Anda di halaman 1dari 131

`

i |
ii |
iii |
Terima kasih istriku sudah mempercayai dan
memberikan kesempatan kedua untuk tetap bersamamu.
Love You

iv |
v |
vi |
vii |
viii |
ix |
MENJADI jomblo rupanya tidak hanya terpengaruh oleh
kesiapan lahir dan batin, melainkan kemandirian berpikir dan tidak
mudah terpengaruh ucapan orang.
Saat saya masih jomblo, saya banyak mendengarkan saran
dari orang mengenai konsep berpacaran. Sebagian orang
mengatakan bahwa memiliki pasangan hidup menambah kesulitan
hidup. Sebagian lainnya mengatakan memiliki pasangan
menambah kebahagiaan hidup.
Lantas, manakah yang benar?
Selama mencari pasangan, saya berharap mendapatkannya,
tetapi hanya berharap! Saya tidak mau bergerak memperbaiki
kondisi sendiri. Saya malas instropeksi diri serta terpaku pada
keegoisan diri mempertahankan keinginan dan kesenangan sendiri.

1 |
Parahnya, saya pernah memusuhi teman sendiri hanya karena
ketakutan kalau dia akan merebut gebetan saya. Padahal teman
saya itu ingin supaya gebetan lebih mendekatkan diri pada saya.
Usai kesalahpahaman itu, saya putuskan untuk menghentikan
harapan pada sang gebetan. Lalu saya berpikir kalau hidup sendiri
jauh lebih baik dan menyenangkan. Saya tidak perlu pusing
memikirkan pasangan, tidak perlu sibuk antar jemput, tidak harus
menghabiskan uang untuk mentraktirnya menonton bioskop atau
sekedar makan, bahkan tidak perlu emosi saat mendengarkan
kemarahannya.
Sampailah suatu hari, saat saya mengalami masalah dengan
pekerjaan. Saya harus memilih tempat
bekerja. Apakah di Jakarta ataukah di
Tangerang, Banten. Karena masih
jomblo, saya bertanya pada ayah,
“Yah, kira-kira saya pilih pekerjaan
yang mana ya? Dua-duanya kasih gaji
bagus dan jaraknya tidak terlalu jauh.”
Ayah saya hanya menjawab,”Pilih
saja pekerjaan yang srek dihatimu.
Jangan pikirin gaji, soalnya gaji itu bonus
dari hasil kerjamu.”
Saya setuju dengan pemikiran ayah, lalu saya bertanya pada
bunda. Jawabannya juga hampir sama. Saat itulah saya baru
berpikir kalau mempunyai pasangan sedikit banyak akan
memberikan pendapat yang berbeda dan minimal mendekati
pemikiran kita.
Dari pengalaman itulah, saya menyadari dan belajar bahwa
pasangan pada hakikatnya diperlukan sebagai penyeimbang
hidup. Artinya, pasangan hidup nantinya membantu kita
menghadapi permasalahan dengan memberikan saran agar kita

2 |
mempunyai pandangan lain sehingga dapat menyelesaikan
masalah lebih baik.
Usai mempertimbangkan pilihan pekerjaan, saya pun memilih
untuk bekerja sebagai seorang reporter di salah satu televisi lokal di
Jakarta. Setiap hari, saat menuju ke tempat kerja, saya selalu
melintasi sejumlah sekolah dari wilayah Batu Ceper Indah,
Tangerang sampai wilayah Mangga Dua, Jakarta Utara.
Saya melihat banyak gadis muda sudah tampil eksotis
cenderung berlebihan saat berangkat sekolah. Melihat kondisi
tersebut, saya teringat saat masih sekolah di tingkat menengah atas.
Sebagian teman berlomba untuk mendapatkan pacar.
Bahkan karena ketakutan dikatakan sebagai jomblo, mereka
tidak segan-segan menggunakan segala cara untuk
mendapatkannya. Mereka tidak lagi memperdulikan orang yang
akan dijadikan pacar. Terpenting baginya ada orang yang suka
padanya, dapat memberikan perhatian, mempunyai uang untuk
mengajak jalan, mempunyai kendaraan untuk antar jemput sekolah,
serta tidak terlalu jelek secara fisiknya. Urusan lain dapat diatur sambil
berjalannya masa pacaran.
Persaingan kemewahan pun terjadi di sekolah, sejumlah
teman lelaki berlomba menggunakan kendaraan terbaru milik
orang tuanya. Jaman itu masih populer menggunakan motor sport.
Karena prioritas teman-teman saya itu mempunyai pacar,
maka banyak dari mereka mengabaikan standar moral. Akibatnya,
sejumlah teman ada yang putus sekolah akibat MBA (Married by
Accident) atau menikah karena hamil, atau terlibat kasus
menggugurkan kandungan karena hamil sebelum nikah. Saya lalu
bertanya dalam hati, apakah setiap remaja harus terjerumus dalam
kejahatan hanya untuk mendapatkan pengakuan cinta?
Jomblo itu bukanlah penyakit berbahaya yang mematikan
para penyandangnya. Jomblo hanyalah istilah bagi setiap orang
yang masih sendiri dan belum mempunyai pasangan. Jadi untuk

3 |
tidak ada alasan bagi kita untuk risih dan terganggu dengan
sebutan jomblo.
Saat masih jomblo, banyak teman datang pada saya untuk
menasihati serta memberikan saran agar saya mendapatkan
pasangan. Segala bentuk contoh dari kehidupan orang lain, mereka
ceritakan seolah kisah kehidupannya. Bahkan tidak segan mereka
menunjukkan cara mendapatkan pasangan dengan kekuatan
supranatural alias dukun.
Sempat juga saya tertarik untuk
menggunakan supranatural, tetapi
saya tidak lakukan karena percuma
nantinya usai menjadi pasangan, dia
akan seperti zombie dan hanya sekedar
melayani kita secara jasmani, tanpa
dapat diajak berdiskusi membicarakan
masa depan keluarga.
Beberapa tahun saya menikmati
kesendirian. Rutinitas pun berangsur berubah. Kesepian terasa saat
saya melihat banyak teman serta orang lain bercengkrama dengan
pasangan masing-masing. Saya ingin merasakan kebersamaan
tersebut.
Keinginan bersama seorang perempuan semakin mendorong
saya untuk introspeksi diri. Saya berusaha menemukan keunggulan
lalu memperbaiki kelemahan sendiri supaya perempuan lebih suka
dan mau dijadikan pacar.
Sekian waktu saya berpikir dan merenungi penyebab
kejombloan ini. Akhirnya saya menyimpulkan beberapa kondisi
penyebab utama saya belum mendapatkan pasangan. Ada faktor
eksternal atau faktor yang langsung dilihat orang serta faktor internal
atau faktor dari dalam diri sendiri. Kedua faktor tersebut
menyebabkan kita tetap jomblo.

4 |
Faktor eksternal ini adalah bau badan dan tidak merawat diri,
berpenampilan buruk dan tidak sesuai umur, terlalu kaku dan
tertutup, bertingkah laku konyol dan aneh di depan umum, serta
hidup tidak teratur dan semaunya sendiri. Mari kita bahas satu
persatu.

1. BAU BADAN DAN TIDAK MERAWAT DIRI


Karena terlalu lama sendiri, saya membuang rutinitas
mandi dari kamus kehidupan. Saya baru mandi kalau ada
kegiatan di keluar rumah, tetapi bila tetap di rumah, saya akan
nyaman tidak mandi walau berhari-hari. Akibatnya kulit wajah
serta badan saya menjadi kusam dan tidak cerah. Kebiasaan
ini membuat saya tidak enak dilihat.
Kesan pertama
dari orang lain yang
melihat saya langsung menilai
kalau saya jorok karena tampak kusam,
kumal, dan bau. Padahal,
umumnya orang ingin mencium
sesuatu yang harum di sekitarnya. Mereka
akan komplain bila mencium aroma tidak sedap di dekatnya.
Kegagalan saya mendapatkan pacar saat itu, karena
saya bau badan dan terkesan jorok di awal perjumpaan kami.
Dari kejadian memalukan itu, saya selalu ingat mandi dua kali
sehari serta menggunakan pengharum tubuh – bukan
pengharum ruangan – saat keluar rumah. Terutama saat jalan
dengan calon pacar – bukan sang mantan.

5 |
2. BERPENAMPILAN BURUK DAN TIDAK SESUAI USIA
Busana menjadi utama saat menampilkan diri pada
kencan pertama dengan calon pacar. Salah
memilih busana pasti berdampak buruk untuk
hubungan selanjutnya. Dulu, saya sering
menggunakan kemeja lengan panjang di
setiap kegiatan. Termasuk saat saya
melakukan pendekatan pada
seorang perempuan yang usianya
terpaut sepuluh tahun dari saya. Kencan
pertama saya sukses dengannya. Tidak
ada keluhan mengenai busana yang saya gunakan saat itu.
Namun, pada sejumlah kesempatan lainnya,
perempuan gebetan saya ini akhirnya komplain dengan
penampilan saya. Dia menilai kalau penampilan saya tidak
sesuai dengan usia. Menurutnya, kemeja yang saya gunakan
setiap hari, bukannya membuat saya tampak berwibawa,
melainkan seperti pemain sirkus, karena dilihatnya lucu. Dia lalu
menyarankan agar saya lebih sering menggunakan kaos
berkerah dibandingkan kemeja. Sejak itulah, dia menjauhi
saya dan kami pun gagal membina hubungan asmara.
Selain busana harus sesuai dengan usia, kita pun perlu
memperhatikan kesesuaian warna dan motif antara busana
atas, busana bawah, hingga sepatu dan ikat pinggang. Bukan
jamannya lagi mengabaikan penampilan kita di depan orang
lain. Terutama orang yang kita sukai dan cintai. Sebab bila kita
membuatnya malu, itu berarti mempermalukan diri sendiri.

3. TERLALU KAKU DAN TERTUTUP


Penyebab saya jomblo saat itu karena saya terlalu kaku
dan tertutup. Kepribadian tertutup ini disebabkan oleh
kegemaran saya membaca buku sedari remaja. Akibatnya,

6 |
hidup saya dipenuhi prinsip kebenaran sehingga kesalahan
orang lain menjadi masalah penting yang mengusik pikiran
untuk dikomentari. Selain itu,
saya juga tumbuh sebagai
pribadi tertutup dan tidak
mudah bergaul. Saya
memandang pergaulan
dengan
banyak teman dapat
membuat saya emosi
karena dalam
pergaulan pastinya
banyak melakukan
kesalahan bersifat prinsip,
seperti pulang malam, minum bir, dan sebagainya.
Pribadi kaku dan tertutup saya ini dipandang begitu
menyebalkan banyak perempuan yang saya dekati. Mereka
kesal karena saya tidak hentinya mengomentari orang lain
yang tidak sesuai dengan prinsip, seperti lelaki mencium
kening perempuannya di depan bioskop, atau perempuan
memeluk lelakinya saat di tangga berjalan.
Adakalanya kita perlu santai sedikit saat bersama
dengan orang lain. Dengan begitu, kita memiliki kesempatan
untuk menikmati hidup tanpa terkekang dengan prinsip.

7 |
4. BERTINDAK KONYOL DAN ANEH DI DEPAN UMUM
Saat masih menjadi siswa di sekolah menengah atas,
saya banyak ditolak perempuan sekelas karena mereka
melihat saya suka bertingkah laku konyol dan
aneh di depan umum, seperti mencorat- coret
celana sekolah pada bagian lutut atau
suka datang tiba-tiba sambil berteriak
tidak jelas memanggil nama teman.
Para teman perempuan saya juga
kesal saat melihat saya memanggil nama mereka
dengan sebutan sayang. Tidak hanya itu, kadang
saya suka keluar kelas telanjang dada usai olah raga.
Kekonyolan serta keanehan tingkah laku tersebut sama
dengan tingkah laku kekanak-kanakan alias jiwa belum
dewasa.
Padahal, sebagian besar perempuan menginginkan
seorang lelaki dengan jiwa dewasa supaya mampu
mendampingi mereka menyelesaikan permasalahan hidup
dan bersama menjalani kehidupan penuh kebahagiaan
tanpa masalah. Paling mudah untuk mengubah tingkah laku
konyol dan aneh adalah dengan melihat perilaku orang lain di
depan umum. Berhentilah melakukan sesuatu yang
mempermalukan diri sendiri di depan umum.
Berhentilah mencari perhatian orang lain. Karena
semakin besar keinginan mencari perhatian orang lain, maka
semakin besar kekonyolan yang kita lakukan.

8 |
5. HIDUP TIDAK TERATUR DAN SEMAUNYA SENDIRI
Usai saya lulus menjadi sarjana, saya sempat
menganggur dan tidak mendapatkan pekerjaan. Suatu hari,
saya mendapatkan pekerjaan untuk mendesain buku acara
kegiatan wihara. Karena panitia memberikan tenggat waktu
pendek, maka saya mulai begadang untuk
menyelesaikannya.
Kelelahan begadang
membuat saya tidur di
pagi hingga siang
hari. Akibatnya,
hidup saya mulai
tidak teratur. Rutinitas
saya menyelesaikan
proyek selama dua minggu tersebut rupanya berdampak
tidak baik bagi proses pendekatan pada seorang perempuan.
Kami menjadi jarang berkomunikasi hingga dia menjauhi
saya lalu menghilang pergi tidak tahu ke mana. Umumnya,
setiap orang tidak suka dengan mereka yang tidak dapat
mengatur hidupnya sendiri karena orang tersebut pastinya
punya sikap semaunya sendiri.
Bila sudah semaunya sendiri, akan berdampak pada
kehidupan di sekitarnya, seperti keluarga, tetangga, bahkan
orang lain. Untuk itulah, perempuan biasanya tidak mau
berhubungan dengan lelaki dengan hidup tidak teratur dan
semaunya sendiri. Mereka tidak mau terseret ke dalam
permasalahan yang rentan terjadi dari lelaki yang hidup tidak
teratur dan semaunya sendiri.

9 |
6. MUDAH MENCURAHKAN ISI HATI
Kesalahan berikutnya yang menyebabkan saya belum
mendapatkan seorang perempuan karena
saya mudah menceritakan kegelisahan
hati saya pada orang lain. Saya dengan
mudahnya mencurahkan hati tentang
perlakuan sang calon pacar (gebetan)
pada setiap orang yang saya kenal.
Akibatnya sang perempuan calon pacar
merasa dipermalukan di hadapan orang.
Tanpa kita sadari, perilaku kita yang gemar
mencurahkan hati pada orang lain mengenai sang calon
pacar, sama dengan merusak citra diri sang perempuan di
hadapan orang. Wajar bila semakin banyak kita bercerita
tentangnya, semakin gebetan berulah menjauhi kita. Sebab
dia membenci kita. Dia berpikir bahwa mendekati kita akan
semakin merusak reputasinya di hadapan orang lain.
Lalu saya menyadarinya dan berhenti untuk
sembarangan cerita pendekatan saya pada setiap orang.
Saya lebih memilih diam dan menyimpan setiap pengalaman
pendekatan pada gebetan. Saya merasakannya sendiri
sebagai pengalaman pribadi. Bila sukses pendekatannya,
berarti pengalaman itu menjadi pengalaman indah dalam
kehidupan saya, sedangkan bila gagal, ya saya cari
perempuan lain dan mulai pendekatan dari awal.

7. PANDAI BERGOSIP DAN MEMPERMALUKAN ORANG LAIN


Bagi perempuan, kehormatan seseorang menjadi
utama dalam sebuah kehidupan. Oleh karenanya, mereka
akan merasa kurang nyaman bila melihat seseorang
dipermalukan di depan umum. Begitu pula saat kita
mempermalukan orang lain. Mereka akan memandang kita

10 |
kurang baik dan cenderung tidak dewasa. Apalagi
mempermalukan orang lain saat kita membicarakannya
bersama teman-teman lain.
Saat saya melakukan pendekatan pada seorang teman
perempuan di kampus, saya menghindari perbincangan
bersama teman di area umum. Sebab calon pacar akan
mudah melihat saya lalu salah paham dan menggagalkan
semua rencana pendekatan saya. Oleh karenanya, saya
terbiasa berbincang dengan teman di kelas atau di rumahnya.
Kalau kebiasaan bergosip dan membicarakan orang
lain di area umum ini terus kita pelihara, maka terimalah nasib
untuk selamanya jomblo.

Selepas saya memperbaiki ketujuh kekurangan saya di atas,


banyak teman perempuan perlahan mulai mendekati saya. Namun,
tetap saja tidak satu pun dari mereka bersedia menjadi pacar saya.
Pikiran saya kembali galau dan mulai membenarkan
kelemahan diri sendiri, seperti saya jelek, saya pemalu, saya miskin,
saya bodoh, dan sebagainya. Saya mulai kembali melakukan
kebiasaan lama, seperti jarang mandi, menutup diri, hingga saya
mengurangi pergaulan dengan teman dan saudara.
Suatu hari, seorang teman datang untuk bertukar pikiran
sekaligus mencurahkan isi hati. Sang pacar membuatnya jenuh dan
merasa mulai terbebani dengan hubungan tersebut. Selesai
mendengarkan ceritanya, saya lantas berpikir alasan sampai
sebuah hubungan itu tidak bertahan lama alias cepat putus. Lama
pikiran tersebut bersemayam di pikiran saya, hingga suatu hari, saya
menemukan jawaban atas kejenuhan sang teman saat menjalin
hubungan asmara dengan pacarnya.
Kejenuhan hubungan asmara yang menjadikan kita menjadi
jomblo lagi tak lain karena faktor internal dari dalam diri sendiri.
Adapun faktor internal tersebut, yakni: TRUST, Time (Waktu),

11 |
Responsibility (Tanggung jawab), Understanding (Pengertian),
Solidarity (Solidaritas), Touch (Inisiatif). Mari kita lihat penjelasannya.

1. TIME (WAKTU)
Kesibukan yang terkadang terjadi nyata atau alasan,
lama kelamaan akan memudarkan rasa cinta dan sayang kita
pada pasangan. Begitu pula sebaliknya. Apalagi kalau
kesibukan itu merupakan alasan belaka. Ada waktunya kita
meluangkan waktu sejenak untuk berwisata dengan pacar
atau bersenda gurau dengan keluarganya. Kita tidak akan
merugi bila meluangkan waktu sejenak untuk keluarga. Justru
kita mendapatkan keuntungan bila melakukannya. Berikan
dia kesempatan untuk merasakan kehadiran diri kita
sepenuhnya lahir dan batin. Sebab suasana tersebut
memberikan kenyamanan untuk merekatkan hubungan.

2. RESPONSIBILITIES (TANGGUNG JAWAB)


Kurang bertanggung jawab pada saat kegiatan
pendekatan ditandai dengan kurangnya kemampuan kita
untuk menjaga konsistensi dan komitmen selama pendekatan
maupun saat berpacaran.
Artinya kita harus serius mendekati satu perempuan
sampai cinta kita diterima atau ditolaknya. Janganlah kita
pindah ke lain hati saat pendekatan baru berjalan dua atau
tiga hari. Bila kita melakukannya terus menerus, semua
perempuan akan menilai kita sebagai sang predator atau
pemberi harapan palsu.

12 |
3. UNDERSTANDING (PENGERTIAN)
Memberikan pengertian pada orang lain itu sederhana.
Cukup tidak mengganggunya saat dia tidak ingin diganggu
dan berhentilah memaksa untuk mengikuti pemikiran kita.
Cara melaksanakannya yaitu dengan menghentikan
pola pikir yang merendahkan kemampuan orang lain.
Mengurangi sikap agresivitas kita serta belajar untuk tenang di
saat pasangan sedang dalam masalah.
Kita juga belajar memberikan kesempatan bagi orang
lain untuk bicara dan menyampaikan gagasannya.
Janganlah kita berusaha mendominasi pembicaraan sebab
orang tidak suka terintimidasi atau tersudutkan dalam
pergaulan.

4. SOLIDARITY (SOLIDARITAS)
Solidaritas sama dengan berbagi. Solidaritas sama
dengan senasib. Bila kita ingin mempunyai pasangan dalam
hidup, belajarlah dulu untuk berbagi dengan orang lain serta
belajar menempatkan diri dalam kehidupan orang lain
sehingga kita tidak merugikan mereka.
Solidaritas bukan berarti kita mengorbankan perasaan
untuk menyamakan diri dengan sang pacar. Bukan pula kita
mengubah kepribadian agar dia menganggap kita punya
kesamaan dengannya. Cinta itu bukan imitasi atau duplikasi
seseorang. Cinta itu kejujuran dan ketulusan untuk seiya sekata
dalam menjalani kehidupan bersamanya.

5. TOUCH (INISIATIF)
Inisiatif menjadi penting dalam hubungan asmara
karena pada dasarnya kita ingin dimengerti dan diperdulikan
pasangan. Inisiatif melebih perasaan melayani dan

13 |
menyayangi, sebab inistiatif memiliki arti bergerak otomatis
saat melihat kesulitan orang lain tanpa perlu suara permintaan
tolong.

Rupanya, untuk mendapatkan cinta sejati, kita harus berjuang.


Kita tidak hanya memperbaiki faktor eksternal dan internal. Sebab
cinta datang karena terbiasa. Bila kita sendiri tidak mau
memperjuangkan cinta dengan memaksimalkan intensitas
pertemuan dengan target pacar, maka sulit baginya untuk
mengenal kita. Bila tidak kenal, akibatnya tidak akan sayang.
April 2017, saat saya menghadiri sebuah ujian sertifikasi
pembicara profesional di salah satu lembaga pendidikan wilayah
Bintaro, Jakarta Selatan. Seorang peserta lelaki bernama Yoga
menceritakan perjuangan cintanya. Yoga menjelaskan jerih
payahnya untuk mendapatkan sang istri. Bukan hanya
mengorbankan waktu, Yoga juga mengorbankan tenaga hingga
materi.
Mendengar cerita tersebut, saya tergelitik untuk
mendalaminya. Saya lalu berkenalan dengan Yoga dan menjalin
komunikasi melalui whatapp. Beberapa pertanyaan mendasar saya
sampaikan pada Yoga, seperti kapan mulai pendekatannya,
hingga pertanyaan bersifat pribadi tentang alasan memilih dia
sebagai istri.
Dalam ceritanya tersebut, Yoga berkisah bahwa dia harus
menulis surat cinta sebanyak 231 lembar. Semua surat tersebut
hanya sampai di gerbang rumah sang calon pacar. Kondisi tersebut
sama sekali tidak membuat Yoga putus asa. Dengan tekat bulat,
Yoga memberanikan diri datang ke rumah calon kekasihnya itu
untuk memastikan bahwa sang perempuan idaman membaca
semua suratnya. Ternyata sang pujaan hati Yoga belum pernah
sekali pun membaca surat tersebut.

14 |
Meski sakit hati menerima kenyataan tersebut, tetapi Yoga
tidak lantas berpaling dari kecintaannya pada sang idaman.
Disimpannya rasa cinta tersebut dalam hati sambil Yoga
melanjutkan kuliah serta menata dirinya menjadi lebih baik.
Lima tahun kemudian, sang pujaan hati memberikan jawaban
atas ratusan surat Yoga. Mereka pun menjalin hubungan serius lantas
menikah dan berumah tangga.
Bukan masalah waktu atau tenaga saat kita ingin mengubah
keadaan dari jomblo menjadi berpasangan. Keseriusan serta
ketulusan kita untuk menjalin hubungan asmara akan menjadi tiang
penopang cita-cita kita untuk mendapatkan seseorang yang
terbaik dan serasi dalam kehidupan kita.
Kita perlu ingat bahwa jomblo itu bukanlah penyakit
berbahaya atau sejenis virus mematikan yang perlu kita
khawatirkan. Saat kita masih jomblo, baiknya kita manfaatkan
kesempatan tersebut untuk belajar lebih baik sampai mendapatkan
setiap cita-cita dalam hidup. Bukan sebaliknya, jomblo dijadikan
alasan supaya lemah dan tidak bersemangat. Berhentilah menjadi
orang yang cengeng.
Justru di saat kita jomblo, kita punya banyak waktu untuk
berbuat lebih bagi orang-orang yang kita sayangi. Sehingga saat
kita sudah memiliki pasangan hidup, kita mampu mensyukurinya dan
menjaga hubungan baik dengan pasangan kita.
Tetap semangat dan selamat menikmati hidup supaya
mempermudah hidup menggapai sukses.

***

15 |
JATUH cinta sejuta rasanya. Siang malam selalu terbayang
wajah pacar sang kekasih hati. Tidak seorang pun menyangkal
pernyataan tersebut selama kita pernah merasakan namanya jatuh
cinta.
Dalam berbagai kesempatan, cinta selalu datang dan pergi
sesuka hatinya. Bila datang, hati kita terasa
berbunga-bunga, tetapi saat pergi,
hati kita dipenuhi kesedihan
mendalam bahkan bisa sampai
menimbulkan trauma menahun.
Saat kita bertemu lawan jenis lalu
merasakan jatuh cinta padanya
untuk pertama kali. Maka kita seperti
berada di dalam kapal saat menghadapi ombak besar di tengah
laut.

16 |
Kita kehilangan keseimbangan hidup karena kebingungan
memikirkan proses hubungan dengannya. Kita berpikir bahwa
nantinya kita akan menjalani rutinitas tambahan yang akan menyita
lebih banyak waktu bersama mereka selama proses pacaran. Kita
terkurung dalam pikiran bahwa selama proses pacaran, kita tidak
dapat hidup bebas semaunya sendiri, lalu kita harus membagi
perhatian dengan pacar, bahkan ada pula yang berpikir bahwa
nantinya ada rutinitas antar jemput serta agenda malam mingguan.
Akibatnya terjadi tarik ulur di dalam pikiran dan hati kita untuk
melanjutkan perasaan cinta pada orang tersebut. Bahkan kita
berpikir untuk berhenti mencintainya dan menyerahkan cinta
pertama kita menjadi milik orang lain. Ironisnya, saat kita
menghadapi dilema hati tersebut, keinginan kita menjadi kenyataan
saat sang cinta pertama sudah menjadi pacar orang lain dan
mereka tidak bahagia.
Melihat ketidakbahagiaan sang cinta pertama dengan orang
lain membuat kita semakin terpuruk
pada penyesalan. Kita menyalahkan diri
sendiri lalu memenjarakan hati dan
perasaan kita pada keputusasaan. Kita
menghentikan proses pencarian jodoh
sendiri untuk merenungi kebodohan
masa lalu yang terlambat menyatakan
cinta pada sang cinta pertama. Kita
membuang kesempatan lain untuk merasakan cinta dengan orang
lain. Bahkan ada sebagian orang justru menutup diri dan
kesempatan untuk menemukan cinta lain.
Pada kasus serupa, saat cinta pertama kita memilih orang lain,
maka kita akan berhenti memperhatikannya lalu beralih pada orang
lain dan membuka diri merasakan cinta baru untuk kehidupan masa
depan. Kita akan mendapatkan pacar pertama meski bukan cinta
pertama.

17 |
Cinta pertama memang berbeda dengan pacar pertama.
Cinta pertama biasanya berawal saat kita mengagumi lawan jenis
dengan sepenuh jiwa. Lalu kita selalu membayangkan senyuman,
tatapan mata, hingga suaranya. Hidup kita menjadi lebih bahagia,
lebih semangat, bahkan lebih bergairah melakukan aktivitas
terutama saat bersamanya. Sedangkan pacar pertama melebihi
cinta pertama karena kita mendapatkan kesempatan baik untuk
menjalin hubungan baik dengan orang lain yang mencintai dan
menyayangi kita sepenuh hati.
Namun ironisnya, bagi sebagian orang, mereka memandang
cinta pertama begitu berarti, sehingga tidak jarang saat mereka
tidak mendapatkan cinta pertamanya, maka mereka merasakan
kegagalan hidup, putus asa, lalu mencampakkan hidupnya sendiri
ke dalam perasaan sedih, bahkan mengondisikan diri untuk menolak
kesempatan mendapatkan kebahagiaan dengan orang lain.
Cinta pertama sesungguhnya
bukanlah cinta utama dalam
menentukan kebahagiaan kita saat
menjalani kehidupan. Cinta pertama
hanyalah simbol dari satu tahapan
kehidupan dan bukan suatu jaminan
kebahagiaan saat kita mendapatkannya.
Semuanya dikembalikan lagi pada cara
pandang dan pola pikir kita saat memaknai
hadirnya seseorang untuk kita kagumi dan
kita cintai.
Seperti saat saya bertemu dengan seorang perempuan
bernama Kai saat masih menempuh pendidikan di sekolah
menengah pertama. Saya merasakan jatuh cinta pada pandangan
pertama. Putih wajah tanpa jerawat, lekuk indah tubuh Kai
membuat saya terbuai saat memandangnya dari kejauhan. Saya
pun membawa bayangan Kai dalam mimpi.

18 |
Di awal pertemuan kami, Kai tampak berbeda dari teman-
teman lainnya. Kemampuan bermain basket serta olah raga lain
membuat saya makin mengagumi sosok Kai. Kekaguman ini
bertambah saat kami mulai saling mengenal. Rutinitas sekolah
bersamanya membuat saya makin jatuh cinta pada Kai. Saya lalu
mengikuti semua ekstra kulikuler sekolah Kai. Termasuk basket hingga
pendidikan agama katolik. Bagi saya, tidak ada situasi dan kondisi
membahagiakan selain dapat melihat Kai dan selalu bersamanya.
Setahun berlalu, saya naik kelas dua. Saya rupanya sekelas
dengan Kai. Karena sekelas, maka hubungan saya dan
Kai semakin dekat. Saat itu, saya masih
belum mengenal cinta. Saya hanya
bertekad untuk membuat Kai selalu
tersenyum dan tertawa selama dia di
dekat saya. Segala upaya saya
lakukan untuk Kai. Mulai dari
mengerjakan pekerjaan rumah,
membuatkan karya lukis, sampai
mentraktirnya di kantin dengan uang jajan pas-pasan.
Hari-hari indah saya lalui dengan tekad mencintai Kai. Saya
pun tidak mempermasalahkan bila Kai akan membalas atau tidak.
Hingga suatu hari, seorang teman Kai datang menghampiri
saya. Dia pun berkata,"San, kamu mau ngga jadi pacarnya Kai?"
"Pacar? Ngga salah ya kamu?" jawab saya spontan sambil
menunjukkan wajah bingung.
"Iya, beneran. Kamu mau ngga jadi pacarnya?" tegas teman
Kai sambil menatap tajam ke mata saya.
"Em, kalau dia mau menerima saya apa adanya karena dia
perlu tau kalau saya dari keluarga pas-pasan. Kalau setuju ya saya
mau. Tapi kalau ngga bisa terima saya ya mohon maaf saya ngga
bisa jadi pacarnya. Saya ngga mau bikin dia sedih." jawab saya
serius seolah sudah mengerti arti cinta dan pacaran.

19 |
Mungkin jawaban itu disampaikan pada Kai. Sejak saat itulah,
Kai menjaga jarak dengan saya hingga kami berpisah setelah acara
perpisahan sekolah.
Ketika putus hubungan dan melanjutkan ke sekolah
menengah atas masing-masing, saya baru menyadari bahwa Kai
merupakan cinta pertama saya. Bersamanya saya merasakan
kebahagiaan dan kenyamanan sebagai seorang lelaki. Selanjutnya,
saya kesulitan untuk menemukan kembali seorang perempuan
seperti Kai selama melanjutkan sekolah. Ada pun perempuan
sebagai pacar, tetap perasaannya tidak sekuat dan senyaman saat
saya bersama Kai.
Cinta pertama memang begitu berkesan. Perasaan hangat
serta romansanya begitu kental menyelimuti hati dan pikiran kita.
Meski begitu, tetap saja kehidupan harus berjalan. Kita tidak dapat
mempertahankan sang cinta pertama selamanya. Adegan dalam
film kehidupan lain harus kita perankan agar pertunjukkan kita selesai
dengan sempurna.
Cinta pertama memang bukan sandiwara satu babak yang
mudah berlalu cepat. Cinta pertama juga bukan sinetron dilema
hati berkepanjangan yang menyita waktu serta pikiran dalam
suasana sedih berkelanjutan. Cinta pertama ibarat sepenggal puisi
indah berjuta makna untuk dikenang dalam hati sebagai
penyemangat hidup dan motivasi untuk menjalin hubungan
romantis bersama pujaan hati sejati kita.
Waktu terus berlalu hingga tahun 2002. Tujuh tahun berlalu,
saya belum bisa melupakan Kai. Bayangannya selalu menghantui
hidup saya. Bayangan Kai masih erat membelenggu jiwa dan pikiran
saya. Rasa kehilangan mendalam masih terus membayangi saya.
Segala cara saya lakukan untuk mencari keberadaan Kai. Namun,
hasilnya tetap nihil. Melalui media sosial Facebook juga tidak
mendapatkan respon darinya.

20 |
Saya berusaha mencari tahu keberadaan Kai sebab saya
mendengar dari seorang teman bahwa Kai tinggal di Surabaya,
Jawa Timur untuk menghindari masalah di Jakarta. Saya ingin
membantu mengatasi masalah hidupnya. Tetapi saya tetap tidak
menemukan informasi mengenai keberadaan Kai.
Saat itulah, saya mulai melepaskan Kai dari pikiran. Belenggu
cinta semu Kai saya lepaskan dari hati. Saya
memasrahkan nasibnya pada Tuhan
agar saya dapat memperoleh
ketenangan dan tidak
terus teringat Kai. Lalu
Saya mulai membuka hati
sedikit demi sedikit untuk
mencari cinta lain untuk masa depan.
Kai memang begitu berarti dalam hidup dan perkembangan
kepribadian saya. Cinta pertama untuk Kai begitu mewarnai
perjalanan hidup saya untuk beberapa tahun. Saya begitu
mendambakan bertemu dengan Kai untuk sekedar berbincang
ringan seperti dulu. Menatap matanya yang jernih hingga
memegang tangannya. Namun, saat waktunya sudah berubah,
saya harus menguatkan diri untuk meninggalkan impian dan
harapan ini agar pasangan saya mendapatkan cinta sepenuhnya
dari hati dan pikiran saya.
Mencintai seseorang haruslah seperti cinta kita pada sang
cinta pertama. Penuh ketulusan, memandangnya netral tanpa
pamrih, serta rela mengorbankan apapun untuk melihat dia
bahagia. Bila kita tidak dapat meraihnya, berikanlah seluruh hati dan
perasaan kita untuk pasangan nyata di samping kita, sebab mereka
jauh lebih bermakna dan penting dibandingkan dengan cinta
pertama yang hanya berada di khalayalan. Belajar melepaskan
cinta pertama dari pikiran kita jauh lebih bijaksana dari pada
mengingatnya lantas melukai perasaan pasangan kita.

21 |
Sebab hidup merupakan tanggung jawab pribadi. Hanya kita
yang mampu membahagiakan diri sendiri. Dengan keberanian
untuk bangkit dari keterpurukan cinta pertama, maka kita membuka
peluang lain mendapatkan kualitas hubungan lebih baik dengan
orang lain.

***

22 |
SAYA mengenal perempuan bernama Ida saat menjadi

wali kelas di bulan 14 pada salah satu sekolah swasta di kawasan


Tangerang, Banten. Kulit kuning langsat Ida membuatnya tampak
cantik alami dengan tingginya sekitar 168 cm. Mata besar di antara
rambut panjang tergurai lemas yang menutupi pundaknya
menambah kharisma keibuan. Begitu tenang saat saya menatap
dirinya.
Awal perkenalan kami saat pertemuan singkat di kantor tata
usaha. Saat itu, saya ingin mengambil barang dari seorang teman.
Saya tidak mengetahui kalau Ida akan ditempatkan menjadi
seorang guru kelompok bermain.
Saat istirahat makan siang, saya kembali ke ruang guru sambil
membawa sejumlah buku dan atribut mengajar lainnya.

23 |
Setiba di ruang guru, sahabat saya, Rain, datang lalu
mendekati saya dan berbisik, “Bro, ada perempuan baru ya? Cantik
sekali dia!”
“Di sini mah memang banyak perempuan cantik.” jawab saya
sambil meletakan barang di atas meja, “terus gue harus bilang wow
gitu?”
“Lu kalau lihat dia, pasti lu terbelalak karena takjub!”
tambahnya dengan mata berbinar-binar.
“Sudah tahu gue. Kan tadi pagi gue lihat dia diskusi sama Pak
Didu - Kepala sekolah kami.” jelas saya sambil mengajak Rain ke
kantin sekolah mencari makanan.
Saat saya dan Rain menyusuri lorong gedung di lantai dua,
kami berpapasan dengan Ida. Jendela gedung yang terbuka lebar
meniup rambut Ida. Harum rambut serta geraian rambutnya
membuat kami berdua terpesona hingga hampir saja menabrak
tembok pembatas tangga. Belum sempat kami berdiri tegak
kembali, Ida sudah menyapa kami, “Hai, Bapak berdua. Kalian guru
di sini ya?”
“Iya benar. Kamu siapa?” jawab kami kompak. Ida
merupakan perempuan tercantik di sekolah itu sebab guru
perempuan lainnya sudah lebih senior dari kami.
Di saat bersamaan, saya melihat wajah Rain merah merona
sambil tersenyum lebar hingga terlihat
lesung pipinya. Tanpa basa basi,
kami mengajak Ida makan siang
bersama di kantin sekolah. Ida
lantas banyak cerita tentang
masa lalu dan perjalanan
karirnya.
Kurang dari sebulan, saya,
Rain, dan Ida sudah berteman
baik. Setiap sekolah mengadakan

24 |
kegiatan, kami bertiga selalu mengerjakannya bersama. Tidak ada
niatan saya untuk menjadikan Ida sebagai pacar atau istri. Saya
hanya menganggap Ida sebagai sahabat sama seperti saya
menganggap Rain.
Namun, tanpa saya sadari, hubungan saya dan Ida semakin
dekat. Tidak terasa kami sudah saling mengenal satu semester. Di
saat itulah saya merasakan perubahan sikap Ida. Perhatian yang
semula biasa saja, sekarang bertambah. Biasanya kami mengambil
makanan sendiri-sendiri, tetapi saat itu, Ida mengambilkan makanan
untuk saya. Lalu Ida juga kerap menerima pelukan dari saya.
Berbagai kesempatan itu saya anggap biasa. Saya tetap
memperlakukan Ida sebagai sahabat dan tidak lebih dari itu.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Tanpa saya sadari,
saya jatuh cinta pada Ida. Setiap malam, wajah Ida mengganggu
tidur saya. Senyuman serta lesung pipi Ida mulai
menghantui saya. Bayangan Ida
seolah tidak ingin pergi jauh dari pikiran
saya. Bahkan saat mengajar di kelas,
diam-diam saya mencuri pandang ke
ruangan guru untuk melihat
Ida. Sulit rasanya
untuk melupakan
begitu saja wajah
Ida dari rutinitas saya. Karena saya mulai merasakan dan menyadari
bahwa cinta itu bukan rumus matematika atau fisika yang jelas
aturannya. Cinta itu datang seketika dan langsung menggetarkan
jiwa.
Saya mulai kecanduan dengan hadirnya Ida dalam rutinitas.
Rasanya malas untuk pulang dan selalu ingin bersama Ida. Saya
akhirnya putuskan untuk bicara empat mata dengan Ida untuk
mengungkapkan isi hati. Saya mencari kesempatan yang baik untuk
menyatakan cinta. Saya lalu mengumpulkan keberanian untuk

25 |
bilang cinta pada Ida. Saya mengajak Ida ke lokasi penembakan
cinta.
“Ida, aku cinta kamu. Aku sayang kamu. Maukah kamu jadi
pacarku.” kata saya perlahan penuh makna.
Ida terdiam mendengarnya.
“San, sepertinya aku ga bisa terima kamu. Aku cuma anggap
kamu sebagai teman ga lebih dari itu.” jawab Ida dengan wajah
kaku.
Lalu Ida berpaling dan pergi meninggalkan saya.
Sejak itu, sikap Ida berubah. Dia perlahan menjahui saya.
Begitu pula Rain. Mereka menghindari saya saat kami bertemu.
Hingga beberapa bulan kemudian, Ida mengundurkan diri. Lalu
disusul Rain. Waktu itu saya hanya merasa bahwa mereka berdua
butuh pekerjaan baru yang lebih baik. Padahal Rain dan Ida terlibat
cinta lokasi. Keduanya saling jatuh cinta dan menjalin asmara.
Bahkan mereka berdua sudah merencanakan untuk menikah.
Mengetahui kenyataan tersebut, saya patah
hati. Saya merasa dikhianati dua sahabat
sekaligus. Saya tertekan dan terpuruk dalam
hidup. Pekerjaan terasa menjenuhkan. Murid-
murid juga tampak menyebalkan dan sulit
dikendalikan. Emosi saya meningkat dan saya
berubah menjadi guru yang galak. Akibatnya,
kinerja saya menurun hingga banyak
orang tua murid protes atas tindakan saya pada
putra-putri mereka.
Memang tidak mudah saat percintaan bersinggungan
dengan persahabatan. Kita akan dihadapkan pada dilema
perasaan serta mengalami kesulitan untuk memilih sang perempuan
atau sang sahabat.
Saya akhirnya lebih memilih persahabatan. Saya ingin melihat
Rain dan Ida bahagia. Lalu saya mundur dan tidak melanjutkan

26 |
pendekatan pada Ida. Saya tidak mau memaksakan cinta pada
orang yang tidak membalas cinta kita. Makna cintanya juga akan
sirna karena kita hanya memiliki raga, sementara batinnya tetap
memikirkan orang lain. Bila kondisi tersebut terjadi, kebersamaan kita
dengan pasangan hanya akan menjadi bom waktu yang dapat
meledak sewaktu-waktu. Akan lebih baik bila kita berpikir bahwa
memiliki seribu sahabat masih kurang dan memiliki satu musuh
sangat banyak.
Akhirnya, seiring berjalannya waktu, saya perlahan dapat
merelakan hubungan mereka. Saya lebih memilih mencari
pasangan lain dibandingkan harus merusak hubungan
persahabatan kami. Kerelaan saya terasa dalam perbaikan
hubungan kami. Sapa saya melalui media sosial ditanggapi baik
Rain dan Ida. Kami pun kembali menjalin hubungan baik yang
sempat terputus akibat kesalahpahaman cinta segitiga.
Harga persahabatan lebih besar dibandingkan cinta. Tetapi
bukan berarti kita menipu hati demi menjaga perasaan sahabat kita.
Bila dia lebih memilih kita, ya jangan paksakan dia untuk memilih
sang sahabat. Kita maju untuk membahagiakan dia. Namun bila dia
lebih memilih sahabat kita, ya kita mundur perlahan untuk
memberikan mereka jalan menuju kebahagiaan.
Segala sesuatu tidak dapat dipaksakan, sebab paksaan akan
meracuni setiap kebahagiaan yang terbentuk di dunia ini. Jalani
saja penuh kerelaan dan ketabahan agar hidup kita menjadi bebas
dan bahagia.
Seperti mahasiswa saya bernama Rian. Saya mengenalnya
sejak semester dua. Kami mulai dekat sejak liputan bersama untuk
menyelesaikan sebuah tugas di daerah Brebes, Jawa Tengah.
Saya dikenalkan pada keluarga, pacar, serta sejumlah teman
dekatnya. Pertemuan kami setiap hari membuat saya mengerti
karakter Rian dan pacarnya. Saya melihat bahwa Rian begitu

27 |
sayang dan mencintai pacarnya, tetapi pacar justru mengabaikan
perasaan tersebut.
Mereka berdua sering terlibat konflik ringan lalu membesar
hingga akhirnya putus. Namun, selang beberapa
waktu, keduanya kembali romantis seolah tidak
pernah terjadi suatu masalah. Drama cinta
putus nyambung ini terus
berulang sampai beberapa
kali. Perilaku tersebut
bahkan menjadi
hiburan tersendiri bagi
teman-teman mereka di kampus.
Bahkan para mahasiswa
menghafalkan mereka.
Kalau Rian tidak bersama sang pacar, itu artinya mereka putus.
Lalu teman lain langsung bertaruh bahwa dalam waktu singkat
keduanya akan mesra kembali. Taruhan itu sering kali terbukti hingga
saya putus asa menasihati keduanya.
Kejadian putus nyambung ini terus berulang hingga selesai
liburan semester ganjil. Lama tidak ke kampus, saya dikejutkan Rian
di hari pertama mengajar.
“Pak, saya mau curhat nih. Berat banget hidup saya.” sapa
Rian di kantin kampus.
“Waduh, saya ada kelas nih.” jawab saya, “boleh kita
ketemuan habis Magrib?”
Rian diam saja tidak menjawab saya. Lalu saya pun
melanjutkan mengajar dan menjalani rutinitas lain seperti biasa.
Beberapa hari kemudian, saat saya berbincang dengan
mahasiswa lain di kantin kampus, Rian datang menghampiri saya.
Lalu dia bercerita tentang kegalauannya yang sempat tertunda
waktu itu.

28 |
“Pak, saya beneran putus dengan pacar saya.” kata Rian
membuka percakapan kami.
“Loh, kenapa?” tanya saya penasaran.
“Dia selingkuh dengan sahabat saya.” jawab Rian dengan
nada sedih, “dia tidur dengan sahabat saya.”
“Astaga, masa sampai begitu?” sambung saya penuh tanda
tanya.
“Jadi gini, Pak. Waktu itu, kami ikut pertemuan komunitas musik
di Jakarta. Sahabat saya datang dari Jawa Tengah sebagai pengisi
acara. Saya kenalin dah sahabat saya sama pacar. Ga tahunya
pacar saya suka sama sahabat saya. Terus tanpa sepengetahuan
saya, mereka berdua pulang ke Jawa Tengah. Mereka lalu pesta
minuman keras sampai mabuk.” cerita Rian perlahan, “habis itu
mereka melakukan hubungan suami istri.”
“Astaga! Kok kamu bisa tahu? Kan kamu tidak ikut?” tanya
saya terkejut.
“Jadi mereka rupanya sudah saling lirik waktu acara komunitas
itu, Pak.” jelas Rian, “saya putus asa dan saya sudah putusin
selamanya.”
Mendengar peristiwa itu, saya hanya menasihati Rain agar
menerima kenyataan lalu bangkit kembali dari
pengkhianatan yang lebih menyakitkan
dari pada pengalaman saya.
Saya pikir istilah temen
makan temen itu tidak ada, tetapi
melalui peristiwa ini membuka
mata dan pikiran saya
bahwa cinta dapat berubah
seketika. Seorang sahabat
baik hendaknya saling
menguatkan saat melihat

29 |
sang teman sedang sakit. Bukannya justru menjadi penghianat yang
mengambil kebahagiaan sang teman.
Perjuangkan pasangan yang layak kita perjuangkan meski
tantangannya adalah sahabat sendiri. Mengalah pada sahabat
menjadi pilihan terakhir saat kita menyadari bahwa sang calon
kekasih lebih menyukai sang sahabat.
Urusan cinta urusan masa depan. Salah memilih pasangan,
salah pula jalan hidup kita. Begitu pula saat memilih sahabat. Salah
pilih sahabat, hidup kita semakin terpuruk.

***

30 |
PERTEMUAN saya dengan Dian terjadi melalui media

sosial. Berawal dari sapaan "salam kenal", gayung pun bersambut.


Kami lalu berbincang seputar kehidupan dan cita-cita. Saya
mengetahui bahwa Dian adalah adik kelas di universitas saat saya
mengintip album foto media sosialnya. Selanjutnya, saya mengajak
Dian bertemu untuk memastikan bukti foto hasil temuan tadi.
Janji pertama saya gagal. Alasan Dian tidak ada waktu karena
kesibukan di kantor. Saya tidak menyerah. Saya membuat janji
kedua dan berhasil. Kami pun berjumpa di kantin kampus.
Pertemuan ini saya rancang malam sepulang kerja. Begitu pun Dian.
Pada pertemuan pertama ini, saya melihat Dian sebagai gadis lugu
penuh semangat. Tubuhnya mungil dengan wajah tidak terlalu
cantik dan kulit sawo matang. Karena sudah terlanjur janji, saya pun
mengajaknya berbincang sambil menenggak secangkir kopi susu
kesukaan saya di kantin kampus.

31 |
Malam makin larut hingga kami putuskan untuk pulang.
Sebagai lelaki, saya tawarkan untuk mengantarkan Dian pulang ke
rumah. Awalnya Dia menolak, tetapi karena malam membuat
jalanan gelap, akhirnya Dian pun setuju untuk saya antar. Ternyata
rumahnya tidak jauh dari kampus. Kami hanya berjalan sekitar tiga
ratus meter. Di depan pagar, Dian melarang saya masuk. Dari situlah
saya baru mengetahui kalau ternyata Dian menyewa kamar. Rumah
tersebut bukan rumahnya melainkan indekos.
Saya tidak memaksa. Usai pamit, saya menyalakan mesin
motor, lalu putar arah dan pulang.
Keesokan harinya, saya kembali menyapa Dian melalui media
sosial. Ternyata Dian demam dan tidak masuk kerja. Membaca
pesannya itu, saya merasa bersalah. Saya merasa bahwa sakitnya
Dian karena pertemuan kami pada malam sebelumnya. Saya
merasa bertanggung jawab atas sakitnya Dian. Lalu sepulang
mengajar, saya meluangkan waktu untuk ke indekos menjenguk
Dian. Kedatangan saya ke indekos rupanya membuat Dian terkejut.
Dian sempat menolak saya. Dia menyuruh saya pulang dan tidak
usah mengkhawatirkannya.
Saat itu saya menuruti permintaannya. Saya letakan buah di
rak sepatu depan kamarnya, lalu saya pulang tanpa marah
ataupun sedih. Pulang ya pulang dalam hati saya.
Kejadian itu ternyata memberikan pandangan lain bagi Dian.
Malam harinya, Dian menulis pesan singkat. Dian minta maaf karena
berkelakuan tidak sopan dengan mengusir saya tadi sore. Obrolan
kami pun berlanjut. Dian tampaknya mulai membuka hati menerima
saya. Diakhir obrolan, Dian meminta waktu untuk bertemu saya.
Kangen katanya. Dian justru memberikan alamat kantornya supaya
saya dapat menjemputnya. Saya menyanggupi dengan membalas
pesan Dian menggunakan simbol tersenyum.
Sore di hari berikutnya, saya menjemput Dian ke kantornya.
Saya membawakan roti isi untuk Dian sebagai pengganjal lapar

32 |
selama perjalanan pulang. Selama perjalanan pulang, Dian sama
sekali tidak memegang pinggang saya. Dian lebih memilih untuk
memegang besi di belakang kursi motor. Setiba di indekos, Dian
meminta saya masuk. Padahal waktunya kurang lebih sama saat
saya mengantarkan tempo hari. Saya menurutinya tanpa banyak
bicara. Kami pun berbincang di dalam kamar indekos Dian hingga
tengah malam.
Hari berganti hari. Genap sebulan berkenalan, kami menjadi
akrab. Dian mulai bercerita tentang
kehidupan pribadinya. Intensitas
pertemuan kami pun bertambah.
Tanpa kami sadari kami sudah saling
jatuh cinta. Dian sudah tidak canggung
untuk memegang pinggang saya saat
pulang bersama. Bahkan Dian bersedia
mengenakan pakaian tidurnya saat
berbincang dengan saya sepulang kerja. Kedekatan ini saya
anggap luar biasa. Hidup saya seolah sudah dipatok pada
hidupnya.
Bulan berikutnya, saya memberanikan diri menyatakan cinta.
Di luar dugaan saya, Dian bersedia menjadi pacar saya. Kami pun
berpacaran.
Menjalin hubungan asmara dengan Dian berjalan baik. Waktu
terasa berjalan lambat penuh kebahagiaan. Kami lantas
meningkatkan obrolan seputar pernikahan. Tanggapannya begitu
datar dan tidak sesuai harapan saya. Dian lalu mengajak saya
bertemu orang tua dan dua adiknya. Rumah keluarga Dian cukup
jauh dari Tangerang. Perjalanan pulang ke rumah Dian selama dua
hingga tiga jam.
Sejak itu, setiap hari sabtu, saya mengantarkan Dian pulang ke
rumah untuk bertemu keluarganya. Melihat saya, respon keluarga
sangat baik. Saya selalu dijamu dengan makanan enak setiap

33 |
datang ke rumah orang tua Dian. Tidak ada kecanggungan sekali
di antara kami.
Sampai suatu hari, di tengah hujan lebat, saya mengantarkan
Dian pulang ke indekosnya. Tubuh kami berdua basah meski kami
sudah mengenakan jas
hujan. Pakaian Dian
melekat erat
membentuk
lekukan
tubuhnya.
Begitupun
pakaian saya. Di saat itulah, kami melakukan tindakan yang dilarang
Tuhan. Kami berhubungan intim layaknya suami istri. Saya
mengambil keperawanannya dengan alasan cinta.
Selesai berhubungan intim, saya merasa sangat berdosa. Saya
merasa tidak mempunyai harga diri karena sudah melecehkan
kesucian seorang perempuan. Sementara Dian hanya diam.
Matanya tajam menatap saya. Lalu dia menangis di atas tempat
tidurnya. Beberapa saat kemudian, Dian berdiri dan berbisik di
telinga saya, "Sayang, kamu harus mencintaiku sampai aku mati."
Selanjutnya, saya mulai mengenalkan Dian pada ayah dan
bunda. Dian lalu diajak menghadiri pesta ulang tahun dari salah satu
saudara. Pesta ulang tahun tersebut ternyata dihadiri keluarga besar
saya. Dian bertemu dengan dua puluhan saudara saya. Dengan
malu-malu, Dian mencoba mengakrabkan diri bersama mereka.
Pertemuan ini membuat kami semakin dekat. Saya memberanikan
diri mengajak Dian kedua kalinya untuk menikah di tahun berikutnya.
Saya dan Dian lalu menjalani hubungan asmara layaknya
suami istri lebih awal. Saya mulai mengajaknya berhubungan intim
rutin dengan durasi tanpa batas, termasuk saat mandi. Bahkan
pernah suatu hari saya menginap di indekos Dian hingga Bapak
pemilik indekos datang menggeledah kami. Saya hanya

34 |
bersembunyi di belakang lemari tanpa mampu berbuat banyak.
Tindakan saya pada Dian sungguh melebihi perilaku pada istri atau
wanita malam sekalipun. Di situlah saya merasa berdosa besar.
Hubungan intim berhenti usai Dian mengalami infeksi pada
dinding rahimnya. Menstruasinya tidak teratur hingga terjadi hampir
sebulan penuh. Saya lalu meminta Dian untuk memeriksakan
kesehatannya ke dokter. Hasilnya mengejutkan, Dian terserang
penyakit kelamin karena sering berhubungan intim. Bahkan
bakterinya sudah masuk ke dinding rahim. Bila tidak segera diobati,
maka bakteri tersebut dapat merusak dinding Rahim lalu
mengakibatkan kemandulan.
Penyakit Dian membuat saya berpikir untuk menyudahi
hubungan. Saya tidak bersedia menikahi perempuan yang tidak
sanggup memberikan anak. Pikiran jahat tersebut membuat saya
mengurangi intensitas pertemuan dengan Dian. Di samping itu,
kondisi kesehatan ayah saya menurun hingga membuat saya harus
menemaninya di rumah bersama bunda. Hubungan saya dan Dian
menjadi renggang. Kami hanya berkomunikasi melalui ponsel. Tidak
ada lagi pertemuan setiap hari. Pertemuan seminggu sekalipun
hanya bersifat biasa.
Hingga suatu hari, kesehatan ayah memburuk. Ayah muntah-
muntah dan panas tinggi. Saya lalu mengabari Dian. Namun Dian
justru meresponnya dingin dan justru meminta saya menemaninya di
indekos karena dia ketakutan. Saya marah dengan cara Dian
merespon kabar ayah sakit. Saya menolaknya untuk ke indekos.
Telepon saya tutup dan sibuk mengurusi ayah. Mendengar
percakapan kami, bunda ikut marah. Bunda lalu meminta saya
memutuskan Dian. Saya menolaknya. Saya lalu ceritakan hubungan
intim kami. Bunda terkejut. Bunda menampar saya dan mengatakan
saya berdosa. Bunda meminta saya bertanggung jawab atas
perbuatan itu.

35 |
Permasalahan malam itu bertumpuk di pikiran saya. Sampai
tengah malam, ayah sekali lagi muntah. Tubuhnya mulai dingin dan
akhirnya ayah meninggal dunia. Saya sedih luar biasa. Saya
menghubungi teman bunda untuk mengantarkan kami ke rumah
sakit. Tetap saja, ayah sungguh sudah meninggah dunia. Semua alat
deteksi dokter menunjukkan ayah memang meninggal dunia.
Selesai merapikan administrasi rumah sakit, saya dan bunda
mengantarkan jenazah ayah ke rumah duka. Kami
memandikannya, merapikan busana terakhirnya, lalu
membawanya ke ruang duka. Saya lalu menghubungi semua
keluarga mengabarkan meninggalnya ayah. Suasana duka terasa
menyelimuti kami saat itu.
Saat suasana mulai tenang, saya menghubungi Dian lagi. Saya
memintanya untuk datang memberikan perhormatan terakhir bagi
ayah dan sekaligus membantu kami melayani para tamu pelayat.
Dian pun datang. Usai memberi penghormatan terakhir, Dian lalu
duduk di teras rumah duka. Dia asik memainkan ponselnya tanpa
pedulikan tamu. Saya sudah meminta tolong untuk membantu kami
menyiapkan makanan ringan khas rumah duka, tetapi Dian tidak
bersedia dan justru sibuk dengan ponselnya.
Melihat kelakuan Dian, bunda lalu berdiri dan menarik saya ke
kamar di belakang peti jenazah. Saat itulah, bunda memaksa saya
memutuskan Dian. Bunda tidak
suka dengan Dian dan
tidak merestui
hubungan kami lagi.
Bunda bahkan
mengancam akan bunuh diri agar
ikut ayah. Saya tidak dapat berbuat banyak. Saya lalu menghampiri
Dian dan mengajaknya pulang ke indekos. Setiba di indekos, saya
sampaikan pesan bunda. Dian menampar saya. Dian meminta
pertanggungjawaban saya untuk menikahinya. Saya berusaha

36 |
menenangkan Dian dan memintanya untuk bersabar. Saya lalu
berusaha untuk meyakinkan bunda bahwa saya bisa mengubah
perilaku Dian. Bunda hanya tertawa mendengarnya. Bunda tetap
meminta saya memutuskannya.
Usai mengkremasi ayah dan melarung abu jenazahnya, saya
melanjutkan hubungan dengan Dian secara diam-diam alias back
street. Beberapa kali saya bertemu dengan Dian. Namun saat itu
saya tidak berani lagi mengetubuhi Dian. Bukan karena penyakitnya,
melainkan karena saya sudah bertobat.
Hubungan berjalan begitu saja hingga orang tua Dian
menekan saya untuk menikahinya. Saat itu, keuangan saya belum
mantap. Saya masih belum sanggup membina hubungan rumah
tangga. Akhirnya, saya sampaikan pada orang tua Dian.
Tekanan menikah dari orang tua Dian membuat saya semakin
takut menemuinya. Saya menjaga jarak dengan Dian hingga
akhirnya saya putuskan untuk menyudahi hubungan kami. Saya
semakin merasa berdosa saat Dian memaafkan perbuatan kami.
Dian lalu menghilang dengan membuang nomor telepon
genggamnya serta memblokir semua akun media sosial saya.
Saya sebagai seorang yang berakhlak dan beragama,
sungguh merasakan hina dan berdosa besar pada Dian. Meminta
maaf dengan bersujud pun rasanya kurang untuk menghapus dosa
saya. Selanjutnya, kami tidak lagi saling berkomunikasi.
Saya bertobat. Saya bersumpah tidak lagi berpacaran sampai
melewati batas dengan berhubungan intim sebelum menikah. Saya
lalu menyampaikan pesan ini pada setiap perempuan agar mereka
jangan mau melakukan hubungan intim saat pacaran, sebab
dampaknya begitu besar bagi diri sendiri maupun pasangan
mereka.
Saya juga banyak berpesan pada mahasiswa untuk menjaga
hubungan asmara pada taraf wajar. Dengan melakukan pacaran

37 |
wajar pada waktunya, maka hasilnya pun akan memberikan
kebahagiaan sepanjang hidup.
Berhentilah mengambil kehormatan perempuan dengan
alasan cinta. Menjaga kehormatan wanita yang kita cintai berarti
kita menghormati dan menghargai penderitaan Bunda yang sudah
melahirkan kita.

***

38 |
KEINGINAN saya untuk mencintai Wina

hanyalah pelarian usai saya mengalami


beberapa kali kegagalan cinta dengan
sejumlah perempuan. Saya berpikir
untuk mencari pacar dari teman SMA
atau teman SMP, sebab tidak
mungkin bila saya memacari teman
kuliah karena kebanyakan dari mereka laki- laki.
Adapun teman perempuan gayanya terlalu tomboi
seperti laki-laki sehingga tidak cocok dengan saya.
Hari itu, saya sedang senggang dan tidak terlalu sibuk menulis
naskah berita. Saya pun melihat media sosial mencari teman
perempuan yang masih jomblo. Usai beberapa jam tenggelam
dalam pencarian, akhirnya saya menemukan profil Wina. Di foto

39 |
profilnya, Wina tampak berubah dibandingkan waktu kami masih
sekelas di salah satu SMA wilayah Tangerang, Banten. Tubuh Wina
makin seksi. Wajah tirus dan rambut lurus berwarna hitamnya menarik
perhatian saya untuk menyapanya. Syukur-syukur masih jomblo
sebab Wina tidak menuliskan keterangan apapun di dalam profil
media sosialnya.
Percakapan pun terjadi. Saya menyapanya dulu, lalu Wina
langsung balas. Wah, jodoh nih, dalam hati saya. Percakapan kami
berlanjut membicarakan keburukan saat sekolah dulu, pacar kami
masing-masing, hingga impian masa depan. Semuanya mengalir
begitu saja dengan nikmatnya.
Karena ingin menjajaki hubungan ke arah pacaran, saya
meminta ijin untuk bertemu langsung dengannya
di depan sekolah kami dulu. Wina
menolak untuk bertemu di depan sekolah
melainkan meminta saya untuk
menjemput di kantornya. Saya
menyanggupinya untuk bertemu
di sana. Sepulang kerja, saya
langsung berangkat menuju ke
wilayah Jakarta Utara. Tidak terlalu jauh dari kantor karena masih
satu wilayah.
Setiba di depan kantor Wina, saya melihat sosoknya. Saya
sempat terkejut karena Wina berubah dari segi tampilan fisik. Saya
sempat berpikir bahwa keluarga Wina tambah kaya. Lalu saya
berpikir untuk melanjutkan hubungan ini ke arah lebih serius dengan
mengajaknya pacaran lalu menikah. Selesai berbincang sebentar,
saya mengantarkan Wina menuju ke indekosnya tepat di belakang
kantor.
Kami pun melanjutkan komunikasi intensif selama beberapa
hari sampai pertemuan berikutnya. Berbekal niat kurang baik itu,
saya mulai melancarkan sejumlah rayuan untuknya. Kebohongan

40 |
demi kebohongan ditambah dengan sikap mengalah, saya mulai
menarik perhatian Wina. Sampailah suatu hari, saya menganggap
situasinya romantis, lantas saya mengatakan cinta pada Wina. Siapa
sangka dia menerima saya menjadi pacarnya.
Sejak kami berpacaran, Wina mengajak saya ke rumahnya di
wilayah Tangerang, Banten untuk bertemu orang tua serta adik
perempuannya. Saya mau tidak mau mengikutinya. Pertama kali
saya tiba di rumah Wina, saya terkejut atas kondisi keluarganya.
Sang ayah rupanya sakit-sakitan. Sementara sang bunda hanya
berjualan es batu. Adik perempuannya bekerja di Jakarta sebagai
staf dan sama sekali tidak menunjukkan bahwa mereka keluarga
kaya.
Saya mencoba untuk berpikiran positif. Saya menenangkan
diri untuk mengikuti arusnya. Saya tetap dengan rencana awal untuk
menahan diri sekaligus menyelidiki kekayaan keluarga mereka. Saya
beranggapan bahwa pertemuan pertama kali tidak mungkin bila
mereka membuka diri terlalu besar terutama bicara soal harta dan
kekayaan. Saya hanya diam dan meneruskan hubungan asmara
dengan Wina.
Sebulan kemudian, saya mulai mengetahui banyak hal
tentang keluarga Wina. Kondisi mereka sungguh di luar dari
bayangan saya. Mereka hanya keluarga biasa
dan rumah tempat tinggal itu hanyalah milik
perusahaan sang paman. Mereka hanya
tinggal sementara di rumah itu karena sang
ayah bekerja membantu usaha milik sang
paman.
Mengetahui status sosial mereka tidak jauh dari kehidupan
saya saat itu, saya mulai berencana untuk menyudahi hubungan
kami. Saya mulai beralasan saat Wina mengajak saya bertemu atau
menjemputnya. Saat keinginan itu timbul, Wina menambah
keyakinan saya dengan cerita bahwa fisiknya tidak sehat. Wina

41 |
punya sejumlah pantangan makanan karena makanan itu dapat
memicu alergi hingga harus masuk rumah sakit.
Astaga!
Tidak mungkin bila saya menikahi perempuan dengan kondisi
fisik yang mudah alergi dengan sembarang makanan. Saya berpikir
bila kondisi alerginya timbul saat kami pergi bersama keluarga besar,
saya harus mengurusinya dan tidak dapat bekerja dengan baik.
Tekat saya bertambah kuat untuk memutuskan hubungan
kami. Saya mulai mencari-cari alasan agar Wina membenci saya.
Beberapa kali telepon dan pesan singkat, saya melancarkan jurus
merengek butuh perhatian. Saya menerornya dengan jurus itu
hingga Wina meresponnya dengan kemarahan.
“San, kamu bisa ga sih dewasa sedikit!” balasnya dalam
sebuah pesan singkat, “masa aku harus selalu memperhatikan kamu
dan segala aktivitasmu? Memangnya aku ini tidak kerja apa?”
Saya hanya diam tanpa membalas pesan singkatnya lagi. Lalu
beberapa jam kemudian, saya kembali mengirimkan pesan singkat.
“Yang, kok kamu diam aja sih. Please deh, posesifin aku dong!”
tegur saya dalam sebuah pesan singkat.
Wina lalu marah dan membalasnya, “Berisik kamu! Aku nih lagi
kerja. Sudahlah, jangan kayak anak kecil terus kek! Kamu tuh udah
dewasa!”
Kata anak kecil dalam pesan singkat dari Wina dapat saya
jadikan alasan untuk memutuskan Wina. Saya dapat beralasan
bahwa saya tersinggung atas kalimatnya tersebut. Pesan singkat
balasan saya berikan padanya. Saya marah pada ucapannya dan
meminta putus.
Sejak itu, kami resmi putus dan saya kembali jomblo.
Dalam hubungan asmara, kita harus mendasarinya dengan
pemikiran dan tujuan positif serta menghindari pemikiran dan tujuan
negatif, sebab pemikiran dan tujuan negatif akan membuat kita
kesulitan untuk menentukan arah dalam hubungan tersebut.

42 |
Terutama bagi para perempuan akan sangat menyedihkan bila
menjalani hubungan dengan lelaki yang penuh intrik dan tipu
muslihat selama menjalani masa pacaran.
Ada beberapa cara yang saya lakukan agar cinta penuh intrik
tidak terbaca oleh pasangan saat itu.

1. PUJIAN TIDAK PADA TEMPATNYA


Umumnya perempuan senang sekali mendengar pujian
walaupun pujian tadi tidak pada tempatnya. Mereka yang
mengatakan tidak suka pun sebenarnya
tersipu malu di dalam hati. Untuk itu,
banyak lelaki memanfaatkan
kelemahan perempuannya agar modus
atau upaya negatif mereka dapat
dengan mudah terlaksana. Cara
mengatasinya mudah. Ujilah cinta
mereka dengan sejumlah permintaan
yang melibatkan hati dan pengorbanan.
Supaya mereka yang hanya menebar cinta palsu dapat
berpikir untuk menyudahinya karena kelelahan untuk
mewujudkan semua permintaan perempuan yang mengurasi
energy serta perasaan.

2. MENGALAH UNTUK MELAKUKAN SESUATU DI LUAR BATAS


Misalnya, dalam kondisi hujan, sang pacar meminta
tolong untuk membelikan katak berwarna biru, sedangkan di
setiap toko menjual katak umumnya berwarna hijau atau pink.
Permintaan ajaib seperti itu menjadi tantangan tersendiri bagi
pacar untuk menguji kesetiaan kita. Seharusnya, bila pacar
yang serius menjalani hubungan, mereka akan menolaknya
dengan halus dan tidak begitu saja melakukannya, kecuali

43 |
mereka dengan modus tertentu, maka mereka akan
mencarikannya dengan gerutu di belakang sang pacar.

3. MENGACUHKAN KESALAHAN PACAR


Umumnya pacar dengan modus tertentu tidak mau
melibatkan diri untuk mengkoreksi kesalahan dari
pasangannya. Mereka cenderung diam dan mengacuhkan
kesalahan yang terjadi. Alasannya sederhana karena mereka
tidak ingin pacarnya marah lalu memutuskannya.
Mereka berpikir bahwa koreksi kesalahan untuk sang
pacar akan membuatnya marah lalu
memutuskan hubungan dengan mereka.
Sehingga dari pada mereka diputuskan
tanpa mendapatkan sesuatu dari
keluarga sang pacar, lebih baik mereka
mengacuhkan saja, dan justru menghindari
permasalahan tersebut.
Misalkan, sang pacar menginvestasikan hartanya pada
saham perusahaan tidak jelas. Kita diam saja tanpa
berkomentar untuk mengingatkan bahayanya bila dia
mengalami kerugian.
Kita tidak berusaha untuk campur tangan memberikan
pandangan lain agar dia selamat dari kerugian di kemudian
hari. Dan bila dia sungguh mengalami kerugian lalu bangkrut,
sang pacar justru pergi meninggalkannya dengan kerugian
untuk mencari pacar kaya lainnya.

Selain cinta dengan modus negatif, kita juga sering menjalani


hubungan dengan seseorang dengan alasan pelarian. Menjalani
cinta karena pelarian dari kegundahan serta kegalauan hati akan
berdampak negatif bagi hubungan itu sendiri. Bagi sang pelaku, dia
akan menganggap pacar barunya seperti boneka lucu yang dapat

44 |
dipermainkan dengan mudah. Dia beranggapan bila sang pacar
sekedar formalitas agar dia selamat dari kecaman dan hinaan dari
para teman.
Cintanya tidak bulat pada sang pacar sehingga saat terjadi
konflik besar, biasanya hubungan itu akan mudah putus karena
cinta mereka penuh kepalsuan. Sementar bagi korbannya, mereka
akan kesulitan mengembangkan diri sendiri, karena bagi sang
pacar, mereka selalu dibandingkan dengan sang mantan.
Semakin mereka mengalah, maka semakin terjerumuslah kita
pada kepalsuan cinta dan rawan terjadi perselingkuhan. Sebab,
saat sang pacar dengan cinta pelariannya menemukan pasangan
lain yang dianggap lebih sesuai untuknya, maka mereka tidak
segan-segan meninggalkan hubungan asmara dengan sang pacar.
Alangkah lebih baik bila kita menjalani hubungan asmara
karena cinta dan bukan karena kasihan. Sebab saat kita menerima
kekurangan pasangan di masa pacaran, akan berdampak
perceraian di masa berumah tangga. Kekurangan dari pasangan
kita hendaknya kita koreksi bersama selama masa pacaran.
Dengan begitu, kita sanggup menerima kekurangan pada
sang pacar. Kalau pun tidak dapat diperbaiki dan cenderung
mengulang terus tanpa perubahan dalam kurun waktu tertentu,
lebih baik kita putus lalu mencari pasangan lain yang lebih ideal bagi
kita.
Berhentilah bersandiwara selama menjalani hubungan
asmara. Sebab drama setiap babaknya dapat menguras energi kita
hingga tidak tersisa. Bersikaplah jujur pada diri sendiri lalu
berusahalah untuk menyesuaikan keinginan satu dan lainnya agar
hubungan dapat selalu bahagia.

***

45 |
PEPATAH yang mengatakan jodoh, harta, sakit, tua, dan
mati semua diatur Tuhan tampaknya benar saat kita mendapatkan
pacar dari kota beda provinsi. Seperti saya dan Amanda saat itu.
Amanda berasal dari Palembang, Sumatera selatan. Dia
datang ke Jakarta selama lima hari untuk mendalami pelajaran
penulisan naskah televisi di tempat kerja saya.
Hari pertama kenalan dengannya, saya
langsung merasakan kenyamanan saat
bersama Amanda. Begitu pula
dengannya. Karena kami saling
nyaman, maka kami akrab dan mampu
berkomunikasi dengan baik.
Selanjutnya kami berdua mulai jalani
kebersamaan. Hari demi hari kami jalani untuk
saling mengenal satu sama lain. Usai kerja, saya jemput Amanda di

46 |
rumah temannya. Saya ajak dia berkeliling Jakarta. Tidak satupun
detik saya lewatkan untuk bersamanya. Saya pandangi matanya
yang bersinar, rambutnya yang panjang hitam, sampai saya tidak
ingin melepaskan tangannya.
Di hari ketiga, tanpa saya duga, saya memintanya menjadi
pacar. Kalimat permintaan itu keluar begitu saja dari mulut saya.
Suasana malam penuh nuansa romantis ditambah gemerlap
bintang dan cahaya bulan, makin mendekatkan kami berdua.
Amanda tampak semakin cantik dan mempesona. Saya sampai
bersumpah tidak akan mengecewakan dan meninggalkannya.
Hingga tengah malam, kami bersama penuh romansa.
Keesokkan harinya, kami kembali melanjutkan acara jalan-
jalan. Jadwalnya mengunjungi seorang teman lama Amanda di
sebuah apartemen wilayah Cengkareng, Jakarta Barat. Pertemuan
dengan sang teman terasa seperti keluarga. Kami berbincang
panjang lebar tentang semua kejadian. Amanda tidak sungkan
menceritakan kekurangannya di hadapan kami semua. Tawa
canda mewarnai kegiatan hari itu. Hangatnya keluarga begitu
kental saya rasakan.
Waktu berjalan cepat.
Kebersamaan kami di Jakarta
harus berakhir. Amanda harus
pulang ke rumahnya di
Palembang. Sedih dan
gundah menyelimuti hari-hari
saya. Hilang semua kegairahan hidup.
Saya berpikir bahwa tantangan
asmara jarak jauh segera
datang dan menghantui
rutinitas berikutnya.
Amanda pun berangkat dengan
pesawat pagi. Saya hanya mengucapkan kalimat hati-hati melalui

47 |
pesan singkat dari telepon genggam. Saya harus liputan ke luar kota.
Saya tidak pernah bermimpi untuk menjalani sebuah hubungan
jarak jauh. Saya merasakan beban hati terbesar dalam hidup.
Saya mengerti benar bahwa sebuah hubungan jarak jauh
haruslah disertai sebuah komitmen tinggi dan kesetiaan menjaga
hubungan melalui komunikasi intensif. Tanpa keduanya maka
sebuah hubungan jarak jauh akan berakhir kosong dan kandas
tanpa sisa. Saya kembali menanyakan hal itu pada diri sendiri. Saya
pastikan bahwa saya siap dengan keduanya untuk
mempertahankan cinta kami berdua.
Dilema serta kegalauan tingkat dewa menyelimuti hati saya.
Berontak dan berteriakpun saya tidak sanggup. Nasi sudah menjadi
bubur. Semua toh sudah terjadi. Amanda sudah jauh di pulau lain.
Tinggal cerita indah tersisa di antara kami. Tinggal cara saya sendiri
untuk mempertahankan cinta dan sayang agar tidak memudar.
Perkiraan saya benar. Meskipun saya sudah maksimal
menjaga stabilitas komunikasi dan
konsistensi cinta pada Amanda, ternyata
tidak sebaliknya. Amanda mulai menjaga
jarak. Beberapa kali telepon saya
ditolaknya. Sejumlah pesan singkatpun
diabaikan tanpa balasan. Hingga
akhirnya saya memutuskan untuk
menemuinya di Palembang.
Saya menghubungi Amanda untuk meminta alamat rumah.
Dia memberikan lengkap hingga rukun tetangga (RT) dan rukun
warga (RW). Saya meminta ijin untuk ke rumahnya melalui pesan
singkat. Beberapa jam kemudian, Amanda menelepon saya.
Dengan nada dingin dan acuh tak acuh, dia melarang saya
mengunjunginya ke Palembang.

48 |
“San, aku pikir kamu ga usah ke Palembang. Aku sibuk banget
akhir-akhir ini dan ga mungkin aku temenin kamu di sini nanti.” jelas
Amanda perlahan.
Usai menjelaskan kondisinya, Amanda langsung menutup
telepon. Saya mengirim kembali pesan singkat mendesaknya
memberikan alasan lain dari larangannya itu. Pesan saya tidak
kunjung dibalas. Lalu saya kirimkan pesan berikutnya berisi kalimat
paksaan kalau saya akan menyusulnya ke Palembang.
Amanda lalu membalasnya, "Kalau kamu ke Palembang,
kamu mau tidur di mana? Rumah aku kecil dan tidak mungkin kamu
menginap di rumahku. Lagi pula kita kan belum menikah, apa kata
tetangga nanti? Sudahlah, kamu jangan ke sini. Tunggu aja, nanti
juga aku ke Jakarta lagi kok."
"Aku harus bertemu kamu, Beb." balas saya.
"Untuk apalagi? Kita kan sudah tidak ada hubungannya lagi."
balas Amanda.
Membaca pesan singkat itu, saya makin terkejut. Saya lalu
menelepon Amanda untuk mengklarifikasi maksudnya mengatakan
bahwa kami sudah tidak ada hubungannya lagi.
"Halo..." telepon saya dijawab Amanda, "kok kamu bisa bilang
kalau kita tidak ada hubungannya lagi?"
"Sandy, aku ngga ingin kamu sedih kalau mengetahui bahwa
aku ngga mau nikah. Aku ngga
mau berkeluarga. Bagiku
mengenalmu saat di Jakarta
hanya untuk menemaniku, tapi
karena kamu baik dan perhatian
sama aku, maka aku bilang iya waktu kamu
nembak aku jadi pacarmu." jelas Amanda.
Mendengarkan ucapan Amanda, telepon saya lalu terjatuh ke
lantai. Saya langsung duduk lemas tidak bertenaga. Saya sedih,
kecewa, marah, hingga benci padanya. Saya tidak dapat berkata-

49 |
kata lagi. Semua pandangan saya menjadi gelap. Tubuh saya
gemetaran dan tidak sanggup berdiri tegak. Saya merasa terbuang
dari kehidupan. Saya lalu menangis terseduh-seduh untuk beberapa
menit.
Usai sedikit lega, saya rapikan telepon selular dari lantai, lalu
menghidupkannya kembali. Sebuah pesan singkat lalu berebut
masuk ke telepon selular saya. Pesan dari Amanda salah satunya.
Pesan tersebut berbunyi, "Sandy, maafin aku ya harus jujur sama
kamu. Maafin kalau aku ga bisa lanjutin hubungan ini. Meski begitu
kamu tetap menjadi teman terbaikku."
"Oke kalau begitu. Bye!" pesan balasan saya untuk terakhir
kalinya.
Setelah itu, saya tidak pernah lagi menghubungi Amanda baik
melalui pesan singkat maupun telepon. Bagi saya, Amanda sudah
menjadi masa lalu dan tidak ada waktu lagi bagi saya terus
memikirkannya. Pertunjukkan harus tetap berjalan.
Saat kita menjalani hubungan asmara jarak jauh, ada
beberapa hal yang perlu kita perhatikan dengan cermat agar tidak
memicu keretakan atau kehancuran dalam hubungan tersebut.

1. LUPAKAN KALIMAT: YANG PENTING PERCAYA


Hubungan jarak jauh harus dipersiapan
dengan matang. Termasuk kepastian status
masa depan atau tujuan akhir dalam sebuah
proses pacaran, yakni menikah dan
berkeluarga.
Kalimat: “YANG PENTING PERCAYA AJA”,
membuat kita terlena pada aktivitas lalu
membuat sang pacar menjadi terabaikan. Bila
pacar terabaikan, akibatnya komunikasi
akan rusak dan berakhir putusnya hubungan asmara.

50 |
2. JANGAN PERNAH MENYAMAKAN KONDISI MASING-MASING
Menjalani hubungan pacaran jarak jauh, seperti kita
hidup di dua dimensi berbeda. Kita tidak saling tahu kondisi
masing-masing. Untuk itu, jangan pernah menyamakan kondisi
masing-masing. Kita harusnya saling bertukar cerita seputar
kejadian yang kita alami sepanjang hari.
Dengan pertukaran cerita, maka secara otomatis kita
menjalin kedekatan dengan pacar nun jauh di sana. Selain itu,
pandai-pandailah menciptakan suasana ceria saat
komunikasi berlangsung.
Pakailah kalimat ringan (tidak baku) dan menyenangkan
untuk menciptakan kenyamanan pada pasangan kita.
Kalimat berat (baku) membuat suasana menjadi formal dan
lama kelamaan menjadi tidak nyaman.

3. TIDAK PERLU MENYALAHKAN SINYAL DAN KUOTA


Tantangan
saat menjalani
hubungan jarak
jauh ya sinyal dan
kuota. Sinyal
berhubungan
dengan telepon
serta pesan
singkat,
sedangkan kuota
berhubungan dengan panggilan video atau pertukaran
informasi melalui aplikasi telepon selular.
Tantangan tersebut harus kita terima dengan lapang
dada. Tidak ada alasan biaya mahal dan tidak punya uang.
Kalau alasan itu kita gunakan, maka menunjukkan kita tidak

51 |
setia dan melanggar komitmen dalam menjalani hubungan
asmara.
Kalau kita sungguh cinta dan sayang dengan pacar,
maka kita kerja yang rajin untuk menghasilkan uang sebagai
modal menjalani hubungan jarak jauh. Kalau sudah tahu pulsa
mahal, lantas kita hanya mengandalkan uang bulanan dari
orang tua tanpa mau bekerja, maka pasti sulit menjalani
hubungan jarak jauh.
Komunikasi dalam hubungan jarak jauh memang
menjadi hal terpenting. Oleh karenanya, kita harus rutin untuk
berkomunikasi dengan pacar. Karena rutin, kita harus
bergantian saat telepon atau saat melakukan panggilan
video. Kita juga harus saling bergantian menahan rasa kantuk
saat hubungan kita beda waktu yang cukup signifikan.
Misalkan: Indonesia – Amerika Serikat, Indonesia – Arab Saudi,
Indonesia –Jepang atau Indonesia – RRC.
Kalau ego kita utamakan dan malas berkomunikasi
dengan alasan ngantuk, ya akibatnya hubungan jarak jauh
menjadi sekedar percaya saja. Akibatnya, 80 persen
hubungan jarak jauh berakhir putus.

4. KALAU BERTEMU BERHENTILAH MEMBUAT PERSELISIHAN


Bagi pasangan baru yang menjalani hubungan jarak
jauh, biasanya saat bertemu kembali, kita justru kebingungan
saat memulai melakukan sesuatu bersama. Akhirnya, kita
menghabiskan waktu untuk berdiam diri tanpa aktivitas
apapun. Rasa canggung menekan pikiran dan logika kita
untuk mengajaknya berbicara atau melakukan aktivitas
bersama lainnya.
Tetapi bagi pasangan yang mampu mempertahankan
hubungan jarak jauhnya lebih dari satu tahun biasanya saat
bertemu, mereka cenderung berkomunikasi menggunakan

52 |
hati bukan hanya logika. Akibatnya, mereka sering kali
terjebak pada rutinitas salah paham. Seharusnya, saat
bertemu, kita dan pasangan membincangkan masalah
kekinian dan melakukan aktivitas positif lainnya sambil
menjaga kehangatan melalui perkataan yang baik dan positif.
Dengan begitu, kesan saat berpisah nanti menjadi indah
dikenang di tempat masing-masing.

Kesempatan selama menjalani hubungan jarak jauh begitu


mahal. Bukan saatnya untuk berdebat mengenai masalah sepele
dan tidak bermanfaat. Saat perbedaan pandangan timbul dalam
hubungan jarak jauh, perbedaan itu hendaknya dipandang
sebagai warna lain untuk memperindah hubungan kita.
Menahan diri merupakan kunci dasar bagi kita untuk
mempertahankan hubungan tersebut. Kita harus mampu melihat sisi
positif dalam setiap kondisi yang terjadi selama hubungan jarak jauh
berlangsung. Selanjutnya, sabar dan berkorban menjadi kunci
berikutnya untuk memaklumi kondisi dari pasangan yang berada
jauh dari kita.
Seorang teman bernama Junita tinggal terpisah dengan
suaminya. Dia menetap di Kota Tangerang, Banten bersama sang
ayah, sedangkan sang suami menetap bersama keluarganya di
Kota Jambi. Hubungan seperti ini terjadi karena keduanya punya
aktivitas masing-masing yang sulit ditinggalkan. Junita mempunyai
usaha perjalanan, sementara sang suami bekerja dengan jabatan
baik di perusahaannya.
Junita akhirnya memutuskan untuk menjalani hubungan jarak
jauh dengan sang suami seperti saat mereka pacaran. Junita dan
sang suami melihat bahwa hubungan jarak jauh ini bukan lagi ujian
cinta dan kesetiaan, melainkan warna tersendiri untuk memperindah
rumah tangga. Tidak ada lagi kecemburuan di antara mereka, tidak
ada lagi keegoisan dalam memutuskan keinginan mereka.

53 |
Bagi Junita, komunikasi menjadi berharga dan kebersamaan
menjadi harta terindah, sehingga saat mereka bertemu, Junita dan
suami hanya membahas kebahagiaan dan menghindari
perselisihan dari hal-hal sepele.
Tidak ada lagi alasan untuk menolak hubungan jarak jauh saat
kita sudah menyiapkan diri untuk menjalaninya. Berhentilah menutup
diri untuk cinta dari kota yang berbeda dengan kita. Bila kita suka
dan cinta dengannya, jalani saja. Nikmati setiap kondisi yang kita
alami bersama dan berjuanglah untuk mendapatnya.

***

54 |
TIDAK dipungkiri bahwa kita seringkali masih mengingat

mantan pacar saat baru beberapa hari putus cinta. Tetapi bukan
berarti kenangan sang mantan terus meracuni pikiran bahkan
menghantui rutinitas kita dengan kenangan indah saat berdua
dengannya.
Lucunya, kita sering terbawa suasana saat melihat orang lain
berduaan dengan pacarnya. Mereka berbahagia, sedangkan kita
menangis karena mengingat waktu bersama sang mantan.
Banyak orang berkata bahwa mantan adalah terindah dalam
hidup kita. Pernyataan ini sebenarnya hanya seperti narkoba yang
bersifat menenangkan pikiran lalu pada akhirnya membuat kita
menjadi kecanduan dan berhalusinasi. Akibatnya, hidup kita
menjadi berantakan dan cenderung mengalami tekanan batin

55 |
karena menyimpan ketidakrelaan melihat mantan bersama dengan
orang lain.
Istilah mantan terindah pada kenyataannya salah. Kalau
mantan dikatakan terindah, seharusnya kita tidak memutuskannya,
melainkan menjadikan sang mantan menjadi manten atau
menikahnya. Kalau kita dan pacar sampai putus di tengah jalan,
maka peristiwa tersebut bukanlah terindah, melainkan terburuk
dalam kehidupan.
Seorang mantan seharusnya sudah tidak lagi kita anggap
penting dalam hidup karena mereka saja belum tentu
menghiraukan kita lagi. Bahkan parahnya mereka menganggap kita
sebagai barang bekas yang tidak dapat didaur ulang lagi. Mereka
membuang kenangan kita lantas sama sekali tidak mau mengenal
kita lagi. Kalau seperti itu, kita justru akan disalahkan dunia karena
masih menyimpan harapan untuk kembali padanya.
Memang sebagian dari kita memutuskan hubungan karena
emosi sesaat, lantas ketika emosi sudah mereda, kita menyesali
keputusan tersebut lalu berharap cinta lama bersemi kembali.
Segala upaya kita lakukan untuk mendapatkan cinta sang mantan.
Termasuk mengorbankan harga diri untuk mengemis cinta padanya.
Padahal saat kita mengemis cinta pada mantan, justru
membuatnya menjadi semakin tinggi hati dan menganggap remeh
kita sebagai pribadi yang tangguh. Jadi, lupakan saja mantan agar
kita berani menatap hidup lebih baik bersama orang lain.
Dalam sejumlah kasus, sering kali kita bertemu dengan pacar
yang masih mengenang mantannya. Kenangan mereka pada sang
mantan begitu kuat hingga terkadang menjadi pemicu munculnya
kebiasaan membandingkan antara kita dengan mereka.
Beri waktu bagi sang pacar untuk merasakan hubungan
barunya bersama kita. Wajar bila dalam satu bulan pertama
pacaran, dia masih terbayang sang mantan. Justru kurun waktu itu,
kita manfaatkan untuk menampilkan kepribadian sendiri agar sang

56 |
pacar perlahan melupakan sang mantan. Bukan sebaliknya, kita
justru berperilaku seperti sang mantan hanya untuk menarik
perhatian sang pacar.
Dengan adanya kita berperilaku seperti sang mantan, maka
kita sendiri membuat sang pacar semakin berat melupakan sang
mantan. Akibatnya, Sang pacar akan semakin tenggelam pada
kenangan masa lalunya lalu perlahan meninggalkan kita.
Akibatnya, Sang pacar akan semakin tenggelam pada kenangan
masa lalunya lalu perlahan meninggalkan kita.
Bagi para perempuan, mudah bagi mereka untuk
menyembunyikan perasaannya
pada sang mantan. Bahkan bagi
sebagian perempuan, kenangan
pada sang mantan ditunjukkan saat
bersama kita. Mereka tidak segan
mengomentari tindakan kita lalu
membandingkannya dengan sang
mantan. Bahkan mereka seringkali
mengeluarkan kalimat pamungkas “kalau begini kamu ga beda dari
dia.” atau “Dia lebih baik dari kamu.” Agar kita menuruti
kemauannya.
Sekali atau dua kali, kalimat pamungkas tersebut dapat
membungkam pacar kita, tetapi bila berulang kali kita ucapkan,
maka sang pacar akan bosan lalu meninggalkan kita.
Seharusnya, mantan sama sekali tidak kita hiraukan. Kita harus
menyadari bahwa setiap hubungan baru pastinya akan
memberikan warna baru dalam kehidupan kita. Kita justru harus
belajar untuk memperbaiki kesalahan dan berusaha tidak
mengulangi kesalahan yang sama.
Selain itu, Kita juga harus mengerti bahwa pacaran itu sebagai
proses belajar untuk mendewasakan diri, menemukan jati diri, serta
saling berbagi dengan orang lain yang kita cintai.

57 |
Untuk itu, kita harus memastikan bahwa hubungan kita
dengan sang mantan sungguh selesai dan tidak berbuntut panjang
pada rutinitas selanjutnya.
Bila hubungan pacar dengan mantannya belum selesai dan
masih banyak masalah hati, lebih baik kita meminta sang pacar
untuk menyelesaikan dulu semuanya agar hubungan baru dengan
kita dapat berjalan serius dan tidak terus berada dalam bayangan
masa lalu. Masalah hati di masa lalu itu melelahkan jiwa dan raga.
Terutama bila masa lalu itu kembali diungkitnya saat terjadi
perdebatan dengan kita.
Saat saya pacaran dengan seorang perempuan bernama
Sindi di pertengahan tahun 2011. Saya sama sekali tidak mengira bila
dia seorang single parent. Saya pikir suaminya kerja di luar kota lalu
Sindi dan Riko, putranya tinggal di rumah orang tua. Setahun
mengenalnya, saya mengajukan diri untuk membuat program baru
di stasiun televisi lokal tempat kami bekerja.
Proses pembuatan tayangan baru tersebut mendekatkan
kami secara mental. Cinta lokasi pun terjadi. Perhatian saya pada
Sindi ditanggapi serius. Saya mulai diajak bermain ke rumahnya
dengan tujuan mendekatkan saya pada Riko. Saat itu, saya tidak
merasa canggung sama sekali. Saya justru menikmati moment
bersama Riko. Begitu pula sebaliknya, Riko pun cepat akrab dengan
saya.
Sebulan kemudian, Sebelum hubungan kami melangkah lebih
lanjut, Sindi mengakui statusnya sebagai seorang janda dengan
anak satu. “San, aku ini janda beranak satu loh.” kata Sindi perlahan
di hadapan saya.
Mengetahui statusnya janda, saya sempat terkejut. Salah
sasaran nih, pikir saya sesaat sambil menatap dalam matanya. Tapi
ya coba saya jalani dulu.
“Kamu kenapa, San? Ada yang salah dari aku?” tanyanya
kembali sambil menepuk pundak saya.

58 |
“Oh, maaf, maaf, aku gapapa kok.” jawab saya sedikit
terkejut.
Hari pun berlalu. Hubungan kami makin mendekat. Hingga
suatu malam, Riko meminta Sindi mengajak saya menemaninya tidur
di kamar mereka. Awalnya saya sungkan, tetapi karena rengekan
Riko, akhirnya saya menurutinya. Riko mengambil buku cerita
bergambar, lalu meminta saya untuk membacanya.
“Om, tolong bacain ini ya? Aku suka cerita ini.” pinta Riko
sambil menyodorkan buku di hadapan saya.
“Oke, sebentar ya.” jawab saya sambil memperbaiki posisi
duduk di bangku kecil di samping kasur. “suatu hari…”
Belum selesai saya membacakan buku, Riko sudah tertidur
pulas memeluk guling kecilnya yang sedikit kumal. Saya dan Sindi
pun keluar untuk melanjutkan obrolan kami hingga larut malam.
Mengetahui Riko dapat menerima saya, kami pun akhirnya
berpacaran. Hari-hari sebagai sepasang kekasih, tidak terlalu
banyak perubahan. Hanya saja, saya mendapat tugas tambahan
antar-jemput Sindi. Saya anggap kegiatan ini wajar karena kami pun
satu kantor.
Tanpa terasa jadwal saya berubah. Semula pulang kantor
langsung ke rumah, sekarang saya harus mengantarkan Sindi pulang
ke rumahnya, lalu membantu memandikan Riko, sampai
menemaninya bermain dan tidur. Hidup saya memang lebih
berwarna, tetapi kelelahan juga meningkat. Saya nikmati saja proses
pacaran seperti itu karena saya memilihnya untuk bersama Sindi.
Banyak anggota keluarga mencibir hubungan kami. Mereka
menyayangkan kalau saya harus menjalin hubungan dengan
seorang janda. Mereka bahkan berusaha untuk mengenalkan saya
dengan perempuan lain yang lebih muda.
Hari berganti bulan, hubungan kami mengarah pada
pernikahan. Mengetahuinya, seorang paman melarang saya untuk
menikahi Sindi.

59 |
“Kamu tuh kayak tidak laku saja sih sampai mau menikah sama
janda!” Tegas paman saya saat pertemuan keluarga di perayaan
Imlek.
Mendengarnya saya hanya berdiam diri. Terserah saya sih mau
pacaran atau nikah sama siapa! Pikir saya di saat diam
mendengarkan kata tajam dari paman.
Hubungan kami terus berlanjut tanpa mempedulikan urusan
lainnya. Show must go on! Semua harus sesuai rencana. Keinginan
keras kami untuk menikah, rupanya dirasakan semua anggota
keluarga. Bunda saya pun akhirnya memberikan restu serta
menerima keberadaan putra Sindi. Melihat restu bunda, membuat
anggota keluarga besar tidak berdaya dan perlahan mendukung
hubungan kami. Paman pun perlahan melunak dan bersedia
membantu mencarikan tempat resepsi pernikahan.
Saat kebahagiaan menuju pernikahan, hubungan kami
mendapatkan cobaan besar. Sindi ingin kembali bekerja di Taiwan.
Bahkan dia ingin
menemui sang mantan
suami. Perasaan saya
menjadi gelisah. Saya
marah sekaligus sedih.
Keputusannya tidak
dapat dihalangi lagi,
bahkan Sindi
mengundurkan diri dari
kantor, untuk menjahui saya. Kami memutuskan untuk berpisah
sebagai pacar tetapi sepakat untuk berhubungan sebagai teman.
Beberapa bulan kemudian, Sindi memberi kabar
keberangkatannya ke Taiwan. Saya hanya memberikan selamat
dan tidak lagi mencampuri terlalu dalam.
Selama menjalin hubungan dengan Sindi, saya banyak belajar
bahwa saat kita mencintai seseorang, kita harus konsentrasi

60 |
menjaga komunikasi serta berupaya memaksimalkan komitmen
untuk selalu berpikiran positif. Konsentrasi pada pacar membuat kita
memiliki kemampuan untuk melupakan mantan. Tidak ada lagi
alasan bagi kita untuk memasukkan mantan dengan urusan masa
lalu dalam diskusi maupun candaan saat bersama pacar.
Kita menjadi tidak adil saat membicarakan mantan dengan
pacar, apalagi kita mengajak pacar untuk mengurusi kegiatan
mantan. Segala kegiatan berhubungan dengan mantan pastinya
akan membuat kita mengalami dilema hati, lalu kita akan
membandingkan pacar dengan mantan. Nostagia masa lalu
dengan mantan akan kita ingat kembali. Akhirnya, kita disibukkan
kembali untuk memilih sang pacar atau sang mantan.
Pengalaman berpacaran dengan Sindi juga membuat saya
belajar cara untuk melupakan mantan dan mengutamakan pacar.
Caranya dengan mengingat kembali penyebab kita putus
dengannya. Bayangkan bila mantan melakukan tindakan tersebut
saat kita menikahinya. Dampak dari perceraian lebih luas dari
sekedar putus pacaran.
Misalkan sang mantan menyelingkuhi kita saat pacaran. Kita
marah lalu memutuskannya. Bila suatu hari sang mantan kembali
merayu kita untuk kembali menjalin hubungan dengannya, kita
harus berani menolaknya. Penolakan kita harus berdasarkan
pemikiran bahwa sang mantan pastinya kembali mengulangi
perselingkuhan dengan lelaki lain, lalu dia meninggalkan kita. Lebih
baik putus sekarang dari pada menjadi kanker yang merugikan diri
sendiri.
Selama saya menjalin hubungan dengan Sindi, saya juga
menyadari bahwa kita harus tulus mencintai pacar. Melalui
ketulusan ini, kita akan mengarahkan pikiran pada rasa syukur lalu
bermuara pada kerelaan menerima pacar secara utuh tanpa
memintanya untuk melakukan penambahan atau pengurangan
dalam hubungan kita.

61 |
Gagal move on, hanyalah kemalasan batin yang dibuat
drama kehidupannya agar seolah-olah menyedihkan. Padahal,
mudah saja untuk kita melupakan mantan untuk mendapatkan
pacar baru. Trauma putus cinta juga alasan kita untuk menutup
ketakutan kita pada kondisi baru dengan pacar baru. Kita terlalu
banyak alasan ajaib untuk membungkus kesakitan hati sendiri pada
perubahan positif. Sudahi semua trauma kita dengan
memberanikan diri melihat peluang untuk menguntungkan hidup
sendiri. Setidaknya kita berpikir bahwa hidup berdua dengan pacar
akan lebih mudah dibandingkan hidup sendiri.
Tahun 2004, saya pacaran dengan seorang perempuan
bernama Ami. Dengan pekerjaan saya sebagai wali kelas. Saya
memberanikan diri untuk berpacaran dengan Ami. Di awal
pacaran, pekerjaan Ami sebagai kepala sekolah bukanlah
hambatan buat kami. Rutinitas bekerja, pacaran di malam minggu,
lalu kencan di akhir pekan, kami jalani begitu saja tanpa melihat
perbedaan usia, pekerjaan, agama, maupun harta. Kami bisa
menjalaninya dengan kerelaan satu sama lainnya. Bahkan sering
kali, Ami mengeluarkan uang untuk membayar tagihan makan kami.
Setengah tahun kemudian, semua berubah 180 derajat. Ami
mulai dingin dan tidak lagi memperhatikan saya. Setiap kali ke
rumahnya, saya disambut biasa dan tidak lagi seistimewa di awal
pacaran. Satu bulan kemudian, hubungan kami makin memburuk.
Pesan singkat hingga telepon saya ditanggapi sangat dingin
bahkan tidak dibalas. Sampailah suatu hari, saya tanyakan
kelanjutan hubungan kami.
Dengan menangis, lalu Ami memutuskan hubungan kami.
Saya dicampakkan jauh dari kehidupannya. Alasan klasik kalau kami
beda status sosial, pendidikan, dan ekonomi. Saya sedih menerima
kenyataan ini. Sedih bukan karena tidak ditraktir makanan enak lagi,
tetapi sedih karena gagal menjadi lelaki yang mampu
membahagiakan pacarnya.

62 |
Sebulan kami putus, saya masih rutin menghubungi Ami.
Balasan Ami sangat lama dan cenderung mengabaikan pesan
singkat saya. Bulan kedua usai putus, rutinitas saya masih sama. Saya
masih rutin mengirimkan pesan singkat pada Ami. Maklumlah, kita
yang menjadi korban putus cinta jauh lebih sulit melupakan mantan
dari pada sang pemutus hubungan.
Sampai bulan ketiga, Ami membalas pesan singkat saya
dengan nada marah. Katanya,“Sandy, kita tuh sudah putus! Jangan
hubungi aku lagi dan jangan ganggu hidupku lagi!”
Sejak itu, nomor Ami tidak aktif lagi. Begitu pula dengan
hubungan kami di seluruh media sosial. Saat itu, saya bertambah
sedih dan putus asa. Saya sungguh merasakan pahitnya putus cinta
paling dasyat selama hidup.
Tanpa saya sadari setahun berlalu. Dalam kondisi luka batin
akibat putus cinta, saya pun menganggur tanpa pekerjaan.
Kesedihan serta kesepian mendatangi saya silih berganti. Saat itulah
saya teringat kembali Ami, sang mantan. Kenangan saat
bergandengan tangan, bercerita di ruang tamunya, sampai
bercanda bersama dua keponakannya, datang satu per satu
menyita perasaan saya. Sulit luar biasa melupakan indahnya
hubungan kami. Saya terpuruk dalam cinta dan harta.
Sampailah suatu hari saya menonton sebuah film di stasiun
televisi. Dikisahkan seorang pemuda bernama Gino melalui masa
awal putus cintanya dengan bekerja keras. Dalam film itu
digambarkan pula perjuangannya mencari uang sebagai
pembuktian bahwa dia mampu menjadi lelaki kaya. Dia ingin
membuktikan pada sang mantan kalau dia rugi memutuskan
hubungan dengan Gino.
Setelah menonton film, pikiran saya terbuka. Saya terinspirasi
untuk mengalihkan perhatian dari mantan menjadi bekerja. Lalu
saya mulai mencari kerja hingga akhirnya diterima sebagai kuli

63 |
bangunan di salah satu toko material wilayah Banjar Wijaya,
Tangerang, Banten.
Saya melupakan gelar sarjana komputer. Bagi saya saat itu
adalah bekerja keras untuk memulihkan sakit hati pada mantan juga
mengumpulkan uang untuk membahagiakan keluarga dan
kehidupan sendiri.
Rupanya dengan kita bekerja keras hingga lelah, kita dapat
melupakan mantan. Saat lelah yang kita pikirkan hanyalah istirahat
dan tidur. Tidak sempat pikiran kita untuk mengenang mantan.
Apalagi mengingat secara lengkap kegiatan kita dengan mantan.
Berhentilah mengenang mantan. Sebab mantan bukan
santan. Mantan itu ampas kehidupan, mereka tidak lagi bisa diolah,
sedangkan santan dapat diolah menjadi makanan yang lezat.
Cinta pada hakikatnya untuk
menyatukan dua pribadi dalam
satu kehidupan bahagia. Cinta
dirasakan sebagai berkah dan
keberuntungan. Cinta bagaikan
permata yang tidak ternilai harganya.
Untuk itu, cinta bukanlah perusak
kehidupan atau pencipta kesedihan. Bila cinta kita menciptakan
kesedihan dan kehancuran dalam hidup, lebih baik lepaskan cinta
kita untuk menemukan cinta baru yang lebih baik.
Cinta terlalu mahal untuk ditukarkan dengan kegalauan pada
para mantan. Bersikaplah bijaksana dengan berhenti menyiksa batin
sendiri untuk memikirkannya. Bersikaplah dewasa dengan berani
menerima dan menjalani perubahan. Meski sakit, meski pedih, meski
galau, tetaplah ingat bahwa pertunjukkan harus tetap berlangsung
hingga selesai.

***

64 |
CINTA itu universal. Cinta melihat kebaikan dan kebenaran
di dalam diri manusia. Bukan atribut keduniawian, seperti suku,
agama, maupun ras atau etnisnya. Cinta itu suci dan murni yang
dirasakan dengan hati bukan dengan dengan mata. Kenyamanan
dan kebahagiaan menjadi indikator kalau cinta sudah tumbuh di
dalam sebuah hubungan antara satu lelaki dengan satu
perempuan. Biarkan cinta mengalir memberikan keindahan dalam
hidup tanpa dibatasi oleh atribut duniawi yang membuat rumit seisi
hidup.
Nyatanya, sebagian orang tua kita masih mengaitkan antara
cinta dengan agama. Mereka masih beranggapan bahwa cinta
akan berjalan baik bila pacar kita mempunyai agama yang sama.
Pemikiran tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kita
untuk mencari pasangan seiman tanpa memperhatikan kata hati.
Kita cenderung memaksakan cinta padahal sesungguhnya hati

65 |
berbicara tidak. Lama kelamaan hati berontak dan perpisahan pun
terjadi.
Mencintai seseorang seharusnya tidak hanya melihat faktor
agama, tetapi lebih pada komitmen pasangan untuk menjalani
hubungan asmara dalam hidup. Mungkin saja kita dan pasangan
berbeda agama, tetapi bila mampu menyelesaikan setiap masalah
dengan kedewasaan dan kasih sayang, hasilnya pasti lebih
sempurna dibandingkan pasangan seiman. Faktor lain yang menjadi
pertimbangan dalam menjalani hidup rumah tangga yakni sikap
saling berbagi, berkomunikasi, serta pengertian.
Memang dianjurkan agar kita memiliki pasangan seiman.
Sebab dengan kesamaan agama dapat mempermudah pola asuh
pada anak. Namun perbedaan prinsip hidup pasangan suami istri
juga menjadi pertimbangan dalam keberhasilan mendidik anak.
Sejak kecil orang tua mendidik saya
dengan Agama Buddha. Otomatis saya
hanya mengenal ajaran Agama
Buddha dalam kehidupan. Ajaran
Agama Buddha tentunya
mempengaruhi perilaku dan
aktivitas saya. Begitu pula dengan
pola pikir serta prinsip hidup. Semua
mengacu dan bercermin dari ajaran Buddha.
Saya baru mengenal ajaran Kristen saat saya duduk di sekolah
dasar. Pengetahuan Kristen dari Alkitab membombardir isi kepala
saya hingga menengah pertama. Akibatnya, saya mulai berpikir
keindahan hubungan pasangan suami istri secara Kristen. Mereka
tidak boleh bercerai, satu untuk selamanya dalam suka maupun
duka.
Ajaran tersebut saya pegang sebagai salah satu prinsip hidup.
Seiring bertambahnya usia, saya mengenal sejumlah perempuan.

66 |
Anehnya, bukan perempuan beragama Buddha yang saya suka,
melainkan perempuan beragama Kristen. Khususnya Katolik.
Entah karena saya terkagum-kagum dengan ajaran
agamanya, tetapi yang jelas kalau saya begitu menginginkan
mempunyai istri beragama Katolik. Kalimat dalam Alkitab yang
mengajarkan bahwa dua orang yang sudah disatukan Tuhan tidak
dapat dipisahkan manusia serta sebuah kalimat yang berbunyi
bahwa satu pasangan hanya untuk seumur hidup tanpa orang lain
di antaranya terus terngiang di pikiran saya. Sampai pada
perjalanannya, saya sengaja berpacaran dengan perempuan
beragama Katolik.
Awalnya, bunda yang menentang hubungan kami. Wajar
karena bunda ingin saya menikah dengan perempuan Buddha.
Namun, saya tetap bersikeras untuk mencari dan menikah dengan
perempuan beragama Katolik. Saya tidak menyerah. Saya tetap
melanjutkan hubungan dengan perempuan beragama Katolik
sesuai pilihan hati.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Kegagalan
hubungan pertama dengan perempuan Katolik tidak lantas
menyurutkan keinginan saya mencari perempuan beragama Katolik
lainnya.
Tidak mudah bagi saya mengenalkan pacar beda agama
pada orang tua. Ayah menyambutnya dengan baik, tetapi bunda
tetap pada pendiriannya bahwa pasangan hidup saya haruslah
seiman.
Menyerah? Oh, tentu tidak!
Penolakan dari bunda justru membuat saya semakin
semangat untuk membawa pacar datang ke rumah agar semakin
mendekati bunda. Pacar sempat marah karena merasa dihina
bunda, tetapi saya berikan pemahaman bahwa sudah alami
manusia akan menolak perubahan dalam hidupnya. Dan menerima
perbedaan agama dalam satu atap menjadi salah satu dari

67 |
perubahan hidup. Bunda hanya belum tahu siapa sesungguhnya
sang pacar. Bunda khawatir bila nantinya sang pacar akan
membuat saya menderita atau dia menderita karena perbedaan
agama tersebut.
Sehari dicuekin, sebulan dicuekin.
Kami sempat putus asa. Kami merasakan sulitnya menjalin
hubungan seperti saat itu. Bunda tetap bersikeras dengan
prinsipnya. Bahkan tidak segan, bunda menjodohkan saya dengan
perempuan dari wihara kami. Paksaan demi paksaan dilancarkan
bunda untuk mencuci otak saya agar melepaskan pacar. Tetapi
saya tetap bertahan dengan ribuan alasan untuk mencintainya.
Empat bulan kemudian, pacar Katolik saya menyerah. Kami
pun putus.
Sejak itu, bunda kembali mendorong saya untuk menjalin
hubungan dengan perempuan dari wihara kami. Baiklah, saya
mencobanya untuk menghargai dan
menghormati bunda. Namun, hasilnya nihil.
Saya merasa tidak nyaman dengan dia,
demikian pula sebaliknya.
Waktu terus berjalan, hidup saya pun ikut
berjalan. Dengan hati yang terseok-seok karena
kesedihan mendalam usai putus cinta, saya
melanjutkan bekerja. Berat benar hidup saat itu.
Hingga ada seorang teman kerja membuat
saya nyaman dengannya. Dia beragama Kristen Protestan.
Tanpa saya sadari, hubungan kami semakin hari semakin
dekat. Walau dia berstatus single mother dengan seorang anak,
tetapi saya tidak ragu dengannya. Bagi saya mendapatkan
kenyamanan dan kebahagiaan jauh lebih penting dibandingkan
atribut lainnya.
Perjalanan asmara kami dimulai. Untuk kesekian kalinya,
bunda menolak. Penolakan kali ini lebih dasyat dibandingkan

68 |
penolakan sebelumnya karena selain pacar berbeda agama, dia
pun mempunyai anak.
Lagi-lagi saya harus berjuang meyakinkan bunda. Pendekatan
demi pendekatan saya lakukan agar bunda mengerti keinginan
dalam pikiran saya. Hingga suatu hari, bunda bersedia mengerti dan
tidak lagi mempermasalahkan perbedaan agama. Bahkan bunda
bersedia menerima kehadiran anak dari pacar saya.
Melihat perubahan sikap bunda, saya menjadi senang. Upaya
saya melakukan pendekatan berhasil membuat bunda menerima
sang pacar.
Sayangnya, lima bulan kami berpacaran, kami kembali harus
putus karena beda prinsip terlalu jauh. Selain itu, sang pacar ingin
keluar Indonesia untuk bekerja. Sehingga tidak mungkin bila kami
tetap melanjutkan hubungan karena kami berdua tidak mahir
dalam hubungan jarak jauh.
Selang tiga bulan sejak putus kedua, saya berkenalan dengan
istri melalui seorang teman. Perjalanan cinta kami tergolong cepat.
Dua hari saya mengenalnya, agama bahwa dialah jodoh saya
bergelora di dalam pikiran dan hati. Tanpa ragu, saya nyatakan
keinginan saya untuk menjadikannya pacar. Hebatnya, saya
diterima! Kami pun berpacaran.
Tanggapan bunda padanya sama antusias dengan saya.
Bunda justru meminta saya segera
melamarnya menjadi istri. Dua bulan
dari tanggal jadian, saya melamar
pacar untuk menjadi istri. Wow! Dia
menerima lamaran saya! Tepat
setahun kemudian, kami pun
menikah dengan status tepat
berbeda agama. Saya Buddha dan
istri Katolik. Kami bahagia dalam

69 |
lindungan Tuhan dengan seorang anak sebagai hadiah terindah
dalam keluarga.
Kunci dari kebahagiaan hidup dengan pasangan beda
agama terletak pada pola komunikasinya. Saat perjalanan waktu
selama menjalin hubungan asmara, kita harus saling menghormati
dengan melepaskan atribut keagamaan. Jangan saling tarik
menarik pada agama kita. Biarkan saja cinta yang bicara dari hati.
Nikmati kenyamanan yang ada untuk selalu bahagia. Kita tetap
menghormati, menghargai, serta memberikan cinta terbaik tanpa
syarat.
Kekuatan cinta kita nantinya memberikan pemahaman
pada kedua orang tua. Mereka dapat merasakan keyakinan dalam
diri kita masing-masing. Bila kita sendiri masih memiliki keraguan
dalam menjalani hubungan dengan pasangan beda agama, maka
orang lain di sekitar kita akan merasakan hal yang sama, lalu
penolakan terjadi sebagai sinyal alami untuk melindungi kita.
Selanjutnya, selesai pernikahan, kami harus membuktikan
bahwa kami mampu menjaga hubungan dengan baik. Kami juga
harus membuktikan bahwa kami dapat bahagia serta hidup saling
mendukung satu sama lain meski berbeda agama.
Kami tidak saling menghujat soal agama saat emosi. Kami juga
sepakat memberikan kebebasan penuh saat kami ingin beribadah
ke gereja atau wihara. Lalu untuk anak, kami sepakat untuk
mengijinkannya memilih agama yang membuatnya nyaman dan
bahagia.
Pengalaman tersebut rupanya menjadi pelajaran berharga
untuk tularkan pada seorang mahasiswi saya bernama Rini. Dia
mahasiswi tingkat akhir di kampus.
Suatu hari, kami berdua bertemu di kantin kampus usai saya
selesai mengajar mata kuliah pertama. Dalam obrolan kami, Rini
bercerita banyak mengenai hubungan asmaranya dengan sang
pacar.

70 |
"Pak, saya bingung nih. Saya harus bagaimana menjalani
hubungan dengan Bimo. Kami beda agama, Pak." jelas Rini sebagai
kalimat pembukaan yang cukup menarik perhatian saya.
"Lantas, apa yang kamu rasakan selama menjalin hubungan
dengannya?" tanya saya penasaran.
"Em, kalau saya sih merasa tidak ada masalah. Meski saya
Kristen dan dia Islam, kami tetap menghargai agama masing-masing
kok. Kami ga pernah sekalipun menyinggung agama waktu kami
jalan atau waktu kami bertengkar." jelas Rini selanjutnya, "malahan
saya biasa ngobrolin urusan kuliah atau topik-topik umum, Pak."
"Bagus dong! Terus kenapa kamu bingung?" tanya saya
mendalami masalah.
"Bingungnya gini Pak. Orang tua kami masih belum merestui
hubungan itu.” jelas Rini dengan wajah sedih, “wajarlah Pak,
ayahnya seorang ulama, tokoh agama lagi, sedangkan ayah saya
juga pengurus gereja. Jadi, kadang suka ada ganjalan saat saya ke
rumahnya atau dia ke rumah saya."
"Em, sebentar." saya menarik nafas untuk berpikir mencari
kalimat yang baik agar menguatkannya, "sekarang tanya kembali
pada dirimu, apakah kamu siap dengan segala konsekuensinya
dengan melanjutkan hubungan seperti itu? Lantas, kembalikan lagi
pada hatimu untuk melihat alasan awal kamu bersedia
menerimanya sebagai pacar."
"Saya suka dengan semangatnya dalam berjuang hidup.
Meski orang tuanya sudah bangkrut, tetapi dia mau untuk memulai
kehidupannya dari nol dan tidak menyalahkan orang tuanya. Dia
semangat untuk bekerja dan hidup mandiri." jelasnya dengan mata
berkaca-kaca menahan haru.
"Kalau dari perilaku dan sikapnya padamu gimana?" lanjut
saya antusias.
Rini melihat saya lalu diam sejenak. Matanya menyiratkan
betapa kesedihan mendalam. Nafas Rini mulai berat seolah

71 |
menyimpan tekanan batin mendalam yang sulit diungkapkannya
dalam waktu singkat.
Jari jemari Rini mulai bermain di meja menunjukkan
kegelisahan teramat dalam hati dan pikirannya. Dia lalu
melanjutkan cerita dengan suara lirih nyaris tidak terdengar. Saya
berusaha menyimak ucapan Rini. Saya berusaha mendekatkan diri
untuk mendukungnya secara moral. Selama Rini diam, saya pun ikut
diam menunggu Rini bicara. Rini lalu menangis.
"Sebenarnya Pak, saat saya jalan sama dia, ada kalanya,
pacar saya suka ceramahi saya pakai ajaran agamanya. Dia suka
memberi nasihat dengan pola pikir dari ajarannya. Kadang saya
suka risih sendiri. Saya merasa jarak kami berjauhan dan tidak lagi
merasakan kasih sayang. Di situlah kadang saya merasa sedih." jelas
Rini menyentak perasaan saya.
"Kalau seperti itu, apa yang kamu lakukan?" tanya saya untuk
memastikan pilihannya.
"Saya sayang dia, Pak. Masih sayang! Tapi...." suara Rini
kembali lirih lalu dia terdiam.
"Lantas sampai kapan kalian akan seperti ini?" pertanyaan kritis
saya ajukan untuk membuat Rini memikirkan masa depannya
bersama sang pacar.
"Entahlah, Pak. Saya hanya bisa jalanin aja sekarang." kalimat
penutup sebelum akhirnya Rini ijin pulang dan menyudahi
pembicaraan kami.
Menghadapi hubungan asmara beda agama tidak dapat
menggunakan prinsip "jalanin aja". Semuanya harus melalui
pemikiran cermat dan penuh pertimbangan matang. Menjalin
hubungan seiman saja sudah mempunyai tantangan yang
menguras tenaga dan pikiran saat menyelesaikannya. Apalagi bila
kita menjalin hubungan asmara beda agama. Sedikit atau banyak
tantangan dalam hubungan tersebut akan lebih menguras tenaga
serta pikiran.

72 |
Lain Rini lain pula Loli. Mahasiswi saya ini mahasiswa baru di
kampus. Loli cukup populer di antara teman-temannya. Wajah imut
Loli yang tidak terlalu cantik justru menjadi daya tarik tersendiri bagi
semua teman lelakinya. Ditambah caranya berkomunikasi yang
lugas dan ceria, membuat Loli tergolong mahasiswi aktif. Saat di
kelas pun, celetukannya sering membantu saya menemukan ide
baru saat menyampaikan materi ajar di kelas.
Suatu hari, saya mengajak Loli berbincang soal cinta beda
agama. Saya mengarahkannya pada diskusi ala jurnalis menggali
masalah. Saya ingin mendapatkan pandangan baru mengenai
pasangan beda agama.
"Loli, sini deh." panggil saya agar Loli mendekat ke meja dosen.
"Iya, Pak. Sebentar." jawab Loli sambil merapikan buku dan
sejumlah peralatan tulis di bangku kuliahnya, "ada apa ya, Pak?"
Saat itu temannya meninggalkan kami berdua. Kesempatan
tersebut saya manfaatkan untuk berdiskusi panjang dengannya.
Saya juga punya peluang untuk mendalami permasalahan cinta
beda agama dengan pertanyaan menjurus pada jawaban yang
menggunakan hatinya.
"Gini, saya mau ajak kamu diskusi. Sebentar saja. Kamu ada
waktu?" tanya saya perlahan.
"Ada, Pak. Mau diskusi apa ya?" jawabnya dengan senyum.
"Saya mau berdiskusi mengenai cinta beda agama." kata saya
penuh penghayatan.
"Beda agama? Maksud Bapak, antara saya dan pacar saya?"
tanyanya memastikan agar tidak salah persepsi.
"Masa?" saya pun terkejut.
"Iya, Bapak. Saya dan pacar juga beda agama." senyum Loli
meyakinkan keraguan saya, "pacar saya Islam dan saya Kristen."
"Menarik! Lalu bagaimana pendapatmu mengenai cinta
beda agama yang sedang kamu jalani saat ini?" lanjut saya penuh
antusias.

73 |
Seperti mimpi saja. Saya ingin minta pendapat orang lain, tapi
justru saya mendapatkan cerita lain mengenai cinta beda agama.
Tanpa basa-basi saya lantas memintanya untuk menceritakan
cintanya dengan sang pacar.
Loli lalu mengambil kursi untuk duduk di depan saya. Dia lalu
bercerita. Saat mengenal sang pacar, Loli masih duduk di sekolah
menengah atas. Seperti umumnya remaja, Loli mulai pacaran dari
pendekatan. Selama kurun waktu pendekatan tersebut, mereka
saling mendalami satu sama lainnya, hingga mereka mengetahui
bahwa keduanya memiliki agama yang berbeda.
Tetapi sepertinya cinta sudah menyatukan hati mereka. Lalu
bermodalkan keberanian, cinta mereka pun berlanjut pada jenjang
pacaran. Tidak ada yang menyangka bila selama pacaran, Loli dan
sang pacar berjumpa banyak kerikil tajam. Salah satunya, larangan
dari kedua orang tua masing-masing. Loli dan pacar dibuatnya jatuh
bangun menjalani kisah cinta mereka. Loli bertahan pada
hubungannya tersebut karena dia melihat dan merasakan
kesungguhan sang pacar.
Usai bercerita di kelas, Loli pamit pulang. Kami pun tidak lagi
membicarakan soal kisah asmara tersebut. Kami seolah melupakan
pertemuan hari itu yang membahas kisah cinta beda agama ala
Loli.
Sebulan kemudian, usai kelas pertama.
"Hai, Loli." sapa saya sambil merapikan komputer jinjing di atas
meja dosen.
"Hai juga, Pak." jawabnya santun sambil berjalan mendekati
saya.
"Gimana hubungan kamu dengan pacar? Baik-baik aja kan?"
lanjut saya.
"Hubungan kami sudah dingin, Pak. Malah sekarang saya lagi
didekati orang lain." jawab Loli sambil tersenyum kecil.

74 |
"Loh!" balas saya terkejut, "kok bisa dingin? Memang kenapa
sampai begitu?"
"Entahlah, Pak. Saya merasa dia sudah berubah dan tidak
seperti dulu lagi. Semuanya sudah tidak sesuai yang saya harapkan.
Dia jadi egois dan ga peduli lagi sama saya. Tiap diajakin keluar, dia
selalu banyak alasan." lanjut Loli dengan nada sedih.
Mendengar jawaban Loli, saya lantas sampaikan keprihatinan
mendalam padanya. Saya sungguh menyadari posisi mereka
berdua sangat berat dan sulit dilalui. Apalagi bila hubungan Loli dan
sang pacar tanpa dilandasi keikhlasan dari kedua orang tua
mereka.
Saya hanya mampu berpesan agar Loli tidak menerima dulu
lelaki lainnya sebelum mereka putus. Sebab kalau Loli menerima
lelaki lain sebagai pacarnya sementara hubungan dengan sang
pacar belum berakhir, maka itu sama dengan selingkuh. Saya
mengingatkan Loli bahwa selingkuh selamanya tidak baik dan
menyalahi kebenaran.
Setelah selesai menyampaikan pesan motivasi padanya, kami
pun berpisah. Saya melanjutkan mengajar, sedangkan Loli pulang.
Bukan hal mudah bagi kita untuk menjalin hubungan asmara
beda agama. Banyak pertanyaan yang harus kita cermati untuk
menguatkan niat baik tersebut.
Kita harus mampu menjawabnya sendiri tanpa pengaruh atau
saran dari orang lain agar hubungan kita nantinya sampai ke
pernikahan dan menjalani hidup bahagia berdua.
Pertanyaan tersebut sebagai berikut:
1. Apakah hati kita siap saat berkumpul dengan keluarga
besarnya, mereka mengkritik agama kita?
2. Apakah hati kita siap saat setiap perdebatan dengan
pasangan, lantas tanpa terkendali dia atau kita menyangkut
pautkan masalah tersebut dengan ajaran sesuai agama
masing-masing?

75 |
3. Apakah kita sanggup bila suatu saat sang pacar bertemu
dengan orang lain di tempat ibadahnya lantas mereka jatuh
cinta lalu meninggalkan kita?

Jawaban dari ketiga pertanyaan tersebut jauh lebih penting


dibandingkan sekedar kalimat romantis atau kata "cinta". Sebab
jawaban dari ketiga pertanyaan di atas sungguh mempersiapkan
diri kita untuk berpikir dan menyiapkan diri menghadapi kondisi tidak
baik yang mungkin saja terjadi selama perjalanan hidup asmara kita
dengan sang pacar. Cinta beda agama pada intinya terletak pada
kesiapan hati masing-masing untuk menjalaninya.

***

76 |
KONDISI setiap keluarga berbeda satu sama lain.

Sebagian keluarga mudah menerima kedatangan anggota lain


dalam rutinitas mereka, tetapi ada sebagian lainnya yang selektif
menentukan orang untuk masuk ke dalam keluarga mereka.
Saat bertemu dengan keluarga pasangan, kita sebaiknya
tidak hanya memperhatikan penampilan, tetapi perlu
memperhatikan cara komunikasi. Saat mengunjungi rumah
pasangan kita, biasakan meleburkan diri bersama dengan anggota
keluarga lainnya, jangan hanya bersama sang pacar, sebab
nantinya orang tua pasangan menjadi orang tua kita. Untuk itu,
pendekatan pada mereka diperlukan agar ayah dan bunda juga
menyayangi kita.

77 |
Awal berkomunikasi dengan keluarga pasangan kita. Pasti
ada rasa canggung, malu, dan sebagainya. Perasaan tersebut
bercampur aduk menjadi satu dalam pikiran kita sehingga tidak satu
pun kalimat yang mampu keluar dari mulut. Namun, jangan jadikan
kondisi tersebut sebagai alasan untuk tidak melakukannya. Kalau
niat kita sudah serius dengannya, maka lanjutkan hubungan baik
hingga ke jenjang pernikahan. Berbeda bila kita sendiri belum serius
dengannya, maka lebih baik kita luangkan waktu kembali untuk
introspeksi diri dan bertanya tujuan kita menjalin hubungan
dengannya.
Suatu hari, seorang mahasiswi bernama
Intan menghampiri saya di kantin sewaktu
istirahat makan siang. Lalu, Intan meminta ijin
untuk menceritakan hubungannya dengan
keluarga sang pacar. Terutama hubungannya
dengan nenek sang pacar. Bagi Intan, nenek
sang pacar begitu membencinya. Bahkan
pernah sekali waktu, sang nenek berteriak
hingga membuatnya takut. Sejak itu, hubungan
Intan dengan nenek sang pacar semakin
renggang dan akhirnya sama sekali tidak
berinteraksi.
Untuk mengetahui permasalahannya saya lalu bertanya,"Apa
yang menyebabkan neneknya teriak padamu?"
“Karena saya sering ke rumahnya, Pak.” jawabannya
sederhana. Saya semakin penasaran, "Loh, bukannya bagus ya
kalau sering berkunjung ke rumah pacarmu?"
"Iya sih, Pak. Tetapi neneknya pacar ga seneng kalau saya
dateng terus ke rumahnya." tambah Intan dengan mimik wajah
sedih.
Saya lalu mengajak Intan untuk melihatnya dari sudut
pandang lain. Saya coba untuk mengupas permasalahan tersebut

78 |
dengan memberikan cermin hati agar Intan dapat introspeksi diri.
Saya mengajak Intan mencari kesalahannya sehingga membuat
nenek sang pacar marah. Dengan mengetahui kesalahannya,
Kejadian kurang menyenangkan itu tidak lagi terjadi di kemudian
hari.
"Apakah kamu salah pakai busana? Atau kamunya kurang
aktif di rumah itu, sehingga sang nenek melihat kamu hanya sebagai
tamu yang membuatnya risih?” tanya saya lebih dalam.
"Iya sih." pangkasnya, "kalau di rumahnya, saya cenderung
diam saat pacar membantu bundanya beraktivitas. Begitu selesai,
biasanya saya ajak dia berduaan di salah satu suduh rumah tanpa
mau mengajak angggota keluarga lain untuk ikut dalam komunikasi
kami."
"Terus, waktu berduaan itu, kamu cuek aja sama anggota
keluarga lainnya?” saya melanjutkan pertanyaan lebih dalam, “apa
kamu tidak perhatikan situasi di rumah itu? Atau tidak peka pada
kondisi rumah tersebut?"
"Ya, nggalah! Kan saya lagi asik ngobrol berdua sama pacar.
Ngapain urusin lainnya!" tegasnya dengan nada sedikit tinggi.
Cerita tersebut menyimpulkan bahwa saat menjalin hubungan
asmara atau hubungan dengan orang lain, komunikasi menjadi
penting untuk menghindari kesalahpahaman dan konflik antara kita
dan teman bicara. Kita hendaknya berperan sebagai pionir untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
Hentikanlah harapan akan teguran dari orang lain bila kita
sendiri tidak mau aktif untuk menegur sapa orang lain. Kita yang
harusnya mengawali setiap pembicaraan dengan orang tua pacar,
supaya umpan pembicaraan tersebut nantinya dapat memancing
situasi dan mencairkan suasana di dalam rumah.
Caranya mudah. Kita dapat memulai pembicaraan dengan
bertanya kondisi rumah, memuji kehebatan salah satu anggota
keluarga, atau membahas film, kuliner, serta olah raga. Tidak perlu

79 |
diskusi masalah berat, seperti politik atau hukum. Cukup
pembahasan tema-tema umum jauh lebih ampuh untuk
menghangatkan suasana. Perlahan-lahan, kita pun dapat
menceritakan masalah pribadi pada anggota keluarga sang pacar.
Pada sejumlah keluarga, keaktifan kita menjalin komunikasi
dengan keluarga pacar dapat memberikan nilai tambah bagi kita.
Abaikan anggapan tentang kita. Selama kita berpikir positif dan
mempunyai niat tulus untuk mencintai sang pacar, maka perlahan
namun pasti, orang tua akan merestui hubungan kita.
Mendekati keluarga sang pacar menjadi penting untuk
menunjukkan keseriusan kita saat menjalani hubungan. Pendekatan
tersebut harus dilakukan secara perlahan dan tidak terlalu agresif.
Maksudnya adalah kita harus menyelami setiap karakter dalam
keluarga besarnya. Kita harus mencari tahu anggota keluarga yang
paling dominan.
Selanjutnya, kita mulai menjalin keakraban dengannya supaya
kita mempunyai dukungan dari sang dominan untuk menarik
perhatian dan dukungan dari seluruh anggota keluarga lainnya.
Sang dominan dalam keluarga bukan harus kedua orang
tuanya. Bisa saja sang kakak atau bahkan sang bungsu. Ciri utama
dari sang dominan adalah setiap pendapat mereka selalu diikuti
oleh seluruh anggota keluarga. Paling mudah melihatnya saat
pertemuan keluarga, sang dominan pasti lebih banyak bercerita
dibandingkan lainnya. Cara mengetahui siapakah dia, kita harus
mengakrabkan diri dengan seluruh anggota keluarga.
Seorang teman perempuan SMA saya pernah mencoba
melakukannya. Di awal berpacaran dia belum begitu mengenal
keluarga pasangannya. Sehingga dia canggung dan malu untuk
berkomunikasi. Namun beberapa bulan kemudian, dia mencoba
mengamati siapa sang dominan di dalam keluarga tersebut. Lantas
dia memahami bahwa sang dominan adalah adik bungsu
pacarnya.

80 |
Kedua orang tua pacarnya begitu menuruti setiap pemintaan
yang diucapkan sang bungsu. Apapun keinginan sang bungsu pasti
menjadi kewajiban bagi orang tua pacarnya untuk
mewujudkannya. Sejak itu, teman perempuan saya mulai mendekati
sang bungsu. Diajaknya belanja, makan-makan, menemaninya ke
pesta pernikahan, bahkan tak jarang teman saya membelikan sang
bungsu peralatan keperluannya, seperti lipstik, bando, bahkan gaun
pesta. Akhirnya, mereka pun begitu akrab dan saling menyayangi.
Suatu hari, tanpa sebab pasti, teman saya memutuskan
hubungan asmaranya karena sang pacar ketahuan selingkuh.
Ceritalah teman saya pada sang bungsu. Alhasil, sang bungsu
langsung pulang dan memarahi kakaknya. Segala penjelasan dari
sang kakak dipatahkan dengan pendapat dari sang bungsu.
Hingga akhirnya, sang kakak sadar bahwa teman saya adalah
perempuan yang baik dan setia. Mereka pun menikah dan memiliki
keluarga bahagia.
Kunci dari kegundahan saat menghadapi penolakan dari
keluarga pasangan kita sesungguhnya terletak dari dalam diri
sendiri. Bila kita sendiri tidak bersedia mengubah kebiasaan yang
tidak disukai oleh pasangan dan keluarganya, maka selamanya kita
tidak dapat diterima dalam semua keluarga lainnya. Berhentilah
menyalahkan keluarga pacar yang melarang hubungan kita.
Tentunya mereka memahami keperluan yang dibutuhkan oleh
pacar kita, sehingga bila kita tidak sesuai dengan keinginan tersebut,
maka kita akan tereliminasi secara alami.
Di sisi lain, keluarga pasangan memilih kita dengan syarat dan
prasyarat seperi kartu perdana telepon genggam karena nantinya
kita akan bersama mereka setiap hari. Bila kita tidak sesuai dengan
mereka, kehadiran kita akan seperti duri di dalam keluarga.
Ikuti saja budaya dalam keluarga pasangan. Pelajari situasi
dan kondisinya sambil kita menyesuaikan diri. Penolakan kita pada

81 |
situasi keluarga pasangan di awal pertemuan justru memperburuk
hubungan jangka panjang bersama mereka.
Buang dulu pikiran benci dalam pikiran kita saat bulan-bulan
pertama berhubungan dengan pasangan kita. Itu wajar! Anggap
saja penolakan dari keluarganya sebagai cermin bagi kita untuk
menyesuaikan diri dengan mereka. Bukankah sinkronisasi Bluetooth
juga memakan waktu? Nah, apalagi mensinkronisasikan hubungan
antara sesama manusia. Pasti butuh lebih banyak waktu.
Jadi, tenang dan bersabarlah menghadapinya sambil kita
terus memperbaiki diri dan menyesuaikan dengan kebiasaan
mereka tanpa mengubah prinsip hidup sendiri.
Dari semuanya itu, ada catatan terakhir yang perlu kita ingat
bersama, yakni bila perubahan sikap sudah kita lakukan tetapi
penolakan masih terjadi dan mengharapkan kita mengubah prinsip
hidup, lebih baik PUTUS! Karena prinsip kita jauh lebih penting dari
pada hubungan dengan seseorang yang berbeda prinsip dengan
kita.
Awal saya pacaran, saya pun takut pada bunda sang pacar.
Beliau membuat saya gerogi setiap berkunjung ke rumahnya. Tulang
wajah tegas dengan tato alis tebal, makin menonjolkan
kekakuannya. Dua kali bertemu suasana sedikit mencair. Saya mulai
berani mengajaknya bicara. Saya juga mulai berani menatap
matanya. Kami pun sempat berdiskusi untuk menentukan masa
depan saya dan putrinya.
Meski begitu, hubungan saya dengan sang pacar akhirnya
berakhir karena urusan prinsip lainnya. Saya sempat menyesali
putusnya hubungan kami, tetapi saya bersyukur karena minimal saya
sudah belajar menghadapi orang tua dari pacar yang saya sayangi
saat itu.
Pengalaman perdana pacaran membuat saya terampil
berkomunikasi dengan orang tua pacar kedua, ketiga, keempat,
hingga sang mertua. Selain itu, saya pun menyimpulkan bahwa

82 |
untuk menghadapi orang tua pacar tidak cukup bermodalkan
wajah tampan, tetapi juga keterampilan berbicara.
Caranya menjalin komunikasi dengan anggota keluarga
pacar seperti berikut:
1. Fokus melayani bukan dilayani
2. Mulai dari topik umum lalu topik khusus
3. Bicara kejujuran tidak menjual drama
4. Bernafas saat bicara agar tenang saat berpikir
Mari kita pelajari satu persatu secara lebih lengkap.

1. FOKUS MELAYANI BUKAN DILAYANI


Pembicaraan kita dengan keluarga pacar tidak perlu
terlalu menyombongkan diri. Banyak orang lantas
menyombongkan diri pada saat pertanyaan penting tentang
pekerjaan dan tempat tinggal. Mereka bicara menggunakan
kalimat si mulut besar.
Kebanggaan berlebihan ditunjukkannya tanpa peduli
kesan yang ditangkap oleh teman bicara. Akibatnya, kita
justru kehilangan kesan baik dari orang tua pacar.
Namun bila kita menjawab setiap pertanyaan orang tua
pacar dengan rendah hati, kesan positif pasti kita dapatkan
dari mereka. Orang tua pacar akan menilai bahwa kita
memiliki kepribadian yang baik dan melayani bukan
kepribadian sombong yang ingin dilayani.

2. MULAI DARI TOPIK UMUM LALU TOPIK KHUSUS


Saat bicara dengan orang tua pacar di awal
perkenalan, sebaiknya tidak perlu bertanya tentang
pekerjaan atau susunan keluarga. Santai saja. Mulai dari topik
umum, seperti sepak bola, wisata, kuliner, atau boleh juga
membahas hewan peliharaan sampai bunga.

83 |
Topik umum dalam pembicaraan bermanfaat penting
untuk kita. Selain membuat kita mendapatkan kesan
berwawasan luas, topik umum secara tidak langsung sebagai
magnet yang menarik perhatian mereka secara alami
mendekati kita.
Bila mereka sudah tertarik dengan kita, selanjutnya
mereka sendiri yang akan cerita topik khusus keluarga tanpa
kita perlu bertanya. Sebab topik khusus dibahas saat keluarga
pacar percaya pada kita dan sudah mengganggap kita
bagian dalam keluarga mereka.

3. BICARA KEJUJURAN TIDAK MENJUAL DRAMA


Kejujuran dalam setiap pembicaraan kita, secara
langsung membangun pondasi dalam rumah tangga di
kemudian hari. Namun sayangnya banyak diantara kita lupa
bahwa kejujuran di awal perkenalan dengan orang tua pacar
justru meruntuhkan niat baik kita untuk membangun rumah
tangga bersamanya.
Di awal perkenalan, sebaiknya tidak perlu berbicara
terlalu banyak dan lengkap tentang jati diri kita. Cukup sekilas
tentang kita, lalu dikombinasikan dengan topik umum lainnya.
Jangan pernah berharap dengan kita bercerita kisah hidup
yang menyedihkan alias drama, maka orang tua pacar
menjadi iba dan menyayangi kita.
Justru dengan cerita cengeng
tersebut, orang tua pacar
mendapatkan kesan bahwa
sesungguhnya kita merupakan
orang dengan mental yang
lemah. Kesan tersebut akan
membuat mereka meminta

84 |
pacar kita untuk menyudahi hubungan asmaranya dengan
kita.

4. BERNAFAS SAAT BICARA AGAR TENANG SAAT BERPIKIR


Perkenalan pertama dengan orang tua pacar pasti
memacu jantung lebih cepat seperti efek kafein dalam kopi.
Bahkan sebagian orang mengalami guncangan kecil di
sekujur tubuhnya saat harus berbicara dengan orang tua
pacar di awal perkenalan.
Di saat gerogi menyerang kita, sebaiknya kita segera
bernafas untuk menenangkan situasi. Kebanyakan orang lupa
bernafas sehingga mereka tetap gerogi. Akibatnya, saat
ditanya orang tua pacar, kita menjawab mereka dengan
terbatah-batah alias tersendat tidak lancar.
Persiapan matang dari rumah dapat hancur berantakan
saat kita gerogi. Jadi sebaiknya tetap tenang dan santai saat
kunjungan pertama. Ingatlah, bahwa tujuan kita ke rumah
pacar untuk berkenalan dengan kedua orang tuanya dan kita
menyampaikan niat baik selama menjalin hubungan asmara
dengan pacar. Berhentilah gerogi, bernafaslah, lalu dapatkan
restu dari kedua orang tua pacar kita.

Kalimat aku benci nenekmu atau kalimat negatif lainnya tidak


akan terpikirkan lagi saat kita mampu menyesuaikan diri dengan
keluarga pacar. Namun bukan berarti kita harus mengorbankan diri
hanya untuk melayani keluarga pacar. Tetaplah menebarkan cinta
kasih pada semua orang dengan senyuman tulus. Dengan begitu
kita akan bahagia selamanya.

***

85 |
SEBAGAI bangsa di wilayah timur dunia, kita menjunjung

tinggi nilai moral dan sopan santun. Sama dengan nilai suatu
keperawanan pada seorang perempuan. Keperawanan masih
menjadi prioritas dalam hidup serta menjadi tolak ukur dari
kehormatan sebuah keluarga. Artinya, bila keperawanan seorang
perempuan itu hilang terutama oleh pasangannya, maka
perempuan tersebut dianggap menghilangkan kehormatan
keluarga, bahkan menjadi penyebab aib bagi keluarga.
Stigma negatif, seketika menyelimuti kehidupannya hingga
sama sekali tidak memberikan ruang baru bagi hidupnya. Dampak
buruknya, banyak perempuan memilih bunuh diri dari pada
menanggung malu dan merusak nama baik keluarga.
Suatu hari, seorang mahasiswi bernama Lana mendatangi
saya. Air mukanya tampak tidak bahagia dan kebingungan. Melihat
itu, saya sudah menduga bahwa dia sedang mengalami masalah

86 |
berat. Saya tidak mau memulainya dan hanya menunggu dia
membuka perkataannya.
“Pak, apa Bapak ada waktu sebentar? Saya ingin diskusi
masalah pribadi.” Bisiknya dengan suara lirih nyaris tidak terdengar.
“Boleh, sebentar ya saya rapikan laptop dulu.” Jawab saya
sambil merapikan peralatan mengajar di atas meja.
Kami lalu keluar kelas, berjalan menuju kantin kampus.
Namun, di tengah perjalanan menuruni tangga, dia mengajak saya
ke sebuah sudut gedung kampus.
“Di sini aja ya Pak diskusinya. Malu kalau sampai terdengar
orang lain.” Bisiknya pada saya.
Kami pun duduk dekat tanaman hias di sebelah utara kantin.
Tanaman hias di tempat tersebut menutupi kami dari keramaian
mahasiswa lain. Sebelum sempat Lana bercerita, dia menangis.
Saya melihat kesedihan mendalam dari hatinya. Saya merasakan
kegundahan hati yang besar dalam hidupnya. Saya tidak berani
menduga-duga karena memang saya belum tahu permasalahan
yang dihadapinya saat itu. Saya hanya menunggu sambil
menemani Lana duduk bersebelahan.
“Saya tidak perawan lagi, Pak.” bisiknya sambil menundukan
kepala.
“Hah! Maaf, kamu serius?” jawab saya spontan.
“Iya, Pak.” sambungnya sambil menangis. “pacar saya
kemarin datang ke rumah dalam kondisi mabuk, saya bawa dia
masuk. Karena di rumah ga ada orang tua saya, dia lalu memaksa
saya berhubungan suami istri.”
“Em…” saya terus menyimak perkataannya.
“Saya bingung nih, Pak. Saya harus bilang apa sama orang
tua saya? Pasti mereka akan marah besar dan maksa saya nikah.
Padahal saya belum siap nikah.” lanjutnya dengan wajah sedih.
“Pacarmu sekarang di mana?” tanya saya mendalami
masalahnya.

87 |
“Ga tau di mana dia sekarang. Itulah Pak yang nambah
bingung saya. Kalo disuruh nikah, saya kudu nikah sama siapa?”
lanjutnya sambil menangis lagi.
Dalam kondisi tekanan jiwa seperti ini, saya mengajaknya
untuk berdoa dulu menurut keyakinan kami masing-masing. Lalu
setelahnya, saya mengajaknya untuk berjalan kembali ke kantin
kampus. Tujuannya agar Lana mengubah gerakan sehingga Lana
tidak hanya fokus pada rintangannya.
“Gapapa nih Pak kalau kita ngobrol di kantin?” tanyanya
ragu dan takut.
“Tenang aja, kamu percaya sayakan? Kita akan lebih
nyaman ngobrol di kantin.” jawab saya untuk menenangkannya.
Setiba di kantin, saya menasihatinya agar berhenti
mencemaskan kondisinya. Lalu saya meminta Lana untuk tenang
mencari keberadaan kekasihnya tersebut. Setelah itu, saya
menyarankan Lana bicara baik-baik dengan orang tuanya untuk
mencari jalan keluar bersama.
Sementara pencarian kekasihnya itu, saya menyarankan Lana
agar tetap kuliah dan jangan terus merasa bersalah. Sebab dengan
merasa bersalah, nantinya Lana menjadi putus asa dan
mencampakan diri sendiri atas peristiwa yang sudah terjadi.
Untuk lebih menguatkan mentalnya, saya meminjam cerita
dari para mentor senior tentang dua perempuan yang mengalami
kasus pemerkosaan.
Dikisahkan dua perempuan mengalami kasus pemerkosaan di
dua lokasi berbeda. Mereka mengalami guncangan batin dan
merasa kehilangan harga diri karena sudah tidak lagi perawan.
Perempuan pertama terus menerus meratapi hilangnya
keperawanannya, sehingga dia menjadi sakit jiwa dan terpaksa
dirawat di rumah sakit jiwa. Hidup dan masa depannya berakhir.
Lain halnya dengan perempuan kedua. Dia memang
mengalami tekanan jiwa, tetapi dia menyadari bahwa ini

88 |
merupakan teguran Tuhan agar dia lebih banyak menolong orang
sehingga perempuan lain tidak mengalami nasib sama dengannya.
Untuk menolong perempuan lain, perempuan kedua belajar
bela diri, lalu dia mengajarkan bela diri pada banyak perempuan
agar mampu menjaga diri serta melawan lelaki hidung belang yang
berusaha memperkosa mereka. Hidup perempuan kedua berubah
dan dia pun dikenal sebagai perempuan tangguh serta
memperoleh kehormatan.
Kejadian pemerkosaan pada perempuan bukan hanya
dialami Lana. Begitu banyak pemudi sudah kehilangan
keperawanannya sejak usianya masih remaja. Lagi-lagi pengaruh
tontonan, pergaulan bebas, serta kondisi rumah tangganya yang
berantakan.
Bagi saya, kehilangan keperawanan akibat pemerkosaan
tidak lantas membuat kita memarahi pelakunya. Kemarahan kita
justru menambah beban pikiran bagi pelaku. Seharusnya kita
memberikan ketenangan serta semangat padanya agar pelaku
mampu bangkit dari jurang ratapannya. Seperti bola karet dalam
kolam, begitulah perasaan pelaku.
Bila bola berusaha ditenggelamkan ke dalam kolam, bola
tersebut tidak tenggelam melainkan melawan ke atas. Sama. Bila
kita terus menekan para pelaku dengan kemarahan kita, nantinya
pelaku akan melawan kita dengan cara melanjutkan aktivitas
seksual yang lebih menyimpang dari sebelumnya.
Dalam cinta, tidak ada alasan apapun untuk melakukan
hubungan suami istri sebelum menikah. Bukan hanya tidak sesuai
dengan ajaran agama, melainkan tindakan tersebut mencerminkan
perilaku hewan. Cinta sesungguhnya tercipta saat kita menghargai
tubuh pasangan serta mengendalikan birahi selama menjalani
hubungan asmara dengannya.
Tahun 2012, saya mengenal seorang perempuan. Dia tinggal
di Tangerang dan saya tinggal di Bekasi. Diawal perkenalan, kami

89 |
bersepakat untuk menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
Karena jarak tempat tinggal kami yang jauh, maka saya meminta ijin
pada orang tuanya untuk menginap di sana. Orang tuanya setuju
asalkan saya bersedia tidur di ruang tamu dengan kasur seadanya.
Saya pun menyanggupi tawaran tersebut.
Hingga suatu malam, saat orang tua dan adiknya pergi, kami
pun berduaan. Hujan membuat suasana romantis makin bertambah
hingga birahipun meningkat. Dalam suasana dingin, keinginan saya
untuk melakukan hubungan suami istri muncul. Saat mulai
menyentuhnya, dia menolak.
Dia berkata,”Kalau kamu sungguh cinta aku dan serius sama
hubungan kita, kamu nikahi aku dulu baru nanti aku akan kasih
kamu. Kamu harus semangat untuk perjuangin hubungan ini dengan
bekerja keras sampai kita menikah.”
Saya tersentak! Saya tersadar dari kesalahan!
Kalimat tersebut tidak membuat saya marah lantas
memperkosanya. Justru kalimat tersebut makin menambah rasa
hormat saya padanya. Dia sudah menjadikan saya menjadi seorang
lelaki terhormat di mata keluarganya serta Tuhan. Dialah istri saya
sekarang.
Keyakinan bahwa saya tidak salah memilihnya sebagai istri,
membuat saya lebih semangat bekerja serta berjuang keras
menabung untuk biaya pernikahan.
Sering kali kita sebagai remaja dihadapkan pada situasi ingin
tahu yang besar tentang hubungan seksual. Namun kita perlu tahu
bahwa menjalani hubungan asmara tidak selalu terfokus pada
tubuh pasangan. Kita harus memprioritaskan diri pada masa depan
serta melihat konsekuensi buruk saat melakukan tindakan konyol
tersebut.
Jangan sampai kenikmatan beberapa menit, merusak cita-
cita serta kesuksesan kita seumur hidup. Hentikan keinginan

90 |
melakukan hubungan intim saat pacaran! Penuhi hidup kita dengan
akhlak dan pengetahuan agama.
Kalau hubungan asmara hanya mengutamakan kontak fisik
tanpa memperdulikan masa depan, maka kehormatan kita sebagai
manusia secara otomatis tergadaikan seperti barang bekas.
Sebaiknya kita mengakhiri hubungan dengan pacar yang
hanya ingin melakukan hubungan intim sebelum menikah. Semakin
cepat kita mengakhiri hubungan tersebut, semakin bahagia hidup
kita di masa depan. Sebab, seorang pacar yang serius pastinya tidak
ingin berhubungan intim sebelum menikahi kita karena dia ingin
menjaga kehormatan keluarga.
Seperti kemasan bersegel, itulah gambaran dari
keperawanan perempuan. Bila segel kemasannya rusak, maka
kemasan tersebut menjadi tidak berharga dan disebut sebagai
barang bekas. Begitu pula keperawanan.
Untuk itu, kita harus berusaha menjaganya dari para lelaki
hidung belang yang menyamar sebagai pacar kita. Buang mereka
jauh-jauh dari hidup kita. Meski mereka mengancam dengan dukun
atau mengancam akan membunuh kita, tetap saja putuskan
hubungan dengannya. Jangan biarkan kehormatan kita dan
keluarga dirusak oleh lelaki murahan. Sebab kehormatan kita dan
keluarga lebih mahal dari seluruh harta di dunia ini.
Lantas bila sudah terlanjur kehilangan keperawanan, apa
yang harus kita lakukan? Sebagian dari kita justru memilih untuk
menjerumuskan diri lebih dalam bersama para lelaki hidung belang.
Lebih mulia bila kesalahan tersebut tidak kita ulangi lagi dalam
hidup. Bila memungkinkan, kita menikahlah dengan pacar tersebut.
Lalu berusaha memperbaiki kondisi bersamanya.
Seperti Lala, mahasiswi saya. Sudah beberapa tahun dia
berpacaran dengan lelaki sekelasnya. Selain itu pula, Lala dan
pacarnya sudah hidup layaknya suami istri, karena mereka sering

91 |
berhubungan intim sesuka hati tanpa memikirkan akibat dari
perbuatannya.
Suatu hari, mereka terlibat perkelahian cukup hebat, dari
situlah saya baru mengetahui bahwa Lala pernah hamil dan
menggugurkan janinnya. Sebagai seorang pengajar, saya hanya
dapat menasihati mereka untuk berbaikan. Mereka pun menuruti
saya. Lala dan pacarnya kembali mesra seperti semula dan kembali
menyelesaikan semester dengan hasil memuaskan.
Libur kuliah datang. Seperti biasa kalau liburan kuliah saya
tidak datang ke kampus. Saya lebih banyak mengurusi pekerjaan
lainnya. Suatu hari, pacar Lala mengirimkan pesan singkat ke
telepon genggam saya. Dalam pesan tersebut sang pacar ingin
bertemu saya untuk bercerita mencurahkan kegundahan tentang
hubungannya dengan Lala.
Saya menyanggupi untuk bertemunya di kampus. Dalam
pertemuan itu, pacar Lala bercerita bahwa dia sudah putus
hubungan dengan Lala. Dia melakukannya karena Lala sudah
selingkuh dengan teman klub teaternya di wilayah Jakarta.
Perselingkuhan itu bukan sekedar saling merayu atau mengatakan
cinta, melainkan sudah sampai melakukan kegiatan suami istri.
"Astaga, kok bisa seperti itu?" tanya saya terkejut.
"Iya, Pak." jawabnya singkat.
"Iya gimana?" lanjut saya penasaran.
"Mereka melakukan hubungan intim usai acara kami."
jawabnya tidak semangat. "Saya merasa dikhianati, Pak."
Wajah pacar Lala memerah. Dia menahan marah mengingat
peristiwa sepekan lalu. Dia menahan air mata agar tidak jatuh dan
merusak kewibawaannya di depan umum.
Sambil meneguk kopi dari gelas kacanya, dia menarik nafas
panjang dan berhenti bicara seolah tidak lagi mampu mengingat
kesedihan mendalam dari rusaknya hubungan asmara tersebut.
Diskusi kami pun berhenti dan saya kembali ke rumah.

92 |
Beberapa pekan kemudian, semester pendek dimulai. Saya
mendapatkan mata kuliah di hari sabtu. Seperti biasanya, saya
datang lebih awal jauh sebelum waktu mengajar. Lalu saya ke kantin
dan memesan segelas kopi susu. Rupanya Lala di kantin sedang
sendiri ditemani rokok yang baru dinyalakannya. Saya
menghampirinya lalu duduk tepat di sebelah kiri Lala. Menyadari
kedatangan saya, Lala lantas menyapa dengan jabatan tangan.
Kami pun berbincang soal cuti kuliahnya.
Sesaat kemudian, Lala menangis. Wajahnya memerah
dengan air mata mulai mengalir di kedua pipi. Lala berusaha
menahan suara tangisnya, tetapi tetap saja terdengar oleh telinga.
Lala lalu mulai bercerita.
"Pak, saya putus sama Romi. Saya sekarang sudah sama Rino."
kalimat pembuka yang sudah saya duga sebelumnya.
Saya berdiam sesaat. Membisu seribu kalimat. Saya menunggu
cerita Lala selanjutnya.
"Saya sekarang sudah bertunangan dengan Rino, Pak." lanjut
Lala santai. "Lihat nih cincin kami, baguskan?" tegas Lala sambil
mengangkat tangan kiri yang sudah tersemat cincin putih di jari
manisnya.
"Bagus dong. Selamat ya." lanjut saya.
Cincin putih memang sudah tersemat di jari manis tangan kiri
Lala, tetapi cinta Lala tidak sebulat cincinnya. Dia masih menyimpan
keputusasaannya pada cinta Rino yang cenderung dipaksakan
kedua orang tua mereka. Lala lalu menangis lagi. Lala bercerita
kalau perbuatannya dengan Rino sudah diketahui keluarga masing-
masing. Ayah Lala memaksa Rino untuk menikahinya. Bahkan
mereka sampai membuat surat perjanjian pranikah untuk
menguatkan hubungan pertunangan agar tidak sampai gagal
hingga pernikahan.
Lala merasa serba salah. Dia tetap ingin bebas memilih
pasangan hidupnya. Bahkan Lala masih mencari lelaki lain untuk

93 |
dijadikannya pacar. Lala seolah ingin lari dari kenyataan bahwa
dirinya sudah bertunangan dan siap menjadi istri lelaki yang sama
sekali tidak lagi dicintainya. Lala marah pada dirinya dan merasa
tersandera oleh keadaan hidup yang sulit dilaluinya.
Sebulan berlalu. Saya pun tidak lagi mengurusi kegiatan Lala
dan teman-temannya. Saya sibuk membuat bahan presentasi dan
sama sekali melupakan kejadian tersebut.
Sampai suatu hari, selesai saya mengajar, saya kembali
bertemu Lala di kantin kampus. Di situ rupanya juga duduk Romi dan
beberapa teman. Karena sudah dipanggil mereka, saya pun duduk
di depan Lala. Es digelar kopi saya mulai meleleh saat Lala
berbicara.
"Pak, saya sudah jalan dengan Doni. Tapi Doni terlalu
mengurusi hubungan saya dengan Rino. Doni malah ingin saya
melepaskan cincin tunangan ini dan membuangnya. Doni bilang
cemburu kalau saya masih menjalin hubungan dengan Rino." jelas
Lala dengan wajah menahan emosi.
Saya hanya tersenyum mendengarnya. Lalu saya mengambil
analogi sebuah pohon mangga di halaman rumah. Saya
menjelaskan pada Lala tentang analogi si pohon mangga.
"Begini Lala, kalau kami bilang kamu tidak bisa berkutik karena
surat perjanjian yang sudah keluarga kalian buat, artinya kamu
seperti pohon mangga di halaman kan?" jelas saya di awal
pembicaraan.
"Iya, Pak." jawab Lala lirih. "Terus apa hubungannya dengan
pohon mangga tadi, Pak." tanya Lala kebingungan.
"Ketika pohon mangga sudah dibeli orang, lalu diletakkannya
di halaman rumah orang itu, apakah pohon mangga bisa berpindah
tempat dan mengeluh posisinya saat itu?" tanya saya mendalami
makna cerita si pohon mangga.

94 |
"Ya ga bisa milih, Pak." jawab Lala. "Pohon tadi hanya bisa
diam lalu terus tumbuh ke atas." sambung Lala sambil
memperagakan pertumbuhan pohon mangga.
"Bagus! Nah, kalau ada orang lain masuk ke halaman rumah,
lalu memetik satu daun si pohon mangga tanpa ijin pada
pemiliknya, apakah namanya?" tanya saya mengarahkan
pembicaraan.
"Yah kalau begitu namanya maling, Pak!" seru Lala.
"Kamu seperti pohon mangga. Rino sudah memiliki kamu
dengan niatannya menjadikan kamu sebagai tunangan. Kamu
sudah di halaman rumah Rino. Alangkah tidak etis ya bila Doni tiba-
tiba datang ke dalam hidup kamu, lantas berusaha mencuri
perhatian serta cintamu, lalu kabur dari rumah Rino. Kalau seperti itu,
bukankah Doni boleh saya sebut sebagai maling?" jelas saya,
"seorang perempuan yang sudah bertunangan dengan pacarnya,
suka atau tidak, cinta atau terpaksa, tetap saja dia sudah menjadi
milik orang lain. Tidak pantas bagi perempuan sudah bertunangan
memberikan ijin pada lelaki lain untuk mendekati apalagi
mencintainya. Seharusnya saat sang lelaki mendekatinya, maka
sudah kewajiban sang perempuan untuk menolak dengan segala
upaya. Itu barulah sang perempuan punya martabat dan
kehormatan. Tetapi sebaliknya, kalau perempuan masih mencari
pasangan lain saat dia sudah bertunangan, maka perempuan
tersebut adalah pengkhianat! Harusnya kalau perempuan ini
mencari lelaki lain, maka dia harus menyudahi dulu hubungannya
dengan sang pacar, barulah dapat menerima cinta lelaki lainnya."
Dari cerita di atas, dapat kita simpulkan bahwa masih banyak
remaja melakukan sesuatu tanpa memikirkan konsekuensinya.
Mereka hanya mengikuti keinginan bukan melihat manfaat dalam
hidupnya. Mereka mengutamakan nafsu dan bukan logika.
Akibatnya para remaja mempertaruhkan masa depannya sendiri.

95 |
Hebatnya lagi, kalau sampai orang tua mereka melarang,
mereka akan menolak dan sengaja melanggar larangan tersebut.
Mereka lantas mengumpat orang tua dengan kalimat kasar. Lalu
membenci kedua orang tua tanpa alasan yang jelas dan dalam
waktu yang lama.
Sudahlah! Hentikan semua tingkah laku negatif kita yang
membahayakan masa depan sendiri. Apalagi kalau kegiatan itu
berhubungan dengan hubungan intim sebelum menikah. Jadilah
orang terhormat dengan menghargai cinta. Jadilah orang mulia
dengan menghormati nasihat orang tua.

***

96 |
SETIAP orang di dunia ini pasti mendambakan hidup

bahagia dengan kekasihnya. Namun, sebagian dari mereka


berjumpa dengan kegagalan karena sering terbentur pada
kesulitan menentukan pilihan antara cinta atau mempertahankan
budaya.
Sebagian dari kita masih memandang bahwa budaya yang
sama akan membuat hubungan asmara lebih mudah dibandingkan
bila kekasih kita berasal dari budaya lain. Padahal persamaan
budaya sama sekali bukan faktor utama dan penentu kebahagiaan
bersamanya.

97 |
Budaya hanyalah sebagai nilai sebuah kehidupan dalam
sebuah komunitas yang terbentuk karena kesamaan pola pikir
individunya. Oleh karena itu, kebahagiaan dalam hubungan
asmara sepenuhnya ditentukan dari setiap individu yang
menjalaninya.
Kebudayaan beserta atributnya sering kali menjadi jebakan
tersendiri di dalam kehidupan asmara kita. Fokus pada kesamaan
suku, agama, serta ras saat menentukan pasangan hidup justru
membatasi diri sendiri untuk menemukan kebahagiaan dan
ketentraman.
Dalam berbagai kesempatan kita bahkan menyamakan cinta
dengan budaya. Kita tidak bersedia melihat orang lain dengan latar
belakang budaya berbeda sebagai pasangan hidup. Akibatnya,
sebagian dari kita merasakan sang pasangan tidak cocok meski
memiliki kesamaan budaya dan tradisi.
Seperti sebuah buku. Budaya pun dapat dipelajari setiap
orang, lalu dapat dengan mudah dipahami untuk diterapkan dalam
kehidupan. Meski pemahaman kita dan orang lainnya berbeda,
tetapi minimal kita mengetahui suatu budaya bila bersedia
mempelajarinya.
Tidak salah bila kita menganggap bahwa hubungan dengan
budaya yang sama lebih nyaman dilakukan dibandingkan
hubungan dengan budaya yang berbeda. Tetapi, bukan berarti
bahwa cinta berbeda budaya akan menghalang kita mencari dan
menemukan cinta sejati.
Pasangan dengan latar belakang budaya berbeda justru
akan memiliki kekayaan intelektual baru dalam hidupnya. Mereka
akan saling bertukar informasi terkait kekayaan budaya masing-
masing. Sehingga hubungan asmara mereka makin berwarna
dengan bumbu keragaman cerita dan tradisi dari satu budaya
dengan budaya lainnya.

98 |
Seperti hubungan asmara dari teman saya, Rini - nama
samaran. Dia perempuan asli Jawa dengan keluarga yang
menjunjung tinggi nilai tradisi budaya mereka. Sudah beberapa
tahun ini, Rini menjalin hubungan dengan seorang lelaki bernama
Randi - nama samaran, seorang lelaki dari etnis Tionghoa.
Meski awalnya Rini mengalami kesulitan untuk menjalin
hubungan asmara dengan Randi, tetapi secara perlahan keduanya
dapat menyamakan visi dan misi hidup mereka untuk bersatu
sebagai suami-istri.
Mengetahui perbedaan budaya Rini dan Randi, saya
terdorong untuk mendalami kisah asmara mereka. Usai
menyampaikan tujuan saya pada Rini, akhirnya Rini bersedia
bertemu saya untuk berbincang mengenai hubungan asmaranya.
Kami bertemu di wilayah Tangerang, Banten. Tempat tersebut
tak lain adalah tempat kerja Rini – salah satu SMK Swasta. Setiba di
sana, Rini mengajak saya untuk berbincang di kantin samping
sekolah. Usai memesan minuman, saya membuka percakapan
kami.
"Rin, gimana sih awalnya kamu bisa berkenalan sama Randi?"
tanya saya sambil menarik bangku lalu duduk dengan secangkir
kopi di atas meja.
"Em, gimana ya?” jawab Rini memercingkan dahi, “awal
kenalannya dengan Randi itu pas saya kerja satu kantor dengannya
di sekolah ini. Randi jadi guru komputer dan olahraganya dan saya
jadi staf administrasi tata usaha."
"Terus?" sambung saya penasaran.
"Karena kita berdua paling muda, so banyak guru dan staf lain
comblangin kita. Dianya sih sudah tertarik sama saya, tapi saya
belum tertarik. Jadinya ya tanggapan saya biasa-biasa saja." lanjut
Rini sambil minum kopi.
"Terus kenapa sekarang Randi bisa jadi pacarmu?" tanya saya
untuk memuaskan rasa penasaran pada hubungan mereka.

99 |
"Em, dulu itu dia sama sekali kelihatan tidak dewasa. Saya
sama sekali tidak suka sama dia." ungkapnya dengan nada sedikit
tinggi, "ditambah lagi kita tuh beda budaya, dia Cina terusnya saya
Jawa. Saya jadi trauma teringat pengalaman tidak baik sama
pasangan Cina sebelumnya."
"Terus?" lanjut saya.
"Ah kamu tuh masa terus-terus mulu. Saya jadi berasa di
parkiran." hardiknya sambil tertawa, "iya, lama kelamaan kok saya
merasa dia banyak perubahan sikap. saya melihat Randi menjadi
lebih dewasa. Dia begitu mengayomi saya. Terus sangat perhatian
bahkan untuk hal-hal detail. Dia ternyata pekerja keras loh. Sejak
itulah, saya makin tertarik sama dia."
Belum selesai kami berbincang, bel sekolah penanda
selesainya kelas terakhir berbunyi. Lalu, saya menyudahi
perbincangan kami dan membuat janji untuk bertemu lagi di hari
berikutnya.
Dalam perjalanan pulang ke Bekasi, pikiran saya terus
melayang dipenuhi pertanyaan seputar hubungan Rini dan Randi.
Lalu saya putuskan untuk berkirim pesan singkat melalui media sosial
Whatapp pada Rini. Saya meminta tolong untuk melanjutkan
ceritanya melalui Whatapp. Saya begitu tertarik dengan kisah
asmara mereka.
Dalam pesan pertama itu, saya bertanya,”Sis, Apakah ada
perasaan berbeda saat tahu kalian beda kebudayaan?”
Selang beberapa menit, Rini membalasnya,“Pasti ada, saya
pribadi merasa sedikit ragu karena merasa tidak yakin punya
kemampuan mengimbangi perbedaan diantara kami. Contohnya
gini, pasangan saya kan dari etnis Cina Benteng1. Cara bicara

1 Cina Benteng merupakan keturunan etnis Tionghua yang menetap lama


di wilayah Tangerang, Banten. Kehidupan mereka sudah mengalami
akulturasi dengan warga pribumi hingga beberapa generasi.

100 |
mereka lebih blak-blakan dan terkadang menggunakan nada
tinggi. Berbeda dengan keluarga saya. Kami dari budaya Jawa
sudah terbiasa bicara sopan dengan tata krama tanpa nada tinggi.
Terutama bila bicara dengan orang yang lebih tua.”
Lalu saya melanjutkan, “Lantas, bagaimana kalian bisa
memutuskan untuk melanjutkan hubungan asmara ini?”
“Di awal pacaran saya sempet berpikir kok gitu banget ya
keluarganya, kok adiknya ngomong pada orang tuanya seperti
pada teman. Wah, bagaimana nanti kalau kita nikah? Bisa-bisa (dia)
nanti tidak menghargai orang tua saya nih. Perasaan itulah yang
membuat tahun pertama saya bimbang. Namun lambat lain saya
mulai mengerti dan dapat menerimanya.” jawab Rini beberapa
menit berikutnya.
Satu jam kemudian, saya tiba di rumah. Lelah rasanya
melakukan perjalanan Tangerang – Bekasi. Padahal teringat waktu
pacaran dulu, saya selalu pergi ke Tangerang minimal seminggu
sekali. Saya pun tertidur tanpa tahu apapun lagi.
Keesokan harinya, saya mencoba untuk menghubungi Rini lagi
melalui pesan singkat dari aplikasi whatapp.
Dalam pesan singkat tersebut, saya membuat janji dengan Rini
untuk bertemu kembali di tempat kerjanya. Rini menyetujui dan kami
pun bertemu kembali untuk kedua kali. Sayangnya, kami tidak dapat
bertemu dalam waktu dekat. Saya harus mengajar sedangkan Rini
pun demikian. Akhirnya, Rini mengusulkan untuk berkomunikasi
melalui whatapp.
Tanpa sungkan, saya bertanya, ”Sebenarnya, apa sih latar
belakang kalian memilih berpacaran dan yakin dapat bersatu
sebagai suami istri?”
Pesan tersebut terkirim ke nomor telepon genggam Rini pukul
delapan pagi. Namun hingga pukul dua belas siang, pertanyaan
saya tidak kunjung dibalasnya. Kegelisahan saya muncul karena
khawatir bila Rini tersinggung dengan pertanyaan tersebut.

101 |
Hingga sore hari, Rini baru membalas pesan saya. Rini
berkata,”Kami sudah pacaran selama lebih dari lima tahun.
Sepanjang perjalanan itu kami sudah banyak membicarakan
perbedaan tradisi masing-masing. Saat itulah kami mengalami
banyak sekali pertentangan, baik karena perbedaan persepsi,
kebiasaan, hingga perbedaan latar belakang keluarga. Namun,
kami menyadari bahwa sebenarnya dengan perbedaan itulah kami
saling melengkapi.”
“Boleh saya tahu contohnya?” tanya saya sambil memberikan
emoticon tanda tanya dan kebingungan.
“Em, contoh ya?” balas Rini.
“Iya. Boleh?” lanjut saya.
“Em, sebentar ya, saya sedang urus satu masalah. Boleh ya
nanti saya lanjutin.” Kata Rini meminta ijin menyudahi sejenak
percakapan kami melalui pesan singkat.
“Baiklah. See you. Makasih.” jawab saya kemudian.
Sambil menunggu Rini, saya coba menghubungi saudara
sendiri. Mereka pun menjalani hidup berumah tangga dengan
budaya berbeda. Saudara perempuan saya dari etnis Tionghua
Surabaya-Manado, sedangkan suaminya asal Medan, Sumatera
Utara.
Pertanyaan yang sama saya utarakan pada sang suami.
Dalam pesan singkat melalui aplikasi whatapp saya bertanya
mengenai alasan mereka memilih berpacaran dengan beda
kebudayaan hingga yakin satu sama lain untuk menikah.
Jawaban mereka membuat saya kagum. Mereka
memandang bahwa perbedaan budaya bukanlah halangan untuk
menyatukan cinta serta mewujudkan kebersamaan sebagai sebuah
keluarga.
Justru perbedaan keduanya dianggap sebagai pemanis
dalam hubungan keluarga. Tidak pernah satu niat dalam pikiran
mereka untuk membedakan budaya serta menjelekan satu sama

102 |
lain sekalipun saat perselisihan pendapat maupun perkelahian
selama pacaran.
Mereka merasakan bahwa kehidupan semakin penuh warna
serta dinamis saat perbedaan tersebut bertemu jadi satu lalu
melebur dalam keluarga. Mereka beranggapan bahwa
kebahagiaan seseorang bukan ditentukan dari budaya, melainkan
persaudaraan, serta kasih dalam diri masing-masing.
Saya memandang kedua pasangan ini begitu hebat.
Kedewasaan mereka memandang perbedaan sebagai suatu
perekat keluarga sungguh memberikan pelajaran berharga bagi
saya dan menjadi contoh bagi saya agar selalu mensyukuri
kehidupan keluarga sendiri sebagai berkat dari Tuhan.
Selesai percakapan dengan saudara sepupu saya, pesan
singkat kembali saya kirimkan pada Rini.
“Hai Rini, apa kabar?” kalimat pertama dari pesan singkat saya
untuk Rini.
Tidak disangka, pesan singkat tersebut langsung dibalas Rini.
“Hai Sandy, saya baik. Kamu gimana?” jawab Rini.
“Saya sehat.” Lanjut saya, “bolehkah saya tanya-tanya lagi?”
“Boleh, memang kamu mau tanya apa?” jawab Rini.
“Em, gini, bagaimana sih cara kamu dan pasangan saling
melengkapi selama menjalin hubungan?”
“Gini, saya kan kurang bisa basa basi dengan orang lain, saya
adalah tipe to the point, jadi terkadang saya tidak bisa pura-pura
suka pada seseorang. Karena pasangan saya biasa berbincang
dengan orang dan lebih ramah sifatnya, maka dia sering bantu
mengontrol saya, sehingga sikap to the point tidak terlalu mencolok
saat berbincang dengan orang lain terutama yang tidak saya suka.”
jelas Rini, “begitupun sebaliknya, pasangan saya sebenarnya tidak
terlalu percaya diri meski dari luar terlihat penuh percaya diri. Di saat
itulah, saya sering memotivasinya agar mampu melewati kesulitan
hidup.”

103 |
“Jadi, kamu dan pasangan sudah benar-benar menyatu ya?”
tanya saya untuk menegaskan hubungan mereka.
“Iya. Selain itu, saya mulai terbuka bahwa perbedaan budaya
bukanlah masalah besar apabila segala sesuatunya kita
komunikasikan dan mencari jalan tengahnya.” tegas Rini, “saya
sering mengajaknya diskusi mengenai pandangan hidup kami
masing-masing, terutama soal prioritas dalam hidup. Lalu sampailah
kami pada suatu kesepakatan bahwa sesibuk apapun pekerjaan
yang ada, kami harus menyediakan waktu untuk bersama.”
Setelah komunikasi melalui pesan singkat tersebut, saya coba
mengajukan permintaan untuk bertemu dengan Rini lagi. Saya
berpikir bahwa diskusi melalui pesan singkat tidak akan efektif untuk
menggali lebih dalam perasaan keduanya.
“Rin, bolehkah kita jumpa lagi?” tanya saya pada Rini.
“Boleh. Kapan dan di mana?” jawab Rini.
“Em, senin ya? Bisa?” lanjut saya.
“Boleh. Di kantor saya ya?” sambung Rini.
“Oke!” jawab saya begitu senang.
Keesokan harinya, saya berangkat menemui Rini di kantornya.
Rini tampaknya sudah bersiap untuk bertemu saya. Kami pun
berdiskusi di kantin seperti awal pertemuan dulu.
Diskusi kami kali ini berjalan baik dan penuh kehangatan.
Pertanyaan saya mengenai pilihan Rini pada kekasih berdasarkan
kepribadian ataukah budayanya, dijawab Rini dengan baik dan
bersahabat.
Rini menjelaskan bahwa pilihannya pada kekasihnya saat ini
bukan karena perbedaan budaya melainkan karena
kepribadiannya. Sebab bagi Rini mencari pasangan hidup dan
menikahinya sama seperti memilih masalah seumur hidup. Artinya
bila salah memilih maka kehidupan akan penuh dengan masalah.
Selain itu, Rini pun berpendapat bahwa berbeda budaya tidak
menjadi masalah besar apabila kedua pribadi mampu

104 |
menyamakan perspektif, prioritas, dan tujuan dalam menjalani
hubungan tersebut.
Rini mengakui bahwa awal berhubungan sebagai sepasang
kekasih, dirinya sempat mengalami kesulitan untuk menyesuaikan
diri. Salah satunya terkait dengan sikap terbuka dari orang tua
pasangannya. Kalimat bernada keras sama sekali tidak biasa Rini
dengar karena budaya jawa dari keluarganya cenderung bertutur
lemah lembut dan halus. Tersinggung di awal pacaran juga sering
mendera perasaan Rini.
Tetapi seiring waktu, Rini mulai memaklumi kebiasaan keluarga
sang pacar, lalu dengan cepat dirinya beradaptasi dengan mereka.
Rini juga tidak terlalu menuntut pasangan untuk segera berubah
mengikuti budaya jawa dari keluarganya. Selama mereka saling
menghormati dan menghargai satu sama lain, maka Rini tidak terlalu
menghiraukan kalimat keras dari keluarga sang kekasih.
Penjelasan Rini membuat saya semakin penasaran untuk
menggali lebih dalam sikap orang tua mereka masing-masing terkait
hubungan beda budaya tersebut. Pertanyaan “nakal” lalu saya
sampaikan tentang tanggapan orang tua kekasih padanya.
Sungguh mengejutkan saya saat Rini menjawab pertanyaan
“nakal” tersebut dengan santai. Seolah jawaban itu sudah
dihafalkan baik di dalam pikiran Rini. Dia menjelaskan bahwa
keluarga kekasih menyetujui hubungan mereka. Tetapi orang tua
sang kekasih tidak ingin bila mereka terlalu cepat menikah. Keluarga
sang kekasih meminta mereka untuk menjalani hubungan pacaran
hingga keduanya saling mengenal baik karakter dan kebiasaan
masing-masing.
Lalu Rini bercerita bahwa keluarganya yang kurang setuju bila
dia menjalin hubungan dengan lelaki dari suku budaya berbeda.
Ayah dan kakak Rini lebih menyarankan bila Rini menjalin hubungan
dengan lelaki dari budaya yang sama. Tujuannya supaya

105 |
komunikasi mereka dapat berjalan baik dan tidak menimbulkan
gesekan di masa depan.
Hubungan sang kekasih dan keluarga Rini baru mencair usai
pendekatan terus menerus dilakukannya. Komunikasi intensif serta
karakter berbudi baik meluluhkan hati ayah Rini. Hingga akhirnya
restu dari sang ayah diperoleh mereka.
Penjelasan Rini tentang keluarga mereka makin membuat
saya tergelitik untuk menanyakan sikap keduanya saat sedang
bertengkar. Saya penasaran dengan perkataan mereka saat
bertengkar, apa mereka saling menghina ataukah justru saling
memakluminya.
Rini lantas menjelaskan penuh persahabatan. Menurut Rini, di
awal pacaran, keluarganya sering kali tersinggung
karena sang kekasih tidak langsung mengerjakan
perintah dari sang orang tua. Dilema hati sering
dirasakan Rini saat orang tuanya
menggerutu mengenai sikap sang kekasih
yang sering menunda permintaan mereka.
Padahal, dalam budaya jawa, perintah dari
orang tua sifatnya wajib dan harus segera dilakukan.
Namun, lambat laun, sang kekasih mengikuti budaya
Rini – itupun karena Rini sering menasehati sang kekasih.
Jawaban Rini berikutnya yang membuat saya semakin kagum
dengan hubungan beda budaya ini saat Rini menjelaskan cara
meredakan ketegangan saat bertengkar dengan sang kekasih. Rini
berkata bahwa saat pertengkaran terjadi biasanya Rini dan kekasih
mencari waktu dan tempat untuk bertemu dan duduk bersama
membahas masalah tersebut.
Mereka biasanya tidak menggunakan pesan singkat untuk
menghindari meruncingnya kesalahpahaman. Mereka bicara dari
hati ke hati mengutarakan perbedaan pendapat penyebab
timbulnya masalah tersebut. Mereka sepakat untuk saling

106 |
mendengarkan pendapat masing-masing lalu berdua
menyimpulkan solusi kemenangan bersama.
Saya menangkap ada kata kemenangan bersama yang
diucapkan Rini. Wow! Kata ini menyentak perasaan saya. Selama
beberapa tahun menikah dengan istri, saya tidak pernah terpikir
untuk mencari kemenangan bersama. Justru saya ingin unggul dari
istri bahkan cenderung menyudutkannya sebagai pihak bersalah
dan kalah. Tetapi setelah diskusi dengan Rini dan menggali
hubungan asmaranya, saya belajar bahwa sebagai pasangan kita
hendaknya saling mencintai dan menghargai dalam pikiran,
ucapan, dan tindakan untuk mencapai sebuah kemenangan
bersama.
Terima kasih Rini. Terima kasih sepupuku. Terima kasih banyak
untuk pengalaman asmara Anda semua. Sebab melalui ceritamu,
saya banyak belajar untuk menghargai cinta dan pasangan hidup.

***

107 |
SETIA pada pasangan menjadi prioritas dalam kehidupan
kita. Tidak seorang pun dari kita ingin perpisahan atau perceraian
bahkan terjadi perselingkuhan. Namun sebagian dari kita terkadang
terjebak dalam pola hubungan yang salah karena kita belum
mengetahui tahapan dalam menjalani hubungan asmara.
Akibatnya kita terkejut lalu bingung caranya bersikap selama
menjalani hubungan itu, sehingga kita mendahulukan keegoisan di
atas sikap tenggang rasa dengan pasangan.
Hubungan asmara memilih tahapan mendasar yang menjadi
satu dalam hidup. Kita semua pasti menjalani tahapan ini meskipun
tidak menyukainya. Di sisi lain, bila kita mengetahui tahapan
hubungan asmara ini, kita memiliki pandangan berbeda tentang
hubungan asmara dan berusaha untuk menciptakan kebahagiaan
bersama pasangan.

108 |
Saat kita pacaran, ini merupakan tahapan awal dalam suatu
hubungan asmara, kondisinya seperti buku dongeng. Setiap kondisi
yang kita jalani penuh dengan impian indah, puisi romantis, hingga
kalimat cinta penuh kebahagiaan. Permasalahan di dalamnya
nyaris tidak ada. Rutinitas damai dan tentram menyelimuti hari-hari
kita dengan senyuman. Bahkan tidak jarang kita terbuai di
dalamnya.
Namun, tahap awal ini
hanya berjalan sementara.
Beberapa tahun
kemudian, kita
akan
memasuki
tahap kedua dari
hubungan asmara. Biasanya,
tahap kedua ini terjadi saat masa pertunangan atau
persiapan pernikahan. Pada tahap kedua ini, hubungan asmara
seperti cerita pendek. Kita sudah mulai menghadapi sejumlah
masalah dan konflik dengan pasangan. Drama kehidupan
sederhana terjadi, tetapi segera selesai dan mudah mendapatkan
solusi.
Waktu singkat juga terjadi pada tahap kedua. Selanjutnya,
setiap orang akan memasuki tahap akhir dari hubungan asmara.
Pada tahap terakhir atau tahap ketiga ini sering kita sebut sebagai
pernikahan. Saat inilah, kita seperti membaca buku novel. Segala
drama kehidupan berada di hadapan kita. Konflik tak hanya silih
berganti, tetapi saling terkait satu sama lain membentuk simpul tali
temali yang kuat. Setiap permasalahan seolah memiliki kaitannya
dengan masalah lain. Sehingga drama lebih mengarah pada konflik
batin dari para pelakunya.
Pada tahap akhir hubungan asmara ini, kita perlu kemampuan
untuk memeliharanya agar rasa cinta dan sayang tidak hanya

109 |
sekedar memiliki, tetapi saling menjaga dan memperhatikan satu
sama lain hingga membentuk sebuah pola pemikiran baru untuk
melengkapi satu sama lainnya sepanjang hidup.
Berbeda halnya saat hubungan asmara di tahap ketiga ini
tidak mendapatkan pemeliharaan, maka hubungan asmara
tersebut secara perlahan akan mengarah pada titik kejenuhan.
Apalagi bila kita dan pasangan saling berebut untuk mendominasi
keluarga. Akibatnya, upaya saling intimidasi atau menekan dalam
pemikiran terjadi silih berganti. Bila kondisi tersebut terulang tanpa
adanya kesadaran untuk mengubah diri menjadi pribadi yang saling
mengalah, jangka panjangnya hubungan asmara mencapai titik
jenuh dan berpotensi untuk rusak.
Salah satu indikasi dari rusaknya hubungan asmara pada
tahap ketiga atau pernikahan ini adalah pelaku berusaha mencari
pasangan lain sebagai "selingan" untuk menghilangkan kejenuhan
dalam hubungan tersebut.
Dari keinginan mencari "selingan", ditambah dukungan dari
lingkungan sekitar, membuat benih cinta kita tumbuh subur dalam
ladang hubungan terlarang. Selanjutnya, Kita sebagai aktornya
dipaksa bermain drama satu babak dengan air mata dan dilema
berkepanjang bersama dua perempuan tersayang hingga pada
akhirnya kita sendiri tertekan karena harus memilih untuk hidup
bersama salah satunya.
Menjalin hubungan dengan selingan membuat perhatian kita
pada keluarga menjadi terpecah. Perhatian yang semula untuk
pasangan, perlahan pindah pada selingan. Hati dan perasaan
perlahan bergeser pada selingan. Tidak ada lagi perhatian bagi
pasangan, tidak ada lagi kehangatan dalam keluarga.
Selain memecah perhatian, sang selingan juga membuat kita
sibuk membandingkan sikap pasangan dengannya. Kita cenderung
menilai gerak-gerik keduanya lalu membandingkan langsung.
Misalnya, pasangan kita acuh tak acuh saat di rumah, sedangkan

110 |
selingan begitu hangat melayani kita di rumahnya, maka kita
cenderung memilih terus datang ke rumah selingan dari pada
berdiam diri di rumah bersama pasangan.
Kehangatan menjadi penting dalam hubungan asmara
karena berhubungan dengan orang lain memakai perasaan dan
bukan logika. Perasaan memandang kebenaran tanpa
pembenaran, tetapi logika selalu butuh pembenaran dalam setiap
kebenarannya.
Kehangatan juga memberikan kenyamanan bagi setiap
orang. Kenyamanan membentuk keharmonisan dalam hubungan
asmara. Keharmonisan membentuk kebahagiaan hidup. Rangkaian
tersebut menjadi cita-cita kita. Sehingga bila salah satu rangkaian
terputus, maka kita pun akan mencari dan terus mencari untuk
melengkapinya. Untuk itu, jangan salahkan bila kita mencari orang
lain bila pasangan tidak lagi memberikan kenyamanan dalam hidup
kita.
Indikator dari sebuah kenyamanan dinilai dari seberapa sering
pasangan membuat masalah dalam hidupnya. Masalah tersebut
bukan hanya masalah dengan orang lain secara langsung,
melainkan masalah perhatian dan kasih sayang dalam
memperlakukan kita saat bersamanya. Sebab masalah hati dan
perasaan lebih peka dan sulit terurai dibandingkan dengan masalah
yang berkaitan dengan orang lain.
Misalkan saat bersama kita, pasangan selalu mendominasi
pembicaraan, selalu menyalahkan kita saat percakapan, bahkan
tak jarang tidak bersedia menanggapi keluhan atau curahan hati.
Inilah menjadi awal dari retaknya hubungan dan rusaknya
kenyamanan.
Karena bosan dengan aktivitas pasangan, kita lantas mencari
teman bicara untuk mencurahkan isi hati dan berdiskusi tentang
segala macam masalah hidup. Bila bertemu dengan teman bicara

111 |
sesama jenis tidak akan menjadi masalah, tetapi bila bertemu
dengan lawan jenis, inilah cikal bakal dari perselingkuhan.
Berbicara dengan sesama jenis membuat pembicaraan
berkembang seputar pertukaran informasi dan saling menguatkan
satu sama lain. Misalkan, seorang lelaki bercerita tentang istrinya
yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga sering pergi keluar
kota pada teman lelakinya. Maka, sang teman lelaki membalas
dengan kisah sama pada kehidupan rumah tangganya. Tak jarang
mereka pun ikut bercerita seputar kehidupannya.
Seperti suatu hari, saya bercerita pada teman lelaki di kantor
tentang kesibukan istri saat menjadi karyawan tetap. Saya
merasakan kesepian karena kesibukan tersebut. Istri selalu lelah
setiba di rumah dan cenderung langsung tidur tanpa bersedia
berbincang sebentar saja. Kesepian bertambah dengan kesibukan
saya sendiri, sebab kesibukan kami berdua membuat pertemuan
menjadi begitu mahal.
Mendengarkan cerita saya itu, teman lelaki saya justru
menguatkan mental dengan perkataan positif. Dia justru berkata
bahwa saya beruntung mempunyai istri yang bekerja untuk
membantu mencari uang.
Dia pun menceritakan kehidupan rumah tangganya. Rupanya
istri teman saya itu juga bekerja. Dia justru memberikan cara
mengurus anak saat ditinggal pergi istrinya bertugas ke luar
Indonesia. Dari ceritanya, saya termotivasi kembali menjalani hidup
berkeluarga.
Lain halnya saat saya bercerita dengan seorang teman
perempuan. Pertama kali saya bercerita tentang kesibukan istri, dia
memberikan respon biasa, lalu saat saya bercerita kedua dan
seterusnya, sikap teman perempuan pun berubah. Bukannya
menjauhi saya, justru dia berusaha melengkapi kekurangan istri dan
berusaha membahagiakan saya dengan caranya, seperti

112 |
mengajak saya pergi, melayani saya dengan penuh kehangatan,
sampai memberikan waktunya untuk menemani saya.
Perilakunya sama sekali tidak salah karena secara alamiah
manusia memiliki keinginan untuk menolong orang lain. Keinginan
tersebut bertambah saat orang yang ditolongnya cocok dengan
pola pikir serta mampu memberikan kenyamanan untuknya.
Pada tahap keinginan berubah menjadi kebutuhan untuk
saling melengkapi, maka di saat itulah kita sudah berselingkuh batin.
Pikiran kita hanya tertuju padanya sehingga kita perlahan
berkeinginan menyamakan pasangan seperti sang selingan.
Akibatnya, perilaku pasangan selalu salah di mata kita. Kita menjadi
sosok pemarah dan perfeksionis. Kita menjadi tidak betah di rumah
dan selalu gelisah mencari alasan untuk keluar rumah hanya ingin
memuaskan hasrat bertemu dengan selingan.
Bagi pasangan yang tidak memahami perubahan sikap
tersebut, mereka lantas membiarkannya. Mereka menganggapnya
biasa dan selalu berpikiran positif dan memandang perubahan sikap
tersebut dipengaruhi pekerjaan kita. Sikap pasangan menjadi lebih
dingin bahkan cenderung menjauhi kita karena takut mengganggu.
Sikap itulah secara tidak langsung membantu memupuk benih cinta
kita pada selingan.
Seperti teman perempuan saya, Moli namanya. Sudah tujuh
tahun dia menikah dan mempunyai dua anak lelaki. Kesibukannya
sebagai pedagang kue membuatnya cenderung mengacuhkan
sang suami, Joli. Akibatnya Joli mencari selingan dengan rekan kerja.
Kisah cinta terlarang pun berlanjut. Kekecewaan Joli pada sang istri
perlahan membuat hubungan keluarga mereka menjadi renggang.
Kehangatan rumah tangga yang semula terasa saat saya
berkunjung, kini berubah menjadi keheningan. Kehangatan tersebut
tidak tampak lagi.
Joli sering pulang terlambat dan jarang di rumah. Gejala
adanya wanita idaman lain sudah tampak dari perilaku Joli. Namun,

113 |
Moli seolah menutup mata terhadapnya. Bagi Moli asalkan gaji sang
suami sudah diterima, maka segala perilaku Joli padanya bukan
masalah berarti. Hingga perselingkuhan itu pun terungkap karena
Joli meminta ijin untuk menikahi sang selingan dan membagi dua
gajinya dengan selingan. Permasalahan makin meruncing. Moli
marah dan mengusir Joli dari rumah.
Diusirnya Joli justru membuatnya semakin dekat dengan
selingan. Joli akhirnya tinggal di rumah selingan dan akhirnya
mereka menikah tanpa restu dari Moli. Hinga saat ini, Moli hidup
sendiri dengan kedua anak lelakinya tanpa menghiraukan Joli lagi.
Sebenarnya, perselingkuhan terjadi secara kasat mata.
Memang benar bahwa penghianatan terbesar dalam hidup asmara
adalah perselingkuhan. Dengan perselingkuhan, kita tidak hanya
menipu diri sendiri, melainkan menipu cinta sang pasangan serta
menipu cinta seluruh anggota keluarga.
Namun, bila dilihat dari sudut lain, timbulnya perselingkuhan
karena diri kita sendiri yang menghilangkan
cinta serta hubungan baik dengan
pasangan. Perasaan tersebut
menjadi tidak bermakna bila kita
mengacuhkan apalagi membuat
orang lain menjadi kesal dan
kecewa karena sudah memilih kita
menjadi pasangannya.
Seperti saat saya selingkuh dari sang
pacar - saat ini sudah menjadi istri. Saat
itu, saya kesepian karena dia terlalu sibuk bekerja hingga melupakan
orang lain di sekitarnya. Saya pun gundah dan mulai mencari
perempuan lain untuk sekedar mencurahkan isi hati. Melalui
perkenalan dari media sosial, perempuan lain tersebut datang
membuka hati dan pikirannya untuk saya.

114 |
Namanya Dinda. Parah cantik disertai tubuh langsing dengan
tinggi 168 cm, cukup ideal bagi seorang perempuan. Tidak hanya
itu, kelembutannya saat mendengarkan pembicaraan saya,
kehangatannya saat menemani saya makan siang, langsung
membuat saya nyaman di dekatnya.
Secara perlahan saya pun terpengaruhi akan kehadirannya.
Dinda perlahan masuk dalam hati dan pikiran saya.
Mulai pertemuan sekali seminggu, Kami lalu
menambah waktu bertemu menjadi
dua hingga tiga kali seminggu. Bahkan
saya menjadi lebih nyaman di
dekatnya dibandingkan saat bersama
pacar sendiri. Saya justru menjadi lebih
khawatir saat Dinda menderita sakit
dibandingkan saat sang pacar sakit.
Akhirnya, saya lebih memilih menambah
intensitas pertemuan dengan Dinda dan otomatis mengurangi
pertemuan dengan sang pacar. Toh, pacar saya juga tidak mencari
saya. Dia bahkan menambah intensitas pekerjaannya.
Rutinitas saya dan Dinda bertambah. Kencan malam minggu
menjadi lebih sering. Kalau pun sang pacar menelepon, saya cukup
bilang, “Aku lagi sama temen, Yang.”
Selingkuh batin yang saya jalani melalui telepon dan pesan
singkat, kini berubah menjadi selingkuh fisik. Perasaan sebagai
teman perlahan berubah menjadi perasaan pacar. Saya sempat
merasakan hubungan kami ini tidak lagi sekedar teman, melainkan
pasangan hidup.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Hubungan kami
bertambah dekat. Dia pun sudah tidak lagi sungkan mencium pipi
saya di depan teman-temannya. Bahkan saat berkumpul dengan
teman dekatnya, dia tidak segan memeluk pinggang saya lalu
meletakan kepalanya di bahu saya layaknya orang pacaran.

115 |
Kegiatan dengan dua perempuan perlahan-lahan membuat
saya kelelahan. Ditambah aktivitas persiapan pernikahan di dekat
rumah pacar, menguras tenaga dan pikiran saya.
Sudah saatnya gue harus milih nih. God, please help me,
gumam saya dalam hati sewaktu sendirian di kamar. Saya
merasakan tekanan hidup jauh lebih berat bila kedua perempuan
meminta perhatian dalam waktu bersamaan. Saya mulai bingung
membagi waktu antara keduanya. Tidak mungkin juga saya harus
memenuhi semua keinginan mereka untuk selalu bersama saya
dalam waktu bersamaan.
Hingga beberapa hari, saya memilih untuk menghabiskan
waktu sendiri. Saya matikan semua sarana komunikasi lalu pergi
sendiri ke tempat tidak jelas untuk menjalani perenungan panjang.
Saya sungguh membandingkan keduanya dengan cermat dan
teliti. Sebab urusan berumah tangga bukan urusan sehari dua hari,
melainkan seumur hidup. Saya fokus memilih perempuan yang
cocok di hati dan mampu menemani saya melewati hari untuk maju
dan berkembang di kemudian hati.
Selesai saya bermeditasi, saya menemukan jawaban terbaik.
Saya tetap memilih sang pacar. Bukan karena
sudah membayar DP gedung
pernikahan atau sudah
menjalani sesi foto prewedding,
melainkan karena saya semakin
yakin bahwa sang pacar
merupakan perempuan
terbaik dalam hidup saya
dan dialah yang mampu
mengimbangi pikiran serta perasaan saya di kemudian hari.
Saya lalu menemui Dinda. Padanya saya berkata untuk
memutuskan hubungan kami.

116 |
“Sayang, maafin aku ya, sepertinya hubungan kita harus
berakhir sampai di sini. Bulan depan kan aku mau nikah.” ucap saya
perlahan agar selingan tidak marah dan murka.
“Kamu jahat, kenapa bukannya kamu nikahin aku?”
jawabannya membuat saya seperti tersambar petir. Pikirannya
sudah sejauh itu rupanya. Astaga, saya melakukan perbuatan jahat
dengan memberinya harapan palsu.
“Maaf sayang, aku ga bisa wujudkan permintaanmu yang satu
ini. Berat buatku harus ninggalin dia.” balas saya sambil memohon
pengertiannya.
Usai bibir tertutup, telapak tangannya mendarat persis di pipi
kiri saya. Kerasnya tamparan membuat kaca mata saya terpental
cukup jauh. Dia lalu menangis dan lari masuk ke dalam mobilnya.
Saya hanya terdiam membisu sambil merasakan sakitnya bekas
tamparan Dinda.
Beberapa saat kemudian, dia memanggil saya ke mobil. Dia
pun mengantarkan saya pulang. Selama dalam perjalanan, sang
selingan menelepon temannya. Dalam perbincangan teleponnya,
sang selingan mengucapkan kalimat menyayat hati dan pikiran
saya. Tega banget sih pacar gue ninggalin gue buat nikah sama
orang lain, udah dapet santennya, terus ampasnya dibuang deh!
Saya tetap mengabaikan kalimat tersebut meski dalam hati
terluka. Namun itulah konsekuensi dari keteguhan memegang
komitmen dan upaya untuk memperbaiki kesalahan.
Setiba di rumah, saya mendengar pertengkaran tetangga di
sebelah rumah. Sayu-sayu suaranya mengisyaratkan bahwa mereka
bertengkar karena sang suami terbukti berselingkuh.
Saya lalu menyimaknya dari teras rumah sendiri.
“Kamu tidak lagi setia! Kamu jahat, Yang! Kamu pikir saya ini
apa?! Sapi atau kambing yang hanya bisa melahirkan anak buat
kamu lalu kamu asyik dengan perempuan lain! Aku ini orang!
Manusia yang punya perasaan tidak puas waktu tahu suaminya

117 |
berkencan dan tidur sama perempuan lain!” teriak sang tetangga
perempuan memecah keheningan malam.
Suara kemarahan bercampur kesedihan itu, lantas
menghentak hati saya. Pikiran saya seperti dipukul-pukul tongkat
baseball. Saya tertunduk malu. Saya merasa tidak adil dan tidak
setia pada komitmen cinta sewaktu saya menyatakan cinta pada
sang pacar. Saya pun semakin yakin pada pilihan saya untuk
melanjutkan rencana pernikahan kami.
Sebulan kemudian, tanggal enam juli dua ribu tiga belas, saya
mengucapkan janji suci untuk mencintai sang pacar dalam suka
dan duka, dalam untung dan malang, dalam tawa dan sedih, serta
setia padanya hingga meninggal dunia. Kami pun resmi menjadi
suami istri.
Siang harinya, saat gelaran pesta resepsi,
saya dikejutkan dengan kehadiran sang
selingan. Dia datang bersama teman-
teman saya lainnya tanpa memberitahu
saya. Wajah saya pun panik dan tidak
bisa berbicara apapun. Saya hanya
memaksakan tersenyum saat dia berdiri di
sebelah saya saat foto bersama. Astaga nih bocah,
ngapain dia ke sini! gumam saya dalam hati. Di
tengah kepanikan saya, dia lalu mengulurkan tangan mengajak
salaman sambil menjulurkan pipinya. Saat cium pipi kanan kiri, dia
mengucapkan selamat atas pernikahan saya. Sejak itu, dia
menghilang dan pergi tidak tahu rimbanya.
Saat menjalani hubungan dengan Dinda, banyak cara yang
saya lakukan untuk mengelabui pasangan.

1. KOLEKSI PARFUM
Saya mengoleksi tiga jenis parfum, lalu memakainya
bergantian setiap hari. Gonta ganti parfum tersebut membuat

118 |
penciuman pasangan termanipulasi untuk menghirup
beragam wangi. Sehingga saat saya berdekatan dengan
Dinda, maka wangi parfumnya tidak terdeteksi pasangan kita.
Selingkuh pun jadi lebih leluasa, tidak kawatir kalau
wangi parfum lain menempel di tubuh kita.

2. RAJIN BEKERJA
Saya pakai alasan lembur. Alasan ini cukup efektif untuk
menghentikan gangguan telepon dari pacar atau istri kita. Kita
menjadi bebas dari deteksi pacar atau istri. Saat gajian, saat
istri bertanya besaran uang lembur, saya tinggal beralasan
kalau uang lembur akan dibayarkan pada bulan berikutnya.
Ternyata, saat gajian di bulan berikutnya, gaji tetap saja
tidak bertambah sedikitpun. Justru ada kekurangan yang
seringkali digunakan untuk membiayai kehidupan pasangan
kedua.

3. SUPER SAYANG
Saat berselingkuh dengan Dinda, saya justru menambah
intensitas perhatian pada pasangan. Saya lebih perhatian dan
sering membelikan makanan kesukaan serta sejumlah hadiah
kejutan untuknya. Perlakuan begitu untuk menenangkan rasa
ingin tahunya. Sehingga saat kita pergi bersama selingkuhan,
maka pasangan kita tidak mencurigai.
Tetapi kalau kita berselingkuh lantas kita menjadi cuek
pada pasangan, lalu asyik sendiri dengan selingkuhan, maka
pasangan kita akan melihat perubahan perilaku, lalu timbullah
pertanyaan. Penyelidikan intensif dimulai. Umumnya detektif
wanita pasti menemukan kita berselingkuh dengan wanita
lain.

119 |
September 2013 adalah bulan madu kami. Umur pernikahan
yang telah berjalan dua bulan, tak membuat kami lupa dengan
ritual bulan madu yang sempat tertunda karena kesibukan
pekerjaan. Hari-hari itu menjadi hari yang special dan amat romantic
bagi kami, pasangan suami istri baru. Apalagi ditambah dengan
pernyataan dokter yang menyatakan istri saya positif hamil 2 bulan,
dan anak kami laki-laki! So grateful I am.
Sampai pada saat itu tiba. Hari kedua bulan madu kami di
salah satu hotel kawasan Cipanas, Jawa Barat. Usai bangun tidur di
pagi hari, kami pun bersiap untuk melanjutkan rekreasi bulan madu.
Saat giliran saya mandi, tanpa saya duga, istri membuka telepon
selular saya. Pesan singkat pada blackberry messanger dibacanya
semua. Termasuk semua komunikasi mesra antara saya dan Dinda.
Sudah pasti dan tidak dapat dihindari lagi, istri saya pun
langsung mengungkapkan rasa sedih, kecewa, dan marah teramat
sangat. Telepon selular dilemparnya ke saya. Dia sangat marah! Dia
pukuli perut yang telah tumbuh buah pernikahan kami. Saya terdiam
sesaat, menelan semua perkataan istri.
Saya menyesali perselingkuhan itu. Saya menyesal sudah
membohongi istri karena saya masih berkomunikasi dengan Dinda
setelah kami mengucapkan janji suci pernikahan.
Usai kemarahannya mereda, Saya ajak istri berbicara dari hati
ke hati. Di saat itulah, saya bersumpah untuk setia padanya dan
tidak akan pernah selingkuh lagi.
Saya yakin tak mudah istri dapat menerima segala penjelasan
saya. Mulutnya memang berucap, “Saya maafin kamu, tapi bukan
berarti saya akan melupakan hal ini.”
Kalimat itu terus teringat dalam pikiran saya hingga saat ini.
Karena saya menyadari bahwa istri saya sosok perempuan yang
bertanggung jawab. Dia tetap memegang teguh janji suci
pernikahan meski harus tersakiti karena perselingkuhan yang

120 |
dilakukan saya. Sikapnya membuat saya makin mencintai dan
sungguh menghormatinya seumur hidup.
Memang tidak disalahkan bila sebelum janur kuning
melengkung di depan rumah dengan tulisan nama kita dan
pasangan, kita diijinkan untuk memilih pasangan yang paling ideal.
Sebab pasangan yang kita nikahi bukanlah benda sekali pakai atau
boneka tanpa perasaan. Untuk itu, kita sebaiknya memilih pasangan
bukan karena bentuk fisik, termasuk kecantikan wajah, kehalusan
kulit, warna rambut, dan sebagainya, melainkan karena akhlak,
kecerdasan, serta budi pekerti.
Akhlak membuatnya menyadari peranan sebagai manusia.
Kalau lelaki, artinya dia harus rajin bekerja, rela berkorban bagi
keluarga, serta pejuang tangguh bagi keluarganya. Kalau
perempuan, artinya dia mampu merawat suami, anak, serta
pekerjaannya. Kecerdasan membuatnya selalu memiliki
kemampuan untuk menjadi pendukung dalam keluarga, sehingga
kehidupan keluarga menjadi seimbang dan bukan hanya saling
bergantung satu sama lain. Sedangkan budi pekerti membuatnya
mampu berperilaku baik dan benar saat menjalani kehidupan,
termasuk tidak membuat masalah dalam keluarga dan lingkungan.
Berjanjilah dalam diri sendiri untuk setia dalam hati kita.
Berhentilah membuat kata setia menjadi kependekan dari kalimat
setia tikungan ada atau selingkuh tiada akhir. Sebab kesetiaan itu
mahal dan tidak cocok diberikan pada lelaki atau wanita murahan.

***

121 |
x |

Anda mungkin juga menyukai