Anda di halaman 1dari 46

Teori Dasar Kromatografi

Slamet Ibrahim
Marlia Singgih Wibowo
Teori Lempeng
• The Plate Theory (Martin & Synge, 1941)
• Kolom terdiri dari irisan/lempeng tipis yg dikenal sebagai
HETP (Height Equivalent to Theorytical Plate) disingkat
sebagai H (tinggi kolom)
• H=L/N
• τ= σ
L/tR
• H=σ2/L, dimana L=panjang kolom,
• N=jumlah lempeng pd kolom (diadopsi dari teori kolom
distilasi)
N = ( tR/ σ )2 , karena W = 4 σ , maka :
N = 16 (tR/Wb)2 = 5,54 (tR/ W1/2 )2………(14)

tR
tR > → N > , H <
tm
W1/2 Wb < → N > , H <
N >> sangat efisien dan
W=4σ kromatogram akan ramping
dan tidak melebar (kolom
H = L Wb2 / 16 tR2 efisien)

Pemisahan terjadi dari lempeng ke lempeng dalam kolom,


semakin banyak N maka pemisahan semakin baik
Kurva Gaussian
• Kromatogram diasumsikan sbg kurva
Gaussian , pd daerah 96% : µ±2σ, W=4τ,
• τ= σ
L/tR

k’
Neff = N ( -------- )2
k’ + 1
tR - tm tR’
k’ = ----------- = ------
tM tM
Teori Laju
• Persamaan Van Deemter

H=A+B/µ +C µ …… (15)

dimana H=tinggi lempeng dan µ = laju fase gerak


dalam kolom, A,B dan C = tetapan yang akan
mempengaruhi H
• Teori ini mengidentifikasi faktor yg berpengaruh
pada pelebaran kromatogram :
• Faktor A : pengaruh neka alur dan difusi
pusaran (Eddy) > multiple plates
A= 2 λ dp
• Faktor B : pengaruh difusi molekul
B=2 γ DM
• Faktor C : pengaruh tahanan terhadap alih
massa
C=1/6 dp/DM
H= 2λ dp + 2γ Dm/µ +{f1k’d2p/Dm +f2k’d2f/(γ+1)Ds} µ
(pers lengkap van Deemter)

H H=A + B/µ + C.µ

C.µ

Hmin

A
B/µ

µops µ

Hmin = A + 2 √ BC A = 2λ dp , B = 2γ Dm , C = 1/6 dp/Dm

µops = √ B/C
Menghitung Hmin dan µops
• Jika H dirajah terhadap µ maka
C = Cm+Cs
• Hasil diferensial pers.Van Deemter :
dH/dµ = - B/µ2 + C ……(16)
Pers (2) hrs =0 utk mencapai µ optimal sehingga
0 = - B/µ2 + C, maka µ ops = √B/C ….(17)
• Utk menghitung Hmin , pers (3) dimasukkan ke
pers (1) sehingga :
Hmin = A + 2 √B/C ……(18)
• Bentuk lengkap persamaan van Deemter
menjadi :

H= 2λ dp + 2γ Dm/µ +{f1k’d2p/Dm +f2k’d2f/(γ+1)Ds} µ

Suku A Suku B Suku C


• Rajah persamaan Van Deemter utk
kromatografi gas dan cair :

Krom Gas
H (mm)

Krom Cair

µ = cm . S-1
• Pada KG dan KC keduanya menunjukkan harga Hmin pada
µops
• Dibawah µops harga H sngt bergantung pada efek difusi
(suku B) , sedangkan diatas µops , H dipengaruhi oleh
tahanan alih masa (suku C)
• Pada KC kenaikan H oleh pengaruh µ tidak sedrastis KG.
Efisiensi kolom (Hmin) terlihat pada laju fase gerak yg
rendah, jadi KC membutuhkan wkt pemisahan yg lebih
lama dibandingkan KG.
• Laju fase gerak (laju alir) tdk penting dlm menentukan Hmin
atau efisiensi kolom N
• Laju fase gerak yg tinggi tdk banyak mempengaruhi H
• Pelebaran puncak kromatogram dpt jg
dipengaruhi oleh bagian lain dari
kromatograf (selain kolom) terutama pada
KC, mis. pada sistem injektor, pipa
sambungan dan dalam detektor
• Extra Column Dispersion : pelebaran pita
bukan karena kolom
Pengaruh pelebaran ekstra kolom
terhadap lebar puncak kromatogram

WT 2 =WB 2 + WA 2
dimana
WT adalah lebar puncak yg teramati (dinatakan
sebagai volume)
WB = pelebaran puncak oleh kolom
WA = pelebaran ekstra kolom
Sehingga WT > WB
Cara menentukan harga A,B dan C
• Buat kromatogram utk suatu puncak yg menggunakan 3
laju fase gerak yg berbeda. Diperoleh H1 utk µ1, H2 utk
µ2 dan H3 utk µ3, yg ditentukan dari rumus
H = L/N = L/16 (W/tR)2 , L=panjang kolom
• Buat 3 pers.van Deemter utk ketiga H tadi, dgn µ yg
telah diketahui (ditentukan dari awal)
H1 = A+B/µ1+C.µ1 , dst..
• Hitunglah harga A,B dan C dari ketiga pers.tsb
Catatan :
Berlaku utk KG
Faktor yg mempengaruhi Retensi
• Migrasi solut melalui kolom dipengaruhi oleh
distribusi spesi solut dlm fase diam dan fase
gerak
• Retensi dikendalikan oleh faktor yang
mempengaruhi distribusi :
– Komposisi fase gerak
– Sifat alami fase diam
– Suhu
– Tekanan (secara teori tekanan mempengaruhi
distribusi solut dalam KG)
KROMATOGRAFI

• Pada KG fase gerak tdk turut dlm pemisahan,


hanya sbg pembawa solut berbentuk gas melalui
kolom
• Pada KC komposisi dan sifat fase geraklah yg
mengendalikan pemisahan
• Faktor yg mempengaruhi retensi dapat dipelajari
melalui interaksi yg terlibat antara solut dengan fase
diam dan fase gerak selama pemisahan
Interaksi pada Kromatografi Gas

• Fase gerak hanya pembawa aja, maka


retensi/migrasi dikendalikan oleh interaksi
antara solut dgn fase diam
• Prinsip “like has an affinity for like”
• Utk Fase diam tidak polar : interaksi yg
terjadi adalah jenis “daya dispersi
London”, tidak ada interaksi coulombik
(ionik), dipolar atau dipolar terinduksi
• Utk Fase diam polar : interaksi dipol-dipol
Interaksi dalam fase diam yang tidak polar

• Molekul solut yg tidak polar akan ditahan secara kuat


dibandingkan dengan mol solut yg polar. Molekul polar
akan terelusi lebih awal (migrasinya cepat). Solut tidak
polar akan terelusi lambat karena diretensi secara kuat
• Perbedaan dlm daya dispersi terlihat pada titik didih
(tekanan uap) komponen campuran yg akan dipisahkan.
Dua jenis solut (polar dan tidak polar) akan terpisahkan
dimana yg titik didih rendah (tek.uap tinggi) akan terelusi
lebih awal dibandingkan solut yg titik didihnya lebih
tinggi
• Urutan elusi : retensi lemah – retensi sedang – retensi
kuat
Interaksi dalam fase diam yang polar

• Afinitas yg sangat besar akan diperlihatkan oleh


molekul solut yg polar karena interaksi dipol-
dipol, oleh karena itu molekul yg polar akan
terelusi lambat (retensi kuat) dan molekul yg
tidak polar akan terelusi lebih cepat
• Molekul yg dapat terpolarisasi dpt memunculkan
intraksi dipol-dipol terinduksi dan retensinya
akan tergantung pada derajat interaksi yg
muncul
• titik didih kurang berpengaruh thp retensi
dibandingkan dgn interaksi polar-polar
KROMATOGRAFI

+
• Interaksi dipol-dipol

+ - -
- + - +

• Interaksi dipol-dipol terinduksi


+ -
terinduksi
+ - - +
KROMATOGRAFI

• Misalnya : metanol (lebih polar), dietileter


(kurang polar) dan metil asetat (tidak polar)
disuntikkan ke dalam sistem KG dengan fase
diam skualan (tidak polar, hidrokarbon), maka
hasilnya sbb:
3
1. Metanol
respon

1 2. Dietileter
2 3. Metil asetat

Waktu (menit)
KROMATOGRAFI

• Skualan bersifat non-polar maka urutan elusi :


metanol – dietileter – metil asetat
• Metanol bersifat polar walaupun td=65º C (paling
tinggi) tidak ditahan krn afinitasnya kecil thp
skualan, jadi terelusi lebih awal
• Dietileter td=36ºC dan kurang polar terelusi
kemudian, dan metil asetat td=57ºC terelusi terakhir
karena dietil eter lebih mudah volatil
• Bila kolom yg digunakan adalah PEG
(polar) maka urutan elusinya adalah : (1)
dietileter – (2) metilasetat – (3) metanol
2
3
respon

menit
Interaksi pada Kromatografi Cair
Solut
• Ada 3 jenis interaksi :

Fase diam Fase gerak

• Agar terpisah dgn baik, ketiga jenis interaksi tsb


harus dioptimasi
• Suatu solut dpt melewati kolom (fase diam) bila
larut dlm fase gerak. Bila interaksi solut dgn fase
gerak sangat kuat maka akan sedikit atau tdk
ada yg diretensi oleh fase diam. Demikian
sebaliknya
KROMATOGRAFI

• Interaksi fase diam dan fase gerak umumnya tdk


kuat. Jika fase diam melarut dalam fase gerak
akan menimbulkan masalah. Cara
mengatasinya : fase diam dibuat terikat secara
kimia (BPC)
• Interaksi fase diam-gerak diperlukan jika fase
gerak mengandung molekul atau ion yg akan
ditahan oleh fase diam, dgn cara membentuk
fase diam sekunder yg selektif dalam
pemisahan, misalnya pada krom.pas ion dan
krom.kompleks liganda
KROMATOGRAFI

• Utk mengendalikan interaksi fase diam-


gerak, perlu pengaturan komposisi fase
gerak daripada mengubah sifat alamiah
fase diam melalui elusi isokratik atau
landaian
Pengaruh polaritas fase gerak terhadap retensi
Utk suatu analit :
Log k’2/k’1 = ½ (P’1 – P’2)

k’B < k’A, tRB < tRA

Fase diam: polar


Fase Normal
Fase gerak: kurang polar

Fase Balik Fase diam:kurang polar


Fase gerak: polar

k’A > k’B, tRA > tRB

Utk suatu analit :


Log k’2/k’1 = ½ (P’2 – P’1)
Parameter Kualitas Pemisahan
• Pemisahan yg bermutu baik berkaitan dgn
kompromi antara daya pisah kromatografi
(resolusi), waktu pemisahan dari
banyaknya sampel yg akan dianalisis
• Jenis profil kromatogram ada beberapa
macam :
– Simetris, dasar puncak sempit
– Simetris, dasar puncak lebar
– Tidak simetris
Simetris, dasar puncak sempit

Simetris, dasar puncak lebar

1
2
Tidak simetris

W1

W2
• Gambar/profil kromatogram tergantung pada :
– Kualitas fase diam
– Komposisi dan polaritas fase gerak
– Suhu
– Solut (konsentrasi, kasaman/kebasaan)
• Kualitas kromatogram tergantung pada :
– Tinggi puncak
– Lebar dasar puncak (diameter bercak)
– Kesimetrisan
Resolusi
• Resolusi = daya pisah dua puncak/bercak dapat
diukur secara kuantitatif dari kromatogram yang
diperoleh
tRA
tRB

tm
A B

Wa Wb

Rs = tRB – tRA / ½ (WB+WA)


= 2 (tRB – tRA ) /(WB+WA)
Rs > 1 jika 2(∆ tR) > (WA + WB)……(a)
Rs < 1 jika 2(∆tR) < (WA + WB)…….(b)
∆tR

….(a)

WA WB

…(b)
Untuk Kromatografi Planar
Rs dipengaruhi oleh jarak
antara kedua pusat bercak
dan diameter bercak

Rs = 2(Zi-Zii)/(bi+bii)
= 2∆Z /(bi+bii)
Pada sistem A :
Rs>1 karena 2∆Z > (bi+bii)
Pada sistem B :
Rs<1 karena 2∆Z < (bi+bii)
Selektivitas (α)
Selektifitas (daya pilih kolom) merupakan fungsi termodinamika proses
pemisahan, yang dapat diukur dengan waktu retensi relatif :

α = tR2 – tm / tR1 – tm = t’R2 / t’R1 = k2/k1

Disebut juga ratio antara waktu retensi terkoreksi solut 1 dan 2, atau ratio
koefisien distribusi solut 1 dan 2 (k juga dapat sebagai koefisien partisi,
koefisien permeasi, koefisien adsorpsi, dll)
Selektifitas sangat ditentukan oleh harga k masing-masing solut yang
akan dipisahkan. Harga k dpt dipengaruhi oleh komposisi fase gerak, sifat
alami fase diam dan suhu serta sifat alami solut
Pengaruh retensi terhadap resolusi
Jika WA=WB=W
tRB
Dengan perhitungan N, k’ maka
tRA
Rs = 0,25 √N (α-1/α) ( k’B/1+k’B)
A B
WA WB
Efisiensi Selektifitas Retensi

Untuk menghitung N dari Rs yang diinginkan adalah :


N = 16 Rs2 (α/α-1)2 (1+k’B / k’B)2
Untuk menghitung waktu retensi dari Rs adalah :
tRB = (16 Rs2 H / µB) (α/α-1)2 (1+k’B)3 / (kB)2
Jika Rs=1,5 dan k’2 = 2 maka
(α-1) . √N = 10
Untuk solut yang migrasinya lambat dan k’nya besar maka
tRB dpt dihitung sbb:
tRB = L / µB = L / µm (1+k’B)
dimana L=panjang kolom, µB = laju alir solut dan µm = laju
alir fase gerak
Karena L=NH, maka
tRB = NH (1+k’B) / µm
Jika digabung dengan persamaan N maka :
tRB = (16 Rs2 H / µm) (α/α-1)2 (1+k’B)3 / (k’B)2

Dari persamaan ini dpt dilihat bahwa jika α dan


k’B tetap, maka tR berbanding lurus dengan Rs2
dan H
tR1/tR2 = (Rs21)/(Rs22) . H1/H2
Penentuan k’2 optimum
• Harga k’2 perlu ditentukan utk memperoleh
waktu pemisahan yg singkat dengan
resolusi yg baik

Rs = 0,25 √N (α-1/α) ( k’2/(1+k’2))

Q
Dan
tRB = (16 Rs2 H / µm) (α/α-1)2 (1+k’B)3 / (k’B)2

Q’
Jika Q dan Q’ dipertahankan tidak berubah, maka rajah
antara Rs/Q dan tR(B) /Q’ terhadap k’2 dpt digambarkan
sbb:
Rs/Q atau tR/Q’

k’2
0 1 2 5 10
k’2 > 10 harus dihindari karena peningkatan Rs sangat
kecil tetapi waktu pemisahan bertambah lama. Waktu
optimum diberikan pada k’2 = 2, tetapi utk analisis
biasanya k’2 optimum diberikan antara 1 – 5 . Dengan
demikian k’2 optimum adalah :
1 ≤ k’B ≤ 5 atau 1 ≤ k’B ≤ 10
Rs berbanding lurus dengan k’/(1+k’), maka Rs
dapat ditingkatkan dengan membuat k’ menjadi
besar

k’ k’/(1+k’)
0 0
1 0,5
2 0,67
3 0,75
4 0,80
5 0,83
10 0,91
~ 1,00
Pengaruh N terhadap Rs
• Asumsi : jika α dan k’ tidak berubah maka Rs
berbanding lurus dengan √N.
• Karena N berbanding lurus dengan L, maka Rs
berbanding lurus dengan √L.
• Jadi jika L diperpanjang 2x maka N dapat menjadi
2xlipat lebih banyak
• Resolusinya meningkat hanya 1,4x dengan waktu
pemisahan meningkat 2x :

Rs1/Rs2 = √N /√2N = √L /√2L = 1/√2 = 1/1,4


Rs 2 = 1,4 . Rs 1
Resume faktor dan parameter dalam
Kromatografi

FASE DIAM tR, Rf


FASE W, Zb
GERAK
k’, α
TEKNIK PEMISAHAN
ELUSI Rs
KROMATOGRAFI
SUHU N

MODIFIER Koef variasi

pH
Parameter
Faktor yang harus pemisahan/kualitas
dijaga/dikendalikan kromatografi
Faktor berpengaruh pada kromatografi

Φp=fraksi vol.pelarut utama


Φm=fraksi vol.pelarut modifier
T=suhu
µ=aliran pelarut (mL/menit)
d=ukuran partikel fase diam
L=panjang kolom
C=kepolaran kolom/fase diam
α=aktivitas adsorben
k’=faktor kapasitas
N=jumlah lempeng teoritis
η=viskositas fase gerak
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai