Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PENELITIAN

MODEL EPIDEMI SIV PENYEBARAN VIRUS GEMINI PADA TANAMAN


CABAI

Diusulkan Oleh:
Nurul Hikmah
NIM. G1D016036

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2019
HALAMAN PENGESAHAN

“MODEL EPIDEMI SIV PENYEBARAN VIRUS GEMINI PADA TANAMAN CABAI”

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Matematika
pada Program Studi S1 Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Mataram.

Yang Disusun Oleh:

NURUL HIKMAH
G1D016036

Mengesahkan,
Dosen Pengampu Mata Kuliah
Metodologi Penelitian

MUSTIKA HADIJATI, S.Si., M. Si.


NIP. 19700626 199702 2 001

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat,
karunia dan hidayah-Nya, sehinggga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal
penelitian dengan judul “Model Epidemi SIV Penyebaran Virus Gemini Pada
Tanaman Cabai”. Proposal ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Matematika (S.Mat).
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan
bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terima
kasih kepada pihak yang sudah memberikan bantuan, dukungan, semangat dan bimbingan
kepada penulis. Penulis menyadari bahwa tugas ini masih terlalu jauh dari sempurna,
dengan segenap ketulusan hati, penulis mengharapkan saran dan masukan dari berbagai
pihak.

Mataram, 22 Juni 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................................ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................................................. 2
1.5 Batasan Masalah................................................................................................................. 2
1.6 Kajian Pustaka .................................................................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI.............................................................................................. 5

2.1. Persamaan Diferensial ........................................................................................................ 5


2.2. Sistem Persamaan Diferensial ............................................................................................ 6
2.2.1 Sistem Persamaan Diferensial Linear......................................................................... 7
2.2.2 Sistem Persamaan Diferensial Non Linear ................................................................. 7
2.3. Titik Kesetimbangan dan Kestabilan ................................................................................. 8
2.4. Linearisasi .......................................................................................................................... 9
2.5. Nilai Eigen dan Vektor Eigen .......................................................................................... 10
2.6. Kriteria Routh-Hurwitz .................................................................................................... 11
2.7. Bilangan Reproduksi Dasar .............................................................................................. 12
2.8. Tanaman Cabai................................................................................................................. 12
2.9. Virus Gemini .................................................................................................................... 13
2.10. Model Matematika ........................................................................................................... 14
2.11. Model Epidemi ................................................................................................................. 15
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................................... 17

3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................................. 17


3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................................................... 17
3.3 Alat Penelitian .................................................................................................................. 17
3.4 Variabel dan Parameter .................................................................................................... 17
3.5 Langkah-langkah Penelitian ............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 20

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang
memiliki peluang bisnis yang baik. Besarnya kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri
menjadikan cabai sebagai komoditas menjanjikan dan merupakan potensi untuk meraup
keuntungan. Tidak heran jika cabai merupakan komoditas hortikultura yang mengalami
fluktuasi harga paling tinggi di Indonesia serta sudah sejak lama diusahakan oleh petani
secara intensif.
Namun, dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia, produktivitas cabai di
Indonesia masih rendah. Salah satu kendala utama rendahnya produktivitas cabai dalam
negeri disebabkan oleh infeksi virus tanaman. Tanaman cabai yang terserang virus
umumnya mengalami hambatan pertumbuhan dan penurunan hasil panen yang sangat
besar dikarenakan dalam satu tanaman hanya menghasilkan kurang dari 5 buah cabai
(Singarimbun, 2017). Menurut (Sudiono, 2013), tanaman cabai di Indonesia banyak yang
terinfeksi oleh virus gemini yang mengakibatkan penyakit kuning atau penyakit bulai.
Virus gemini dapat menular dari satu tanaman ke tanaman lain melalui beberapa
cara, yang paling banyak ditemukan ditularkan oleh kutu kebul (Bemisia tabaci).
Sedangkan gejala yang ditimbulkan oleh virus gemini berbeda beda, tergantung pada
genus dan spesies tanaman yang terinfeksi. Gejala yang paling umum dijumpai pada
tanaman cabai berupa klorosis pada anak tulang daun dan ukuran daun mengecil (Sudiono,
2013).
Menurut Windarningih dkk. (2017) pada penelitiannya, sejak tahun 2006, gejala
penyakit yang sama ditemukan juga pada pertanaman cabai di pulau Lombok Provinsi
Nusa Tenggara Barat (NTB). Penelitian yang dilakukan oleh Windarningsih dkk. pada
tahun 2015 dan 2017 dengan menggunakan deteksi secara molekular menggunakan PCR,
berhasil menemukan bahwa gejala penyakit daun kuning keriting yang terdapat pada
tanaman cabai di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah dan Lombok
Timur terinfeksi oleh Begomovirus. Begomovirus adalah salah satu genus Geminiviridae
(virus Gemini). Penyakit ini telah menimbulkan kerugian besar bagi petani di berbagai
daerah sentra cabai. salah satunya yang berada di desa Sesait Kecamatan Kayangan
Kabupaten Lombok Utara. Penyakit ini tidak ditularkan melalui biji, tetapi dapat menular
melalui penyambungan dan melalui serangga vektor kutu kebul (Bemisia tabaci Genn)
yang dapat menularkan Begomivirus secara persisten

1
Menurut Ma dan Li (2009) dalam Padilah (2017) menyatakan bahwa penyebaran
penyakit dapat dimodelkan menjadi suatu model epidemi. Model epidemi merupakan
model matematika yang dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana penyakit
menular dapat menyebar, menggali prinsip-prinsip umum yang mengatur dinamika
penularan penyakit, dan mengidentifikasi parameter yang lebih penting dan sensitif untuk
membuat prediksi yang dapat diandalkan dan memberikan strategi pencegahan serta
pengendalian.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan suatu model matematika
penyebaran virus Gemini pada tanaman cabai sebagai salah satu upaya pengendalian
penyakit kuning pada pada tanaman cabai yang disebabkan oleh virus Gemini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah:
a. Bagaimana model matematika penyebaran virus Gemini pada tanaman cabai?
b. Bagaimana dinamika penyebaran virus Gemini pada tanaman cabai?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Merumuskan model matematika penyebaran virus Gemini pada tanaman cabai.
b. Mengetahui dinamika penyebaran virus Gemini pada tanaman cabai.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui mekanisme penyebaran virus Gemini pada tanaman cabai.
2. Sebagai pengendalian penyakit kuning pada tanaman cabai.

1.5 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitia ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat 3 subpopulasi yang akan digunakan yaitu populasi tanaman cabai rentan,
populasi tanaman cabai terinfeksi dan populasi virus Gemini.
2. Tidak ada mikroorganisme lain yang menyerang tanaman cabai, selain vektor virus
Gemini.

2
1.6 Kajian Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh Tyas dan Lestari (2017) bertujuan untuk memecahkan
permasalahan yang muncul dalam penyebaran virus tungro pada tanaman padi. Model
yang terbentuk berupa sistem persamaan diferensial non linear orde satu, disebut model
matematika SIV, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan berikut:
𝑑𝑆
= 𝛼 − 𝛽𝑆𝑉 − 𝛿𝑆
𝑑𝑡
𝑑𝐼
= 𝛽𝑆𝑉 − 𝜎𝐼
𝑑𝑡
𝑑𝑉
= 𝜇𝑛𝐼 − 𝜏1 𝑉 − 𝜏2 𝑉 − 𝛽𝑆𝑉
𝑑𝑡
Model ini digunakan untuk melihat penyebaran virus tungro dan kapan virus akan
hilang atau menyebar dalam suatu populasi. Hasil dari analisa model SIV didapatkan 2
titik Ekuilibrium yaitu titik ekuilibrium bebas penyakit dan endemik. Titik ekuilibrium
bebas penyakit stabil asimtotik lokal apabila bilangan reproduksi dasar 𝑅0 < 1. Hal ini
berarti bahwa untuk jangka waktu yang lama, populasi terinfeksi virus tungro akan
berkurang, atau virus tungro semakin lama akan menghilang dari populasi. Sementara itu,
untuk bilangan reproduksi dasar 𝑅0 > 1, diperoleh titik ekuilibrium endemik stabil
asimtotik lokal. Hal ini berarti bahwa selama waktu t tertentu, virus tungro menyebar
dalam populasi. Selanjutnya, berdasarkan simulasi yang dibentuk dari model SIV,
diperoleh bahwa semakin tinggi frekuensi duplikasi virus tungro dan laju perpindahan
virus tungro ke tanaman rentan, maka banyaknya tanaman terinfeksi semakin naik,
sementara banyaknya tanaman rentan akan semakin menurun.
Berdasarkan penelitian Windarningsih dkk. pada tahun 2017, yang bertujuan untuk
mengetahui penyebaran dan jenis virus penyebab penyakit daun menguning dan keriting
pada cabai rawit di desa Sesait Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara, bahwa
penyakit tersebut disebabkan oleh keberadaan Begomovirus. Tepatnya virus tersebut
adalah Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV) merupakan salah satu virus dalam genus
Begomovirus famili Geminiviridae. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tanaman
sakit memperlihatkan gejala daun menguning (klorosis), menggulung, tebal, keriting, dan
pertumbuhan terhambat, serta rerata intensitas penyakit mencapai 80-100% pada akhir
pengamatan.
Penelitian yang dilakukan Singarimbun dkk., 2017, bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara populasi kutu kebul dengan kejadian penyakit kuning pada tanaman cabai
di dataran rendah. Penyakit kuning merupakan salah satu penyakit yang terdapat pada
3
tanaman cabai (Capsicum annum) yang disebabkan oleh vektor hama kutu kebul (Bemisia
tabaci). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi kutu kebul berpengaruh sangat
kuat terhadap persentase kejadian penyakit kuning dengan nilai korelasi 0,866. Rata-rata
persentase kejadian penyakit kuning di dataran rendah adalah 86,17%.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Persamaan Diferensial


Persamaan diferensial digunakan untuk mempresentasikan fenomena-fenomena yang
terjadi di kehidupan sehari-hari pada interval waktu kontinu dalam suatu model
matematika. Berikut diberikan definisi persamaan diferensial:
Definisi 2.1
Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat turunan satu (atau beberapa)
fungsi yang tak diketahui (Waluya, 2006).
Berikut merupakan contoh persamaan diferensial.
(1) 𝑦’ + 𝑥𝑦 = 2𝑥 (2) 𝑦’’ – 4𝑦 = 0
𝜕2 𝑢 𝜕2 𝑢
(3) 𝑦′′ − 𝑦′ + 2𝑦 = 0 (4) 𝜕2 𝑥 2 + 𝜕2 𝑦 2 = 0 (2.1)

Suatu persamaan yang mengandung sebuah atau lebih turunan dari suatu fungsi yang
tidak diketahui disebut persamaan diferensial biasa. Dari contoh diatas, contoh (1), (2) dan
(3) merupakan persamaan diferensial biasa. Sedangkan contoh (4) merupakan persamaan
diferensial parsial yaitu persamaan yang mengandung turunan parsial
Definisi 2.2
Suatu persamaan diferensial biasa orde n adalah suatu persamaan yang dapat ditulis
dalam bentuk:
𝑦 (𝑛) = 𝐹(𝑥, 𝑦, 𝑦 ′ , … , 𝑦 (𝑛−1) ) (2.2)
dimana 𝑦, 𝑦 ′ , … , 𝑦 (𝑛−1) semua ditentukan nilainya oleh 𝑥.
Peubah bebas x terletak dalam suatu selang 𝐼 (𝐼 boleh berhingga atau tak terhingga),
fungsi F diberikan, dan fungsi y = f(x) tak diketahui. Pada umumnya fungsi F dan y akan
bernilai real. Jadi, persamaan (1) pada (2.1) merupakan suatu persamaan diferensial biasa
orde 1, sedangkan persamaan (2) dan (3) pada (2.1) adalah persamaan diferensial orde 2.
Persamaan diferensial biasa 𝐹(𝑥, 𝑦, 𝑦 ′ , … , 𝑦 (𝑛) ) = 0 dikatakan linear jika F adalah
linear dalam variabel-variabel 𝑦, 𝑦 ′ , … , 𝑦 (𝑛) . Jadi secara umum persamaan diferensial biasa
linear orde n diberikan dengan
𝑎0 (𝑥)𝑦 (𝑛) + 𝑎1 (𝑥)𝑦 (𝑛−1) + ⋯ + 𝑎𝑛 (𝑥)𝑦 = 𝑓(𝑥) (2.3)
Persamaan yang tidak dalam bentuk persamaan (2.3) disebut persamaan tak linear.
(Herdiana, dkk., 2002)

Definisi 2.3
5
Persamaan diferensial dikatakan linear jika variabel terikatnya dan turunannya
berpangkat satu dengan koefisien konstanta atau koefisien yang tergantung pada variabel
bebasnya dan jika variabel terikatnya atau turunannya berpangkat lebih dari satu dengan
koefisien konstanta atau koefisien yang tergantung pada variabel bebasnya maka dikatakan
tidak linear (Ault dan Ayres, 1992).
Suatu persamaan diferensial dikatakan linear jika memenuhi 3 hal berikut:
1. Variabel-variabel terikat dan turunannya berderajat satu.
2. Tidak mengandung bentuk perkalian antara sebuah variabel terikat dengan variabel
terikat lainnya. Atau turunan yang satu dengan turunan yang lainnya. Atau variabel
terikat dengan sebuah turunan.
3. Variabel terikatnya bukan merupakan fungsi tersenden.
Persamaan diferensial yang bukan persamaan linear disebut persamaan diferensial
tak linear. Persamaan diferensial 𝐹(𝑥, 𝑦, 𝑦 ′ , … , 𝑦 (𝑛) ) = 0 merupakan persamaan
diferensial tak linear jika salah satu sifat berikut dipenuhi oleh F.
1. Variabel-variabel terikat turunannya lebih dari satu.
2. Mengandung bentuk perkalian antara sebuah variabel terikat dengan variabel terikat
lainnya, atau turunan yang satu dengan turunan lainnya, atau variabel terikat dengan
sebuah turunan.
3. Variabel terikatnya merupakan fungsi trasenden.
(Ang dan Park, 2008)

2.2. Sistem Persamaan Diferensial


Definisi 2.4
Sistem persamaan diferensial adalah sebuah sistem yang di dalamnya memuat 𝑛
buah persamaan diferensial, dengan 𝑛 buah fungsi yang tidak diketahui(𝑛 ≥ 2) (Waluya,
2006).
Sistem persamaan diferensial merupakan persamaan diferensial yang mempunyai
lebih dari satu persamaan yang harus konsisten serta trivial. Persamaan itu dapat ditulis
dalam bentuk sebagai berikut:
𝑦 𝑛 = 𝑓(𝑥, 𝑦(𝑥), 𝑦 ′ (𝑥), … , 𝑦 (𝑛−1) (𝑥))
Secara umum, suatu sistem 𝑛 persamaan orde pertama mempunyai bentuk sebagai berikut:
𝑑𝑦1
𝑦1 = = 𝑓1 (𝑥, 𝑦1 , 𝑦2 , … , 𝑦𝑛 )
𝑑𝑥

6
𝑑𝑦2
𝑦2 = = 𝑓2 (𝑥, 𝑦1 , 𝑦2 , … , 𝑦𝑛 )
𝑑𝑥

𝑑𝑦𝑛
𝑦𝑛 = = 𝑓𝑛 (𝑥, 𝑦1 , 𝑦2 , … , 𝑦𝑛 )
𝑑𝑥
Sistem persamaan diferensial dibedakan menjadi dua, yaitu sistem persamaan
diferensial linear dan sistem persamaan diferensial nonlinear.

2.2.1 Sistem Persamaan Diferensial Linear


Secara umum, sistem persamaan diferensial linear orde satu dengan variabel tak
bebas 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 dan variabel bebas t, dinyatakan sebagai berikut:
𝑑𝑥1
= 𝑎11 (𝑡)𝑥1 + 𝑎12 (𝑡)𝑥2 + ⋯ + 𝑎1𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑓1 (𝑡)
𝑑𝑡
𝑑𝑥2
= 𝑎21 (𝑡)𝑥1 + 𝑎22 (𝑡)𝑥2 + ⋯ + 𝑎2𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑓2 (𝑡) (2.4)
𝑑𝑡


𝑑𝑥𝑛
= 𝑎𝑛1 (𝑡)𝑥1 + 𝑎𝑛2 (𝑡)𝑥2 + ⋯ + 𝑎𝑛𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑓𝑛 (𝑡)
𝑑𝑡

Jika 𝑓, 𝑖 = 1,2, … , 𝑛 bernilai nol, maka sistem di atas disebut sistem persamaan diferensial
linear homogen, sedangkan jika bernilai taknol, maka sistem disebut sistem persamaan
diferensial linear nonhomogen.
Sistem (2.4) dapat dinyatakan dalam suatu persamaan berikut
𝒙̇ = 𝐴𝑥 + 𝐹(𝑡)
Dengan 𝐴 adalah matriks 𝑛 × 𝑛 yang merupakan matriks koefisien dari variabel tak bebas
𝒙 ∈ ℝ𝑛 , dengan 𝑎𝑖𝑗 ∈ ℝ, 𝑖 = 1,2, … , 𝑛, 𝑗 = 1,2, … , 𝑛 dan 𝐹(𝑡) adalah matriks ukuran 𝑛 × 1
yang merupakan fungsi dari 𝑡,
𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛 𝑥1 𝑓1 (𝑡)
𝑎21 𝑎22 ⋯ 𝑎2𝑛 𝑥2 𝑓2 (𝑡)
𝒙̇ = [ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ][ ⋮ ]+ [ ⋮ ]
𝑎𝑛1 𝑎𝑛2 ⋯ 𝑎𝑛𝑛 𝑥𝑛 𝑓𝑛 (𝑡)

2.2.2 Sistem Persamaan Diferensial Non Linear


Persamaan diferensial nonlinear adalah persamaan diferensial biasa yang bukan
linear. Sistem persamaan diferensial dikatakan nonlinear jika persamaan tersebut terdiri
dari lebih dari satu persamaan yang saling terkait. Sistem dari dua persamaan diferensial
tak linear dengan dua fungsi yang tak diketahui berbentuk:
𝑑𝑥 𝑑𝑦
= 𝐹(𝑥, 𝑦, 𝑡) = 𝐺(𝑥, 𝑦, 𝑡)
𝑑𝑡 𝑑𝑡

7
dengan 𝐹(𝑥, 𝑦, 𝑡) dan 𝐺(𝑥, 𝑦, 𝑡) adalah fungsi-fungsi tak linear dari x dan y secara
kualitatif dibanding kuantitatif (Waluya, 2006).
Persamaan diferensial nonlinear jika persamaan diferensial tersebut memenuhi paling
sedikit satu dari kriteria berikut (Ross, 1984):
1. Memuat variabel tak bebas dari turunan-turunannya berpangkat selain satu.
2. Terdapat perkalian dari variabel tak bebas dan/atau turunan-turunannya.
3. Terdapat fungsi transedental dari variabel tak bebas dan turunan-turunannya.

2.3. Titik Kesetimbangan dan Kestabilan


Dinamika populasi berkaitan dengan pertumbuhan populasi, kesetimbangan, dan
kestabilan. Kesetimbangan dalam populasi adalah keadaan saat tidak terjadi perubahan
jumlah populasi seiring berjalannya waktu. Dalam pemodelan matematika, kesetimbangan
diwakili oleh sebuah titik yang disebut titik kesetimbangan, yaitu titik tetap yang tidak
berubah terhadap waktu (Arrowsmith dan Place. 1992).
Definisi 2.5
Misalkan suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai 𝑥̇ = 𝑓(𝑥), 𝑥 ∈ ℝ𝑛 ,
maka titik 𝑥̅ ∈ ℝ𝑛 disebut titik kesetimbangan (titik equilibrium) sistem jika 𝑓(𝑥̅ ) = 0
(Perko, 1991).
Populasi dikatakan dalam keadaan stabil di titik tetap apabila kondisi populasi akan
kembali ke keadaan setimbang atau tidak menyimpang dari titik tetapnya saat mengalami
gangguan. Sedangkan suatu populasi yang berada dalam keadaan tidak stabil di titik tetap
apabila kondisi populasi tidak akan kembali ke keadaan setimbang atau menyimpang dari
titik tetapnya saat mengalami gangguan (Nurhamiyawan, dkk, 2013).
Sifat stabilitas titik tetap ada 3 yaitu stabil, stabil asimtotik, dan tidak stabil. Titik
tetap dikatakan stabil jika setiap solusi dari sistem mulai dekat dengan titik tetap pada
waktu tertentu. Sedangkan yang disebut stabil asimtotik adalah jika solusi di dekatnya
tidak hanya dekat, tetapi juga konvergen ke titik tetap sampai waktu menuju tak hingga
dan jika titik tetap yang tidak memenuhi sifat stabil dan stabil asimtotik maka disebut tidak
stabil (Wiggins, 2003).

Definis 2.6
Titik ekuilibrium 𝑥 ∈ ℝ𝑛 sistem 𝑥̇ = 𝑓(𝑥) dikatakan

8
1. Stabil lokal jika untuk setiap 𝜀 >0 terdapat 𝛿 >0 sedemikian hingga untuk setiap
solusi 𝑥(𝑡) yang memenuhi ‖𝑥(𝑡0 ) − 𝑥̅ ‖ < 𝛿berlaku ‖𝑥(𝑡) − 𝑥̅ ‖ < 𝛿 untuk setiap
𝑡 ≥ 𝑡0 .
2. Stabil asimtotik lokal jika titik ekuilibrium 𝑥̅ ∈ ℝ𝑛 stabil dan terdapat 𝛿0 >
0 sedemikian hingga untuk setiap solusi 𝑥(𝑡) yang memenuhi ‖𝑥(𝑡0 ) − 𝑥̅ ‖ < 𝛿0
berlaku lim 𝑥(𝑡) = 𝑥̅ .
𝑡→∞

3. Tidak stabil jika titik ekuilibrium 𝑥̅ ∈ ℝ𝑛 tidak memenuhi (1).


(Wiggins, 2003)

Dari perspektif biologi, titik tetap yang diperoleh diklasifikasikan menjadi titik tetap
bebas virus atau titik tetap terdapat virus. Jika nilai dari setiap populasi adalah nol
(𝑆(𝑡) = 0, 𝐼(𝑡) = 0, 𝑉(𝑡) = 0), sel-sel dan virus di dalam tubuh didefinisikan menghilang,
artinya saat t   populasi akan menjadi nol. Dengan demikian, jika pada keadaan
kesetimbangan 𝑉(𝑡) = 𝐼(𝑡) = 0, maka virus menghilang di dalam tubuh yaitu saat 𝑡 → ∞
dan kesetimbangan ini dikenal sebagai titik tetap bebas virus. Akan tetapi, jika nilai setiap
populasi adalah tidak nol (𝑆(𝑡) ≠ 0, 𝐼(𝑡) ≠ 0, 𝑉(𝑡) ≠ 0), sel-sel dan virus di dalam tubuh
didefinisikan tetap ada. Dengan demikian, jika 𝑉(𝑡) ≠ 0dan 𝐼(𝑡) ≠ 0 maka virus tetap
ada di dalam tubuh yaitu 𝑡 → ∞ dan kesetimbangan ini dikenal sebagai titik tetap terdapat
virus (Wester, 2015).

2.4. Linearisasi
Analisis kestabilan sistem persamaan diferensial nonlinear dilakukan melalui
linearisasi. Linearisasi adalah proses hampiran suatu sistem persamaan diferensial
nonlinear menjadi persamaan diferensial linear. Linearisasi pada persamaan diferensial
nonlinear dimaksudkan untuk memperoleh perkiraan yang baik. Untuk mencari hasil
linearisasi dari sistem persamaan diferensial nonlinear digunakan matriks Jacobi.
Definisi 2.7
Diberikan fungsi 𝑓 = (𝑓1 , 𝑓2 , 𝑓3 , … , 𝑓𝑛 ) pada sistem 𝑥̇ = 𝑓(𝑥) dengan 𝑓𝑖 ∈ 𝐶(𝐸), 𝑖 =
1,2 … , 𝑛. Matriks
𝜕𝑓1 𝜕𝑓1 𝜕𝑓1
(𝑥̅ ) (𝑥̅ ) ⋯ (𝑥̅ )
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛
𝜕𝑓2 𝜕𝑓2 𝜕𝑓2
(𝑥̅ ) (𝑥̅ ) ⋯ (𝑥̅ )
𝐽(𝑓(𝑥̅ )) = 𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛 (2.5)
⋮ ⋮ ⋮ ⋮
(𝑥̅ ) …
𝜕𝑓𝑛 𝜕𝑓𝑛 𝜕𝑓𝑛
[ (𝑥̅ )
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛
(𝑥̅ )]

dinamakan matriks Jacobian dari f di titik 𝑥̅ (Hale dan Kocak, 1991).

9
Definisi 2.8
Diberikan matriks Jacobian J(𝑓(𝑥̅ )) pada (2.5). Sistem linear
𝑥̇ = 𝐽(𝑓(𝑥̅ ))𝑥
disebut linearisasi dari sistem 𝑥̇ = 𝑓(𝑥) di sekitar titik 𝑥̅ (Perko, 1991).

2.5. Nilai Eigen dan Vektor Eigen


Definisi 2.9
Jika A adalah matriks 𝑛 × 𝑛 , maka vektor taknol 𝐱 dalam ℝ𝑛 dinamakan vektor
eigen (eigenvector) dari A jika A𝐱 adalah kelipatan skalar dari x yaitu
𝐴𝒙 = 𝛾𝒙 (2.6)
untuk suatu skalar γ. Skalar γ dinamakan nilai eigen dari A dan 𝐱 dikatakan vektor eigen
yang bersesuaian dengan γ.
Untuk memperoleh nilai eigen dari sebuah matriks 𝐴𝑛×𝑛 , persamaan (2.6) dapat
ditulis sebagai
𝐴𝒙 = 𝛾𝒙 ↔ 𝐴𝒙 = 𝛾𝐼𝒙 ↔ (𝛾𝐼 − 𝐴)𝒙 = 𝟎 (2.7)
dengan I adalah matriks identitas.
Agar 𝛾 dapat menjadi nilai eigen, harus terdapat satu solusi taknol dari persamaan
(2.7). Persamaan (2.7) akan memiliki pemecahan taknol jika dan hanya jika
𝑑𝑒𝑡(𝛾𝐼 − 𝐴)𝒙 = 𝟎 (2.8)
Persamaan (2.8) dinamakan persamaan karakteristik dari matriks A dan skalar yang
memenuhi persamaan (2.8) adalah nilai eigen dari A.
Pada matriks A dengan ukuran × 𝑛 , maka polinomial karakteristik A mempunyai bentuk
𝑑𝑒𝑡(𝛾𝐼 − 𝐴) = 𝛾 𝑛 + 𝑐1 𝛾 𝑛−1 + 𝑐2 𝛾 𝑛−2 + ⋯ + 𝑐𝑛 = 0
Dengan 𝑐𝑖 ∈ ℝ, 𝑖 = 1,2, … , 𝑛
(Anton, 1992)
Teorema 2.1
Diberikan matriks jacobian 𝐽𝑓(𝑥̅ ) dari sistem nonlinear 𝑥̇ = 𝑓(𝑥) dengan nilai
eigen 𝛾.
1. Stabil asimtotik lokal, jika semua bagian real nilai eigen dari matriks 𝐽𝑓(𝑥̅ ) bernilai
negatif.
2. Tidak stabil, jika terdapat paling sedikit satu nilai eigen matriks 𝐽𝑓(𝑥̅ ) yang bagian
realnya positif.
(Olsder dan Woude, 1994)

10
2.6. Kriteria Routh-Hurwitz
Berdasarkan teorema 2.1, untuk menguji sifat kestabilan diperlukan perhitungan
untuk menentukan nilai-nilai Eigen dari matriks jacobian di titik ekulibrium. Namun
seringkali akar-akar persamaan karakteristik tidak mudah ditentukan. Sehingga diperlukan
suatu aturan/kriteria yang menjamin bahwa akar-akar persamaan karakteristik bernilai
negatif atau ada persamaan karakteristik yang bernilai positif. Tanda negatif ataupun
positif di sini dapat digunakan untuk menentukan sifat kestabilan dari suatu titik
ekuilibrium. Kriteria Routh-Hurwitz merupakan salah satu alternatif untuk menentukan
nilai eigen tersebut.
Teorema 2.2
Diberikan suatu sistem persamaan karakteristik dalam bentuk polinomial sebagai berikut:
𝑓(𝑠) = 𝑎0 𝑠 𝑛 + 𝑎1 𝑠 𝑛−1 + ⋯ 𝑎𝑛−1 𝑠 + 𝑎𝑛 = 0 (2.9)

Jika persamaan (2.9) mempunyai bagian real negatif maka


𝑎1 𝑎 𝑎
> 0, 𝑎2 > 0, … , 𝑎𝑛 > 0 (2.10)
𝑎0 0 0

Definisi 2.10
Diberikan polinomial (2.9), dengan positif 𝑎0 dan 𝑎𝑘 bilangan real, 𝑘 = 1,2,3, . . . , 𝑛.
Matriks Hurwitz untuk persamaan (2.9) didefinisikan sebagai matriks bujur sangkar
berukuran 𝑛 × 𝑛 yang berbentuk sebagai berikut:
𝑎1 𝑎0 0 0 … 0 0
𝑎3 𝑎2 𝑎1 𝑎0 … 0 0
𝑎5 𝑎4 𝑎3 𝑎2 … 0 0
𝐻= (2.11)
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ … ⋮ ⋮
0 0 0 0 … 𝑎𝑛−1 𝑎𝑛−2
[ 0 0 0 0 ⋯ 0 𝑎𝑛 ]
Determinan Hurwitz tingkat 𝑘𝑒 − 𝑘, dinotasikan dengan ∆𝑘 ; 𝑘 = 1,2, … , 𝑛 yang dibentuk
dari matriks Hurwitz (2.11), didefiniskan sebagai berikut.
𝑎1 𝑎0 0
𝑎1 𝑎0
∆1 = [𝑎1 ] ∆2 = [𝑎 𝑎 𝑎2 𝑎1 ]
3 𝑎2 ] ∆3 = [ 3
𝑎5 𝑎4 𝑎3

𝑎1 𝑎0 0 0 … 0 0
𝑎3 𝑎2 𝑎1 𝑎0 … 0 0
𝑎5 𝑎4 𝑎3 𝑎2 … 0 0
𝐻=
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ … ⋮ ⋮
0 0 0 0 … 𝑎𝑛−1 𝑎𝑛−2
[ 0 0 0 0 ⋯ 0 𝑎𝑛 ]

11
Teorema 2.3
Pembuat nol polinomial (2.9) mempunyai bagian real negatif jika dan hanya jika
pertidaksamaan (2.10) dipenuhi dan
∆1 > 0, ∆2 > 0, ∆3 > 0, … , ∆𝑛 > 0 (2.12)
Dengan demikian, titik kesetimbangan 𝑥̅ stabil jika dan hanya jika 𝑑𝑒𝑡𝐻𝑗 > 0 untuk
setiap 𝑖 = 1,2, … , 𝑛. Untuk 𝑛 = 3 dan 𝑛 = 4, kriteria Routh-Hurwitz diberikan sebagai
berikut
𝑛 = 3; 𝑎1 > 0, 𝑎2 > 0, 𝑎3 > 0, 𝑎1 . 𝑎2 − 𝑎3 > 0,
𝑛 = 4; 𝑎1 > 0, 𝑎2 > 0, 𝑎3 > 0, 𝑎4 > 0, 𝑎1 . 𝑎2 − 𝑎3 > 0, 𝑎3 (𝑎1 . 𝑎2 − 𝑎3 ) − 𝑎12 . 𝑎4 > 0
(Hanh W, 1967)

2.7. Bilangan Reproduksi Dasar


Bilangan reproduksi dasar dinotasikan dengan 𝑅0 merupakan suatu ukuran potensi
penyebaran penyakit dalam suatu populasi. Bilangan reproduksi dasar didefinisikan
sebagai nilai harapan banyaknya populasi rentan yang menjadi terinfeksi selama masa
infeksi berlangsung. Jika 𝑅0 < 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit stabil simtotik
lokal dan penyakit tidak menyerang populasi, namun jika 𝑅0 > 1 maka titik ekuilibrium
bebas penyakit tidak stabil dan penyakit sangat mungkin untuk menyebar.
Penghitungan bilangan reproduksi dasar (𝑅0 ) berdasarkan linearisasi dari sistem
persamaan diferensial yang didekati pada titik ekuilibrium bebas penyakit. Persaman
kompartemen terinfeksi yang telah dilinearisasi dapat dituliskan sebagai berikut
𝒙̇ = (𝐹 − 𝑉)𝒙
𝜕𝜑 𝜕𝜓𝑖
dengan F dan V adalah matriks berukuran 𝑛 × 𝑛, dan 𝐹 = 𝜕𝑢 𝑖 (0, 𝑦0 ) dan 𝑉 = (0, 𝑦0 )
𝑗 𝜕𝑢𝑗

Selanjutnya didefinisikan matriks K sebagai 𝐾 = 𝐹𝑉 −1 , dengan K disebut sebagai next


generation matrix. Nilai harapan dari infeksi sekunder pada populasi rentan adalah radius
spektral (nilai eigen dominan) dari matriks K sehingga 𝑅0 = 𝜌(𝐾) = 𝜌(𝐹𝑉 −1 ) (Driesse
dan Watmough, 2001).

2.8. Tanaman Cabai


Cabai (Capsicum annum L) merupakan jenis tanaman suku terung-terungan
(Solanaceae) yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai sejak lama telah banyak
dibudidayakan di Indonesia karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Cabai sering kali
digunakan sebagai bumbu masak, bahan baku industri pangan dan farmasi. Jumlah spesies
tanaman cabai yaitu sekitar 20 spesies, namun spesies tanaman cabai yang paling banyak

12
dibudidayakan yaitu cabai rawit (Capsicum Frustescens L.), cabai besar (Capsicum
annuum var. Grossum), paprika (Capsicum Longum L. Sendt.), dan cabai keriting
(Capsicum annum var. Longum) (Anggraeni dan Fadlil, 2013).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2015), produksi dan luas panen cabai dari
tahun 2011 sampai tahun 2015 terus berubah. Rata-rata produktivitas cabai nasional baru
mencapai 8.06 ton/ha, sementara potensi produksi cabai dapat mencapai 10,9 ton/ha. Dapat
diasumsikan bahwa produksi cabai masih dapat ditingkatkan hingga 20,12% dari potensi
produksi. Menurut Badan Pusat Statistik (2015), pemerintah harus mengimpor cabai yang
mencapai lebih dari 338 ton per tahun, hal ini membuktikan permintaan masyarakat
Indonesia terhadap cabai yang cukup tinggi. Dengan kata lain, produksi cabai di Indonesia
belum mampu memenuhi kebutuhan cabai nasional (Sari, 2017).
Salah satu kendala utama rendahnya produktivitas cabai dalam negeri disebabkan
oleh serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) berupa serangga dan
mikroorganisme seperti virus, bakteri dan jamur. Lebih lanjut dikemukakan bahwa
tanaman cabai seperti halnya tanaman budidaya lainnya juga tidak terlepas dari infeksi
patogen penyebab penyakit. Setiap penyakit, intensitas serta dampak serangan berbeda-
beda, namun pada intinya tetap menurunkan hasil atau gagal produksi. Virus yang banyak
menyerang tanaman cabai di Indonesia dan menyebabkan kehilangan hasil secara
ekonomis antara lain CVMV (Chili Veinal Mottle Potyvirus), CMV (Cucumber Mosaic
Cucumovirus), PMMV (Peppers Mild Mottle Potyvirus), dan PYLCV (Peppers Yellow
Leaf Curl Begomovirus) (Vivaldy, 2017).

2.9. Virus Gemini


Penyebab penyakit daun keriting kuning pada tanaman cabai adalah Pepper yellow
leaf curl virus (PYLCV) yang merupakan salah satu virus dalam genus Begomovirus
famili Geminiviridae, atau biasa disebut virus Gemini. Menurut (Harrison, 1985;
Lazarowitz, 1987) dalam Sudiono (2005), virus gemini merupakan golongan virus
tumbuhan yang unik karena memiliki morfologi yang berbeda dengan golongan virus
tumbuhan lainnya. Partikel virus gemini berbentuk isometri dan selalu berpasangan
(geminate). Virus gemini memiliki genom berupa asam nukleat deoksiribonukleat (DNA)
dalam bentuk utas tunggal [single stranded (ssDNA)].
Ada tiga kelompok virus gemini berdasarkan tanaman inang, serangga vektor, dan
struktur genomnya. Kelompok I adalah virus gemini yang menginfeksi tanaman
monokotil, ditularkan oleh serangga vektor wereng daun, dan memiliki struktur genom

13
monopartit. Kelompok II virus gemini yang menginfeksi tanaman dikotil, ditularkan oleh
serangga vektor wereng daun, dan struktur genomnya monopartit. Kelompok III adalah
virus gemini yang menginfeksi tanaman dikotil, ditularkan oleh serangga vektor kutu
kebul, dan struktur genomnya bipartite. Virus gemini dalam kelompok III memiliki daerah
penyebaran yang sangat luas terutama di daerah tropika dan subtropika dimana kutu kebul
(Bemisia tabaci Genn.) dapat berkembang dengan baik (Sudiono, 2005).
Penyakit daun kuning tidak ditularkan melalui biji, tetapi dapat menular melalui
penyambungan dan melalui serangga vektor kutu kebul (Bemisia tabaci Genn) yang dapat
menularkan Begomivirus secara persisten. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Singarimbun
(2017), yang menyatakan bahwa populasi kutu kebul berpengaruh sangat kuat terhadap
persentase kejadian penyakit kuning dengan nilai korelasi 0,866. Tindakan pengendalian
terhadap infeksi akibat virus ini sangat sulit dilakukan karena Begomovirus mempunyai
kisaran inang yang luas atau dapat menginfeksi banyak jenis tanaman (inang) sehingga
mudah ditularkan dan mudah disebarkan oleh serangga vektor di lapangan (Windarningsih,
2017).

2.10. Model Matematika


Model adalah suatu usaha untuk menciptakan tiruan dari suatu peristiwa dalam
kehidupan. Secara umum model dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu model fisik,
model analogi, dan model matematika. Model yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah model matematika. Model matematika merupakan model yang mendeskripsikan
peristiwa alam dengan suatu persamaan matematika. Model dikatakan baik apabila
mendekati/sesuai dengan permasalahan nyatanya (Luknanto, 2003).
Terdapat beberapa tahap dalam menyusun model matematika yang dapat dinyatakan
dalam alur diagram berikut:

Masalah Masalah Dalam Membuat


Dunia Nyata Matematika Asumsi

Memformulasikan
Persamaan/Pertidaksamaan

Interpretasi Interpretasi Menyelesaikan


Hasil Hasil Persamaan/Pertidaksamaan

Gambar 2.1 Alur Diagram Menyusun Model Matematika

14
Penjelasan diagram di atas:
1. Memodelkan masalah dunia nyata ke dalam matematika
Pada langkah ini permasalahan dunia nyata dimodelkan ke dalam bahasa matematis.
Langkah ini meliputi pemahaman pada karakteristik permasalahan yang akan dimodelkan
kemudian membatasi permasalahan yang akan dibahas. Identifikasi dan pembatasan
masalah menghasilkan variabel-variabel yang dapat dibentuk beberapa hubungan antar
variabel tersebut. Kemudian menjabarkan variabel-variabel dan sistem menjadi model.
2. Membuat asumsi
Dalam mengkontruksi model, perlu dibuat asumsi. Asumsi di sini mencerminkan
bagaimana proses berpikir sehingga model dapat berjalan.
3. Formulasi persamaan/pertidaksamaan
Dengan asumsi dan hubungan antara variabel-variabel, langkah selanjutnya yaitu
memformulasikan persamaan atau sistem persamaan. Formulasi model merupakan langkah
paling penting, sehingga kadang perlu adanya pengujian kembali asumsi-asumsi agar
langkah formulasi persamaan (kumpulan persamaan) yang sesuai sehingga dapat
diselesaikan dan relistik. Jika pada proses pengujian kembali, model yang terbentuk tidak
sesuai maka perlu dilakukan pengkajian ulang asumsi dan membentuk asumsi yang baru.
4. Menyelesaikan persamaan/pertidaksamaan
Setelah model diformulasikan, langkah selanjutnya yaitu menyelesaikan persamaan
tersebut secara matematis. Dalam menyelesaikan persamaan/pertidaksamaan ini perlu hati-
hati dan fleksibilitas dalam proses pemodelan secara menyeluruh.
5. Interpretasi Hasil
Interpretasi model atau solusi merupakan suatu langkah yang menghubungkan
formula matematika dengan kembali ke masalah dunia nyata. Interpretasi ini dapat
diwujudkan dalam berbagai cara seperti grafik yang digambarkan berdasarkan solusi yang
diperoleh.
(Widowati, 2007)
2.11. Model Epidemi
Epidemiologi adalah cabang ilmu yang membahas mengenai penyebaran penyakit
dan faktor yang menetukan terjadinya penyebaran penyakit pada makhluk hidup. Istilah
penyebaran penyakit yang dimaksud adalah penyebaran penyakit menurut sifat makhluk
hidup, tempat, dan waktu. Penyakit yang terjadi pada laju yang konstan namun cukup
tinggi pada suatu populasi disebut endemik. Suatu infeksi dikatakan sebagai endemik pada

15
suatu populasi jika infeksi tersebut berlangsung di dalam populasi tersebut tanpa adanya
pengaruh dari luar.
Model epidemi memodelkan epidemi dalam populasi tertutup. Hal dasar dalam
model epidemi adalah jika penyakit menjangkiti satu individu dalam populasi. Model
dasar epidemi dikenal dengan SIR. Pada model ini populasi terbagi menjadi tiga sub
populasi yaitu sub populasi susceptible (rentan), sub populasi infectious (terinfeksi) dan
Removed (kebal atau mati di karantina). Dari model dasar itu, maka model-model yang
lain dapat berkembangbangkan. Pertumbuhan dari masing-masing sub populasi akan
dimodelkan oleh persamaan diferensial, sehingga pertumbuhan lajunya sub populasi akan
membentuk sistem diferensial (Juliah, 2015).
Pada penelitian ini, penulis mengambil model epidemi SIV. Dimana pada model ini,
populasi terbagi menjadi tiga sub populasi yaitu:
1. Susceptible (S(t)) : sub populasi di mana anggotanya terdiri dari tanaman-tanaman
cabai yang rentan terkena virus.
2. Infected (I(t)) : sub populasi di mana anggotanya terdiri dari tanaman-tanaman yang
terinfeksi virus.
3. Virus (V(t)) : sub populasi dimana anggotanya terdiri dari virus.
Penelitian ini membahas tentang pembentukan model SIV pada penyebaran virus
Gemini pada tanamn cabai. Pembentukan model SIV berdasarkan asumsi-asumsi yang
dibuat. Model yang disusun adalah model matematika dengan bentuk persamaan
diferensial yang bergantung pada variabel-variabel yang menyatakan tiap-tiap populasi.
Setelah model terbentuk, selanjutnya mencari titik ekuilibrium dan bilangan reproduksi
dasar (𝑅0 ). Setelah mendapatkan titik ekuilibrium tersebut maka selanjutnya menganalisis
kestabilan, dan terakhir dengan simulasi numerik menggunakan program Maple 2015.

16
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggunakan metode kajian
pustaka yaitu mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan dengan membaca dan
memahami referensi-referensi yang berkaitan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
penyebaran penyakit kuning pada tanaman cabai yang disebabkan oleh infeksi virus
Gemini.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret s/d Juli 2020 di Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

3.3 Alat Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Laptop
2. Alat Tulis
3. Software Maple 2015

3.4 Variabel dan Parameter


Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman rentan (𝑆), tanaman
terinfeksi (𝐼), dan virus Gemini (𝑉), sedangkan parameter yang digunakan adalah
𝛼 : laju kelahiran alami tanaman rentan per hari
𝛽 : laju perpindahan satu virus Gemini ke tanaman rentan yang melalui vektor per hari
𝛿 : laju kematian alami tanaman rentan per hari
𝜎 : laju kematian tanaman terinfeksi per hari
𝜇 : peluang virus Gemini pada tanaman terinfeksi terduplikasi per hari
𝑛 : banyaknya duplikasi virus Gemini
𝜏1 : laju kematian alami virus Gemini per hari
𝜏2 : laju kematian virus Gemini akibat pestisida per hari

dengan 𝜎, 𝜏1 , 𝜏2 , 𝛼, 𝛽, 𝛿 > 0 dan 𝑆, 𝐼, 𝑉 ≥ 0.

17
3.5 Langkah-langkah Penelitian
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :

Indentifikasi Masalah

Merumuskan Masalah

Studi Literatur

Merumuskan Model Penyebaran Virus Gemini

Menentukan Titik Ekuilibrium

Linearisasi Model

Analisis Kestabilan model

Simulasi Model

Kesimpulan

Gambar 3. 1. Langkah-langkah Penelitian

Keterangan:
1. Identifikasi Masalah
Pada langkah ini peneliti mencari beberapa sumber pustaka yang mendukung
dalam penelitian. Sumber pustaka ini berguna dalam memunculkan ide yang digunakan
oleh peneliti sebagai landasan dalam melakukan penelitian.
2. Merumuskan Masalah
Tujuan dari perumusan masalah adalah mempersempit ruang masalah yang akan
dipecahkan sehingga akan lebih memudahkan dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan ide yang diperoleh setelah identifikasi masalah, dirumuskan masalah
untuk pembuatan model penyebaran virus Gemini pada tanaman cabai.
3. Studi Literatur
Studi literatur digunakan untuk mencari dan mempelajari sumber literatur yang
berhubungan dengan pemodelan matematika yaitu untuk mencari model-model

18
matematika yang sudah ada sebagai acuan dalam merumuskan model penyebaran virus
Gemini.
4. Perumusan Model
Perumusan model dilakukan menggunakan persamaan diferensial yaitu sistem
dinamika. Hal ini dikarenakan penyebaran virus Gemini pada tanaman cabai
bergantung pada waktu.
5. Penentuan Titik Ekuilibrium
Penentuan titik ekuilibrium dilakukan untuk menentukan titik kesetimbangan,
sehingga dapat diketahui keadaan terdapat virus dan tidak terdapat virus.
6. Linearisasi
Dilakukan linearisasi persamaan diferensial nonlinear menjadi persamaan linier
dengan menggunakan matriks Jacobian. Selanjutnya, matriks Jacobian dapat
digunakan untuk menentukan nilai eigen (𝜆) dari setiap titik tetap yang diperoleh.
7. Analisis Kestabilan Model
Analisis kestabilan model dapat ditentukan melalui kriteria jenis kestabilan di
sekitar masing-masing titik ekuilibrium diperoleh berdasarkan nilai eigen.
8. Simulasi Model
Simulasi model dilakukan menggunakan software Maple 2015.
9. Kesimpulan
Tahap ini adalah tahap terakhir dari penelitian. Membuat kesimpulan dari model
berdasarkan hasil analisis dan simulasi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, N. T., dan Fadlil, A., 2013, Sistem Identifikasi Citra Jenis Cabai (Capsicum
Annum L.) Menggunakan Metode Klasifikasi City Block Distance, Jurnal Sarjana
Teknik Informatika, Vol. 1, No.2, pg.409-418

Ang, W.T. dan Y.S. Park, 2008, Ordinary Differential Equations : Method and
Applications, Universal Publishers, Florida.

Anton, H. 1992. Aljabar Linier Elementer Edisi ke-5. Terjemahan Pantur Silaban dan I
Nyoman Susila. Jakarta: Erlangga.

Anton, Howard. (2003). Aljabar Linear Elementer (Alih Bahasa: Refina Indriasari),
Jakarta: Erlangga

Arrowsmith, D.K. dan C.M. Place, 1992, Dynamical System: Differential Equation.
Maps and Chaotic Behavior, Chapman & Hall, London.

Ault, J.C & Ayres, Frank. 1992. Persamaan Diferensial dalam Satuan SI Metric. Jakarta:
Erlangga.

Driessche, P.V.D. & Watmough, J. 2002. Reproduction Number and Subtreshold


Endemic Equilibria for Compartmental of Disease Transmission. Mathematical
Biosciences. 180: 29 – 48.

Hanh, W. 1967. Stability of Motion. New York: Springer-Verlag.

Herdiana, H., Sukasno, Kusmana, E., 2002, Persamaan Differensial, Pustaka Setia,
Bandung.

Juliah, Intan, 2015, Analisis Kestabilan Titik Kesetimbangan Model Matemtika Proses
Transmisi Virus Dengue Di Dalam Tubuh Manusia Dengan Terapi Obat
Herbal, Skripsi, Jurusan Matematika FMIPA UNS, Semarang

Luknanto, D., 2003, Model Matematika Bahan kuliah Hidraulika Komputasi, Jurusan
Teknik Sipil FT UGM, Yogyakarta.

Nurhamiyawan, E.N., B. Prihandono, dan Helmi, 2013, Analisis Dinamika Model


Kompetisi Dua Populasi Yang Hidup Bersama di Titik Kesetimbangan Tidak
Terdefinisi, Jurnal Buletin Ilmiah Mat. Stat. Dan Terapannya, Vol.02, pp.197-204

Olsder, G.J & Woude, J.W. Van Der. 1998. Mathematical System Theory Second
Edition. Faculty on Information Technology and Systems Deft University of
Technology.

20
Padilah, Tesa Nur., 2017, Analisis Kestabilan Endemik Model Epidemi CVPD (Citrus
Vein Phloem Degeneration) Pada Tanaman Jeruk, Jurnal Ilmiah Matematika dan
Pendidikan Matematika (JMP), Vol. 9, No. 2, hal 21-36, Desember 2017.

Perko, L., 1991, Differential Equations and Dynamical Systems, Springer, New York.

Ross, S.L., 1984, Differensial Equation, Third Edition, John Wiley & Sons.Inc, New
York.

Singarimbun, M. A., Pinem, M. I., dan Oemry, S., 2017, Hubungan Antara Populasi
Kutu Kebul (Bemisia tabaciGenn.) dan Kejadian Penyakit Kuning pada
Tanaman Cabai (Capsicum annumL.), Jurnal Agroteknologi FP USU, Vol. 5,
No.4, hal 847-854, Oktober 2017.

Sudiono, 2013, Penyebaran Penyakit Kuning Pada Tanaman Cabai Di Kabupaten


Tanggamus dan Lampung Barat¸ Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, Vol. 13,
No. 1, Januari 2013.

Sudiono, 2005, Penyebaran dan Deteksi Molekuler Virus Gemini Penyebab Penyakit
Kuning Pada Tanaman Cabai di Sumatera¸ Jurnal HPT Tropika, Vol. 5, No. 2,
September 2005

Tyas, S. W. dan Lestari, D., 2017, Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus
Tungro Pada Tanaman Padi, Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika
Universitas Negeri Yogyakarta.

Vivaldy, L. A., Max, R., dan Guntur, M., 2017, Insidensi Penyakit Virus Pada Tanaman
Cabai (Capsicum Anuum di Desa Kakaskasen II Kecamatan Tomohon Utara
Kota Tomohon, Universitas Sam Ratulangi Manado, Manado.

Windarnigsih, M., Fauzi, M. T., Rohyadi, A., Muthahanas, I., 2017, Penyebaran Penyakit
Virus Daun Menguning Dan Keriting Pada Cabai Rawit Di Kabupaten Lombok
Utara, Jurnal Ilmiah Agronomi, Vol. 11, No. 2, hal 145-150, Juli 2018.

Waluya, B., 2006, Buku Ajar Persamaan Diferensial, Universitas Negeri Semarang

Wiggins, S., 2003, Introduction to Applied Nonlinear Dynamical Systems and Chaos,
Springer, New York.

Wester, T., 2015, Analysis and Simulation of a Mathematical Model of Ebola Virus
Dynamics in vivo, U.S, Department of Mathematics and Department of Chemistry
Naval Academy.

Widowati dan Sutimin, 2007, Buku Ajar Pemodelan Matematika, Universitas


Diponegoro, Semarang.

21

Anda mungkin juga menyukai