Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PEMBUKAAN

Latar Belakang

Rumusan Masalah : bagaimana contoh pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam


keperawatan?

Tujuan : memberikan contoh pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam


keperawatan.
BAB II

KAJIAN TEORI

Komunikasi terapeutik didefinisikan sebagai “suatu proses interaktif


antara klien dan perawat yang membantu klien mengatasi stress sementara untuk
hidup harmonis dengan orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak
dapat diubah, dan mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi ralisasi diri”
(Kozier et al., 200,hlm. 1409). Komunikasi terapeutik berbeda dengan komunikasi
sosial, yaitu pada komunikasi terapeutik selau terdapat tujuan atau arah yang
spesifik untuk komunikasi; oleh karena itu, komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang terencana. Komunikasi paling terapeutik berlangsung ketika
klien dan perawat keduanya sikap hormat akan individualitas dan harga diri
(Frisch dan Frisch, 1998). Tedapat teknik komunikasi verbal dan nonverbal
khusus yang menunjukkan sikap tersebut.

Kehadiran, atau sikap benar-benar ada untuk klien, adalah bagian dari
komunikasi terapeutik. Perawat tidak boleh terlihat bingung; sebaliknya, klien
harus merasa bahwa dia merupakan fokus utama perawat selama interaksi. Hadir
untuk klien ditunjukkan dengan postur terbuka sdan santai serta mencondongkan
tubuh ke arah klien. Perawat menghadap ke klien secara langsung dan
mempertahankan kontak mata.

Mendengarkan, yang terkadang disebut mendengarkan dengan penuh


perhatian, adalah mendengarkan aktif. Frisch dan Frisch (1998) dan Kozier et al
(2000) menjelaskan tentang mendengarkan sebagai teknik komunikasi yang
paling penting. Untuk menjadi terapeutik, mendengarkan harus secara aktif dan
menggunakan semua indra, bukan hanya menggunakan telinga secara pasif. Diam
merupakan bagian dari mendengarkan dengan penuh perhatian. Perawat harus
merasa nyaman dengan diam. Diam memungkinkan klien untuk memikirkan atau
merefleksikan apa yang telah dikatakan. Terkadang diam dapat mengungkapkan
lebih dari kata-kata; diam memungkinkan ekspresi perasaan atau emosi.

Teknik komunikasi terapeutik memfasilitasi komunikasi efektif dan meningkatkan


interaksi perawat-klien. Komunikasi ini berfokus pada pikiran dan perhatian klien.

Teknik komunikasi terapeutik

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerepan teknik
berkomunikasiyang berbeda pula. Berikut adalah teknikh komunikasi berdasarkan
referensi

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian


Kesan pertama ketika perawat mau mendengarkan keluhan klien dengan
seksama adlah perawat akan memperhatikan klien. Dengan demikian,
kepercayaan klien terhadap kapasitas dan kemampuan perawat akan
terjaga. Keluhan yang disampaikan menjadi lebih lengkap dan lebih
terinci, serta sistematis sehingga memudahkan perawat dalam
mengelompokkan data sebagai sarana untuk menentukan dagnosis
keperawatan, baik yang aktual maupun potensial. Mendengarkan keluhan
klien dengan penuh perhatian akan menciptakan kondisi keterlibatan
emosional yang maksimal dalam situasi hubungan interpersonal antara
klien dan perawat. Klien dngan bebas menjelaskan dan menceritakan
situasi yang dialami akibat adanya penyakit yang diderita.
Menurut Varcarolis dalam Nurjannah(2001), dengan mendengarkan akn
akan menciptakan situasi interpersonal dalam keterlibatan maksimal yang
dianggap aman dan membuat klien merasa bebas. Pencapaian hasil untuk
mendapatkan kondisi riil dari klien akan lebih maksimal dan memudahkan
perawat dalam dalam menentukan intervensi yang kuat. Untuk itu
diperlukan konsentrasi yang maksimal dan terlibat secara aktif dalam
mempersepsikan pesn orang lain dengan menggunakan semua indra.
Seluruh gerak gerik yang ditampilkan dan seluruh ucapan yang diutarakan
menjadikan rujukan dam memersepsikan isi pesan tersebut. Hal ini
dikarenakan mendengarkan secara aktif tidk hanya tekun mendengarkan
orang lain dan menceritakan isi keluhan yang disampaikan saja, akan
tetapi juga prlu dikonfrontasi dengan pesan nonverbal yang ditampakkan
sehingga memungkinkan terjadinya proses transfer felling antara kode
nonverbal klien dengan persepsi perawat. Nilai-nilai yang ditampilkan
memberikan kesan bahwa apa yang disampaikan dan yang ditampilkan itu
bermaknadan penting untuk ditindaklajuti.
Klien yang didengarkan dalam pembicaraan merasa sangat dihargai
apabila perawat menganggap apa yang dikatakan oleh klien merupakan hal
yang sangat penting sehinggamemunculkankesan "Anda bernilai untuk
saya dan saya tertarik pada anda". Perangkat lain yang tidak kalah
pentingnya pencapaian keterlibatan maksimal dalam proses mendengarkan
adalah dengan menunjukkan merespons klien dengan kode nonverbal
melalui kontak mata, menganggukkan kepala, senyum saat yang benar
dan merespons dengan kode verbal yang minimal, misalnya "Oooooo.......,
mmmmhummm.., ya... ". Berikut adalah beberapa sikap untuk
menunjukkan cara mendengarkan penuh perhatian.

2. Menunjukkan Penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima pasti menyetujui,


sedangkan menyetujui belum tentu menerima. Perilaku apa yang
ditampilkan oleh klien dan keluhan apa saja yang disampaikan klien
merupakan masukan yang berharga bagi perawat, walaupun apa yang
diucapkan tidak sesuai dengan penyakit yang diderita atau tanda dan gejala
masalah yang dihadapi klien. Perawat tidak perlu menampakkan
penolakan maupun keraguan terhadap apa yang disampaikan klien yang
membuat klien merasa tidak bebas dalam mengutarakannya. Semua ide
dan perasaan yang disampaikan oleh klien ditampung semua oleh perawat.
Selanjutnya, data tersebut perlu diverivikasi dan divalidasi apabila terdapat
informasi yang kurang mengena dan tidak sesuai sehingga didapatkan
kesimpulan dalam menegakkan diagnosis keperawatan. Unsur yang harus
dihindari dalam menunjukkan penerimaan adalah mengubah pikiran
klien. Sebaiknya tidak ada unsur menilai, berebat ,apalagi mengkritik.
Apa yang disampaikan klien merupakan suatu yang berharga bagi perawat.
Bila perlu perawat selalu mendukung klien dalam mengutarakan
keluhannya dengan menunjukkan perilaku ketertarikan.

Menurut Nurjannah, I (2001), penerimaan adalah mendukung dan


menerima informasi dengan menunjukkan ketertarikan dant idak menilai.
Dengan sikap tersebut perawat mampu menempatkan diri pada situasi
klien, perawat mengerti perasaan yang dihadapi klien dengan cara
menunjukkan sikap empati terhadap klien. Menerima berarti bersedia
untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak
setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua
perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan
gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan
kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Begitu juga
dengan kata-kata “ah masak”, “apa benar itu”, “yang benar saja”, atau
kata-kata lain yang menimbulkan kesan keraguan atau ketidakpercayaan.
Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menunjukkan penerimaan.

a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.


b. Memberikan umpan balik verbal yang menampilkan pengertian.
c. Memastikan bahwa isyarat nonverbal cocok dengan komunikasi
verbal.
d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau
mencoba untuk mengubah pikiran klien. Perawat dapat
menganggukkan kepalanya atau berkata “ya”, “Saya mengikuti apa
yang Anda ucapakan.”(cocok).

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan terbuka


Tujuan perawat menanyakan pertanyaan yang terbuka adalah untuk
mendapatkan informasi yang spesifik mengenai kondisi rill dan klien
dengan menggali penyebab klien mencarari pertolongan atau penyebab
klien datang ke tempat pelayanan kesehatan. Diharapkan klien maupun
keluarga mempunyai inisiatif membuka diri dengan menyeleksi topik yang
akan dibicarakan secara berurutan dan sistematis penyebab klien dan
keluarga datang ke tempat pelayanan kesehatan.

Pertanyaan terbuka memberikan peluang maupun kesempatan klien utuk


menyususn dan mengorganisisr pikirannya dalam mengungkap
keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan. Kesan yang diddapatkan
dengan pertanyaan terbuka adalah tidak mengiterogasi dan menyidik, serta
jawabannya tidak mengesankan yes and no question, akan tetapi
memberikan peluang bagi klien untuk mengekspresikan keluhannya tanpa
asanya keluhan dari luar sehingga data yang didapatkannya merupakan
data trapeutik, yaitu data yang dapat dipakai acuan dasar untuk
melaksanakan asuhan keperawatan dalam membantu memenuhi kebutuhan
dasar manusia melalui perumusan diagnosis keperawatan yang tepat dan
akurat.

Dalam pertanyaan terbuka , kesan klien dijadikan subjek dan bukan objek,
artinya yang mendominasi interaksi justru dari klien dan bukan
sebalikknya.mari kita bandingkan kesdua pertanyaan ini.

A. “ada apa dirumah sehingga ibu membawa anak ibu ke UGD?


B. “apakah anak ibu kejang sehungga di bawa ke UGD”

Pada pernyataan poin (A) akan kita dapatkan data yang mungkin lebih dari
satu kalimat atau satu kata, karena pertanyaan tu sebabnya pertanyaan
terbuka yanag memberikan peluang kapada ibu utuk mencritan kejadian-
kejadian yang dialami oleh anaknyan selama dirumah. Pertanyaan tersebut
memberikan kesempatn kepada ibu utuk mengingat-ingat kembali
kejadian yang telah terjadi pada anakanya. Beda dengan pertanyaan (b)
yang mempersempit gerak dan imajinasi ibu dalam mengungkapkan apa
yang dialami anakanya sewaktu dirumah. Mungkin ibu akan menjawanb
dengan jawaban ya atau tidak saja (yes and no question) tanpa mampu
memgembangkan tanda dan gejala yang ada pada anaknya.kesannya justru
perawat yang mndominasi interaksi dan jawabannyang dihasilkan
kemungkinan abnyak yang bias kerena tampak sekali perawat mendikte
klien. Kegiatan ini bernilai trapeutik apabila klien menunjukkan
penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi nonterapeutik apabila
perawat mendominasi interaksi dan menolak respons klien (stuart and
sundeen, 1995). Hal inilah yang dikatakan klien sebagai objek dan bukan
subjek.

Untuk pertanyaan dengan jawaban yes and no question perawat dituntut


untuk mampu mendalami topik yang akan dibicarakan, itupun hasilnya
mungkin akan samar karena dalam pengkajian keperawatan yang paling
baik adalah pengkajian fokus untuk mendapatkan masalah utama. Perawat
harus menghindari pertanyaan yang bersifat inaproppriate quantity
question maupun inaproppriate quality question . ciri inaproppriate
quantity question adalah sebagai berikut.

a. Pertanyaan terlalu banyak.


b. Pertanyaan tidak terfokus pada masalah.
c. Klien menjadi bingung menjawab.

Semestinya pertanyaan yang ditujukan pada klien itu padat dan jelas yang
tidak berbelit –belit, serta bersifat basa-basi terlebuh lagi pertanyaan yang
melebar dari kontek masalah. Pertanyaan tersebut menjadikan klien
bingung menjawab, apalagi saat klien dirumah sakit, perasaan cemas
selalu ada dipikikrannya. Pertanyaan yang lebar menjadikan klien enggan
menanggapi, dan itu beresiko terhadap hubungan perawat-klien. Harus
disadari oleh perawat bahwa data yang digali adalah data yang
berhubungan dengan keluhan klien saja (data primer), sedangkan data
pendamping (data sekunder) bisa didapatkan dari cara lain, yaitu studi
dokumenter, observasi, maupun pemeriksaan fisik. Contohnya: ”bapak
sakitnya apa?, Kapan sakitnya?, dimana sakitnya?, diantar oleh siapa?,
pakai kendaraan apa?, dan sebagainya.

Pertanyaan tersebut tidak memberikan ruang pada klien untuk


menjawabpertanyaan dengan baik karena menganggu konsentrasinya
terlalu banyak untuk dijawab. Ciri-ciri inappriate quality question adalah
sebagai berikut.

a. Pertanyaan yang memvonis klien.


b. Fokus pada alasan klien berbuat.
c. Ada unsur mengintimidasi dan menginterograsi.
d. Pertanyaan yang sering menyinggung perasaa klien.

Pertanyaan bersifat inaproppriate quanlity question merupakan pertanyaan


yang singkat ,padat dan jelas, akan tetapi pertanyaan tersebut tidak
memperhatikan sisi psikologis klien serta tidak berkualitas. Perawat
terkesan ingin mendapatkan jawaban atau data dari klien. Bisa ditebak,
jawaban yang didapatkan kadang tidak mencerminkan masalah klien dan
daa kemungkinan jawabannya tidak tepat sasaran. Biasanya pertanyaan
diawali dengan mengapa atau kenapa. Jika dilihat lebih dalam pertanyaan
itu merupakan pertanyaan yang memvonis, karena perawat membutuhkan
alasan yang terkesan rasional tapi memaksa. Sering kita temukan kalau
perawat menanyakan yang diawali dengan kenapa atau mengapa
jawabannya justru menyakitkan . contoh:

P: ”kenapa bapak datang kerumah sakit ini?”

K: “aku ini sakit, kalau tak sakit mana mungkin ke rumah sakit.”
Pertanyaan tersebut menambah kecemasan klien karena perawat hanya
memperhatikan kepentingan pribadinya tanpa memperhatikan kecamasan
yang dialami klien akibat masalah yang dihadapinya.

4. Mengulang kata-kata klien dengan menggunakan kata-kata sendiri

Dengan mengulang kembali ucapan klien, harapan perawat adalah


memberikan perhatian terhadap apayang diucapkan. Stuart dan sundeen
(1995) mendefinisikan pengulangan adalah pengulangan pikiran utama
yang diekspresikan klien. Pengulangan pikiran utama yang dimaksud bisa
dimaknai sebagai pengulangan apa yang diucapkan dan pengulangan apa
yang dimaksud.

Tujuan pengulangan pikiran utama adalah memberikan penguatan dan


memperjelas pada pokok bahasan atau isi pesan yang telah disampaikan
oleh klien sebagai umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa
pesannya dimengerti dan diperhatikan, serta mengharapkan komunikasi
dapat bisa berlanjut. Hal ini dilakukan karena kita sering salah persepsi
terhadap perilaku klien atau apa yang diucapkan klien.

Perawat harus berhati-hati ketika mengulang metode ini, karena pengertian


bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai maksud yang berbeda.
Untuk itu perlu adanya klarifikasi, validasi, maupun pengulangan kata
yang diasampaikan agar pesan yang disampaikan sesuai dengan maksud
dan tujuan. Apabila tidak ada klarifikasi maupun validasi kata/pesan
kemungkinan pesan yang disampaikan menjadi bias karena banyaknya
noice di sekelilingnya. Menurut Boyd & Nihart dalam nurjannah, I (2001),
teknik ini menjadi tidkak terapeutik bila perawat kurang melakukan
validasi terhadap interpretasi pesan, menilai, dan menyakinkan serta
bertahan.

5. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan
untuk mengklarifikasi untuk menyamakan pengertian, maksud, dan ruang
lingkup pembicaraan karena informasi sangat penting dalam memberikan
pelayanan keperawatan. Geldard, D dalam Suryani (2006) berpendapat
bahwa klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau
pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti
dari ungkapannya. Ini berarti klarifikasi dapat diartikan sebagai upaya
untuk mendapatkan persamaan persepsi antara klien dan perawat tentang
perasaan yang dihadapi dalam rangka memperjelas masalah untuk
menfokuskan perhatian.

Klarifikasi identik dengan validasi yaitu menyakan kepada klien terhadap


apa yang belum dimengerti agar pesan yang disampaikan menjadi lebih
jelas. Upaya yang dilakukan perawat terhadap apa yang belum dipahami
terhadap pesan dan kesan yang ditampakkan klien tmerupakan upaya
perawat untuk berusaha memahami situasi yang digambarkan klien agar
tidak terjadi kesalahan komunikasi dalam hubungan klien-perawat.

Menurut Nurjannah, I (2001), klarifikasi dilakukan apabila pesan yang


disampaikan oleh klien belum jelas bagi perawat dan perawat mencoba
memahami situasi yang digambarkan oleh klien dengan ,e,perhatikan
pokok pembicaraan. Demonstrasi terhadap apa yang telah dijelaskan
merupakan bentuk klarifikasi terhadap apa yang telah diucapkan. Contoh:

 “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda ucapkan”


 ”Apa yang anda katakan tadi adalah Anda tidak yakin dapat
mengikuti apa yang saya ucapkan.”

6. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan


sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Materi yang akan disampaikan
ataupun yang akan didiskusikan mengerucut pada salah satu masalah saja,
yang penting adalah konsisten, dan kontinu atau berkesinambungan, sera
tidak menyinggung dari topik pembicaraan dan tujuan komunikasi.
Memfokuskan (focussing) dalam rangka mempersempit pembicaraan yang
tertuju pada topik pembicaraan saja dan tidak menyebar dengan prinsip
bekerja sampai tuntas atau membicarakan sesuatu sampai tuntas
mengingat yangdikerjakan perawat di pelayanan cukup menyita waktu dan
perhatian yang serius.

Menurut Cangara, H (2004) prinsip continuity dan consistency dalam


proses interaksi mengandung arti bahwa pesan yang disampaikan bersifat
konsisten dan berkesinambungan dam tidak menyimpang dari topik dan
tujuan komunikasi yang telah ditetapkan. Teknik memfokuskan
inimerupakan prinsip utama apabila kita ingin mendapatkan pembicaraan
yang serius dengan tingkat pemaknaanyang kuat. Dalam salah satu talk
show yang diadakan oleh salah satu stasiun televisi, memperlihatkan
bagaimana seorang Prof. Yusril Ihza Mahendra yang marah besar ketika
pembicaraan sedang serius, tetapi mahasiswa mengkritik kebiasaannya
yang suka merokok dan beliau marah besar ketika pertanyaannya atau
pernyataannya menyimpang topik.

Suara yang terdengar di sekeliling kita sering menjadi penyebab


pembicaraan masalah menjadi tidak terfokus karena terjadi pemutusan
terhadap alur pembicaraan. Perawat tidak seharusnya memutus
pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali
jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru. Kalau ada yang
menyimpang perlu adanya konsep kembali ke laptop seperti yang telah
dilakukan Tukul Arwana di televisi. Contoh : "Hal ini nampaknya
penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi. "

7. Menawarkan Informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi
klien terhadap keadaannya. Memberikan tambahan informasi merupakan
pendidikan kesehatan bagi klien. Selain itu, tindakan ini akan menambah
rasa percaya klien terhadap perawat, karena perawat terkesan menguasai
masalah yang dihadapi klien. Sebaiknya, jika perawat menahan informasi
saat klien membutuhkan, akan membuat klien tidak percaya kepada
perawat. Untuk itu perawat harus mampu menguasai ilmu pengetahuan
yang memadai tentang masalah yang dihadapi klien sebagai bekal dalam
memberikan pelayanan keperawatan. Apabila ada informasi yang ditutupi
oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh
memberikan nasihat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi
memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.

8. Menyampaikan Hasil Observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan


hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima
dengan benar. Kesan yang disampaikan perawat kepada klien merupakan
hasil pengamatan yang mencerminkan kesan yang tidak bisa pada diri
klien. Stuart & Sundeen (1995) menganjurkan penyampaian hasil
observasi kepada klien apabila terdapat konflik antara verbal dan
nonverbal klien, serta saat tingkah laku verbal dan nonverbal nyata dan
tidak biasa ada pada klien. Penyampaian hasil pengamatan kepada klien
diharapkan dapat mengubah perilaku yang merusak pada diri klien.
Perawat mengurikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat nonverbal klien.
Penyampaian hasil pengamatan perawat sering membuat klien
berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau
mengklarifikasi pesan.

Contoh:

“Anda tampak cemas.”


“Apakah Anda merasa tidak tenang apabila Anda......”

Ini berarti dalam menyampaikan hasil observasi tidak serta merta


manyampaikan hasil yang didapat saat melakukan observasi.
Menyampaikan hasil observasi diharapakan agar klien menyadari atas
perilaku yang merusak maupun perilaku yang tidak produktif sehingga
menyampaikan hasil observasi tidak bertujuan untuk memberikan
penilaian, tetapi semata-mata mengharapkan agar perilaku yang diperbuat
itu disadari sebagai perilaku yang tidak menguntungkan dalam
kelangsungan proses penyembuhan penyakit dengan memperhatikan
perasaan dan konsep dirinya

9. Menganjurkan klien untuk meguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala


sesuatunya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk
menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan
pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.

Contoh:

“ceritakan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan


dioperasi.”
“Apa yang sedang terjadi?”

10. Diam
Diam yang dilakukan perawat terhadap klien adalah bertujuan untuk
menunggu respons klien untuk mengungkapkan perasaannya. Teknik
komunikasi yang dilakukan perawat dengan tidak bicara apapun (diam)
merupakan teknik komunikasi yang memberikan kesempatan kepada klien
untuk mengorganisir dana menyusun pikiran atau ide sebelum
diungkapkan kepada perawat. Hal ini memungkinkan klien
mengekspresikan ide dan pikirannya dengan detail dan sistematis.
Penggunnaan metode diam memerlukan keterampilan dan ketetapan
waktu, jika tidak maka akan menimbulakan rasa tidak enak. Menurut Boyd
& Nihart dalam Nurjannah, I (2001:58), diam digunakan pada saat klien
perlu mengekspresikan ide tetapi tidak tahu bagaimana
melakukannya/menyampaikan hal tersebut. Diam memungkinkan klien
untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, megorganisir pikirannya,
dan memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus
mengambil keputusan. Diam sangat berguna untuk memelihara
ketenangan dan diharapkan diam tidak bisa dilakukan dalam waktu yang
lama, karena mengakibatkan klien jadi khawatir. Diam sangat beda sekali
dengan mendiamkan.
Perilaku mendiamkan tidak dibenarkan dalam konteks komunikasi
terapeutik. Perawat mendiamkan klien disebabkan perawat jengkel dengan
klien yang terlalu mengkritik, cerewet, rewel, dan tidak kooperatif.
Perilaku destruktif yang timbul dari klien disebabkan ada yang kurang dari
klien sehingga perawat harus sadar dan tanggap dengan perilaku tersebut.
Perawat perlu koreksi diri, mungkin ada yang kurang dalam memberikan
pelayanan keperawatan sehingga timbul perilaku destruktif dari klien.
Dalam konteks komunikasi, diam yang dilakukan oleh seseorang
menganduung banyak arti dan persepsi. Menurut Nurjannah, I (2001),
diam diartikan dan dipersepsikan antara lain sebagai berikut.
a. Seseorang telah mengerti.
b. Marah dan frustasi, tetapi menolak untuk mengungkapkan.
c. Kesediaan orang untuk menanti.
d. Bosan.
e. Mendengarkan penuh perhatian.
f. Seseorang tidak dapat berpikir atau tidak mampu menangkap
pembicaraan.
11. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan


secara singkat dalam rangka meningkatkan pemahaman. Meringkas berarti
mengidentifikasikan poin-poin penting selama diskusi ataupun
pembicaraan sehigga didalamnya sekaligus terjadi proses klarifikasi atas
ide dalam pikirannya. Meringkas bisa diartikan sebagai proses
abstraksisasi di mana terdapat kesimpulan atas diskusi maupun
pembicaraan yang telah dilakukan sehungga ada kesamaan ide dalam
pikiran.

Meringkas berarti memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi


agar sama dengan ide dalam pikiran (varcarolis, 1990 dan Nurjannah, I,
2001). Metode ini bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas
sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas
pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam
interaksinya sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang
berkaitan. Contoh : “selama beberapa jam, anda dan saya telah
membicarakan...”

12. Memberikan penguatan

Penguatan (reinforcement) positif atas hal-hal yang mampu dilakukan


klien dengan baik dan benar merupan bentuk pemberian penghargaan.
Upaya yang dilakukan dalam pemberian penguatan positif bertujuan untuk
meningkatkan motivasi kepada klien untuk berbuat lebih baik lagi. Jadi
bisa dikatakan bahwa penguatan positif merupakan motif atau bentuk
dorongan kepada klien dengan cara membanggakan diri untuk berbuat dan
berperilaku yang lebih baik lagi. Demikian juga dengan memberikan
salam kepada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran
tentang perubahan yang terjadi pada diri klien, menghargai klien sebagai
manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggungjawab atas dirinya
sendiri sebagai individu merupakan bentuk dari pemberian penguatan
positif yang mampu mengguah semangat klien.

Penghargaan dalam pelayanan keperawatan tidak berbentuk materi, akan


tetapi berbentuk dorongan psikologis atau inmaterial untuk memacu lebih
baik lagi. Perhagaan tersebut jangan sampai menjadi beban bagi klien,
dalam arti kata jangan sampai klien berjuang keras dan melakukan
segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya.
Selain itu, tidak juga dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus”
dan yang sebaiknya “buruk”. Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai
sesuatu yang nyata, maka perawat dapat mengatakan demikian.”

Contoh:

 “Selamat pagi Ibu Sri.” Atau “Assalamualaikum.”


 “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut Ibu.”
 “Saya hari ini tampak senang sekali melihat Ibu sudah mulai latihan
gerak.”
Dalam ajaran Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan
akhlak terpuji karena berarti mendoakan oerang lain memperoleh rahmat
dari Allah SWT. Salam menunjukkan perawat pedulli terhadap orang lain
dengan bersikap ramah dan akrab.

13. Menawarkan Diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan


orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti.
Menawarkan diri merupakan kegiatan untuk memebriak respons agar
seseorang menyadari perilakunya yang merugikan baik dirinya sendiri
maupun orang lain tanpa ada rasa bermusuhan. Sering kali perawat hanya
menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, teknik komunikasi ini harus
dilakukan tanpa pamrih.
Contoh: “Saya ingin Anda merasa tenang dan nyaman.”

14. Memberikan Kesempatan kepada Klien untuk Memulai Pembicaraan

Berikan kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik


pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang
peranannya dalam interaksi ini. Perawat dapat menstimulasinya untuk
mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka
pembicaraan.

Contoh:

 “Adakah sesuatu yang ingin Anda bicarakan?”


 “Apakah yang sedang Saudara pikirkan?”
 “Dari mana Anda ingin mulai pembicaraa ini?”

15. Menganjurkan untuk Meneruskan Pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh


pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa
yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan
selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan daripada
mengarahkan diskusi/pembicaraan.

Contoh:

 “.....teruskan.......!”
 “.....dan kemudian....?”
 “Ceritakan kepada saya tentang itu.... .”

16. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien
untuk melihatnya dalam suatu perspektif

Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan
klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu
kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat
kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Perawat akan
dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data
tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam
memenuhi kebutuhannya.

Contoh :

"Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya?"

"Kapan kejadian tersebut terjadi?"

17. Refleksi

Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakkan dan menerima ide


serta perasannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien
bertanya apa yang harus ia pikirkan, kerjakan atau rasakan, maka perawat
dapat menjawab: “bagaiman menurutmu?” Atau “bagaimana
perasaanmu?”. Dengan mengembalikan pikiran dan perasaannya itu
kepada dirinya sendiri, klien akan berusaha untuk menilai apa yang sedang
ia pikirkan, justru dia sendiri yang menilai dan bukan orang lain.

Menurut stuart dan sundeen (1995), teknik refleksi digunakan untuk


mengembalikan ide, perasaan, dan pertanyaan kepada klien. Sedangkan,
menurut schultz dan videback (1998), refleksi merupakan tindakan
mengembalikan piliran dan perasaan klien. Terkadang klien belum mampu
nenutuskan apa yang telah ada dalam pikirannya , tetapi pikiran dan
perasaan itu menganggu sehingga klien tidak mampu mnegambil
keputusan . hal itu terjadi karena adanya kebimbangan atau keraguan
dalam diri klien. Keraguan tersebut menimbulkan sifat ambivalensi
sehingga perlu dukungan oranglain dalam pengambilan keputusan

Teknik refleksi yang dilakukan perawat bukan untuk menilai pikiran dan
perasaan klien, akan tetapi perawat mengembalikan lagi pikiran dan
perasaan yang merupakan bagian dari dirinya sendiri sehingga klien
mencoba untuk menilai lagi pikiran dan perasaan yang telah ada sebagai
upaya untuk mengevaluasi dan menimbang-nimbang keputusan yang
diambil. Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat dan
pikiran pasien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk mampu
melakukan hal tersenut sehingga ia pun akan berfikir bahwa dirinya adalah
manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu
yang terintegritas dan bukan sebagai bagian dari orang lain.

K: ”Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”

P: “Apakah menurut Anda, Anda harus mengatakannya?”

K: “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi sya bahkan tidak
melepon saya, kalau dia datang saya tidak igin berbicara dengannya.”

P: “Ini menyebabkan Anda marah.”

Kesimpulan:
BAB III

PEMBAHASAN
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kemampun menerapkan teknik komunikasi trapeutik memrlukan latihan
dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak
dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu, dan ruang yang turut
memegaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak
trapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat. Komunikasi juga
akan memberikan dampak trapeutik bila dalam pengguananya
diperhatikan sikap dan teknik komunikasi trapeutuk. Hal ini yang cukup
penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan
faktor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan
kemampuan berhubungan terpeutik.

Teknik komunikasi terapeutik terdiri dari,

1. mendengarkan dengan penuh perhatian,


2. menunjukkan penerimaan,
3. menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan terbuka,
4. mengulang kata-kata klien dengan menggunakan kata-kata sendiri,
5. klarifikasi,
6. memfokuskan,
7. menawarkan informasi,
8. menyampaikan hasil observasi,
9. menganjurkan klien untuk meguraikan persepsinya,
10. diam,
11. meringkas,
12. memberikan penguatan,
13. menawarkan diri,
14. memberikan kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan,
15. menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan,
16. menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan
klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif,
17. refleksi.

4.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai