LP Luka Bakar 2017
LP Luka Bakar 2017
OLEH
2. Epidemiologi
Luka bakar masih menjadi masalah besar yang mengancam seluruh kalangan
usia. Setiap
tahunnya, sekitar 45.000 pasien mendapat cedera luka bakar dan dirawat di rumah
sakit. Lebih
dari 60% luka bakar terjadi pada kisaran usia reproduksi, kejadian pada pria lebih
banyak dari
pada wanita. Hampir 55% disebabkan oleh api, 40% karena air mendidih, dan
selebihnya
disebabkan oleh kimia dan listrik (Morton, dkk, 2012; Kapita Selekta Kedokteran,
2014).
3. Etiologi
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya, meliputi: (Kowalak,
dkk, 2012;
Morton, dkk, 2012)
a. Luka Bakar Termal
Luka bakar termal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan
panas atau objek-objek panas lainnya, dapat berupa gas, cairan, benda padat
(solid).
1) Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas. Faktor ini
merupakan penyebab
kebanyakan luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C menyebabkan luka bakar
parsial
atau dalam dengan waktu hanya dalam 3 detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama
terjadi dalam 1
detik.
2) Flash Burns
Ledakan gas alam, propan, butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan
mudah terbakar
lain seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk periode waktu. Flash burns
memiliki
distribusi di semua kulit yang terekspos dengan area paling dalam pada sisi yang
terkena.
b. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau
basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang
terpapar
menentukan luasnya injuri. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak
dengan zat-
zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai
zat kimia
yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000
produk zat kimia
diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
c. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh kontak dengan kawat listrik
yang
mengandung arus listrik atau dengan sumber arus listrik bertegangan tinggi. Berat
ringannya
luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik
itu sampai
mengenai tubuh.
d. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injuri ini
seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber
radiasi
untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari
akibat terpapar
yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
e. Frost Bite
Luka bakar akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer mengalami
vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan telinga. Fase
selanjutnya akan
terjadi nekrosis dan kerusakan yang permanen.
4. Klasifikasi
a. Berdasarkan Kedalaman Luka Bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori yang didasarkan pada
elemen kulit
yang rusak (Morton, dkk, 2012; Kowalak, dkk, 2012; Maryati, 2015)
1) Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Hanya mengenai lapisan epidermis.
b) Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
c) Kulit memucat bila ditekan.
d) Tidak ada blister/bullae
e) Sangat nyeri
f) Dapat sembuh spontan dalam 5-10 hari.
3) Hand palm.
Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya
yaitu
mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan luas atau
persentasi luka
bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1% dari
permukaan
tubuh yang mengalami luka bakar.
Gambar 1. Metode Rule of nine Gambar 2. Metode Lund & Browder
5. Patofisiologi
Syok pada luka bakar terjadi akibat lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler
secara massive
dan mempengaruhi sistem kardiovaskular. Hilangnya atau rusaknya jaringan dan
peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan cairan, plasma, dan protein akan lolos atau
hilang dari
kompartemen intravaskuler ke dalam jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit
tetap dalam
sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit. Darah dan cairan
akan hilang
melalui evaporasi kulit yang meningkat sehingga terjadi kekurangan cairan.
Peningkatan
metabolisme juga dapat menyebabkan kehilangan cairan melalui sistem pernapasan.
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan
respon
dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi ilius
paralitik
(suatu keadaan akut abdomen berupa kembung/distensi abdomen, karena usus tidak
berkontraksi
akibat adanya gangguan motilitas), takikardia dan takipnea merupakan kompensasi
untuk
menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injuri
jaringan
dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi
vasokontriksi yang
akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri.
Respon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan
menurunkan aliran
darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Respon metabolik pada luka bakar
adalah
hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan
katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme, hiperglikemi
karena
meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik yang kemudian terjadi
penipisan
glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury
jaringan.
Kerusakan pada sel darah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang kemudian
akan
meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi. Pertumbuhan dapat
terhambat oleh
depresi hormon pertumbuhan karena terfokus pada penyembuhan jaringan yang rusak.
Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan pada
saat yang
sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam
kapiler.
Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan interstisial
dimana secara
khusus natrium masuk ke dalam sel dan kalium keluar dari dalam sel. Dengan demikian
mengakibatkan kekurangan sodium dalam intravaskuler (Pathway terlampir) (Morton,
dkk, 2012;
Kowalak, dkk, 2012; Maryati, 2015).
6. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
a. Hentikan proses pembakaran
Pada saat pasien ditemukan, biasanya api sudah padam. Apabila pasien masih dalam
keadaan
terbakar, maka dapat ditempuh cara:
1) Menyiram dengan air dalam jumlah banyak apabila api disebabkan karena bensin
atau
minyak, karena apabila dalam jumlah sedikit hanya akan memperbesar api.
2) Menggulingkan pasien pada tanah yang datar, kalau bisa dalam selimut basah.
3) Luka bakar dapat mengalami pendalaman walaupun api sudah mati. Untuk
mengurangi
proses pendalaman ini luka dapat disiram dengan air bersih untuk
pendinginannya.
b. Primary Survey
1) Airway/Jalan Napas
Pada permulaannya airway biasanya tidak terganggu. Dalam keadaan ekstrim bisa
saja
airway terganggu, misalnya karena lama berada dalam ruangan tertutup yang
terbakar
sehingga terjadi pengaruh panas yang lama terhadap jalan nafas. Menghisap gas
atau
partikel karbon yang terbakar dalam jumlah yang banyak juga akan dapat
menggangu
airway. Pada permulaan penyumbatan airway tidak total sehingga akan timbul
suara
stridor/crowing. Bila menimbulkan sesak nafas berat (bila saturasi oksigen
kurang dari
95%) maka ini merupakan indikasi mutlak untuk intubasi.
Indikasi klinis adanya trauma inhalasi antara lain:
Luka bakar yang mengenai wajah dan atau leher
Alis mata dan bulu hidung hangus
Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut orofaring
Sputum yang mengandung karbon atau arang
Suara serak
Riwayat gangguan mengunyah dan atau terkurung dalam api
Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan
Apabila ditemukan hal seperti tersebut di atas, sangat mungkin terjadi trauma
inhalasi yang
memerlukan penanganan definitive, termasuk pembebasan jalan nafas.
2) Breathing
Gangguan breathing yang timbul cepat dapat disebabkan karena:
a) Inhalasi partikel – partikel panas yang mengakibatkan proses peradangan dan
edema
pada saluran nafas. Mengatasi sesak yang terjadi adalah dengan penanganan yang
agresif, lakukan airway definitive untuk menjaga jalan nafas.
b) Keracunan CO (karbonmonoksida).
Asap dan api mengandung CO. Apabila pasien berada dalam ruangan tertutup yang
terbakar, maka kemungkinan keracunan CO cukup besar. Diagnostiknya sulit
(apalagi
di pra –RS). Kulit yang berwarna merah terang biasanya belum terlihat. Pulse
oksimeter
menunjukkan tingkat saturasi oksigen yang cukup walaupun pasien dalam kondisi
sesak.
Bila diduga keracunan CO, maka diberikan oksigen 100% dengan non rebreathing
mask
atau bila perlu ventilasi tambahan dengan BVM yang ada reservoar oksigen.
3) Circulation
Kulit yang terbuka menyebabkan penguapan air yang berlebih dari tubuh, dengan
akibat
terjadinya dehidrasi yang memerlukan tindakan resusitasi cairan.
a) Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid melalui dua jalur intravena.
b) Resusitasi tanpa syok
Resusitasi tanpa syok merupakan resusitasi cairan tanpa gejala klinis syok
atau pada
kasus dengan luas < 25-30%, tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan
kurang
dari 2 jam. Kebutuhan cairan yang diberikan adalah berdasarkan rumus Baxter
sebagai
berikut:
4 ml/kgBB x % luka bakar
(pada dewasa)
2 ml/kgBB x % luka bakar
(pada anak)
3. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA OUTCOME
INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Resiko syok berhubungan Dalam waktu 3 x 24 jam Fluid Management
dengan hipovolemik perawatan, klien
Pertahankan intake
dan output.
menunjukkan tanda-tanda:
Monitor status
hidrasi.
Monitor vital sign.
Fluid Balance
Kolaborasi pemberian
cairan intra
Hydration vena.
Monitor kehilangan
cairan yang
Syok Prevention insisible
Nutrition
Monitoring
Timbang BB pasien
Monitor adanya
penurunan berat
badan
Monitor turgor
kulit
Monitor mual dan
muntah
Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
5 Kerusakan integritas Dalam 3 x 24 jam perawatan, Skin Care : Graft
Site
jaringan berhubungan diharapkan pasien dapat:
Kaji luka bakar
luas dan derajatnya
dengan luka bakar Tissue Integrity : Skin Perawatan luka steril
Persiapkan pasien untuk tindakan
Kemerahan berkurang skin graft
Tekstur kulit membaik
Infection Protection
Kulit elastic
Sensasi pada kulit baik Cuci tangan dengan baik dan
benar
Tidak terjadi pigmentasi sebelum dan sesudah kontak
dengan
abnormal pasien
Kulit tidak mengelupas Bimbing pasien dan keluarga
pasien
Perspiration kulit baik bagaimana teknik untuk membatasi
Kulih utuh penyebaran infeksi
Gunakan sarung tangan dalam
perawatan pasien
menghindari
penyebaran jamur ke pasien lain
Anjurkan pasien untuk mencuci
tangan dengan baik dan benar
sebelum dan sesudah kontak
dengan
bagian tubuh yang terinfeksi
agar
tidak menyebar ke bagian tubuh
lain
yang tersentuh
Berikan penjelasan nutrisi yang
adekuat yang diperlukan untuk
pasien
Bimbing pasien dan keluarga
mengenal tanda-tanda infeksi
yang
makin memburuk dan segera untuk
mencari pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Kowalak, J. P, Welsh, W. & Mayer, B. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M. & Gallo, B.M. (2012). Keperawatan Kritis:
Pendekatam
Asuhan Holistik. Edisi 8. Volume 2. Terjemahan oleh Subekti, dkk. (2008).
Jakarta: EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan
Nanda Nic Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Publishing