Anda di halaman 1dari 22

Bed Side Teaching

Pitiriasis Rosea

oleh:

Chintia Amalia 1840312283

Preseptor:

Dr. dr. Satya Wydya Yenny, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

dr. Tutty Ariani, Sp.DV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP. Dr. M. DJAMIL PADANG

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya


yang dimulai dengan sebuah lesi primer yang dikarakteristikkan dengan gambaran
herald patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian diikuti dengan
lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas.2

Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan


pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,
Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda
( rosea ).3
Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun1. Wanita lebih sering
terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.3
Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea.
Biasanya Pitiriasis Rosea didahului dengan gejala prodromal ( lemas, mual, tidak
nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe ). Setelah itu muncul
gatal dan lesi dikulit.4 Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti
Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya.2
Pitiriasis Rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh
karena itu, pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang
diberikan dapat berupa kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal untuk
mengurangi pruritus.3

2
1.2 Batasan Masalah

Bed side teaching (BST) ini akan membahas definisi, epidemiologi,


etiologi, pathogenesis, klasifikasi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis
banding, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, komplikasi, prognosis pada
pitiriasis rosea.

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan penulisan BST ini adalah untuk menambah wawasan sebagai


dokter muda mengenai pitiriasis rosea.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan BST ini merupakan studi kepustakaan yang merujuk ke


berbagai literatur.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan
rosea yang berarti berwarna merah muda. 4
Pitiriasis Rosea adalah erupsi kulit yang dapat sembuh sendiri, berupa plak
berbentuk oval, soliter dan berskuama pada trunkus (herald patch) dan umumnya
asimptomatik.3 Menurut Andrew (2006), pitiriasis rosea adalah peradangan kulit
berupa eksantema yang ditandai dengan lesi makula-papula berwarna kemerahan
(salmon colored) berbentuk oval, circinate tertutup skuama collarette, soliter dan
lama kelamaan menjadi konfluen.2 Ketika lesi digosok menurut aksis panjangnya,
skuama cenderung terlipat melewati garis gosokan (hanging curtain sign).2

2.2 Epidemiologi
Pitiriasis Rosea terjadi pada seluruh ras yang ada di dunia. Prevalensi
Pitiriasis Rosea adalah 0,13% pada laki-laki dan 0,14% pada wanita per total
penduduk dunia dengan usia antara 10-34 tahun.1
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda
dengan rentang usia antara 15-40 tahun. 50% kasus mengenai usia di bawah 20
tahun. Jarang terjadi pada bayi dan orang lanjut usia.2

2.3 Etiologi
Watanabe et al melakukan penelitian dan mempercayai bahwa Pitiriasis
Rosea disebabkan oleh virus. Mereka melakukan replikasi aktif dari Herpes Virus
( HHV )-6 dan -7 pada sel mononuklear dari kulit yang mengandung lesi,
kemudian mengidentifikasi virus pada sampel serum penderita.3 Jadi, Pitiriasis
Rosea ini merupakan reaksi sekunder dari reaktivasi virus yang didapatkan pada
masa lampau dan menetap pada fase laten sebagai sel mononuklear.1 Pitiriasis
Rosea juga dapat disebabkan oleh obat-obatan atau logam, misalnya arsenik,

4
bismut, emas, methopromazine, metronidazole, barbiturat, klonidin, kaptopril dan
ketotifen.1,3 Hipotesis lain menyebutkan peranan autoimun, atopi dan predisposisi
genetik dalam kejadian Pitiriasis Rosea.7

2.4 Gambaran Klinis


Tempat predileksi Pitiriasis Rosea adalah badan, lengan atas bagian proksimal
dan paha atas sehingga membentuk seperti gambaran pakaian renang. 2 Sinar
matahari mempengaruhi distribusi lesi sekunder, lesi dapat terjadi pada daerah
yang terkena sinar matahari, tetapi pada beberapa kasus, sinar matahari
melindungi kulit dari Pitiriasis Rosea. Pada 75% penderita biasanya timbul gatal
didaerah lesi dan gatal berat pada 25% penderita.1
1. Gejala klasik
Gejala klasik dari Pitiriasis Rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai
dengan lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau
anular dengan ukuran yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah
ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi mempunyai batas tegas yang
ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang terlepas yang juga
melekat pada kulit normal (skuama collarette). Lesi ini dikenal dengan nama
herald patch.1,2,3

Herald Patch

Gambar 2. Herald patch3

5
skuama

Gambar 3. Plak primer tipikal (herald patch)


menunjukkan bentuk lonjong dengan skuama halus di tepi bagian dalam plak 4

Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa
malaise, mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan pembengkakan
kelenjar limfe.4 Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu kemudian akan timbul
lesi sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan ditemukan 2 tipe lesi. Lesi
terdiri dari lesi dengan bentuk yang sama dengan lesi primer dengan ukuran
lebih kecil ( diameter 0,5 – 1,5 cm ) dengan aksis panjangnya sejajar dengan
garis kulit dan sejajar dengan kosta sehingga memberikan gambaran
Christmas tree. Lesi lain berupa paul-papul kecil berwarna merah yang tidak
berdistribusi sejajar dengan garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan
derajat inflamasi dan tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan.2

6
Gambar 4. Gambaran menyerupai pine tree

2. Gejala atipikal
Terjadi pada 20% penderita Pitiriasis Rosea. Ditemukannya lesi yang tidak
sesuai dengan lesi pada Pitiriasis Rosea pada umunya. Berupa tidak
ditemukannya herald patch atau berjumlah 2 atau multipel. Bentuk lesi lebih
bervariasi berupa urtika, eritema multiformis, purpura, pustul dan vesikuler.3
Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah aksila, inguinal, wajah, telapak
tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal membuat diagnosis dari
Pitiriasis Rosea menjadi lebih sulit untuk ditegakkan sehingga diperlukan
pemeriksaan lanjutan.

7
Gambar 5. Diagram skematik plak primer ( herald patch ) dan distribusi tipikal plak sekunder
sepanjang garis kulit pada trunkus dalam susunan Christmas tree3

2.5 Diagnosa Banding


a. Sifilis sekunder
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum,
merupakan lanjutan dari sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan timbulnya
chancre. Gejala klinisnya berupa lesi kulit dan lesi mukosa. Lesi kulitnya
non purpura, makula, papul, pustul atau kombinasi, walaupun umumnya
makulopapular lebih sering muncul disebut makula sifilitika.2 Perbedaannya
dengan Pitiriasis Rosea adalah sifilis memiliki riwayat primary chancre
(makula eritem yang berkembang menjadi papul dan pecah sehingga
mengalami ulserasi di tengah) berupa tidak ada herald patch, limfadenopati,

8
lesi melibatkan telapak tangan dan telapak kaki, dari tes laboratorium VDRL
(+).9

Gambar 6. Sifilis Sekunder

b. Tinea korporis
Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit Trichophyton
rubrum pada daerah muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala
klinisnya adalah gatal, eritema yang berbentuk cincin dengan pinggir
berskuama dan penyembuhan di bagian tengah. Perbedaan dengan Pitiriasis
Rosea adalah pada Tinea korporis, skuama berada di tepi, plak tidak
berbentuk oval, dari pemeriksaan penunjang didapatkan hifa panjang pada
pemeriksaan KOH 10%.9

Gambar 7. Tinea Corporis

9
c. Dermatitis numuler
Adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada dewasa yang ditandai
dengan plak berbatas tegas yang berbentuk koin ( numuler ) dan dapat
ditutupi oleh krusta. Kulit sekitarnya normal. Predileksinya di ekstensor.
Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada Dermatitis Numuler, lesi
berbentuk bulat, tidak oval, papul berukuran milier dan didominasi vesikel
serta tidak berskuama.2

Gambar 8. Dermatitis Numuler

d. Psoriasis gutata
Adalah jenis psoriasis yang ditandai dengan eupsi papul di trunkus
bagian superior dan ekstremitas bagian proksimal. Perbedaan dengan
Pitiriasis Rosea adalah pada Psoriasis gutata, aksis panjang lesi tidak sejajar
dengan garis kulit, skuama tebal.2

Gambar 9. Psoariasis Gutata

10
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Umumnya untuk menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea tidak dibutuhkan
pemeriksaan penunjang. Namun dalan hal diagnosis susah ditegakkan, kita
membutuhkan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding lain.
Dapat dilakukan pemeriksaan serologis RPR (Rapid Plasma Reagin) dan FTA-
Abs (Fluoresent Treponemal Antibody Absorbed) untuk skrining sifilis. Dapat juga
dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% untuk membedakan dengan
Tinea Korporis. 8

2.7 Terapi
1. Umum
Walaupun Pitiriasis Rosea bersifat self limited disease ( dapat sembuh sendiri
), bukan tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi yang muncul.
Untuk itu diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :
- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama
- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap
selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu.
Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa Pitiriasis Rosea berlangsung
hingga 3-4 bulan
- Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan
mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang
mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi
menjadi bertambah berat.
2. Khusus
- Topikal
Untuk pengobatan yang bersifat simtomatik, untuk gatalnya dapat
diberikan obat topical berupa bedak asam salisilat yang dibubuhi mentol
½ - 1%.

11
- Sistemik
Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa
gatal.4 Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan
kortikosteroid sistemik atau pemberian triamsinolon diasetat atau asetonid
20-40 mg yang diberikan secara intramuskuler.7
- Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis yang
dapat diberikan 5x800mg selama 1 minggu.2 Pemakaian sinar radiasi
ultraviolet B atau sinar matahari alami dapat mengurangi rasa gatal dan
menguranngu lesi.2
- Penggunaan sinar B lebih ditujukan pada penderita dengan lesi yang luas,
karena radiasi sinar ultraviolet B (UVB) dapat menimbulkan
hiperpigmentasi post inflamasi.2

2.8 Prognosis
Prognosis baik karena penyakit dapat sembuh spontan, biasanya dalam waktu
3 – 8 minggu. Beberapa kasus menetap sampai 3 bulan. Pitiriasis rosea jarang
kambuh, tetapi dapat terjadi kekambuhan pada 2% kasus.9

12
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Y
Umur/Tgl Lahir : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No RM RS : 13.50.24
Alamat : Padang
Negeri Asal : Indonesia
Agama : Islam
Suku : Minang

ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan, berusia 58 tahun datang ke poliklinik kulit dan


kelamin RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 4 Oktober 2018, dengan:

Keluhan Utama

Bercak merah yang terasa gatal pada leher, dada, perut, punggung dan tungkai
sejak 2 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

 Awalnya muncul bercak merah pada perut sebelah kanan yang semakin
meluas hingga leher, dada, punggung dan tungkai sejak 2 minggu yang lalu,
terasa gatal hingga mengganggu tidur.
 2 minggu yang lalu, pasien demam disertai meriang selama 3 hari.

13
 Pasien mengganti baju 2x sehari, ketika berkeringat pasien tidak langsung
mengganti baju.
 Pasien menyangkal adanya kontak dengan hewan, berkebun, dan penggunaan
barang seperti pakaian, handuk, secara bersamaan dengan keluarga.

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada bercak merah yang gatal sebelumnya.

Riwayat Pengobatan

Pasien memakai bedak kocok kaladin 2 minggu yang lalu untuk mengurangi
rasa gatal, namun tidak ada perubahan pada keluhan pasien.

Riwayat Keluarga/Atopi

 Riwayat anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti ini


sekarang ataupun sebelumnya disangkal.
 Riwayat alergi obat disangkal.
 Riwayat alergi makanan disangkal.
 Riwayat alergi serbuk bunga disangkal.
 Riwayat galigata disangkal.
 Riwayat bersin-bersin di pagi hari disangkal.
 Riwayat asma disangkal.
 Riwayat mata merah dan berair disangkal.
 Anggota keluarga yang memiliki riwayat atopi seperti yang disebutkan diatas
disangkal.

14
PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit ringan.

Kesadaran : Komposmentis Kooperatif.

Status Gizi : Baik.

Tekanan darah : 120/80 mmHg.

Nadi : 81x/menit.

Nafas : 18x/menit.

Suhu : Dalam batas normal.

Mata : Dalam batas normal.

Kuku : Tidak ditemukan kelainan.

KGB : Tidak ditemukan tanda-tanda pembesaran KGB.

Pem. Thoraks : Dalam batas normal.

Pem. Abdomen : Dalam batas normal.

Status Dermatologikus

Lokasi : Leher, dada, punggung, perut, paha.

Distribusi : Terlokalisir.

Bentuk : Oval, bulat, tidak khas.

Susunan : Diskret

Batas : Tegas

15
Ukuran : Lentikular - Numular

Efloresensi : Skuama putih kasar, plak eritema.

Gambar 2.1
pitiriasis rosea pada Gambar 2.2 pitiriasis rosea leher, dada,
dan perut pasien pada perut pasien

Gambar 2.3 pitiriasis rosea Gambar 2.4 pitiriasis rosea


di punggung pasien di tungkai pasien

Status Venerelogikus : Tidak dilakukan pemeriksaan.


Kelainan selaput : Tidak ditemukan kelainan.
Kelainan kuku : Tidak ditemukan kelainan.
Kelainan rambut : Warna rambut hitam tapi mudah rontok.
Kelainan kelenjar limfe : Tidak ada tanda-tanda pembesaran kelenjar limfe.

16
RESUME

Pasien perempuan usia 58 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP.
Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan utama bercak merah yang terasa gatal pada
leher, dada, perut, punggung dan tungkai sejak 2 minggu yang lalu.

Awalnya muncul bercak merah pada perut sebelah kanan yang semakin
meluas hingga leher, dada, punggung dan tungkai sejak 2 minggu yang lalu, terasa
gatal hingga mengganggu tidur. Dua minggu yang lalu, pasien demam disertai
meriang selama 3 hari. Pasien mengganti baju 2x sehari, ketika berkeringat pasien
tidak langsung mengganti baju. Pasien menyangkal adanya kontak dengan hewan,
berkebun, dan penggunaan barang seperti pakaian, handuk, secara bersamaan dengan
keluarga.

Status dermatologikus : Lokasi di leher, dada, perut, punggung, dan tungkai.


Distribusi terlokalisir. Bentuk oval, bulat, dan tidak khas dan susunan diskret. Batas
tegas. Ukuran lentikular sampai numular, dengan efloresensi plak eritem, plak eritem
dengan skuama putih kasar diatasnya.

DIAGNOSIS KERJA

Pitiriasis Rosea

DIAGNOSIS BANDING

Tinea Korporis

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Pemeriksaan KOH  tidak ditemukan hifa maupun spora.

17
PEMERIKSAAN ANJURAN

DIAGNOSIS

Pitiriasis Rosea.

PENATALAKSANAAN UMUM

 Menjelaskan kepada pasien bahwa pitiriasis rosea bersifat self limited disease
(dapat sembuh sendiri), pasien dapat terganggu dengan lesi yang muncul.
Untuk itu diperlukan penjelasan kepada pasien mengenai:
- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama
- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap
selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu.
Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa Pitiriasis Rosea berlangsung
hingga 3-4 bulan
 Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai perjalanan penyakit (tujuan
pengobatan, hasil yang diharapkan, lama dan cara penggunaan obat)
 Penatalaksanaan yang penting pada pitiriasis rosea adalah dengan mencegah
bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang mengandung wol,
air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi menjadi bertambah berat.
 Menjelaskan kepada pasien untuk selalu kontrol kerumah sakit.

PENATALAKSANAAN KHUSUS

- Cetirizine 1 x 10 mg
- Asiklovir 3 x 400 mg selama satu minggu

18
PROGNOSIS

Quo Ad Sanam : Dubia Ad Bonam.

Quo Ad Vitam : Bonam.

Quo Ad Kosmetikum : Bonam.

Quo Ad Functionam : Bonam.

Resep Pitiriasis Rosea

dr. Chintia Amalia


SIP.005/07/20145
Praktek Umum
Praktek Senin – Jumat
Pukul 16.00 - 20.00
Jalan Perintis Kemerdekaan no.15, Padang
Telp. 0751-4831675

Padang, 4 Oktober 2018

R/ Asiklovir tab 400 mg No.XXI


s 3 d d tab I
R/ Ceterizine tab 10 mg
s 1 d d tab I

Pro : Ny. Y
Umur : 58 Tahun
Alamat : Padang

19
BAB IV
DISKUSI

Pasien perempuan usia 58 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP.
Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan utama bercak merah yang terasa gatal pada
leher, dada, perut, punggung dan tungkai sejak 2 minggu yang lalu. Identitas pasien
ini sesuai denganyang tertulis dalam Fitzpatrick bahwa Pitiriasis Rosea pada wanita
lebih banyak daripada laki-laki. Keluhan utama sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa Pitiriasis Rosea adalah kelainan kulit yang muncul lesi berwarna eritema di
area yang tertutup baju. Pasien yang merasakan gatal hingga mengganggu tidur juga
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa 25% pasien pitiriasis rosea merasakan
gatal berat. Area predileksi pasien juga sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa
area predileksi Pitiriasis Rosea adalah di badan, dan paha. Ditemukannya erupsi kulit
yang berupa plak berbentuk oval, soliter dan berskuama pada trunkus atau herald
patch, sesuai dengan gambaran lesi pertama pada pitiriasis rosea.
Pada pasien dirasakan gejala berupa demam disertai meriang selama 3 hari
pada 2 minggu hal ini sesuai dengan gejala prodromal pada pitiriasis rosea (lemas,
mual, tidak nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe).
Dalam kasus ini diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, gejala klinis,
dan hasil pemeriksaan fisik. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
kasus Pitiriasis Rose dapat ditegakkan langsung berdasarkan temuan klinis dan
pemeriksaan fisik.
Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi berupa antihistamin untuk gatalnya,
yaitu ceterizine 10 mg. Pasien juga mendapat terapi oral berupa asiklovis 400 mg per
hari selama 1 minggu sebagai terapi awal perjalanan penyakit yang disertai dengan
flu-like symtomps atau keterlibatan kulit yang luas.

Pada pasien Pitiriasis Rosea, edukasi merupakan hal yang sangat penting
diberikan. Edukasi yang dapat diberikan pada pasien ini adalah menjelaskan bahwa
penyakit ini dapat sembuh sendiri bergantung sistem imun pasien. Sehingga perlu

20
diberikan edukasi pada pasien agar selalu menjaga kesehatan dan menyarankan
pasien agar selalu menjaga pikirannya. Selain itu juga menjelaskan pada pasien
bahwa penyakit ini tidak menular, sehingga pasien tidak perlu minder dan tetap
bergaul seperti biasa.

Untuk lesi yang sekarang dialami pasien juga perlu dijelaskan bahwa lesi tersebut
dapat hilang sendiri tanpa meninggalkan bekas, sehingga pasien tidak perlu khawatir
akan timbulnya kecacatan kosmetik akibat penyakit yang diderita pasien. Perlu
diingatkan pada pasien jika merasa gatal pada kulitnya agar tidak digaruk. Karena
dengan menggaruk area kulit yang gatal dapat menyebabkan luka yang nanti dapat
meningkatkan resiko terjadinya infeksi sekunder. Selain itu bekas luka itu nanti juga
dapat meyebabkan kecacatan kosmetik.

Prognosis baik karena penyakit dapat sembuh spontan, biasanya dalam waktu
3 – 8 minggu. Beberapa kasus menetap sampai 3 bulan. Pitiriasis rosea jarang
kambuh, tetapi dapat terjadi kekambuhan pada 2% kasus.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine


Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 362-265.

2. Sterling, J.C. Viral Infections. In : Rook’s textbook of dermatology.—7th ed.


2004. 25.79-82.

3. Lichenstein, A. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com pada


tanggal 15 Agustus 2010.

4. Broccolo F, Drago F, Careddu AM, et al. Additional evidence that pityriasis


rosea is associated with reactivation of human herpesvirus-6 and -7. J Invest
Dermatol. 2005; 124:1234-1240.

5. Stulberg, D. L., Jeff W. Pityriasis Rosea. Am Fam


Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91. Diunduh dari
www.aafp.org/20040101/p47.html pada tanggal 15 Agustus 2010.

6. Chuh, A et al. 2004. Pityriasis Rosea – evidence for and against at infectious
disease. Cambridge University Press :Cambridge Journal 132:3:381-390.

7. Galvan, S V et al. 2009. Atypical Pityriasis Rosea in a black child : a case


report. Cases Journal Vol 2 : 6796.

8. Zawar, Vijay. 2010. Giant Pityriasis Rosea. Indian Journal Dermatology.


Aprl-Jun; 55(2): 192–194.

9. Djuanda A, Triestianawati W. 2016. Pitiriasis Rosea. Dalam: Ilmu Penyakit


Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-7. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia, hal. 225-227.

22

Anda mungkin juga menyukai