Anda di halaman 1dari 171

http://id.wikipedia.org/wiki/Ebiet_G.

_Ade

Ebiet G. Ade
Ebiet G. Ade

Nama lahir Abid Ghoffar bin Aboe Dja'far


21 April 1954 (umur 60)
Lahir
Wanadadi, Banjarnegara, Indonesia
Pekerjaan Penyanyi
Tahun aktif 1979 - sekarang
Pasangan Koespudji Rahayu Sugianto
Abietyasakti "Abie" Ksatria Kinasih
Aderaprabu "Dera" Lantip Trengginas
Anak
Byatriasa "Yayas" Pakarti Linuwih
Segara "Dega" Banyu Bening
Aboe Dja'far (ayah)
Orang tua
Saodah (ibu)
Situs web http://www.ebietgade.com/

Tanda tangan

Ebiet G. Ade (lahir di Wanadadi, Banjarnegara, Jawa Tengah, 21 April 1954; umur 60 tahun) adalah
seorang penyanyi dan penulis lagu berkewarganegaraan Indonesia. Ebiet dikenal dengan lagu-
lagunya yang bertemakan alam dan duka derita kelompok tersisih. Lewat lagu-lagunya yang ber-
genre balada, pada awal kariernya, ia 'memotret' suasana kehidupan Indonesia pada akhir tahun
1970-an hingga sekarang. Tema lagunya beragam, tidak hanya tentang cinta, tetap ada juga lagu-
lagu bertemakan alam, sosial-politik, bencana, religius, keluarga, dll. Sentuhan musiknya sempat
mendorong pembaruan pada dunia musik pop Indonesia. Semua lagu ditulisnya sendiri, ia tidak
pernah menyanyikan lagu yang diciptakan orang lain, kecuali lagu Surat dari Desa yang ditulis oleh
Oding Arnaldi dan Mengarungi Keberkahan Tuhan yang ditulis bersama dengan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono.

Kehidupan pribadi

Terlahir dengan nama Abid Ghoffar bin Aboe Dja'far di Wanadadi, Banjarnegara[1],
merupakan anak termuda dari 6 bersaudara, anak Aboe Dja'far, seorang PNS, dan Saodah,
seorang pedagang kain. Dulu ia memendam banyak cita-cita, seperti insinyur, dokter, pelukis.
Semuanya melenceng, Ebiet malah jadi penyanyi -- kendati ia lebih suka disebut penyair
karena latar belakangnya di dunia seni yang berawal dari kepenyairan[2].

Setelah lulus SD, Ebiet masuk PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) Banjarnegara.
Sayangnya ia tidak betah sehingga pindah ke Yogyakarta. Sekolah di SMP Muhammadiyah 3
dan melanjutkan ke SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Di sana ia aktif di PII (Pelajar
Islam Indonesia). Namun, ia tidak dapat melanjutkan kuliah ke Fakultas Ekonomi Universitas
Gadjah Mada karena ketiadaan biaya. Ia lebih memilih bergabung dengan grup vokal ketika
ayahnya yang pensiunan memberinya opsi: Ebiet masuk FE UGM atau kakaknya yang baru
ujian lulus jadi sarjana di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.[3]

Nama Ebiet didapatnya dari pengalamannya kursus bahasa Inggris semasa SMA. Gurunya
orang asing, biasa memanggilnya Ebiet, mungkin karena mereka mengucapkan A menjadi E.
Terinspirasi dari tulisan Ebiet di bagian punggung kaos merahnya, lama-lama ia lebih sering
dipanggil Ebiet oleh teman-temannya. Nama ayahnya digunakan sebagai nama belakang,
disingkat AD, kemudian ditulis Ade, sesuai bunyi penyebutannya, Ebiet G. Ade. Kalau
dipanjangkan, ditulis sebagai Ebiet Ghoffar Aboe Dja'far. [4][5]

Sering keluyuran tidak keruan, dulu Ebiet akrab dengan lingkungan seniman muda
Yogyakarta pada tahun 1971. Tampaknya, lingkungan inilah yang membentuk persiapan
Ebiet untuk mengorbit. Motivasi terbesar yang membangkitkan kreativitas penciptaan karya-
karyanya adalah ketika bersahabat dengan Emha Ainun Nadjib (penyair), Eko Tunas
(cerpenis), dan E.H. Kartanegara (penulis). Malioboro menjadi semacam rumah bagi Ebiet
ketika kiprah kepenyairannya diolah, karena pada masa itu banyak seniman yang berkumpul
di sana.

Meski bisa membuat puisi, ia mengaku tidak bisa apabila diminta sekedar mendeklamasikan
puisi. Dari ketidakmampuannya membaca puisi secara langsung itu, Ebiet mencari cara agar
tetap bisa membaca puisi dengan cara yang lain, tanpa harus berdeklamasi. Caranya, dengan
menggunakan musik. Musikalisasi puisi, begitu istilah yang digunakan dalam lingkungan
kepenyairan, seperti yang banyak dilakukannya pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono.
Beberapa puisi Emha bahkan sering dilantunkan Ebiet dengan petikan gitarnya. Walaupun
begitu, ketika masuk dapur rekaman, tidak sebiji pun syair Emha yang ikut dinyanyikannya.
Hal itu terjadi karena ia pernah diledek teman-temannya agar membuat lagu dari puisinya
sendiri. Pacuan semangat dari teman-temannya ini melecut Ebiet untuk melagukan puisi-
puisinya.

Karier
Ebiet pertama kali belajar gitar dari kakaknya, Ahmad Mukhodam, lalu belajar gitar di
Yogyakarta dengan Kusbini. Semula ia hanya menyanyi dengan menggelar pentas seni di
Senisono, Patangpuluhan, Wirobrajan, Yogyakarta dan juga di Jawa Tengah,
memusikalisasikan puisi-puisi karya Emily Dickinson, Nobody, dan mendapat tanggapan
positif dari pemirsanya. Walau begitu ia masih menganggap kegiataannya ini sebagai hobi
belaka. Namun atas dorongan para sahabat dekatnya dari PSK (Persada Studi Klub yang
didirikan oleh Umbu Landu Paranggi) dan juga temannya satu kos, akhirnya Ebiet bersedia
juga maju ke dunia belantika musik Nusantara. Setelah berkali-kali ditolak di berbagai
perusahaan rekam, akhirnya ia diterima di Jackson Record pada tahun 1979.[6]

Jika semula Ebiet enggan meninggalkan pondokannya yang tidak jauh dari pondok keraton,
maka fakta telah menunjuk jalan lurus baginya ke Jakarta. Ia melalui rekaman demi rekaman
dengan sukses. Sempat juga ia melakukan rekaman di Filipina untuk mencapai hasil yang
lebih baik, yakni album Camellia III. Tetapi, ia menolak merekam lagu-lagunya dalam
bahasa Jepang, ketika ia mendapat kesempatan tampil di depan publik di sana.

Pernah juga ia melakukan rekaman di Capitol Records, Amerika Serikat, untuk album ke-8-
nya Zaman. Ia menyertakan Addie M.S. dan Dodo Zakaria sebagai rekan yang membantu
musiknya.

Lagu-lagunya menjadi trend baru dalam khasana musik pop Indonesia. Tak heran, Ebiet
sempat merajai dunia musik pop Indonesia di kisaran tahun 1979-1983. Sekitar 7 tahun Ebiet
mengerjakan rekaman di Jackson Record. Pada tahun 1986, perusahaan rekam yang
melambungkan namanya itu tutup dan Ebiet terpaksa keluar. Ia sempat mendirikan
perusahaan rekam sendiri EGA Records, yang memproduksi 3 album, Menjaring Matahari,
Sketsa Rembulan Emas, dan Seraut Wajah.

Sayang, pada tahun 1990, Ebiet yang "gelisah" dengan Indonesia, akhirnya memilih
"bertapa" dari hingar bingar indutri musik dan memilih berdiri di pinggiran saja. Baru pada
tahun 1995 ia mengeluarkan album Kupu-Kupu Kertas (didukung oleh Ian Antono, Billy J.
Budiardjo (alm), Purwacaraka, dan Erwin Gutawa) dan Cinta Sebening Embun (didukung
oleh Adi Adrian dari KLa Project). Pada tahun 1996 ia mengeluarkan album Aku Ingin
Pulang (didukung oleh Purwacaraka dan Embong Rahardjo). Dua tahun berikutnya ia
mengeluarkan album Gamelan yang memuat 5 lagu lama yang diaransemen ulang dengan
musik gamelan oleh Rizal Mantovani. Pada tahun 2000 Ebiet mengeluarkan album Balada
Sinetron Cinta dan tahun 2001 ia mengeluarkan album Bahasa Langit, yang didukung oleh
Andi Rianto, Erwin Gutawa dan Tohpati. Setelah album itu, Ebiet mulai lagi menyepi selama
5 tahun ke depan.

Ebiet adalah salah satu penyanyi yang mendukung album Kita Untuk Mereka, sebuah album
yang dikeluarkan berkaitan dengan terjadinya tsunami 2004, bersama dengan 57 musisi
lainnya. Ia memang seorang penyanyi spesialis tragedi, terbukti lagu-lagunya sering menjadi
tema bencana.

Pada tahun 2007, ia mengeluarkan album baru berjudul In Love: 25th Anniversary (didukung
oleh Anto Hoed), setelah 5 tahun absen rekaman. Album itu sendiri adalah peringatan buat
ulang tahun pernikahan ke-25-nya, bersama pula 13 lagu lain yang masih dalam aransemen
lama. [7]
Kemunculan kembali Ebiet pada 28 September 2008 dalam acara Zona 80 di Metro TV
cukup menjadi obat bagi para penggemarnya. Dengan dihadiri para sahabat di antaranya Eko
Tunas, Ebiet G Ade membawakan lagu lama yang pernah popular pada dekade 80-an.

Singles
Sebagian besar lagu Ebiet G. Ade didasarkan tentang bencana. Di bulan Juni 1978, ia menulis " Berita
Kepada Kawan " setelah bencana gas beracun di Dataran Tinggi Dieng. Pada tahun 1981, ia menulis "
Sebuah Tragedi 1981 " mengenai tenggelamnya KMP Tampomas II di Kepulauan Masalembu. Setelah
letusan Gunung Galunggung pada 1982, ia menulis " Untuk Kita Renungkan ". Lagu " Masih Ada
Waktu " juga didasarkan saat kejadian kecelakaan kereta api Bintaro.

Keluarga

Menikah dengan Koespudji Rahayu Sugianto (atau lebih dikenal sebagai Yayuk Sugianto,
kakak penyanyi Iis Sugianto) pada tanggal 4 Februari 1982, ia dikaruniai 4 anak, 3 laki-laki
dan 1 perempuan:

 Abietyasakti "Abie" Ksatria Kinasih (lahir 8 Desember 1982)


 Aderaprabu "Dera" Lantip Trengginas (lahir 6 Januari 1986)
 Byatriasa "Yayas" Pakarti Linuwih (lahir 6 April 1987)
 Segara "Dega" Banyu Bening (lahir 11 Desember 1989).

Mereka bertempat tinggal di kawasan Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Anak sulung Ebiet, Abie juga memiliki bakat musik, dan sering mewakili Ebiet dalam
mengecek sound system menjelang ayahnya manggung. Anak keduanya pun sudah
merambah ke dunia musik, dan dikenal dengan nama panggung Adera.

Ebiet juga seorang penggemar golf, namun sejak terjadinya bencana tsunami 2004, ia tidak
pernah lagi main golf.

Diskografi

Tidak seluruh album yang dikeluarkan Ebiet G. Ade berisi lagu baru. Pada tahun-tahun
terakhir, ia sering mengeluarkan rilis ulang lagu-lagu lamanya, baik dengan aransemen asli
maupun dengan aransemen ulang. Dan pada tahun-tahun terakhir Ebiet banyak memilih
berkolaborasi dengan musisi-musisi berbakat.

Jumlah album kompilasinya yang dikeluarkan melebihi album studionya. Sejauh ini terdapat
sedikitnya 25 album kompilasinya yang diterbitkan oleh berbagai perusahaan rekam.

Album studio

 Camellia I (1979)
 Camellia II (1979)
 Camellia III (1980)
 Camellia 4 (1980)
 Langkah Berikutnya (1982)
 Tokoh-Tokoh (1982)
 1984 (1984)
 Zaman (1985)
 Isyu! (1986)
 Menjaring Matahari (1987)
 Sketsa Rembulan Emas (1988)
 Seraut Wajah (1990)
 Kupu-Kupu Kertas (1995)
 Cinta Sebening Embun (1995)
 Aku Ingin Pulang (1996)
 Gamelan (1998)
 Balada Sinetron Cinta (2000)
 Bahasa Langit (2001)
 In Love: 25th Anniversary (2007)
 Masih Ada Waktu (2008)
 Tembang Country 2 (2009)
 Serenade (2013)

Kompilasi

 Lagu-Lagu Terbaik I Ebiet G. Ade (1987)


 Lagu-Lagu Terbaik II Ebiet G. Ade (1987)
 Lagu-Lagu Terbaik III Ebiet G. Ade (1987)
 Lagu-Lagu Terbaik IV Ebiet G. Ade (1987)
 20 Lagu Terpopuler Ebiet G. Ade (1988)
 Perjalanan Vol. I (1988)
 Perjalanan Vol. II (1988)
 Seleksi Album Emas (1990)
 Seleksi Album Emas II (1994)
 16 Lagu Puisi Cinta Ebiet G. Ade (1995)
 Kumpulan Lagu-Lagu Religius (1996)
 Hidupku MilikMu - Kumpulan Lagu-Lagu Religius Vol. II (1996)
 21 Tembang Puisi Dan Kehidupan (1996)
 20 Lagu Terpopuler (1997)
 Lagu-Lagu Terbaik (1997)
 Renungan Reformasi (1997)
 16 Koleksi Terlengkap Ebiet G. Ade (1997)
 12 Lagu Terbaik Ebiet G. Ade (1979-1986; 1997)
 12 Lagu Terbaik Ebiet G. Ade Volume II (1979-1986; 1997)
 Ilham Seni (1998)
 Best of the Best (1999)
 Akustik (2001)
 Balada Country (2002)
 M. Nasir vs Ebiet G. Ade - Penyair Nusantara (2002)
 Nyanyian Cinta (2003)
 Tembang Renungan Hati (2003)
 Tembang Slow (2004)
 Kumpulan Lagu-Lagu Terbaik (2004)
 22 Lagu Hits Sepanjang Masa (2005)
 Yogyakarta (2006)
 Tembang Cantik (2006)

Lagu dari album lain

 Untuk Anakku Tercinta (1982) dalam album "ASEAN Pop Song Festival ke 2".
 Surat Dari Desa (1987) dalam album "Lomba Cipta Lagu Pembangunan 1987" ditulis
oleh Oding Arnaldi.
 Berita kepada Kawan (1995; versi duet dengan M. Nasir)
 Mengarungi Keberkahan Tuhan (2007; ditulis bersama Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono) dalam album "Rinduku Padamu".

Penghargaan

Ebiet G. Ade telah menerima sejumlah penghargaan, antara lain[8]:

 18 Golden dan Platinum Record dari Jackson Record dan label lainnya dari album
Camellia I hingga Isyu!
 Biduan Pop Kesayangan PUSPEN ABRI (1979-1984)
 Pencipta Lagu Kesayangan Angket Musica Indonesia (1980-1985)
 Penghargaan Diskotek Indonesia (1981)
 10 Lagu Terbaik ASIRI (1980-1981)
 Penghargaan Lomba Cipta Lagu Pembangunan (1987)
 Penyanyi kesayangan Siaran Radio ABRI (1989-1992)
 BASF Awards (1984 - 1988)
 Penyanyi solo dan balada terbaik Anugerah Musik Indonesia (1997)
 Lagu Terbaik AMI Sharp Award (2000)
 Planet Muzik Awards dari Singapura (2002)
 Penghargaan Lingkungan Hidup (2005)
 Duta Lingkungan Hidup (2006)
 Penghargaan Peduli Award Forum Indonesia Muda (2006)
 Sejumlah penghargaan dari berbagai lembaga independen.
Camellia I
Camellia I

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1979
Direkam ?
Genre Pop, country, akustik
Durasi ?
Warna White
Label Jackson Records
Produser Jackson Arief
Kronologi Ebiet G. Ade
Camellia I Camellia II
(1979) (1979)

Camellia I adalah album pertama yang diluncurkan oleh Ebiet G. Ade pada pertengahan
tahun 1979. Album ini direkam di Jackson Records dan diaransemen oleh Billy J. Budiardjo.
Dengan album ini, Ebiet menggebrak pasaran musik Indonesia, terbukti album ini terjual
lebih dari 2 juta keping.

Di sampul album ini tertulis bahwa ia mengaku tidak mau disebut penyanyi karena ia punya
cita-cita untuk sukses sebagai penyair yang senang musik dan menyanyi. Namun setelah
beberapa album berlalu, ia mau juga disebut penyanyi.

Camellia I merupakan salah satu lagu dalam album ini. Tidak seperti yang banyak disangka
orang, Camellia bukanlah kekasih Ebiet. Ia hanya gadis khayalan Ebiet yang tercipta dari
kesulitan hidupnya di Kota Yogyakarta. Selain itu, ada pula lagu Jakarta I. Lagu ini diilhami
dari pengalaman Ebiet sebelum masuk rekaman, saat ia datang ke Jakarta untuk bekerja
sambil kuliah namun ternyata gagal. Lagu Dia Lelaki Ilham dari Sorga menceritakan tentang
seorang lelaki pengembara, yang menurut beberapa orang merupakan gambaran Nabi
Muhammad. Lagu-lagu dalam album ini sudah diciptakan Ebiet sejak berusia 19 tahun.

Lagu Pesta kental dengan aransemen country. Sedangkan lagu Jakarta I, Berjalan di Hutan
Cemara dan Episode Cinta yang Hilang kental dengan aransemen akustik.

Ada 10 lagu dalam album ini:

 Lagu untuk Sebuah Nama


 Camellia I
 Pesta
 Nasihat Pengemis untuk Istri dan Doa untuk Hari Esok Mereka
 Dia Lelaki Ilham dari Sorga
 Jakarta I
 Hidup I (Pernah Kucoba untuk Melupakan Kamu)
 Hidup II (Obsesi Kp. I/203)
 Berjalan di Hutan Cemara
 Episode Cinta yang Hilang

Lagu Untuk Sebuah Nama


Mengapa jiwaku mesti bergetar
sedang musik pun manis kudengar?
Mungkin karena kulihat lagi
lentik bulu matamu, bibirmu,
dan rambutmu yang kau biarkan
jatuh bergerai di keningmu
Makin mengajakku terpana
Kau goreskan gita cinta

Mengapa aku mesti duduk di sini


sedang kau tepat di depanku?
Mestinya aku berdiri berjalan ke depanmu,
kusapa, dan kunikmati wajahmu,
atau kuisyaratkan cinta
Tapi semua tak kulakukan
Kata orang cinta mesti berkorban

Mengapa dadaku mesti berguncang


bila kusebutkan namamu?
Sedang kau diciptakan bukanlah untukku itu pasti
Tapi aku tak mau peduli
sebab cinta bukan mesti bersatu
Biar kucumbui bayangmu
dan kusandarkan harapanku

Camelia I

Dia, Camellia,
puisi dan pelitaku
kau sejuk seperti titik embun membasah di daun jambu
di pinggir kali yang bening

Sayap-sayapmu kecil, lincah berkepak


seperti burung camar terbang mencari tiang sampan
tempat berpijak kaki dengan pasti
mengarungi nasibmu, mengikuti arus air berlari

Dia, Camellia,
engkaukah gadis itu
yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi
di setiap tidurku?
datang untuk hati yang kering dan sepi
agar bersemi lagi hm hm bersemi lagi

Kini datang mengisi hidup ulurkan mesra tanganmu


bergetaran rasa jiwaku menerima karuniaMu
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho ho Camellia

Kini datang mengisi hidup ulurkan mesra tanganmu


bergetaran rasa jiwaku menerima karuniaMu
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho ho Camellia

Pesta

Pada sebuah pesta aku


kehilangan sesuatu
Bukan yang nampak di mata
tapi yang ada di dalam
hm hm ho... la la

Kalian pasti menyangka


aku jatuh cinta
Bukan itu yang kumaksudkan
Aku kehilangan diriku

Pada sebuah pesta dansa


aku merasa hilang
Langit-langit seperti berputar
hm berputar
Aku seperti bayi yang serba tak
mengerti
hm hm ho... hm la la
hm hm ho la hm o la la

Ketika seorang dara


memaksaku berdansa
Aku merasa geli sendiri
sebab, itu tak mungkin
hm hm ho... la la

Nasihat Pengemis Untuk Istri dan Doa Untuk Hari Esok Mereka

Istriku, marilah kita tidur


Hari telah larut malam
Lagi sehari kita lewati
Meskipun nasib semakin tak pasti
Lihat anak kita tertidur menahankan lapar
Erat memeluk bantal dingin pinggiran jalan
Wajahnya kurus pucat, matanya dalam

Istriku, marilah kita berdoa


Sementara biarkan lapar terlupa
Seperti yang pernah ibu ajarkan
Tuhan bagi siapa saja
Meskipun kita pengemis pinggiran jalan
Doa kita pun pasti Ia dengarkan
Bila kita pasrah diri, tawakal

Esok hari perjalanan kita


Masih sangatlah panjang
Mari tidurlah, lupakan sejenak
Beban derita lepaskan

La la la la la la la la la
Dengarkanlah nyanyi
La la la la la la la la la
Dari seberang jalan

La la la la la la la la la
Usah kau tangisi
La la la la la la la la la
Nasib kita hari ini

Tuhan, selamatkan istri dan anakku


Hindarkanlah hati mereka dari iri dan dengki
Kepada yang berkuasa dan kenyang di tengah kelaparan
Oh, hindarkanlah mereka dari iri dan dengki
Kuatkanlah jiwa mereka
Bimbinglah di jalanMu, bimbinglah di jalanMu

Dia Lelaki Ilham Dari Sorga

Dia yang berjalan melintasi malam


adalah dia yang kemarin dan hari ini
akan selalu menjadi ribuan cerita
karena dia telah menempuh semua perjalanan
Dia berjalan dengan kakinya,
dia berjalan dengan tangannya,
dia berjalan dengan kepalanya
tetapi ternyata ia lebih banyak berjalan dengan pikirannya

Dia jelajahi jagat raya ini


dengan telanjang kaki dan tubuh penuh daki
Meskipun ia lebih lapar dari siapapun,
meskipun ia lebih sakit dari siapapun
ia menempuh lebih jauh dari siapapun
Meskipun ia lebih miskin dari siapapun,
meskipun ia lebih nista dari siapapun
Tetapi ternyata ia lebih tegak perkasa dari siapapun

Batu-batu seperti menyingkir


sebelum ia datang, sebelum ia lewat
Semak-semak seperti menguak
sebelum dia injak, sebelum dia menyeberang
Ia berjalan dengan matanya,
ia berjalan dengan perutnya,
ia berjalan dengan punggungnya
tetapi ternyata ia lebih banyak berjalan dengan fikirannya

Gadis-gadis selalu menyapa


karena dia tampan meskipun penuh luka
Kata-katanya tak bisa dimengerti
Tetapi selalu saja akhirnya terbukti
ia lelaki gagah perkasa,
ia lelaki ilham dari sorga,
ia lelaki yang selalu berkata,
"bahwa kita pasti akan kembali lagi kepadaNya."
du du du du du du du du du du du du

Jakarta I

Selamat pagi padamu, Jakarta


di pintumu kau tak sambut tanganku
Hanya suara tawamu kudengar parau, Jakarta
dan nafasmu gemuruh gemerlapan
Seperti sengaja kau ciptakan untukku
Sementara, masih tersisa gema doa di mulutku

Inikah Jakarta? Hanya beginikah sikapmu Jakarta?


Atau aku yang salah bila kukatakan kau tak ramah?
Debu-debu panas di jalanan

nampak sepi dari cinta dan kasih sayang


Tidak seperti di kampungku yang hijau
Di sini takkan kutemui lagi suara seruling
yang ditiup lelaki kecil sambil berbaring
di punggung kerbau yang digembalakannya

Atau nyanyian bambu-bambu seperti musik simfoni


mengiringi anak-anak telanjang bermain
Berkejaran di pematang basah

Selamat malam padamu, Jakarta


Di manakah kau sembunyikan kekasihku?
Atau mataku yang tak mampu lagi mengenali wajahnya?
Sebab, tak ada bau lumpur dan rumput di rambutnya
Seperti ketika dia masih tinggal di kampung
Suka bercanda berdua di bawah malam purnama

Inikah Jakarta? Hanya beginikah kiranya Jakarta?


Kau cambuk punggung siapa saja
yang kalah atau yang tetap bertahan
Bahkan di sini matahari seperti
enggan terbit dari timur lagi

Tidak seperti di kampungku yang damai


Matahari selalu terbit dari sela bukit biru
Dengan warna kuning kemerahan di atas hijau dedaunan
Di bawah burung-burung mulai berterbangan
Di sini aku makin rindu kampungku
Di sini aku makin cinta kampungku
Bersabarlah akan kutundukkan Jakarta untukmu
Hidup I

Pernah kucoba untuk melupakan Kamu


dalam setiap renunganku
Melupakan semua yang Kau goreskan
pada telapak tanganku

Dan juga kucoba untuk meyakinkan fikiranku


bahwa sebenarnya Engkau tak pernah ada
Bahwa bumi dan isinya ini tercipta karena
memang harus tercipta

Bahwa Adam dan Hawa tiba-tiba saja turun


tanpa karena makan buah khuldi dahulu
Dan aku lahir juga bukan karena campur tanganMu
Hanya karena ibu memang seharusnya melahirkanku
Hanya karena ibu memang seharusnya melahirkanku

Tetapi yang kurasakan kemudian


hidup seperti tak berarti lagi
Dan ternyata bahwa hanya kasih sayangMu
yang mampu membimbing tanganku
Oh, yang mampu membimbing tanganku

Tuhan, maafkanlah atas kelancanganku


mencoba meninggalkanMu
Sekarang datanglah Engkau bersama angin
Agar setiap waktu aku bisa menikmati kasihMu
Agar setiap waktu aku bisa menikmati kasihMu

Tuhan, maafkanlah atas kelancanganku


mencoba meninggalkanMu
Sekarang datanglah Engkau bersama angin
Agar setiap waktu aku bisa menikmati kasihMu
Agar setiap waktu aku bisa menikmati kasihMu

Hidup II

Malam ini aku mesti pulang


untuk segera tidur di kamarku yang gelap
Meskipun sebenarnya aku ingin tetap tinggal
untuk menikmati bintang, untuk menikmati bulan
Sebentar lagi, Kasih, beri aku waktu
untuk sekedar mengucapkan selamat malam
Meskipun aku tak dapat melihat wajahMu
tapi hembusan angin cukup menyatakan
kehadiranMu untukku

Dan sekarang aku telah tidur sendiri di kamarku


yang gelap dan dingin, penuh angan-angan
Dan sekarang aku telah pulang kembali ke rumah
yang kotor dan kecil, penuh cita-cita

Di sinilah, di kamarku yang gelap ini


Aku ingin menumpahkan kerinduanku
Di sinilah di kamarku yang dingin ini
Aku ingin menangis di pangkuanMu

Hari ini aku pergi sembahyang


untuk mendekatkan diri kepadaMu
Semoga Kau tahu apa yang kumaksudkan
Semoga Kau lebur dosa dan kekhilafanku

Berjalan Di Hutan Cemara

Berjalan di hutan cemara


langkahku terasa kecil dan lelah
makin dalam lagi
'ku ditelan fatamorgana

Tebing tanah basah di pinggir jalan setapak


seperti garis wajahMu
teduh dan kasih
makin dalam lagi
'ku dicengkam kerinduan

Kabut putih melintas di jalanku


jarak pandangku dua langkah ke depan
ada seberkas cahaya
menembus rimbun dedaunan
Sanggupkah menerangi jalanku?

Dan aku berharap


kapankah kiranya
aampai di puncak sana?

Aku 'kan bertanya, "Siapa diriku?"


aku 'kan bertanya, "Siapakah Kamu?"
aku 'kan bertanya, "Siapa mereka?"
aku 'kan bertanya, "Siapakah kita?"

Episode Cinta Yang Hilang

Ke manakah akan kucari lagi


butir-butir cintaku yang lama kubuang?
Apakah pada gelombang lautan
atau hiruk pikuk jalanan?
Semua sungai ingin kususuri,
semua bukit akan kudaki,
semua padang belantara akan kutembus
Harus kutemukan lagi sebutir cintaku yang hilang
ditelan dusta kemarau panjang

Kapankah akan kudengar lagi


nyanyian angin dan denting gitarmu?
Apakah pada pancaran rembulan
atau tubuh-tubuh panas jalanan?
Semua bumi ingin kujejaki,
semua langit akan kudaki,
semua bintang-bintang akan kutembus
Harusku temukan lagi sebutir cintaku yang hilang
Ditelan dusta kemarau panjang
Camellia II
Camellia II

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1979
Direkam ?
Genre Pop, country, akustik
Durasi ?
Warna White
Label Jackson Records
Produser Jackson Arief
Kronologi Ebiet G. Ade
Camellia I Camellia II Camellia III
(1979) (1979) (1980)

Camellia II ialah album kedua Ebiet G Ade. Diluncurkan pada tahun akhir tahun 1979 oleh
Jackson Record. Camellia II ialah salah satu lagu dalam album ini.

Album ini memuat 10 lagu, semua ditulis oleh Ebiet sendiri. Lagu pertama dalam album ini
adalah Berita Kepada Kawan. Lagu ini ditulis sehubungan dengan bencana alam akibat
Kawah Sinila di Pegunungan Dieng menyemburkan gas beracun (karbon monooksida) dan
memakan korban puluhan jiwa. Lagu ini sering dinyanyikan bila ada liputan bencana alam di
TV.

Album ini banyak memuat lagu bertema cinta, seperti Camellia II, Nyanyian Ombak, Cinta
di Kereta Biru Malam, Mimpi di Parangtritis, dan Sajak Pendek bagi IR. Lagu Cinta di
Kereta Biru Malam bercerita tentang pertemuan seorang pria dan wanita dalam sebuah
bangku kereta api eksekutif Bima (Biru Malam) jurusan Jakarta–Surabaya. Di dalam lirik
lagu ini, Ebiet memasukkan idiom yang erotis:

'Selimut biru yang kau ulurkan kepadaku, kini basah bersimbah peluh kita
berdua.'

Intro lagu Kontradiksi di Dalam mengingatkan pada intro lagu Father and Son karya Cat
Stevens (Yusuf Islam).

"Berita kepada Kawan" juga dinobatkan sebagai salah satu dari "150 Lagu Indonesia Terbaik
Sepanjang Masa" oleh majalah Rolling Stone.[1]

Daftar lagu

 Berita Kepada Kawan


 Camellia II
 Cita-Cita Kecil si Anak Desa
 Nyanyian Ombak
 Cinta di Kereta Biru Malam
 Mimpi di Parang Tritis
 Hidup III
 Kontradiksi di Dalam
 Frustrasi
 Sajak Pendek Bagi IR.

Berita Kepada Kawan


Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Sayang, engkau tak duduk di sampingku, kawan
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
di tanah kering berbatuan

ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho

Tubuhku terguncang di hempas batu jalanan


Hati tergetar menampak kering rerumputan
Perjalanan ini pun seperti jadi saksi
gembala kecil menangis sedih ho ho ho ho

Kawan coba dengar apa jawabnya


ketika ia kutanya "Mengapa?"
Bapak ibunya telah lama mati
ditelan bencana tanah ini

Sesampainya di laut kukabarkan semuanya


kepada karang, kepada ombak, kepada matahari
tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit
Barangkali di sana ada jawabnya
mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

Camelia II
Gugusan hari-hari indah bersamamu, Camellia
Bangkitkan kembali rinduku mengajakku ke sana
Ingin 'ku berlari mengejar seribu bayangmu, Camellia
Tak peduli 'kan kuterjang, biarpun harus kutembus padang ilalang
Tiba-tiba langkahku terhenti
Sejuta tangan telah menahanku
Ingin kumaki mereka berkata,
"Tak perlu engkau berlari
mengejar mimpi yang tak pasti
hari ini juga mimpi
maka biarkan Ia datang
di hatimu, di hatimu."

Cita Cita Kecil Si Anak Desa


Aku pernah punya cita-cita hidup jadi petani kecil
Tinggal di rumah desa dengan sawah di sekelilingku
Luas kebunku sehalaman 'kan kutanami buah dan sayuran
Dan di kandang belakang rumah kupelihara bermacam-macam peliharaan

Aku pasti akan hidup tenang, jauh dari bising kota yang kering dan kejam
Aku akan turun berkebun mengerjakan sawah ladangku sendiri
dan menuai padi yang kuning bernas dengan istri dan anakku
Memang cita-citaku sederhana sebab aku terlahir dari desa
Istriku harus cantik, lincah, dan gesit
Tapi ia juga harus cerdik dan pintar
Siapa tahu nanti aku 'kan terpilih jadi kepala desa
'kan kubangkitkan semangat rakyatku dan kubangun desaku
Desaku pun pasti mengharap aku pulang
Akupun rindu membasahi bumi dengan keringatku
Tapi semua itu hanyalah tergantung padaNya jua
Tapi aku merasa bangga setidak-tidaknya ku punya cita-cita
Tapi aku merasa bangga setidak-tidaknya ku punya cita-cita

Nyanyian Ombak
Kau campakkan dan kau terlantarkan
kembang yang kupersembahkan kepadamu
sepenuh hati
:Kau diamkan bahkan kau tinggalkan
:Aku yang tertegun di dalam rindu,
:di dalam sepi

:Benarkah telah kering kasih sayang di jantungmu


:layaknya musim ini berkaca pada sikapmu?
:Ranting-ranting patah gemertak
:Belalang pun terbang mencari hijau
:Sisi ladangku tak lagi subur
:Untuk tumbuhkan cinta kasihmu

:Kau dengarkan dan coba renungkan


:gelombang di laut nyanyikan rindu
:menikam kalbu

:Benarkah telah kering kasih sayang di jantungmu


:layaknya musim ini berkaca pada sikapmu?
:Ranting-ranting patah gemertak
:Belalang pun terbang mencari hijau
:Sisi ladangku tak lagi subur
:Untuk tumbuhkan cinta kasihmu
Kau dengarkan dan coba renungkan
gelombang di laut nyanyikan rindu
menikam kalbu

Cinta Di Kereta Biru Malam


Semakin dekat aku memandangmu,
semakin tegas rindu di keningmu
Gelora cinta membara di pipimu
Gemercik hujan di luar jendela
Engkau terpejam bibirmu merekah
mengisyaratkan hasrat di tanganmu
Selimut biru yang kau ulurkan kepadaku
Penahan dingin di kereta Biru Malam
Kau nyalakan gairah nafsuku, kau hela cinta di dadaku
hm..

Kau ciptakan musik irama tra la la la la la la


Kau ciptakan gerak irama tra la la la la
Kau ciptakan panas irama tra la la la la la la
Kau ciptakan diam irama tra la la la la ha ha ha ha
la la la la hm hm la la la la hm hm la la la la

Butir keringat basah bersatu


Deru nafas birahi pun bersatu
Kereta makin pelan dan berhenti hm hm
Kuulurkan lembut tanganku, kubenahi kusut gaunmu
Engkau tersenyum pahit dan menangis
Selimut biru yang kau ulurkan kepadaku
kini basah bersimbah peluh kita berdua
Kuhempaskan lelah tubuhku, kubuang cinta di dadaku
hm..

Kuciptakan janji irama tra la la la la la la


Kuciptakan ingkar irama tra la la la la
Kuciptakan dosa irama tra la la la la la la
Kuciptakan diam irama tra la la la ha ha ha ha
la la la la hm hm la la la la hm hm la la la la

Mimpi Di Parangtritis
Engkau terlena dalam pelukan dingin malam
Matamu terpejam, kembang masih erat kau genggam
Butir pasir beterbangan, sinar bulan berkilauan
Kau tersenyum dalam diam
Kau tertidur makin lelap
Seperti bintang wajahmu gemerlap
Kudekap erat sukmamu, kuselimuti tubuhmu

Aku terjaga, pekik ombak Laut Selatan


Matahari pagi di atas puncak bukit karang
Sebatang pohon kering, membelah matahariku
'ku bertanya kepadamu,
"Mimpi indahkah kau semalam?"
Kiranya kini kau t'lah hilang musnah
seperti namamu yang kutulis di pasir
ditelan ombak Pantai Laut Selatan

Hidup III
Sekarang aku tengah tengadah ke langit
Berjalan di atas bintang-bintang
Bersembunyi dari bayang-bayangku sendiri
yang sengaja kutinggal di atas bukit
Barangkali tanganMu takkan lagi mengejarku
Untuk merenggut segenap hidupku
Aku yang sembunyi di bawah kulitku sendiri
Kapan lagi akan mampu berdiri
Lihatlah kedua belah tanganku
Yang kini nampak mulai gemetaran
Sebab ada yang tak seimbang
Antara hasrat dan beban
Atau karena jiwaku yang kini mulai rapuh
Gampang diguncangkan angin
Lihatlah bilik di jantungku
Denyutnya tak rapi lagi
Seperti akan segera terhenti
Kemudian sepi dan mati
hm hm hm hm ho ho
hm hm hm ho ya
hm hm hm ho ho
hm hm hm hm ya
Barangkali tanganMu takkan lagi mengejarku
Untuk merenggut segenap hidupku
Aku yang sembunyi di bawah kulitku sendiri
Kapan lagi akan mampu berdiri
Lihatlah kedua belah tanganku
Yang kini nampak mulai gemetaran
Sebab ada yang tak seimbang
Antara hasrat dan beban
Atau karena jiwaku yang kini mulai rapuh
Gampang diguncangkan angin
Lihatlah bilik di jantungku
Denyutnya tak rapi lagi
Seperti akan segera terhenti
Kemudian sepi dan mati
hm hm hm hm ya
hm hm hm ho ya
hm hm ho ho ya
hm hm hm ya ya

Kontradiksi Di Dalam
Aku sering merasa kesal serta bosan
menunggu matahari bangkit dari tidur
Malam terasa panjang dan tak berarti
sementara mimpi membawa pikiran makin kusut

Maka wajar saja bila aku


berteriak di tengah malam
Itu hanya sekedar untuk mengurangi
beban yang memberat di kedua pundakku

Aku ingin segera bertemu dengan wajahmu, pagi


untuk kucanda dan kucumbu
Di situ kudapat cintaku

Aku sering merasa muak serta sedih


bila setiap kali harus kusaksikan
wajah-wajah dusta masih tega tertawa
sementara korban merintih di kedua kakinya

Aku ingin segera bertemu dengan wajahmu, pagi


untuk kucanda dan kucumbu
Di situ kudapat cintaku

Frustrasi
Semalaman
aku terbaring di sini
di balik dinding
bambu yang tua aku sendiri

Buku jariku
meregang, aku ingin berdiri
tapi bulu kudukku
menari lembut dihembus angin

Aku bernyanyi untuk menahan letih


Bukan jatuh cinta padamu, gadis manis
Telah kupejamkan semua mata
bagi cinta kasih yang gemerlapan
Biar kubenahi hasrat di hati
Ke mana pun langkah 'kan kubawa lari
Tubuh dan sukmaku yang dalam sakit
dibakar semangat bumi yang semakin
tak bisa kumengerti

Sekarang pun
aku masih ragu-ragu
mesti ke manakah
mataku memandang jauh?

Aku bernyanyi untuk menahan letih


Bukan jatuh cinta padamu, gadis manis
Telah kupejamkan semua mata
bagi cinta kasih yang gemerlapan
Biar kubenahi hasrat di hati
Ke mana pun langkah 'kan kubawa lari
Tubuh dan sukmaku yang dalam sakit
dibakar semangat bumi yang semakin
tak bisa kumengerti

Sajak Pendek Bagi I.R


Kusimpan asa di rerumputan
tempat kita pernah berjalin tangan
Nafasku dan nafasmu saling bertautan
Meniti kasih di selembar benang
du du du du du du du du du du du du

Kubunuh rindu di sudut ruang


tempat kita pernah mesra berbincang
yang kini tumbuh menjadi dendam
Kau bakar cinta, kau tikam luka

Haruskah aku kalah lagi setelah kalah dan kalah?


Mestikah aku jatuh lagi setelah jatuh dan jatuh?
Atau harus aku gali kubur kita berdua
dan kutancapkan tonggak kayu atas kemenanganku?
Keputusannya ada pada sikapmu dan suasana di batinku
Tuhan, maafkan aku ho

du du du du du du du du du du du du du du du du du...

Haruskah aku kalah lagi setelah kalah dan kalah?


Mestikah aku jatuh lagi setelah jatuh dan jatuh?
Atau harus aku gali kubur kita berdua
dan kutancapkan tonggak kayu atas kemenanganku?
Keputusannya ada pada sikapmu dan suasana di batinku
Tuhan, maafkan aku ho

du du du du du du du du du du du du du du du du du...
Camellia III
Camellia III

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1980
Direkam ?
Genre Pop, country, akustik
Durasi ?
Warna lightblue
Label Jackson Records
Produser Jackson Arief
Kronologi Ebiet G. Ade
Camellia II Camellia III Camellia 4
(1979 (1980) (1980)

Camellia III adalah album ke-3 yang dikeluarkan oleh Ebiet G. Ade. Diluncurkan tahun
1980 oleh Jackson Records. Album ini direkam di Filipina. Melibatkan beberapa musikus
lokal dan sound engineer kelas satu di negeri tersebut hingga menghasilkan suara berkualitas
tinggi dengan menggunakan pita BASF yang saat itu masih jarang dipakai oleh para musikus
di Indonesia.

Ada 10 lagu yang termuat dalam album ini. Banyak lagu dari album ini yang menjadi hits dan
tetap diingat sampai sekarang, seperti Elegi Esok Pagi, Camellia III, Dosa Siapa? Ini Dosa
Siapa?, Kalian Dengarkan Keluhanku (Dari Seseorang yang Kembali dari Pengasingan), dll.
Lagu Kalian Dengarkan Keluhanku misalnya, berkisah tentang seseorang yang ditolak di
lingkungannya karena ia bekas narapidana. Lagu Lolong dan Saksikan bahwa Sepi
merupakan lagu bertema alam.

Daftar lagu:
 Elegi Esok Pagi
 Camellia III
 Dosa Siapa? Ini Dosa Siapa?
 Kalian Dengarkan Keluhanku (Dari Seseorang yang Kembali dari Pengasingan)
 Sepucuk Surat Cinta
 Lolong
 Hidup IV
 Saksikan bahwa Sepi
 Ada yang Tak Mampu 'ku Lupa
 Untukmu, Kekasih

Elegi Esok Pagi


Ijinkanlah kukecup keningmu
bukan hanya ada di dalam angan
esok pagi, kau buka jendela
'kan kau dapati seikat kembang merah
Engkau tahu, aku mulai bosan
bercumbu dengan bayang-bayang
bantulah aku temukan diri,
menyambut pagi, membuang sepi
Ijinkanlah aku kenang sejenak perjalanan
ho ho ho
dan biarkan kumengerti
apa yang tersimpan di matamu
ho ho
Barangkali di tengah telaga
ada tersisa butiran cinta
dan semoga kerinduan ini
bukan jadi mimpi di atas mimpi
Ijinkanlah aku rindu pada hitam rambutmu
ho ho ho
dan biarkan 'ku bernyanyi
demi hati yang risau ini
ho ho
Barangkali di tengah telaga
ada tersisa butiran cinta
dan semoga kerinduan ini
bukan jadi mimpi di atas mimpi

Camelia III
Di sini dibatu ini
akan kutuliskan lagi
namaku dan namamu
maafkan bila waktu itu
dengan tuliskan nama kita
kuanggap engkau berlebihan
Sekarang setelah kau pergi
kurasakan makna tulisanmu
meski samar tapi jelas tegas
engkau hendak tinggalkan kenangan
dan kenangan
Di sini kau petikkan kembang
kemudian engkau selipkan
pada tali gitarku
Maafkan bila waktu itu
kucabut dan kubuang
kau pungut lagi dan kau bersihkan
Engkau berlari sambil menangis
kau dekap erat kembang itu
sekarang baru aku mengerti
ternyata kembangmu kembang terakhir
yang terakhir
Oh, Camelia, katakanlah di satu mimpiku
Oh oh oh oh oh Camelia,
maafkanlah segala khilaf dan salahku
Di sini, di kamar ini
yang ada hanya gambarmu
kusimpan dekat dengan tidurku
dan mimpiku
Oh, Camelia, katakanlah di satu mimpiku
Oh oh oh oh oh Camelia,
maafkanlah segala khilaf dan salahku
Oh, Camelia, katakanlah di satu mimpiku
Oh oh oh oh oh Camelia,
maafkanlah segala khilaf dan salahku

Dosa Siapa Ini Dosa Siapa


Kudengar suara jerit tangismu
Sesepi gunung
Kulihat bening bola matamu
Sesejuk gunung
Oh, engkau anakku
yang menanggungkan noda
Sedang engkau terlahir
mestinya sebening kaca
Apa yang dapat kubanggakan?
Kata maafku pun belum kau mengerti
Dosa siapa? Ini dosa siapa?
Salah siapa? Ini salah siapa?
Mestinya aku tak bertanya lagi
Kudengar ceria suara tawamu
menikam jantung
Kulihat rona segar di pipimu
Segelap mendung
Oh, engkau anakku
yang segera tumbuh dewasa
Dengan selaksa beban
mestinya sesuci bulan
Apa yang dapat kudambakan?
Kata sesalku pun belum kau mengerti
Dosa siapa? Ini dosa siapa?
Salah siapa? Ini salah siapa?
Jawabnya ada di relung hati ini

Kalian Dengarkah Keluhanku


Dari pintu ke pintu kucoba tawarkan nama
demi terhenti tangis anakku dan keluh ibunya
Tetapi nampaknya semua mata memandangku curiga
seperti hendak telanjangi dan kulit jiwaku

Apakah buku diri ini selalu hitam pekat?


Apakah dalam sejarah orang mesti jadi pahlawan?
Sedang Tuhan di atas sana tak pernah menghukum
dengan sinar mataNya yang lebih tajam dari matahari

Ke manakah sirnanya nurani embun pagi


yang biasanya ramah kini membakar hati?
Apakah bila terlanjur salah
akan tetap dianggap salah?
Tak ada waktu lagi benahi diri
Tak ada tempat lagi untuk kembali

Kembali dari keterasingan ke bumi beradab


ternyata lebih menyakitkan dari derita panjang
Tuhan, bimbinglah batin ini agar tak gelap mata
dan sampaikanlah rasa inginku kembali bersatu

Ke manakah sirnanya nurani embun pagi


yang biasanya ramah kini membakar hati?
Apakah bila terlanjur salah
akan tetap dianggap salah?
Tak ada waktu lagi benahi diri
Tak ada tempat lagi untuk kembali

Sepucuk Surat Cinta


Coba kau tinggalkan aku sendiri
untuk belajar menahan kerinduan
dan untuk menimbang sampai seberapa
kadar cinta kasihku kepadamu,
sampai seberapa kesetiaanku padamu

Coba kau biarkan aku berfikir


apa yang mesti kukatakan padamu
Setiap orang selalu saja bicara
tentang masa depan dan masa silam
Aku akan jujur saja kukatakan, “aku cinta padamu.”

Kulihat kaki-kaki burung berdansa


Kudengar putik-putik kembang berdendang
Itukah pertanda aku jatuh cinta?
Itukah pertanda hatiku kembali tergugah?

Coba kau renungkan sekali lagi


di sisi manakah ‘ku harus berdiri
sebab ini semua tergantung padamu
sedang di sini telah kubuka tanganku
Sekarang tinggal bagaimanakah kau bersikap padaku

Kekerasanmu mulai aku sukai


Sikap-sikapmu pun telah kumengerti
Pandangan hidupmu aku pun setuju
walau kita ada di jalan berbeda
tetapi jelas bahwa tujuan kita sama, padaNya

Benarkah di satu sudutmu, Jakarta,


cintaku mulai tumbuh subur?
Atau semua ini hanyalah sejenak
seperti yang selalu aku dapati,
seperti yang selalu aku temui berakhir?

Lolong
Jembatan batu di sebelahku diam
Pancuran bambu kecil memercikkan air
Menghempas di atas batu hitam
Merintih menikam sepi pagi

Pucuk-pucuk cemara bergoyang-goyang


Diterpa angin dingin bukit ini
Seperti mengisyaratkan doa
Rahasia alam diam di sekitarnya

Di sini pun aku mencari Engkau


Setiap kali ku panggili namaMu
Namun selalu saja hanya gema suaraku
yang terdengar rindu

Gadis manis duduk di sebelahku


Menyematkan kembang di saku bajuku
Dan bercerita tentang sepasang burung
Yang bercumbu di atas dahan

Tetapi sepi tetap bergayut di dada


Selalu kuteriakkan kata "Di mana?"
Tetapi rindu tetap bergayut di dada
Selalu kuteriakkan kata "Di mana?"

Ketika pulang aku turun ke kali


Dan berkaca di atas air
Kulihat wajahku letih dan tua
Tapi aku berusaha tertawa
Anggap hidup hanya sandiwara
yang kan berakhir segera

Hidup IV
Oh, rentangkan tanganMu
bersama datang malam
agar dapat kurebahkan kepala
pada bulan di lenganMu
Oh, hembuskanlah
nafas iman ke dalam sukma
agar dapat kuyakini
hidup dan kehidupan ini
Di gunung kucari Kamu
Di sini pun kucari Kamu
Di manakah kutemui Kamu
Untuk luluh dalam genggamanMu
Oh, bisikkanlah
ke manakah langkah mesti kubawa?
agar pasti akan bertemu
untukku tumpahkan rindu
Di lenganMu kutemukan cinta
di mataMu memancar makna
rindu ini tak tertahan lagi
untuk menangis di pangkuanMu

Saksikan Bahwa Sepi


Dengarlah suara gemercik air
di balik rumpun bambu di sudut dusun
Lihatlah pancuran berdansa riang
Menyapa batuan, menjemput bulan

Ada perempuan renta menimba


Terbungkuk namun sempat senandungkan tembang
Sedang di balik pagar gadis berdendang
tengah mandi telanjang

Dengarlah suara nafas jalanan


di balik gedung tinggi, di bawah terik
Lihatlah geriap lalu lalang disapu debu panas
Kasih pun sirna
Ada perempuan tua berdandan
bergincu tebal senandungkan dosa
Sedang di balik dinding jejaka gelisah
menunggu saat berkencan

Sangatlah nyata beda antara berdiri di bebukitan sejuk


dengan di bawah terik matahari
Saksikan bahwa sepi lebih berarti dari keriuhan
Saksikan bahwa sepi lebih berarti dari keriuhan

Ada Yang Tak Mampu Kulupa


Ada yang tak mampu kulupa
bulu lembut di keningmu
yang meremang kala kukecup
dan ketika kusibak rambutmu
Ada yang tak hendak kubuang
serangkaian kenang-kenangan
yang tergambar di gelap malam
dan tersimpan di pucuk daunan
Langit di atas simpang jalan
menemaniku bernyanyi
bagai gejolak pohonan runtuh
bersama gitar bersama sepi
bersama luka dan cinta
aku masih sempat bernyanyi lagi
Ada yang mesti kupikir lagi
melepas dendam dan sakit hati
dan berjuang membendung benci
Tuhan, jagalah tanganku ini

Untukmu Kekasih
Ingin berjalan berdua denganmu, kekasih
lewati malam setelah usai rinai gerimis
lelawa jadi luruh dengan rumput biru
jemari tangan kita lekat jadi satu
pipimu memerah, hasratku merekah
kenapakah waktu tertinggal jauh?
Kukatakan kepadamu tentang hijau huma
yang bakal kita kerjakan dengan sederhana
kita segera akrab dengan sinar pagi
nyanyikan kupu-kupu hinggap di rambutmu
tersenyum kamu, tertawalah aku
kenapakah waktu tertinggal jauh?
Malam, suntingkan rembulan untukku
agar cinta tak berpaling dariku
lama aku pelajari satu puisi
sayang bila hanya angin yang mengerti
Oh, burung bernyanyilah
demi terjalin cinta
oh oh oh
Malam, suntingkan rembulan untukku
agar cinta tak berpaling dariku
lama aku pelajari satu puisi
sayang bila hanya angin yang mengerti
Oh, burung bernyanyilah
demi terjalin cinta
oh oh oh
Camellia 4
Camellia 4

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1980
Direkam ?
Genre Pop, country, akustik
Durasi ?
Warna lightblue
Label Jackson Records
Produser Jackson Arief
Kronologi Ebiet G. Ade
Camellia III Camellia 4 Langkah Berikutnya
(1980) (1980) (1982)

Camellia 4 adalah album keempat yang dikeluarkan oleh Ebiet G. Ade dari perusahaan
rekam Jackson Records pada tahun 1980. Ini adalah album terakhir Ebiet yang menggunakan
nama Camellia.

Album ini mengandung 10 lagu yang diaransemen secara pop, country, maupun akustik.
Aransemen country terdengar pada lagu Nyanyian Pendek buat Anak Gadis Berambut
Panjang, dan aransemen akustik yang kental terdengar pada lagu KepadaMu Aku Pasrah,
Jakarta II, dan Dua Menit Ini Misteri.

Judul album ini diambil dari nama salah satu lagu di album ini, yakni Camellia IV (Requiem),
yang memang isinya bercerita tentang kematian Camellia. Lagu Titip Rindu buat Ayah
bercerita tentang kerinduan Ebiet akan sosok ayahnya, meskipun ia mengaku lagu itu
diciptakan bukan hanya buat ayahnya saja. Ilham lagu ini berawal dari hubungan Ebiet yang
kurang harmonis dengan ayahnya karena ayahnya memaksanya menjadi guru agama, dan
Ebiet baru paham maksud perkataan ayahnya setelah diajak berdiskusi, bahwa ayahnya
menginginkannya menjadi orang yang terbaik. Bersama dengan lagu Seberkas Cinta yang
Sirna, lagu ini sebelumnya dibawakan oleh Ebiet dalam acara Telerama di TVRI. Lagu ini
pernah menjadi tema lagu sinetron Titip Rindu Buat Ayah produksi Persari Film yang
ditayangkan oleh SCTV pada 2001, begitupun lagu KepadaMu Aku Pasrah.

Lagu Jakarta II berkisah tentang seseorang dari desa yag pindah ke Jakarta terpaksa hidup
tak menentu di sana karena kerasnya kehidupan di Jakarta. Dua Menit Ini Misteri adalah lagu
terpendek dari semua lagu Ebiet karena durasinya yang hanya 2 menit 32 detik. Lagu ini
disebut-sebut sebagai salah satu sekuel lagu Camellia.

Lagu

 Nyanyian Rindu
 Camellia IV (Requiem)
 Titip Rindu buat Ayah
 Nyanyian Pendek buat Anak Gadis Berambut Panjang
 KepadaMu Aku Pasrah
 Jakarta II
 Dua Menit Ini Misteri
 Doa Sepasang Petani Muda
 Seberkas Cinta yang Sirna
 Senandung Jatuh Cinta

Nyanyian Rindu
Coba engkau katakan padaku
apa yang seharusnya aku lakukan
bila larut tiba wajahmu membayang
Kerinduan ini semakin dalam
Gemuruh ombak di pantai Kuta
Sejuk, lembut angin di bukit Kintamani
Gadis-gadis kecil menjajakan cincin
tak mampu mengusir kau yang manis
Bila saja kau ada di sampingku,
sama-sama arungi danau biru
Bila malam mata enggan terpejam
Berbincang tentang bulan merah ho...
Du du du du du du du du du du du du du du du
du du du du du du du du du du du du du du du
Coba engkau dengar lagu ini
Aku yang tertidur dan tengah bermimpi
Langit-langit kamar jadi penuh gambar
wajahmu yang bening, sejuk, segar
Kapan lagi kita akan bertemu
meski hanya sekilas kau tersenyum?
Kapan lagi kita nyanyi bersama?
Tatapanmu membasuh luka, ho...
Du du du du du du du du du du du du du du du
du du du du du du du du du du du du du du du

Camelia IV
Senja hitam di tengah ladang
di ujung pematang engkau berdiri
Putih di antara ribuan kembang
Langit di atas rambutmu merah tembaga
Engkau memandangku
Bergetar bibirmu memanggilku
Basah di pipimu air mata kerinduan, kedamaian, ho...
Batu hitam di atas tanah merah
di sini akan kutumpahkan rindu
Kugenggam lalu kutaburkan kembang
Berlutut dan berdoa
Surgalah di tanganmu, Tuhanlah di sisimu
Kematian hanyalah tidur panjang
Maka mimpi indahlah engkau, Camellia, Camellia, ho...
Pagi engkau berangkat hati mulai membatu
Malam kupetik gitar dan terdengar
Senandung ombak di lautan
Menambah rindu dan gelisah
Adakah angin gunung, adakah angin padang
mendengar keluhanku, mendengar jeritanku
dan membebaskan nasibku
dari belenggu sepi?
La la la la la, la la la la
la la la la la
la la la la la la la la la la la
la la la la la la la la la la...

Titip Rindu Buat Ayah


Di matamu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat di keningmu
Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras
namun kau tetap tabah hm...
Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini


Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia

Ayah, dalam hening sepi kurindu


untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini


Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia

Nyanyian Pendek Buat Anak Manis Berambut Panjang


Mestinya aku gembira
banyak gadis yang memandangku
Ada yang cantik dan ada yang manis
Ada yang lincah, ada pula yang diam
Semua menjanjikan kasih sayang
Mestinya aku tertawa
bila mereka bercanda
Menghibur diri demi membunuh sepi
Bayang-bayang hitam lekat saja memburu
Kapankah terbuka selimut rindu?
Anak manis berambut panjang,
selintas kau datang
Tinggalkan merah goresan cinta
Tak gampang 'ku lupa
Anak manis, tengok jantungku
yang menyimpan rindu
Anak manis, sambut tanganku, usirlah mimpiku
Sanggupkah kutunggu kerling mata bermakna?
Dengar denting harpa menikam pagi buta
Salahkah bila aku jatuh cinta?
Mestinya engkau bertanya
gadis mana yang menawanku
Matanya bening, polos sikap, dan jujur
Tak berlebihan menangkap kasih sayang
Inikah pertanda kabut terbuka?
Anak manis berambut panjang,
selintas kau datang
Tinggalkan merah goresan cinta
Tak gampang 'ku lupa
Anak manis, tengok jantungku
yang menyimpan rindu
Anak manis, sambut tanganku, usirlah mimpiku
Sanggupkah kutunggu kerling mata bermakna?
Dengar denting harpa menikam pagi buta
Salahkah bila aku jatuh cinta?
Kepadamu Aku Pasrah
KepadaMu aku pasrahkan
seluruh jiwa dan ragaku
Hidup dan mati ada di tanganMu
Bahagia, sedih ada di jariMu

Cukup lama aku mencari,


menembus pekat dan menerjang kelam,
menyusuri langkah yang makin jauh
Adalah firmanMu pemandu jalanku

Batu gunung tetap tegap tegar


meski angin geram menerpa
Batu karang tak hendak terhempas
meski ombak menerjang terjang
Rindu keteguhan imanku
Hamparan langit biru ho ho
Kering air mata hapuslah duka
Adalah firmanMu pemandu jalanku

KepadaMu aku memohon


nyalakan semangat, bangkitkan nyali,
robohkan tantangan ombak lautan
Rahasia hidup mesti terpecahkan

Jakarta II
Ada yang difikirkan sebelum tertidur
Anaknya yang mungil dan bermata jernih
Ada yang disesali kenapa berangkat
Tinggalkan kampung halaman yang ramah tamah

Dikenang kembali wajah bulat telur istrinya


dengan lengan yang legam dan rambut kemerahan terbakar matahari
Seperti didengar lagi gerit daun pintu bambu,
lenguh sapi perahan, dan anak-anak angsa bermain di halaman

Apa yang dibayangkan tentang Jakarta


ternyata sangatlah jauh berbeda
Apa yang diimpikan terpaksa ditanggalkan
Semangatnya yang membara perlahan padam

Kini ia tidur terlentang di pinggiran jalan


Berselimut sarung tua bekal dari kerabatnya yang masih tersisa
Ingin ditulis sepucuk surat buat istrinya
bahwa di Jakarta ini bukanlah tempat yang ramah
dan dia ingin kembali
Tapi sebagai lelaki ia pantang menyerah
Meski badai melanda ia terus melangkah
Ada sepotong doa tersimpan di saku
Kenangan merah jingga memaksanya bertahan

Dua Menit Ini Misteri


Dalam keranda hitam tubuhmu terbujur
Ada misteri yang tak pernah terungkap
Alis matamu tebal menyimpan rahasia
Adakah waktu akan mampu mengurai ?

Kematian ini memisahkan kita,


Selamat jalan ho...

Doa Sepasang Petani Muda


Mari kita tunggu datangnya hujan
Duduk bersanding di pelataran
sambil menjaga mendung di langit
agar tak ingkar, agar tak pergi lagi
Kasih, kemarilah duduk merapat
sama-sama tengadahkan wajah
agar lebih tegar kita memohon
turunnya hujan basahi bumi ini
Kau dengar ada jeritan
ilalang yang terbakar dan musnah
Usah menangis
simpan di langit
Jadikan mendung
segera luruh jatuh ke bumi
Basahi ladang kita yang butuh minum
basahi sawah kita yang kekeringan
basahi jiwa kita yang putus asa
Kemarau ini begitu mencekam
Kasih, kemarilah duduk merapat
sama-sama tengadahkan wajah
agar lebih tegar kita memohon
turunnya hujan basahi bumi ini
Kau dengar ada jeritan
ilalang yang terbakar dan musnah
Usah menangis
simpan di langit
Jadikan mendung
segera luruh jatuh ke bumi
Basahi ladang kita yang butuh minum
basahi sawah kita yang kekeringan
basahi jiwa kita yang putus asa
Kemarau ini begitu mencekam
Seberkas Cinta Yang Sirna
Masih sanggup untuk kutahankan
Meski telah kau lumatkan hati ini
Kau sayat luka baru di atas duka lama
Coba bayangkan betapa sakitnya
Hanya Tuhanlah yang tahu pasti
apa gerangan yang bakal terjadi lagi
Begitu buruk telah kau perlakukan aku
Ibu, menangislah demi anakmu
Sementara aku tengah bangganya
mampu tetap setia meski banyak cobaan
Begitu tulusnya kubuka tanganku
Langit mendung, gelap malam untukku
Ternyata mengagungkan cinta
harus ditebus dengan duka lara
Tetapi akan tetap kuhayati
hikmah sakit hati ini
telah sempurnakan kekejamanmu
Petir menyambar hujan pun turun
Di tengah jalan sempat aku merenung
Masih adakah cinta yang disebutkan cinta
bila kasih sayang kehilangan makna?
Ternyata mengagungkan cinta
harus ditebus dengan duka lara
Tetapi akan tetap kuhayati
Hikmah sakit hati ini
Telah sempurnakan kekejamanmu

Senandung Jatuh Cinta


Rambutmu yang hitam panjang jatuh di bahu
Kadang luruh di ujung dagu bila engkau tertunduk
Jemari tanganmu lentik lembut memainkan gitar
Nampaknya rembulan pun terkesima

Lewat satu lagu tak usai kau nyanyikan


Perlahan kau tengadahkan wajah sibakkan rambutmu
Matamu tajam berbinar tembusi kegelapan malam
Burung gagak pun jadi enggan terbang

Sedetik 'ku tertegun dalam kesendirian


Gelap kelam membentang di depan mata
Burung-burung pipit, terbanglah menjauh
Kabarkan pada awan cerita ini:
"Aku lagi jatuh cinta
pada gadis kecil yang memainkan gitar,
pada gadis kecil yang memainkan gitar."
Ombak di laut, perdu di belantara
Kadang mampu menyatu dalam satu lagu
Begitu pun yang kuharap, dapat mempersempit jarak
sikapku dan sifat kekanakanmu

Sedetik 'ku tertegun dalam kesendirian


Gelap kelam membentang di depan mata
Burung-burung pipit, terbanglah menjauh
Kabarkan pada awan cerita ini:
"Aku lagi jatuh cinta
pada gadis kecil yang memainkan gitar,
pada gadis kecil yang memainkan gitar."
Langkah Berikutnya
Langkah Berikutnya

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1982
Direkam ?
Genre Pop, country
Durasi ?
Warna lightred
Label Jackson Record
Produser Jackson Arief
Kronologi Ebiet G. Ade
Langkah
Camellia 4 Tokoh-Tokoh
Berikutnya
(1980) (1982)
(1982)

Langkah Berikutnya adalah album musik ke-5 dari Ebiet G. Ade. Dirilis pada 1982 dengan
mengibarkan bendera Jackson Record, album ini adalah album pertama yang tidak lagi
menggunakan nama Camellia. Album transisi yang diaransemen oleh Billy J. Budiardjo ini
dibuat menjelang masuknya Ebiet ke bahtera rumah tangga. Eksplorasi musikal terasa dalam
lagu Dzaffin yang bernuansa Timur Tengah.

Lagu-lagu

Ada 10 lagu dalam album ini. Antara lain Senandung Pucuk-pucuk Pinus dan Biduk Telah
Sarat dan Kutambatkan yang menegaskan Ebiet sebagai penyanyi lagu bertemakan alam.
Lagu Sebuah Tragedi 1981 tercipta dari musibah yang dialami KMP Tampomas II di
perairan Masalembo pada 27 Januari 1981. Lagu itu sendiri terinspirasi dari heroisme Kapten
Abdul Rivai, nakhoda kapal nahas itu yang lebih memikirkan keselamatan orang lain
daripada dirinya sendiri, saat sebagian ABK menyelamatkan diri. Lagu yang dibuka dengan
aransemen musik konser dibuat atas permintaan puteri Kapten Abdul Rivai.

Sedangkan lagu Potret Hitam Putih menceritakan tentang seorang pemuda yang terpaksa
menganggur setelah lulus SMA. Lagu terakhir di album ini, Hidup V, merupakan lagu
terakhir dari lagu-lagu yang menggunakan judul Hidup.

Daftar lagu

 Senandung Pucuk-pucuk Pinus


 Nyanyian Cinta Satu Ketika
 Yang Telah Selesai
 Dzaffin
 Kado Kecil buat Istri
 Biduk Telah Sarat dan Kutambatkan
 Orator
 Sebuah Tragedi 1981
 Potret Hitam-Putih
 Hidup V

Senandung Pucuk – Pucuk Pinus


Bila kita tak segan mendaki
lebih jauh lagi
Kita akan segera rasakan
betapa bersahabatnya alam
Setiap sudut seperti menyapa
Bahkan teramat akrab
Seperti kita turut membangun
Seperti kita yang merencanakan
Pucuk-pucuk pinus seperti berebut
Bergesek berdesak, berjalin tangan
Ranting kering luruh adalah nyanyian
Selaksa puisi bergayut di dahan
leburlah di sini
Kini tinggal menunggu
datang hembusan angin, ho...
Sempurnalah segalanya
Bila kita tak segan menyatu
lebih erat lagi
Kita akan segera percaya
Betapa bersahajanya alam
Lumpur kering adalah pedoman
untuk temukan jalan
Dan butir embun adalah lentera
dalam segenap kegelapan
Pucuk-pucuk pinus seperti berebut
Bergesek berdesak, berjalin tangan
Ranting kering luruh adalah nyanyian
Selaksa puisi bergayut di dahan
leburlah di sini
Kini tinggal menunggu
datang hembusan angin, ho...
Sempurnalah segalanya
Pucuk-pucuk pinus seperti berebut
Bergesek berdesak, berjalin tangan
Ranting kering luruh adalah nyanyian
Selaksa puisi bergayut di dahan
leburlah di sini
Kini tinggal menunggu
datang hembusan angin, ho...
Sempurnalah segalanya

Nyanyian Cinta Satu Ketika


Jangan coba bicara, mari kita renungkan
Di dalam sepiku kau diam
Terkubur di batas langit, tersapu debu jalanan
Semua duka kita tinggal

Dengar aku yang bernyanyi, pasti bagi kamu


Ikrarkan kita tak lagi bertengkar
Pegang erat tanganku dan jangan lepaskan
Ikatkan benang kasih sayang

Nampaknya mendung segera lewat, matahari bersinar


Semuanya telah dirancang untuk menyambut kita
Tersenyumlah, mari tersenyum
Hari ini milik kita

du du du du du hm.... hm hm hm hm hu...

Jangan paksa menangis, mari kita fikirkan


Sejarah usang kita buang
Senandungkan satu lagu, agar semua kembang mekar
Harumkan jiwa cinta kita

Dengar aku yang bernyanyi, pasti bagi kamu


Ikrarkan kita tak lagi bertengkar
Pegang erat tanganku dan jangan lepaskan
Ikatkan benang kasih sayang

Nampaknya mendung segera lewat, matahari bersinar


Semuanya telah dirancang untuk menyambut kita
Tersenyumlah, mari tersenyum
Hari ini milik kita
du du du du du hu... hm.... hu...
du du du du du hu..

Yang Telah Selesai


Jangankan untuk berfikir
sedang mendengar pun enggan
Jeritan pilu lewat bagai angin
Jantungnya telah membeku ho
Jantungnya telah membeku

Lupa segala-galanya
tak merah, tak juga jingga
Rintihan kelu tak ubah nyanyian
Ibanya telah membatu ho
Ibanya telah membatu

Semakin hari makin tak peduli


Semua harapan t’lah pupus
Matanya kosong, sinarnya binasa,
bibirnya rapat terkunci
Dia bukan milik kita lagi
terselubung dalam sepi
Masa lalunya begitu gelap
Benturan demi benturan
begitu berat menekan

Jangankan untuk menyapa


sedang menoleh pun enggan
Lampu jalanan perlahan padam
Dia hanya pantas dikenang ho
Dia hanya pantas dikenang

Sekali waktu terbangun


nafasnya tersendat-sendat
Sumpah serapah yang ia gumamkan
Dia hanya pantas dikenang ho
Dia hanya pantas dikenang

Semakin hari makin tak peduli


Semua harapan t’lah pupus
Matanya kosong, sinarnya binasa,
bibirnya rapat terkunci
Dia bukan milik kita lagi
terselubung dalam sepi
Masa lalunya begitu gelap
Benturan demi benturan
begitu berat menekan
Dzaffin
Sinar bulan jatuh di arena ini
Lelaki menari mengatur langkah hati
Perempuan berhidung mancung
Garis putih di kening bekas berkerudung
Malam ini mereka berdandan,
malam ini mereka berkencan ho..
Ada yang menyematkan kembang di sisi telinga,
ada yang bercerita panjang mimpi semalam,
ada yang diam gelisah kekasihnya tak datang
Mereka seperti kuda binal
yang lepas dari terali kandang ho..
menampak padang rumput subur ho.....
di arena dzaffin

Makin malam suasana semakin panas


Seorang lelaki mabuk turun menari,
perempuan bersorak gembira,
penabuh gendang pun makin bersemangat
Malam ini mereka lupakan ho..
kesepian di rumah seharian
Sayang ketika bulan mulai beranjak
penjaga kandang pun mulai berdatangan
memasang mata kejam di wajah nan keras
Pulang, Aminah, pulanglah, Saleha ho..
Gadis-gadis pun pergi meninggalkan ho.....
arena dzaffin

Kado Kecil Buat Istri


Istriku, dengar, dengarlah
dekaplah aku, dekaplah
Aku sangat mencintaimu ho..
Mari kita buang duka
Istriku, coba bayangkan
anak kita yang bakal lahir
Kita pasti menyayanginya ho..
Mari kita bagi suka
Hendaknya pertengkaran kecil
segera dapat diatasi
Bahkan jadi penyegar cinta kita
Hendaknya perkawinan ini
bukan sekedar cinta kasih
Tapi juga sebuah tanggung jawab
Mari tuntas kita reguk
satu gelas bersama
Bahagia oh! bahagia
Istriku mari renungkan
jalanan terjal berliku
Kita bakal melewatinya ho..
Mari kita gandeng tangan
Istriku duduk istirah
atur nafasmu dan tenang
Kita akan segera berangkat ho..
belayar menembus pekat
Hendaknya kita 'kan berlabuh
di pantai yang penuh kembang
Harum wangi semerbak
adalah sorga hm...
Kita akan buang sauh
berenang ke pinggiran
Peluklah aku dan peluklah
Leburkan jiwa raga kita
kemudian berikrar
Bahagia oh! bahagia
hm... du du du du du

Orator
Kita adalah sepasukan burung Garuda jantan
yang hendak merebut kota dari cengkeraman kaum munafik
hm... loba dan tamak

Seharian kuku-kuku kita telah tajam diasah


bakal merobek topeng-topeng manis,
kedok dari kebusukan dan kelicikan hm segera hentikan

Sejak kemarin di kota ini telah penuh dengan kekotoran


Bau bangkai tanpa terlihat mayat, bau wangi tanpa ada kembang
Buktikanlah bahwa kemerdekaan bukan hanya sebuah sandiwara
Bersaksilah bahwa kemerdekaan benar-benar telah jadi milik kita

Kita mencoba jadi seperangkat alat untuk membasmi


tikus dan rayap, nyamuk dan lalat,
semua pengkhianat di tanah ini, hm di negeri ini

Sejak kemarin di kota ini telah penuh dengan kekotoran


Bau bangkai tanpa terlihat mayat, bau wangi tanpa ada kembang
Buktikanlah bahwa kemerdekaan bukan hanya sebuah sandiwara
Bersaksilah bahwa kemerdekaan benar-benar telah jadi milik kita

Biduk Telah Sarat Dan Kutambatkan


Dengar suara angin berdesau semilir
menyentuh legam lenganku telanjang
tengah duduk menunggu fajar
Semburat sinar merah matahari
Lihat pucuk-pucuk daunan melambai
Berbagai kenangan silih berganti
mengisi jiwa, menguak dada
Kepak kelelawar pecahkan bintang

Ingin aku sapa sekejap Kau sirna


seperti di telan bianglala
Getar batang pinus gelombang samudra
Teguhkan bibirku sebut namaMu

Dengar derap langkah serentak terhenti


Menyimak lirih bisikan kalbuku
Ada yang tertinggal, ada yang hilang
Begitu kelam dan sangat dalam

Tinggal sepotong ranting erat kugenggam


Tolong, sambutlah persembahan ini
Heningnya malam bekukan embun
Biduk telah sarat dan kutambatkan

Sebuah Tragedi 1981


Dia nampak tegah berdiri, gagah perkasa
Berteriak tegas dan lantang, ia nakhoda
Sebentar gelap hendak turun
Asap tebal rapat mengurung
Jeritan yang panjang, rintihan yang dalam,
derak yang terbakar, dia tak diam
du du du du du du du du du du du du

Dia nampak sigap bergerak di balik api


Seperti ada yang berbisik, ia tersenyum
Bila bersandar kepadaNya
terasa ada tangan yang terulur
Bibirnya yang kering serentak membasah
Tangannya yang jantan tak kenal diam

Bertanya kepadaNya, "Mesti apalagi?"


Semua telah dikerjakan tak ada yang tertinggal
Geladak makin terbenam, ho harapan belum pudar
Masih ada yang ditunggu mukjizat dariNya
Atau bila segalanya harus selesai
Pasrah terserah kepadaNya

Dia nampak duduk terpekur tengah berdoa


Ia hadirkan semua putranya, ia pamitan
Tanggung jawab yang ia junjung dan rasa kemanusiaan
ia telah bersumpah selamatkan semua
ia rela berkorban jiwa dan raga
du du du du du du du du du du du du
Di tengah badai pusaran air tegak bendera
Ia t'lah gugur begitu jantan, ia pahlawan
Pengorbanannya patut dikenang, jasa-jasanya pantas dicatat
Taburkanlah kembang di atas kuburnya
Berbelasungkawa bagi pahlawan

Potret Hitam – Putih


Coba kalian dengar lagi satu cerita dariku
Adalah seseorang bersiul riuh tak menentu
Ia hanya ingin membuang deburan resah di hati
Ia hanya ingin melepas dendam panas membakar sepi

Setelah lepas SMA terpaksa jadi anak jalanan


Digantungkan rindu bangku-bangku pada malam hening dan bisu
Dibayangkan kawan sebaya telah pada sarjana
Sedang baginya bertumpuk beban, tak seranta dirampungkan

Tak pelak lagi adalah si bungsu


Jalan tertatih tapi tak ada ragu
Sekarang ia coba bernyanyi bagi siapa saja,
bagi bapak ibunya, bagi kakak-kakaknya, bagi semua kerabatnya,
bagi kekasihnya, bagi semua
Ia senandungkan tentang keindahan, tentang kekotoran,
tentang kelicikan, tentang kejantanan,
tentang kehidupan, tentang cinta
Masih ada saja yang belum ditemukan

Coba mari kita simak lagi apa yang tengah dikerjakan


Sanggupkah dia melintas menentang arus yang deras
Tak ada salahnya bila kita turut berdoa
agar terkuak hambatan, agar sampai tujuan

Tak pelak lagi adalah si bungsu


Jalan tertatih tapi tak ada ragu
Sekarang ia coba bernyanyi bagi siapa saja,
bagi bapak ibunya, bagi kakak-kakaknya, bagi semua kerabatnya,
bagi kekasihnya, bagi semua
Ia senandungkan tentang keindahan, tentang kekotoran,
tentang kelicikan, tentang kejantanan,
tentang kehidupan, tentang cinta
Masih ada saja yang belum ditemukan

Hidup V
Di laut alun gelombang deras menerjang tebing,
batu karang ho, adakah Kamu?
Di padang ilalang yang tandus,
kemuning, kering terbakar, tersandar lesu,
adakah Kamu?

Aku cari, selalu kucari


di manakah adanya Kamu?
Aku ingin memekik, kupanggil namaMu
Jantung rasa terbelah menahan pekikan diam

Ingin rasanya kuterjang kelam


Ingin kuungkap rahasia malam
Agar rembulan, agar matahari
bersatu untuk mengasuh jiwaku

Kini aku terbaring menunggu Kamu


Datanglah, oh! Datanglah dalam pelukanku ho...

La la la la la la la la la la la
la la la la la la la la la la la
la la la la la la la la la la la
la la la la la la la la la la la

Di padang kembang melati ada perahu bertolak


menembus pekat ho, adalah Kamu?
Di hati terang benderang nyanyian sorga bergema
menikam dada, adalah Kamu?

Aku cari, selalu kucari


Di manakah adanya Kamu?
Aku ingin memekik, kupanggil namaMu
Jantung rasa terbelah menahan pekikan diam

Ingin rasanya kuterjang kelam


Ingin kuungkap rahasia malam
Agar rembulan, agar matahari
bersatu untuk mengasuh jiwaku

Kini aku terbaring menunggu Kamu


Datanglah oh! Datanglah dalam pelukanku ho...

La la la la la la la la la la la
la la la la la la la la la la la
la la la la la la la la la la la
la la la la la la la la la la la
la la la la la la la la la la la
la la la la la la la la la la la
Tokoh-Tokoh
Tokoh-Tokoh

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1982
Direkam ?
Genre Pop, country
Durasi ?
Warna lightblue
Label Jackson Records
Produser Jackson Arief
Kronologi Ebiet G. Ade
Langkah Berikutnya Tokoh-Tokoh 1984
(1982) (1982) (1984)

okoh-Tokoh ialah album musik Ebiet G. Ade yang dirilis tahun 1982. Album ini dirilis di
bawah bendera Jackson Record.

Ada 10 lagu dalam album ini. Yang paling terkenal ialah lagu pertama, Untuk Kita
Renungkan. Lagu ini sering ditayangkan bersama dengan bencana alam di TV. Lagu ini
diciptakan Ebiet saat terjadi bencana letusan Gunung Galunggung di Jabar tahun 1982 di
mana asap gunung itu sampai menyelimuti Kota Bandung. Selain Untuk Kita Renungkan, ada
juga lagu Lakon Anak-anak Bencana yang juga diilhami dari peristiwa yang sama. Namun
lagu ini lebih menitikberatkan pada tema sosial.

Lagu Seruling Malam berisi nasihat seorang ayah kepada anaknya, dan lagu Mimpi-mimpi
yang Kandas berkisah tentang seorang pemuda yang berusaha mengadu nasib di kota, namun
tidak berhasil.
Daftar Lagu

 Untuk Kita Renungkan


 Dendang Kita Bersama
 Tentang Seorang Sahabat
 Cerita Cinta Suminah dan Tukang Sapu
 Nyanyian Siang dan Malam
 Seruling Malam
 Lakon Anak-Anak Bencana
 Tetes-Tetes Doa Kami
 Kapankah Kita Berlabuh
 Mimpi-Mimpi yang Kandas

Untuk Kita Renungkan


Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih
Suci lahir dan di dalam batin
Tengoklah ke dalam sebelum bicara
Singkirkan debu yang masih melekat
ho ho singkirkan debu yang masih melekat
Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Anug'rah dan bencana adalah kehendakNya
Kita mesti tabah menjalani
Hanya cambuk kecil agar kita sadar
adalah Dia di atas segalanya
ho ho adalah Dia di atas segalanya
Anak menjerit-jerit, asap panas membakar,
lahar dan badai menyapu bersih
Ini bukan hukuman, hanya satu isyarat
bahwa kita mesti banyak berbenah
Memang bila kita kaji lebih jauh
dalam kekalutan masih banyak tangan
yang tega berbuat nista ho ho
Tuhan pasti telah memperhitungkan
amal dan dosa yang kita perbuat
Ke manakah lagi kita 'kan sembunyi?
Hanya kepadaNya kita kembali
Tak ada yang bakal bisa menjawab
Mari hanya runduk sujud padaNya
Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Kita mesti berjuang memerangi diri
Bercermin dan banyaklah bercermin
Tuhan ada di sini, di dalam jiwa ini
Berusahalah agar Dia tersenyum
ho ho berusahalah agar Dia tersenyum
Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho

Dendang Kita Bersama


Setiap nyanyian cinta mesti terdengar lembut,
penuh bisikan rindu, penuh kembang pemanis
Air mata pun tetes, getar jantung berdetak
Puisi jingga kita terlena

Dendang belantara orkes kehidupan


kadang jantan perkasa, kadang rintih memelas
Angin gunung dan ngarai bagai konser simfoni
Adanya kekal, adanya abadi

Kawan, mari kita coba fikir sejenak


bila kita tengah mabuk asmara
Bumi menjadi sempit, langit pun menjepit
Lalu lalang kehidupan terhenti

Kenapakah setiap kali kita merasa kehilangan?


Aku usulkan singkirkan saja
Kita dengar nyanyian alam, kita simpan jadi nyanyian
ho ho ho hm... du du du du du hm hm...

Dendang kebebasan gema potret merdeka


lahir dari jiwa tenteram sejahtera
Setiap orang pun bebas untuk turut bernyanyi
meskipun sumbang lepas terdengar

Kawan, mari kita coba fikir sejenak


bila kita tengah mabuk asmara
Bumi menjadi sempit, langit pun menjepit
Lalu lalang kehidupan terhenti

Kenapakah setiap kali kita merasa kehilangan?


Aku usulkan singkirkan saja
Kita dengar nyanyian alam, kita simpan jadi nyanyian
ho ho ho hm... du du du du du hm hm... ho...

Tentang Seorang Sahabat


Ibu, izinkanlah aku bicara
Dengarkanlah dan jangan kau hentikan
cerita yang hendak aku paparkan
Dan semestinya engkau dapat mengerti
cintaku telah menggumpal dan membeku di dalam dada

Ibu, biarkan aku jadi lelaki


Rasanya aku telah cukup dewasa
dan akan bijak mengambil keputusan
Jangan kau kurung dengan peraturanmu
Berikan kebebasan untuk memilih tambatan hati

Ibu, kemarin aku bertemu dia,


gadis sempurna mengguncangkan hati
Ibu, izinkan aku jatuh cinta
Jangan kaupaksa atas pilihanmu
Lihatlah betapa aku hanya gemetar,
mulutku kelu, wajah bagai terbakar
Ombak bergulung dan angin di pantai saksi kegagalanku

Ibu, ke manakah wajah harus kusembunyikan?


Aku yang dilahirkan sebagai lelaki
tak mampu memandang apalagi bicara
Belenggu ini terlalu erat mengikat
Telah punah kejantanan yang kumiliki
Semoga kau mengerti

Ibu, kemarin aku bertemu dia,


gadis sempurna mengguncangkan hati
Ibu, izinkan aku jatuh cinta
Jangan kaupaksa atas pilihanmu
Lihatlah betapa aku hanya gemetar,
mulutku kelu, wajah bagai terbakar
Ombak bergulung dan angin di pantai saksi kegagalanku

Cerita Cinta Suminah Dan Tukang Sapu


Malam yang pekat terasa menyiksa
Duduk sendirian di bangku pasar
Nyamuk terbang layang sesekali hinggap
Menunggu pagi datang, menunggu kehidupan

Ia enggan tertidur, ia enggan bermimpi


Senyum yang menawan gadis kebaya jingga ho ho ho
Dinyalangkan matanya, dipeluk erat bayangnya
Suminah pilar timur anak pedagang sayur

Dicari sesobek kertas, dicari sepotong arang


Ia menggambar sebisanya
Asal bisa terungkapkan perasaan yang menggebu
"Suminah, aku cinta kamu!"
Berjalan mengendap-endap menuju sudut pilar timur
Disorongkan hati yang terpanah hm
Semoga hm Suminah mengerti ho ho ho ho

Cinta cucu Adam begitu sederhana


tapi makna yang tersimpul begitu agung
Seorang tukang sapu punya cara sendiri
meramu adonan cinta, ia berhak menikmati

Dicari sesobek kertas, dicari sepotong arang


Ia menggambar sebisanya
Asal bisa terungkapkan perasaan yang menggebu
"Suminah, aku cinta kamu!"
Berjalan mengendap-endap menuju sudut pilar timur
Disorongkan hati yang terpanah ho
Semoga hm Suminah mengerti ho ho ho ho

Nyanyian Siang Dan Malam


Terdengar dentingan kecapi sumbang
mengalir dan menyeruak
seperti percik-percik air pancuran
membasuh dan menyiram jiwa

Di tengah hiruk pikuk dan cucuran peluh


ia menyayat menikam
Sepasang sepatu robek berdebu
tergolek setia menunggu

Tudung jerami kacamata gelap


Kukunya hitam lusuh dan kasar
menggapai-gapai di dawai karatan
Senyumnya kering dan getir

Sebuah nyanyian usai dipetik


ada tepuk tangan riuh
Ia menggapai tongkat kehidupan
Renggangkan jemari tangan

Tudung jerami kacamata gelap


Kukunya hitam, lusuh, dan kasar
menggapai-gapai di dawai karatan
Senyumnya kering dan getir

Tersenyum lega untuk segalanya


Begitu jantan perkasa
Perjuangan dalam gelap dan pekat
Nyanyian siang dan malam
Nyanyian siang dan malam
Seruling Malam (Tokoh VI)
Bulan keemasan, kuning berkilauan
Terdengar seruling bambu
merayap ke langit, menikam bumi
Bergetar seluruh jagat raya ini
Lengkingan tinggi bagai buluh perindu
adalah tangisan bayi
Diakah anak kita, dia buah cinta kita
Istriku coba redakan tangisnya
Sekelompok burung malam terbang
dan terbitlah bintang kejora
Memancarkan sinar cinta kasih
Bagi anak kita yang suci bersih
Berbahagialah dan bersyukurlah
atas kehadiran anak kita
Ingin kugendong dan kutimang-timang
kuajak engkau bermain
Kenalilah bapakmu, kenali ibumu
dan negeri ini tanah airmu
Segeralah dewasa dalam asuhanku
'kan kubimbing di jalan yang lurus
Jadilah anak berbudi, penuh kebajikan
Menjunjung tinggi harkat kebenaran
Berbahagialah dan bersyukurlah
atas kehadiran anak kita

Lakon Anak – Anak Bencana


Mengapa begitu ganas engkau bergejolak?
Semburkan api sebarkan panas ke segala penjuru
ho ho ho hidup kami belum lagi sempat kecukupan
Mengapa datang begitu cepat bencana yang dahsyat?

hm hm... ho ho ho ho ho

Lihatlah, ho... anak-anak kami ho....


Mereka yang hilang kesempatan ho...
main sembunyi dan belajar di sekolah desa
Serentak semuanya duduk bingung di sudut barak
Nampaknya belum sepenuhnya dapat mengerti
apa yang sebenarnya tengah dialami
Sebuah bencana terjadi seperti mimpi
Tuhan, tunjukkanlah jalanan kami

Mengapa begitu cepatnya semua musnah?


Lahar melanda pemukiman yang kami cintai hm hm hm
Izinkanlah kami berfikir yang mungkin keliru
bahwa Engkau tengah menguji ketabahan kami
hm hm hm ho ho ho ho ho

Derita, ho... anak-anak kami ho.....


teronggok ho... dalam penampungan ho..
Kami khawatir bila terlalu lama menderita
Pupus harapan dan dapat merubah jiwa mereka
Menyaksikan betapa kejinya hidup
Hati yang bening dapat berubah keruh
Sebuah bencana terjadi seperti mimpi
Tuhan, tunjukkanlah jalanan kami

hm... ho.. ho ho ho ho ho.... ho ho ho


hm... ho.. ho ho ho ho ho.... ho ho ho

Tetes – Tetes Doa Kami


Ada seberkas sinar menyelinap jatuh di ilalang
Tersentak 'ku bangun dari impian
Aku melangkah susuri sungai
kembali mencari kegaibanMu

Suara jengkerik bernyanyi menyusup dan menggeletar


Kegaduhan ini begitu sepi
Seperti diam, seperti mati
Yang nyata hanyalah aku sendiri

Jangan Engkau menganggap aku mengusik istirahMu


Dada ini seakan hendak meledak
Sekian lama menahan rindu
Betapa pun jauh yang t'lah kutempuh

Coba Engkau isyaratkan bahwa Engkau ada di sampingku


Seperti yang tertulis dalam firmanMu
Seperti bintang, bagai rembulan
menyiram melegakan jiwaku

Aku dan istriku setiap saat berdoa


Agar Engkau peluk kami berdua
Aku dan istriku setiap waktu bersyukur
atas s'gala yang telah Engkau limpahkan
Kami tengah berjuang
meraih bintang-bintang,
tembus kepekatan mega
Ulurkanlah tanganMu, taburkanlah kasihMu,
puji kehadiranMu, amin

Semoga Engkau mendengar apa yang aku idamkan


adalah hakekat bahagia sejati
Kupertaruhkan segala-galanya
padangilah jalan kami berdua

Aku dan istriku setiap saat berdoa


Agar Engkau peluk kami berdua
Aku dan istriku setiap waktu bersyukur
atas s'gala yang telah Engkau limpahkan
Kami tengah berjuang
meraih bintang-bintang,
tembus kepekatan mega
Ulurkanlah tanganMu, taburkanlah kasihMu,
puji kehadiranMu, amin
puji kehadiratMu, amin

Kapankah Kita Berlabuh


Kapankah kita 'kan merapat
di pantai yang kita impikan
untuk menangis sepuas hati,
untuk melepaskan derita ini?

Kapankah kita 'kan rasakan


harumnya kembang setaman
Sekian lama kita hanya berlayar
hanya kenal lautan dan lautan

Akan ke manakah kita ini


terlempar jauh, teramat jauh?
Sampai di manakah kita kini?
Tak nampak lagi kaki langit

Bahtera ini kecil,


gampang terbawa angin
Sekelompok batu karang siap meremukkan
Kapankah kita 'kan berlabuh?

Kapankah kita 'kan bertemu


laut yang bening dan biru,
kembang warna warni,
desis ikan bernyanyi
tembang manis, teramat manis

Kapankah kita 'kan berlabuh


Rinduku menggumpal di pantai
Jangan hanya diam
Mari kita berdoa
Berhembuslah angin ke sana

Akan ke manakah kita ini


terlempar jauh, teramat jauh?
Sampai di manakah kita kini?
Tak nampak lagi kaki langit

Bahtera ini kecil,


gampang terbawa angin
Sekelompok batu karang siap meremukkan
Kapankah kita 'kan berlabuh?

Mimpi – Mimpi Yang Kandas


Anak perawan berkebaya
Bersenandung sambil menuai padi
Menunggu kembali kekasih
Terlihat dalam sinar matanya
Rindu

Anak jejaka mengembara


Langlang buana mencari kesempatan
Berkarya, berbakti, mengabdi
Bagi negri tanah tumpah darah
Tercinta

Betapa indah
Mimpi-mimpi yang tergambar dibayangan

Anak perawan terkesima


Membaca surat bersampul biru muda
Jantung pun seperti terhenti
Bibir terkatup
Air mata berlinang

Anak jejaka patah arang


Melambung dan terbanting
Di batu karang
Ternyata begitu sulitnya
Menanggulangi petaka
Yang berutun datang

Dia yang gagal


meraih mimpi-mimpi yang indah gemerlapan
1984
1984

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1984
Direkam ?
Genre Pop
Durasi ?
Warna lightBlue
Label Jackson Records
Produser Jackson Arief
Kronologi Ebiet G. Ade
Tokoh-Tokoh 1984 Zaman
(1982) (1984) (1985)

1984 adalah album ke-7 yang diluncurkan Ebiet G. Ade di bawah bendera Jackson Records.
Judul album ini merujuk pada tahun peluncuran album ini.

Album ini memotret keindahan Danau Toba dengan lagu Nyanyian Bumi Seberang (Bona ni
Pasogit). Sentuhan orkestrasi klasik tertuang dalam lagu Konserto Doa, yang di akhirnya
ditutup dengan narasi doa dari Sevilla Mirza Devi, puteri Billy J. Budiardjo, penata musik di
album ini.

Tidak seperti album-album sebelumnya, penjualan album ini tidak begitu bagus. Lagu hit
dalam album ini hanya Bingkai Mimpi, tidak seperti album terdahulu yang banyak
menelurkan hits.
Daftar lagu

 Bingkai Mimpi
 Catatan Seorang Penyair
 Sejoli Kasih Sarman dan Lasmi
 Taubat
 Konserto Doa
 Pengemis dan Tukang Copet
 Puisi Bulan Madu
 Eksekusi
 Dongeng dari Negeri Antah-Berantah
 Nyanyian Bumi Seberang (Bona ni Pasogit)

Bingkai Mimpi

Dalam kepekatan mimpiku


wajahMu tersembunyi
Alam semesta, matahari, bintang, rembulan
Semua datang sujud buatMu
Menikam cinta paling dalam

Du du du du du du du
du du du du du

Dari sudut manakah gerangan


aku dapat segera mulai
melukiskan Engkau yang kasat mata namun ada
Bahkan mengalir dalam darah
Hidup t'lah kujanjikan buatmu

Garis-garis aku satukan


menampilkan watak yang beringas
Titik-titik aku kumpulkan
menampilkan rona geriap
Terlalu jauh dari wajahMu
yang agung, teduh, dan kasih
Kini kuyakini sepenuhnya Engkau tak mungkin kugambar
Tinggal kumohon ampunanMu atas kelancangan mimpiku

Dalam kesejukan nafasMu


aku khusyuk sembahyang
Barangkali dapat kutafsirkan makna firmanMu
Peluklah aku dalam damai,
siramilah dengan cinta
Garis-garis aku satukan
menampilkan watak yang beringas
Titik-titik aku kumpulkan
menampilkan rona geriap
Terlalu jauh dari wajahMu
yang agung, teduh, dan kasih
Kini kuyakini sepenuhnya Engkau tak mungkin kugambar
Tinggal kumohon ampunanMu atas kedangkalan mimpiku

Du du du du du du du du
du du du du du du du du
du du du du du du du
du du du du du

Catatan Seorang Penyair

Pengembara, penyair jalanan


Sepi ia semadi di dalam sanggar
Langlang jagat raya
sekejap dari dalam bilik
Berbantal setumpuk buku
Memasang mata dan fikiran

Ada kabar apakah gerangan


dari bumi belahan seberang?
Kami rindu suasana baru
Di sini telah terasa pengap,
di sini telah terasa gelap

Perjalanan di dalam batin


Merangkak di atas langit,
menyusuri semua ngarai
Banyak yang tersembunyi
dan belum sempat terungkapkan
Rahasia lingkar Bima Sakti
Misteri mesti diuraikan

Mari kita kupas seluruhnya


Jangan sisakan barang sedikit
Langkah baru segera kita ambil
Mengakhiri cerita kusam
Salin dengan cerita indah

Mengembara, menembus ruang,


batas mimpi-mimpi, dan alam sadar
Lewat tiga langkah pandangan dan fikiranmu
Tetapi kadangkala kabur
Terpaut jarak terlampau jauh

Marilah kita coba dengarkan


jalan fikirannya yang cemerlang
Siapa tahu dapat kita mengerti
Jangan lihat siapa bicara
tapi dengar apa katanya

Sejoli Kasih Sarman Dan Lasmi

Sepasang kekasih yang terjerat


lingkaran cinta yang menggebu
Setiap kali mereka sempat bertemu
rindu hanya mengalir lewat pandang

Di sudut jantung yang kering tandus


cinta sejati telah dipatri
Meskipun selalu dibelenggu was-was
satu saat mereka dipisahkan

Sarman hanya punya cinta setulusnya


untuk Lasmi gadis ikal mayang
Mereka berdua telah sepakat
membuka ladang cinta yang musykil
Sarman hanya buruh pekerja kasar,
Lasmi putri pejabat negeri
Bertekad membina kasih bersemi
Menyeberangi takdir berjalin jari
hu hu hu

Seperti petir di tengah hari


Ada kabar yang menggemparkan
Sarman dengan sepenuh kejantanan
melamar Lasmi si gadis impian

Sungguh-sungguh di luar dugaan


Pejabat negeri tak keberatan
Berlangsunglah pesta kawin sederhana
dengan segala hikmat dan sukacita

Sarman hanya punya cinta setulusnya


untuk Lasmi gadis ikal mayang
Mereka berdua telah sepakat
membuka ladang cinta yang musykil
Sarman hanya buruh pekerja kasar,
Lasmi putri pejabat negeri
Bertekad membina kasih bersemi
Menyeberangi takdir berjalin jari
hu hu hu hu hu hu... hu hu hu...
du du du du du du

Taubat

KepadaMu ingin kupersembahkan bakti dan sujudku


Sekian lama terselubung dalam langit
namun aku tetap setia ho ho

Mencari Engkau yang memberi kehidupan


dan senantiasa akan menjaga ho ho
Biarlah jiwa kupasrahkan, peluklah
ragaku di dalam dekapanMu

KepadaMu ingin aku tumpahkan segala-galanya


Jalan panjang telah aku lewati
menyusuri kegelapan ho ho

Secercah sinar yang gemintang merasuk,


membuka seluruh kesadaranku ho ho
Di mana aku dapat rebah tenteram
tidur lena dalam pelukanMu?

Mencari Engkau yang memberi kehidupan


dan senantiasa akan menjaga ho ho
Biarlah jiwa kupasrahkan, peluklah
ragaku di dalam dekapanMu

Secercah sinar yang gemintang merasuk,


membuka seluruh kesadaranku
Di mana aku dapat rebah tenteram
tidur lena dalam pelukanMu?

Konserto Doa

"Ke mari berkumpul, duduk melingkariku,


semua anakku tercinta
Ada yang ingin kuwasiatkan
sebelum aku harus pergi jauh
Jalan kalian masih luas terbentang,
pandai-pandailah memilih
Iman di tangan jangan dilepas
Jadikan azimat penuntun hidup."

"Terimakasih kami tak terhingga


Petua ayahanda akan kami simpan
di dalam sanubari yang paling dalam
Menjadi pedoman memilih jalan."

"Legalah sudah hatiku sekarang


Mendengar janji kalian ucapkan
kerna zaman ini tengah bergolak,
membawa iklim buruk panas menyesatkan

Tuhan, bimbinglah anak dan cucuku


yang muda memang banyak lupa
T'lah kutanamkan iman di dada
Semoga mereka memilih jalanMu."

hu hu hu hu hu hu hu hu hu hu hu hu hu

("Terimakasih kepadaMu, Tuhan


Engkau tak berpaling dari kami yang lalai
Luluskanlah doa kami bersama
untuk kesehatan ayah tercinta,
untuk seluruh umat seisi dunia
Amin.")

Pengemis Dan Tukang Copet

Anak lelaki kering kerontang


bersandar di besi palkam, mata terpejam
Sepotong roti yang digenggam tak dapat sembunyikan
Dia pasti anak derita, dia anak gelandangan
Lelaki tua rambut beruban
menjulurkan kepala saat lewat melintas
untuk menengok sahabatnya si kecil kurus kering
Sepanjang gerbong ditelusuri menyambung hari ini
Ditepuknya pundak si kurus kering
Lutut tertekuk rapat ke dada
Diguncangkan tulang belulang
Tetap diam tak bergeming hm hm
Menangis si tua sendirian
Sahabat yang setia mati kelaparan
Burung gereja berkerumun belasungkawa
Direbahkan tubuh dan diam , ia putus asa
Bacalah di koran hari ini
Dua orang lelaki tua dan muda
Mati bersama berpelukan di atas palka
Pencopet tua dan pengemis sahabat sejati
hm hm hm hm du du du du du du du

Puisi Bulan Madu

Dalam kesempatan yang lama kutunggu


Cuaca cerah memancar sinar rembulan
membantuku membunuh kegalauan jiwa
Bunga tulip mekar subur di dada

Dalam percintaan yang hangat menggebu


marilah kita saling melebur diri
Simpanlah cintaku sedalam-dalamnya
Cintamu pun lekat di jantung hati

Buang jauh-jauh onak dan duri


Mari kita lintasi semua bumi
Pejamkan matamu, hirup kenyamanan
Cinta telah terpatri selamanya

Bersama kita dengar nyanyian bunga


Mimpi-mimpi yang usang kita kubur
Menggenggam hari ini seerat mungkin
Perjalanan kita masih sangat panjang

Buang jauh-jauh onak dan duri


Mari kita lintasi semua bumi
Pejamkan matamu, hirup kenyamanan
Cinta telah terpatri selamanya

Eksekusi

Apalagi yang ingin kau katakan? Mumpung aku masih di sini


Tumpahkan saja segala-galanya, mungkin aku dapat membantu
Setidaknya akan kukabarkan, derita tengah kau tanggung
Dingin terali, dingin ubin tua, dingin matamu memandang
ho ho ho ho ho...

Ini sisir rapikan rambutmu, rasakan senyum matahari


Engkau masih seperti dulu, murah senyum, dan ramah tamah
Di ujung peluru kau ketemu ajal, tebus kekeliruan
Bertobatlah jiwa dan raga
Tuhan Maha Pengampun
ho ho ho ho ho ho...

Syukur bila lagu ini sampai tembus ke alam baka


Aku kirim doa kesejukan agar sukmamu tenteram istirah
Atas nama bangsa yang bijak dosamu turut terkubur
Atas nama semua kerabatmu aku memaafkan kamu
ho ho ho ho ho ho...

Dongeng Dari Negeri Antah Berantah

Hormatilah jabatanku, putra tunggal kepala kampung


Punya hak untuk tolak pinggang memerintah hm... hu...
Kupelihara kesombongan, sorot mata segalak mungkin
untuk menjaga martabat dan wibawa

Hari ini aku dipanggil menghadap ayah terhormat


Melaporkah tugasku mengelola dagang model putra bangsawan
Cara yang aku terapkan gampang, tak perlu berfikir
yang penting bisa memanfaatkan kesempatan, jabatan ayahku
semua berjalan lancar
hm... ho.. ho..

Betapa aku tersinggung dengan seorang patriot


Berani ia mengecam tingkahku hm... ho...
Untung saja lima pengawalku segera melingkus tulang belulang
Caci maki aku semburkan di kupingnya:

"Kuingatkan sekali lagi, aku putra kepala kampung


Jangan coba melawan kalau tak ingin susah, sebaiknyalah kau diam
Aku jalankan perintah ayahanda yang agung
menindas nyali rakyatku agar tak banyak tingkah, agar semua bisu
menurut selalu patuh."
hm hm hm

Inilah cerita keji dari negeri antah berantah


Sepantasnyalah jadi timbangan bagi kita hm... hu..
Meskipun hanya dongengan tapi cukup meremas jantung
Semoga saja takkan terjadi di negri ini.
ho ho hm hm hu...... hm hm hm ho ho ho ho ho ho ho

Nyanyian Bumi Seberang (Bona Ni Pasogit)


Menyeberangi danau biru terbentang
bersama istri dan anakku belayar
Singgah di sana, di pulau yang terpencil
di tengah hamparan telaga, menyimpan keindahan
Dan aku pun terperangah ada yang menegurku
Selintas layaknya ia marah dan membentak
Namun ternyata dari sinar matanya
terpancar ketulusan sikap bersahabat
Aku ingin hening dan pejamkan mata
untuk menyimpan apa yang kusaksikan
Suling berserak bercampur songket dagangan
Bertahan dalam kasih bumi leluhur
meskipun alam tak banyak membantu
namun kegigihan sanggup merubah
tandus tanah ini ladang kehidupan
Aku pun terkesima dan enggan pulang
Dan esok harinya kami mendaki
untuk menikmati keindahan dari bukit
dan di sana di tengah lingkaran air
mereka gigih bertahan semangat baja
Aku ingin hening dan pejamkan mata
untuk menyimpan apa yang kusaksikan
Suling berserak bercampur songket dagangan
Bertahan dalam kasih bumi leluhur
meskipun alam tak banyak membantu
namun kegigihan sanggup merubah
tandus tanah ini ladang kehidupan
Aku pun terkesima dan enggan pulang
Zaman
Zaman

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1985
Direkam Capitol Records
Genre Pop, akustik, country
Durasi ?
Warna Red
Label Jackson Records
Produser Jackson Arief
Kronologi Ebiet G. Ade
1984 Zaman Isyu!
(1984) (1985) (1986)

Zaman adalah album ke-8 dari Ebiet G. Ade. Diluncurkan pada 1985 oleh Jackson Records,
album ini direkam di label rekaman Capitol Records, Amerika Serikat, dengan melibatkan
musikus seperti Addie M.S. dan Dodo Zakaria beserta sejumlah musikus dari Amerika
Serikat.

Ada 10 lagu dalam album ini. Semua ditulis oleh Ebiet sendiri, termasuk juga lagu Dan Hari
Ini Engkau yang ilham liriknya berasal dari Drs. Vredi Kastam Martha dalam acara lebaran di
TVRI. Itulah sebabnya corak lirik lagu ini berbeda dari lagu-lagu religius Ebiet lainnya. Lagu
Ayah, Aku Mohon Maaf mengisahkan tentang meninggalnya ayah Ebiet, Aboe Dja'far.
Album ini penuh dengan lagu-lagu berirama sendu seperti Ayah, Aku Mohon Maaf, Khilaf,
Dan Hari Ini Engkau serta Nyanyi Rindu untuk Ibu. Namun tak ketinggalan pula lagu
berirama country dan bertempo riang seperti Kugandeng Tangan GaibMu dan Wajahku
Masih yang Kemarin.

Lagu Nyanyi Rindu untuk Ibu pernah muncul 3 tahun sebelumnya di TVRI, dalam sebuah
acara yang bertemakan Hari Ibu.

Daftar lagu:

 Nyanyian Kasmaran
 Anak
 Kugandeng Tangan GaibMu
 Zaman
 Ayah, Aku Mohon Maaf
 Wajahku Masih yang Kemarin
 Khilaf
 Dan Hari Ini Engkau
 Gadis Remang-remang
 Nyanyi Rindu untuk Ibu

Nyanyian Kasmaran

Sejak engkau bertemu lelaki bermata lembut


ada yang tersentak dari dalam dadamu
Kau menyendiri duduk dalam gelap
bersenandung nyanyian kasmaran
dan tersenyum entah untuk siapa

Nampaknya engkau tengah mabuk kepayang


Kau pahat langit dengan angan-angan
Kau ukir malam dengan bayang-bayang

Jangan hanya diam kau simpan dalam duduk termenung


Malam yang kau sapa lewat tanpa jawab
Bersikaplah jujur dan terbuka
Tumpahkanlah perasaan yang sarat
dengan cinta yang panas bergelora

Barangkali takdir tengah bicara


Ia diperuntukkan buatmu
dan pandangan matanya memang buatmu

du du du du du du du du du du du du du du du du

Mengapa harus sembunyi dari kenyataan?


Cinta kasih sejati kadang datang tak terduga
Bergegaslah bangun dari mimpi
atau engkau akan kehilangan
keindahan yang tengah engkau genggam

Anggap saja takdir tengah bicara


Ia datang dari langit buatmu
dan pandangan matanya khusus buatmu
du du du du du du du du du du du du du
Anak

Aku temukan anak kecil kurus terkapar


Menutup wajah dengan telapak tangannya
Aku gamit ia terperanjat
melompat terbangun dan menatapku dengan nanar
Lantas berlari bersembunyi
di balik bayang-bayang pekat

Aku panggil ia dengan suara lembut


Dijulurkan kepala menatap curiga
Dari sudut matanya mengalir
tetes air bening bercampur dengan keringat
Dari tingkahnya yang gelisah,
dari bibirnya yang bergetar
ada yang ingin dikatakan
du du du du du du du du du du du du du du du du du

Aku rengkuh dalam pelukanku


Kutanya, "Apa gerangan yang terjadi?"
Sambil terisak diceritakan sejujurnya
Terpaksa ia mencuri karena lapar yang ditanggung
tak tertahankan lagi
Namun dari nama yang disandangnya
aku curiga ada yang tak wajar
Dan aku ingin tahu lebih jauh
du du du du du du du du du du du du du du du du du

Aku antar ia pulang kembali ke rumah


Betapa terkejut aku dibuatnya
Benarkah dari istana megah ini
dapat terlahir anak yang mirip gelandangan
Tapi setelah aku masuk di dalamnya
memang terasa ada yang hilang

Rumah ini tak ubahnya seperti neraka


Ayah ibunya sibuk sendiri nan cerai berai
Akhirnya ia pun memilih pergi
Barangkali di luar sana dapat dijumpai
Kasih sayang yang diimpikan, perhatian yang dibutuhkan
Nah, sekarang coba siapa yang salah?
du du du du du du du du du du du du du du du du du
du du du du du du du du du du du du du du du du du

Ingin Kugandeng Tangan Gaibmu

Aku ingin mengikutiMu betapa pun jauh


Perjalanan yang bakal mengasyikkan
Menyeberangi laut, menjelajah awan,
menembus langit dan bintang-bintang

Kugandeng tangan gaibMu, dingin pun menjalar,


merasuk kesegenap nadiku,
mengalirkan cinta, meneteskan kasih
Dalam pelukanMu aku terlena

Gemuruh yang aku dengar, adakah suaraMu?


Gemersik daun bergeser aku memanggilMu
Gema yang berputar-putar mengurung mencekam
Aku merasa terpencil sendirian

Getaran di dalam dada turun satu-satu


Bencana demi bencana telah kulewati
Jiwa raga kupasrahkan hanya kepadaMu
Di sinikah, di bukit ini kita 'kan bertemu?

Aku hanya ingin bertanya dan butuh jawaban


untuk mengubur segala kekacauan
Di simpang jalan aku harus memilih
berhenti ataukah kulanjutkan

Gemuruh yang aku dengar, adakah suaraMu?


Gemersik daun bergeser aku memanggilMu
Gema yang berputar-putar mengurung mencekam
Aku merasa terpencil sendirian

Getaran di dalam dada turun satu-satu


Bencana demi bencana telah kulewati
Jiwa raga kupasrahkan hanya kepadaMu
Di sinikah, di bukit ini kita 'kan bertemu?

Aku hanya ingin bertanya dan butuh jawaban


untuk mengubur segala kekacauan
Di simpang jalan aku harus memilih
berhenti ataukah kulanjutkan

hm hm hm hm hm hm hm du du du du du du du du du

Zaman

Lelaki yang tersuruk di ketiak angin


Langkahnya terhambat, gamang, dan serba canggung
Gugup terbata-bata, hilang percaya diri
meski bersikeras tegak nampak tak ada daya
Wajahnya yang tampan bahkan terlalu manis
ditambahi polesan lengkaplah kegagalan
Jalan lenggang gemulai, enteng seperti kapas
Tak tercermin sikap jantan sebagaimana kodratnya lelaki

Ia bersembunyi menyimpan tangis yang tak kuasa dibendung


Ia jatuh cinta namun keburu sadar itu tak wajar
Tanda tanya bergolak di dalam fikirannya, "Berdosakah?"
Sedang ia pun tak menghendaki
Siapa gerangan yang dapat membantu menjawabnya?

Perempuan dongak di atas angin


Kepalanya bengkak penuh mimpi kekerasan
Tubuh sintal dan tegap menampilkan kejantanan
Tak tercermin sikap lembut sebagaimana kodratnya

Rambutnya yang kasar kotor berdebu


Diisapnya cerutu bibir retak terbakar
Langkah dihentak-hentak, galak seperti singa
Ia ingin tampil lengkap sebagaimana layaknya lelaki

Aku punya gagasan untuk mempertemukan mereka berdua


agar saling isi dengan cerita derita duka lara
Barangkali nanti tumbuh naluri sejati
dan kembali seperti sediakala
Semua jawabnya hanyalah Tuhan yang mengerti
Sekali lagi jawabnya hanya Tuhan yang mengerti

Ayah Aku Mohon Maaf

Dan pohon kemuning akan segera kutanam


suatu saat kelak dapat jadi peneduh
meskipun hanya jasad bersemayam di sini
biarkan aku tafakur bila rindu kepadamu
Walau tak terucap aku sangat kehilangan
sebagian semangatku ada dalam doamu
warisan yang kau tinggal, petuah sederhana
aku catat dalam jiwa dan coba kujalankan
Meskipun aku tak dapat menungguimu saat terakhir
namun aku tak kecewa
mendengar engkau berangkat dengan senyum dan ikhlas
aku yakin kau cukup bawa bekal
dan aku bangga jadi anakmu
Ayah, aku berjanji akan aku kirimkan
doa yang pernah engkau ajarkan kepadaku
setiap sujud sembahyang engkau hadir terbayang
tolong, bimbinglah aku meskipun kau dari sana
Sesungguhnyalah aku menangis sangat lama
namun aku pendam agar engkau berangkat dengan tenang
sesungguhnyalah aku merasa belum cukup berbakti
namun aku yakin engkau telah memaafkanku
Air hujan mengguyur sekujur bumi
kami yang ditinggalkan tabah dan tawakal
Ayah, aku mohon maaf atas keluputanku
yang aku sengaja maupun tak kusengaja
tolong, padangi kami dengan sinarnya sorga
teriring doa selamat jalan buatmu, ayah tercinta
hu... hu...

Wajahku Masih Yang Kemarin

Tak pernah aku bermimpi


duduk di atas panggung gemerlap
menyandang gitar dan harmonika
aku mesti bernyanyi
Sorot lampu yang menyilaukan
Ribuan pasang mata menikam
Sudut jantungku rasa bergolak dan
seluruh tubuhku gemetar

Aku berteriak sekerasnya


kupetik gitar secepatnya
kutiup harmonikaku kala nafas terasa lega
Mata pun rapat kupejamkan
terasa hanya sendirian
Bersemangat bicara menumpahkan seluruh
kegalauan yang menggumpal di dada

du du du du du du du du du du du du du du du du
du du du du du du du du du du du du du du du du du

Setelah nyanyianku usai


tepuk tangan pun membelah langit
Aku melambung terasa melayang
Rasanya aku tak percaya
Di balik panggung aku berkaca
Wajahku masih yang kemarin
Hanya terasa sepi bergayut
beban yang harus kupikul

Aku berteriak sekerasnya


kupetik gitar secepatnya
kutiup harmonikaku kala nafas terasa lega
Mata pun rapat kupejamkan
terasa hanya sendirian
Bersemangat bicara menumpahkan seluruh
kegalauan yang menggumpal di dada

Khilaf

Makin jauh kau terkubur lingkaran angan-angan


Engkau tak sanggup lepas dari belenggu
Terbenam dalam mimpi yang melambung jauh ke sorga
Dan lupalah segala-galanya

Matamu kaubutakan, telinga tak mendengar perjalanan roda dunia


Engkau menipu diri, menyusup dalam lumpur
Terbang melayang hinggap di keindahan semu

Kawan, demi Tuhan aku rela menangis


Bila saja air mataku dapat membuka kesadaranmu
Kembali melintasi sisa hari dengan bertobat
Buang jauh-jauh mimpi yang memabukkan
Terbukalah mata, marilah kita jalan bersama

Entah apa yang kautangkap dengan kataku ini


Aku masih tetap menghormatimu
Cobalah berfikir waras, hadapi semua tentangan
Maafkan aku terpaksa meninggalkanmu
Maafkan aku terpaksa meninggalkanmu

Dan Hari Ini Engkau

Lembut suara seruling entah siapa gerangan yang meniup


bak tetes embun tatkala kau terjaga
Tak ada lagi tanda tanya apakah esok bakal jadi milikmu?

Dan sinar matahari merangkak bangkit tinggalkan kaki langit


menyongsong hari ini yang penuh harapan
berkemaslah, tinggalkan masa silam yang dibelenggu kegelapan

Marilah kita bersyukur bersama-sama ucap Alhamdulillah


dan kita peringati setiap kali dengan Dzikrullah
kita buka langkah baru, lembar-lembar keindahan dengan Bismillah

Dan hari ini engkau dengan tegar ucapkan selamat tinggal


kepada kebodohan, kepada terik jalanan, kepada langkah yang termangu
dan kau bawa dengan hati goyah

Marilah kita bersyukur bersama-sama ucap Alhamdulillah


dan kita peringati setiap kali dengan Dzikrullah
kita buka langkah baru, lembar-lembar keindahan dengan Bismillah
dengan Bismillah

Gadis Remang Remang

Waktu kau bicara


berhamburlah bujuk manis bagai madu
Melantunkan segala pujian
Bergelora dada setiap lelaki
yang mendengar

Waktu kau menatap


kau rentang busur, kau lepas anak panah
Menuju sasaran akurat
Berbungalah dada setiap lelaki
yang terlena

Gadis, jalan yang kau tempuh rasanya keliru


Malam yang bening ini engkau perlakukan
rumah kegelapan
Aku nasihatkan kepadamu
Tak semua lelaki gampang tergoda
Tak akan lama kau dapat bertahan
di dalam nista

Waktu telah berjalan


Semua mata merobekmu hina dina
Hanya tinggallah satu jalan
Bertobat dan kubur semua kenangan,
gadis jalang

Gadis, mimpimu kusut masai seperti sampah


Malam yang bening ini engkau perlakukan
rumah kegelapan
Aku nasihatkan kepadamu
Tak akan lama nikmat dapat kau reguk
Tak akan lama kau dapat bertahan
di dalam nista

Nyanyi Rindu Untuk Ibu


Tubuhmu yang terbungkuk, tersandar lemah
di kursi kayu tua
Jemari kurus terkulai menggenggam pena
engkau goreskan sajak
Sisa rambutmu perak, tinggal segenggam
Terbaca pahit, kerasnya perjalanan
Nampaknya ingin kautumpahkan seluruhnya
di dalam puisi

Dari alis matamu terbentuk garis


guratan kokoh jiwa
Angin yang deras menghempas tak kau hiraukan
batinmu kuat bertahan
Meskipun raga semakin rapuh
tak pernah risau, selalu tersimpul senyum
Sepantasnyalah kujadikan suri teladan,
potret perjuangan

Oh, oh, oh, ibu,


ada yang ingin kutanyakan padamu
Hasil panenan kemarau ini
sesubur panen yang kita petik bersama
Oh, oh, oh, ibu,
apa kabar sawah kita sepetak?
Masih bisakah kita tanami?
atau terendam ditelan zaman?

Setelah cucumu lahir aku lebih faham


betapa beratnya
membesarkan dan setia melindungi
semua anak-anakmu
Kita yang s'lalu hidup sederhana
kau sanggup mengasuh hingga kami dewasa
Dengarkanlah nyanyian yang aku peruntukkan
buatmu, ibu

Oh, oh, oh, ibu,


ada yang ingin kutanyakan padamu
Hasil panenan kemarau ini
sesubur panen yang kita petik bersama
Oh, oh, oh, ibu,
apa kabar sawah kita sepetak?
Masih bisakah kita tanami?
atau terendam ditelan zaman?
Isyu!
Isyu!

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1986
Direkam ?
Genre Pop, R&B, country
Durasi ?
Label Jackson Records
Produser Jackson Arief
Kronologi Ebiet G. Ade
Menjaring
Zaman Isyu!
Matahari
(1985) (1986)
(1987)

Isyu! adalah album ke-9 yang diluncurkan oleh Ebiet G. Ade. Dikeluarkan pada tahun 1986,
ini adalah album terakhir Ebiet yang direkam di Jackson Records. Isyu merupakan salah satu
lagu dalam album ini. Nuansa rythm and blues terasa amat kental pada album ini. Dengan
lagu Isyu, album ini mendapat tempat di hati masyarakat.

Ada 9 lagu dalam album ini. Lagu Orang-orang Terkucil disajikan dalam versi lengkap dan
juga instrumentalia. Di sini terdapat 4 lagu beraliran country seperti Orang-orang Terkucil,
Selingkuh, Isyu dan Opera Tukang Becak. Lagu yang disebut terakhir ini mengisahkan
tentang seorang tukang becak yang terpaksa kehilangan pekerjaannya dan kembali ke
desanya karena becaknya harus ditenggelamkan di Kepulauan Seribu untuk dijadikan
terumbu karang.

Lagu Potret Anak Harapan mengisahkan tentang korban penggusuran. Sedangkan lagu Cinta
Sebening Embun menceritakan tentang sucinya cinta, yang akan diaransemen ulang 9 tahun
kemudian, dan versi yang banyak dikenal publik adalah versi aransemen ulangnya itu yang
digarap oleh Adi Adrian dari KLa Project.
Daftar lagu
Side A

1. "Orang-orang Terkucil"
2. "Selingkuh"
3. "Cinta Sebening Embun"
4. "Isyu"
5. "Opera Tukang Becak"

Side B

1. " Instrumental Lagu Orang Orang Terkucil #


2. "Kesaksian Anak Sampah"
3. "Potret Anak Harapan"
4. "Kita Hanya Bidak-bidak Catur"
5. "Hemat Cintamu"

Orang Orang Terkucil

Dari sudut-sudut mataku


mengalir butir air bening
kuhapus dengan rambut anakku
yang tidur dipeluk ibunya
Hari demi hari kulewati
usai sudah hukumanku
kuayun langkah kebebasan
kuhirup nafas kerinduan
Kini aku pulang
semoga dapat diterima
ingin kubuktikan maknanya bertobat
seperti impianku
akan kubangun kecerahan
kubaktikan sisa hidup untuk kebajikan
Namun ternyata apa yang kuterima
semburan ludah sumpah serapah
Dalam kegelapan mata ini
dukaku panas terbakar
apapun yang di depanku
rasanya ingin kuhempaskan
Betapa aku terluka
perjuanganku sia-sia
Apakah orang sepertiku
harus terkucil selamanya?
Ke manakah harus kubuang kegetiran?
langit yang kutatap pun berpaling dariku
Di manakah keluhanku akan didengar?
semua jalan telah tertutup buat namaku
Yang kupelajari dari buku suci
tak ada kata terlambat untuk bertobat
nyatanya jiwaku tetap terpidana
sesungguhnya aku telah mati dalam hidup
sesungguhnya aku telah mati dalam hidup

Selingkuh

Aku tak pernah menghitung langkahku sendiri


Bermula dari kanan atau dari kiri ho ho
Kumpulan kumbang terbang bersama
t'lah membuka pesta pora
Aku terselip di antara mereka
Aku merasa seperti telanjang di sini
Butir-butir keringatku deras mengucur ho ho
Musik berderak semakin keras
Kupusatkan s'luruh fikiran
Kuhitung langkahku satu demi satu
Berdansa di sebuah pesta
Kukumpulkan, kupacu segenap kejantanan
Kulupakan siapa aku
Anak kampung yang tumbuh dari air gunung
hu hu betapapun kucoba langkah selalu terbata
Huh! Aku selingkuh
Uhuh! Dari bayanganku
Menari di atas kursi
Keseimbangan tubuhku tak sanggup kujaga
'ku teringat komedi putar
Hingar bingarnya lebih dapat kurasakan
hu hu betapapun kucoba langkah selalu terbata
Huh! Aku selingkuh
Uhuh! Dari bayanganku
Huh! Aku selingkuh
Uhuh! Dari bayanganku

Cinta Sebening Embun

Pernahkah engkau coba menerka


apa yang tersembunyi di sudut hati?
Derita di mata, derita dalam jiwa
kenapa tak engkau pedulikan?

Sepasang kepodang terbang melambung


Menukik bawa seberkas pelangi
Gelora cinta, gelora dalam dada
kenapa tak pernah engkau hiraukan?

Selama musim belum bergulir


Masih ada waktu untuk saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu tersibak, cinta mengalir sebening embun
Kasih pun deras mengalir
cemerlang sebening embun

Pernahkah engkau coba membaca


sorot mata dalam menyimpan rindu?
Sejuta impian, sejuta harapan
kenapakah mesti engkau abaikan?

Selama musim belum bergulir


Masih ada waktu untuk saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu tersibak, cinta mengalir sebening embun

Kasih pun deras mengalir


cemerlang sebening embun
Pintu tersibak, cinta mengalir sebening embun

Isyu

Engkau pasti menuduhku


telah bersekutu dengan setan
Menyangka apa yang kumiliki
aku dapat dari dusta

Engkau mulai kasak-kusuk,


bergunjing ke sana-sini
melilitkan isyu di leherku
mengipaskan suasana panas

Entah apa yang harus kujelaskan


Aku enggan bicara
yang penting suara dalam jiwaku
adalah kebenaran
Biarpun hanya Tuhan yang mendengar

Du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho

Engkau pasti menduga-duga


aku telan yang bukan milikku
Coba buka catatan di langit
di sana kusimpan kebenaran

Entah apa yang harus kujelaskan


Aku enggan bicara
yang penting suara dalam jiwaku
adalah kebenaran
Biarpun hanya Tuhan yang mendengar

Du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho

Isyu, isyu, isyu, semua hanya isyu


Isyu, isyu, isyu, semua hanya isyu

Opera Tukang Beca

Ia melangkah terhuyung
menyeret tubuh yang kurus
Mencari sudut terlindung teduh dari terik mentari
Menatap jalan lengang di depan yang tak ada harapan

Kakinya mengayuh angin,


naluri kebiasaan
terlalu bodoh untuk mengerti segala macam aturan
Yang dia tahu dan dirasakan hilang pencaharian

Tertidurlah dan bermimpi


mengayuh beca ke teluk Jakarta
Berhentilah sampai di sana,
peluit berdesing di telinga
ho ho ho ho

La la la la la la la ia pun melompat
La la la la la la la ia pun menyingkir
La la la la la la la ia bersembunyi

Ia teringat sesuatu,
sepetak sawah di kampung
Memberi nafas dan ketenteraman, kenapa ditinggalkan
Ia tersadar dan ingin pulang, malu pun ditepiskan
Sanak famili menyambut
tangan terbuka, si anak hilang
berkubang bersama di sawah
Terasa maknanya dilahirkan
ho ho ho ho

La la la la la la la ia pun tersenyum
La la la la la la la ia pun bernyanyi
La la la la la la la digenggam hari ini
La la la la la la la ho ho ho ho ho ho
La la la la la la la ho ho ho ho ho ho

Kesaksian Anak Sampah

Perjalanan yang menakjubkan


membuka mata fikiranku
Angin laut menyeret langkahku ke seberang
Aku ingin melihat di sana,
di balik bukit yang tandus

Perjalanan yang menggetarkan


menggugah hati nuraniku
Seorang bocah merangkak timbunan sampah
Ia mengais sisa makanan
Keringat deras mengucur

Ketika aku tanya ia tersenyum jabat tanganku


Ia tak pernah tahu siapa gerangan ayah-ibunya
Yang masih diingat angin pesisir
Ketika ia dihempas ombak ke pantai

Sejak saat itu yang dia tahu


setiap hari harus di sini
Berebut sisa dengan cacing dan burung
untuk menyambung nafas
Dialah anak sampah

Semakin jauh ke lembah di bawah cemara aku merenung


Gemercik air pancuran tak memberiku isyarat apapun
Bayangan anak sampah menghantuiku
Gejala apakah yang tengah terjadi?

Mungkin Tuhan yang mengirimkan saksi


bahkan kita tak ambil peduli
Terbuktilah kita semakin jumawa
Mari tanya bayangan di kaca
Dia tak pernah berdusta
Potret Anak Harapan

Terbayang di pelupuk mataku


derita mereka yang terusir tergusur
Tangis tersembunyi, amarah tersekat
dalam rongga dada duka haru biru

Lelaki tua runduk merangkak


menyuruk ke puing gubuk kardus bekas
Ada yang tertinggal, potret anak harapan
telah remuk bercampur tanah bongkaran

Oh! ya.. ia beringas mengumpat-umpat


Oh! ya.. ia menghardik berkeliling

Hilang satu-satunya harapan


Bertahan hidup hanya percuma
Habis nafas di ujung raungan
Rebah tundas berkalang tanah

Oh! ya.. ia beringas mengumpat-umpat


Oh! ya.. ia menghardik berkeliling

Hilang satu-satunya harapan


Bertahan hidup hanya percuma
Habis nafas di ujung raungan
Rebah tundas berkalang tanah

hu.... hu.... hu hu hu hu hu hu hu hu

Kita Hanya Bidak – Bidak Catur

Jangan terlampau lama engkau membuang waktu


Pastikan dengan diam berangkatlah segera
Kita hanya bidak-bidak cuma punya satu jalan
Merangsak maju ke depan, menggilas rintangan
Sedetik kita lengah dapat berarti banyak
Terlalu dilambungkan mimpi, fikiran pun terkunci
Bencana dan keberuntungan sama-sama nikmat
Menyerah kepada takdir hidup terasa lega
Kita hanyalah bidak-bidak catur
Akan dimainkan selama masih mengasyikkan
Maka jangan bertingkah salah dan membosankan
Tuhan di mana-mana
du du du du du du du du du du du du du du du
du du du du du du du du du du ho
du du du du du du du du du du du du du du du
du du du du du du du du du du
Kita hanyalah bidak-bidak catur
Akan dimainkan selama masih mengasyikkan
Maka jangan bertingkah salah dan membosankan
Tuhan di mana-mana, Tuhan Maha Mendengar

Hemat Cintamu

Berhentilah sebelum terlambat


Kau terjerumus semakin jauh
Berdiri di pinggir kegelapan

Di sini, di pancuran yang bening


Coba basuh wajah dan jiwamu
Endapkan hasrat dalam dada

Biarkan asmara tumbuh wajar


Bersemi dan kembang selaras langkah
Tak perlu berebut tulang tanpa isi
Sama dengan berebut kebodohan

Hemat cintamu
Simpanlah putik jauh di dalam
Taburkan senyuman
Bangkitkan hidup dan gairah

Berhentilah sebelum terjebak


dalam lingkaran yang memabukkan
Menyingkirlah dari pusaranya

Percayalah pada kebenaran


Ia akan datang menuntunmu,
mengangkatmu dari kegelapan
mengajakmu dalam ketegaran

Hemat cintamu
Jangan kau tabur di jalanan
Belibis pun terbang
Kaki berlumpur bertebaran

Hemat cintamu
Jangan kau tabur di jalanan
Belibis pun terbang
Kaki berlumpur bertebaran

Hemat cintamu
Jangan kau tabur di jalanan
Belibis pun terbang
Kaki berlumpur bertebaran
Menjaring Matahari
Menjaring Matahari

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1987
Direkam ?
Genre Pop, country, akustik
Durasi ?
Warna Green
Label EGA Records
Produser Ebiet G. Ade
Kronologi Ebiet G. Ade
Menjaring Sketsa Rembulan
Isyu!
Matahari Emas
(1986)
(1987) (1988)
Menjaring Matahari adalah album ke-10 dari Ebiet G. Ade. Diluncurkan pada 1987, ini adalah album
pertamanya yang diproduksi sendiri melalui perusahaan rekam bentukan Ebiet, EGA Records. Album
ini juga dibantu rekamannya oleh PT. Ria Cipta Abadi Records. Menjaring Matahari adalah salah satu
lagu dalam album ini yang menjadi hits.

Daftar lagu

 Menjaring Matahari
 Nyanyian Suara Hati
 Cintaku Kandas di Rerumputan
 Asmara Satu Ketika
 Tak Pernah Pupus Rinduku
 Di Manakah Matahariku?
 Perjalanan Menjaring Matahari
 Ketegaran Hati Seorang Pengemis dan Anaknya
 Di Tikungan Jalan Cintaku Tertambat
 Bunga-bunga Cinta

Menjaring Matahari

Kabut, sengajakah engkau mewakili pikiranku?


pekat, hitam berarak menyelimuti matahari
aku dan semua yang ada di sekelilingku
merangkak menggapai dalam gelap

Mendung, benarkah pertanda akan segera turun hujan?


deras, agar semua basah yang ada di muka bumi
siramilah juga jiwa kami semua
yang tengah dirundung kegalauan

Roda jaman menggilas kita terseret tertatih-tatih


sungguh hidup terus diburu berpacu dengan waktu
tak ada yang dapat menolong selain yang di sana
tak ada yang dapat membantu selain yang di sana
Dialah Tuhan
Dialah Tuhan

Roda jaman menggilas kita terseret tertatih-tatih


sungguh hidup terus diburu berpacu dengan waktu
tak ada yang dapat menolong selain yang di sana
tak ada yang dapat membantu selain yang di sana
Dialah Tuhan
Dialah Tuhan

ho ho ho... ho ho ho Tuhan
ho ho ho
hm hm hm Tuhan
ho ho ho Tuhan
ho ho ho

Nyanyian Suara Hati

Seringkali aku merasa jengah dan sungkan


bicara tentang saudara kita
yang terhimpit derita kemiskinan
Sebab sesungguhnya mereka mungkin
lebih terhormat di mata alam
Sebab sesungguhnya mereka mungkin
lebih berharga di mata Tuhan

Kadangkala aku bahkan merasa cemburu


melihat senyum polos dan lepas
meski sambil menahan kelaparan
Maka sesungguhnya mereka lebih kaya
meskipun tanpa harta
Maka sesungguhnya mereka lebih bahagia
Dapat mensyukuri yang dimiliki

Sesungguhnyalah aku ingin belajar


sikap mereka menjalani hidup
Angin, tolonglah bawakan aku
sepotong kertas dan pena tajam
Akan kutulis tebal-tebal
pelajaranmu lewat diam

Kadangkala aku bahkan merasa cemburu


melihat senyum polos dan lepas
meski sambil menahan kelaparan
Maka sesungguhnya mereka lebih kaya
meskipun tanpa harta

Maka sesungguhnya mereka lebih bahagia


Dapat mensyukuri yang dimiliki

Sesungguhnyalah aku ingin belajar


sikap mereka menjalani hidup
Angin, tolonglah bawakan aku
sepotong kertas dan pena tajam
Akan kutulis tebal-tebal
pelajaranmu lewat diam
Akan kusimpan dalam-dalam
pelajaranmu lewat diam

Cintaku Kandas Di Rerumputan

Aku mulai resah menunggu engkau datang


Berpita jingga, sepatu hitam
Kau bawa cinta yang kupesan ho...
Aku mulai ragu dengan keberanianku
Berapa cinta kau tawarkan?
Berapa banyak yang kau minta?

Aku merasa terjebak dalam lingkaran membiusku


namun dorongan jiwa tak sanggup kutahan
Iblis manakah yang merasuk
aku memilih cara ini?
Mungkin karena 'ku merasa tak punya apa-apa

Dan ketika engkau datang


aku pejamkan mataku
Samar kudengar suaramu lembut memanggil namaku
Seketika sukmaku melambung
Kuputuskan untuk berlari menghindarimu sejauh mungkin
Cintaku kandas di rerumputan

Aku mulai sadar cinta tak mungkin kukejar


Akan kutunggu, harus kutunggu
sampai saatnya giliranku

Dan ketika engkau datang


aku pejamkan mataku
Samar kudengar suaramu lembut memanggil namaku
Seketika sukmaku melambung
Kuputuskan untuk berlari menghindarimu sejauh mungkin
Cintaku kandas di rerumputan

Asmara Satu Ketika

Ketika kubuka jendela kegetiran datang menyergap, ah


Apakah karena hembusan angin bawa aroma rumput basah?
Gemuruh air hujan menumpas nyanyianku
tentang asmara yang sirna terkubur dalam dada
Aku kembali terduduk di atas kebekuan bara hati

Ketika 'ku berjalan sendiri menyusuri sungai berliku


Apakah langkah kubawa ke hulu ataukah ke muara?
Gemuruh suara hati menikam kebisuan
ketika cintaku kandas terkubur dalam jiwa
Aku kembali terduduk di atas kebekuan bara hati

Gemuruh air hujan menumpas nyanyianku


tentang asmara yang sirna terkubur dalam dada
Aku kembali terduduk di atas kebekuan bara hati

Oh, malam dengarkanlah syair dari nyanyianku


Barangkali akan dapat menolongku
Coba bawakan dia meski hanya lewat mimpi
Oh, kelam bicaralah, ho ho, demi semi cintaku
hu ho.... ho ho ho ho demi semi cintaku
hu ho.... ho ho ho ho demi semi cintaku
hm....... hm hm demi semi cintaku
hu ho.... ho ho ho ho demi semi cintaku

Tak Pernah Pupus Rinduku

Tak pernah padam rinduku pada laut


Di sana dapat aku menyelam, kubuang kegetiran
Berenang bersama cumi-cumi, bicara dengan ombak

Tak pernah sirna cintaku pada gunung


Di sana dapat kurebahkan jiwa menghirup kesegaran
Bernyanyi bersama daun-daun, bicara dengan embun

Di sini cuaca telah berubah kering dan menyesakkan dada


Burung-burung pun enggan terbang dan malas berkicau
Semakin berat beban fikiran semakin sulit untuk bernafas
Kegelisahan merayap ke puncak, sewaktu-waktu dapat meledak

Tak pernah pupus rinduku pada kampung


Di sana dapat aku merenung berkaca dalam diam
Bergelimang suasana segar bunga-bunga kehidupan

Di sini cuaca telah berubah kering dan menyesakkan dada


Burung-burung pun enggan terbang dan malas berkicau
Semakin berat beban fikiran semakin sulit untuk bernafas
Kegelisahan merayap ke puncak, sewaktu-waktu dapat meledak
Kegelisahan merayap ke puncak, sewaktu-waktu dapat meledak

Dimanakah Matahariku

Pokok pinus di tengah hutan


terduduk ia sendiri
menjerit tak bersuara
Angin gunung basa-basi
menyapa dan terbang entah ke mana

Jalan setapak terbungkus kabut


darahku dan jiwaku
menyatu ditelan bumi
kerlap-kerlip kunang-kunang
memancarkan kebisuan

Aku berjalan hanya dengan mata hati,


bernafas hanya dengan tekad
Aku mendaki penuh dengan teka-teki
Di manakah matahariku?

Aku terantuk sebatang dahan


melintang di depanku
menghentikan pengembaraan
Tanda tanya, gundah hati
kapankah akan terjawab?

Di sinilah, di dalam dada


menetes temurun cintaku bara hidup
Di sinilah di dalam jiwa
mengalir hasratku mengikuti petunjukMu
mengikuti petunjukMu

Perjalanan Menjaring Matahari

Perjalanan jiwa menelusuri waktu,


menata suratan takdir, kulangkahi sejuta kendala
Perjalanan kelam menjaring hari depan
Kukubur mimpi buruk, semoga saja tak akan terulang

Aku harus jadi lelaki yang seutuhnya lelaki


Tangis kubuang dada kubusungkan,
duka, dan derita kusembunyikan

Matahari bangkitlah bersamaku,


rembulan purnama bersamaku,
bintang-bintang berpijar bersamaku
debur ombak gemuruh bersamaku

Aku lebur dengan langit,


aku lebur dengan bumi

Perjalanan diam menembus relung hati,


menghimpun ketegaran, melewati s'gala rintangan

Aku harus jadi lelaki yang seutuhnya lelaki


Tangis kubuang dada kubusungkan,
duka, dan derita kusembunyikan

Matahari bangkitlah bersamaku,


rembulan purnama bersamaku,
bintang-bintang berpijar bersamaku
debur ombak gemuruh bersamaku

Aku lebur dengan langit,


aku lebur dengan bumi

Ketegaran Hati Seorang Pengemis Dan Anaknya

Kututupi wajah dari terik matahari


Kuseka keringat dengan punggung tangan
Mari kita berteduh di bawah bayangan gedung
Sembunyikan duka, lapar, dahaga

Kugandeng tanganmu, jemari yang kurus


Hayati kemiskinan merangkak ke depan
Anakku tercinta, tengadahlah ke langit
Tuhan pasti mendengar doa kita

Semua langkah yang kita buat


meninggalkan jejak di bumi
Semua nafas yang kita hirup
membawa kristal kehidupan
Singkirkanlah cemburu, buanglah tanda tanya
Tentang kehendakNya membagi nikmat ho....
Mungkin yang buat kita masih tersimpan di sorga
Menunggu kita siap menerima

Semua langkah yang kita buat


meninggalkan jejak di bumi
Semua nafas yang kita hirup
membawa kristal kehidupan
Singkirkanlah cemburu, buanglah tanda tanya
Tentang kehendakNya membagi nikmat ho...
Mungkin yang buat kita masih tersimpan di sorga
Menunggu kita siap menerima

Di Tikungan Jalan Cintaku Tertambat

Sebelumnya aku tak pernah peduli


sampai aku melihat alismu
Sebelumnya tak pernah aku perhitungkan
kehadiranmu dalam hati
Di tikungan jalan mata kita bertaut
Ada getar-getar dari balik jeruji pagar
hm ho ho ho ho ho ho ho ho
Sebenarnya 'ku dapat langsung mendatangimu
namun tak ada keberanian
Hanya lewat kerlingan yang sengaja kupertajam
dan bersiul nyanyian cinta (mm)
Di tikungan jalan jiwaku kini tertambat
Ada lagu yang mengalun dari balik rimbun daun
Sekali waktu aku secara tak sengaja
melihatmu tengah bercumbu
di balik jendela kaca ho
ho ho ho robek jantungku
ho ho ho luka sangat dalam
ho ho ho kau tak pernah tahu
ho ho ho ho tak ada yang tahu
Sebenarnya 'ku dapat langsung mendatangimu
namun tak ada keberanian
Hanya lewat kerlingan yang sengaja kupertajam
dan bersiul nyanyian cinta (mm)
Di tikungan jalan jiwaku kini tertambat
Ada lagu yang mengalun dari balik rimbun daun
Sekali waktu aku secara tak sengaja
melihatmu tengah bercumbu
di balik jendela kaca ho ho ho
ho ho ho robek jantungku
ho ho ho luka sangat dalam
ho ho ho kau tak pernah tahu
ho ho ho ho tak ada yang tahu
ho ho ho robek jantungku
ho ho ho luka sangat dalam
ho ho ho kau tak pernah tahu
ho ho ho ho tak ada yang tahu

Bunga – Bunga Cinta

Geriapnya seperti sejuta bintang


Pancaran matamu bening cemerlang
Aku pun terkesima, hilanglah kata-kata,
degup jantungku menggelegak,
gelora cinta pun deras mengalir tak terbendung

Semburatnya seperti cipratan embun


tergambar dalam senyumanmu teduh
Ulurkanlah tanganmu, alirkanlah cintamu
Aku terpana tanpa daya
Letih berpacu mengejar impian, bunga cinta

Aku memang lelaki yang tak beruntung


Tak punya apapun yang dapat kubanggakan
Sementara engkau terlalu sempurna
Hampir hanya terwujud dalam bayang-bayang,
hanya dalam bayang

Semburatnya seperti cipratan embun


tergambar dalam senyumanmu teduh
Ulurkanlah tanganmu, alirkanlah cintamu
Aku terpana tanpa daya
Letih berpacu mengejar impian, bunga cinta

Getar-getar cintaku dan cintamu


Terwujudlah semua angan-anganku
Aku ada bersamamu, engkau ada bersamaku
Selamat pagi isi bumi, selamat tinggal bayang-bayang sepi
Selamat tinggal bayang-bayang sepi
Sketsa Rembulan Emas
Sketsa Rembulan Emas

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1988
Direkam ?
Genre Pop, country, akustik
Durasi ?
Warna White
Label EGA Records
Produser Ebiet G. Ade
Kronologi Ebiet G. Ade
Menjaring Sketsa Rembulan
Seraut Wajah
Matahari Emas
(1990)
(1987) (1988)

Sketsa Rembulan Emas ialah album ke-11 dari Ebiet G. Ade. Album ini dirilis pada tahun
1988 oleh EGA Records dan juga Atlantic Records Ind.. Sketsa Rembulan Emas juga salah
satu lagu dalam album ini.

Album ini memuat 10 lagu. Lagu pertama dalam album ini ialah Masih Ada Waktu. Lagu ini
terinsprirasi dari peristiwa Tragedi Bintaro pada 1987, dan lagu ini diputar bila terjadi
bencana di Indonesia. Sketsa Rembulan Emas menyuarakan rintihan dan kepedihan
masyarakat kecil yang selalu menjadi korban keserakahan pemimpin. Yogyakarta
menceritakan tentang kerinduan Ebiet atas kota Yogyakarta yang di sana ia besar.

Tidak seperti album-album sebelumnya, album ini tak lagi menampilkan kehidupan
kelompok masyarakat tertentu seperti pengemis, petani, narapidana, urban, pengangguran,
tukang sapu, buruh, tukang copet, transeksual, pelacur, tukang becak, dsb.

Daftar lagu

 Masih Ada Waktu


 Sketsa Rembulan Emas
 Kalian Boleh Coba
 Yang Terluka
 Haruskah Aku Menyerah
 Yogyakarta
 Aku Pasrah kepada Kebenaran
 Nyanyian Burung dan Pepohonan
 Huru-hara
 Ada Sisa-sisa Suara

Masih Ada Waktu

Bila masih mungkin kita menorehkan bakti


atas nama jiwa dan hati tulus ikhlas
Mumpung masih ada kesempatan buat kita
mengumpulkan bekal perjalanan abadi

Kita pasti ingat tragedi yang memilukan


Kenapa harus mereka yang terpilih menghadap?
Tentu ada hikmah yang harus kita petik
Atas nama jiwa mari heningkan cipta

Kita mesti bersyukur bahwa kita masih diberi waktu


Entah sampai kapan, tak ada yang bakal dapat menghitung
Hanya atas kasihNya, hanya atas kehendakNya
Kita masih bertemu matahari
Kepada rumpun ilalang, kepada bintang gemintang
Kita dapat mencoba meminjam catatanNya

Sampai kapankah gerangan waktu yang masih tersisa?


Semuanya menggeleng, semuanya terdiam,
semuanya menjawab, "Tak mengerti."
Yang terbaik hanyalah segeralah bersujud
Mumpung kita masih diberi waktu

Kita mesti bersyukur bahwa kita masih diberi waktu


Entah sampai kapan, tak ada yang bakal dapat menghitung
Hanya atas kasihNya, hanya atas kehendakNya
Kita masih bertemu matahari

Kepada rumpun ilalang, kepada bintang gemintang


Kita dapat mencoba meminjam catatanNya
Sampai kapankah gerangan waktu yang masih tersisa?
Semuanya menggeleng, semuanya terdiam,
semuanya menjawab, "Tak mengerti."
Yang terbaik hanyalah segeralah bersujud
Mumpung kita masih diberi waktu

Sketsa Rembulan Emas


Ketika rembulan emas tenggelam di cakrawala
angin mati dan laut pun terdiam
Hening di sekeliling bumi sunyi, sepi, mencekam
menunggu keputusan sakral, arif, dan bijaksana

Yang tak habis aku mengerti


jeritan kami tak bersuara
Ditelan gemuruh gundah gulana
Mungkin lewat nyanyian akan dapat menyusup,
menguak jendela hatiMu
Dan Kau dengar rintihan kami
Kau dengar jeritan kami

Tuhan, semua terserah titahMu


Merah hitam tanah kami, pucat pasi wajah bumi
tolong, arahkan mata pedang
Mereka-mereka yang memimpin
percaturan dunia, pergolakan dunia

Tuhan, semua terserah titahMu


Merah hitam tanah kami, pucat pasi wajah bumi
tolong, arahkan mata pedang
Mereka-mereka yang memimpin
percaturan dunia, pergolakan dunia

Tuhan, tolonglah
karena hanya Engkau yang dapat mendengar
jerit hati kami
Tuhan, tolonglah
karena hanya Engkau yang dapat mendengar
jerit hati kami

Kalian Boleh Coba

Jemari tanganmu
menari di atas
bilah-bilah piano

Menyanyi bersama
lagu yang kucipta
khusus buat kita berdua

Kalian boleh dengar,


kalian boleh simak
kami jalin suara
Kalian boleh lihat
cara kami merajut
benang-benang asmara

Malam makin larut


Lelawa beterbangan
di atas kepala kita

Doa kita telah usai


Nyanyian kita pun tuntas
tumpah ruah di udara

Kalian pasti lihat,


kalian pasti baca
wajah kami berdua
Kalian boleh tebak
cara kami memilih
putik-putik asmara

Sesungguhnya sangat mudah,


sesungguhnya sangat sederhana
Kami saling memberi,
kami saling mengerti

Ho ho pastilah langit terasa bersih


Nafas harum aroma bunga mawar
Menemani kita bernyanyi bersama

Sesungguhnya sangat mudah,


sesungguhnya sangat sederhana
Kami saling memberi,
kami saling mengerti

Ho ho pastilah langit terasa bersih


Nafas harum aroma bunga mawar
Menemani kita bernyanyi bersama

Yang Terluka

Tersentak dari lamunan ketika kau datang


Seingatku cukup lama engkau sembunyi
Garis wajahmu berubah, tak seperti dulu
murung dan tak bergairah,
kehilangan sinar, kehilangan binar

Buku jarimu terkepal, entah genggam apa


Katup mulutmu terkunci, entah simpan apa
Bola mata dingin pudar diam tak terbaca
Desah nafasmu tersumbat,
kehilangan getar, kehilangan debar

Coba katakanlah kepadaku, aku masih sahabatmu


Derita apakah gerangan yang engkau alami
yang engkau hadapi? ho ho ho ho ho ho... ho
Bukan karena cinta tentunya
Mungkin karena putus asa
Kehilangan percaya diri, kehilangan tempat berpegang

Coba katakanlah kepadaku, aku masih sahabatmu


Derita apakah gerangan yang engkau hadapi?
Bukan karena cinta tentunya
Mungkin kerna putus asa
Kehilangan percaya diri

Kenapa tak engkau coba raih


dari lubuk jiwa paling dalam, iman?

Kenapa tak engkau coba raih


dari lubuk jiwa paling dalam, iman?
ho ho ho ho ho

Haruskah Aku Menyerah

Haruskah aku menyerah melawan kebisingan?


Suara hatiku, jeritan jiwaku
menggumpal dalam tanda tanya

Haruskah aku mencari suara-suara burung


di tengah lautan, di atas matahari?
Untuk kugubah jadi nyanyian ho..

Semua bukit telah aku coba daki,


semua laut kuseberangi
Agar semakin besar rasa keyakinanku
bahwa masih ada nafas di dalam jantungku
untuk kulanjutkan keheningan

Haruskah aku mencari suara-suara burung


di tengah lautan, di atas matahari?
Untuk kugubah jadi nyanyian ho..

Bahwa masih ada nafas di dalam jantungku


untuk kulanjutkan keheningan
Yogyakarta

Seperti debu, tajam menerpa mata


Aku tersentak dari lamunan
ketika kubuka tirai jendela

Seperti angin, lembut menyusup jiwa


Aku terpejam, kuhirup nafas dalam
di gerbang kotaku, Yogyakarta

Hari ini aku pulang, hari ini aku datang


bawa rindu, bawa haru, bawa harap-harap cemas
Masihkah debu jalanan menyapa gerak langkahku?
Masihkah suara cemara mengiringi nyanyianku?

Seperti bintang diam menunggu fajar


Aku berfikir untuk membangunkanmu
Bergumul dengan gelora nafasmu

Di sini aku ditempa, di sini aku dibesarkan


Semangatku, keyakinanku, keberadaanku pun terbentuk
Masih aku pelihara kerinduanku yang dalam
Setiap sudutmu menyimpan derapku, Yogyakarta
Setiap sudutmu menyimpan langkahku, Yogyakarta

Aku Pasrah Kepada Kebenaran

Dengan tulus aku memohon ampun padamu


Engkau memasang wajah garang dan tetap menekanku
Percuma saja aku yang telah menyerah
Bersikeras pun aku tak berdaya
Hidup dan mati bukan ada di tanganmu
Tapi Tuhan yang telah mengatur

Masa laluku memang sangat pekat dan hitam


Namun rasanya aku belum terlambat bertobat
Gambar burung hantu yang lekat di lengan
Potret kegagalanku sangat pahit
Aku pasrahkan kepada kebenaran
Mungkin nasib suratan tangan

Ada yang ingin aku titipkan


sebelum aku pergi jauh
Istri dan anakku tak bersalah, jangan dilibatkan
Biarlah aku tanggung sendiri
dosa yang telah kuperbuat
Hanya Tuhan yang tahu ketulusan hati ini
Semoga aku dimaafkan

Ada yang ingin aku titipkan


sebelum aku pergi jauh
Istri dan anakku tak bersalah, jangan dilibatkan ho
Biarlah aku tanggung sendiri
dosa yang telah kuperbuat
Hanya Tuhan yang tahu ketulusan hati ini
Semoga aku dimaafkan
Hanya Tuhan yang tahu ketulusan hati ini
Semoga aku dimaafkan

Nyanyian Burung Dan Pepohonan

Pernahkah engkau dengar nyanyian burung murai


Ketika gerimis turun langit tertutup kabut?
Bersiul memilukan, berderai menikam mendung
Suara laut pun sirna, terbang entah ke mana

Dan di saat yang lain kala mentari bangkit


menyiram jagat raya kicaunya pun ceria
Bersama semilir angin mengalirlah semangat
Kecipak air kali menyegarkan jiwa

Oh, betapa jauhnya jalan terjal kutempuh


menembus kegelapan, menyibak alang-alang
Oh, murai bernyanyilah mengiringi langkahku
Wajah bumi semakin renta dan penuh luka

Pernahkah engkau dengar nyanyian pepohonan


di tengah belantara sepi menembus kelam?
Kelak tinggal catatan, di sini pernah berdiri
tegar menyengga langit, kini tinggal puing

Huru – Hara

Sepasang mata elang mengintai dari langit,


membakar-bakar dan buka keriuhan
entah apa yang dimaui
Huru-hara pun semakin tak terkendali,
merentak di sana-sini
Semestinya kita picingkan mata dan telinga
dan bahu membahu mengusirnya

Sepasang tangan kasar menjulur dari bumi,


menghembus-hembuskan suara memuakkan,
memfitnah di kanan-kiri
Huru-hara pun semakin tak terkendali,
merentak di sana-sini
Semestinya kita picingkan mata dan telinga
dan bahu membahu mengusirnya

Dengarlah suara gaib dalam dan berwibawa


menyirami sekujur kekacauan, meniupkan kesegaran
Huru-hara pun seketika terhenti
Kedamaian mulai semi
Seharusnya kita dengar apa yang dikatakan
barangkali dialah yang benar

Ada Sisa – Sisa Suara

Ada sisa-sisa suara yang bergema dalam dada


Aku tak mendengar apapun, gemuruh di luar pintu,
ia terus mengejarku, ia terus menghatuiku
Mengendalikan seluruh gerak dan naluriku

Ada akal yang masih bening, ada budi yang masih jernih
Bertarung serentak bergumul bola-bola api,
ia terus membelenggu, ia ingin melukaiku,
membalut semua indra akal fikirku

Ada yang tak dapat aku lepas meskipun berulang aku coba
Waktu berputar semakin cepat, aku telah jauh tertinggal
Ada yang tak pantas aku sandang, setumpuk penghargaan
Lebih baik kutelan kata-kataku, angan-anganku

Ada akal yang masih bening, ada budi yang masih jernih
Bertarung serentak bergumul bola-bola api,
ia terus membelenggu, ia ingin melukaiku,
membalut semua indra akal fikirku

Ada yang tak dapat aku lepas meskipun berulang aku coba
Waktu berputar semakin cepat, aku telah jauh tertinggal
Ada yang tak pantas aku sandang, setumpuk penghargaan
Lebih baik kutelan kata-kataku, angan-anganku
Seraut Wajah
Seraut Wajah

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1990
Direkam ?
Genre Pop, country
Durasi ?
Warna lightblue
Label EGA Records
Produser Ebiet G. Ade
Kronologi Ebiet G. Ade
Sketsa Rembulan
Seraut Wajah Kupu-Kupu Kertas
Emas
(1990) (1995)
(1988)

Seraut Wajah adalah album ke-12 yang dikeluarkan oleh Ebiet G. Ade. Dikeluarkan oleh
perusahaan rekamnya sendiri EGA Records, album ini menjadi album terakhir yang
diproduksi sendiri. Boleh dikata, album ini menjadi tonggak akhir masa produktifnya karena
pada album-album setelah Seraut Wajah, ia lebih suka mendaur ulang lagu untuk kemudian
dicangkokkan satu atau dua lagu baru guna dikodifikasi dalam sebuah album.

Ada 8 lagu dalam album ini, yang memiliki keragaman tema. Lagu hit adalah Seraut Wajah
yang merupakan penerjemahan sosok seorang pejuang yang berkorban membela tanah
airnya. Lagu ini disajikan dalam versi lengkap dan juga minus one. Dalam pengerjaannya
album ini diaransemen oleh Dodo Zakaria dan Tony Soewandi.

Daftar lagu:
 Seraut Wajah
 Dengarkanlah Kata-kataku
 Apakah Ada Bedanya
 Biarlah Aku Diam
 Seraut Wajah (minus one)
 Langit Terluka
 Ketika Aku Mulai
 Berjalan Diam-diam
 Kembara Lintasan Panjang
Kupu-Kupu Kertas
Kupu-Kupu Kertas

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1995
Direkam ?
Genre Pop, country, rock
Durasi ?
Warna Orange
Label EGA Productions
Kronologi Ebiet G. Ade
Cinta Sebening
Seraut Wajah Kupu-Kupu Kertas
Embun
(1990) (1995)
(1995)

Kupu-Kupu Kertas adalah album ke-13 yang dikeluarkan oleh Ebiet G. Ade, melalui
perusahaan rekam EGA Records pada tahun 1995. Ini adalah album pertama yang
dikeluarkannya setelah sekitar 5 tahun menyepi dari dunia belantika musik Nusantara.

Dalam album ini, Ebiet berkolaborasi dengan 4 musisi handal, yakni Billy J. Budiardjo
(sahabat lamanya), Erwin Gutawa, Ian Antono, dan Purwacaraka. Nuansa rock terdengar
kental di lagu Kupu-Kupu Kertas karena sentuhan tangan musisi rock legendaris Ian Antono.
Lagu ini pernah menjadi tema lagu buat sinetron dengan nama yang sama. Karena lagu ini,
Ebiet menyabet penghargaan Penyanyi Terbaik Anugerah Musik Indonesia pada 1997.

Lagu
Ada 11 judul lagu dalam album ini. Lagu andalan adalah Kupu-Kupu Kertas, yang disajikan dalam
bentuk lengkap dan minus one. Ada pula lagu lama Titip Rindu buat Ayah dan Camellia II, yang
direkam secara live saat Ebiet berkonser di Malaysia. Saat itu, selain 2 lagu itu, Ebiet ada pula
membawakan lagu Berita kepada Kawan, yang dinyanyikannya duet bersama Mohamad Nasir bin
Mohamad, namun lagu tersebut tidak ada dalam album Kupu-Kupu Kertas, melainkan dalam album
Konser Akar (M. Nasir).

Daftar lagu:

 Kupu-Kupu Kertas
 Ketika Duka Menyeruak
 Hidupku MilikMu
 Kosong
 Apakah Mungkin
 Kupu-Kupu Kertas (minus one)
 Biarkanlah Hati yang Bicara
 Rinduku Menggumpal
 Rembulan Menangis
 Ingin Kupetik Bintang Kejora
 Titip Rindu buat Ayah (live)
 Camellia II (live)

Kupu Kupu Kertas

Setiap waktu engkau tersenyum


Sudut matamu memancarkan rasa
keresahan yang terbenam, kerinduan yang tertahan,
duka dalam yang tersembunyi jauh di lubuk hati
Kata-katamu riuh mengalir bagai gerimis

Seperti angin tak pernah diam


selalu beranjak setiap saat
menebarkan jala asmara, menaburkan aroma luka
Benih kebencian kau tanam bakar ladang gersang
Entah sampai kapan berhenti menipu diri

Kupu-kupu kertas
yang terbang kian kemari
Aneka rupa dan warna
dibias lampu temaram

Membasuh debu yang lekat dalam jiwa,


mencuci bersih dari segala kekotoran

Aku menunggu hujan turunlah,


aku mengharap badai datanglah
Gemuruhnya akan melumatkan semua
kupu-kupu kertas

Ketika Duka Menyeruak

Ketika engkau datang menawarkan gagasan


kulihat di matamu tak ada yang kau sembunyikan
Aku mulai bertanya, "Di mana cakrawalamu?"
Langit seketika cerah tatkala engkau tersenyum
Kata-katamu mengalir, merambah nadi dan jiwa
ketika angin terhenti, memberi nafas di dada ho ho
Kata-katamu memberi sejuta warna dan makna
bagi kehidupanku, bagi perjalananku
di bumi fana dan di alam kekal

Ketika engkau pergi langit bumi pun menangis


Jejak pengembaraanmu terpatri dalam di dadaku

Kata-katamu mengalir, merambah nadi dan jiwa


ketika angin terhenti, memberi nafas di dada ho ho
Kata-katamu memberi sejuta warna dan makna
bagi kehidupanku, bagi perjalananku
di bumi fana dan di alam kekal
di bumi fana dan di alam kekal

Hidupku Milikmu

Ketika aku mencari cahayaMu


menerobos lewat celah dedaunan
Besilangan semburatMu dalam kabut
Aku terpaku, aku terpana,
aku larut di dalam nyanyian burung-burung
Gemuruh di dadaku
sirna bersama keheningan rimba raya

Ketika aku mendengar suaraMu


Bergema di ruang dalam jiwa,
mengalir sampai ke ujung jemari
Aku mengepal, aku tengadah
Rindu yang aku simpan membawa aku terbang,
menjemput bayang-bayang
Senyap ditelan keheningan rimba raya

Apapun t'lah aku coba dan tak henti bertanya


Setiap sudut, setiap waktu tak surut 'ku mencari
Ke mana, di mana aku lepas dahaga?
Kepada siapa aku rebah bersandar?
Tak mungkin kubuang
rindu yang semakin dalam bergayut
Hidupku memang milikMu, hanya untukMu
hm hm

Ke mana, di mana aku lepas dahaga?


Kepada siapa aku rebah bersandar?
Tak mungkin kubuang
rindu yang semakin dalam bergayut hm
Hidupku memang milikMu, hanya untukMu

Hidupku memang milikMu, hanya untukMu


ho... hanya untukMu

Kosong

Ketika diam menjerat aku ke dalam ruang hampa


Angin berhembus, tajam mengiris, menusuk rembulan
BayanganMu seperti lenyap disapu gelombang
Perahuku terombang-ambing dan tenggelam

Ketika hening merenggut aku ke dalam galau jiwa


Suara ranting meronta-ronta, merobek mentari
DekapanMu masih terasa hangat dalam darah
Bintang-gemintang bersembunyi dalam kelam

Kosong, ho ho pikiran hampa menerawang


Kosong, ho ho langit terasa semakin gelap
Entah bermimpi tentang apa, terpenggal-penggal ho..
Entah sujud kepada siapa aku berserah

Kosong, ho ho pikiran hampa menerawang


Kosong, ho ho langit terasa semakin gelap
Mestinya aku hanya diam dalam tawakal ho..
atau kuurai air mata dalam sembahyang
atau kuurai air mata dalam sembahyang

Apakah Mungkin

Apakah mungkin engkau merasakan


rindu seperti yang aku derita?
Jauh terbentang bukit dan lautan
Waktu pun seperti berhenti berdetak

Apakah mungkin gelora cintaku


dapat kautangkap? Kukirim lewat angin
Aku khawatir kalimat yang kutulis,
kurangkai berhari-hari tetap tak berbalas

Kadang-kadang bumi kucurigai


menyembunyikan jawabanmu
Kupelihara kegelisahan untuk mengasah
ketajaman rasa, kepekaan jiwa

Apakah mungkin gelombang di laut


getarnya terasa sampai ke puncak bukit?
Langkah di pesisir pasti tinggalkan jejak
Ingin kutelusuri sampai di cakrawala

Kadang-kadang bumi kucurigai


menyembunyikan jawabanmu
Kupelihara kegelisahan untuk mengasah
ketajaman rasa, kepekaan jiwa

Biarkanlah Hati Yang Bicara

Coba diam sejenak, amati suara angin


Barangkali di sana ada yang engkau cari
Coba dekapkan wajahmu di bawah sinar lampu
Tak perlu kau katakan, rindumu telah terbaca ho..
Tumpahkanlah lewat nyanyian
Salah satu cara untuk menyiasati rindu
Kadang-kadang tanpa terasa
tetes air mata membasahi pipi

Coba katakan padaku apa yang engkau inginkan


Barangkali aku mampu melepaskan dukamu
Coba kau dekap hening terbang menembus waktu
Tak perlu kau risaukan luka dan kepedihan hm hm hm
Setidaknya aku dapat
mengajakmu larut dalam gelora nyanyianku
Kadang-kadang tanpa terasa
mataharimu telah bersinar ceria kembali

Simpanlah mimpimu dalam kehangatan mentari


ketika embun masih menggantung
Pejamkan mata, rebahkan jiwa,
biarkanlah hati yang bicara

Kau tak pernah tahu kapan dukamu terobati


Meskipun hujan t'lah mulai turun
Pejamkan mata, rebahkan jiwa,
biarkanlah hati yang bicara

Rinduku Menggumpal
Kapankah kau datang? Senjakala telah mulai turun
Aku selalu membaca ribuan cerita yang kau tulis
Dulu kita sering berjalan seiring
berdiskusi panjang sambil menghitung
jejak langkah kita yang tertinggal

Kapankah kau hembuskan semangatmu yang panas membara?


Aku tetap percaya engkau sahabatku yang sejati
Rinduku menggumpal, mimpiku mengkristal
Meskipun diterjang badai prahara
ketulusan hati tak akan tumbang

Maka kita tak pernah saling menyapa,


maka kita tak pernah ingin bersekutu,
maka kita hanya saling memandang,
maka kita hanya menyimpan kata dalam diam,
dalam diam

Maka kita tak pernah saling menyapa,


maka kita tak pernah ingin bersekutu,
maka kita hanya saling memandang
sebab kita tak ingin saling melukai
Maka kita hanya menyimpan kata dalam diam

Rembulan Menangis

Rembulan menangis
di serambi malam
Intan buah hatimu dicabik tangan-tangan serigala
Bintang-bintang muram,
beku dalam luka
Untukmu saudaraku kami semua turut berduka

Lolong burung malam di rimba


melengking menyayat jiwa
Tangis kami pecah di batu
duka kami remuk di dada
Doa kami bersama-sama untukmu, untukmu

Angin pun menjerit


badai bergemuruh
Semuanya marah
hanya iblis terbahak, bersorak

Lolong burung malam di rimba


melengking menyayat jiwa
Tangis kami pecah di batu
duka kami remuk di dada
Doa kami bersama-sama untukmu

Lolong burung malam di rimba


melengking menyayat jiwa
Tangis kami pecah di batu
duka kami remuk di dada
Doa kami bersama-sama untukmu

Ingin Kupetik Bintang Kejora

Mengapa kau tak melihat apa yang aku fikirkan?


Semuanya terbuka terbaca di mataku
Mengapa kau tak peduli isyarat yang kukirimkan
lewat sejuta puisi, lewat selaksa bunga?

Engkau tetap diam membeku


Kau tepiskan mimpi-mimpiku
Kuhunus pedang cinta, kupekikkan asmara
Semula kau tetap diam
kemudian kau tersenyum
Ingin kupetik bintang kejora
untuk kusematkan di dadamu,
di jantungmu

Mengapa hanya namamu terpatri dalam jiwaku?


Haruskah aku menyerah sebelum aku coba?

Engkau tetap diam membeku


Kau tepiskan mimpi-mimpiku
Kuhunus pedang cinta, kupekikkan asmara
Semula kau tetap diam
kemudian kau tersenyum
Ingin kupetik bintang kejora
untuk kusematkan di dadamu,
di jantungmu
Cinta Sebening Embun
Cinta Sbening Embun

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1995
Direkam ?
Genre Pop
Durasi ?
Warna lightred
Label BMG
Kronologi Ebiet G. Ade
Cinta Sebening
Kupu-Kupu Kertas
Embun Aku Ingin Pulang
(1995)
(1995)

Cinta Sebening Embun merupakan album yang dikeluarkan oleh Ebiet G. Ade pada tahun 1995.
Dalam album ini, tidak terdapat lagu baru, namun hanya ada 1 lagu lama yang diaransemen ulang
oleh Adi Adrian, Cinta Sebening Embun, yang menjadi asal judul album ini.

Daftar lagu

 Cinta Sebening Embun


 Elegi Esok Pagi
 Untukmu, Kekasih
 Ada yang Tak Mampu 'ku Lupa
 Bingkai Mimpi
 Camellia II
 Nyanyian Kasmaran
 Seberkas Cinta yang Sirna
 Cinta di Kereta Biru Malam
 Camellia III
 Biarlah Aku Diam
 Asmara Satu Ketika
 Senandung Jatuh Cinta
 Camellia IV (Requiem)
 Nyanyian Cinta Satu Ketika
Cinta Sebening Embun

Pernahkah engkau coba menerka


apa yang tersembunyi di sudut hati?
Derita di mata, derita dalam jiwa
kenapa tak engkau pedulikan?

Sepasang kepodang terbang melambung


Menukik bawa seberkas pelangi
Gelora cinta, gelora dalam dada
kenapa tak pernah engkau hiraukan?

Selama musim belum bergulir


Masih ada waktu saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu pun tersibak, cinta mengalir sebening embun
Kasih pun mulai deras mengalir
cemerlang sebening embun

Pernahkah engkau coba membaca


sorot mata dalam menyimpan rindu?
Sejuta impian, sejuta harapan
kenapakah mesti engkau abaikan?
Selama musim belum bergulir
Masih ada waktu saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu pun tersibak, cinta mengalir sebening embun

Selama musim belum bergulir


Masih ada waktu saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu pun tersibak, cinta mengalir sebening embun
Kasih pun mulai deras mengalir)
cemerlang sebening embun

Elegi Esok Pagi

Ijinkanlah kukecup keningmu


bukan hanya ada di dalam angan
esok pagi, kau buka jendela
'kan kau dapati seikat kembang merah

Engkau tahu, aku mulai bosan


bercumbu dengan bayang-bayang
bantulah aku temukan diri,
menyambut pagi, membuang sepi

Ijinkanlah aku kenang sejenak perjalanan


ho ho ho
dan biarkan kumengerti
apa yang tersimpan di matamu
ho ho

Barangkali di tengah telaga


ada tersisa butiran cinta
dan semoga kerinduan ini
bukan jadi mimpi di atas mimpi

Ijinkanlah aku rindu pada hitam rambutmu


ho ho ho
dan biarkan 'ku bernyanyi
demi hati yang risau ini
ho ho

Barangkali di tengah telaga


ada tersisa butiran cinta
dan semoga kerinduan ini
bukan jadi mimpi di atas mimpi

Untukmu Kekasih

Ingin berjalan berdua denganmu, kekasih


lewati malam setelah usai rinai gerimis
lelawa jadi luruh dengan rumput biru
jemari tangan kita lekat jadi satu
pipimu memerah, hasratku merekah
kenapakah waktu tertinggal jauh?

Kukatakan kepadamu tentang hijau huma


yang bakal kita kerjakan dengan sederhana
kita segera akrab dengan sinar pagi
nyanyikan kupu-kupu hinggap di rambutmu
tersenyum kamu, tertawalah aku
kenapakah waktu tertinggal jauh?

Malam, suntingkan rembulan untukku


agar cinta tak berpaling dariku
lama aku pelajari satu puisi
sayang bila hanya angin yang mengerti
Oh, burung bernyanyilah
demi terjalin cinta
oh oh oh
Malam, suntingkan rembulan untukku
agar cinta tak berpaling dariku
lama aku pelajari satu puisi
sayang bila hanya angin yang mengerti
Oh, burung bernyanyilah
demi terjalin cinta
oh oh oh

Ada Yang Tak Mampu Kulupa

Ada yang tak mampu kulupa


bulu lembut di keningmu
yang meremang kala kukecup
dan ketika kusibak rambutmu
Ada yang tak hendak kubuang
serangkaian kenang-kenangan
yang tergambar di gelap malam
dan tersimpan di pucuk daunan
Langit di atas simpang jalan
menemaniku bernyanyi
bagai gejolak pohonan runtuh
bersama gitar bersama sepi
bersama luka dan cinta
aku masih sempat bernyanyi lagi
Ada yang mesti kupikir lagi
melepas dendam dan sakit hati
dan berjuang membendung benci
Tuhan, jagalah tanganku ini

Bingkai Mimpi

Dalam kepekatan mimpiku


wajahMu tersembunyi
Alam semesta, matahari, bintang, rembulan
Semua datang sujud buatMu
Menikam cinta paling dalam

Du du du du du du du
du du du du du

Dari sudut manakah gerangan


aku dapat segera mulai
melukiskan Engkau yang kasat mata namun ada
Bahkan mengalir dalam darah
Hidup t'lah kujanjikan buatmu

Garis-garis aku satukan


menampilkan watak yang beringas
Titik-titik aku kumpulkan
menampilkan rona geriap
Terlalu jauh dari wajahMu
yang agung, teduh, dan kasih
Kini kuyakini sepenuhnya Engkau tak mungkin kugambar
Tinggal kumohon ampunanMu atas kelancangan mimpiku

Dalam kesejukan nafasMu


aku khusyuk sembahyang
Barangkali dapat kutafsirkan makna firmanMu
Peluklah aku dalam damai,
siramilah dengan cinta

Garis-garis aku satukan


menampilkan watak yang beringas
Titik-titik aku kumpulkan
menampilkan rona geriap
Terlalu jauh dari wajahMu
yang agung, teduh, dan kasih
Kini kuyakini sepenuhnya Engkau tak mungkin kugambar
Tinggal kumohon ampunanMu atas kedangkalan mimpiku

Du du du du du du du du
du du du du du du du du
du du du du du du du
du du du du du

Camelia II

Gugusan hari-hari indah bersamamu, Camellia


Bangkitkan kembali rinduku mengajakku ke sana
Ingin 'ku berlari mengejar seribu bayangmu, Camellia
Tak peduli 'kan kuterjang, biarpun harus kutembus padang ilalang

Tiba-tiba langkahku terhenti


Sejuta tangan telah menahanku
Ingin kumaki mereka berkata,
"Tak perlu engkau berlari
mengejar mimpi yang tak pasti
hari ini juga mimpi
maka biarkan Ia datang
di hatimu, di hatimu."

Nyanyian Kasmaran

Sejak engkau bertemu lelaki bermata lembut


ada yang tersentak dari dalam dadamu
Kau menyendiri duduk dalam gelap
bersenandung nyanyian kasmaran
dan tersenyum entah untuk siapa

Nampaknya engkau tengah mabuk kepayang


Kau pahat langit dengan angan-angan
Kau ukir malam dengan bayang-bayang

Jangan hanya diam kau simpan dalam duduk termenung


Malam yang kau sapa lewat tanpa jawab
Bersikaplah jujur dan terbuka
Tumpahkanlah perasaan yang sarat
dengan cinta yang panas bergelora

Barangkali takdir tengah bicara


Ia diperuntukkan buatmu
dan pandangan matanya memang buatmu

du du du du du du du du du du du du du du du du

Mengapa harus sembunyi dari kenyataan?


Cinta kasih sejati kadang datang tak terduga
Bergegaslah bangun dari mimpi
atau engkau akan kehilangan
keindahan yang tengah engkau genggam

Anggap saja takdir tengah bicara


Ia datang dari langit buatmu
dan pandangan matanya khusus buatmu
du du du du du du du du du du du du du

Seberkas Cinta Yang Sirna


Masih sanggup untuk kutahankan
Meski telah kau lumatkan hati ini
Kau sayat luka baru di atas duka lama
Coba bayangkan betapa sakitnya
Hanya Tuhanlah yang tahu pasti
apa gerangan yang bakal terjadi lagi
Begitu buruk telah kau perlakukan aku
Ibu, menangislah demi anakmu
Sementara aku tengah bangganya
mampu tetap setia meski banyak cobaan
Begitu tulusnya kubuka tanganku
Langit mendung, gelap malam untukku
Ternyata mengagungkan cinta
harus ditebus dengan duka lara
Tetapi akan tetap kuhayati
hikmah sakit hati ini
telah sempurnakan kekejamanmu
Petir menyambar hujan pun turun
Di tengah jalan sempat aku merenung
Masih adakah cinta yang disebutkan cinta
bila kasih sayang kehilangan makna?
Ternyata mengagungkan cinta
harus ditebus dengan duka lara
Tetapi akan tetap kuhayati
Hikmah sakit hati ini
Telah sempurnakan kekejamanmu

Cinta Di Kereta Biru Malam

Semakin dekat aku memandangmu,


semakin tegas rindu di keningmu
Gelora cinta membara di pipimu
Gemercik hujan di luar jendela
Engkau terpejam bibirmu merekah
mengisyaratkan hasrat di tanganmu
Selimut biru yang kau ulurkan kepadaku
Penahan dingin di kereta Biru Malam
Kau nyalakan gairah nafsuku, kau hela cinta di dadaku
hm..

Kau ciptakan musik irama tra la la la la la la


Kau ciptakan gerak irama tra la la la la
Kau ciptakan panas irama tra la la la la la la
Kau ciptakan diam irama tra la la la la ha ha ha ha
la la la la hm hm la la la la hm hm la la la la

Butir keringat basah bersatu


Deru nafas birahi pun bersatu
Kereta makin pelan dan berhenti hm hm
Kuulurkan lembut tanganku, kubenahi kusut gaunmu
Engkau tersenyum pahit dan menangis
Selimut biru yang kau ulurkan kepadaku
kini basah bersimbah peluh kita berdua
Kuhempaskan lelah tubuhku, kubuang cinta di dadaku
hm..

Kuciptakan janji irama tra la la la la la la


Kuciptakan ingkar irama tra la la la la
Kuciptakan dosa irama tra la la la la la la
Kuciptakan diam irama tra la la la ha ha ha ha
la la la la hm hm la la la la hm hm la la la la

Camelia III

Di sini dibatu ini


akan kutuliskan lagi
namaku dan namamu
maafkan bila waktu itu
dengan tuliskan nama kita
kuanggap engkau berlebihan

Sekarang setelah kau pergi


kurasakan makna tulisanmu
meski samar tapi jelas tegas
engkau hendak tinggalkan kenangan
dan kenangan

Di sini kau petikkan kembang


kemudian engkau selipkan
pada tali gitarku
Maafkan bila waktu itu
kucabut dan kubuang
kau pungut lagi dan kau bersihkan

Engkau berlari sambil menangis


kau dekap erat kembang itu
sekarang baru aku mengerti
ternyata kembangmu kembang terakhir
yang terakhir

Oh, Camelia, katakanlah di satu mimpiku


Oh oh oh oh oh Camelia,
maafkanlah segala khilaf dan salahku
Di sini, di kamar ini
yang ada hanya gambarmu
kusimpan dekat dengan tidurku
dan mimpiku

Oh, Camelia, katakanlah di satu mimpiku


Oh oh oh oh oh Camelia,

maafkanlah segala khilaf dan salahku


Oh, Camelia, katakanlah di satu mimpiku
Oh oh oh oh oh Camelia,
maafkanlah segala khilaf dan salahku

Biarlah Aku Diam

Biarlah aku buang di tengah lautan


Kerinduan yang bergelora memecahkan kepala
Semoga terhempas gelombang dan berhenti mengejarku
Bahkan pernah kucuri sehelai rambutnya
Aku tanam di depan pintu jelas ada maksudnya
Setiap pagi aku langkahi agar dia yang terjerat
dalam bayang-bayanganku
Mungkin aku telah keliru mencoba melupakannya
Kalah dengan semua suara-suara yang menghujat
Walau jauh di dasar hati masih aku simpan senyumnya
Bagaimanakah? Harus bagaimana?
Biarlah aku diam di tengah gelombang
Aku tunggu tetesan embun, kuhirup sampai tuntas
Bayanganya melompat-lompat, bermain dalam fikiran,
bermain dalam impian
Mungkin aku telah keliru mencoba melupakannya
Kalah dengan semua suara-suara yang menghujat
Walau jauh di dasar hati masih aku simpan senyumnya
Bagaimanakah? Harus bagaimana?
Rasakah yang harus kubela? Atau suara mereka?
Biarkanlah aku sendiri
Aku perlu waktu untuk merenung, hu hu hu hu
berfikir, dan kemudian memutuskan

Asmara Satu Ketika

Ketika kubuka jendela kegetiran datang menyergap, ah


Apakah karena hembusan angin bawa aroma rumput basah?
Gemuruh air hujan menumpas nyanyianku
tentang asmara yang sirna terkubur dalam dada
Aku kembali terduduk di atas kebekuan bara hati

Ketika 'ku berjalan sendiri menyusuri sungai berliku


Apakah langkah kubawa ke hulu ataukah ke muara?
Gemuruh suara hati menikam kebisuan
ketika cintaku kandas terkubur dalam jiwa
Aku kembali terduduk di atas kebekuan bara hati

Gemuruh air hujan menumpas nyanyianku


tentang asmara yang sirna terkubur dalam dada
Aku kembali terduduk di atas kebekuan bara hati

Oh, malam dengarkanlah syair dari nyanyianku


Barangkali akan dapat menolongku
Coba bawakan dia meski hanya lewat mimpi
Oh, kelam bicaralah, ho ho, demi semi cintaku
hu ho.... ho ho ho ho demi semi cintaku
hu ho.... ho ho ho ho demi semi cintaku
hm....... hm hm demi semi cintaku
hu ho.... ho ho ho ho demi semi cintaku

Senandung Jatuh Cinta

Rambutmu yang hitam panjang jatuh di bahu


Kadang luruh di ujung dagu bila engkau tertunduk
Jemari tanganmu lentik lembut memainkan gitar
Nampaknya rembulan pun terkesima

Lewat satu lagu tak usai kau nyanyikan


Perlahan kau tengadahkan wajah sibakkan rambutmu
Matamu tajam berbinar tembusi kegelapan malam
Burung gagak pun jadi enggan terbang

Sedetik 'ku tertegun dalam kesendirian


Gelap kelam membentang di depan mata
Burung-burung pipit, terbanglah menjauh
Kabarkan pada awan cerita ini:
"Aku lagi jatuh cinta
pada gadis kecil yang memainkan gitar,
pada gadis kecil yang memainkan gitar."

Ombak di laut, perdu di belantara


Kadang mampu menyatu dalam satu lagu
Begitu pun yang kuharap, dapat mempersempit jarak
sikapku dan sifat kekanakanmu
Sedetik 'ku tertegun dalam kesendirian
Gelap kelam membentang di depan mata
Burung-burung pipit, terbanglah menjauh
Kabarkan pada awan cerita ini:
"Aku lagi jatuh cinta
pada gadis kecil yang memainkan gitar,
pada gadis kecil yang memainkan gitar."

Camelia IV

Senja hitam di tengah ladang


di ujung pematang engkau berdiri
Putih di antara ribuan kembang
Langit di atas rambutmu merah tembaga
Engkau memandangku

Bergetar bibirmu memanggilku


Basah di pipimu air mata kerinduan, kedamaian, ho...
Batu hitam di atas tanah merah
di sini akan kutumpahkan rindu
Kugenggam lalu kutaburkan kembang
Berlutut dan berdoa
Surgalah di tanganmu, Tuhanlah di sisimu

Kematian hanyalah tidur panjang


Maka mimpi indahlah engkau, Camellia, Camellia, ho...

Pagi engkau berangkat hati mulai membatu


Malam kupetik gitar dan terdengar
Senandung ombak di lautan
Menambah rindu dan gelisah

Adakah angin gunung, adakah angin padang


mendengar keluhanku, mendengar jeritanku
dan membebaskan nasibku
dari belenggu sepi?
La la la la la, la la la la
la la la la la
la la la la la la la la la la la
la la la la la la la la la la...

Nyanyian Cinta Satu Ketika

Jangan coba bicara, mari kita renungkan


Di dalam sepiku kau diam
Terkubur di batas langit, tersapu debu jalanan
Semua duka kita tinggal

Dengar aku yang bernyanyi, pasti bagi kamu


Ikrarkan kita tak lagi bertengkar
Pegang erat tanganku dan jangan lepaskan
Ikatkan benang kasih sayang

Nampaknya mendung segera lewat, matahari bersinar


Semuanya telah dirancang untuk menyambut kita
Tersenyumlah, mari tersenyum
Hari ini milik kita

du du du du du hm.... hm hm hm hm hu...

Jangan paksa menangis, mari kita fikirkan


Sejarah usang kita buang
Senandungkan satu lagu, agar semua kembang mekar
Harumkan jiwa cinta kita

Dengar aku yang bernyanyi, pasti bagi kamu


Ikrarkan kita tak lagi bertengkar
Pegang erat tanganku dan jangan lepaskan
Ikatkan benang kasih sayang

Nampaknya mendung segera lewat, matahari bersinar


Semuanya telah dirancang untuk menyambut kita
Tersenyumlah, mari tersenyum
Hari ini milik kita

du du du du du hu... hm.... hu...


du du du du du hu...
Aku Ingin Pulang
Aku Ingin Pulang

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1996
Direkam ?
Genre Pop, jazz
Durasi ?
Warna brown
Label Musica
Kronologi Ebiet G. Ade
Cinta Sebening
Aku Ingin Pulang Gamelan
Embun
(1996) (1998
(1995)

Aku Ingin Pulang adalah album yang dikeluarkan Ebiet G. Ade pada tahun 1996. Dalam
versi CD, judul lengkap album ini adalah Aku Ingin Pulang: 15 Hits Terpopuler, sedangkan
dalam versi kaset, judul lengkap album ini adalah Aku Ingin Pulang: 20 Hits Terpopuler.

Ini merupakan album cangkokan, di mana sebagian besar lagu dalam album ini adalah lagu-
lagu lama. Lagu baru dalam album ini hanya Aku Ingin Pulang yang menjadi sumber bagi
judul album ini. Lagu tersebut pernah dijadikan lagu tema sinetron Aku Ingin Pulang.

Aransemen lagu Aku Ingin Pulang disusun oleh Purwacaraka. Embong Rahardjo, seorang
peniup saksofon Indonesia, memberikan warna jazz dalam lagu tersebut. Awalnya, Aku Ingin
Pulang diproduksi dalam bahasa Inggris dengan judul I Need to Go Home, namun kemudian
diubah ke bahasa Indonesia saja.

Daftar lagu

1. Aku Ingin Pulang


2. Apakah Ada Bedanya
3. Menjaring Matahari
4. Kalian Dengarkan Keluhanku (Dari Seseorang yang Kembali dari Pengasingan)
5. Berita Kepada Kawan
6. Isyu
7. Camelia I
8. Elegi Esok Pagi
9. Cintaku Kandas di Rerumputan
10. Titip Rindu Buat Ayah
11. Seraut Wajah
12. Dosa Siapa? Ini Dosa Siapa? (*)
13. Nyanyian Ombak (*)
14. Untuk Kita Renungkan (*)
15. Orang-orang Terkucil (*)
16. Nyanyian Kasmaran
17. Masih Ada Waktu
18. Sketsa Rembulan Emas
19. Nyanyian Rindu
20. Lagu Untuk Sebuah Nama

Catatan: tanda (*) menunjukkan lagu-lagu itu hanya ada di kaset.

Aku Ingin Pulang

Kemanapun aku pergi


Bayang-bayangmu mengejar
Bersembunyi dimanapun
S'lalu engkau temukan
Aku merasa letih dan ingin sendiri

Kutanya pada siapa


Tak ada yang menjawab
Sebab semua peristiwa
Hanya di rongga dada
Pergulatan yang panjang dalam kesunyian

Aku mencari jawaban di laut


Kuseret langkah menyusuri pantai
Aku merasa mendengar suara
Menutupi jalan, menghentikan petualangan

Kemanapun aku pergi


Selalu kubawa-bawa
Perasaan yang bersalah datang menghantuiku
Masih mungkinkah pintumu kubuka
Dengan kunci yang pernah kupatahkan

Lihatlah aku terkapar dan luka


Dengarkanlah jeritan dari dalam jiwa

Apakah Ada Bedanya


Apakah ada bedanya hanya diam menunggu
dengan memburu bayang-bayang? Sama-sama kosong
Kucoba tuang ke dalam kanvas
dengan garis dan warna-warni yang aku rindui

Apakah ada bedanya bila mata terpejam?


Fikiran jauh mengembara, menembus batas langit
Cintamu telah membakar jiwaku
Harum aroma tubuhmu menyumbat kepala dan fikiranku

Di bumi yang berputar pasti ada gejolak


Ikuti saja iramanya, isi dengan rasa
Di menara langit halilintar bersabung
Aku merasa tak terlindung, terbakar kegetiran
Cinta yang kuberi sepenuh hatiku
Entah yang kuterima aku tak peduli,
aku tak peduli, aku tak peduli

Apakah ada bedanya ketika kita bertemu


dengan saat kita berpisah? Sama-sama nikmat
Tinggal bagaimana kita menghayati
di belahan jiwa yang mana kita sembunyikan
dada yang terluka, duka yang tersayat, rasa yang terluka

Menjaring Matahari

Kabut, sengajakah engkau mewakili pikiranku?


pekat, hitam berarak menyelimuti matahari
aku dan semua yang ada di sekelilingku
merangkak menggapai dalam gelap

Mendung, benarkah pertanda akan segera turun hujan?


deras, agar semua basah yang ada di muka bumi
siramilah juga jiwa kami semua
yang tengah dirundung kegalauan

Roda jaman menggilas kita terseret tertatih-tatih


sungguh hidup terus diburu berpacu dengan waktu
tak ada yang dapat menolong selain yang di sana
tak ada yang dapat membantu selain yang di sana
Dialah Tuhan
Dialah Tuhan

Roda jaman menggilas kita terseret tertatih-tatih


sungguh hidup terus diburu berpacu dengan waktu
tak ada yang dapat menolong selain yang di sana
tak ada yang dapat membantu selain yang di sana
Dialah Tuhan
Dialah Tuhan

ho ho ho... ho ho ho Tuhan
ho ho ho
hm hm hm Tuhan
ho ho ho Tuhan
ho ho ho

Kalian Dengarkah Keluhanku

Dari pintu ke pintu kucoba tawarkan nama


demi terhenti tangis anakku dan keluh ibunya
Tetapi nampaknya semua mata memandangku curiga
seperti hendak telanjangi dan kulit jiwaku

Apakah buku diri ini selalu hitam pekat?


Apakah dalam sejarah orang mesti jadi pahlawan?
Sedang Tuhan di atas sana tak pernah menghukum
dengan sinar mataNya yang lebih tajam dari matahari

Ke manakah sirnanya nurani embun pagi


yang biasanya ramah kini membakar hati?
Apakah bila terlanjur salah
akan tetap dianggap salah?
Tak ada waktu lagi benahi diri
Tak ada tempat lagi untuk kembali

Kembali dari keterasingan ke bumi beradab


ternyata lebih menyakitkan dari derita panjang
Tuhan, bimbinglah batin ini agar tak gelap mata
dan sampaikanlah rasa inginku kembali bersatu

Ke manakah sirnanya nurani embun pagi


yang biasanya ramah kini membakar hati?
Apakah bila terlanjur salah
akan tetap dianggap salah?
Tak ada waktu lagi benahi diri
Tak ada tempat lagi untuk kembali

Berita Kepada Kawan

Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan


Sayang, engkau tak duduk di sampingku, kawan
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
di tanah kering berbatuan

ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho

Tubuhku terguncang di hempas batu jalanan


Hati tergetar menampak kering rerumputan
Perjalanan ini pun seperti jadi saksi
gembala kecil menangis sedih ho ho ho ho

Kawan coba dengar apa jawabnya


ketika ia kutanya "Mengapa?"
Bapak ibunya telah lama mati
ditelan bencana tanah ini

Sesampainya di laut kukabarkan semuanya


kepada karang, kepada ombak, kepada matahari
tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit

Barangkali di sana ada jawabnya


mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

Isyu

Engkau pasti menuduhku


telah bersekutu dengan setan
Menyangka apa yang kumiliki
aku dapat dari dusta

Engkau mulai kasak-kusuk,


bergunjing ke sana-sini
melilitkan isyu di leherku
mengipaskan suasana panas

Entah apa yang harus kujelaskan


Aku enggan bicara
yang penting suara dalam jiwaku
adalah kebenaran
Biarpun hanya Tuhan yang mendengar

Du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho

Engkau pasti menduga-duga


aku telan yang bukan milikku
Coba buka catatan di langit
di sana kusimpan kebenaran

Entah apa yang harus kujelaskan


Aku enggan bicara
yang penting suara dalam jiwaku
adalah kebenaran
Biarpun hanya Tuhan yang mendengar

Du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho

Isyu, isyu, isyu, semua hanya isyu


Isyu, isyu, isyu, semua hanya isyu

Camelia I

Dia, Camellia,
puisi dan pelitaku
kau sejuk seperti titik embun membasah di daun jambu
di pinggir kali yang bening

Sayap-sayapmu kecil, lincah berkepak


seperti burung camar terbang mencari tiang sampan
tempat berpijak kaki dengan pasti
mengarungi nasibmu, mengikuti arus air berlari

Dia, Camellia,
engkaukah gadis itu
yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi
di setiap tidurku?
datang untuk hati yang kering dan sepi
agar bersemi lagi hm hm bersemi lagi

Kini datang mengisi hidup ulurkan mesra tanganmu


bergetaran rasa jiwaku menerima karuniaMu
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho ho Camellia
Kini datang mengisi hidup ulurkan mesra tanganmu
bergetaran rasa jiwaku menerima karuniaMu
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho ho Camellia

Elegi Esok Pagi

Ijinkanlah kukecup keningmu


bukan hanya ada di dalam angan
esok pagi, kau buka jendela
'kan kau dapati seikat kembang merah

Engkau tahu, aku mulai bosan


bercumbu dengan bayang-bayang
bantulah aku temukan diri,
menyambut pagi, membuang sepi

Ijinkanlah aku kenang sejenak perjalanan


ho ho ho
dan biarkan kumengerti
apa yang tersimpan di matamu
ho ho

Barangkali di tengah telaga


ada tersisa butiran cinta
dan semoga kerinduan ini
bukan jadi mimpi di atas mimpi

Ijinkanlah aku rindu pada hitam rambutmu


ho ho ho
dan biarkan 'ku bernyanyi
demi hati yang risau ini
ho ho

Barangkali di tengah telaga


ada tersisa butiran cinta
dan semoga kerinduan ini
bukan jadi mimpi di atas mimpi

Cintaku Kandas Di Rerumputan

Aku mulai resah menunggu engkau datang


Berpita jingga, sepatu hitam
Kau bawa cinta yang kupesan ho...
Aku mulai ragu dengan keberanianku
Berapa cinta kau tawarkan?
Berapa banyak yang kau minta?

Aku merasa terjebak dalam lingkaran membiusku


namun dorongan jiwa tak sanggup kutahan
Iblis manakah yang merasuk
aku memilih cara ini?
Mungkin karena 'ku merasa tak punya apa-apa

Dan ketika engkau datang


aku pejamkan mataku
Samar kudengar suaramu lembut memanggil namaku
Seketika sukmaku melambung
Kuputuskan untuk berlari menghindarimu sejauh mungkin
Cintaku kandas di rerumputan

Aku mulai sadar cinta tak mungkin kukejar


Akan kutunggu, harus kutunggu
sampai saatnya giliranku

Dan ketika engkau datang


aku pejamkan mataku
Samar kudengar suaramu lembut memanggil namaku
Seketika sukmaku melambung
Kuputuskan untuk berlari menghindarimu sejauh mungkin
Cintaku kandas di rerumputan

Titip Rindu Buat Ayah

Di matamu masih tersimpan selaksa peristiwa


Benturan dan hempasan terpahat di keningmu
Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras
namun kau tetap tabah hm...
Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini


Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia
Ayah, dalam hening sepi kurindu
untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini


Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia

Seraut Wajah

Wajah yang selalu dilumuri senyum


legam tersengat terik matahari
Keperkasaannya tak memudar
terbaca dari garis-garis di dagu

Waktu telah menggilas semuanya


Ia tinggal punya jiwa
Pengorbanan yang tak sia-sia
untuk negeri yang dicintai, dikasihi

Tangan dan kaki rela kau serahkan


Darah, keringat rela kau cucurkan
Bukan hanya untuk ukir namamu
Ikhlas demi langit bumi
bersumpah mempertahankan setiap jengkal tanah

Wajah yang tak pernah mengeluh


Tegar dalam sikap sempurna,
pantang menyerah

Tangan dan kaki rela kau serahkan


Darah, keringat rela kau cucurkan
Bukan hanya untuk ukir namamu
Ikhlas demi langit bumi

bersumpah mempertahankan setiap jengkal tanah


Merah merdeka, putih merdeka, warna merdeka

Masih Ada Waktu


Bila masih mungkin kita menorehkan bakti
atas nama jiwa dan hati tulus ikhlas
Mumpung masih ada kesempatan buat kita
mengumpulkan bekal perjalanan abadi

Kita pasti ingat tragedi yang memilukan


Kenapa harus mereka yang terpilih menghadap?
Tentu ada hikmah yang harus kita petik
Atas nama jiwa mari heningkan cipta

Kita mesti bersyukur bahwa kita masih diberi waktu


Entah sampai kapan, tak ada yang bakal dapat menghitung
Hanya atas kasihNya, hanya atas kehendakNya
Kita masih bertemu matahari
Kepada rumpun ilalang, kepada bintang gemintang
Kita dapat mencoba meminjam catatanNya

Sampai kapankah gerangan waktu yang masih tersisa?


Semuanya menggeleng, semuanya terdiam,
semuanya menjawab, "Tak mengerti."
Yang terbaik hanyalah segeralah bersujud
Mumpung kita masih diberi waktu

Kita mesti bersyukur bahwa kita masih diberi waktu


Entah sampai kapan, tak ada yang bakal dapat menghitung
Hanya atas kasihNya, hanya atas kehendakNya
Kita masih bertemu matahari

Kepada rumpun ilalang, kepada bintang gemintang


Kita dapat mencoba meminjam catatanNya
Sampai kapankah gerangan waktu yang masih tersisa?
Semuanya menggeleng, semuanya terdiam,
semuanya menjawab, "Tak mengerti."
Yang terbaik hanyalah segeralah bersujud
Mumpung kita masih diberi waktu

Sketsa Rembulan Emas

Ketika rembulan emas tenggelam di cakrawala


angin mati dan laut pun terdiam
Hening di sekeliling bumi sunyi, sepi, mencekam
menunggu keputusan sakral, arif, dan bijaksana

Yang tak habis aku mengerti


jeritan kami tak bersuara
Ditelan gemuruh gundah gulana
Mungkin lewat nyanyian akan dapat menyusup,
menguak jendela hatiMu
Dan Kau dengar rintihan kami
Kau dengar jeritan kami

Tuhan, semua terserah titahMu


Merah hitam tanah kami, pucat pasi wajah bumi
tolong, arahkan mata pedang
Mereka-mereka yang memimpin
percaturan dunia, pergolakan dunia

Tuhan, semua terserah titahMu


Merah hitam tanah kami, pucat pasi wajah bumi
tolong, arahkan mata pedang
Mereka-mereka yang memimpin
percaturan dunia, pergolakan dunia

Tuhan, tolonglah
karena hanya Engkau yang dapat mendengar
jerit hati kami
Tuhan, tolonglah
karena hanya Engkau yang dapat mendengar
jerit hati kami

Nyanyian Rindu

Coba engkau katakan padaku


apa yang seharusnya aku lakukan
bila larut tiba wajahmu membayang
Kerinduan ini semakin dalam

Gemuruh ombak di pantai Kuta


Sejuk, lembut angin di bukit Kintamani
Gadis-gadis kecil menjajakan cincin
tak mampu mengusir kau yang manis

Bila saja kau ada di sampingku,


sama-sama arungi danau biru
Bila malam mata enggan terpejam
Berbincang tentang bulan merah ho...
Du du du du du du du du du du du du du du du
du du du du du du du du du du du du du du du

Coba engkau dengar lagu ini


Aku yang tertidur dan tengah bermimpi
Langit-langit kamar jadi penuh gambar
wajahmu yang bening, sejuk, segar
Kapan lagi kita akan bertemu
meski hanya sekilas kau tersenyum?
Kapan lagi kita nyanyi bersama?
Tatapanmu membasuh luka, ho...
Du du du du du du du du du du du du du du du
du du du du du du du du du du du du du du du

Lagu Untuk Sebuah Nama

Mengapa jiwaku mesti bergetar


sedang musik pun manis kudengar?
Mungkin karena kulihat lagi
lentik bulu matamu, bibirmu,
dan rambutmu yang kau biarkan
jatuh bergerai di keningmu
Makin mengajakku terpana
Kau goreskan gita cinta

Mengapa aku mesti duduk di sini


sedang kau tepat di depanku?
Mestinya aku berdiri berjalan ke depanmu,
kusapa, dan kunikmati wajahmu,
atau kuisyaratkan cinta
Tapi semua tak kulakukan
Kata orang cinta mesti berkorban

Mengapa dadaku mesti berguncang


bila kusebutkan namamu?
Sedang kau diciptakan bukanlah untukku itu pasti
Tapi aku tak mau peduli
sebab cinta bukan mesti bersatu
Biar kucumbui bayangmu
dan kusandarkan harapanku
Gamelan
Gamelan

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 1998
Direkam ?
Genre Gamelan
Durasi ?
Warna Grey
Label PT. BMG Music Indonesia
Kronologi Ebiet G. Ade
Balada Sinetron
Aku Ingin Pulang Gamelan
Cinta
(1996) (1995)
(2000)

Gamelan adalah album ke-15 yang dikeluarkan oleh Ebiet G. Ade pada tahun 1998. Album
ini membawa bendera PT. BMG Music Indonesia.

Ada 5 lagu dalam album ini, namun tidak ada lagu baru. Semuanya adalah lagu lama yang
diaransemen ulang dengan menggunakan alat musik gamelan, baik dalam versi lengkap
maupun sekedar instrumentalia. Album ini mewujudkan keinginan Ebiet yang lama
terpendam. Aransemen musik digarap oleh Kiwir, dan video klipnya oleh Rizal Mantovani. 5
lagu itu adalah:

 Lagu untuk Sebuah Nama


 Kalian Dengarkan Keluhanku (Dari Seseorang yang Kembali dari Pengasingan)
 Camellia II
 Dosa Siapa? Ini Dosa Siapa?
 Untuk Kita Renungkan

Lagu Untuk Sebuah Nama

Mengapa jiwaku mesti bergetar


sedang musik pun manis kudengar?
Mungkin karena kulihat lagi
lentik bulu matamu, bibirmu,
dan rambutmu yang kau biarkan
jatuh bergerai di keningmu
Makin mengajakku terpana
Kau goreskan gita cinta

Mengapa aku mesti duduk di sini


sedang kau tepat di depanku?
Mestinya aku berdiri berjalan ke depanmu,
kusapa, dan kunikmati wajahmu,
atau kuisyaratkan cinta
Tapi semua tak kulakukan
Kata orang cinta mesti berkorban

Mengapa dadaku mesti berguncang


bila kusebutkan namamu?
Sedang kau diciptakan bukanlah untukku itu pasti
Tapi aku tak mau peduli
sebab cinta bukan mesti bersatu
Biar kucumbui bayangmu
dan kusandarkan harapanku

Kalian Dengarkah Keluhanku

Dari pintu ke pintu kucoba tawarkan nama


demi terhenti tangis anakku dan keluh ibunya
Tetapi nampaknya semua mata memandangku curiga
seperti hendak telanjangi dan kulit jiwaku

Apakah buku diri ini selalu hitam pekat?


Apakah dalam sejarah orang mesti jadi pahlawan?
Sedang Tuhan di atas sana tak pernah menghukum
dengan sinar mataNya yang lebih tajam dari matahari

Ke manakah sirnanya nurani embun pagi


yang biasanya ramah kini membakar hati?
Apakah bila terlanjur salah
akan tetap dianggap salah?
Tak ada waktu lagi benahi diri
Tak ada tempat lagi untuk kembali

Kembali dari keterasingan ke bumi beradab


ternyata lebih menyakitkan dari derita panjang
Tuhan, bimbinglah batin ini agar tak gelap mata
dan sampaikanlah rasa inginku kembali bersatu

Ke manakah sirnanya nurani embun pagi


yang biasanya ramah kini membakar hati?
Apakah bila terlanjur salah
akan tetap dianggap salah?
Tak ada waktu lagi benahi diri
Tak ada tempat lagi untuk kembali

Camelia II

Gugusan hari-hari indah bersamamu, Camellia


Bangkitkan kembali rinduku mengajakku ke sana
Ingin 'ku berlari mengejar seribu bayangmu, Camellia
Tak peduli 'kan kuterjang, biarpun harus kutembus padang ilalang

Tiba-tiba langkahku terhenti


Sejuta tangan telah menahanku
Ingin kumaki mereka berkata,
"Tak perlu engkau berlari
mengejar mimpi yang tak pasti
hari ini juga mimpi
maka biarkan Ia datang
di hatimu, di hatimu."

Dosa Siapa Ini Dosa Siapa

Kudengar suara jerit tangismu


Sesepi gunung
Kulihat bening bola matamu
Sesejuk gunung

Oh, engkau anakku


yang menanggungkan noda
Sedang engkau terlahir
mestinya sebening kaca

Apa yang dapat kubanggakan?


Kata maafku pun belum kau mengerti
Dosa siapa? Ini dosa siapa?
Salah siapa? Ini salah siapa?
Mestinya aku tak bertanya lagi

Kudengar ceria suara tawamu


menikam jantung
Kulihat rona segar di pipimu
Segelap mendung
Oh, engkau anakku
yang segera tumbuh dewasa
Dengan selaksa beban
mestinya sesuci bulan

Apa yang dapat kudambakan?


Kata sesalku pun belum kau mengerti
Dosa siapa? Ini dosa siapa?
Salah siapa? Ini salah siapa?
Jawabnya ada di relung hati ini

Untuk Kita Renungkan

Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih


Suci lahir dan di dalam batin
Tengoklah ke dalam sebelum bicara
Singkirkan debu yang masih melekat
ho ho singkirkan debu yang masih melekat
Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho

Anug'rah dan bencana adalah kehendakNya


Kita mesti tabah menjalani
Hanya cambuk kecil agar kita sadar
adalah Dia di atas segalanya
ho ho adalah Dia di atas segalanya

Anak menjerit-jerit, asap panas membakar,


lahar dan badai menyapu bersih
Ini bukan hukuman, hanya satu isyarat
bahwa kita mesti banyak berbenah
Memang bila kita kaji lebih jauh
dalam kekalutan masih banyak tangan
yang tega berbuat nista ho ho

Tuhan pasti telah memperhitungkan


amal dan dosa yang kita perbuat
Ke manakah lagi kita 'kan sembunyi?
Hanya kepadaNya kita kembali
Tak ada yang bakal bisa menjawab
Mari hanya runduk sujud padaNya
Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Kita mesti berjuang memerangi diri
Bercermin dan banyaklah bercermin
Tuhan ada di sini, di dalam jiwa ini
Berusahalah agar Dia tersenyum
ho ho berusahalah agar Dia tersenyum

Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Balada Cinta

Rindu Selintas Bayang

Mengapa dadaku terasa berdebar-debar


ketika engkau menatapku?
Jiwaku terasa terbang melayang
Kupejamkan mata dan kuusir
bayang-bayang wajahmu
Sambil terus aku mencoba menerka
apakah keinginanmu

Mengapa engkau pergi saat aku mencoba


menghampirimu dengan gemetar?
Nyaliku telah rebah terkapar
Tolong beri aku isyarat
harus terus ataukah menyerah
Jangan biarkan aku terjerembab ke dalam
ketidakpastian

Semakin jauh aku pergi semakin terasa rinduku


Malangnya angin tak berhembus datang ke arahku
Seiring berlalunya waktu 'ku bertanya kepada ilalang
haruskah aku mencarimu ataukah mesti aku lupakan
Mengapa semua terasa menyakitkan?
Mungkin aku yang tak tahu diri
Tenggelam di dalam mimpi siang hari

Nyanyian Kasmaran

Sejak engkau bertemu lelaki bermata lembut


ada yang tersentak dari dalam dadamu
Kau menyendiri duduk dalam gelap
bersenandung nyanyian kasmaran
dan tersenyum entah untuk siapa

Nampaknya engkau tengah mabuk kepayang


Kau pahat langit dengan angan-angan
Kau ukir malam dengan bayang-bayang

Jangan hanya diam kau simpan dalam duduk termenung


Malam yang kau sapa lewat tanpa jawab
Bersikaplah jujur dan terbuka
Tumpahkanlah perasaan yang sarat
dengan cinta yang panas bergelora

Barangkali takdir tengah bicara


Ia diperuntukkan buatmu
dan pandangan matanya memang buatmu

du du du du du du du du du du du du du du du du

Mengapa harus sembunyi dari kenyataan?


Cinta kasih sejati kadang datang tak terduga
Bergegaslah bangun dari mimpi
atau engkau akan kehilangan
keindahan yang tengah engkau genggam

Anggap saja takdir tengah bicara


Ia datang dari langit buatmu
dan pandangan matanya khusus buatmu
du du du du du du du du du du du du du
Seraut Wajah

Wajah yang selalu dilumuri senyum


legam tersengat terik matahari
Keperkasaannya tak memudar
terbaca dari garis-garis di dagu

Waktu telah menggilas semuanya


Ia tinggal punya jiwa
Pengorbanan yang tak sia-sia
untuk negeri yang dicintai, dikasihi

Tangan dan kaki rela kau serahkan


Darah, keringat rela kau cucurkan
Bukan hanya untuk ukir namamu
Ikhlas demi langit bumi
bersumpah mempertahankan setiap jengkal tanah

Wajah yang tak pernah mengeluh


Tegar dalam sikap sempurna,
pantang menyerah

Tangan dan kaki rela kau serahkan


Darah, keringat rela kau cucurkan
Bukan hanya untuk ukir namamu
Ikhlas demi langit bumi

bersumpah mempertahankan setiap jengkal tanah


Merah merdeka, putih merdeka, warna merdeka

Nyanyian Ombak

Kau campakkan dan kau terlantarkan


kembang yang kupersembahkan kepadamu
sepenuh hati

Kau diamkan bahkan kau tinggalkan


Aku yang tertegun di dalam rindu,
di dalam sepi

Benarkah telah kering kasih sayang di jantungmu


layaknya musim ini berkaca pada sikapmu?
Ranting-ranting patah gemertak
Belalang pun terbang mencari hijau
Sisi ladangku tak lagi subur
Untuk tumbuhkan cinta kasihmu

Kau dengarkan dan coba renungkan


gelombang di laut nyanyikan rindu
menikam kalbu

Benarkah telah kering kasih sayang di jantungmu


layaknya musim ini berkaca pada sikapmu?
Ranting-ranting patah gemertak
Belalang pun terbang mencari hijau
Sisi ladangku tak lagi subur
Untuk tumbuhkan cinta kasihmu

Kau dengarkan dan coba renungkan


gelombang di laut nyanyikan rindu
menikam kalbu

Rembulan Menangis

Rembulan menangis
di serambi malam
Intan buah hatimu dicabik tangan-tangan serigala
Bintang-bintang muram,
beku dalam luka
Untukmu saudaraku kami semua turut berduka

Lolong burung malam di rimba


melengking menyayat jiwa
Tangis kami pecah di batu
duka kami remuk di dada
Doa kami bersama-sama untukmu, untukmu

Angin pun menjerit


badai bergemuruh
Semuanya marah
hanya iblis terbahak, bersorak

Lolong burung malam di rimba


melengking menyayat jiwa
Tangis kami pecah di batu
duka kami remuk di dada
Doa kami bersama-sama untukmu

Lolong burung malam di rimba


melengking menyayat jiwa
Tangis kami pecah di batu
duka kami remuk di dada
Doa kami bersama-sama untukmu

Seberkas Cinta Yang Sirna

Masih sanggup untuk kutahankan


Meski telah kau lumatkan hati ini
Kau sayat luka baru di atas duka lama
Coba bayangkan betapa sakitnya
Hanya Tuhanlah yang tahu pasti
apa gerangan yang bakal terjadi lagi
Begitu buruk telah kau perlakukan aku
Ibu, menangislah demi anakmu
Sementara aku tengah bangganya
mampu tetap setia meski banyak cobaan
Begitu tulusnya kubuka tanganku
Langit mendung, gelap malam untukku
Ternyata mengagungkan cinta
harus ditebus dengan duka lara
Tetapi akan tetap kuhayati
hikmah sakit hati ini
telah sempurnakan kekejamanmu
Petir menyambar hujan pun turun
Di tengah jalan sempat aku merenung
Masih adakah cinta yang disebutkan cinta
bila kasih sayang kehilangan makna?
Ternyata mengagungkan cinta
harus ditebus dengan duka lara
Tetapi akan tetap kuhayati
Hikmah sakit hati ini
Telah sempurnakan kekejamanmu

Camelia II

Gugusan hari-hari indah bersamamu, Camellia


Bangkitkan kembali rinduku mengajakku ke sana
Ingin 'ku berlari mengejar seribu bayangmu, Camellia
Tak peduli 'kan kuterjang, biarpun harus kutembus padang ilalang

Tiba-tiba langkahku terhenti


Sejuta tangan telah menahanku
Ingin kumaki mereka berkata,
"Tak perlu engkau berlari
mengejar mimpi yang tak pasti
hari ini juga mimpi
maka biarkan Ia datang
di hatimu, di hatimu."

Isyu

Engkau pasti menuduhku


telah bersekutu dengan setan
Menyangka apa yang kumiliki
aku dapat dari dusta

Engkau mulai kasak-kusuk,


bergunjing ke sana-sini
melilitkan isyu di leherku
mengipaskan suasana panas

Entah apa yang harus kujelaskan


Aku enggan bicara
yang penting suara dalam jiwaku
adalah kebenaran
Biarpun hanya Tuhan yang mendengar

Du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho

Engkau pasti menduga-duga


aku telan yang bukan milikku
Coba buka catatan di langit
di sana kusimpan kebenaran

Entah apa yang harus kujelaskan


Aku enggan bicara
yang penting suara dalam jiwaku
adalah kebenaran
Biarpun hanya Tuhan yang mendengar

Du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Du du du du du du du du du du du
Ho ho ho ho ho ho ho ho ho

Isyu, isyu, isyu, semua hanya isyu


Isyu, isyu, isyu, semua hanya isyu
Cintaku Kandas Di Rerumputan

Aku mulai resah menunggu engkau datang


Berpita jingga, sepatu hitam
Kau bawa cinta yang kupesan ho...
Aku mulai ragu dengan keberanianku
Berapa cinta kau tawarkan?
Berapa banyak yang kau minta?

Aku merasa terjebak dalam lingkaran membiusku


namun dorongan jiwa tak sanggup kutahan
Iblis manakah yang merasuk
aku memilih cara ini?
Mungkin karena 'ku merasa tak punya apa-apa

Dan ketika engkau datang


aku pejamkan mataku
Samar kudengar suaramu lembut memanggil namaku
Seketika sukmaku melambung
Kuputuskan untuk berlari menghindarimu sejauh mungkin
Cintaku kandas di rerumputan

Aku mulai sadar cinta tak mungkin kukejar


Akan kutunggu, harus kutunggu
sampai saatnya giliranku

Dan ketika engkau datang


aku pejamkan mataku
Samar kudengar suaramu lembut memanggil namaku
Seketika sukmaku melambung
Kuputuskan untuk berlari menghindarimu sejauh mungkin
Cintaku kandas di rerumputan

Camelia III

Di sini dibatu ini


akan kutuliskan lagi
namaku dan namamu
maafkan bila waktu itu
dengan tuliskan nama kita
kuanggap engkau berlebihan

Sekarang setelah kau pergi


kurasakan makna tulisanmu
meski samar tapi jelas tegas
engkau hendak tinggalkan kenangan
dan kenangan

Di sini kau petikkan kembang


kemudian engkau selipkan
pada tali gitarku
Maafkan bila waktu itu
kucabut dan kubuang
kau pungut lagi dan kau bersihkan

Engkau berlari sambil menangis


kau dekap erat kembang itu
sekarang baru aku mengerti
ternyata kembangmu kembang terakhir
yang terakhir

Oh, Camelia, katakanlah di satu mimpiku


Oh oh oh oh oh Camelia,
maafkanlah segala khilaf dan salahku

Di sini, di kamar ini


yang ada hanya gambarmu
kusimpan dekat dengan tidurku
dan mimpiku

Oh, Camelia, katakanlah di satu mimpiku


Oh oh oh oh oh Camelia,

maafkanlah segala khilaf dan salahku


Oh, Camelia, katakanlah di satu mimpiku
Oh oh oh oh oh Camelia,
maafkanlah segala khilaf dan salahku

Orang Orang Terkucil

Dari sudut-sudut mataku


mengalir butir air bening
kuhapus dengan rambut anakku
yang tidur dipeluk ibunya
Hari demi hari kulewati
usai sudah hukumanku
kuayun langkah kebebasan
kuhirup nafas kerinduan
Kini aku pulang
semoga dapat diterima
ingin kubuktikan maknanya bertobat
seperti impianku
akan kubangun kecerahan
kubaktikan sisa hidup untuk kebajikan
Namun ternyata apa yang kuterima
semburan ludah sumpah serapah
Dalam kegelapan mata ini
dukaku panas terbakar
apapun yang di depanku
rasanya ingin kuhempaskan
Betapa aku terluka
perjuanganku sia-sia
Apakah orang sepertiku
harus terkucil selamanya?
Ke manakah harus kubuang kegetiran?
langit yang kutatap pun berpaling dariku
Di manakah keluhanku akan didengar?
semua jalan telah tertutup buat namaku
Yang kupelajari dari buku suci
tak ada kata terlambat untuk bertobat
nyatanya jiwaku tetap terpidana
sesungguhnya aku telah mati dalam hidup
sesungguhnya aku telah mati dalam hidup

Camelia IV

Senja hitam di tengah ladang


di ujung pematang engkau berdiri
Putih di antara ribuan kembang
Langit di atas rambutmu merah tembaga
Engkau memandangku

Bergetar bibirmu memanggilku


Basah di pipimu air mata kerinduan, kedamaian, ho...
Batu hitam di atas tanah merah
di sini akan kutumpahkan rindu
Kugenggam lalu kutaburkan kembang
Berlutut dan berdoa
Surgalah di tanganmu, Tuhanlah di sisimu

Kematian hanyalah tidur panjang


Maka mimpi indahlah engkau, Camellia, Camellia, ho...

Pagi engkau berangkat hati mulai membatu


Malam kupetik gitar dan terdengar
Senandung ombak di lautan
Menambah rindu dan gelisah
Adakah angin gunung, adakah angin padang
mendengar keluhanku, mendengar jeritanku
dan membebaskan nasibku
dari belenggu sepi?
La la la la la, la la la la
la la la la la
la la la la la la la la la la la
la la la la la la la la la la...

Hidupku Milikmu

Ketika aku mencari cahayaMu


menerobos lewat celah dedaunan
Besilangan semburatMu dalam kabut
Aku terpaku, aku terpana,
aku larut di dalam nyanyian burung-burung
Gemuruh di dadaku
sirna bersama keheningan rimba raya

Ketika aku mendengar suaraMu


Bergema di ruang dalam jiwa,
mengalir sampai ke ujung jemari
Aku mengepal, aku tengadah
Rindu yang aku simpan membawa aku terbang,
menjemput bayang-bayang
Senyap ditelan keheningan rimba raya

Apapun t'lah aku coba dan tak henti bertanya


Setiap sudut, setiap waktu tak surut 'ku mencari
Ke mana, di mana aku lepas dahaga?
Kepada siapa aku rebah bersandar?
Tak mungkin kubuang
rindu yang semakin dalam bergayut
Hidupku memang milikMu, hanya untukMu
hm hm

Ke mana, di mana aku lepas dahaga?


Kepada siapa aku rebah bersandar?
Tak mungkin kubuang
rindu yang semakin dalam bergayut hm
Hidupku memang milikMu, hanya untukMu

Hidupku memang milikMu, hanya untukMu


ho... hanya untukMu
Dengarkanlah Kata - Kataku

Secepat mungkin engkau harus berhenti


menghabiskan nafas di luar
Kenikmatan dunia sering membuat lena
Tak ada yang dapat mencegah
selain engkau sendiri
Sebelum terjerumus semakin jauh
sebaiknya engkau berhenti
Secepat mungkin engkau harus pulang
menghabiskan mimpi yang hilang
Kenyataan hidup terkadang menyakitkan
Tak ada yang mampu merubah
selain engkau sendiri
Sebelum senja merebut mentari
sebaiknya engkau berhenti
Secepat mungkin engkau harus padamkan
bara api panas membakar
Gemerlap cahaya akan segera sirna
bersama turunnya senja
Dengarkanlah dengan hatimu
Jangan engkau dengar dengan jiwa buta
Dengarkanlah kata-kataku
Jangan engkau melihat siapa aku
Dengarkanlah kata-kataku
Jangan engkau melihat siapa aku
Dengarkanlah dengan hatimu
Jangan engkau dengar dengan jiwa buta
Dengarkanlah kata-kataku
Jangan engkau melihat siapa aku
Dengarkanlah dengan hatimu
Jangan engkau dengar dengan jiwa buta
Dengarkanlah kata-kataku
Jangan engkau melihat siapa aku

Camelia I

Dia, Camellia,
puisi dan pelitaku
kau sejuk seperti titik embun membasah di daun jambu
di pinggir kali yang bening

Sayap-sayapmu kecil, lincah berkepak


seperti burung camar terbang mencari tiang sampan
tempat berpijak kaki dengan pasti
mengarungi nasibmu, mengikuti arus air berlari

Dia, Camellia,
engkaukah gadis itu
yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi
di setiap tidurku?
datang untuk hati yang kering dan sepi
agar bersemi lagi hm hm bersemi lagi

Kini datang mengisi hidup ulurkan mesra tanganmu


bergetaran rasa jiwaku menerima karuniaMu
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho ho Camellia

Kini datang mengisi hidup ulurkan mesra tanganmu


bergetaran rasa jiwaku menerima karuniaMu
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho ho Camellia
Bahasa Langit
Bahasa Langit

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 2001
Direkam ?
Pop
Genre Pop jazz
Orkestra
Durasi ?
Warna Orange
Label PT. BMG Music
Produser ?
Kronologi Ebiet G. Ade
Balada Sinetron In Love: 25th
Bahasa Langit
Cinta Anniversary
(1980)
(2000) (2007)

Bahasa Langit merupakan salah satu album Ebiet G. Ade. Album ini dirilis pada November
2001 oleh PT. BMG Music. Dalam album ini, Ebiet terus mempertahankan warna musiknya
dan mengatakan album ini sebagai perenungan terkini tentang situasi dan kondisi negeri ini.
Walaupun begitu, gaya lirik dalam album ini tidak sama dengan album-album sebelumnya.
Album ini sendiri terjual hingga 400 ribu kopi. Walau demikian, album ini akhirnya ditarik
dari peredaran oleh Ebiet karena waktu itu sasaran dan strategi promosinya yang kurang tepat
sasaran.

Dalam album ini, Ebiet berkolaborasi dengan Erwin Gutawa, Andi Rianto, dan Tohpati.
Erwin mengaransemen musik pada Kau Rengkuh Mentari Kau Dekap Rembulan dan lagu
lama Ebiet, Titip Rindu Buat Ayah (1980), yang penggarapannya dilakukan di Australia,
sedangkan Andi - yang punya basis aransemen musik dengan piano - menggarap Ingin
Kupetik Bintang Kejora, Bahasa Matahari dan Nyanyian Getir Tanah Air. Sedangkan gitaris
Tohpati, yang kuat dengan sentuhan pop jazz, mengaransemen musik untuk lagu Tatkala
Letih Menunggu, yang video klipnya digarap oleh Mira Lesmana melalui perusahaannya
MiLes Production.
Lagu

Tidak semua lagu dalam album ini baru. Dari 9 lagu yang ada di album ini, 2 lagu merupakan
lagu lama yang diaransemen ulang, yakni Titip Rindu buat Ayah dan Ingin Kupetik Bintang
Kejora.

Lagu-lagu dalam album ini adalah sebagai berikut:

 Tatkala Letih Menunggu


 Kau Rengkuh Mentari, Kau Dekap Rembulan
 Rindu KehadiranMu
 Sketsa Wajah Buram
 Titip Rindu buat Ayah
 Ingin Kupetik Bintang Kejora
 Bias Warna
 Bahasa Matahari
 Nyanyian Getir Tanah Air

Tatkala Letih Menunggu

Menunggu ada kalanya terasa mengasyikkan


Banyak waktu kita miliki untuk berfikir
Sendiri seringkali sangat kita perlukan
meneropong masa silam yang telah terlewat

Mungkin ada apa yang kita cari


masih tersembunyi di lipatan waktu yang tertinggal
Mungkin ada apa yang kita kejar
justru tak terjamah saat kita melintas

Menunggu lebih terasa beban yang membosankan


Banyak waktu kita terbuang tergilas cuaca
Sendiri seringkali sangat menyakitkan
Meneropong masa depan dari sisi yang gelap

Mungkin ada apa yang kita takuti


justru t'lah menghadang di lembaran hari-hari nanti
Mungkin ada apa yang kita benci
justru t'lah menerkam menembusi seluruh jiwa kita

Mungkin ada apa yang kita takuti


justru t'lah menghadang di lembaran hari-hari nanti
Mungkin ada apa yang kita benci
justru t'lah menerkam menembusi s'luruh jiwa kita

Memang seharusnya kita tak membuang semangat masa silam


Bermain dalam dada
setelah usai mengantar kita tertatih-tatih sampai di sini
Kau Rengkuh Mentari Kau Dekap Rembulan

Rambutmu tergerai ditiup angin


seperti gelombang di samudera
Kau berdiri di padang Sahara
Tubuhmu kotor mandi keringat
Matamu tajam seperti elang

Kau menangkap kilau kedalaman


Kau rengkuh mentari
Kau sirami tubuhmu dengan kemilau cahaya
terpancar ke seluruh penjuru jagat raya
Kau dekap rembulan
Kau lumuri wajahmu dengan sinar keteduhan
menyelimuti bumi beserta isinya

Kami menangis merinduimu,


kami merintih mencintaimu

Dalam doa 'ku selalu memuja


Keselamatanmu dan sahabat
serta seluru umat di dunia

Kau rengkuh mentari


Kau sirami tubuhmu dengan kemilau cahaya
terpancar ke seluruh penjuru jagat raya
Kau dekap rembulan
Kau lumuri wajahmu dengan sinar keteduhan
menyelimuti bumi beserta isinya

Kami menangis merinduimu,


kami merintih mencintaimu

Rindu Kehadiranmu

Betapun jauhnya aku mengembara tak dapat kulepaskan


SuaraMu berbisik lewat kedalaman jiwa
Ketika ombak di lautan melambung, memecah keheningan
Aku rindu kehadiranMu meski hanya lewat mimpi

Kukirimkan untaian kata indah dalam nyanyian


lewat matahari, rembulan, dan taburan bintang
Kauberikan cintaMu maha luas bak bentangan samudera
Kuarungi dengan sujud dan ketulusan

Betapa pun rindunya aku ingin bertemu denganMu


Terasa panjang hari-hari yang harus kulewati
Betapa banyak kanvas kugores lukisan wajahMu
Namun tak dapat kureka keteduhanNya

Kukirimkan untaian kata indah dalam nyanyian


lewat matahari, rembulan, dan taburan bintang
Kauberikan cintaMu maha luas bak bentangan samudera
Kuarungi dengan sujud dan ketulusan

Betapa pun rindunya aku ingin bertemu denganMu


Terasa panjang hari-hari yang harus kulewati
Betapa banyak kanvas kugores lukisan wajahMu
Namun tak dapat kureka keteduhanNya

Sketsa Wajah Buram

Sketsa wajah goresan pinsil


menyeretku ke gerbang mimpi
melayang jauh ke masa silam
ketika tubuhmu luruh, jiwa pun terbang

Seiring kepak burung elang


Wangi cintamu membiusku
Aku menggigil kerna terbakar
Deburan ombak memisahkan kita

Kerap kupanggili namamu


lewat helaan nafas dalam
Angin, tolong bawa aku terbang
jauh melewati batas angan
agar aku dapat terus bermimpi
ho ho ho ho ho ho

Sketsa wajah yang mulai buram


digilas cuaca dan usia
Waktu tertatih namun terus berputar
Namamu lekat tak pernah hilang

Kerap kupanggili namamu


lewat helaan nafas dalam
Angin, tolong bawa aku terbang
jauh melewati batas angan
agar aku dapat terus bermimpi
untuk membuktikan bahwa cintaku
kekal abadi, kekal abadi, kekal abadi

Titip Rindu Buat Ayah

Di matamu masih tersimpan selaksa peristiwa


Benturan dan hempasan terpahat di keningmu
Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras
namun kau tetap tabah hm...
Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini


Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia

Ayah, dalam hening sepi kurindu


untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini


Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia

Ingin Kupetik Bintang Kejora

Mengapa kau tak melihat apa yang aku fikirkan?


Semuanya terbuka terbaca di mataku
Mengapa kau tak peduli isyarat yang kukirimkan
lewat sejuta puisi, lewat selaksa bunga?

Engkau tetap diam membeku


Kau tepiskan mimpi-mimpiku
Kuhunus pedang cinta, kupekikkan asmara
Semula kau tetap diam
kemudian kau tersenyum
Ingin kupetik bintang kejora
untuk kusematkan di dadamu,
di jantungmu

Mengapa hanya namamu terpatri dalam jiwaku?


Haruskah aku menyerah sebelum aku coba?

Engkau tetap diam membeku


Kau tepiskan mimpi-mimpiku
Kuhunus pedang cinta, kupekikkan asmara
Semula kau tetap diam
kemudian kau tersenyum
Ingin kupetik bintang kejora
untuk kusematkan di dadamu,
di jantungmu

Bias Warna

Warna dalam gugusan alis mata


sering terbaca menyesatkan
Sementara di dalam bergejolak,
di luarnya justru seperti bisu

Biru membersitkan kasih yang tulus


Kadang ditafsirkan keliru
Pergumulan yang sengit dengan hidup
Memaksa kita sering pura-pura

Sapuan kuas, nyanyian puisi harus lahir


dari renungan, mengendap di jiwa
dan tuangkan sejujurnya
Rindu, dendam, kata hati
mesti diterjemahkan dalam bahasa yang jernih

Hitam menenggelamkan sisi gelap


Mata sering terpaksa berlagak buta

Sapuan kuas, nyanyian puisi harus lahir


dari renungan, mengendap di jiwa
dan tuangkan sejujurnya
Rindu, dendam, kata hati
mesti diterjemahkan dalam bahasa yang jernih
Marah, luka, duka jiwa
mesti ditumpahkan dengan suara lantang
Bahasa Matahari

Seringkali aku tak mampu menangkap


isyaratmu lewat cuaca
Matahari, ombak di laut
sering membisikkan
yang bakal terjadi

Kadangkala aku memilih berdusta


mengkhianati suara hati
Sesungguhnya kejujuran
dapat menangkal semua malapetaka
Mari kita mencoba bersahabat dengan alam,
bumi, langit dan matahari
Bahasa mereka kita pelajari
Tentunya dengan kalimat jiwa yang rahasia
Tuhan menghendaki kita pelihara
bumi beserta s'luruh isinya

Untuk itu kita harus memahami


bahasa matahari

Sesungguhnya aku tak mampu menjawab


ketika anakku bertanya,
"Kemanakah angin berhembus,
seberapa banyakkah tempat berteduh?"
Mari kita mencoba bersahabat dengan alam
bumi, langit dan matahari
Bahasa mereka kita pelajari
Tentunya dengan kalimat jiwa yang rahasia
Tuhan menghendaki kita pelihara
bumi beserta s'luruh isinya

Untuk itu kita harus belajar


bahasanya semak belukar
Untuk itu kita harus memahami
bahasa matahari

Nyanyian Getir Tanah Air

Seringkali aku terjaga terusik dari tidurku


Sepertinya kudengar suara jeritan yang menyayat
Mungkin hanya mimpi yang tak punya makna
atau ini isyarat agar aku mulai bicara
Seringkali aku mencoba membenamkan kepalaku
Bersembunyi dari hiruk pikuk suara yang memilukan
Mungkin aku memang bodoh atau tak peduli
Percaya kegetiran tak selalu berbuah duka

Kusaksikan tangan kotor mulai mencengkeram


Tak ada siapa pun yang dapat mencegah
Orang-orang pandai hanya diam menonton
atau bahkan hanya saling menuding
Mulai kehilangan hasrat kemanusiaan,
mulai kehilangan akal kebersamaan,
mulai kehilangan rasa saling memiliki
Para pemimpin pun tak ada yang peduli

Mungkin aku memang bodoh atau tak peduli


Percaya kegetiran tak selalu berbuah duka

Kusaksikan tangan kotor mulai mencengkeram


Tak ada siapa pun yang dapat mencegah
Orang-orang pandai hanya diam menonton
atau bahkan hanya saling menuding
Mulai kehilangan hasrat kemanusiaan,
mulai kehilangan akal kebersamaan,
mulai kehilangan rasa saling memiliki
Para pemimpin pun tak ada yang peduli
In Love: 25th Anniversary
In Love: 25th Anniversary

Album studio oleh Ebiet G. Ade


Dirilis 2007
Direkam ?
Genre Pop
Durasi ?
Warna Grey
Label Trinity Optima Production
Kronologi Ebiet G. Ade
In Love: 25th
Bahasa Langit
Anniversary
(2001)
(2007)

In Love: 25th Anniversary adalah album Ebiet G. Ade, yang dikeluarkan pada April 2007,
setelah sekitar 5 tahun absen rekaman. Seperti judulnya, album ini merupakan album ‘penuh
cinta’, peringatan 25 tahun usia pernikahan Ebiet dengan Yayu Sugianto. Album ini tercipta
dari usulan anak-anaknya. Pembuatan album ini tak lepas dari sentuhan Anto Hoed yang
membantu mengaransemen lagu–lagu, baik lagu lama maupun yang baru.

Ada 16 lagu dalam album ini. Sebagian besar adalah lagu lama, namun ada 1 lagu baru yang
berjudul Demikianlah Cinta, yang ditulis awal 2006. Sedangkan dari 15 lagu lama lainnya,
ada 2 lagu yang diaransemen ulang, yakni Nyanyian Rindu dan Camellia III. 2 lagu ini kini
diaransemen oleh Anto Hoed. Awalnya Anto memakai dasar musik orkestra melalui
sequencer (digital system), namun eksekusi akhirnya memakai orkestrasi yang digarap di
Tiongkok. Video klip baru lagu Nyanyian Rindu digarap oleh sutradara Abimael Gandy,
menampilkan satu frame dengan arranger Anto Hoed yang bermain gitar, dengan lokasi
syuting di Cibodas.

Ebiet terkesan lebih rileks dalam membawakan Nyanyian Rindu dan Camellia III. Tata musik
dari Anto juga lebih simpel dibandingkan dengan versi orisinal garapan almarhum Billy J.
Budiarjo. Ebiet melakukan semacam revisi atas lagu yang pernah dibawakannya. Ia mampu
mengambil jarak dengan karyanya sendiri. Lagu tak terkesan dibaru-barukan meski itu versi
baru.
Putera sulung Ebiet, Abie terlibat dalam produksi, serta memilih lagu mana yang layak
masuk dalam rekaman ini. Tim audisi penyeleksi lagu lainnya datang dari label rekamannya,
Trinity Optima Production.

Lagu-lagu dalam album ini adalah sebagai berikut:

 Nyanyian Rindu (new arr)


 Camellia III (new arr)
 Cinta Sebening Embun
 Elegi Esok Pagi
 Lagu untuk Sebuah Nama
 Apakah Ada Bedanya
 Camellia II
 Cintaku Kandas di Rerumputan
 Nyanyian Kasmaran
 Camellia I
 Ingin Kupetik Bintang Kejora
 Cinta di Kereta Biru Malam
 Seberkas Cinta yang Sirna
 Kontradiksi di Dalam
 Camellia IV
 Demikianlah Cinta (new song)

Nyanyian Rindu

Coba engkau katakan padaku


apa yang seharusnya aku lakukan
bila larut tiba wajahmu membayang
Kerinduan ini semakin dalam

Gemuruh ombak di pantai Kuta


Sejuk, lembut angin di bukit Kintamani
Gadis-gadis kecil menjajakan cincin
tak mampu mengusir kau yang manis

Bila saja kau ada di sampingku,


sama-sama arungi danau biru
Bila malam mata enggan terpejam
Berbincang tentang bulan merah ho...
Du du du du du du du du du du du du du du du
du du du du du du du du du du du du du du du

Coba engkau dengar lagu ini


Aku yang tertidur dan tengah bermimpi
Langit-langit kamar jadi penuh gambar
wajahmu yang bening, sejuk, segar
Kapan lagi kita akan bertemu
meski hanya sekilas kau tersenyum?
Kapan lagi kita nyanyi bersama?
Tatapanmu membasuh luka, ho...
Du du du du du du du du du du du du du du du
du du du du du du du du du du du du du du du

Camelia III

Di sini dibatu ini


akan kutuliskan lagi
namaku dan namamu
maafkan bila waktu itu
dengan tuliskan nama kita
kuanggap engkau berlebihan

Sekarang setelah kau pergi


kurasakan makna tulisanmu
meski samar tapi jelas tegas
engkau hendak tinggalkan kenangan
dan kenangan

Di sini kau petikkan kembang


kemudian engkau selipkan
pada tali gitarku
Maafkan bila waktu itu
kucabut dan kubuang
kau pungut lagi dan kau bersihkan

Engkau berlari sambil menangis


kau dekap erat kembang itu
sekarang baru aku mengerti
ternyata kembangmu kembang terakhir
yang terakhir

Oh, Camelia, katakanlah di satu mimpiku


Oh oh oh oh oh Camelia,
maafkanlah segala khilaf dan salahku

Di sini, di kamar ini


yang ada hanya gambarmu
kusimpan dekat dengan tidurku
dan mimpiku

Oh, Camelia, katakanlah di satu mimpiku


Oh oh oh oh oh Camelia,
maafkanlah segala khilaf dan salahku
Oh, Camelia, katakanlah di satu mimpiku
Oh oh oh oh oh Camelia,
maafkanlah segala khilaf dan salahku

Cinta Sebening Embun

Pernahkah engkau coba menerka


apa yang tersembunyi di sudut hati?
Derita di mata, derita dalam jiwa
kenapa tak engkau pedulikan?

Sepasang kepodang terbang melambung


Menukik bawa seberkas pelangi
Gelora cinta, gelora dalam dada
kenapa tak pernah engkau hiraukan?

Selama musim belum bergulir


Masih ada waktu saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu pun tersibak, cinta mengalir sebening embun
Kasih pun mulai deras mengalir
cemerlang sebening embun

Pernahkah engkau coba membaca


sorot mata dalam menyimpan rindu?
Sejuta impian, sejuta harapan
kenapakah mesti engkau abaikan?
Selama musim belum bergulir
Masih ada waktu saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu pun tersibak, cinta mengalir sebening embun

Selama musim belum bergulir


Masih ada waktu saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu pun tersibak, cinta mengalir sebening embun
Kasih pun mulai deras mengalir)
cemerlang sebening embun

Elegi Esok Pagi

Ijinkanlah kukecup keningmu


bukan hanya ada di dalam angan
esok pagi, kau buka jendela
'kan kau dapati seikat kembang merah

Engkau tahu, aku mulai bosan


bercumbu dengan bayang-bayang
bantulah aku temukan diri,
menyambut pagi, membuang sepi

Ijinkanlah aku kenang sejenak perjalanan


ho ho ho
dan biarkan kumengerti
apa yang tersimpan di matamu
ho ho

Barangkali di tengah telaga


ada tersisa butiran cinta
dan semoga kerinduan ini
bukan jadi mimpi di atas mimpi

Ijinkanlah aku rindu pada hitam rambutmu


ho ho ho
dan biarkan 'ku bernyanyi
demi hati yang risau ini
ho ho

Barangkali di tengah telaga


ada tersisa butiran cinta
dan semoga kerinduan ini
bukan jadi mimpi di atas mimpi

Lagu Untuk Sebuah Nama

Mengapa jiwaku mesti bergetar


sedang musik pun manis kudengar?
Mungkin karena kulihat lagi
lentik bulu matamu, bibirmu,
dan rambutmu yang kau biarkan
jatuh bergerai di keningmu
Makin mengajakku terpana
Kau goreskan gita cinta

Mengapa aku mesti duduk di sini


sedang kau tepat di depanku?
Mestinya aku berdiri berjalan ke depanmu,
kusapa, dan kunikmati wajahmu,
atau kuisyaratkan cinta
Tapi semua tak kulakukan
Kata orang cinta mesti berkorban

Mengapa dadaku mesti berguncang


bila kusebutkan namamu?
Sedang kau diciptakan bukanlah untukku itu pasti
Tapi aku tak mau peduli
sebab cinta bukan mesti bersatu
Biar kucumbui bayangmu
dan kusandarkan harapanku

Apakah Ada Bedanya

Apakah ada bedanya hanya diam menunggu


dengan memburu bayang-bayang? Sama-sama kosong
Kucoba tuang ke dalam kanvas
dengan garis dan warna-warni yang aku rindui

Apakah ada bedanya bila mata terpejam?


Fikiran jauh mengembara, menembus batas langit
Cintamu telah membakar jiwaku
Harum aroma tubuhmu menyumbat kepala dan fikiranku

Di bumi yang berputar pasti ada gejolak


Ikuti saja iramanya, isi dengan rasa
Di menara langit halilintar bersabung
Aku merasa tak terlindung, terbakar kegetiran
Cinta yang kuberi sepenuh hatiku
Entah yang kuterima aku tak peduli,
aku tak peduli, aku tak peduli

Apakah ada bedanya ketika kita bertemu


dengan saat kita berpisah? Sama-sama nikmat
Tinggal bagaimana kita menghayati
di belahan jiwa yang mana kita sembunyikan
dada yang terluka, duka yang tersayat, rasa yang terluka

Camelia II

Gugusan hari-hari indah bersamamu, Camellia


Bangkitkan kembali rinduku mengajakku ke sana
Ingin 'ku berlari mengejar seribu bayangmu, Camellia
Tak peduli 'kan kuterjang, biarpun harus kutembus padang ilalang
Tiba-tiba langkahku terhenti
Sejuta tangan telah menahanku
Ingin kumaki mereka berkata,
"Tak perlu engkau berlari
mengejar mimpi yang tak pasti
hari ini juga mimpi
maka biarkan Ia datang
di hatimu, di hatimu."

Cintaku Kandas Di Rerumputan

Aku mulai resah menunggu engkau datang


Berpita jingga, sepatu hitam
Kau bawa cinta yang kupesan ho...
Aku mulai ragu dengan keberanianku
Berapa cinta kau tawarkan?
Berapa banyak yang kau minta?

Aku merasa terjebak dalam lingkaran membiusku


namun dorongan jiwa tak sanggup kutahan
Iblis manakah yang merasuk
aku memilih cara ini?
Mungkin karena 'ku merasa tak punya apa-apa

Dan ketika engkau datang


aku pejamkan mataku
Samar kudengar suaramu lembut memanggil namaku
Seketika sukmaku melambung
Kuputuskan untuk berlari menghindarimu sejauh mungkin
Cintaku kandas di rerumputan

Aku mulai sadar cinta tak mungkin kukejar


Akan kutunggu, harus kutunggu
sampai saatnya giliranku

Dan ketika engkau datang


aku pejamkan mataku
Samar kudengar suaramu lembut memanggil namaku
Seketika sukmaku melambung
Kuputuskan untuk berlari menghindarimu sejauh mungkin
Cintaku kandas di rerumputan

Nyanyian Kasmaran
Sejak engkau bertemu lelaki bermata lembut
ada yang tersentak dari dalam dadamu
Kau menyendiri duduk dalam gelap
bersenandung nyanyian kasmaran
dan tersenyum entah untuk siapa

Nampaknya engkau tengah mabuk kepayang


Kau pahat langit dengan angan-angan
Kau ukir malam dengan bayang-bayang

Jangan hanya diam kau simpan dalam duduk termenung


Malam yang kau sapa lewat tanpa jawab
Bersikaplah jujur dan terbuka
Tumpahkanlah perasaan yang sarat
dengan cinta yang panas bergelora

Barangkali takdir tengah bicara


Ia diperuntukkan buatmu
dan pandangan matanya memang buatmu

du du du du du du du du du du du du du du du du

Mengapa harus sembunyi dari kenyataan?


Cinta kasih sejati kadang datang tak terduga
Bergegaslah bangun dari mimpi
atau engkau akan kehilangan
keindahan yang tengah engkau genggam

Anggap saja takdir tengah bicara


Ia datang dari langit buatmu
dan pandangan matanya khusus buatmu
du du du du du du du du du du du du du

Camelia I

Dia, Camellia,
puisi dan pelitaku
kau sejuk seperti titik embun membasah di daun jambu
di pinggir kali yang bening

Sayap-sayapmu kecil, lincah berkepak


seperti burung camar terbang mencari tiang sampan
tempat berpijak kaki dengan pasti
mengarungi nasibmu, mengikuti arus air berlari

Dia, Camellia,
engkaukah gadis itu
yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi
di setiap tidurku?
datang untuk hati yang kering dan sepi
agar bersemi lagi hm hm bersemi lagi

Kini datang mengisi hidup ulurkan mesra tanganmu


bergetaran rasa jiwaku menerima karuniaMu
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho ho Camellia

Kini datang mengisi hidup ulurkan mesra tanganmu


bergetaran rasa jiwaku menerima karuniaMu
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho.. Camellia
Camellia ho ho Camellia

Ingin Kupetik Bintang Kejora

Mengapa kau tak melihat apa yang aku fikirkan?


Semuanya terbuka terbaca di mataku
Mengapa kau tak peduli isyarat yang kukirimkan
lewat sejuta puisi, lewat selaksa bunga?

Engkau tetap diam membeku


Kau tepiskan mimpi-mimpiku
Kuhunus pedang cinta, kupekikkan asmara
Semula kau tetap diam
kemudian kau tersenyum
Ingin kupetik bintang kejora
untuk kusematkan di dadamu,
di jantungmu

Mengapa hanya namamu terpatri dalam jiwaku?


Haruskah aku menyerah sebelum aku coba?

Engkau tetap diam membeku


Kau tepiskan mimpi-mimpiku
Kuhunus pedang cinta, kupekikkan asmara
Semula kau tetap diam
kemudian kau tersenyum
Ingin kupetik bintang kejora
untuk kusematkan di dadamu,
di jantungmu
Cinta Di Kereta Biru Malam

Semakin dekat aku memandangmu,


semakin tegas rindu di keningmu
Gelora cinta membara di pipimu
Gemercik hujan di luar jendela
Engkau terpejam bibirmu merekah
mengisyaratkan hasrat di tanganmu
Selimut biru yang kau ulurkan kepadaku
Penahan dingin di kereta Biru Malam
Kau nyalakan gairah nafsuku, kau hela cinta di dadaku
hm..

Kau ciptakan musik irama tra la la la la la la


Kau ciptakan gerak irama tra la la la la
Kau ciptakan panas irama tra la la la la la la
Kau ciptakan diam irama tra la la la la ha ha ha ha
la la la la hm hm la la la la hm hm la la la la

Butir keringat basah bersatu


Deru nafas birahi pun bersatu
Kereta makin pelan dan berhenti hm hm
Kuulurkan lembut tanganku, kubenahi kusut gaunmu
Engkau tersenyum pahit dan menangis
Selimut biru yang kau ulurkan kepadaku
kini basah bersimbah peluh kita berdua
Kuhempaskan lelah tubuhku, kubuang cinta di dadaku
hm..

Kuciptakan janji irama tra la la la la la la


Kuciptakan ingkar irama tra la la la la
Kuciptakan dosa irama tra la la la la la la
Kuciptakan diam irama tra la la la ha ha ha ha
la la la la hm hm la la la la hm hm la la la la

Seberkas Cinta Yang Sirna

Masih sanggup untuk kutahankan


Meski telah kau lumatkan hati ini
Kau sayat luka baru di atas duka lama
Coba bayangkan betapa sakitnya
Hanya Tuhanlah yang tahu pasti
apa gerangan yang bakal terjadi lagi
Begitu buruk telah kau perlakukan aku
Ibu, menangislah demi anakmu
Sementara aku tengah bangganya
mampu tetap setia meski banyak cobaan
Begitu tulusnya kubuka tanganku
Langit mendung, gelap malam untukku
Ternyata mengagungkan cinta
harus ditebus dengan duka lara
Tetapi akan tetap kuhayati
hikmah sakit hati ini
telah sempurnakan kekejamanmu
Petir menyambar hujan pun turun
Di tengah jalan sempat aku merenung
Masih adakah cinta yang disebutkan cinta
bila kasih sayang kehilangan makna?
Ternyata mengagungkan cinta
harus ditebus dengan duka lara
Tetapi akan tetap kuhayati
Hikmah sakit hati ini
Telah sempurnakan kekejamanmu

Kontradiksi Di Dalam

Aku sering merasa kesal serta bosan


menunggu matahari bangkit dari tidur
Malam terasa panjang dan tak berarti
sementara mimpi membawa pikiran makin kusut

Maka wajar saja bila aku


berteriak di tengah malam
Itu hanya sekedar untuk mengurangi
beban yang memberat di kedua pundakku

Aku ingin segera bertemu dengan wajahmu, pagi


untuk kucanda dan kucumbu
Di situ kudapat cintaku

Aku sering merasa muak serta sedih


bila setiap kali harus kusaksikan
wajah-wajah dusta masih tega tertawa
sementara korban merintih di kedua kakinya

Aku ingin segera bertemu dengan wajahmu, pagi


untuk kucanda dan kucumbu
Di situ kudapat cintaku

Camelia IV
Senja hitam di tengah ladang
di ujung pematang engkau berdiri
Putih di antara ribuan kembang
Langit di atas rambutmu merah tembaga
Engkau memandangku

Bergetar bibirmu memanggilku


Basah di pipimu air mata kerinduan, kedamaian, ho...
Batu hitam di atas tanah merah
di sini akan kutumpahkan rindu
Kugenggam lalu kutaburkan kembang
Berlutut dan berdoa
Surgalah di tanganmu, Tuhanlah di sisimu

Kematian hanyalah tidur panjang


Maka mimpi indahlah engkau, Camellia, Camellia, ho...

Pagi engkau berangkat hati mulai membatu


Malam kupetik gitar dan terdengar
Senandung ombak di lautan
Menambah rindu dan gelisah

Adakah angin gunung, adakah angin padang


mendengar keluhanku, mendengar jeritanku
dan membebaskan nasibku
dari belenggu sepi?
La la la la la, la la la la
la la la la la
la la la la la la la la la la la
la la la la la la la la la la...

Demikianlah Cinta

Kata demi kata kurangkai untukmu


nampaknya tak sepenuhnya kau mengerti
Memang yang kutulis kalimat bersayap
kerna begitulah puisi
Namun sesungguhnya aku hanya ingin mengatakan
aku cinta kamu

Cinta seperti kupu-kupu yang terbang melayang


Sayapnya warna-warni memabukkan
Bila kau kejar ia terbang semakin jauh
Bayangnya pun tak mampu kau raih
Bila engkau diam ia akan datang menghampiri,
ho hinggap di hatimu
Kekasihku, ulurkan jemari tanganmu,
dekaplah aku ke dalam helaan nafas
rindu biarkanlah terbakar
cemburu biarkanlah membara
sebab demikianlah cinta

Cinta seperti kupu-kupu yang terbang melayang


Sayapnya warna-warni memabukkan
Bila kau kejar ia terbang semakin jauh
Bayangnya pun tak mampu kau raih
Bila engkau diam ia akan datang menghampiri,
ho ho ho hinggap di hatimu

Kekasihku, ulurkan jemari tanganmu,


dekaplah aku ke dalam helaan nafas
rindu biarkanlah terbakar
cemburu biarkanlah membara
sebab rindu biarkanlah terbakar
cemburu biarkanlah membara
sebab demikianlah cinta

Anda mungkin juga menyukai