Diagnosa Keperawatan Jiwa
Diagnosa Keperawatan Jiwa
1. Berduka (grieving)
2. Keputusasaan (Hopelessness)
3. Ansietas (anxiety)
4. Ketidakberdayaan (Powerlessness)
5. Risiko penyimpangan perilaku sehat (Risk for prone
health behavior)
6. Gangguan citra tubuh (body image disturb)
7. Koping tidak efektif (infective coping)
8. Koping keluarga tidak efektif (Disable family coping
9. Sindroma post trauma
10. Penamnpilan peran tidak efektif (ineffective role
performance)
11. HDR Situasional (Situational Low Self Esteem)
Masalah masalah psikologis yang dialami pada masa kanak – kanak dan
remaja merujuk pada usia dan kebudayaan. Dimana perilaku yang dianggap normal
pada anak –anak bisa saja tidak normal pada orang dewasa, contohnya malu dan takut
pada sesuatu hal. Takut terhadap tempat gelap akan dirasa wajar bila itu yang
mengalami pada anak anak namun akan tidak wajar bila itu yang mengalami
seseorang yang telah dewasa. Keyakinan keyakinan budaya membantu menentukan
apakah orang – orang melihat perilaku tertentu sebagai normal atau abnormal. Orang
– orang yang hanya mendasarkan pada normalitas pada standart yang berlaku pada
budaya mereka saja akan beresiko menjadi etnocentris ketika mereka memandang
tingkah laku orang lain dalam budaya yang berbeda sebagai abnormal. Perilaku
abnormal pada anak – anak bergantung pada definisi orang tua mereka yang
dipandang dari kacamata budaya tertentu.
Gangguan perilaku juga ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang
dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah
laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang berulangkali dan terus-
menerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana dengan cara yang tidak
sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan perilaku. Masalah tersebut biasanya
dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada
anak laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian pada perilaku harus melibatkan
lingkungan sosial anak tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan perilaku terjadi oleh
anak sewaktu adaptasi dengan kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan,
atau lingkungan lain dengan stress tinggi bukan gangguan perilaku.
Gangguan prilaku ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang dimana
hak dasar orang lain terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah laku baik
dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang berulangkali dan terus menerus
melanggar peraturan dan hak orang lain dimana dengan cara yang tidak sesuai dengan
usia mereka memiliki gangguan prilaku. Masalah tersebut biasanya dimulai pada
masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan. Penilaian pada prilaku harus melibatkan lingkungan sosial
anak tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan prilaku terjadi oleh anak sewaktu
adaptasi dengan kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan
lain dengan stress tinggi bukan gangguan prilaku.
1. GEJALA
Pada umumnya, anak dengan gangguan prilaku adalah egois, tidak
berhubungan baik dengan orang lain, dan kurang merasa bersalah. Mereka cenderung
salah mengartikan perilaku orang lain sebagai ancaman dan bereaksi agresif. Mereka
bisa terlibat dalam pengintimidasian, ancaman, dan sering berkelahi dan kemungkinan
kejam terhadap binatang. Anak lain dengan gangguan prilaku merusak barang,
khususnya dengan membakar. Mereka mungkin berdusta atau terlibat dalam
pencurian. Melanggar peraturan dengan serius adalah biasa dan termasuk lari dari
rumah dan sering bolos dari sekolah. Anak perempuan dengan gangguan prilaku lebih
sedikit mungkin dibandingkan anak laki-laki untuk menjadi agresif secara fisik;
mereka biasanya kabur, berbohong, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, dan
kadangkala terlibat dalam pelacuran.
Sekitar separuh dari anak dengan gangguan prilaku menghentikan prilakunya ketika
dewasa. Anak yang lebih kecil ketika gangguan prilaku mulai, lebih mungkin akan
melanjutkan prilakunya. Orang dewasa yang tetap berprilaku seperti itu seringkali
menghadapi masalah hukum , secara kronis mengganggu hak orang lain, dan
seringkali didiagnosa dengan gangguan kepribadian anti sosial.
a. Faktor-faktor psikobiologik.
Faktor-faktor psikobilogik biasanya akibat :
Riwayat genetika keluarga yang terjadi pada kasus retardasi mental,
autisme, skizofrenia kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan
gangguan ansietas atau kecemasan. Struktur otak yang tidak normal.
Penelitian menemukan adanya abnormalitas struktur otak dan perubahan
neurotransmitter pada pasien yang menderita autisme, skizofrenia kanak-
kanak, dan ADHD. Pengaruh pranatal, seperti infeksi pada saat di
kandungan ibu, kurangnya perawatan pada masa bayi dalam kandungan, dan
ibu yang menyalahgunakan zat, semuanya dapat menyebabkan
perkembangan saraf yang abnormal yang berkaitan dengan gangguan jiwa.
Trauma kelahiran yang berhubungan dengan berkurangnya suplai oksigen
pada janin saat dalam kandungan yang sangat signifikan dan menyebabkan
terjadinya retardasi mental dan gangguan perkembangan saraf lainnya.
Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping bagi
anak.
b. Dinamika keluarga.
Dinamika keluarga yang tidak sehat dapat mengakibatkan perilaku
menyimpang yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-
kanak awal, perkembangan otaknya menjadi terhambat (terutama otak kiri).
Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak berkaitan dengan
berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah memori, kesulitan
belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).
Disfungsi sistem keluarga (misal kurangnya sifat pengasuhan orang
tua pada anak, komunikasi yang buruk) disertai dengan keterampilan koping
yang tidak baik antaranggota keluarga dan model peran yang buruk dari
orang tua. Sehingga menyebabkan gangguan pada perkembangan anak dan
remaja.
c. Faktor lingkungan.
Lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak menguntungkan akan menjadi
penyebab utama pula, seperti :
Kemiskinan.
Perawatan pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang
terpenuhinya kebutuhan akibat pendapatan yang tidak mencukupi
dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan perkembangan
normal anak.
Tunawisma.
Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang
memengaruhi perkembangan emosi dan psikologi mereka. Berbagai
penelitian menunjukkan adanya peningkatan angka penyakit ringan
kanak-kanak, keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis
diantara anak tunawisma ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol
(Townsend, 1999).
Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar
dapat mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya
dan masalah psikologik.
Intervensi Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja, Dewasa Dan Lansia
1. Intervensi Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
Intervensi keperawatan untuk klien yang mengalami OCD
a. Kembangkan hubungan terapeutik
b. Tawarkan dorongan, dukungan, dan bantuan
c. Jelaskan kepada klien bahwa anda percaya ia dapat berubah
d. Kurangi waktu klien secara bertahap untuk melakukan perilaku ritual
e. Diskusikan fungsi ritual dalam kehidupan klien, tanpa penilaian.
f. Klien menggunakan teknik perilaku imajinasi, relaksasi progresif,
menghentikan pikiran, dan meditasi untuk mengurangi ansietas
g. Klien meminum obat-obatan yang diprogramkan dengan aman
h. Klien mengatakan keinginannya untuk tetap meneruskan terapi
i. Klien melakukan kembali aktivitas social, keluarga dan pekerjaan
j. Keluarga memperlihatkan penurunan partisipasi dalam secondary gain klien
yang terkait dengan perilaku OCD dan meningkatkan perhatian selama
aktivitas non-OCD.
1.Pengertian
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas
perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan dan
BAB/BAK (toileting) (Fitria, 2009).
Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) penampilan tidak rapi.
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi
dan mandi tidak mampu mandiri.
1.3. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang perawatan
diri adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000),
penyebab kurang perawatan diri adalah:
a. Faktor prediposisi
1. Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
2. Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3. Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.
4. Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.