Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PEMBAHASAN

A. Konsep Keperawatan
1. Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu
tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi; juga oleh
sebab kontak dengan suhu rendah (frost-bite). Luka bakar ini dapat
mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan dengan problem
fungsi maupun estetik(Rendy,2012).
Luka bakar adalah terjadinya sentuhan antar kulit dengan energi
termal yang cukup kuat, hingga menyebabkan perubahan patologi
kulit(Nugroho, 2011).
Luka bakar karena listrik masih sering ditemukan, bahkan
cenderung meningkat. Yang harus diperhatikan pada korban luka bakar
karena sengatan listrik adalah penyebab kematian adalah kuat arus
(ampere) dan bukan voltase. Apabila korban ditemukan masih dalam
keadaan terkena arus listrik, maka: matikan listrik dari sumbernya dan
apabila tidak mungkin, maka coba lepaskan korban gawat darurat dengan
perantaraan kayu kering, baju kering atau bahan non-konduksi listrik
(Pusbankes 118 Baker,2009).
Apabila menemukan korban gawat darurat luka bakar karena zat
kimia yang masih dalam keadaan terena zat kimia, maka kali pertama harus
selalu menggunakan alat pelindung diri (APD). Apabila zat kimia bersifat
cair, langsung semprot dengan air mengalir. Untuk zat kimia yang bersifat
asam diguyur air selama 30 menit, apabila bersifat basa maka lebih lama
lagi(Pusbanker 118 Baker,2009).
Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan
terapi dan perawatan, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab,
kedalaman luka, dan keseriusan luka yaitu :
a. Berdasarkan penyebab
1) Luka bakar yang disebabkan radiasi
2) Luka bakar yang disebabkan oleh air panas
3) Luka bakar yang disebabkan oleh listrik
4) Luka bakar yang disebabkan oleh bahan/zat kimia
5) Luka bakar yang disebabkan oleh api
b. Berdasarkan kedalaman luka bakar
1) Luka bakar derajat 1
2) Luka bakar derajat 2 (superficial dan deep)
3) Luka bakar derajat 3
c. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
1) Luka bakar mayor
2) Luka bakar moderat
3) Luka bakar minor
d. Ukuran luas luka bakar
1) Rule of nine
- Seluruh kepala 9 %
- Setiap lengan (sampai tangan) 9 %
- Dada 9 %
- Perut 9 %
- Punggung 9 %
- Pinggang (dinding belakang perut) 9 %
- Paha 9 %
- Betis 9 %
- Genitalia 1 % (Junaidi,2011)
2) Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan
diagram Lund dan Browder sebagai berikut:
Usia (Tahun)
Lokasi
0-1 1-4 5-9 10-15 Dewasa
Kepala 19 17 13 10 7
Leher 2 2 2 2 2
Dada & Perut 13 13 13 13 13
Punggung 13 13 13 13 13
Pantat kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Pantat kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Kelamin 1 1 1 1 1
Lengan atas kanan 4 4 4 4 4
Lengan atas kiri 4 4 4 4 4
Lengan bawah kanan 3 3 3 3 3
Lengan bawah kiri 3 3 3 3 3
Tangan kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Tangan kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Paha kanan 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
Paha kiri 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
Tungkai bawah kanan 5 5 5,5 6 7
Tungkai bawah kiri 5 5 5,5 6 7
Kaki kanan 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Kaki kiri 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

2. Etiologi
Disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh
melalui konduksi atau radiasi elekrtromagnetik. Berdasarkan perjalanan
penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
a. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase
ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif
life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami gangguan
ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas),
circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera
atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma.
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan proses inflamasi, problem penutupan
luka dengan titik perhatian pada luka telanjang dan keadaan
hipermetabolisme.
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang
muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,
keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

3. Manifestasi Klinis
a. Berdasarkan kedalaman luka bakar
1) Derajat 1 (luka bakar superfisial)
Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis. Luka bakar
derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh
tanpa jaringan parut dalam waktu 5-7 hari.
2) Derajat 2 (luka bakar dermis)
Luka bakar derajat 2 mencapai kedalaman dermis tetapi masih
ada elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar
sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa sel
epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10-12 hari.
Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung saraf dermis, luka derajat ini
tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar
superficial, karena adanya iritasi ujung saraf sensorik. Juga timbul
bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena
permeabilitas dindingnya meninggi.
Luka bakar derajat 2 dibedakan menjadi:
- Derajat 2 dangkal, dimana kerusakan mengenai bagian superficial
dari dermis dan penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10-14
hari.
- Derajat 2 dalam, dimna kerusakan mengenai hampir seluruh bagian
dermis. Bila kerusakan lebih dalam mengenai dermis, subyektif
dirasakan nyeri. Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung bagian
dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit (sel
epitel, stratum, germinativum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea)
yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
1 bulan.
3) Derajat 3
Luas bakar derajat 3 meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin
subkutis, atau organ yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi
elemen epitel yang hidup maka untuk mendapatkan kesembuhan harus
dilakukan cangkok kulit. Koagulasi protein yang terjadi memberikan
gambaran luka bakar berwarna keputihan, tidak ada bula, dan tidak
nyeri. (M.Clevo,2012)
b. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga
kategori:
a. Luka bakar mayor
- Luka bakar dengan luas lebih dari 25 % pada orang dewasa
dan lebih dari 20% pada anak-anak.
- Luka bakar fulthickness lebih dari 20%
- Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki,
dan perineum.
- Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa
memperhitungkan derajat dan luasnya luka.
- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
- Luka bakar dengan luas 15-25 % pada orang dewasa dan
10%-20% pada anak-anak.
- Luka bakar fulthickness <10%.
- Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga,
kaki dan perineum.
c. Luka bakar minor
- Luka bakar dengan luas <15% pada orang dewasa dan <
10% pada anak-anak.
- Luka bakar fulthickness kurang dari 2 %
- Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan dan kaki.
- Luka tidak sirkumfer.
- Tidak terdapat trauma inhalasi, elekrik, fraktur.
(Nurarif,2015)
4. Patofisiologi
Pada dasarnya luka bakar itu terjadi akibat paparan suhu yang
tinggi, akibatnya akan merusak kulit dan dan pembuluh darah tepi maupun
maupun pembuluh darah besar dan akibat kerusakan pembuluh darah ini
mengakibatkan cairan plasma sel darah, protein dan albumin, mengalami
gangguan fisiologi. Akibatnya terjadilah kehilangan cairan yang massif,
terganggunya cairan didalam lumen pembuluh darah. Suhu tinggi juga
merusak pembuluh darah yang mengakibatkan sumbatan pembuluh darah
sehingga beberapa jam setelah terjadi reaksi tersebut bisa mengakibatkan
radang sistemik, maupun kerusakan jaringan lainnya. Dari kilasan diatas
maka pada luka bakar juga dapat terjadi syok hipovolemik (burn syok)
(Musliha, 2010).
5. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium : Hb, Ht, Leucosit, Thrombosit, Gula darah, Elekrolit,
Kreatinin, Ureum, Protein, Albumin, Hapusan luka, Urine Lengkap,
AGD (bila diperlukan).
2. Rontgen: Foto Thorax
3. EKG
4. CVP : untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka
bakar llebih dari 30 % dewasa dan lebih dari 20 % pada anak.
6. Penatalaksanaan
a. Tindakan pertolongan menurut luas luka bakar
1) Luka bakar ringan
Jika memungkinkan pada luka bakar ringan harus segera direndam
ke dalam air dingin.
Luka bakar kimia sebaiknya dicuci dengan air sebanyak dan selama
mungkin.
Luka bakar dibersihkan secara hati-hati dengan sabun dan air untuk
membuang semua kotoran yang melekat.
Jika kotoran sukar dibersihkan, daerah yang terluka diberi obat bius
dan digosok dengan sikat.
Lepuhan yang telah pecah biasanya dibuang. Jika daerah yang
terluka telah benar-benar bersih dapat dioleskan krim antibiotik
(sulfadiazin).
Untuk melindungi luka dari kotoran dan menjadi lebih buruk,
biasanya ditutup dengan deberikan perban pembalut.
Hal ini sangat penting untuk menjaga kebersihan di daerah yang
tterluka karena jika lapisan kulit paling atas (epidermis) mengalami
kerusakan maka bisa terjadi infeksi yang dengan mudah akan
menyebar.
Jika diperlukan, untuk mencegah infeksi bisa diberikan antibiotik
per oral.
Untuk mengurangi pembengkakan, lengan atau tungai yang
mengalami luka bakar biasanya ketika beristirahat
diletakkan/digantung dalam posisi yang lebih tinggi dari jantung.
Pembidaian harus dilakukan pada persendian yang mengalami luka
bakar derajat 2 atau 3 karena pergerakan bisa memperburuk
keadaan persendian. Mungkin perlu diberikan obat pereda nyeri
selama beberapa hari. Pemberian booster tetanus disesuaikan
dengan status imunisasi korban.

2) Luka bakar sedang (kurang dari 20%/tanpa luka terbuka)


Rendamlah bagian yang terbakar dalam air es atau air dingin.
Dapat pula dilakukan dengan mengompresnya dengan handuk yang
direndam air es.
Tindakan ini dilakukan sampai rasa sakit berkurang atau hilang
yang dapat berlangsung antara 30 menit sampai 5 jam.
Tindakan ini selain mengurangi rasa sakit, juga memperkecil akibat
lanjutan dari luka bakar tersebut karena efek panasnya dinetralisir.
Bagian yang melepuh jangan dikupas. Biarkan saja demikian
sampai kelak sembuh sendiri.
3) Luka bakar berat
Korban kebakaran biasanya diberikan oksigen melalui sungkup
muka (masker).
Di ruang emergency dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi
pernafasan, pengobatan dilakukan untuk menggantikan cairan yang
hilang dan untuk mencegah infeksi.
Jika terjadi cedera pada saluran napas dan paru-paru akibat
kebakaran, maka untuk membantu fungsi pernapasan bisa dipasang
sebuah selang yang dimasukkan melalui tenggorokan. Selang
tersebut perlu dipasang jiak cedera mengenai wajah atau jika
pembengkakan pada tenggorokan menyebabkan terganggunya
fungsi pernapasan.
Setelah daerah yang terluka dibersihkan, lalu dioleskan krim atau
salep antibiotik dan dibungkus dengan verban steril. Perban
biasanya diganti sebanyak 2-3 kali sehari.
Luka bakar yang luas sangat rentan terhadap infeksi berat karena
itu biasanya diberikan antibiotik melalui infus. Penderita mungkin
perlu diberikan booster tetanus.
Luka bakar luas bisa menyebabkan hilangnya cairan tubuh, karena
itu untuk menggantikannya diberikan cairan melalui infus.
Luka bakar yang dalam bisa menyebabkan mioglobulinuria, yaitu
keadaan dimana protein mioglobulin dilepaskan dari otot yang
rusak masuk ke dalam saluran kemih.
Kulit yang terbakar akan membentuk permukaan yang keras dan
tebal yang disebut jaringan parut yang bisa menyebabkan
terhalangnya aliran darah ke daerah tersebut.
Apabila luas luka bakar tidak lebih dari 2 cm dan terjaga
kebersihannya, luka bakar yang dalam pun bisa pulih dengan
sendirinya.
Tetapi jika lapisan kulit dibawahnya mengalami kerusakan yang
luas, biasanya perlu dilakukan pencangkokan kulit (skin
graft).(Junaidi,2011)
b. Penanganan pre-Hospital
Seringkali korban didapatkan berlari dengan baju terbakar api dan
berkobar-kobar. Untuk mencegah luka bakar menjadi serius maka dapat
dilakukan tindakan STOP, DROP, and ROLL (hentikan, jatuhkan, dan
gulingkan) untuk memadamkan api pada baju. Bila korban terkena aliran
listrik tegangan tinggi, harus diperhatikan bahwa penolong tidak menjadi
korban. Bila memungkinkan aliran listrik bisa dipadamkan dari sentral,
atau bila tidak memungkinkan penolong menggunakan alat bantu yang
tidak menghantar listrik seperti kayu kering.
Bila anggota tubuh yang terkena luka bakar masih dalam kurun
waktu kurang dari 2 menit, dapat dilakukan usaha menghentikan
kerusakan yang lebih dalam (menghilangkan heat restore) dengan
merendamnya dalam air dingin. (PPGD,2009)
c. Penanganan Resusitasi
Sesuai dengan prinsip basic life support maka tindakan resusitasi
harus dilakukan dengan urutan penilaian, tindakan, dan evaluasi
terhadap:
Airway
Pada kali pertama ditemukan airway biasanya tidak terganggu.
Dalam keadaan ektrim bisa saja airway terganggu, misalnya karena lama
berada dalam ruangan tertutup yang terbakar sehingga terjadi pengaruh
panas yang lama terhadap jalan nafas. Menghisap gas atau partikel
karbon yang terbakar dalam jumlah banyak juga akan dapat mengganggu
airway. Pada permulaan penyumbatan airway tidak total, sehingga akan
timbul suara stidor (crowing).
Bila menimbulkan sesak berat dan bila dimonitor saturasi O2
kurang dari 95%, maka ini merupakan indikasi mutlak untuk segera
intubasi. Obstruksi parsial ini dibiarkan, akan menjadi obstruksi total
sehingga dapat mengakibatkan kematian. Pada luka bakar di wajah,
kepala dan atau dada harus selalu diwaspadai dan dimonitor jalan nafas,
karena bisa saja terjadi obstruksi setelah 6 jam trauma. Sehingga korban
dianjurkan dirawat di ICU, sampai dipastikan jalan nafas tidak terjadi
obstruksi.
Breathing
Gangguan breathing atau pernafasan dapat timbul segera atau
setelah beberapa saat kemudian. Gangguan pernafasan yang timbul cepat
dapat disebabkan karena:
Inhalasi partikel-partikel panas yang menyebabkan proses peradangan
dan edema pada saluran jalan nafas yang paling kecil.
Keracunan CO (Carbon Mono-oksida).
Asap dari api mengandung CO. Apabila korban gawat darurat berada
dalam ruangan tetutup yang terbakar, maka kemungkinana keracunan
CO cukup besar. Diagnostiknya sulit (apalagi di fase pre-rumah sakit).
Kulit yang berwarna merah terang biasanya belum terlihat. Pulse
oksimeter akan menunjukkan tingkat saturasi O2 yang cukup,
walaupun korban gawat darurat dalam keadaan sesak.
Bila diduga kemungkinan keracunan CO, maka diberikan O2 100%
dengan menggunakan non-breathing mask, atau-pun bila perlu
ventilasi tambahan dengan BVM yang ada reservoir O2.
Circulation
Kulit yang terbuka akan menyebabkan penguapan air yang berlebih
dari tubuh, sehingga mengakibatkan terjadinya dehidrasi. Walaupun
dehidrasi akan terjadi agak lambat, namun pemasangan infus pada luka
bakar diatas 15 % merupakan suatu keharusan.(SOS Profesional,2016)
d. Resusitasi Cairan
Tujuan utama resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan
cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi
maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar.
Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam
ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel
tubuh. Pemberian cairan paling sering adalah dengan Ringer Laktat untuk
48 jam setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0,5-
1,5 mL/kgBB/jam.
Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah Formula
Parkland: 24 jam pertama: Cairan Ringer Laktat: 4 ml/kgBB/% luka
bakar. Misalnya pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %
membutuhkan cairan : (25) x (80 kg) x (4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam
pertama. jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam 8 jam, jumlah
cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Cara lain adalah cara Evans:
1. Luas luka bakar dalam % x BB/kg = jumlah NaCl/24 jam.
2. Luas luka bakar dalam % x BB/kg = jumlah plasma/24 jam.
(nomor 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma
untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan
tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan keluar dan menarik
kembali cairan yang telah keluar)
3. 2000 cc Dextrose 5 % / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang
akibat penguapan)
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan dari kedua.
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah
menggunakan Rumus Baxter yaitu % x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan
elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua
diberikan setengah cairan hari pertama.
Contoh : seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20
% permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang
diberikan hari pertama dan 2000 cc pada hari kedua.
Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formul;a
Currei adalah 25 kcal/kgBB/hari ditambah dengan 40 kcal/% luka
bakar/hari
e. Perawatan Luka
Perawatan luka diruang emergensi menjadi penting untuk segera
menghilangkan kontaminan yang ada. Perawatan luka bakar derajat satu
tidak memerlukan tindakan khusus, dapat diberikan sediaan topikal
antibiotik dan analgetik.
o Perawatan luka derajat 2:
1. Bersihkan (irigasi) luka dengan larutan NaCl (500 cc) yang sudah
ditambahkan larutan savlon (5 cc)
2. Tutup permukaan luka dengan tule (Softratule, Daryantule)
3. Balut luka dengan kasa steril tebal.
4. Biarkan selama 1 minggu

o Perawatan luka derajat 3:


1. Bersihkan (irigasi) luka dengan larutan NaCl (500 cc) yang sudah
ditambahkan larutan savlon (5 cc).
2. Oleskan Salep silver sulfadizin (Burnazin, Dermazin)
3. Balut luka dengan kasa steril tebal.
4. Dilakukan debridement tiap hari.
5. Perawatan lanjutan bila perlu dengan eskarektomi dan tandur kulit.
f. Early Excision and Grafting (E & G)
Dengan metode ini eschar diangkat secara operatif dan kemudian
luka ditutup dengan cangkok kulit (autograft/allograft), setelah terjadi
penyembuhan, graft akan terkelupas dengan sendirinya. E&G dilakukan
3-7 hari setelah terjadi luka, pada umumnya tiap harinya dilakukan eksisi
20 % dari luka bakar kemudian dilanjutkan pada hari berikutnya. Tapi
ada juga ahli bedah yang sekaligus melakukan eksisi pada seluruh luka
bakar, tapi cara ini memiliki resiko yang lebih besar yaitu dapat terjadi
hipotermi, atau terjadi perdarahan masive akibat eksisi. Metode ini
mempunyai beberapa keuntungan dengan penutupan luka dini, mencegah
terjadinya infeksi pada luka.
g. Escharotomy
Luka bakar derajat 3 yang melingkar pada ekstremitas dapat
menyebabkan iskemik distal yang progresif, terutama apabila terjadi
edema saat resusitasi cairan, dan saat adanya pengerutan keropeng.
Iskemi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada jari-jari tangan dan
kaki. Tanda iskemi adalah nyeri, kehilangan daya rasa sampai baal pada
ujung-ujung distal. Juga luka bakar menyeluruh pada bagian thorax atau
abdomen dapat menyebabkan gangguan respirasi, dan hal ini dapat
dihilangkan dengan ecsharotomy. Dilakukan insisi memanjang yang
membuka keropeng sampai penjepitan bebas.
h. MEBO/MEBT (Moist Exposed Burn Ointment/Therapy)
Merupakan Broad spectrum Ointment, suatu preparat herbal,
menggunakan zat alami tanpa kimiawi. Terdiri dari:
1. Komponen pengobatan : beta sitosterol, bacailin, berberine, yang
mempunyai efek analgesik, anti-inflamasi, anti infeksi pada luka bakar
dan mampu mengurangi pembentukan jaringan parut.
2. Komponen nutrisi : amino acid, fatty acid dan amylose, yang
memberikan nutrisi untuk regenerasi dan perbaikan kulit yang
terbakar.
Efek pengobatan :
1. Menghilangkan nyeri luka bakar
2. Mencegah perluasan nekrosis pada jaringan yang terluka.
3. Mengeluarkan jaringan nekrotik dengan mencairkannya.
4. Membuat lingkungan lembab pada luka, yang dibutuhkan selama
perbaikan jaringan kulit tersisa.
5. Kontrol infeksi dengan membuat suasana yang jelek untuk
pertumbuhan kuman bukan dengan membunuh kuman.
6. Merangsang pertumbuhan PRCs (potential regenerative cell) dan stem
cell untuk penyembuhan luka dan mengurangi terbentuknya jaringan
parut.
7. Mengurangi untuk kebutuhan skin garft.
Prinsip penanganan luka bakar dengan MEBO:
1. Makin cepat diberi MEBO, hasilnya lebih baik (dalam 4-12 jam
setelah kejadian).
2. Kelembaban yang optimal pada luka dengan MEBO.
3. Pemberian salepp harus teratur dan terus menerus tiap 6-12 jam
dibersihkan dengan kain kasa steril jangan dibiarkan kulit terbuka
tanpa salep >2-3 menit untuk mencegah penguapan cairan di kulit dan
microvascular menyebabkan thrombosit merusak jaringan dibawahnya
yang masih vital.
4. Pada pemberian jangan sampai kesakitan/berdarah, menimbulkan
perlukaan pada jaringan hidup tersisa.
5. Luka jangan sampai maserasi maupun kering.
6. Tidak boleh menggunakan desinfektan, saline atau air untuk Wound
debridement.
8. Discharge Planing
a. Jangan menaruh es batu, margarine, atau air es lansung pada bagian kulit
yang mengalami luka bakar karena bisa mengakibatkan kerusakan lebih
lanjut.
b. Mempertahankan status nutrisi yang normal.
c. Oleskan krim antibiotik atau salep khusus luka bakar sesuai anjuran
dokter.
d. Tutupi luka bakar dengan kasa steril.
e. Cucilah tangan dengan sabun dan air sebelum mengganti kasa pembalut.
f. Jangan memecahkan atau menggaruk lepuhan luka bakar agar luka tidak
terinfeksi.
g. Bersihkan luka bakar dengan kasa steril secara berkala.
h. Awasi luka bakar secara berkala terhadap tanda-tanda infeksi.
i. Singkirkan pakaian atau kain yang melekat pada kulit yang mengalami
luka bakar dengan merendamnya didalam larutan salin.
j. Jelaskan penggunaan obat dan cara penanganan luka bakar.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian primer
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian,
dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang
mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary Survey adalah untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
antara lain(Fulde,20090:
a. Airway maintenance dengan cervical spine protection
b. Breathing dan oxygenation
c. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
d. Disability-pemeriksaan neurologis singkat
e. Exposure dengan kontrol lingkungan
1) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas psien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang
pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas
pasien terbuka (Thygerson,2011). Pasien yang tidak sadar
mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal
jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher, atau dada.
Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi
lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner,2000)
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
antara lain:
- Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas? Pada kasus luka
bakar kaji jalan pernafasan apakah terdapat cilia pada
saluran pernafasan mengalami kerusakan yang disebabkan
oleh asap atau inhalasi.
- Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien
anatara lain:
Adanya snoring atau gargling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernapasan/paradoxical chest
movements
Sianosis
- Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas
bagian atas dan potensial penyebab obstruksi:
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
- Jia terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalna nafas
pasien terbuka.
- Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang beresiko untuk mengalami cedera tulang
belakang.
- Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan
nafas pasien sesuai indikasi:
Chin lift, jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway,
laringeal Mask Airway
Lakukan intubasi
2) Pengkajian breathing
Pengajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan
jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika
pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah
yang harus dipertimbangkan adalah dekompresi dan drainase
tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest
injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner,2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada
pasien antara lain:
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi
dan oksigenasi pasien. Inspeksi dari tingkat pernapasan
sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut:
cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wounds, dan penggunaan otot bantu pernapasan yang
disebabkan karena trauma inhalasi.
b. Palpasi untuk adanya: pergeseran trakea, fraktur tulang iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
c. Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada. Buka
dada pasien dan observasi pergerakan dinding pada pasien
jika perlu. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas
pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas
pernapasan pasien
d. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan.
e. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat
dan oksigensi.
3) Pengkajian Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien, antara lain:
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
dengan pemberian penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan.
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi
atau hipoksia.
4) Pengkajian level of consciousness dan disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan
skala AVPU:
A- Alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan.
V- Vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan
suara yang tidak bisa dimengerti.
P- Respon to Pain only ( harus dinilai semua keempat
tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk
mengkaji gagal untuk merespon).
U- Unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
5) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada
pasien. Jika pasien diduga memiliki luka bakar yang
mempunyai derajad luka yang tinggi, imobilisasi in-line
penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan
pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatiakan
dalam melakukan pemeriksan pada pasien adalah mengekspos
pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua
pemeriksaan selesai, tutup pasien dengan selimut hangat dan
jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang
(Thygerson,2011)
2. Pengkajian sekunder
Data Subjektif
Umur
Penyebab
Lamanya kontak
Ada tidanya asap, gangguan jalan nafas
Lokasi terjadi: tertutup- keracunan CO
Pengobatan yang diberikan
Riwayat penyakit yang diderita (DM, Jantung, Epilepsi)
Data Objektif
Tanda-tanda vital
Luas luka bakar
Kedalaman luka bakar
Kotoran
Daerah yang terbakar
Gejala hypovolemik syok
Diagnosis keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas beehubungan dengan deformitas
dinding dada, keletihan otot-otot pernapasan, hiperventilasi.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif (evaporasi akibat luka bakar)
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan volume
sekuncup jantung, kontraktilitas dan frekuensi jantung.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan hipermetabolisme dan kebutuhan bagi
kesembuhan luka.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka.
6. Nyeri akut berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan
luka dan penanganan luka bakar.
7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan pada
penampilan tubuh (trauma)
8. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal berhubungan dengan
menurunnya sirulasi darah ke ginjal (hipoksia di ginjal).
9. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan
terganggunya respon imun.
11. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan proses penanganan
luka bakar.
12. Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan dan
pola interaksi.

Anda mungkin juga menyukai