Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari
24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi (WHO, 1986).
Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang
mengalami oklusi (Hacke, 2003).
FAKTOR RISIKO
(Setyopranoto, 2011).
TANDA DAN GEJALA STROKE
INR 0,9-1,3
PT (prothrombin Time) 11-12,5 detik
Eptifibatide
a. Indikasi:
Sindrom koroner akut, akan atau sedang menjalani intervensi koroner
perkutan (PCI, Percutaneous Coronary Intervention); pasien yang
menjalani intrakoroner stenting.
b. Dosis:
Sindrom koroner akut: Serum kreatinin < 2,0 mg/dl(Bolus IV 180
mcg/kgBB) segera. Setelah diagonis dilanjutkan infus terus menerus 2,0
mcg/kg bb/menit sampai 72 jam. Pasien dengan berat diatas 121 kg
maksimum 15 mg/jam. Bila serum kreatinin 2.0 - 4.0 mg/dl: Bolus IV 180
mcg/kg bb/menit. Pasien dengan serum kreatinin < 2,0 mg/dL, dosis yang
dianjurkan intravena bolus 180 mcg segera setelah PCI dimulai
dilanjutkan dengan infus terus menerus 2,0 mcg/kg bb/menit dan kedua
180 mcg/kg bb bolus 10 menit setelah bolus pertama. Infus diteruskan
sampai 18-24 jam, minimum pemberian 12 jam. Pasien dengan berat
diatas 121 kg mendapatkan maksimum 22,6 mg per bolus diikuti oleh
infus kecepatan maksimum 15 mg per jam.
c. Efek Samping:
manifestasi pendarahan; sangat jarang anafilaksis dan ruam.
d. Kontraindikasi:
pendarahan abnormal dalam 30 hari, operasi besar atau trauma parah
dalam 6 minggu, stroke dalam 30 hari terakhir atau riwayat hemoragik
stroke, penyakit inttoakular (aneurism, malformasi arteriveha atau
neoplasma) hipertensi berat, diathesis hemoragik, peningkatan waktu
protrombin atau INR, trombositopenia, gangguan fungsi hati signifikan,
pasien pada perawatan dialisis ginjal, hipersensitif terhadap komponen
obat; menyusui; penggunaan bersama atau rencana penggunaan bersamaan
dengan penghambat glikoprotein IIb / IIIa parenteral.
(BPOM,2015).
e. Sediaan
Injeksi IV: 0.75 mg/mL, 2 mg/mL: Integrilin.
(BPOM,2015).
Klopidogrel
a. Indikasi
Menurunkan kejadian aterosklerotik (infark miokardia, stroke, dan
kematian vaskuler) pada pasien dengan riwayat aterosklerosis yang
ditandai dengan serangan stroke yang baru terjadi, infark miokardia yang
baru terjadi atau penyakit arteri perifer yang menetap.
b. Dosis
75 mg sekali sehari dengan atau tanpa makanan
c. Efek samping
Dispepsia, nyeri perut, diare; perdarahan (termasuk perdarahan saluran
cerna dan intrakranial); lebih jarang mual, muntah, gastritis, perut
kembung, konstipasi, tukak lambung dan usus besar, sakit kepala, pusing,
paraestesia, leukopenia, platelet menurun (sangat jarang trombositopenia
berat), eosinofilia, ruam kulit, dan gatal.
d. Kontraindikasi
hipersensitivitas, perdarahan aktif seperti ulkus peptikum atau perdarahan
intrakranial, menyusui.
e. Sediaan
Tablet 75 mg: Artepid, Clogin, Clopidogrel, Clopisan, Clotix,
Copidogrel, CPG, Pidovix, Placta, Pladel, Pladogrel, Platec, Platix,
Plavix, Vaclo.
(BPOM,2015).
Ticlopidine
a. Indikasi
mengurangi risiko terjadinya stroke dan stroke kambuhan pada pasien
yang pernah mengalami stroke tromboemboli, stroke iskemik, minor
stroke, reversible ischemic neurological deficit (RIND), transient ischemic
attack (TIA) termasuk transient monocular blindness (TMB); Pencegahan
kejadian mayor ischemic accident, terutama pada koroner, pada pasien
dengan arteri kronis dari anggota tubuh bagian bawah pada tahap
intermitten claudication; pencegahan dan perbaikan kerusakan fungsi
platelet karena misalnya hemodialisis berulang; pencegahan oklusi subakut
yang diikuti implantasi STENT koroner.
b. Dosis
Dewasa: 2 tablet sehari, dengan makanan.
c. Efek Samping
Hematologi (neutropenia, agranulositosis, aplasia sumsum tulang,
trombositopenia, purpura trombosis trombositopenia), hemoragik (memar
atau ecchymosis dan epitaksis), diare, mual, ruam kulit umumnya
makulopapular atau urtikaria, pruritus, hepatitis dan kolestatik jaundice,
reaksi imunologi (edema Quincle, vaskulitis, sindroma lupus, hipersensitif
nefropati).
d. Kontraindikasi
Diatesis hemoragik (kecenderungan mengalami perdarahan), lesi organ
yang cenderung mengalami pendarahan (tukak gastroduodenal aktif atau
kejadian hemoragik serebrovaskular pada fase akut), kelainan darah
termasuk perpanjangan waktu pendarahan, leukopenia, trombositopenia
atau agranulositosis, hipersensitif.
e. Sediaan
Tablet 250 mg: Agulan, Cartrilet, Nufaclapide, Piclodin, Ticard, Ticlid,
Ticlon, Ticlophar, Ticuring.
(BPOM,2015).
Ticagrelor
a. Indikasi
Diberikan kombinasi bersama asetosal 75-100 mg untuk mencegah
trombosis (kematian kardiovaskular, infark miokard dan stroke) pada
pasien dengan sindrom koroner akut (ACS) [angina tidak stabil, infark
miokard tanpa elevasi ST (NSTEMI) atau Infark miokard dengan elevasi
ST (STEMI)] termasuk pasien dengan intervensi koroner perkutan (PCI)
atau bedah bypass jantung (CABG).
b. Dosis
Dosis awal (LD) 180 mg dilanjutkan dengan 90 mg dua kali perhari. Dosis
awal asetosal (325 mg), dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan asetosal
75-100 mg per hari. Pasien ACS yang menerima dosis mula klopidogrel
dapat diberikan tikagrelor. Pasien yang lupa meminum obat dapat lanjut ke
dosis selanjutnya (tikagrelor 90 mg). Bila ada dosis yang terlupa maka
dapat dilewatkan.
c. Efek Samping
Dispnea, perdarahan, sakit kepala, batuk, lemas, pusing, fibrilasi atrium,
hipertensi, nyeri dada nonkardial, diare, nyeri punggung, hipotensi,
fatigue, nyeri dada, peningkatan serum kreatinin, konstipasi, parastesia,
hiperurisemia, vertigo.
d. Kontraindikasi
Pasien dengan riwayat perdarahan intrakranial (ICH), perdarahan aktif
seperti ulkus, hipersensitivitas.
e. Sediaan
Tablet 50 mg: Brilinta.
(BPOM,2015).
Dypiridamole
a. Indikasi
Sebagai tambahan antikoagulan oral untuk tujuan profilaksis
tromboembolisme pada katup jantung prostetik.
b. Dosis:
Oral, 300-600 mg sehari dalam 3-4 dosis terbagi sebelum makan
c. Efek Samping
Efek saluran cerna, pusing, mialgia, sakit kepala berdenyut, hipotensi,
muka merah dan panas, takikardi; penyakit jantung koroner memburuk,
reaksi hipersensitifitas (ruam kulit, urtikaria), bronkospasma dan
angioedema berat; pendarahan meningkat selama dan setelah pembedahan;
trombositopenia.
d. Kontraindikasi
Hipersensitivitas
e. Sediaan
Tablet 25 mg; Tablet 75 mg: Persantin, Vasotin.
(BPOM,2015).
Cilostazol
a. Indikasi
Mengobati gejala-gejala iskemia seperti ulkus, rasa sakit dan dingin pada
penyakit oklusi arteri kronik.
b. Dosis:
Dewasa, 100 mg 2 kali sehari (30 menit sebelum atau 2 atau 2 jam setelah
makan).
c. Efek Samping:
Sangat sering: diare, kotoran tidak normal, sakit kepala; mual, muntah,
dispepsia, perut kembung, nyeri perut; takikardi, jantung berdebar, angina,
aritmia, nyeri dada; rhinitis; pusing; ekimosis; ruam kulit, gatal; edema,
astenia;
Lebih jarang: gastritis, infark miokard, gagal jantung kongesti, hipotensi
postural, insomnia, kecemasan, mimpi abnormal, dispnoea, pneumonia,
batuk, reaksi hipersensitif, diabetes mellitus, anemia, pendarahan,
trombositemia, nyeri otot, gangguan fungsi ginjal.
d. Kontraindikasi
Predisposisi pada pendarahan (seperti tukak lambung aktif, stroke
hemoragik pada 6 bulan terakhir, operasi pada 3 bulan terakhir,
proliperatif retinopati akibat diabetes, hipertensi yang tidak dikontrol);
riwayat takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan multifokal ventrikel
ectopics, perpanjangan interval QT, gagal jantung kongestif; gangguan
fungsi hati sedang hingga berat; gangguan fungsi ginjal; kehamilan;
menyusui.
e. Sediaan
Tablet 50 mg: Aggravan, Alista, Antiplat, Citaz, Ilos, Pletaal; Tablet 100
mg: Citaz, Ilos, Qital, Stazol.
(BPOM,2015).
ANTIKOAGULAN ORAL
Apiksaban
a. Indikasi
Pencegahan kejadian tromboemboli vena (Venous Thromboembolic
Events, VTE) pada pasien dewasa paska operasi penggantian pinggul atau
lutut.
b. Dosis:
oral, 2,5 mg dua kali sehari, diberikan 12-24 jam setelah operasi.
Pengobatan dilakukan selama 10-14 hari untuk pasca operasi penggantian
lutut atau 32-38 hari untuk pasca operasi penggantian pinggul.
c. Efek Samping:
umum:anemia, perdarahan, memar, dan mual; Tidak umum: hipotensi,
trombositopenia, epistaksis, perdarahan saluran pencernaan, perdarahan
melalui anus (hematozesia), peningkatan transaminase, peningkatan
aspartat aminotransferase, peningkatan gamma-glutamiltransferase,
gangguan pada hasil uji fungsi hati, peningkatan fosfatase alkali darah,
peningkatan bilirubin darah, hematuria.
d. Kontraindikasi
perdarahan aktif, penyakit hati terkait koagulopati dan risiko perdarahan
lainnya.
e. Sediaan
Tablet salut selaput 2,5 mg: Eliquis.
(BPOM,2015).
Dabigatran Eteksilat
a. Indikasi
Profilaksis primer tromboemboli vena pasien dewasa pasca operasi elektif
penggantian pinggul total (total hip replacement) dan operasi penggantian
lutut total (total knee replacement), profilaksis embolisme stroke dan
sistemik pada pasien dengan fibrilasi atrial dengan paling sedikit satu
faktor risiko stroke (seperti riwayat stroke iskemik, Transient Ischemic
Attack (TIA), atau embolisme sistemik, disfungsi ventrikular kiri), terapi
trombosis vena dalam akut (DVT) dan/atau emboli paru (PE).
b. Dosis:
Profilaksis embolisme stroke dan sistemik pada pasien dengan fibrilasi
atrial, dosis harian 300 mg (150 mg, 2 kali sehari). Lansia (diatas 80
tahun): dosis harian 220 mg (110 mg, 2 kali sehari).
c. Efek Samping:
Epistaksis (mimisan), perdarahan gastrointestinal, dispepsia, perdarahan
urogenital, anemia, nyeri abdomen, diare, mual, abnormalitas fungsi hati,
perdarahan pada kulit dan hematuria.
d. Kontraindikasi
Hipersensitivitas, gangguan fungsi ginjal berat (klirens kreatinin <30
mL/menit), manifestasi perdarahan, perdarahan diatesis, gangguan
hemostasis spontan atau farmakologikal, penggantian katup jantung
prostetik, kerusakan hepatik atau penyakit pada hati yang diduga
mempengaruhi kelangsungan hidup, lesi organ dengan risiko perdarahan
bermakna secara klinis, termasuk ulkus gastrointestinal yang baru atau
sedang terjadi, menunjukkan adanya neoplasma malignan pada risiko
tinggi perdarahan, cedera otak atau spinal yang baru terjadi, operasi
optalmik atau spinal, perdarahan intrakranial yang baru terjadi, dugaan
varises esofagus, malformasi arteriovena, aneurisma vaskular atau
intraspinal mayor, atau abnormalitas intraserebral vaskular, penggunaan
bersama dengan ketokonazol sistemik atau dronedaron.
e. Sediaan
Kapsul 75 mg, 110 mg dan 150 mg: Pradaxa.
(BPOM,2015).
Rivaroksaban
a. Indikasi
Mengurangi risiko stroke dan embolisme pada pasien atrial fibrilasi
nonvalvular dengan riwayat stroke atau TIA atau pada pasien atrial
fibrilasi nonvalvular dengan skor CHADS2 > 2, trombosis vena dalam
(Deep Vein Thrombosis/DVT).
b. Dosis:
20 mg sekali sehari (dosis maksimal), untuk DVT: 15 mg dua kali sehari
(dosis maksimal 30 mg, jika lupa dapat diminum sekaligus dua tablet),
untuk tiga minggu pertama diikuti selanjutnya 20 mg sekali sehari (dosis
maksimal).
c. Efek Samping:
Anemia, pusing, sakit kepala, pingsan, hemoragik mata (termasuk
hemoragik konjungtiva), takikardi, hipotensi, hematoma, epistaksis,
hemoragik gastronintestinal (termasuk gingival bleeding, hemoragik
rektal), nyeri ekstremitas, perdarahan saluran kencing (termasuk
hematuria, menoragia), demam, edema perifer, letih, astenia, peningkatan
transaminase, perdarahan pasca operasi (termasuk anemia, perdarahan
luka), bingung.
d. Kontraindikasi
Hipersensitivitas, pendarahan, penyakit hati yang terkait koagulopati dan
risiko pendarahan yang relevan, kehamilan dan menyusui, pemberian
bersamaan dengan antijamur azol.
e. Sediaan
(BPOM,2015).
Warfarin Na
a. Indikasi
Profilaksis embolisasi pada penyakit jantung rematik dan fibrilasi atrium;
profilaksis setelah pemasangan katup jantung prostetik; profilaksis dan
pengobatan trombosis vena dan embolisme paru; serangan iskemik
serebral yang transien.
b. Dosis
Dosis awal: 5-10 mg/hari selama 2 hari p.o. Dosis pemeliharaan: 2-10
mg/hari p.o.
c. Aturan pakai
d. Efek samping
Pendarahan, hipersensitivitas, ruam kulit, alopesia, diare, hematokrit
turun, nekrosis kulit, purple toes, sakit kuning, disfungsi hati; mual,
muntah, pankreatitis.
e. Kontraindikasi
Kehamilan, tukak peptik, hipertensi beratm endokarditis bakterial.
f. Sediaan
Tablet 1 mg: Warfarin Eisai dan 2 mg: Simarc-2.
(BPOM,2015).
ANTIKOAGULAN PARENTERAL
Heparin
a. Indikasi
Pengobatan DVT (Deep Vein Thrombosis) dan emboli paru, angina
pectoris tidak stabil, infark miokard, pada pasien DIC, dan pencegahan
tromboemboli bagi yang beresiko tinggi.
b. Dosis
Infark Miokard Akut: Bolus IV 60 U/kgBB, DM 4000 U. Infus IV 12
U/kgBB (24-48 jam) DM 1000 U/jam. Target aPTT 1,5-2x kontrol.
DVT dan Emboli paru: Bolus IV 5000 U diikuti 1.200-1.600 U/jam
hingga aPTT 1,8-2,5x dari kontrol (diperiksa tiap 6 jam).
c. Efek samping
Pendarahan, nekrosis kulit, trombositopenia, hiperkalsemia, reaksi
hipersensitifitas (urtikaria, angiodema, dan anafilaksis).
d. Kontraindikasi
Hemofilia dan gangguan hemoragik lain, trombositopenia,tukak
lambung, pendarahan serebral yang baru terjadi. Hipertensi berat,
penyakit hati berat (termasuk varises esofagus), gagal ginjal, cedera berat
atau pembedahan, hipersensitifitas terhadap heparin.
e. Sediaan
Injeksi 5000 IU/ml.
HEPARIN BERAT MOLEKUL RENDAH / Low Molecular Weight Heparin
(LMWH)
Enoksaparin
a. Indikasi:
Pengobatan trombosis vena yang berhubungan dengan operasi ortopedi
atau operasi umum, pengobatan trombosis vena pada pasien yang dirawat
akibat penyakit akut termasuk insufisiensi kardiak, gagal pernapasan,
infeksi parah, penyakit rematik, selama hemodialisis; profilaksis trombosis
vena dalam; pengobatan angina tidak stabil dan infark miokard non Q
wave, dikonsumsi bersamaan dengan asam asetil salisilat; pencegahan
trombus pada sirkulasi ekstrakorporeal.
b. Efek Samping:
Lihat pada Heparin.
c. Dosis:
Profilaksis trombosis vena dalam, melalui injeksi subkutan, risiko sedang,
20 mg (2000 unit) 2 jam sebelum pembedahan, kemudian 20 mg (2000
unit) setiap 24 jam selama 7-10 hari; risiko tinggi, 40 mg (4000 unit) 12
jam sebelum pembedahan, kemudian 40 mg (4000 unit) setiap 24 jam
selama 7-10 hari. Pengobatan trombosis vena dalam, melalui injeksi
subkutan, 1 mg/kg bb (100 unit/kg bb setiap 12 jam, biasanya selama
paling tidak 5 hari (dan sampai antikoagulansi oral yang cukup tercapai).
d. Kontraindikasi:
Lihat pada Heparin; hipertensi arteri sedang sampai berat yang tidak
terkontrol dengan gagal ginjal (bersihan kreatinin 30-60 mL/menit);
hipersensitif terhadap enoksaparin.
e. Sediaan
Pre-filled syringe 20 mg/0,2 ml; 40 mg/0,4ml; dan 60 mg/0,6 ml:
Lovenox.
Nadroparin Kalsium
a. Indikasi:
Profilaksis pencegahan tromboemboli vena pada pembedahan pasien
dengan risiko sedang atau tinggi, pencegahan koagulasi pada
extracorporal circulation loop dyalisis, pengobatan trombosis vena dalam
yang sudah established, angina tidak stabil dan infark miokard non-Q
wave pada fase akut dalam kombinasi dengan terapi standard. Indikasi
nadroparin forte: Pengobatan trombosis vena dalam (DVT).
b. Dosis:
Pengobatan trombosis vena-dalam (DVT), 2 kali injeksi per hari diberikan
setiap 12 jam. Dosis diberikan sebagai fungsi dari bobot pasien yaitu
0,1mL/10 kg bb setiap 12 jam. Pasien dengan berat badan 40-49 kg: 0,4
mL; berat badan 50-59 kg: 0,5 mL; berat badan 60-69 kg: 0,6 kg; berat
badan 70-79 kg: 0,7 kg; berat badan 80-89 kg: 0,8 kg; berat badan 90-99
kg: 0,9 mL dan berat badan > 100 kg: 1,0 mL. Pengobatan tidak lebih dari
10 hari. Antikoagulan oral harus segera diberikan setelah pengobatan
dengan heparin bobot molekul rendah, kecuali dikontraindikasikan.
Pengobatan DVT, secara injeksi subkutan. Dosis disesuaikan dengan berat
badan: 40-49 kg: 0,4 mL; 50-59 kg: 0,5 mL; 60-69 kg: 0,6 mL; 70-79 kg:
0,7 mL; 80-90 kg: 0,8 mL; 90-99 kg : 0,9 mL; > 100 kg: 1,0 mL.
c. Efek Samping:
Perdarahan, trombositopenia dan hiperkalemia (lihat peringatan), reaksi
hipersensitif (termasuk urtikaria, angioderma dan anafilaksis), hematom
pada tempat injeksi, osteoporosis setelah penggunaan jangka panjang,
reaksi imuno alergi thrombopenia (tipe II), hematom intraspinal,
meningkatkan kadar liver transaminase.
d. Kontraindikasi:
Sebagai terapi pencegahan/profilaksis: hipersensitif, riwayat trombopenia
berat tipe II yang diinduksi heparin, tanda-tanda perdarahan yang terkait
hemostasis, lesi organ yang mengarah ke perdarahan. Sebagai terapi
kuratif: perdarahan intra serebral, gagal ginjal berat (kreatinin klirens 30
mL/menit); anastesi epidural atau spinal. Tidak dianjurkan pada pemberian
sebagai kuratif: iskemik serebrovaskular fase akut, infeksi endokarditis
akut, gagal ginjal ringan-sedang.
e. Sediaan
Parnaparin
a. Indikasi
Profilaksis trombosis vena dalam, terapi gangguan vena akibat kondisi
trombotik.
b. Dosis:
Harus diberikan secara subkutan.
Trombosis vena dalam: Dua injeksi subkutan 0,6 mL (3400 IU aXa) setiap
hari. Terapi diberikan selama 7-10 hari. Terapi dapat didahului dengan
pemberian infus intravena 12800 IU aXa secara lambat selama 3-5 hari.
Setelah melewati fase akut, terapi dapat dilanjutkan dengan 0,6 mL (6400
IU aXa) per hari atau 0,4 mL (4250 IU aXa) per hari yang diberikan secara
subkutan selama 10-20 hari. Sindrom pasca plebitis, insufisiensi vena
kronis: Satu injeksi subkutan 0,3 mL (3200 IU aXa) setiap 24 jam,
tergantung dari keparahan. Lama terapi minimal 30 hari.
Tromboplebitis superfisial akut, varikoplebitis: Satu injeksi subkutan 0,4
mL (4250 IU aXa) atau 0,3 mL (3200 IU aXa) setiap 24 jam, tergantung
dari keparahan. Lama terapi minimal 20 hari
c. Efek Samping:
Perdarahan, trombositopenia, nekrosis pada lokasi penyuntikan, alergi,
peningkatan enzim transaminase.
d. Kontraindikasi:
kehamilan, menyusui, riwayat trombositopenia pada penggunaan
parnaparin, luka pada organ dengan risiko perdarahan (ulkus peptik,
retinopati, sindrom hemoragik), endokarditis bakteri akut (kecuali jika
disebabkan oleh prosteses mekanik). Trauma serebrovaskuler dengan
perdarahan. Alergi terhadap produk. Nefropati berat, pankreatopati,
hipertensi arteri berat, trauma kranioenselopati (pasca operasi). Terapi
dengan antivitamin K. Penggunaan bersamaan dengan tiklopidin, salisilat
atau AINS, antiplatelet.
3. Kempa Langsung
Evaluasi Tablet
1. Uji Penampilan
Amati tablet hasil cetak secara visual, apakah distribusi warna merata,
ada cacat fisik atau tidak. Dilakukan dengan interval waktu yang
sama, parameter lain yang diukurkeseragaman diameter dan
ketebalannya.
2. Uji Kekerasan
Tablet yang keras diperlukan untuk mencegah kerusakan fisik selama
proses produksi berikutnya, selama penyimpanan dan transportasi.
Pengujian dilakukan dengan interval waktu yang sama untuk
menunjukkan adanya keseragaman. Pada pengujian kekerasan
dibutuhkan alat Hardness tester.
3. Uji Keseragaman Bobot
Pengujian dilakukan dengan interval waktu yang sama dengan uji
penampilan. Pengujian dikerjakan pada 20 tablet dengan menimbang
satu per satu. Sesuai Farmakope Indonesia persyaratan yang baik
adalah :
B. KAPSUL
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin;
tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain.
Nomor kapsul
Ukuran Volume (mL)
000 1,7
00 1,2
0 0,85
1 0,62
2 0,52
3 0,36
4 0,27
5 0,19
Syarat-syarat Kapsul
1. Keseragaman Bobot
Menurut FI. III, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Kapsul berisi obat kering
Timbang 20 kapsul, timbang lagi satu persatu, keluarkan isi semua
kapsul, timbang seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bobot isi
kapsul dan bobot rata rata tiap isi kapsul. Perbedaan dalam persen
bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata rata tiap isi kapsul tidak boleh
lebih dari dua kapsul yang penyimpangannya lebih besar dari harga
yang ditetapkan oleh kolom A dan tidak satu kapsul pun yang
penyimpangannya melebihi yang ditetapkan oleh kolom B.
Bobot rata-rata kapsul Perbedaan bobot isi
kapsul dalam %
120 mg A (10), B (20)
>120mg A (7,5), B (15
C. INJEKSI
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk
yang harus di larutkan atau di suspensikan lebih dahulu sebelum di
gunakan secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek
ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
Macam-macam sediaan steril parenteral
1. Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut organik yang lain yang
digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama, Injeksi................Dalam
FI.ed.III disebut berupa Larutan. Misalnya :Inj.Vit.C, pelarutnya aqua
pro injection, Inj.Camphor oil, pelarutnya Olea neutralisata ad
injectionInj. Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air.
2. Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak
mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan
yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi
persyaratan injeksi, ditandai dengan nama,...................Steril. Dalam
FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan
ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan
larutan yang memenuhi syarat larutan injeksi. Misalnya:
Inj.Dihydrostreptomycin Sulfat steril.
3. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk
larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan pembawa yang sesuai, ditandai dengan nama ,
............ Steril untuk Suspensi.Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat
kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan
steril, hasilnya merupakan suspensi yang memenuhi syarat suspensi
steril. Misalnya : Inj. Procaine Penicilline Gsteril untuk suspensi.
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan
tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai
dengan nama, Suspensi.......... Steril. Dalam FI.ed.III disebut Suspensi
steril (zat padat yang telah disuspensikan dalam pembawa yang cocok
dan steril). Misalnya : Inj.Suspensi Hydrocortisone Acetatsteril.
5. Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengencer
atau bahan tambahan lain, ditandai dengan nama,............. Untuk
Injeksi.Dalam FI.ed.III disebut bahan obat dalam pembawa cair yang
cocok, hasilnya merupakan emulsi yang memenuhi semua persyaratan
emulsi steril. Misalnya : Inj. Penicilline Oil untuk injeksi.
Macam-macam cara penyuntikan
1. Injeksi intrakutan ( i.k / i.c ) atau intradermal
Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk
diagnosa. Volume yang disuntikkan antara 0,1 - 0,2 ml, berupa larutan
atau suspensi dalam air.
2. Injeksi subkutan ( s.k / s.c ) atau hipodermik
Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolar,
volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan
bersifat isotonik, pH netral, bersifat depo (absorpsinya lambat).
Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3 - 4 liter/hari dengan
penambahan enzym hialuronidase), bila pasien tersebut tidak dapat
diberikan infus intravena. Cara ini disebut" Hipodermoklisa ".
3. Injeksi intramuskuler ( i.m )
Disuntikkan ke dalam atau diantara lapisan jaringan / otot. Injeksi
dalam bentuk larutan, suspensi atau emulsi dapat diberikan secara ini.
Yang berupa larutan dapat diserap dengan cepat, yang berupa emulsi
atau suspensi diserap lambat dengan maksud untuk mendapatkan efek
yang lama. Volume penyuntikan antra 4 - 20 ml, disuntikkan perlahan-
lahan untuk mencegah rasa sakit.
4. Injeksi intravenus ( i.v )
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya
berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh,
sebab akan menyumbat pembuluh darah vena tersebut. Dibuat isitonis,
kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkannya lambat /
perlahan-lahan dan tidak mempengaruhi sel darah); volume antara
1 - 10 ml. Injeksi intravenus yang diberikan dalam dosis tunggal
dengan volume lebih dari 10 ml, disebut "infus intravena/
Infusi/Infundabilia". Infusi harus bebas pirogen dan tidak
boleh mengandung bakterisida, jernih, isotonis.Injeksi i.v dengan
volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida Injeksi
i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.
5. Injeksi intraarterium ( i.a )
Disuntikkan ke dalam pembuluh darah arteri / perifer / tepi, volume
antara 1 - 10 ml, tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Injeksi intrakor / intrakardial ( i.kd )
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventriculus,
tidak boleh mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam
keadaan gawat.
7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural ( i.d ),
subaraknoid.
Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada
dasar otak ( antara 3 -4 atau 5 - 6 lumbra vertebrata ) yang ada cairan
cerebrospinalnya. Larutan harus isotonis karena sirkulasi cairan
cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan anestetika sumsum
tulang belakang sering hipertonis. Jaringan syaraf di daerah anatomi
disini sangat peka.
8. Intraartikulus
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuk
suspensi / larutan dalam air.
9. Injeksi subkonjuntiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi
/ larutan, tidak lebih dari 1 ml.
10. Injeksi intrabursa
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam
bentuk larutan suspensi dalam air.
11. Injeksi intraperitoneal ( i.p )
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat ;
bahaya infeksi besar
12. Injeksi peridural ( p.d ), extradural, epidural
Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak diatas durameter,
lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang.
Susunan Isi ( Komponen ) Obat Suntik
1. Bahan obat / zat berkhasiat
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya
masing-masing dalam Farmakope.
b. Pada etiketnya tercantum : p.i ( pro injection )
c. Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara
kimiawi terjamin kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi
syarat untuk injeksi.
2. Zat pembawa / zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian :
a. Zat pembawa berair
o Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat
pula digunakan injeksi NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl
compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat pembawa
mengandung air, menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat
pembawa injeksi harus memenuhi syarat Uji pirogen dan uji
Endotoksin Bakteri. NaCl dapat ditambahkan untuk memperoleh
isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi NaCl atau injeksi
Ringer dapat digunakan untuk pengganti air untuk injeksi.
o Air untuk injeksi (aqua pro injection) dibuat dengan cara
menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau
wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil
sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung
dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika
dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus
disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah
diwadahkan.
o Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air
untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil
mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin,
didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai
pelarut serbuk untuk injeksi harus disterilkan dengan cara
sterilisasi A, segera setelah diwadahkan.
b. Zat pembawa tidak berair
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection)
misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis.bPembawa tidak
berair diperlukan apabila:
a. Bahan obatnya sukar larut dalam air
b. Bahan obatnya tidak stabil / terurai dalam air.
c. Dikehendaki efek depo terapi.
Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah :
Harus jernih pada suhu 100
Tidak berbau asing / tengik
Bilangan asam 0,2 - 0,9
Bilangan iodium 79 – 128
Bilangan penyabunan 185 – 200
Harus bebas minyak mineral
Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih
atau massa padat yang menjadi jernih diatas suhu leburnya
dan tidak berbau asing atau tengik
Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan
secara i.v , hanya boleh secara i.m.
c. Bahan pembantu / zat tambahan
Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud :
a. Untuk mendapatkan pH yang optimal
b. Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
c. Untuk mendapatkan larutan isoioni
d. Sebagai zat bakterisida
e. Sebagai pemati rasa setempat ( anestetika lokal )
f. Sebagai stabilisator.
o Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas
dan efektivitas harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya
dalam jumlah yang digunakan, tidak mempengaruhi efek terapetik
atau respon pada uji penetapan kadar.
o Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai
sediaan akhir. Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus
hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih dari 5 ml. Kecuali
dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :
Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih
dari 0,01
Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 %
Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau
Natrium Sulfit, bisulfit atau metabisulfit, tidak lebih dari 0,2 %
Persiapan pembuatan obat suntik :
1. Perencanaan
Direncanakan dulu, apakah obat suntik itu akan dibuat secara
aseptik atau dilakukan sterilisasi akhir. Alat-alat yang digunakan
harus sudah disterilisasi.
2. Perhitungan dan penimbangan
Perhitungan dibuat berlebih dari jumlah yang harus didapat, karena
dilakukan penyaringan, kemudian ditimbang. Larutkan masing-masing
dalam Aqua p.i yang sudah dijelaskan cara pembuatannya, kemudian
dicampurkan.
3. Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang
terbawa ke dalam filtrat. Pada pembuatan kecil-kecilan dapat disaring
dengan kertas saring biasa sebanyak 2 kali , lalu disaring lagi dengan
kertas saring G3.
4. Pengisian ke dalam wadah
Cairan : Farmakope telah mengatur volume tambahan yang dianjurkan.
Bubuk kering : Jumlah bubuk diukur dengan jalan penimbangan atau
berdasarkan volume, diisi melalui corong.
Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang
akan ditutup dengan pemijaran, harus bersih, terutama dari zat
organik, karena pada penutupan zat organik tersebut akan menjadi
arang dan menghitamkan wadah sekitar ujungnya .
Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :
memberi pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi wadah.
menyemprot dengan uap air pada mulut wadah obat suntik
yang dibuat dengan pembawa berair.
pada suhu 1050; Timbang satu per satu dalam keadaan terbuka; Keluarkan
isi wadah; Cuci wadah dengan air, kemudian dengan etanol 95 %;
keringkan lagi pada suhu 1050 sampai bobot tetap; Dinginkan dan
kemudian timbang satu per satu. Bobot isi wadah tidak boleh
menyimpang lebih dari batas yang tertera, kecuali satu wadah yang boleh
menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera. Syarat dari FI III:
Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan ( % )
Tidak lebih dari 120 mg 10,0
Antara 120 mg dan 300 mg 7,5
300 mg atau lebih 5,0
Dipiro, J., et al. 2015. Pharmacotherapy Handbook. 9th Ed. Virginia: McGraw
Hill.
De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. 2009. Handbook of Clinical
Neurology : Topographic classification of ischemic stroke. Cambridgeshire:
Cambridge University Press.
Gilroy, J., 2000. Basic Neurology 3rd ed. New York : McGraw-Hill.
Setyopranoto, Ismail. 2011. Stoke: Gejala dan Penataklaksanaan. CDK 185. Vol.
38 (4): 247-250.
Tatro, D.S. 2009. Drug Interaction Facts. California: Wolters Kluwer Health Inc.
Vrselja, Z., et al. 2014. Function of circle of Willis. Journal of Cerebral Blood
and Metabolism. 34: 578-584.