Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session

PERIODIK PARALISIS

OLEH:
Chintia Amalia 1840312283
Alvin Arif 1840312284
Yolanda Erdiansari 1940312037

Preseptor:
dr. H. Edinirwan, Sp.S, M.Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RS ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
menyelesaikan Case Report Session dengan judul Hipokalemia Periodik Paralisissebagai
salah satu syarat telah mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Saya ucapkan shalawat beriring salam kepada
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada preseptor dr. H. Edinirwan, Sp.S,
M.Biomed yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan Case Report
Session ini. Penulis menyadari bahawa Case Report Session ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dan semoga Case
Report Session ini bermanfaat untuk kita semua yang telah membacanya.

Padang, November 2019

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kontraksi otot bisa terjadi karena adanya peran dari membran serat otot skeletal
yang bekerja dengan cara menghasilkan dan menyebarkan potensial aksi dan
menghubungkannya ke bagian akhir untuk melepaskan penyimpanan kalsium
intraseluler yang memicu kontraksi secara mekanik. Kegiatan ini bergantung pada
berfungsinya kanal ion. Di dua dekade terakhir, penyakit yang disebabkan oleh
mutasi dari gen ion kanal pada otot telah dapat diidentifikasi dan disebut dengan
muscle channelopathies (gangguan kanal otot).1
Gangguan kanal ion ini merupakan bagian dari kelompok gangguan
neuromuskular yang jarang ditemukan, disebabkan oleh mutasi pada beberapa kanal
ion, diantaranya adalah kanal klorida, natrium, kalsium, dan kalium. Secara klasik,
gangguan kanal ion ini dapat terbagi menjadi nondistrofi miotonia dan periodik
paralisis.2 Periodik paralisis adalah kelemahan otot rangka yang diturunkan secara
autosomal dominan, yang berhubungan dengan kadar kalium dalam serum yang
bersifat periodik dan reversible.3
Periodik paralisis ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia,
normokalemia, dan hipokalemia. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak-
anak, sedangkan kasus yang ringan seringkali mulai pada dekade ketiga. Penyakit ini
sebagian besar bersifat herediter dan diturunkan secara autosomal dominan.
Prevalensi 1 per 100.000 populasi. Pada paralisis periodik terdapat serangan
kelemahan flaksid yang hilang timbul ,dapat bersifat setempat maupun menyeluruh.
Penderita mengalami kelemahan bagian proksimal ekstremitas yang cepat dan
progresif tapi otot-otot kranial dan pernafasan biasanya terhindar dari kelemahan.
Serangan dapat menyebabkan kelemahan yang asimetris dengan derajat kelemahan
yang berbeda pada beberapa golongan otot saja sampai pada suatu kelumpuhan
umum. Kelemahan biasanya menghilang dalam beberapa jam, namun defisit yang
permanen bisa terjadi pada penderita yang sering mendapatkan serangan. Di luar
serangan tidak ditemukan kelainan neurologi maupun kelainan elektromiografis.4

Periodik paralisis dibedakan menjadi paralisis periodik primer dan sekunder.


Paralisis periodic primer memiliki karakteristik : bersifat herediter, sebagian besar
3
berhubungan dengan perubahan kadar kalium dalam darah, kadang disertai miotonia,
adanya gangguan pada kanal ion. Paralisis periodik primer meliputi paralisis periodik
hipokalemia, hiperkalemia dan paramiotonia. Tirotoksikosis Paralisis Periodik (TPP)
adalah paralisis periodik sekunder. Atas dasar kadar kalium darah pada saat serangan,
dibedakan 3 jenis paralisis periodik yaitu:
1. Paralisis periodik hipokalemia
2. Paralisis periodik hiperkalemia
3. Paralisis periodik normokalemi
Usia timbulnya gejala TPP sebagian besar antara 20 dan 39 tahun. Serangan
lumpuh ditandai dengan berulang, sementara episode kelemahan otot yang berkisar
dari kelemahan ringan hingga lumpuh total. Pemeriksaan neurologis selama serangan
menunjukkan kelemahan, lebih sering di proksimal otot daripada di otot distal; lebih
jauh, kelemahan lebih dari itu umum di kaki daripada di lengan.5
Paralisis periodic normokalemia adalah bentuk lain dari kelumpuhan periodik.
Dalam gangguan ini level kalium dalam batas normal. Paralisis periodik
normokalemik (NormoKPP) adalah subtipe PP yang paling langka, dengan bentuk
familial dan sporadis.
Pada paralisis periodic tipe normokalemia, onset biasanya terjadi pada decade
pertama dan terjadi setiap beberapa bulan serta bertahan selama berhari-hari sampai
berminggu-minggu. 6,7
Natrium, saluran klorida, kalsium, dan kalium pada membran sel bertanggung
jawab untuk rangsangan membran dan kontraksi otot. Gangguan mekanisme
transportasi seluler ini, terutama natrium, kalium dan pompa ATPase, dapat
menyebabkan kelainan dalam kontraktilitas otot, dan kelumpuhan. Kadar kalium
normal adalah 3,5-5 mEq/ltr. Konsentrasi kalium cairan ekstraseluler normalnya
diatur dengan tepat kira-kira 4,2 mEq/ltr, jarang sekali naik atau turun lebih dari 0,3
mEq/ltr. Pengaturan ini perlu karena banyak fungsi sel bersifat sensitive terhadap
perubahan konsentrasi kalium cairan ekstraselular. Sebagai contoh, peningkatan
kalium plasma hanya 4 mEq/ltr dapat menyebabkan aritmia jantung dan konsentrasi
yang lebih tinggi lagi dapat henti jantung.6
Sekitar 95% kalium tubuh total terkandung di dalam sel dan hanya 2% dalam
cairan ekstraselular. Kegagalan tubuh dalam mengatur konsentrasi kalium
ekstraselular dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan kalium dari cairan
4
ekstraselular yang disebut hipokalemia. Demikian juga, kelebihan kalium dari cairan
ekstraselular disebut hiperkalemia. Pengaturan keseimbangan kalium terutama
bergantung pada ekskresi oleh ginjal.8
Periodik paralise adalah kelainan yang ditandai dengan hilangnya kekuatan
otot, umumnya terkait dengan abnormalitas K + dan abnormalnya respon akibat
perubahan K + dalam serum.8

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan /
paralisis otot akut. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak-anak,
sedangkan kasus yang ringan seringkali mulai pada dekade ketiga. Penyakit ini
sebagian besar bersifat herediter dan diturunkansecara autosomal dominan.
Prevalensi 1 per 100.000 populasi. Mekanisme yang mendasari penyakit ini
adalah malfungsi pada ion channel pada membrane otot skelet/ channelopathy.

Kelompok penyakit otot yang dikenal dengan periodik paralisis (PP)


cirinya adalah episode kelemahan flaksid otot yang terjadi pada interval yang
tidak teratur. Umumnya diturunkan dan lebih episode daripada periode. Penyakit
ini dapat dibagi dengan baik dalamkelainan primer dan sekunder. Karakteristik
umum PP primer sebagai berikut : (1) diturunkan; (2) umumnya dihubungkan
dengan perubahan kadar kalium serum; (3) kadang disertai myotonia; dan (4)
myotonia dan PP primer keduanya akibat defek ion channel. 9

2.2 Klasifikasi

1. Periodik paralisis hipokalemik familial

Salah satu bentuk primer dari periodik paralisis, disebabkan oleh satu
atau lebih mutasi pada channel ion kalsium, sodium dan potassium di
membran otot. Serangan akut, tiba-tiba potassium masuk ke dalam sel,
sehingga kadarnya rendah di plasma, bisa mencapai kurang dari 1,5 mEq/L.
Sering dicetuskan oleh stress, makanan tinggi karbohidrat, kelelahan.
Hipokalemi sering disertai hipophostamia dan hipomagnesemia.Ada 2
bentuk hipokalemi perodik paralisis yaitu bentuk paralitik dan miopatik.

Bentuk paralitik lebih sering terjadi, serangan secara episodik,


bervariasi (mulai fattique hingga flaksid), faktor pencetus utama adalah
berkeringat banyak, makanan tinggi karbohidrat.Sekitar 25% jatuh ke tipe
miopatik atau permanent muscle weakness. Bentuk miopatik, serangan
6
tidak bervariasi, kelemahan dirasakan setelah aktivitas berlebihan pada
masa anak – anak dan setelah usia pertengahan jadi permanent muscle
weakness. Pasien tidak pernah mengalami serangan lumpuh yang
episodik.10

7
2. Periodik paralisis hiperkalemik

Bangkit selalu seteah bekerja, kelumpuhan tidak berlangsung lama,


kadar kalium serum > 4,2 mEq/L
3. Periodik paralisis normokalemik

Jenis ini paling jarang ditemui. Patofisiologinya belum diketahui .


Serangan lebih berat dan lebih lama daripada paralisis periodik
hiperkalemia. Serangan dapat ditimbulkan oleh pemberian KCl dan
dapat dihentikan dengan pemberian NaCl. Serangan tidak dipicu
oleh pemberian insulin, glukosa ataupun kalium.9

2.3 Etiologi dan FaktorRisiko

Serangan kelemahan pada periodik paralisis biasanya disebabkan


oleh mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat yang tinggi,
makanan yang manis, alkohol dan aktivitas fisik yang berlebihan.
Sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah, dan
hiperinsulinemia. Pada wilayah subtropikal, adanya variasi musim juga
merupakan faktor resiko yang bisa memicu terjadi periodik paralisis,
seperti banyak mengkonsumsi minuman manis dengan es pada musim
panas.14

2.4 Patofisiologi

Pada kondisi normal keseimbangan ion intra seluler dan


ekstraseluler yang mengatur voltase potensial istirahat sel diatur oleh ion
Na+ dan K+ tubuh. Tetapi pada tirotoksik periodik paralisis, dimana kadar
kalium ektraseluler yang lebih rendah mengakibatkan keseimbangan
potensial kalium berubah lebih negative sehingga Na+ lebih banyak
masuk ke intraseluler dan kalium terlambat dan lebih sedikit yang keluar
ektraseluler. Hal ini mengakibatkan potensial istirahat sel berada pada
voltae -50mv dan menyebabkan gangguan elektrik dan otot tidak dapat

8
dieksitasi. Gejala – gejala yang diakibatkan oleh perubahan polarisasi
membran menyebabkan gangguan pada fungsi jaringan yang dapat
dieksitasi seperti otot.11

Gambar 2.1 Mekanisme kelemahan pada tirotoksik periodik paralisis14

2.5 Gejala Klinis

Pasien laki-laki usia 20 – 40 tahun sering terkena tirotoksik periodik


paralisis. Karakteristik serangan kelemahan otot berulang. Otot bagian
proksimal sering terkena lebih parah dibandingkan otot distal.Serangan
biasanya pertama kali pada ekstremitas bawah, lalu menjalar sampai ke
ekstremitas atas.Fungsi sensorik tidak terganggu.15

Pasien mengeluhkan lemah biasanya selama 1 – 72 jam. Adanya


gejala prodromal sebelum kelemahan seperti kram, nyeri dan kekakuan pada
otot. Reflek tendon dalam biasanya menurun atau menghilang. Meskipun
pasien juga bisa dengan keluhan tetraparese seperti pada Sindrom Gullain
Bare, Mielitis Transversa, Trauma Akut Medula Spinalis.14

Pada pasien periodik paralisis, fungsi kandung kemih dan usus tidak
terganggu. Kegagalan otot pernafasan, bulbar dan otot – otot ocular mata
pernah dilaporkan pada kasus yang berat.15

9
Gejala klinis tirotoksik periodik paralisis

1) Serangan berulang

2) Lebih sering mengenai anggota gerakbawah

3) Faktor pencetus seperti mengkonsumsi makanan yang tinggi


karbohidrat, tinggi Na, alcohol dan aktifitas fisikberlebihan
4) Riwayat keluarga hipertiroid

5) Adanya klinis hipertiroid

6) Pemeriksaan lab menunjukan hipokalemia

7) Penurunan ekskresi kalium dan fospat.14

2.6 Diagnosis

Diagnosis hipokalemi periodik paralisis harus dipertimbangkan pada


pasien dengan kelemahan otot yang melibatkan salah satu atau kedua anggota
gerak dengan onset mendadak, arefleksia, tanpa adanya perubahan kesadaran
dan adanya bukti hipokalemia dari labaoratorium.9

2.7 Diagnosis Banding

Sindrom Gullain Bare, Mielitis Transversa, Trauma akut medula


spinalis, dan psikogenik paralisis.11

2.8 Komplikasi

Kelemahan otot – otot pernafasan yang bisa memicu terjadinya gagal


nafas, pada kondisi serangan yang berat. Selain itu bisa menyebabkan
terjadinya aritmia.9

10
2.9 Tatalaksana

Penatalaksanaan periodik paralisis dan adanya hipokalemia pada hasil


pemeriksaan laboratorium, maka segera berikan suplemen kalium klorida
(KCL) baik secara oral ataupun parenteral. Pemberian regimen kalium yang
berlebihan bisa menyebabkan rebound hiperkalemi. Sehingga pemberian
regimen KCL harus diberikan secara perlahan. Pemberian regimen KCL tidak
bisa sebagai profilaksis untuk mencegah serangan kelemahan.12

Pemberian oral dan intravena propranolol juga bisa diplih sebagai


alternative untuk memberikan penyembuhan pada periodik paralisis tanpa
harus menyebabkan rebound hiperkalemia dan dapat menyebabkan
peningkatan kalium dan fospat serum. Pemberian dosis tinggi propranolol
secara oral (3 – 4 mg/kg) dapat menyembuhkan serangan periodik paralisis.12

Tirotoksik periodik paralisis tidak terjadi pada pasien dengan kondisi


eutiroid, sehingga pengkontrolan dari kondisi hipertiroid harus diidentifikasi.
Terapi definitive untuk pasien dengan Grave disease, multinodular groiter
yaitu radioaktif iodine atau tindakan tirodektoimi. Pasien juga harus
menghindari faktor pencetus seperti mengkonsumsi makanan tinggi
karbohidrat, diet tinggi Na, minum alkohol, dan aktivitas fisik yang
berlebihan.13,14

2.10 Prognosis

Baik, apabila penderita dapat menghindari faktor pencetus, seperti


mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat yang tinggi,
Natrium yang tinggi, dan aktifitas fisik yang berlebihan, serta kontrol
teratur.9

11
BAB III
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN :
Nama : Nn. SMT
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 20 tahun
Suku bangsa : Minangkabau
Alamat : Kubang Putih, Bukittinggi
Pekerjaan : Mahasiswi

Autoanamnesis :
Seorang pasien, Nn. SMT, perempuan,usia20 tahun datang ke IGD RS
Achmad Mochtar Bukittinggi dengan:
Keluhan Utama :
Lemah ke empat anggota gerak sejak ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Lemah keempat anggota gerak terjadi sejak±1 hari sebelum masuk rumah
sakit, terjadi tiba-tiba.
 Awalnya pasien sedang dalam perjalanan pulang menggunakan kendaraan
umum, kemudian pasien merasa lemah dan kaku pada kedua kaki. Setelah
beristirahat pasien juga merasakan kelemahan pada kedua tangan.
 Sakit kepala (+) sejak 10 tahun, terus-menerus, terasa seperti diikat, durasi
3-5 jam, hilang dengan minum obat.
 Nyeri ulu hati (+) sejak 6 hari yang lalu, terus menerus.
 Keluhan kebas pada keempat angggota gerak tidak ada.
 Gangguan BAB dan BAK tidak ada.
 Mual dan muntah tidak ada.
 Tidak ada keluhan gangguan penglihatan.
 Tidak ada keluhan sesak nafas.
 Tidak ada keluhan mulut mencong dan bicara pelo.
 Riwayat penurunan nafsu makan ada.

12
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat menderita keluhan yang sama ada +1bulan sebanyak 3x tapi
belum pernahdiobati.
 Riwayat demam (+) seminggu yang lalu, hilang timbul, tidak tinggi.
 Riwayat batuk (+) seminggu yang lalu, hilang timbul, tidak berdahak.
 Riwayat trauma sebelumnya tidak ada
 Riwayat tumor atau keganasan pada organ tubuh lain tidak ada

Riwayat penyakit keluarga :


 Riwayat menderita penyakit hipertensi tidak ada.
 Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada.
 Riwayat penyakit stroke tidak ada.
 Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.

Riwayat pribadi dan sosial :


 Pasien seorang mahasiswa dengan aktivitas fisik sedang.
 Riwayat konsumsi alkohol tidak ada.

PEMERIKSAAN FISIK
Umum
Keadaan umum :Sedang
Kesadaran :CM
Kooperatif :kooperatif
Nadi/ irama : 82x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Suhu : 37oC
Keadaan gizi : Overweight
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 62 kg
Turgor kulit : baik

13
Kulit dan kuku : pucat tidak ada, sianosis tidak ada
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Torak
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi :tidak tampak distensi
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas tidak ada
Palpasi : gibus tidak ada

Status neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
 Kaku kuduk :tidak ada
 Brudzinsky I :tidak ada
 Brudzinsky II :tidak ada
 Tanda Kernig : tidak ada

14
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
 Pupil isokor, diameter 3m/3mm , reflek cahaya +/+,
 Muntah proyektil tidak ada

3. Pemeriksaan nervus kranialis


N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif (+) (+)
Objektif (dengan bahan) Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan (+) (+)
Lapangan pandang (+) (+)
Melihat warna (+) (+)
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Ortho Ortho
Ptosis (-) (-)
Gerakan bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Ekso/endotalmus (-) (-)
Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Refleks cahaya (+) (+)
 Refleks akomodasi (+) (+)

 Refleks konvergensi (+) (+)

15
N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
 Membuka mulut (+) (+)
 Menggerakkan rahang (+) (+)
 Menggigit (+) (+)

 Mengunyah (+) (+)

Sensorik
 Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas (+) (+)
 Divisi maksila
- Refleks masetter (+) (+)
- Sensibilitas (+) (+)
 Divisi mandibula
- Sensibilitas (+) (+)

16
N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris
Sekresi air mata Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Fissura palpebra (+) (+)
Menggerakkan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Mencibir/ bersiul (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Sensasi lidah 2/3 depan (+) (+)
Hiperakusis (-) (-)
Plica nasolabialis Sama kiri dan kanan

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik (+) (+)
Detik arloji (+) (+)
Rinne tes Tidak diperiksa
Weber tes Tidak diperiksa
Schwabach tes Tidak diperiksa
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus (-) (-)
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala (-) (-)

17
N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang (+)
Refleks muntah (Gag Rx) (+)

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Ditengah
Menelan Tidak ada disfagia
Suara Tidak sengau
Nadi Teratur, 82x/menit

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan (+) (+)
Menoleh ke kiri (+) (+)
Mengangkat bahu kanan (+) (+)
Mengangkat bahu kiri (+) (+)

N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Tidak ada deviasi
Kedudukan lidah dijulurkan Tidak ada deviasi
Tremor (-)
Fasikulasi (-)
Atropi (-)

18
4. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Tidak diperiksa Tes jari hidung Normal
Romberg tes Tidak diperiksa Tes hidung jari Normal
Reboundphenomen Normal Supinasi-pronasi Normal
Test tumit lutut Normal

5. Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan Respirasi Teratur
Duduk Normal
b. Berdiri dan Gerakan spontan Sulit dinilai
berjalan Tremor (-)
Atetosis (-)
Mioklonik (-)
Khorea (-)

c. Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal Normal Kaki kanan sulit Kaki kanan sulit
digerakkan digerakkan
Kekuatan 444 444 333 333
Tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

6. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil ++/++
Sensibilitas nyeri ++/++
Sensiblitas termis ++/++
Sensibilitas kortikal ++/++
Stereognosis ++/++
Pengenalan 2 titik ++/++
Pengenalan rabaan ++/++

19
7. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Berbangkis (+) (+) Triseps (++) (++)
Laring (+) KPR (+) (+)
Masetter (+) (+) APR (+) (+)
Dinding perut Bulbokvernosus Tidak diperiksa
 Atas (-) (-) Cremaster Tidak diperiksa
 Tengah (-) (-) Sfingter Tidak diperiksa
 Bawah (-) (-)

b. Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Babinski (-) (-)
Hoffmann-Tromner (-) (-) Chaddocks (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Tungkai (-) (-)

8. Fungsi otonom
- Miksi : baik
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat: baik

20
9. Fungsi luhur : Baik
Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi bicara Spontan Reflek glabela (-)
Fungsi intelek Baik Reflek snout (-)
Reaksi emosi Normal Reflek menghisap (-)
Reflek memengang (-)
Reflek palmomental (-)

Pemeriksaan laboratorium
Darah
Rutin :
Hb : 13,5 g/dL (13,0 – 16,0 g/dL)
Leukosit : 6.680/mm3 (5.000 – 10.000/mm3)
Trombosit : 298.000/mm3 (150.000 – 400.000/mm3)
Hematokrit : 40,9% (37,0 – 43,0 %)
Kimia darah :
GDS : 108 mg/dl (70 - 105 mg/dL)
Ureum : 16,3 mg/dL (15,0 - 39,0 mg/dL)
Kreatinin : 0,5 mg/dL (0,7 - 1,2 mg/dL)
Natrium : 140,3mEq/l(135-147 mEq/l)
Kalium : 3,86mEq/l(3,5 – 5,5 mEq/l)
Clorida : 112,5mEq/l (100 – 106 mEq/l)

Rencana pemeriksaan tambahan


-

Diagnosis :
Diagnosis Klinis : Paraparese ec susp. Periodic Paralisis Normokalemia
Diagnosis Topik : Ion Channel Gate
Diagnosis Etiologi : Idiopatik
Diagnosis Sekunder : -

21
Diagnosis Banding
(-)

Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ed bonam
Quo ad sanam : dubia ed bonam
Quo ad fungsionam : dubia ed bonam

Terapi :
- Umum : Awasi keadaan umum (ABCD)
IVFD RL 12 jam/kolf
O2 2 L/menit
Khusus : Inj. Mecobalamin 2x1
Inj. Dexamethason 2x1
Inj. Omeprazol 2x1

Follow Up tanggal 06-11-2019 (Hari rawatan ke-1)


S/ Lemah anggota gerak bawah
Sakit kepala (+)
Nyeri ulu hati (+)
Sesak nafas (-)
O/ KU :sedang, Kesadaran : CMC, TD : 90/70, HR : 77, RR : 17, T : 36,7
SI :Pulmo: SN vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung :Irama regular, Murmur tidak ada, gallop tidak ada
SN :GCS : E4M6V5
Peningkatan TIK (-), TRM (-)
Mata : pupil isokor, Ø 3mm/3mm, RC +/+,
Motorik :555/555444/444
Sensorik (+) proprioseptif dan eksteroseptif baik
Otonom baik, Reflek fisiologis ++/++ ++/++, Reflek patologis --/-- --/--
A/ Paraparese ec susp. Periodik Paralisis Normokalemia
P/ Umum : Awasi keadaan umum (ABCD)

22
IVFD RL 12 jam/kolf
O2 2L / menit
Khusus : Inj. Mecobalamin 2x1
Inj. Dexamethasone 2x1
Inj. Omeprazol 1x1

Follow Up tanggal 07-11-2019 (Hari rawatan ke-2)


S/ Lemah anggota gerak bawah berkurang
Nyeri ulu hati (+)
Rasa ngilu di sendi-sendi tungkai bawah (+)
Demam (-)
Kebas (-)
O/ KU :sedang, Kesadaran : CMC, TD : 110/70, HR: 72, RR : 18, T : 36,8
SI :Pulmo : SN vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung :Irama regular, Murmur tidak ada, gallop tidak ada
SN :GCS : E4M6V5
Peningkatan TIK (-), TRM (-)
Mata : pupil isokor, Ø 3mm/3mm, RC +/+
Motorik :555/555444/444
Sensorik (+) proprioseptif dan eksteroseptif baik
Otonom baik, Reflek fisiologis ++/++ ++/++, Reflek patologis --/-- --/--
A/ Paraparese ec susp. Periodik Paralisis Normokalemia
P/ Umum : Awasi keadaan umum (ABCD)
IVFD RL 12 jam/kolf
O2 2L / menit
Khusus : Inj. Mecobalamin 2x1
Inj. Dexamethasone 2x1
Inj. Omeprazol 1x1

23
Follow Up tanggal 08-11-2019 (Hari rawatan ke-3)
S/ Lemah anggota gerak bawah berkurang
Nyeri ulu hati (+)
Rasa ngilu di sendi-sendi tungkai bawah (+)
Demam (-)
Kebas (-)
Sesak nafas (-)
O/ KU :sedang, Kesadaran : CMC, TD : 95/60, HR: 72, RR : 20, T : 36,7
SI :Pulmo : SN vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung :Irama regular, Murmur tidak ada, gallop tidak ada
SN :GCS : E4M6V5
Peningkatan TIK (-), TRM (-)
Mata : pupil isokor, Ø 3mm/3mm, RC +/+
Motorik :555/555444/444
Sensorik (+) proprioseptif dan eksteroseptif baik
Otonom baik, Reflek fisiologis ++/++ ++/++, Reflek patologis --/-- --/--
A/ Paraparese ec susp. Periodik Paralisis Normokalemia
P/ Umum : Awasi keadaan umum (ABCD)
IVFD RL 12 jam/kolf
O2 2L / menit
Khusus : Inj. Mecobalamin 2x1
Inj. Omeprazol 1x1
Sukralfat syr
KSR 2x1

24
BAB IV
DISKUSI

Seorang perempuan berusia 20 tahun dirawat di Bangsal Saraf RS


Achmad Mochtar dengan keluhan utama lemah ke empat anggota gerak. Lemah
ke empat anggota gerak sejak 1 hari sebelum masuk RS.Kelemahan dirasakan
pada kedua kaki dan kemudian pada tangan pasien. Pada pasien tidak ditemukan
adanya kebas pada tubuh dan tidak terdapat adanya mulut mencong,bicara pelo
dan hilangnya penglihatan. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan.
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis ditandai dengan kelemahan dari otot-
otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang
berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan tidak
ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak ada penyebab sekunder lain yang
menyebabkan hipokalemi. Paralisis yang terlokalisasi juga bisa menyertai
kelemahan.Hal ini merupakan keluhan yang juga dialami oleh pasien.Keluhan
tersebut dirasakan saat pasien sedang beristirahat setelah beraktivitas (memasak),
hal ini sesuai dengan karakteristik periodik paralisis yang biasanya terjadi saat
pasien bangun tidur atau istirahat setelah melakukan aktivitas.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan kelemahan motorik keempat anggota


gerak,tidak ada gangguan sensoris dan otonom, didapatkan reflek fisiologis dan
pemeriksaan nervus kranialis dalam batas normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik didapatkan adanya kelemahan anggota gerak tanpa disertai adanya gangguan
pada fungsi sensorik maupun motorik. Pemeriksaan laboratorium elektrolit
didapatkan nilai kalium 2,1 mmol/L, yang mana biasanya keadaan periodik
paralisis akibat hipokalemia mulai memunculkan manifestasi klinis ketika kadar
kalium darah <2,5mmol/L. Pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan
gambaran gelombang U yang prominent dan gambaran diafasik gelombang T
yang mana pada pasien dengan hipokalemi dapat ditemukan gambaran EKG
berupa depresi segmen ST, gambaran diafasik pada gelombang T dan gambaran
gelombang U yang prominent. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan penunjuang
ditegakkan dignosis klinis hipokalemia periodik paralisis. Diagnosis topik yaitu
Ion Channel Gate. Diagnosis etiologi yaitu idiopatik dd sekunder.

25
Terapi yang diberikan pada pasien berupa terapi umum dengan
pengawasan terhadap keadaan umum pasien (ABCD), pemberian IVFD RL
12jam/kolf dan O2 2L / menit. Terapi khusus yang diberikan adalah KCl drip 1
flaccon dalam 300cc RL habis dalam 6 jam. Dan pemberian KSR 2x600mg
.Untuk terapi pada hari berikutnya disesuaikan dengan nilai kalium darah, dan
dikoreksi dengan kalium sesuai kebutuhan. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah elektromiografi. Prognosis dari kasus ini adala dubia ad bonam.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Meola G. Diagnosis and New Treatment in Muscle Channelopathies. Journal


Neurology Neurosurgery Psychiatry. 2009;80:360-365.
2. Amato AA & Russell JA. Neuromuscular Disorders. China: The McGraw-Hill
Companies; 2008. p. 655-674.
3. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT. Acuan PANDUAN PRAKTIK
KLINIS NEUROLOGI. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia; 2016. p. 245.
4. Correia M, Darocki M, Hirashima EV. Changing Management Guidelines In
Thyrotoxic Hypokalemic Periodic Paralysis. Edinburhg. Elsevier. 2018; 1 – 5.
5. Han Wang Pin, Liu Ting Kuan, Wu Heng Yen, Yeh Jeng I. Periodic paralysis
with normokalemia in a patient with hyperthyroidism. Medicne. 2018: 97; 1-
3.
6. Karl R. Meyers, Donald H. Gilden, Charles F. Rinaldi, James L. Hansen.
Periodic muscle weakness, normokalemia, and tubular aggregates. Neurology.
22; 269.
7. Chinnery P F, Walls T J, Hanna M G, Bates D, Fawcett P R W.
Norrmokalemic periodic paralysis revisited: Does it exist? Annals of
Neurology. 2002 : 52(2); 241-252.
8. Mujais SK and Katz AI. 2009. Kalium deficiency. In: Seldin DW, Giebsich G,
3 th eds. The KIDNEY Physiology & patophysiology. Philadelphia:
Lippincott Williams & wilkins. pp. 1615 – 1646.
9. Kawamura S, Ikeda Y, Tomita K, et.al. A Family of Hypokalemic Periodic
Paralysis with CACNA1S Gene Mutation Showing Incomplete Penetrance in
Women. InternalMedicine Vol.43, No.3 March 2004. p 21-8-222.

10. Souvriyanti E, Pardede SO. Paralisis Periodik Hipokalemik pada Anak dengan
Asidosis Tubulus Renalis Distal. Jakarta. Sari Pediatri. 2008; 10(1): 53 –59.
11. Sardar Z, Waheed KA, Javed MA, Akhtar F, Rizwan S. Clinical and
Etiological Spectrum of Hypokalemic Periodic Paralysis in a Tertiary Care
Hospital in Pakistan. Lahore. Cureus. 2019; 2 –7.

27
12. Correia M, Darocki M, Hirashima EV. Changing Management Guidelines In
Thyrotoxic Hypokalemic Periodic Paralysis. Edinburhg. Elsevier. 2018; 1 –5.
13. Meseeha M, Parsamehr B, KisselK, Attia M. Thyrotoxic periodic paralysis: a
case study and review of the literature. USA. Journal of Community Hospital
Internal Medicine. 2017;7(2): 103 –106.
14. Kung WC. Thyrotoxic Periodic Paralysis : A Diagnostic Challenge. USA: J
clin Endocrinol Metab. 2006; 91(7):2490 –5.
15. Neki NS. Hypertiroid hypokalemic periodic paralysis. Pakistan journal of
medical sciences. 2016; 1051 –1052.

28

Anda mungkin juga menyukai