Anda di halaman 1dari 11

Tugas bahasa

Indonesia
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:

Nama : mhd risky


putra ananda
Kelas : x-ia-1
A. Berdasarkan macam isi dan masalah yang diabahas
1. Berdasarkan isinya

Di biografi ini menceritakan


perjalanan hidup tokoh dan karir tokoh
Mulai dari sekolah yang masuki dan
mulai karir yang diawali dengan
mengikuti group band ayahnya
2. Berdasarkan masalah yang dibahas

Biografi ini termasuk kedalam biografi


jurnalistik karena menurut informasi
yang saya dapatkan biografi ini hasil
wawancara
3. Berdasarkan penerbitannya

Buku ini termasuk buku sendiri Karena


biografi ini ditulis seorang penulis dan
biayanya ditanggung penulis.
B. Tentukan hal yang perlu diteladani kepada tokoh
1. Riwayat kehidupan tokoh mulai
dari lahir sampai wafat
2. Karir, pekerjaan , dan profesi
3. Prestasi dan penghargaan yang
pernah diraih oleh tokoh
C. Unsur makna dan Unsur kebahasaan
1. Memiliki makna konotasi dan
denotasi
2. Memiliki konjungsi antar kalimat
dan konjungsi intra kalimat
D. Rujuan kata
1. Memiliki kata rujuk benda, rujuk
tempat dan rujuk orang
E. Menganilisi makna dan kebahasaan teks biograf
ADIKSIMBA
A= apa tema teks biograf yang akan dibahas
Temanya adalah teks biografi EBIET
G. ADE
DI= dimana tokoh biogarf dilahirkan
EBIET G, ADE lahir di wanadadi,
banjarnegara
K= kapan penyusunan biograf dilakukan
Tidak tahu Karena informasi kurang
valid
SI= siapa tokoh yang dibahas
EBIET G. ADE
M= mengapa seorang harus diangkat dalam sebuah teks biograf
Karena EBIET G, ADE merupakan
salah satu penyayi pop legendaris
di Indonesia yang dapat dijadikan
motivasi dan acuan
BA= bagimana proses hidup dan karir tokoh dalam biograf

Mulai dari sekolah sd, smp dan sma


tapi sayangnya tidak lanjut ke kuliah
karena tidak adanya biaya yang
masuki dan mulai karir yang diawali
dengan mengikuti group band
ayahnya
F. Kata kerja

Memiliki kata kerja dasar dan kata


kerja bentuk
BIOGRAFI EBIET G .ADE
Profil dan Biografi Ebit G. Ade. Terlahir dengan nama Abid Ghoffar bin Aboe Dja’far
atau Ebit G. Ade di Wanadadi, Banjarnegara 21 April 1954, merupakan anak termuda
dari 6 bersaudara, anak Aboe Dja’far, seorang PNS, dan Saodah, seorang pedagang
kain. Dulu ia memendam banyak cita-cita, seperti insinyur, dokter, pelukis. Semuanya
melenceng, Ebiet malah jadi penyanyi — kendati ia lebih suka disebut penyair karena
latar belakangnya di dunia seni yang berawal dari kepenyairan. Setelah lulus SD, Ebiet
masuk PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) Banjarnegara. Sayangnya ia tidak betah
sehingga pindah ke Yogyakarta.

Sekolah di SMP Muhammadiyah 3 dan melanjutkan ke SMA Muhammadiyah I. Di sana


ia aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia). Namun, ia tidak dapat melanjutkan kuliah ke
Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada karena ketiadaan biaya. Ia lebih memilih
bergabung dengan grup vokal ketika ayahnya yang pensiunan memberinya opsi: Ebiet
masuk FE UGM atau kakaknya yang baru ujian lulus jadi sarjana di Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto.

Nama Ebiet didapatnya dari pengalamannya kursus bahasa Inggris semasa SMA.
Gurunya orang asing, biasa memanggilnya Ebiet, mungkin karena mereka
mengucapkan A menjadi E. Terinspirasi dari tulisan Ebiet di bagian punggung kaos
merahnya, lama-lama ia lebih sering dipanggil Ebiet oleh teman-temannya. Nama
ayahnya digunakan sebagai nama belakang, disingkat AD, kemudian ditulis Ade, sesuai
bunyi penyebutannya, Ebiet G. Ade. Kalau dipanjangkan, ditulis sebagai Ebiet Ghoffar
Aboe Dja’far. Sering keluyuran tidak keruan, dulu Ebiet akrab dengan lingkungan
seniman muda Yogyakarta pada tahun 1971. Tampaknya, lingkungan inilah yang
membentuk persiapan Ebiet untuk mengorbit. Motivasi terbesar yang membangkitkan
kreativitas penciptaan karya-karyanya adalah ketika bersahabat dengan Emha Ainun
Nadjib (penyair), Eko Tunas (cerpenis), dan E.H. Kartanegara (penulis).

Malioboro menjadi semacam rumah bagi Ebiet ketika kiprah kepenyairannya diolah,
karena pada masa itu banyak seniman yang berkumpul di sana. Meski bisa membuat
puisi, ia mengaku tidak bisa apabila diminta sekedar mendeklamasikan puisi. Dari
ketidakmampuannya membaca puisi secara langsung itu, Ebiet mencari cara agar tetap
bisa membaca puisi dengan cara yang lain, tanpa harus berdeklamasi. Caranya, dengan
menggunakan musik. Musikalisasi puisi, begitu istilah yang digunakan dalam
lingkungan kepenyairan, seperti yang banyak dilakukannya pada puisi-puisi Sapardi
Djoko Damono. Beberapa puisi Emha bahkan sering dilantunkan Ebiet dengan petikan
gitarnya. Walaupun begitu, ketika masuk dapur rekaman, tidak sebiji pun syair Emha
yang ikut dinyanyikannya. Hal itu terjadi karena ia pernah diledek teman-temannya
agar membuat lagu dari puisinya sendiri. Pacuan semangat dari teman-temannya ini
melecut Ebiet untuk melagukan puisi-puisinya.

Ebiet pertama kali belajar gitar dari kakaknya, Ahmad Mukhodam, lalu belajar gitar di
Yogyakarta dengan Kusbini. Semula ia hanya menyanyi dengan menggelar pentas seni
di Senisono, Patangpuluhan, Wirobrajan, Yogyakarta dan juga di Jawa Tengah,
memusikalisasikan puisi-puisi karya Emily Dickinson, Nobody, dan mendapat tanggapan
positif dari pemirsanya. Walau begitu ia masih menganggap kegiataannya ini sebagai
hobi belaka. Namun atas dorongan para sahabat dekatnya dari PSK (Persada Studi Klub
yang didirikan oleh Umbu Landu Paranggi) dan juga temannya satu kos, akhirnya Ebiet
bersedia juga maju ke dunia belantika musik Nusantara. Setelah berkali-kali ditolak di
berbagai perusahaan rekam, akhirnya ia diterima di Jackson Record pada tahun 197Jika
semula Ebiet enggan meninggalkan pondokannya yang tidak jauh dari pondok keraton,
maka fakta telah menunjuk jalan lurus baginya ke Jakarta. Ia melalui rekaman demi
rekaman dengan sukses. Sempat juga ia melakukan rekaman di Filipina untuk
mencapai hasil yang lebih baik, yakni album Camellia III. Tetapi, ia menolak merekam
lagu-lagunya dalam bahasa Jepang, ketika ia mendapat kesempatan tampil di depan
publik di sana. Pernah juga ia melakukan rekaman di Capitol Records, Amerika Serikat,
untuk album ke-8-nya Zaman. Ia menyertakan Addie M.S. dan Dodo Zakaria sebagai
rekan yang membantu musiknya.

Lagu-lagunya menjadi trend baru dalam khasana musik pop Indonesia. Tak heran,
Ebiet sempat merajai dunia musik pop Indonesia di kisaran tahun 1979-1983. Sekitar 7
tahun Ebiet mengerjakan rekaman di Jackson Record. Pada tahun 1986, perusahaan
rekam yang melambungkan namanya itu tutup dan Ebiet terpaksa keluar. Ia sempat
mendirikan perusahaan rekam sendiri EGA Records, yang memproduksi 3 album,
Menjaring Matahari, Sketsa Rembulan Emas, dan Seraut Wajah. Sayang, pada tahun
1990, Ebiet yang “gelisah” dengan Indonesia, akhirnya memilih “bertapa” dari hingar
bingar indutri musik dan memilih berdiri di pinggiran saja. Baru pada tahun 1995 ia
mengeluarkan album Kupu-Kupu Kertas (didukung oleh Ian Antono, Billy J. Budiardjo
(alm), Purwacaraka, dan Erwin Gutawa) dan Cinta Sebening Embun (didukung oleh Adi
Adrian dari KLa Project). Pada tahun 1996 ia mengeluarkan album Aku Ingin Pulang
(didukung oleh Purwacaraka dan Embong Rahardjo). Dua tahun berikutnya ia
mengeluarkan album Gamelan yang memuat 5 lagu lama yang diaransemen ulang
dengan musik gamelan oleh Rizal Mantovani. Pada tahun 2000 Ebiet mengeluarkan
album Balada Sinetron Cinta dan tahun 2001 ia mengeluarkan album Bahasa Langit,
yang didukung oleh Andi Rianto, Erwin Gutawa dan Tohpati. Setelah album itu, Ebiet
mulai lagi menyepi selama 5 tahun ke depan. Ebiet adalah salah satu penyanyi yang
mendukung album Kita Untuk Mereka, sebuah album yang dikeluarkan berkaitan
dengan terjadinya tsunami 2004, bersama dengan 57 musisi lainnya. Ia memang
seorang penyanyi spesialis tragedi, terbukti lagu-lagunya sering menjadi tema bencana.

Pada tahun 2007, ia mengeluarkan album baru berjudul In Love: 25th Anniversary
(didukung oleh Anto Hoed), setelah 5 tahun absen rekaman. Album itu sendiri adalah
peringatan buat ulang tahun pernikahan ke-25-nya, bersama pula 13 lagu lain yang
masih dalam aransemen lama. Kemunculan kembali Ebiet pada 28 September 2008
dalam acara Zona 80 di Metro TV cukup menjadi obat bagi para penggemarnya.
Dengan dihadiri para sahabat di antaranya Eko Tunas, Ebiet G Ade membawakan lagu
lama yang pernah popular pada dekade 80-an. Ebiet dikenal dengan lagu-lagunya yang
bertemakan alam dan duka derita kelompok tersisih. Lewat lagu-lagunya yang ber-
genre balada, pada awal kariernya, ia ‘memotret’ suasana kehidupan Indonesia di akhir
tahun 1970-an hingga sekarang. Tema lagunya beragam, tidak hanya tentang cinta,
tetap ada juga lagu-lagu bertemakan alam, sosial-politik, bencana, religius, keluarga,
dll. Sentuhan musiknya sempat mendorong pembaruan pada dunia musik pop
Indonesia. Semua lagu ditulisnya sendiri, ia tidak pernah menyanyikan lagu yang
diciptakan orang lain, kecuali lagu Mengarungi Keberkahan Tuhan yang ditulis bersama
dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dia kemudian Menikah dengan Koespudji Rahayu Sugianto (atau lebih dikenal sebagai
Yayuk Sugianto, kakak penyanyi Iis Sugianto) pada tanggal 4 Februari 1982, ia
dikaruniai 4 anak, 3 laki-laki dan 1 perempuan:

 Abietyasakti “Abie” Ksatria Kinasih (lahir 8 Desember 1982)


 Aderaprabu “Dera” Lantip Trengginas (lahir 6 Januari 1986)
 Byatriasa “Yayas” Pakarti Linuwih (lahir 6 April 1987)
 Segara “Dega” Banyu Bening (lahir 11 Desember 1989).

Mereka bertempat tinggal di kawasan Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Anak


sulung Ebiet, Abie juga memiliki bakat musik, dan sering mewakili Ebiet dalam
mengecek sound system menjelang ayahnya manggung. Ebiet juga seorang penggemar
golf, namun sejak terjadinya bencana tsunami 2004, ia tidak pernah lagi main golf.
Tidak seluruh album yang dikeluarkan Ebiet G. Ade berisi lagu baru. Pada tahun-tahun
terakhir, ia sering mengeluarkan rilis ulang lagu-lagu lamanya, baik dengan aransemen
asli maupun dengan aransemen ulang. Dan pada tahun-tahun terakhir Ebiet banyak
memilih berkolaborasi dengan musisi-musisi berbakat. Jumlah album kompilasinya
yang dikeluarkan melebihi album studionya. Sejauh ini terdapat sedikitnya 25 album
kompilasinya yang diterbitkan oleh berbagai perusahaan rekam.

Album studio :

 Camellia I (1979)
 Camellia II (1979)
 Camellia III (1980)
 Camellia 4 (1980)
 Langkah Berikutnya (1982)
 Tokoh-Tokoh (1982)
 1984 (1984)
 Zaman (1985)
 Isyu! (1986)
 Menjaring Matahari (1987)
 Sketsa Rembulan Emas (1988)
 Seraut Wajah (1990)
 Kupu-Kupu Kertas (1995)
 Cinta Sebening Embun (1995)
 Aku Ingin Pulang (1995)
 Gamelan (1998)
 Balada Sinetron Cinta (2000)
 Bahasa Langit (2001)
 In Love: 25th Anniversary (2007)
 Masih Ada Waktu (2008)
 Tembang Country 2 (2009)
Penghargaan Ebiet G. Ade :

 18 Golden dan Platinum Record dari Jackson Record dan label lainnya dari
album Camellia I hingga Isyu!
 Biduan Pop Kesayangan PUSPEN ABRI (1979-1984)
 Pencipta Lagu Kesayangan Angket Musica Indonesia (1980-1985)
 Penghargaan Diskotek Indonesia (1981)
 10 Lagu Terbaik ASIRI (1980-1981)
 Penghargaan Lomba Cipta Lagu Pembangunan (1987)
 Penyanyi kesayangan Siaran Radio ABRI (1989-1992)
 BASF Awards (1984 – 1988)
 Penyanyi solo dan balada terbaik Anugerah Musik Indonesia (1997)
 Lagu Terbaik AMI Sharp Award (2000)
 Planet Muzik Awards dari Singapura (2002)
 Penghargaan Lingkungan Hidup (2005)
 Duta Lingkungan Hidup (2006)
 Penghargaan Peduli Award Forum Indonesia Muda (2006)
 Sejumlah penghargaan dari berbagai lembaga independen.

Anda mungkin juga menyukai