Anda di halaman 1dari 11

Journal Reading

Penggunaan Tunneled Indwelling Pleural


Catheter untuk Efusi Pleura Refrakter
setelah tindakan Solid Organ Transplant

Oleh :

Chintia Amalia 1410312008


Idham Khalid 1410311117

Preseptor :
Dr. Oea Khairsyaf, Sp.P (K)
dr. Russilawati, Sp.P

BAGIAN PULMONOLOGI
RSUP DR M DJAMIL, PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018
DAFTAR ISI
Daftar Isi……………………………………………………………………………. 1

Abstrak …………...………………………………………………………………… 2

Pendahuluan…………….………………………………………………………….. 3

Metode………………………………………………………………………………. 3

Diskusi……….……………………………………………………………………… 7

Keterbatasan……….…..…………………………………………………………… 7

Kesimpulan…….…………………………………………………………………… 8

Daftar Pustaka……….………………………………………………………………8

1
Abstrak
Dasar: Penggunaan Tunneled indwelling Pleural Catheter dalam pengelolaan efusi
pleura refrakter terus meningkat. Infeksi pada rongga pleura merupakan komplikasi
serius dan sering ditemui pada tindakan ini. Risiko didapati lebih tinggi pada pasien
yang mendapatkan pengobatan imunosupresan.

Tujuan: tujuan dari studi ini adalah untuk menilai risiko infeksi yang mungkin
ditemui pada pemasangan tunneled indwelling pleural catheter pada pasien yang
menjalani solid organ transplant.

Metode: Rekam medis elektronik ditinjau secara retrospektif untuk mengidentifikasi


pasien yang menjalani solid organ transplant yang kemudian dilakukan pemasangan
tunneled indwelling pleural catheter. Kami juga mencari sampel pembanding yang
tidak menjalani solid organ transplant dengan pemasangan tunneled indwelling
pleural catheter. Diagram rincian dibuat untuk membandingkan kondisi klinis dasar
pada sampel yang menjalani tindakan ini pada kedua kelompok.

Pengukuran dan Hasil: 19 pasien menjalani transplantasi ginjal, hati, atau jantung. 55
pasien lainnya dimasukkan pada kelompok non-transplant sebagai pembanding.
Pasien yang menjalani transplantasi mendapatkan rerata terapi imunosupresan
sebanyak 2,4 (rentang, 1-4). Pada pasien transplantasi, kateter intrapleural tetap
dipasang selama 95 hari (rentang interkuartil, 58 – 256 hari). Dua dari 19 pasien yang
menjalani transplantasi (16,9% estimasi 90 hari Kaplan-Meier) dan 4 dari 55 pasien
kontrol (11% estimasi 90 hari Kaplan-Meier) mengalami komplikasi infeksi mayor
(tidak signifikan). Tidak terdapat pasien meninggal yang disebabkan oleh
pemasangan kateter intrapleura.

Kesimpulan: pada 19 pasien dengan tranplantasi solid organ dengan penggunaan


terapi imunosupresan setiap hari dan mengalami pemasangan tunneled intrapleural
catheter, dilaporkan adanya 11% komplikasi mayor infeksi selama masa pemasangan
kateter pada kelompok transplantasi dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan
dalam waktu estimasi risiko komplikasi selama 90 hari antara kelompok transplantasi
dengan kelompok non transplantasi.

2
Pendahuluan
Penggunaan tunneled indwelling pleural catheter (TIPC) untuk kasus efusi
pleura berulang terus meningkat. Pemasangan TIPC merupakan pilihan alternatif
yang aman dan efektif untuk pleurodesis kimiawi pada pasien dengan efusi pleura
maligna berulang (1,2), dan berdasarkan panduan konsensus saat ini telah
merekomendasikan TIPC sebagai pilihan utama (3). TIPC juga memiliki peran peting
dalam pengelolaan pasien dengan efusi pleura non maligna (4-6).
Indikasi dan pemilihan pasien yang optimal dengan tindakan ini masih belum
diketahui pasti, tetapi beberapa kasus yang ditemui memanfaatkan TIPC pada kondisi
non maligna seperti gagal jantung kongestif (6-9), hidrotoraks hepatik (10),
chylotoraks (11), dan end-stage renal disease (12). Pada pasien dengan efusi pleura
berulang oleh sebab apapun, terdapat beberapa pilihan pengelolaan yang tersedia.
Oleh karena itu, penting untuk memahami komplikasi dan data luaran sehingga pasien
dapat diberikan informasi untuk memilih penatalaksaan yang diinginkan.
Infeksi dengan berbagai derajat keparahannya merupakan komplikasi yang
paling sering dilaporkan pada pemasangan TIPC (1,13). Belum diketahui sejauh mana
risiko infeksi dapat terjadi dengan pengaruh komorbid, imunitas, dan indikasi
pemasangan TIPC. Beberapa studi menunjukkan bahwa kemoterapi tidak
berhubungan dengan peningkatan risiko komplikasi infeksi yang signifikan pada
pasien dengn efusi pleura maligna yang terpasang TIPC (14,15). Penggunaan
imunosupresan kronik dapat meningkatkan risiko berbagai infeksi (16, 17), dan
biasanya hal ini dikontraindikasikan untuk pemasangan TIPC, tetapi beberapa studi
tersebut belum benar-benar meninjau risiko-risiko ini.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menilai luaran secara
retrospektif, termasuk risiko infeksi, pada pasien dengan solid organ transplant yang
dilakukan pemasangan TIPC. Pasien dengan solid organ transplant yang dipilih pada
studi ini telah mendapatkan regimen imunosupresan setiap hari untuk mencegah
penolakan organ. Beberapa hasil dari studi ini telag dilaporkan dalam bentuk abstrak
sebelumnya (18).

Metode
Sebuah studi kohort retrospektif single-center menilai pasien yang terpasang
TIPC di Mayo Clinic, Rochester, Minnesota pada tanggal 1 Januari 2005 sampai
dengan 31 Desember 2014. Studi ini telah ditinjau dan disetujui oleh Institutional
Review Board kami. Rekam medis elektronik digunakan untuk mendata pasien yang
menjalani pemasangan tunneled indwelling pleural catheter di institusi kami dalam
periode waktu tersebut. Semua pasien pada studi ini mendapatkan kateter PleurX.
Rekam medis elektronik kemudian diperiksa untuk mengindentifikasi pasien yang
memiliki riwayat solid organ transplant dengan pemasangan TIPC. Pasien-pasien
tersebut dikelompokkan ke dalam kelompok exposed. Pasien dengan riwayat
transplantasi sumsum tulang tidak dimasukkan ke dalam kelompok ini dikarenakan
kelompok tersebut mewakili populasi yang berbeda, dimana mereka tidak selalu
membutuhkan pemakaian imunosupresan dalam waktu yang lama.
Semua pasien yang mendapatkan TIPC selama periode waktu studi ini dan
tidak memiliki riwayat solid organ transplant termasuk ke dalam kelompok
unexposed. Setiap pasien transplantasi telah dicocokkan dengan tiga pasien non
transplantasi. Penyocokkan ini dilakukan secara acak berdasarkan hal berikut: usia
(dalam rentang 3 tahun), jenis kelamin dan tahun dilakukannya tindakan (dalam
rentang 2 tahun). Bagan elektronik untuk masing-masing pasien ditinjau ulang untuk
mengkonfirmasi bahwa tiap pasien telah memenuhi kriteria ke dalam kelompok non

3
transplantasi, dan dua pasien dieksklusikan setelah ditinjau, dimana mengindikasikan
bahwa mereka sebenarnya tidak menjalani pemasangan TIPC, sehingga menyisakan
55 subyek pada kelompok non transplantasi.
Setelah kelompok transplantasi dan non transplantasi diidentifikasi, penulis
melakukan peninjauan terperinci dari rekam medis, mencakup demografik pasien,
indikasi pemasangan TIPC, dan luaran. Data yang didapat kemudian disimpan pada
sebuah database yang dianonimkan tanpa mengungkapkan informasi pasien. Luaran
utama berupa angka komplikasi mayor.
Pada studi ini, komplikasi mayor didefinisikan sebagai komplikasi TIPC yang
menyebabkan perlunya rawatan, pengobatan dengan antibiotik intravena, tambahan
tindakan pada pleura, atau menyebabkan kematian. Komplikasi mayor
diklasifikasikan ke dalam kelompok infeksius atau non infkesius berdasarkan pada
data yang didapat apakah mereka mengalami infeksi seperti selulitis dan empiema,
atau non infeksius seperti pneumotoraks. Komplikasi infeksius TIPC memiliki derajat
keparahan yang bervariasi, mulai dari selulitis ringan yang dpat sembuh dengan
pemberian antibakteri sampai dengan infeksi berat yang menyebabkan kematian (19).
Definisi komplikasi mayor dibuat hanya untuk kondisi infeksi berat dan kejadian yang
tidak diinginkan dari keadaan non infekisus.
Analisis statistik dilakukan mengunakan JMP Pro versi 10.0.0 dan SAS versi
9.4 dan Excel 2010. Statisitik deskriptif digunakan untuk membandingkan
karakteristik dasar antar kelompok: data kategorik ditampilkan dalam bentuk
frekuensi dan persentase dan data kontinu ditampilkan dalam bentuk median dan
interkuartil (IQR; persentil 25 sampai 75). Dalam upaya mengkompensasi sebagian
kelompok non transplantasi yang dipilih dari pool pasien non transplantasi yang
layak, stratifikasi dilakukan berdasarkan distribusi usia (penambahan 5 tahun), jenis
kelamin, dan tahun dilakukannya tindakan. Analisis dilakukan dengan kedua metode
(unweighted dan weighted). Risiko komplikasi dibandingkan antara kedua kelompok
dengan uji Ratio dari Cox proportional-hazard regression model, dan estimasi risiko
90 hari diperhitungkan menggunakan metode Kaplan-Meier (termasuk estimasi untuk
kelompok non transplantasi).

Hasil
Sembilan belas pasien dengan riwayat solid organ transplant diidentifikasi
dari 1.606 pasien yang melakukan pemasangan TIPC antara 1 Januari 2005 sampai 31
Desember 2014. Sampel non transplantasi dipilih secara acak dari pool semua pasien
tanpa adanya riwayat solid organ transplant yang melakukan pemasangan TIPC pada
periode waktu studi berikut.
Karakteristik pasien ditampilkan pada Tabel 1. Median usia pada ekdua kelompok
yaitu 66 tahun (IQR, 56 – 73 tahun), dan kebanyakan dari pasien berjenis kelamin
laki-laki

4
Indikasi pemasangan TIPC antara kelompok malignan dan non maligna
memiliki kesamaan. Pada kelompok transplantasi organ, sekitar 1/4 (26%, n-5) pasien
transplantasi mendapatkan TIPC untuk efusi pleura malignan akibat keganasan yang
terjadi setelah transplantasi organ. Sisanya, pasien transplantasi mendapatkan TIPC
untuk efusi pleura refraktori non maligna yang disebabkan oleh berbagai etiologi,
termasuk gagal jantung kongesti (32%, n=6), hepatik hidrotoraks (11%, n=2),
chylothoraks (n=1), chronic nonspecific pleuritis (n=1), dan end-stage renal disease
(n=1). Pada tujuan penelitian ini, chronic nonspecific pleuritis didefinisikan sebagai
efusi eksudatif rekuren dengan hasil biopsi pleura menunjukkan inflamasi kronik
tanpa penyebab yang jelas. Pasien dengan hepatic hydrothorax memiliki riwayat
transplantasi liver dan kemudian mengalami efusi pleura karena disfungsi liver. Pada
kelompok non transplantasi, kebanyakan pasien (71%, n=39) mendapatkan TIPC
untuk efusi pleura maligna, dan penyebab non maligna paling sering untuk pemakaian
TIPC adalah gagal jantung kongesti (15%, n=8). Seluruh pasien dengan gagal jantung
kongestif dan hepatic hydrothorax mengalami efusi pleura rekuren walaupun telah
diberikan terapi maksimal sebelum pemasangan TIPC.
Tabel 2 merincikan obat yang diberikan pada pasien dengan transplantasi pada
saat pemasangan TIPC. Seluruh pasien dengan transplantasi diberikan obat
imunosupresif setiap hari. Hanya 3 (5,5%) pasien non transplantasi yang
mengonsumsi obat imunosupresif harian pada saat pemasangan TIPC, walaupun 29
(53%) mendapatkan kemoterapi sitotoksik setidaknya satu kali saat TIPC sudah
terpasang.

5
Alasan paling sering pelepasan TIPC untuk kedua kelompok adalah kematian
atau pleurodesis spontan (autopleurodesis). Pada pasien yang mengalami
autopleurodesis (transplantasi n=9, nontransplantasi n=11), waktu median
autopleurodesis antara kedua kelompok cukup mirip, yaitu hari ke 95 (IQR, 80-260
hari) pada kelompok transplantasi dan 90 hari (IQR, 42-129 hari) pada kelompok non
transplantasi.
Sebanyak lima pasien (9,1%) pada kelompok non transplantasi tidak
melanjutkan follow up setelah pemasangan TIPC . Sedangkan, pada 19 pasien
kelompok transplantasi di follow up sampai selesai, yaitu follow up dari pemasangan
PleurX hingga pelepasan, atau pasien meninggal. Kelompok transplantasi memiliki
TIPC dwell time (waktu rawatan) lebih lama dibandingkan kelompok non
transplantasi; namun, TIPC dwell time tidak berhubungan dengan angka komplikasi
(p=0,39).
Tabel 3 menjelaskan komplikasi mayor yang terjadi pada kelompok dengan
transplantasi dan non transplantasi. Terdapat dua komplikasi infeksi mayor pada 19
pasien kelompok transplantasi. Dua pasien mengalami empiema dan membutuhkan
perawatan di rumah sakit serta antibiotik intravena. Pasien pertama mengalami
empiema pada 79 hari setelah pemasangan TIPC dan pasien kedua pada 53 hari
setelah pemasangan TIPC. Pada kedua kasus ini, TIPC tetap dipakai selama terapi
empiema untuk drainase kavum pleura, dan pasien mengalami pleurodesis setelah
sembuh dari infeksi.

Dari lima puluh lima pasien kelompok nontransplantasi, terdapat empat


komplikasi infeksi (satu pada pasien dengan efusi pleura maligna, tiga pasien dengan

6
etiologi lain), dan dua komplikasi non infeksi. Komplikasi mayor yang terjadi selama
90 hari setelah prosedur adalah ditemukan pada 16,9% kelompok dengan transplantasi
dan 12,5% kelompok non transplantasi. Sedangkan, komplikasi infeksi mayor yang
terjadi 90 hari ditemukan pada 16,9% pada kelompok transplantasi dan 11% pada
kelompok non transplantaso (p=0,83). Tidak ada komplikasi fatal pada kedua
kelompok.

Diskusi
Lebih dari 100.000 transplantasi solid organ dilakukan setiap tahunnya di
dunia. Penerima transplantasi solid organ memiliki risiko mengalami keganasan lebih
tinggi, dan keganasan post-transplantasi merupakan tiga penyebab utama penyebab
kematian pada penerima transplantasi solid organ. Evaluasi pasien yang menjalani
transplantasi organ untuk pemasangan TIPC memiliki tantangan tersendiri bagi
klinisi, karena pada pasien selalu diberikan imunosupresif, yang dapat meningkatkan
risiko infeksi pleura yang disebabkan kateter. Penelitian ini merupakan penelitian
pertama yang meneliti angka infeksi dan komplikasi mayor lainnya pada pasien yang
pernah menjalani transplantasi solid organ dan menjalani pemasangan TIPC. Karena
terdapat beberapa pilihan untuk manajemen efusi pleura, sangatlah penting bagi
dokter untuk mengetahui risiko komplikasi TIPC pada populasi pasien ini.
Pada penelitian terhadap 19 pasien transplantasi paru yang menjalasi TIPC,
komplikasi dalam 90 hari ditemukan pada 16,9% kelompok dengan transplantasi dan
11% pada kelompok non transplantasi. Tidak ada perbedaan angka komplikasi infeksi
antara kedua kelompok. Namun, karena jumlah sampel yang sedikit, perbedaan
komplikasi antara kedua kelompok bisa saja tidak terdeteksi karena eror tipe II. Pada
pemakaian kateter, 11% pasien dengan transplantasi pada penelitian kohort yang kami
lakukan, mengalami komplikasi mayor yang mirip dengan komplikasi pada penelitian
lain, dengan bervariasi 5-12%, bergantung pada populasi yang diperiksa dan
bagaimana definisi komplikasi.
Masih belum jelas hingga sejauh mana variasa profil risiko pemakaian TIPC,
hal ini bergantung pada komorbiditas pasien, imunosupresi, dan indikasi pemakaian
TIPC. Dua penelitian sebelumnya meneliti risiko komplikasi saat pasien dengan TIPC
yang mendapatkan kemoterapi sitotoksik, dan kedua penelitian tersebut menyebutkan
bahwa kemoterapi tidak meningkatkan risiko komplikasi infeksi (14, 15). Penelitian
kami menyebutkan bahwa TIPC merupakan pilihan terapeutik yang aman pada
transplantasi solid organ dengan efusi pleura refrakter.

Keterbatasan
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Walaupun belum ada pasien
dengan transplantasi dan pasien kelompok non transplantasi yang lost to follow up,
komplikasi mayor tidak diskrinning secara prospektif, dimana hal ini dapat
meningkatkan risiko komplikasi lain yang tidak terpantau. Hal ini jarang terjadi pada
populasi dengan transplantasi, karena kelompok ini di follow up lebih ketat. Pada
kelompok kontrol, follow up dilakukan lebih jarang dan diluar Mayo Clinic, sehingga
meningkatkan risiko bias surveillance.
Penelitian ini tidak dapat membedakan angka komplikasi infeksi TIPC
antarsubjek yang mendapatkan transplantasi dan tidak mendapatkan transplantasi.
Jumlah subjek penelitian juga tidak cukup untuk menentukan jika terdapat faktor yang
meningkatkan komplikasi seperti obat-obatan tertentu. Kedua kelompok penelitian
melibatkan pasien efusi pleura dengan etiologi berbeda-beda, dan distribusi diagnosis
yang berbeda antara kedua kelompok dapat mempengaruhi luaran.

7
Penelitian ini tidak menilai peran TIPC pada terapi paliatif terhadap kandidat
transplantasi dengan efusi pleura, seperti transplantasi liver dan jantung. Pada pasien
seperti ini, data yang tidak lengkap harus mendorong sikap hati-hati, karena infeksi
yang disebabkan TIPC pada saat transplantasi dapat menyebabkan konsekuensi yang
buruk.

Kesimpulan
Pada penelitian terhadap 19 pasien dengan transplantasi solid organ yang
menjalani pemasangan TIPC, dilaporkan bahwa angka komplikasi infeksi mayor
sebesar 11% selama pemakaian kateter, tanpa komplikasi fatal. Tidak terdapat
perbedaan risiko komplikasi infeksi selama 90 hari antara pasien dengan transplantasi
(16,9%) dan pasien non transplantasi (11,0%). Data pada penelitian ini menyarankan
bahwa TIPC dapat digunakan sebagai pilihan terapeutik untuk terapi paliatif efusi
refrakter pada penerima transplantasi solid organ.

Daftar Pustaka

8
1. Davies HE, Mishra EK, Kahan BC, Wrightson JM, Stanton AE, Guhan A, Davies CW, Grayez
J, Harrison R, Prasad A, et al. Effect of an indwelling pleural catheter vs chest tube and talc
pleurodesis
for relieving dyspnea in patients with malignant pleural effusion: the TIME2
randomized controlled trial. JAMA 2012;307: 2383–2389.
2. Demmy TL, Gu L, Burkhalter JE, Toloza EM, D’Amico TA, Sutherland S, Wang X, Archer L,
Veit LJ, Kohman L. Optimal management of malignant pleural effusions (results of CALGB
30102). J Natl Compr Canc Netw 2012;10:975–982.
3. Roberts ME, Neville E, Berrisford RG, Antunes G, Ali NJ; BTS Pleural Disease Guideline
Group. Management of a malignant pleural effusion: British Thoracic Society Pleural Disease
Guideline 2010. Thorax 2010;65:ii32–ii40.
4. Krishnan M, Cheriyath P, Wert Y, Moritz TA. The untapped potential of tunneled pleural
catheters. Ann Thorac Surg 2015;100:2055–2057. 5 Bhatnagar R, Reid ED, Corcoran JP,
Bagenal JD, Pope S, Clive AO,
5. Zahan-Evans N, Froeschle PO, West D, Rahman NM, et al. Indwelling pleural catheters for
non-malignant effusions: a multicentre review of practice. Thorax 2014;69:959–961.
6. Majid A, Kheir F, Fashjian M, Chatterji S, Fernandez-Bussy S, Ochoa S, Cheng G, Folch E.
Tunneled pleural catheter placement with and without talc poudrage for treatment of pleural
effusions due to congestive heart failure. Ann Am Thorac Soc 2016;13:212–216.
7. Srour N, Potechin R, Amjadi K. Use of indwelling pleural catheters for cardiogenic pleural
effusions. Chest 2013;144: 1603–1608.
8. Borgeson DD, Defranchi SA, Lam CS, Lin G, Nichols FC. Chronic indwelling pleural catheters
reduce hospitalizations in advanced heart failure with refractory pleural effusions. J Card Fail
2009;15: S105.
9. Herlihy JP, Loyalka P, Gnananandh J, Gregoric ID, Dahlberg CG, Kar B, Delgado RM III.
PleurX catheter for the management of refractory pleural effusions in congestive heart failure.
Tex Heart Inst J 2009; 36:38–43
10. Mercky P, Sakr L, Heyries L, Lagrange X, Sahel J, Dutau H. Use of a tunnelled pleural
catheter for the management of refractory hepatic hydrothorax: a new therapeutic option.
Respiration 2010;80: 348–352.
11. DePew ZS, Iqbal S, Mullon JJ, Nichols FC, Maldonado F. The role for tunneled indwelling
pleural catheters in patients with persistent benign chylothorax. Am J Med Sci 2013;346:349–
352.
12. Potechin R, Amjadi K, Srour N. Indwelling pleural catheters for pleural effusions associated
with end-stage renal disease: a case series. Ther Adv Respir Dis 2015;9:22–27.
13. Putnam JB Jr, Light RW, Rodriguez RM, Ponn R, Olak J, Pollak JS, Lee RB, Payne DK,
Graeber G, Kovitz KL. A randomized comparison of indwelling pleural catheter and
doxycycline pleurodesis in the management of malignant pleural effusions. Cancer 1999;86:
1992–1999.
14. MorelA,MishraE,MedleyL,RahmanNM,WrightsonJ,TalbotD, Davies RJ. Chemotherapy
should not be withheld from patients with an indwelling pleural catheter for malignant pleural
effusion. Thorax 2011;66:448–449.
15. Mekhaiel E, Kashyap R, Mullon JJ, Maldonado F. Infections associated with tunnelled
indwelling pleural catheters in patients undergoing chemotherapy. J Bronchology Interv
Pulmonol 2013;20:299–303.
16. Stuck AE, Minder CE, Frey FJ. Risk of infectious complications in patients taking
glucocorticosteroids. Rev Infect Dis 1989;11:954–963.
17. Fishman JA. Infection in solid-organ transplant recipients. N Engl J Med 2007;357:2601–
2614.

18. Skalski J, Maldonado F. Tunneled indwelling pleural catheters (TIPC) for refractory pleural
effusions in patients with solid organ transplant [abstract]. Chest 2015;148:795A.

19. Fysh ET, Tremblay A, Feller-Kopman D, Mishra EK, Slade M, Garske L,

9
20. Clive AO, Lamb C, Boshuizen R, Ng BJ, et al. Clinical outcomes of indwelling pleural
catheter-related pleural infections: an international multicenter study. Chest 2013;144:1597–
1602.
21. World Health Organization. GKT1 activity and practices [accessed 2015 Nov 18]. Available
from: http://www.who.int/transplantation/ gkt/statistics/en/
22. Geissler EK. Post-transplantation malignancies: here today, gone tomorrow? Nat Rev Clin
Oncol 2015;12:705–717.
23. Engels EA, Pfeiffer RM, Fraumeni JF Jr, Kasiske BL, Israni AK, Snyder JJ, Wolfe RA,
Goodrich NP, Bayakly AR, Clarke CA, et al. Spectrum of cancer risk among US solid organ
transplant recipients. JAMA 2011;306:1891–1901.
24. Acuna SA, Fernandes KA, Daly C, Hicks LK, Sutradhar R, Kim SJ, Baxter NN. Cancer
mortality among recipients of solid-organ transplantation in Ontario, Canada. JAMA Oncol
2016;2:463–469.
25. Chapman JR, Webster AC, Wong G. Cancer in the transplant recipient. Cold Spring Harb
Perspect Med 2013;3:a015677.
26. Gilbert CR, Lee HJ, Skalski JH, Maldonado F, Wahidi M, Choi PJ, Bessich J, Sterman D,
Argento AC, Shojaee S, et al. The use of indwelling tunneled pleural catheters for recurrent
pleural effusions in patients with hematologic malignancies: a multicenter study. Chest
2015;148:752–758.
27. Tremblay A, Michaud G. Single-center experience with 250 tunnelled pleural catheter
insertions for malignant pleural effusion. Chest 2006; 129:362–368.
28. Schneider T, Reimer P, Storz K, Klopp M, Pfannschmidt J, Dienemann H, Hoffmann H.
Recurrent pleural effusion: who benefits from a tunneled pleural catheter? Thorac Cardiovasc
Surg 2009;57:42–46.
29. Sioris T,SihvoE,SaloJ,Ra ̈sa ̈nenJ,KnuuttilaA.Long-termindwelling pleural catheter (PleurX)
for malignant pleuraleffusion unsuitable for talc pleurodesis. Eur J Surg Oncol 2009;35:546–
551.
30. Van den Toorn LM, Schaap E, Surmont VF, Pouw EM, van der Rijt KC, van Klaveren RJ.
Management of recurrent malignant pleural effusions with a chronic indwelling pleural
catheter. Lung Cancer 2005;50:123–127.

10

Anda mungkin juga menyukai