Ket Tarif bagi Tarif bagi


penerima penerima
penghasilan penghasilan
yang ber- yang tidak ber-
NPWP NPWP
1 Dividen sebagaimana dimaksud dalam 15% 30%
Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh
2 Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15% 30%
4 ayat (1) huruf f UU PPH
3 Royalti 15% 30%
4 Hadiah, penghargaan, bonus, dan 15% 30%
sejenisnya selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21
5 Sewa dan penghasilan lain sehubungan 2% 4%
dengan penggunaan harta, kecuali sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta yang telah dikenai PPh
Final pasal 4 (2)
6 Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, 2% 4%
jasa kontruksi (*), jasa konsultan
7 Jasa lain selain jasa yang telah dipotong 2% 4%
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan berdasarkan Pasal 1
ayat (6) PMK-141/PMK.03/2015, yang
terdiri dari:
a. Jasa penilaian (appraisal);
b. Jasa aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi
laporan keuangan;
d. Jasa hukum;
e. Jasa arsitektur;
f. Jasa perencanaan kota dan arsitektur
landscape;
g. Jasa perancangan (design);
h. Jasa pengeboran (drilling) di bidang
penambangan minyak dan gas bumu
(migas), kecuali yang dilakukan oleh
bentuk usaha tetap;
i. Jasa penunjang di bidang usaha panas
bumi dan penambangan minyak dan gas
bumi (migas);
j. Jasa penambangan dan jasa penunjang
selain di bidang usaha panas bumi dan
penambangan minyak dan gas bumi;
k. Jasa penunjang di bidang penerbangan
dan bandar udara;
l. Jasa penebangan hutan;
m. Jasa pengolahan limbah;
n. Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau
tenaga ahli (outsourcing services);
o. Jasa perantara dan/atau keagenan;
p. Jasa di bidang perdagangan dan surat-
surat berharga, kecuali yang dilakukan
oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral
Efek Indonesia (KSEI) dan Kriling
Peminjaman Efek Indonesia (KPEI);
q. . Jasa kustodian/ penyimpanan/
penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
Kustodian Sentral Efek Indonesia
(KSEI);
r. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau
sulih suara;
s. Jasa mixing film;
t. Jasa pembuatan sarana promosi film,
iklan, poster, photo, slide, klise, banner,
pamphlet, baliho dan folder;
u. Jasa sehubungan dengan sofware atau
hardware atau sistem computer
termasuk perawatan, pemeliharaan dan
perbaikan;
v. Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan
website;
w. Jasa internet sermasuk sambungannya;
x. Jasa penyimpanan, pengolahan dan/atau
penyaluran data, informasi dan/atau
program;
y. Jasa instalasi/pemasangan mesin,
peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
z. Jasa perawatan/ perbaikan/
pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC, dan/atau TV
kabel, dan/atau bangunan, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
aa. Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat
transportasi darat, laut dan udara;
ab. Jasa maklon;
ac. Jasa penyelidikan dan keamanan;
ad. Jasa penyelenggara kegiatan atau event
organizer;
ae. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu
dalam media masa, media luar ruang
atau media lain untuk penyampaian
informasi, dan/atau jasa periklanan
af. Jasa pembasmian hama;
ag. Jasa kebersihan atau cleaning service;
ah. Jasa sedot septic tank;
ai. Jasa pemeliharaan kolam;
aj. Jasa katering atau tata boga;
ak. Jasa freight fowarding;
al. Jasa logistik;
am. Jasa pengurusan dokumen;
an. Jasa pengepakan;
ao. Jasa loading dan unloading;
ap. Jasa labolatorium dan/atau pengujian
kecuali yang dilakukan oleh lembaga
atau institusi pendidikan dalam rangka
penilitian akademis;
aq. Jasa pengelolaan parkir;
ar. Jasa penyondiran tanah;
as. Jasa penyiapan dan/atau pengolahan
tanah;
at. Jasa pembibitan dan/atau penanaman
bibit;
au. Jasa pemeliharaan tanaman;
av. Jasa pemanenan;
aw. Jasa pengolahan hasil pertanian,
perkebunan, perikanan, pertenakan,
dan/atau perhutanan;
ax. Jasa dekorasi;
ay. Jasa percetakan/penerbitan;
az. Jasa penerjemahan;
ba. Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali
yang telah diatur dalam Pasal 15
Undang-Undang Pajak Penghasilan
bb. Jasa pelayanankepelabuhan;
bc. Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
bd. Jasa pengelolaan penitipan anak;
be. Jasa pelatihan dan/atau kursus;
bf. Jasa pengiriman dan pengisian uang ke
ATM;
bg. Jasa sertifikasi;
bh. Jasa survey;
bi. Jasa tester, dan
bj. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas
yang pembayarannya dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015

f. Pengecualian Objek Pemotongan PPh Pasal 23

Berikut ini Pengecualian Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh pasal 23

menurut Mardasmo (2018;274) adalah:

1) Penghasilan yang dibayar atas terutang kepda bank;

2) Sewa yang diabayarkan atau terutang sehubungan dengans sewa guna usaha dengan

hak opsi;

3) Dividen atau bagian laba yang diberikan kepada perseroan terbatas sebagai Wajib

Pajak dalan negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik

daerah, dari penyetoran modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat

kedudukan di Indonesia dengan syarat:

a. Dividen berasal dari cadanagn laba yang ditahan; dan


b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah

yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen

lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

4) Dividen yang diterima oleh orang pribadi;

5) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang

modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan

kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

6) Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;

7) Penghasilan yang dibayar atau terutang badan usaha atau jasa yang diatur dengan

Peraturan Mentri Keuangan.

4. Contoh perhitungan Perpajakan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Jasa

Atas penghasilan Jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagimana

dimaksud dalam passal 21 yang telah ditetapkan oleh Mentri Keuangan berdasarkan Pasal

1 ayat (6) PMK-141/PMK.03/2015 akan dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sbesar 2%

dari jumlah bruto termasuk PPN.

Tarif PPh pasal 23 jasa= 2% x Jumlah Penghasilan Bruto

Sumber : Himpunan Undang-Undang Perpajakan Indonesia, (2012:230)

Berikut contoh perhitungan Pajak Penghasilan pasal 23 :

Pada tanggal 10 Agustus 2017, PT Adhi Bangun yang baru berdiri meminta jasa dari

PT Gembira Banget yang beralamat di jl.ikan lele no 4 dengan NPWP :

010.007.029.9-087.000 untuk membuat sistem akuntansi perusahaan dengan imbalan

sebesar Rp11.000.000 (termasuk PPN)


Jawab :

PPh pasal 23 : 2% x Jumlah Penghasilan Bruto

= 2% x Rp 11.000.000

= Rp. 220.000

5. Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak Penghasilan Pasal 23 memiliki Tata Cara dalam hal Pemotongan, yaitu sebagai

berikut :

1. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23

a) Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dilakukan dengan memberikan bukti potong

yang telah diisi lengkap.

b) Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dilakukan pada saat pembayaran dilakukan.

c) Lembar ke-1 Bukti Pemotongan diserahkan kepada Wajib Pajak rekanan sebagai

Bukti Pemotongan.

2. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak Penghasilan Pasal 23 memiliki Tata Cara dalam hal Penyetoran, yaitu sebagai

berikut :

a) Pajak Penghasilan Pasal 23 yang tercatat dalam Bukti Pemotongan selama 1 bulan

takwin dijumlahkan.

b) Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 23 yang telah dipotong selama bulan takwin disetor

ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Swtoran Pajak (SSP)

paling lambat tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelah bulan saat terutangnya

pajak. Apabila tanggal 10 jatuhnya pada hari libur, maka penyetoran dapat dilakukan

pada hari kerja berikutnya.


c) Menerima kembali SSP lembar ke 1 dan ke-3 dari Bank/Kantor Pos

1) Lembar ke 1

Untuk arsip pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 yang berguna sebagai bukti

sudah menyetorkan uang untuk pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 23.

2) Lembar ke-3

Untuk dilaporkan ke KPP Pratama bersama SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 23.

d) Berdasarkan peraturan nomor 36/PJ/2014 yang berlaku sejak Oktober 2014

pembayaran dilakukan secara online (secara elektronik)

1) Pengertian E-billing

E-billing pajak merupakan system pembayaran yang disediakan oleh

Direktorat Jendral Pajak. System pembayaran ini menggunakan sarana elektronik

sehingga biasa disebut system pembayaran apajak secara elektronik. System ini

memudahkan wajib pajak dalam hal penerbitan kode billing untuk melakukan

pembayaran atau penyetoran penerimaan negara secara elektronik. Dengan

adanya system e-billing pajak, tidak perlu membuat Surat Setoran Pajak (SSP).

2) Manfaat E-billing

a) Memperoleh dan menyederhanakan proses pengisian data dalam rangka

pembayaran dan penyetoran Negara.

b) Meminimalisir atau menghindari kemungkinan terjadinya human error dalam

hal perekaman data pembayaran dan penyetoran oleh petugas Bank/Pos

Persepsi.

c) Memberikan kemudahan cara pembayaran atau penyetoran pajak

melaluibeberapa alternative saluran pembayaran dan penyetoran.


d) Memberikan akses terhadap wajib pajak untuk Wajib Bayar dan Wajib setor

pajak untuk memonitorstatus atau realisasi pembayaran dari penyetoran pajak.

e) Memeberikan keleluasaan kepada Wajib Pajak atau wajib bayar untuk

merekam data setoran secara madiri (self assessment)

3) Kode E-billing

Kode e-billing ialah kode identifikasi yang dibuat dan dicetak oleh system

billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan wajib pajak

dalam rangka identifikasi penerbitan kode biling dalam MPN G2. Kode billing

terdiridari 15 digit angka, dimana digit pertama adala kode billing penerbit billing.

4) Cara Penyetoran Menggunakan E-billing

Setelah mendapatkan kode billing pajak, lakukan pembayaran melalui bank

persepsi atau kantor pos, pembayaran pajak juga dapat melalui Teller Bank/Pos,

ATM, atau internet Bankin. Surat Setoran Pajak direkam secara elektronik

sehingga tidak perlu kertas berlembar-lembar.

5) Jenis Pajak yang Menggunkan E-billing

Jenis pajak yang sudah bisa diterapkan e-billing diantaraya :

a) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

b) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

c) Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)

d) Pajak Penghasilan Pasal 21

e) Pajak Penghasilan Pasal 22

f) Pajak Penghasilan Pasal 23

g) Pajak Penghasilan Pasal 24


h) Pajak Penghasilan Pasal 25

i) Pajak Penghasilan Pasal 26

Tabel 2.2
Perbandingan Sistem Pembayaran SSP dengan e-Billing

SSP e-Billing

1) Wajib Pajak mengisi Surat Setoran 1) Isi Setoran Pajak secara


Pajak (SSP) secara natural elektronik (Online)
2) Menyiapkan uang tunai untuk 2) Membayar dengan Mini ATM
melakukan pembayaran
3) Waktunya singkat dan cepat
3) Membutuhkan waktu yang lama (tanpa antri)
4) Banyak terjadi kesalahan entry 4) Kesalahan entry sangat kecil
oleh petugas loket kemungkinan terjadi karena
sudah tersistem
5) Harus mendatangi KPP dan harus
pada saat itu juga dalam 5) Bisa membayar dimana saja dan
pembayaran kapan saja

Sumber : www.pajak.go.id

3. Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak Penghasilan Pasal 23 memiliki Tata Cara dalam hal Pelaporan, yaitu sebagai

berikut :

3.1 Berdasarkan PMK Nomor 242/PMK.03/2014, yaitu :

a. Dengan menggunakan lembar ke-2 bukti pemotongan PPh Pasal 23 yang dibuat

dalam satu bulan takwin dicatat pada formulir Daftar Bukti Pemotongan Pajak.

b. Mengisi dengan lengkap dan benar formulir SPT Masa PPh Pasal 23 rangkap 2

dan dilampii dengan lembar ke-3 SSP Bukti Setoran PPh pasal 23, daftar Bukti

pemotongan PPh Pasal 23 dan lembar ke-2 Bukti Pemotongan.


c. SPT masa PPH Pasal 23 lengkap bersama lampirannya harus dilaporkan secara

manual ke KPP Pratama/KPP selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya

dan disampaikan angsung atau dikirim melalui pos tercatat. Jika tertanggal 20

jatuh pada hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya.

d. Memberikan kembali satu set lembar ke-2 SPT Masa PPh Pasa 23 sebagai bukti

telah melapor.

e. Sanksi

Terdapat dua sanksi dalam keterlambatan Penyetoran dan Pelaporan

PajakPenghasilan, yaitu :

1) Sanksi Bunga

Karena baru diketahui pada saat pemeriksaan pajak dilakukan, dan

pemeriksaan pajak itu umumnya dilakukan secara post audit, maka hal itu

juga mengakibatkan pemotong PPh Pasal 23 dikenakan sanksi bunga 2%

karena terlambat menyetorkan PPh Pasal 23. Sesuai dengan ketentuan Pasal

13 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Ketentuam Umum Perpajakan,

bunga keterlambatan penyetoran yang dapat dikenakan sebesar 2% per bulan

(maksimal 24 bulan)

2) Sanksi Denda

Sanksi perpajakan lainnya yang sudah disiapkan oleh Undang-undang

Ketentuan Umum Perpajakan, adalah sanksi karena tidak melaporkan SPT

masa PPh Pasal 23. Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU KUP

Keterlambatan Pelaporan SPT masa PPh Pasal 23 dapat dikenai sanksi denda
Rp 100.000 untuk setiap SPT masa PPh (sesuai denda ini tidak dihitung

seperti halnya sanksi bunga keterlambatan penyetoran).

3.2 Akuntansi Perpajakan

Akuntansi Perpajakan dapat diartikan suatu proses pencatatan, penggolongan

peringkasan dan pelaporan keuangan suatu organisasi/perusahaan dalam satu

periode tertentu berdasarkan pertautan Perundang-undangan perpajakan yang

berlaku.

Akuntansi pajak tidak memiliki standar seperti akuntansi keuangan yang diatur

dalam Ikatan Akuntansi Indonesia (IAK) dalam standar akuntansi keuangan,

Akuntansi perpajakan hanya digunakan untuk mencatat transaksi yang berhbungan

dengan perpajakan. Namun, untuk kepentingan perpajakan yang berlaku. Oleh

karena itu, apabila terdapat perbedaan ketentuan akuntansi dengan ketentuan

perpajakan untuk keperluan pelaporan dan pembayaran pajak, maka Undang-

undang Perpajakan memiliki prioritas untuk dipatuhi agar tidak menimbulkan

kerugian material bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

Berikut ini contoh pencatatan jurnalakuntansi PPh Pasal 23 atas Jasa:

1. Bagi yang memakai Jasa:

a. Pada saat Pemotongan PPh Pasal 23 atas Jasa

Beban Jasa Rp XXX

Hutang PPh pasal 23 Rp XXX

Kas/Bank/AP Rp XXX
b. Pada saat Penyetoran PPh pasal 23 atas Jasa

Hutang PPh Pasal 23 Rp XXX

Kas/Bank/AP Rp XXX

B. Kerangka Pemikiran

CV Action Seribu Berkat merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang jasa

konsultan dan coaching yang berfokus dalam mengedukasi dan membantu Enterepreneur

dalam menyelesaikan masalah bisnis dan pengembangan bisnis. CV Action Seribu Berkat

mempunyai kewajiban menyetorkan PPh Pasal 23, dan melakukan pemotongan Pajak

Penghasilan Pasal 21, Pasal 23, dan 4 ayat (2). Dalam pelaporan tugas akhir ini penulis akan

menjelaskan tetang tingkat kepatuhan pelaksanaan kewajiban Pemotong Pajak Penghasilan

Pasal 23 yang dilakukan oleh CV Action Seribu Berkat.

Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan CV Action Seribu Berkat khususnya Pajak

Penghasilan Pasal 23 di dasarkan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23, Peraturan Menteri Keuangan Nomor

242/PMK.03/2014 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran

Pajak dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara

Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak, Peraturan Menteri Keuangan Nomor

141/PMK.03/2015 Tentang Jenis Jasa Lain, dan PER-36/PJ/2014 Tentang Sistem Pembayaran

Pajak Secara Elektronik.

Penulis melakukan penelitian apakah pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dilakukan

CV Action Seribu Berkat khususnya Pajak Penghasilan Pasal 23 telah sesuai dengan ketentuan

yang berlaku atau belum.


Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Finance Operation

CV Action Seribu

Berkat

PPh Pasal PPh Pasal 23 PPh Pasal 25 PPh Pasal 4 ayat 2

Dasar Hukum :

Pelaksanaan Kewajiban Pajak UU No. 36 Tahun


Penghasilan Pasal 23 atas Jasa
2008
Internet Pada CV Action Seribu
Berkat Tahun 2017 PMK No. 242/PMK.03/2014

PMK No. 141/PMK.03/2015

PER-36/PJ/2015

Sesuai Tidak Sesuai

Kendala Upaya

Sumber: Data diolah oleh penulis

Keterangan

: Bukan Fokus Penelitian

: Fokus Penelitian

: Garis Fungsional
BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Singkat Perusahaan

PT Herman Joseph Consulting didirikan pada bulan Agutus 1988 dengan latar

belakang pengalaman selama 28 tahun di bidang konsultan pajak, review laporan

keuangan, dan audit laporan keuangan. PT Herman Joseph Consulting merupakan

perusahaan yang bergerak dibidang yang berhubungan dengan jasa konsultasi pajak,

laporan keuangan, dan jasa audit.

B. Visi, Misi, dan Tujuan

1. Visi (Visions)

“Menjadi perusahaan jasa konsultan terbaik dan terdepan yang paling unggul dan

selalu uptodate”.

2. Misi (Mission)

1) Menjadi Rekan bagi klien untuk membantu dalam pengurusan pajak dan

laporan keuangannya;

2) Memberikan harga yang bersaing;

3) Meningkatkan dan menjaga kualitas hasil kerja;

4) Menjadikan Kepuasan klien dalam menggunakan jasa kami;

5) Mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas.


3. Tujuan PT Herman Joseph Consulting

Tujuan PT Herman Joseph Consulting adalah sebagai berikut:

1. Membina sumber daya manusia (SDM) yang profesional, integritas dan

menjunjung etika profesi.

2. Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan usaha jasa PT Herman Joseph

Consulting dalam bidang pelayanan jasa konsultasi pajak dan laporan

keuangan.

3. Meningkatkan pelayanan baik dari segi kecepatan, kualitas, maupun harga.

C. Kegiatan Utama Perusahaan

Kegiatan Utama Perusahaan PT Herman Joseph Consulting sebagai berikut:

1. Menjalankan usaha di bidang jasa konsultan pajak

2. Menjalankan usaha di bidang jasa pembuatan laporan keuangan

3. Menjalankan usaha di bidang jasa dalam audit laporan keuangan

D. Produk dan Layanan Perusahaan

Produk dan layanan perusahaan PT Herman Joseph yaitu Jasa konsultan seperti “SPT

Masa, SPT Tahunan Badan, SPT Tahunan Orang Pribadi, dan hasil opini Laporan

Keuangan”.
E. Struktur dan Uraian Tugas

Berikut merupakan Struktur Organisasi PT Herman Joseph Consuling sebagaimana

tersaji pada Gambar 3.1 dibawah ini :

Gambar 3.1
Struktur Organisasi PT Herman Joseph Consulting

Direktur

Div.Keuangan Div. Tax Div. Accounting

Group Head Group Head Group Group Group Group Group Group
Head 1 Head 2 Head 3 Head 4 Head 5 Head 6

Supervisor
Supervisor

Assistant Supervisor
Assistant Supervisor

Staff-Tax
Staff-Accounting

Kurir

Sumber: Struktur Organisasi PT Herman Joseph Consulting (diolah penulis)

a. Uraian Tugas

a. Direktur

1. Memutuskan dan menentukan peraturan dan kebijakan tertinggi perusahaan.

2. Bertanggung jawab dalam memimpin dan menjalankan perusahaan.

1) Bertanggung jawab atas kerugian yang dihadapi perusahaan termasuk termasuk

juga keuntungan perusahaan.


2) Merencanakan serta mengembangkan sumber-sumber pendapatan dan

pembelanjaan kekayaan perusahaan.

3) Menetapkan strategi-strategi stategis untuk mencapai visi dan misi perusahaan.

4) Mengkoordinasikan dan mengawasi semua kegiatan di perusahaan, mulai

bidang administrasi kepegawaian hingga pengadaan barang.

5) Mengangkat dan memberhentikan karyawan perusahaan.

b. Group Head

1) Mengelola dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional perusahaan.

2) Mereview hasil kinerja supervisor.

3) Mengawasi kinerja supervisor dan staff lainnya.

4) Mendampingi assistant meeting dengan klien jika supervisor tidak ada

ditempat.

5) Melakukan meeting bulanan dengan para assistant supervisor agar tidak terjadi

kelalaian dalam mengawasi kinerjanya.

6) Mengelola program jaminan kualitas atau quality control.

c. Bagian Keuangan

1) Membuat Invoice tagihan untuk Klien.

2) Menagih pembayaran tagihan kepada klien.

3) Membuat rekapan gaji untuk para karyawan di perusahaan.

4) Mengelola anggaran dana kas kecil.

5) Melakukan proses approve pembayaran pajak klien.

6) Membukakan cek atau giro untuk pembayaran pajak klien.

7) Membagikan bukti pembayaran pajak ke semua assistant supervisor.


d. Supervisor

1) Meriview hasil laporan SPT Masa yang sudah di Lapor ke KPP.

2) Meriview hasil kinerja para assistant supervisor.

3) Melakukan pengadaan barang Alat-Alat Tulis Kantor.

4) Menegur para staff atau karyawan lain yang telat.

5) Melakukan meeting bulanan dengan para assistant supervisor dan staff.

6) Melakukan meeting bulanan dengan direktur.

7) Bertanggungjawab menangani masalah atau komplain dari klien.

e. Assistant Supervisor

1) Meriview hasil kinerja para staff.

2) Mengarahkan jika staffnya ada kesalahan.

3) Membantu staff jika ada masalah dengan klien yang belum bisa teratasi.

4) Mengkonfirmasi pembayaran pajak klien.

f. Staff Accounting

1) Menghubungi Klien untuk meminta voucher kas kecil dan invoice setiap bulan.

2) Menginput semua voucher kas kecil dan invoice setiap bulannya.

3) Meminta rekapan pajak klien dari staff pajak.

4) Membuat laporan keuangan

g. Staff Tax

1) Meminta daftar gaji, faktur pajak masukan dan database keluaran ke klien.

2) Mengolah data dari klien menjadi SPT Masa

3) Memberikan rekapan pembayaran pajak yang harus di bayar.


4) Menjadwalkan kurir untuk antar lampiran yang harus segera di tandatangani

oleh direktur klien.

5) Membantu melaporkan SPT Masa yang siap di lapor ke KPP terdaftar.

h. Kurir

1) Mengantarkan tagihan ke semua klien.

2) Mengantar dan mengambil data jika di jadwalkan oleh staff accounting dan

staff pajak.

3) Melaporkan SPT Masa klien ke kpp terdaftar.

Anda mungkin juga menyukai