Sistem pendaftaran tanah yang diterapkan di suatu negara didasarkan pada asas
hukum yang dianut oleh negara tersebut dalam mengalihkan hak atas tanah. Ada dua
macam asas hukum, yaitu asas itikad baik dan asas nemo plus yuris.
Asas itikad baik berarti orang yang memperoleh suatu hak dengan itikad baik
akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum, sedangkan asas nemo plus
yuris berarti orang tidak dapat mengalihkan hak melebihi hak yang ada padanya.
Sistem publikasi positif ini akan menghasilkan suatu produk hukum yang
dijamin kebenarannya oleh pemerintah dan oleh karena itu tidak bisa diganggu
gugat, sehingga dapat disimpulkan bahwa segi negatif dalam sistem publikasi positif
adalah tertutup kemungkinan bagi pihak-pihak yang merasa sebagai pemegang hak
yang sebenarnya untuk melakukan gugatan atau tuntutan terhadap segala sesuatu
yang telah tercatat dalam sertipikat tersebut karena negara menjamin kebenaran data
yang disajikan.
Secara umum, sistem publikasi positif dapat dilihat pada hal-hal sebagai
berikut :
a. Pejabat Pembuat Akta Tanah diberikan tugas untuk meneliti secara materiil
dokumen-dokumen yang diserahkan dan berhak untuk menolak pembuatan akta.
b. Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya berhak menolak melakukan pendaftaran
jika pemilik tidak mempunyai wewenang mengalihkan haknya.
Campur tangan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Kantor Pertanahan terhadap
peralihan-peralihan hak atas tanah memberikan jaminan bahwa nama orang yang
terdaftar benar-benar yang berhak tanpa menutup kesempatan kepada yang berhak
sebenarnya untuk masih dapat mempersoalkannya.
1. Tidak ada kepastian atas keabsahan sertifikat karena setiap saat dapat atau
mungkin saja digugat dan dibatalkan jika terbukti tidak sah penerbitannya.
2. Peranan pejabat pendaftaran tanah/adaster yang pasif tidak mendukung ke
arah akurasi dan kebenaran data yang tercantum dalam sertifikat.
3. Mekanisme kerja pejabat kadaster yang kurang transparan kurang dapat
dipahami masyarakat awam.