Anda di halaman 1dari 88

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar (combustio) adalah kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti air, api, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar akan
mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga mempengaruhi seluruh sistem
tubuh.1
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api,
air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah. Saat terjadi
kontak dengan sumber termis (atau penyebab lainnya), berlangsung reaksi kimiawi yang
menguras energi dari jaringan sehingga sel tereduksi dan mengalami kerusakan.2
Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat,
khususnya kejadian luka bakar pada rumah tangga yang paling sering ditemukan yaitu
luka bakar derajat I dan II.Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan
morbiditas kecacatan.Adapun derajat cacat yang diderita relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh penyebab lainnya. Sehingga biaya yang dibutuhkan
untuk penanganan luka bakar menjadi cukup tinggi.3
RSUP. Dr.Sardjito selama tahun 2012 terdapat 49pasien luka bakar dengan
angka kematian 34%, rata-ratasetiap bulannya terdapat 4-5 pasien baru denganluka
bakar derajat II – III dan luas antara 20 – 90 % yangdirawat di unit Luka Bakar
membutuhkan lama dirawat/length of stay (LOS) untuk penyembuhan lukanya rata-rata
1 bulan, untuk kasus-kasus tertentu bisasampai sekitar 6 bulan sampai 1 tahun.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api,
air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah. Saat terjadi
kontak dengan sumber termis (atau penyebab lainnya), berlangsung reaksi kimiawi yang
menguras energi dari jaringan sehingga sel tereduksi dan mengalami kerusakan.2

2.2 Epidemiologi
Kelompok terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-anak kelompok usia
dibawah 6 tahun dan puncak insiden kedua adalah luka bakar akibat kerja yaitu pada
usia 25-35 tahun. Sedangkan, jumlah pasien lanjut usia dengan luka bakar cukup kecil,
namun sering memerlukan perawatan pada fasilitas khusus luka bakar. Insiden luka
bakar terutama terjadi pada pria karena dominasi pekerja pria pada industri tinggi
sehingga berisiko. Cedera luka bakar lebih sering melibatkan sosio ekonomi rendah.5
Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa terdapat pada umur 20-29 tahun.
Diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih muda dan pada lanjut usia. Pada anak dibawah
umur 3 tahun penyebab luka bakar paling umum adalah cedera yang disebabkan oleh air
panas.Luka ini dapat terjadi bila anak yang tidak diurus dengan baik, dimasukkan dalam
bak mandi yang berisi air panas dan anak tidak mampu keluar dari bak mandi tersebut,
karena kulit balita lebih tipis dibandingkan dengan kulit orang dewasa sehingga lebih
rentan cedera. Pada anak umur 3-14 tahun, penyebab luka bakar yang sering terjadi
akibat nyala api yang membakar baju. Dari umur ini sampai 60 tahun luka bakar sering
disebabkan oleh kecelakaan industri.5
Angka mortalitas penderita luka bakar di Indonesia tergolong cukup tinggi, yaitu
27,6% (2012) di RSCM dan 26,41% (2012) di RS Dr. Soetomo.
Data epidemiologi dari unit luka bakar RSCM pada tahun 2011-2012 melaporkan
sebanyak 257 pasien luka bakar. Dengan rata-rata usia adalah 28 tahun (2,5 bulan-76
tahun), dengan rasio laki-laki dengan perempuan adalah 2,7:1.6 Luka bakar yang
disebabkan oleh api adalah etiologi terbanyak (54,9%), diikuti luka bakar yang
disebabkan oleh air panas (29,2%), listrik (12,8%), dan bahan kimia (3,1%).

2
Rata-rata luas luka bakar adalah 26%. Angka mortalitas sebanyak 36,6% pada
pasien dengan rata-rata luas luka bakar 44,5% dengan rata-rata waktu perawatan adalah
13,2 hari. 6

2.3 Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun
tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan
rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia
juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar
dapat dibagi menjadi:7
1. Paparan api
 Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian
terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk
terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan
menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
 Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka
bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder
besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
3. Uap panas
4. Gas panas
5. Aliran listrik
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

2.4 Klasifikasi Luka Bakar


Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,
adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat
tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling
aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan

3
dakron, selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi
lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar.7
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar
derajat I, II, atau III:7
 Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan
untuk dapat melakukan regenerasi.Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari
dan dapat sembuh secara sempurna.Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul
dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal.Contoh luka bakar derajat I adalah
sunburn.

 Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat
epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi.Jaringan tersebut misalnya
sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut.Dengan adanya
jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu.Gambaran
luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah
karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.Apabila luka bakar
derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan penurunan
aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau
luka bakar derajat III.

4
 Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan
yang lebih dalam.Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar
regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus
dilakukan cangkok kulit.Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena
pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak intak.

5
Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman

2.5 Berat dan Luas Luka Bakar


Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan
pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga
akan mempengaruhi berat luka bakar.7
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya
kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar
menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan
lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas
plasma meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat
menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan
respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik
dan energi metabolisme.7
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks.Luas luka bakar
dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk
menentukan luas luka bakar, yaitu:7

6
 Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas
telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar
hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
 Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasaPada dewasa digunakan ‘rumus 9’,
yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas
atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan,
serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah
genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang
terbakar pada orang dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala
anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan
luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan
rumus 10-15-20 untuk anak.

 Metode Lund dan Browder


7
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala
pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak.
Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat
menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan usia:
- Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan
persentasenya sama dengan dewasa.
- Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan
turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body
surface area affected by burns in children.

2.6 Pembagian Luka Bakar


1. Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas
luka bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi

8
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan,
kaki, dan perineum

2.7 Patofisiologi

Akibat pertama luka bakar adalah syok hipovolemi dan neurogenik. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada
di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas
menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal
itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka
bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya
cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari
keropeng luka bakar derajat III.7
9
Meningkatnya permeabilitas kapiler akibat terpajan suhu tinggi menyebabkan
terjadinya perpindahan cairan yang berasal dari jaringan interstisial yang mengawali
terjadinya edema yang akan menghasilkan sindrom kompartemen.Ekstremitas adalah
struktur yang paling sering terlibat untuk pengembangan sindrom kompartemen.Sindrom
kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial
pada kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan berkurangnya
perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan.7
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal
yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler dan
nekrosis jaringan lokal akibat hipoksia.Ketika tekanan dalam kompartemen melebihi
tekanan darah dalam kapiler dan menyebabkan kapiler kolaps. Pertama-tama sel akan
mengalami oedem, kemudian sel akan berhenti melepaskan zat-zat kimia sehingga
menyebabkan terjadi oedem lebih lanjut dan menyebabkan tekanan meningkat.Aliran
darah yang melewati kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen
juga akan terhenti. Terjadinya hipoksia menyebabkan sel-sel akan melepaskan substansi
vasoaktif yang meningkatkan permeabilitas endotel. Dalam kapiler-kapiler terjadi
kehilangan cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan jaringan dan memperberat
kerusakan disekitar jaringan dan jaringan otot mengalami nekrosis.
Gejala klinis yang umum ditemukan pada sindroma kompartemen meliputi :
1. Pain : Nyeri pada pada saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena.
2. Pallor : Kulit terasa dingin jika di palpasi, warna kulit biasanya pucat.
3. Parestesia : Biasanya terasa panas dan gatal pada daerah lesi.
4. Paralisis : Diawali dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan sendi.
5. Pulselesness: Berkurang atau hilangnya denyut nadi akibat adanya gangguan
perfusiarterial.7
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik
dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-
pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila
luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau
uap panas yang terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan
hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak

10
berwarna gelap akibat jelaga.7 Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik
dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.7
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini
sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami
trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik.
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri,
juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan
rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak
yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.7
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan
terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut
luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil
Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang
dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena
toksin kuman yang menyebar di darah.7
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen
epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat,
atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut
hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang
dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi
sendi dapat berkurang atau hilang.7
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis
dapat menurun karena kekurangan ion kalium.7
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat dan
cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang
menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu
berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi
karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi makro

11
menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-
point dari prosedur resusitasi.7

2.8 Kriteria Perawatan


Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang
digunakan untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit luka bakar
adalah seperti berikut:7
1. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar
derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur kurang dari 10 tahun
atau lebih dari 50 tahun.
2. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar
derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia lainnya.
3. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar
derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin, perineum, atau
sendi utama.
4. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada semua
kelompok usia.
5. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
6. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang bisa
mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau mempengaruhi
kematian.
7. Luka bakar kimia.
8. Trauma inhalasi
9. Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana luka bakar
tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan mortalitas.
10. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit perawatan
anak yang berkualitas maupun peralatannya.
11. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti sosial,
emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak.

12
2.9 Penatalaksanaan
1. Primary Survey7
 Airway, yakni membebaskan jalan nafas agar pasien dapat tetap bernafas secara
normal
 Breathing, mengecek kecepatan pernafasan yakni sekitar 20x/ menit
 Circulation, melakukan palpasi pada nadi untuk mengecek pulsasi yang pada
orang normal berkisar antar 60 – 100x/ menit
 Disability
- Periksa kesadaran.
- Periksa ukuran pupil.
 Environment
 Jaga pasien dalam keadaan hangat.
Secara sistematik dapat dilakukan 6c :clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering and comforting. Untuk pertolongan pertama dapat
dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas
kesehatan.
 Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian
yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase
cleaning.
 Cooling : dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal,
terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai dengan 3 jam setelah
kejadian luka bakar – kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif
tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk
luka yang terlokalisasi – jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh
darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka
dan risiko hipotermia. Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah
mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila
penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit
baru disiram air yang mengalir.
 Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa
sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan
lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
13
 Chemoprophylaxis : Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi,
dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada
wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi
dengan bayi kurang dari 2 bulan
 Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat
luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan
lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk
mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat
luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya,
menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.
 Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri.

2. Tentukan luas luka bakar


3. Resusitasi cairan (jika berindikasi)7
Resusitasi cairan diindikasikan bila luas luka bakar > 10% pada anak-anak atau >
15% pada dewasa.Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:7
 Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler
regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
 Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
 Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival
seluruh sel
 Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
Formula yang sering digunakan untuk manajemen cairan pada luka bakar mayor
yaitu Parkland, modified Parkland, Brooke, modified Brooke, Evans dan Monafo’s
formula.
Parkland formula
1. 24 jam pertama: cairan Ringer Laktat (RL) 4 mL/kgBB untuk setiap 1% permukaan
tubuh yang terbakar pada dewasa dan 3 mL/kgBB untuk setiap 1% permukaan tubuh
yang terbakar pada anak. Cairan RL ditambahkan untuk maintenance pada anak:
- 4 mL/kg BB/jam untuk anak dengan berat 0-10 kg
- 40 mL/jam + 2 mL/jam untuk anak dengan berat 10-20 kg
- 60 mL/jam + 1 mL/kg BB/jam untuk anak dengan berat 20 kg atau lebih.
14
Formula ini direkomendasikan tanpa koloid di 24 jam pertama.
2. 24 jam selanjutnya: koloid diberikan sebesar 20-60% dari kalkulasi volume plasma.
Tanpa kristaloid. Glukosa pada air ditambahkan untuk mempertahankan output urin 0,5
– 1 mL/jam pada dewasa dan 1 mL/jam pada anak.
Tekanan darah kadang sulit diukur dan hasilnya kurang dapat dipercaya.
Pengukuran produksi urin tiap jam merupakan alat monitor yang baik untuk menilai
volume sirkulasi darah. Pemberian cairan cukup untuk dapat mempertahankan produksi
urin 1,0 mL/kgBB/jam pada anak-anak dengan berat badan 30 kg atau kurang, dan 0,5-1
ml/kgBB/jam pada orang dewasa.
Resusitasi luka bakar yang ideal adalah mengembalikan volume plasma dengan
efektif tanpa efek samping.Kristaloid isotonic, cairan hipertonik, dan koloid telah
digunakan untuk tujuan ini, namun setiap cairan memiliki kelebihan dan kekurangan.
Tak satupun dari mereka ideal, dan tak ada yang lebih superior dibanding yang lain.
3. Kristaloid isotonik
Kristaloid tersedia dan lebih murah dibanding alternative lain. Cairan RL, cairan
Hartmann (sebuah cairan yang mirip dengan RL) dan NaCl 0,9% adalah cairan yang
sering digunakan. Ada beberapa efek samping dari kristaloid: pemberian volume NaCl
0,9% yang besar memproduksi hyperchloremic acidosis, RL meningkatkan aktivasi
neutrofil setelah resusitasi untuk hemoragik atau setelah infus tanpa hemoragik. RL
digunakan oleh sebagian besar rumah sakit mengandung campuran ini. Efek samping
lain yang telah didemonstrasikan yaitu kristaloid memiliki pengaruh yang besar pada
koagulasi.
Meskipun efek samping ini, cairan yang paling sering digunakan untuk resusitasi
luka bakar di Inggris dan Irlandia adalah cairan Hartmann (unit dewasa 76%, unit anak
75%).Sedangkan RL merupakan tipe cairan yang paling sering digunakan di US dan
Kanada.
4. Cairan hipertonik
Pentingnya ion Na di patofisiologi syok luka bakar telah ditekankan oleh
beberapa studi sebelumnya.Na masuk ke dalam sel shingga terjadi edema sel dan hipo-
osmolar intravascular volume cairan. Pemasangan infus cairan hipertonik yang segera
telah dibuktikan meningkatkan osmolaritas plasma dan membatasi edema sel.
Penggunaan cairan dengan konsentrasi 250 mEq/L, Moyer at al. mampu mendapatkan
resusitasi fisologis yang efektif dengan total volume yang rendah dibandingkan cairan

15
isotonic pada 24 jam pertama. Namun Huang et al. menemukan bahwa setelah 48 jam
pasien yang diterapi dengan cairan hipertonik atau RL memberikan hasil yang sama.
Mereka juga mendemonstrasikan bahwa resusitasi cairan hipertonik berhubungan
dengan peningkatan insidens gagal ginjal dan kematian.Saat ini, resusitasi dengan cairan
hipertonik menjadi pilihan menarik secara fungsi fisiologis sesuai teorinya, tetapi
memerlukan pemantauan ketat dan resiko hipernatremi dan aggal ginjal menjadi
perhatian utama.
5. Koloid
Kebocoran dan akumulasi protein plasma di luar komparemen vaskular
memberikan kontribusi pada pembentukan edema. Kebocoran kapiler bisa bertahan
hingga 24 jam setelah trauma bakar. Peneliti lain menemukan ekstravasasi ekstravasasi
albumin berhenti 8 jam setelah trauma bakar. Koloid sebagai cairan hiperosmotik,
digunakan untuk meningkatkan osmolalitas intravascular dan menghentikan ekstravasasi
kristaloid.

4. Resusitasi nutrisi7
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan
sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan.Bila pasien tidak sadar, maka pemberian
nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT).Nutrisi yang diberikan sebaiknya
mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak.Pemberian nutrisi
sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya
atrofi vili usus.Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat
membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS.

5. Perawatan luka bakar7


Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin
dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan
‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg
setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis
dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua
pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian
morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.

16
6. Terapi pembedahan pada luka bakar7
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement)
yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera
termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan
dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan
berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah
sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah
dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut
ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin
lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi –
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis
yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi
dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan
banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan
eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro – organisme patogen yang
akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat
tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan
melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam
dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting”
(dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi
mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Eksisi dini diutamakan dilakukan pada
daerah luka sekitar batang tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan
eksisi fasial.
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini
adalah:

17
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka

2.10 Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan
luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain
itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut
menentukan kecepatan penyembuhan.7
Penyulit juga mempengaruhi prognosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka
bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut
hipertrofik dan kontraktur.7

2.11 Komplikasi
Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS), dan Sepsis7
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai
stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi
autoimun, sirosis, pankreatitis, dll.Respon ini merupakan dampak dari pelepasan
mediator-mediator inflamasi (proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam
proses penyembuhan luka, namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi
dan faktor pencetus, respon ini berubah secara berlebihan (mengalami eksagregasi) dan
menyebabkan kerusakan pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi dan
berakhir dengan kegagalan organ terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system
Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ (Multi-system
Organ Failure/MOF).
Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection, injury,
inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury. Kriteria klinik
yang digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of Chest phycisians dan
the Society of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih
menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:
- Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)
- Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)

18
- Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah
(PaCO2< 32 mmHg)
- Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000 sel/mm3) atau
dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).
Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur
darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan
dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS. Pada dasarnya MODS adalah
kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada pasien akut sedemikian
rupa, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri
lebih lanjut, SIRS sebagai suatu proses yang berkesinambungan sehingga dapat
dimengerti bahwa MODS menggambarkan kondisi lebih berat dan merupakan bagian
akhir dari spektrum keadaan yang berawal dari SIRS.
MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien luka
bakar dapat dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami MODS. Ada 3 teori yang
menjelaskan timbulnya SIRS, MODS dan sepsis; yang mana ketiganya terjadi secara
simultan.
Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi menyebabkan penurunan
penurunan sirkulasi di daerah splangnikus, perfusi ke jaringan usus terganggu
menyebabkan disrupsi mukosa saluran cerna. Disrupsi mukosa menyebakan fungsi
mukosa sebagai barrier berkurang/hilang, dan mempermudah terjadinya translokasi
bakteri. Bakteri yang mengalami translokasi umumnya flora normal usus yang bersifat
komensal, berubah menjadi oportunistik; khususnya akibat perubahan suasana di dalam
lumen usus (puasa, pemberian antasida dan beberapa jenis antibiotika). Selain
kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap kuman, daya imunitas juga berkurang (kulit,
mukosa), sehingga mudah dirusak oleh toksin yang berasal dari kuman (endo atau
enterotoksin). Pada kondisi disrupsi, bila pasien dipuasakan, maka proses degenerasi
mukosa justru berlanjut menjadi atrofi mukosa usus yang dapat memperberat keadaan.
Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang
memicu SIRS. Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena gangguan
sistem autoregulasi serebral yang memberi dampak sistemik (ensefelopati). Gangguan
sirkulasi ke ginjal menyebabkan iskemi ginjal khususnya tubulus berlanjut dengan Acute
Tubular Necrosis (ATN) yang berakhir dengan gagal ginjal (Acute Renal Failure/ARF).
Gangguan sirkulasi perifer menyebabkan iskemi otot-otot dengan dampak pemecahan

19
glikoprotein yang meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai
modulator sepsis. Gangguan sirkulasi ke kulit dan sitem integumen menyebabkan
terutama gangguan sistim imun; karena penurunan produksi limfosit dan penurunan
fungsi barrier kulit.
Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex (LPC) yang
sebelumnya dikenal dengan burn toxin dari jaringan nekrosis akibat cedera termis. LPC
memiliki toksisitas ribuan kali di atas endotoksin dalam merangsang pelepasan mediator
pro-inflamasi; namun pelepasan LPC ini tidak ada hubungannya dengan infeksi. Respon
yang timbul mulanya bersifat lokal, terbatas pada daerah cedera; kemudian berkembang
menjadi suatu bentuk respon sistemik.
Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem metabolisme (hipometabolik pada
fase akut dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya) yang menguras seluruh
modalitas tubuh khususnya sistim imunologi. Mediator-mediator pro-inflamasi yang
dilepas ke sirkulasi sebagai respon terhadap suatu cedera tidak hanya menyerang benda
asing atau toksin yang ada; tetapi juga menimbulkan kerusakan pada jaringan organ
sistemik. Kondisi ini dimungkinkan karena luka bakar merupakan suatu bentuk trauma
yang bersifat imunosupresif.
Komplikasi SIRS bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang mungkin
terjadi pada SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),
dan pneumonia nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna dan stres gastritis,
anemia, trombosis vena dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan
Disseminated intravascular coagulation (DIC). Penatalaksanaan luka bakar bersifat
lebih agresif dan bertujuan mencegah perkembangan SIRS, MODS, dan sepsis.

20
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api,
air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah. Saat terjadi
kontak dengan sumber termis (atau penyebab lainnya), berlangsung reaksi kimiawi yang
menguras energi dari jaringan sehingga sel tereduksi dan mengalami kerusakan.
Luka bakar yang disebabkan oleh api adalah etiologi terbanyak (54,9%), diikuti
luka bakar yang disebabkan oleh air panas (29,2%), listrik (12,8%), dan bahan kimia
(3,1%).
Salah satu penyebab terjadinya luka bakar adalah paparan api. Contohnya, yaitu:
 Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian
terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk
terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan
menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
 Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka
bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder
besi atau peralatan masak.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Nina, R. 2008. Efek Penyembuhan Luka Bakar Dalam Sediaan Gel Ekstrak Etanol
70% Daun Lidah Buaya (Aloe Vera L.) pada Kulit Punggung Kelinci New Zealand.
Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
2. Moenadjat, Yefta. 2009. Luka Bakar: Masalah dan Tatalaksana. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
3. Sjamsuhidajat, R., dan W.D. Jong. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed. 4. Penerbit:
EGC. Jakarta.
4. Purwaningsih, Lucia Anik., Elsye Marla Rosa. Muhammadiyah Journal of Nursing:
Respon Adaptasi Fisiologis dan Psikologis Pasien Luka Bakar yang Diberikan
Kombinasi Alternative Moisture Balance Dressing dan Seft Terapi di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
5. Putri, A.K. 2012. Luka Bakar. Universitas Muhammadiyah Malang.
6. Martina, Nungki Ratna., Aditya Wardhana. 2013. Mortality Analysis of Adult Burn
Patients. Jurnal Plastik Rekonstruksi.
7. Asmiralda, A Resvianty. 2014. Luka Bakar. Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Makasar.

22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit merupakan organ tipis yang halus. Tebal kulit bervariasi antara ,1.5-5 mm
bergantung pada letak, umur, gizi, jenis kelamin dan suku. Kulit yang tipis terdapat di
kelopak mata, penis, labium minor, dan bagian dalam lengan atas. Sedangkan kulit yang
lebih tebal terdapat ditelapak tangan, telapak kaki, punggung, dan bokong. Kulit telapak
tangan dan kaki tidak mengandung kelenjar sebasea dan rambut. Pada orang dewasa luas
permukaan kulit sekitar 1,5-2 m2. Sebagai penutup, kulit melindungi tubuh dari trauma
mekanis, radiasi, kimiawi, dan dari kuman infeksius. Asam laktat dalam keringat dan
asam amino hasil perubahan kreatinisasi mempertahankan pH permukaan kulit antara 4-
6 yang akan menghambat pertumbuhan bakteri. Namun, beberapa jenis streptokokus dan
stafilokokus masih dapat hidup komensal di lapisan kreaatin, muara rambut, dan kelenjar
sebaseus.Kulit juga berfungsi sebagai pengindera raba karena mengandung ujung saraf
sensoris di dermis. Fungsi pengaturan suhu tubuh didapat dari adanya dua lapis pleksus
pembuluh darah dermis yang alirannya diatur oleh persarafan otonom. Persarafan
otonom ini juga mengatur fungsi kelenjar keringat. Penguapan keringat akan
mendinginkan kulit.
Luka bakar berat adalah luka yang kompleks. Sejumlah fungsi organ tubuh
mungkin ikut terpengaruh. Luka bakar bisa mempengaruhi otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat juga rusak, kemungkinan adanya
penyumbatan udara, gagal nafas dan henti nafas. Karena luka bakar mengenai kulit,
maka luka tersebut dapat merusak keseimbangan cairan atau elektrolit normal tubuh,
temperatur tubuh, pengaturan suhu tubuh, fungsi sendi, dan penampilan fisik. Sebagai
tambahan terhadap kerusakan fisik yang disebabkan oleh luka bakar, pasien juga bisa
menderita permasalahan psikologis dan emosional yang dimulai sejak peristiwa terjadi
dan bisa bertahan / berlangsung untuk jangka waktu yang lama.Mencegah timbulnya
bekas luka adalah merupakan tujuan utama dari penatalaksanaan luka bakar. Edukasi
pasien secara konsisten dan berulang adalah suatu bagian yang penting dalam terapi
pasien.Penatalaksanaan terhadap edema, penatalaksanaan gangguan nafas,
memposisikan, dan melibatkan pasien dalam aktivitas fungsional dan pergerakan harus
dimulai sejak dini. Kemampuan fungsional pasien setelah terapi tidak akan maksimal
jika pasien tidak secara teratur terlibat dalam pergerakan.(2)

23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kulit


Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15 %
berat badan. Kulit merupakan organ yang essensial dan vital, serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 1,5 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata,
penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat
pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Pembagian kulit secara
garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis (kutikel), lapisan
dermis (true skin) dan lapisan subkutis (hipodermis).
Kulit terdiri dari 3 bagian, yakni epidermis, membran basal dan dermis. Bagian
permukaan dermis disebut bagian papiler. Membran basal adalah sekat antara dermis
dan epidermis, terbentuk dari struktur protein khusus, dan berfungsi melekatkan
epidermis ke dermis. Kerusakan akibat trauma mekanis maupun cacat genetik dan
penyakit dalam sintesis proteinnya dapat menyebabkan epidermis terlepas dari dermis.

Gambar 1. Penampang kulit

24
Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan vaskuler. Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit dan langerhans. Tebal epidermis
berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki.
Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi
setiap 4-6 minggu. Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D
dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan
alergen (sel Langerhans). Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling
atas sampai yang terdalam) :
1. Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang
mati, tidak berinti dan protoplasma nya telah berubah menjadi keratin (sat tanduk).
2. Stratum Lusidum
Lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein
yang disebut eleidin. Tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
3. Stratum Granulosum (lapisan kerotohialin)
Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat
inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak
mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan
kaki.
4. Stratum Spinosum (stratum malphigi)
Disebut pula prickle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang
berbentuk polygonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
Protoplasma nya jernih karena mengandung glikogen dan intinya di tengah. Diantara sel-
sel spinosum terdapat pula sel Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum)
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun seperti pagar (palisade).
Sel-sel ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini mengandung sel
melanosit atau clear cell yang mengandung butir pigmen.
Dermis
Lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Terdiri atas
jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan

25
subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis
terdiri dari dua lapisan :
 Lapisan papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah
 Lapisan retikuler, bagian dibawahnya yang menonjol ke arah subkutan, terdiri
dari serabut-serabut penunjang yaitu kolagen, elastin dan retikulin.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan
elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia
lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang. Hal
ini menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak
keriput. Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung
beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi
Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing
forces dan respon inflamasi.
Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di
tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk
regenerasi.Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

2.2 Definisi Luka Bakar


Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak seperti suhu tinggi misalkan
api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi.Luka bakar ialah luka akibat kulit terpajan
ke suhu tinggi, syok listrik, atau bahan kimia. Luka bakar adalah luka yang diakibatkan
oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh.Panas tersebut mungkin
dipindahkan melalui konduksi atau radiasi. Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh
terutama kulit akibat langsung atau peratara dengan sumber panas (thermal), kimia,
elektrik, dan radiasi luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang
memberikan gejala, tergantung luas, dalam, dan lokasi lukanya.

26
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang di sebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi

2.3 Etiologi Luka Bakar


Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun
tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan
rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia
juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar
dapat dibagi menjadi:
 Paparan api
 Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan.
1. Air pada 1580F (700C) akan menghasilkan suatu luka bakar derajat tiga pada kulit
orang dewasa, kira-kira dalam satu detik dari kontak; pada 1310F (550C), hampir 25
detik untuk menghasilkan luka bakar yang sama
2. Pemanas air hampir seluruh rumah di Amerika berasal dari pengaturan pabrik kira-
kira 1300-1400F, meskipun begitu,unit terbaru sekarang disesuaikan menjadi sekitar
1200F
3. Luka terbakar dapat dibagi menjadi 3 tipe :
a. Luka imersi, yang mana bisa saja karena ketidak sengajaan atau kecerobohan
dirumah. Luka bakar imersi akibat kecerobohan dirumah sering terjadi karena anak kecil
ditempatkan didalam kolam atau bak mandi yang dipenuhi air panas membara, dengan
tujuan untuk mendisiplinkan atau menghukum si anak. Bentuk khas luka bakar dapat
terlihat, sebagai anak yang terrefleksi tenggelam di dalam air. Disekeliling area dari kulit
yang melingkari tiap-tiap daerah lutut tidak terkena karena anak tersebut dipaksa
berjongkok di dalam air. Anak biasanya dipegang diantara tangannya dan ke bawah pada
air membara. Hasil luka bakar menunjukkan bentuk khas dengan tidak terdapat luka di
bawah lututnya, fosa poplitea dan daerah inguinal
b. Luka bakar karena percikan atau tumpahan biasanya tidak disengaja,
disebabkan karena memercikkan, menumpahkan cairan panas ke tubuh. Luka akibat
tumpahan dapat terjadi bila seorang anak kecil menuangkan pot berisi air panas dari
kompor dan cairan tumpah ke seluruh tubuh. Di beberapa bagian kasus, bentuk dari luka

27
bakar harus berhubungan dengan cerita, dengan yang paling berat luka bakarnya dari
kulit kepala atau kepala.
c. Luka bakar hangat biasanya karena ketidaksengajaan. Uap yang sangat panas
dapat menyebabkan luka berat pada mukosa saluran nafas. Pada beberapa kasus, edema
laring masif dapat terjadi, penyebab asfiksia dan kematian
 Uap panas
 Gas panas
 Aliran listrik
 Zat kimia (asam atau basa)
 Radiasi
 Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

2.4 Patofisiologi Luka Bakar


Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada
di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas
menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal
itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka
bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya
cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari
keropeng luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik
dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-
pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila
luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau
uap panas yang terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan
hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak
berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat
oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada
28
keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO,
penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini
sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami
trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik.
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri,
juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan
rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak
yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal
dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman
Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease
dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar.
Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar.
Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh
jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas
dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering
dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik;
akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman
menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan
menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya nanti.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan
terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut
luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil
Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang
dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena
toksin kuman yang menyebar di darah.

29
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen
epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat,
atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut
hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang
dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi
sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis
dapat menurun karena kekurangan ion kalium.
Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang
sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein
menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan
infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan.
Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein
dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan
berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat
yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka
mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan
berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.

2.5 Klasifikasi Luka Bakar


Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,
adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat
tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling
aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan
dakron, selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi
lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar derajat
I, II, atau III:

30
 Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan
untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari
dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul
dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah
sunburn.

 Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih
terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut
misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut.
Dengan adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu.
 Superficial partial thickness :
 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis
 Kulit tampak kemerahan, udem dan rasa nyeri lebih berat daripada luka bakar
grade I
 Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka
 Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda yang basah
 Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena tekanan
 Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu ( bila tidak terkena infeksi ),
tapi warna kulit tidak akan sama seperti sebelumnya.
 Deep partial thickness
 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis

31
 Disertai juga dengan bula
 Permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena variasi dari
vaskularisasi pembuluh darah ( bagian yang putih punya hanya sedikit
pembuluh darah dan yang merah muda mempunyai beberapa aliran darah )
 Luka akan sembuh dalam 3-9 minggu.

 Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau
jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat
menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan
kulit harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun
bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak
intak.

32
2.6 Berat dan Luas Luka Bakar
Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus-kasus dimana
kematian terjadi lambat oleh karena luas dan derajat luka bakar sangat penting
pengaruhnya terhadap prognosis dan manajemen pengobatannya. Untuk perhitungan
luas luka bakar secara tradisional dihitung dengan menggunakan `Rule of Nines` dari
Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang terjadi dapat diindikasikan sebagai
presentasi dari total permukaan yang terlibat oleh karena luka termal. Bila permukaan
tubuh dihitung sebagai 100%, maka kepala adalah 9%, tiap – tiap ekstremitas bagian
atas adalah 9%, dada bagian depan adalah 18%, bagian belakang adalah 18%, tiap-tiap
ekstremitas bagian bawah adalah 18% dan leher 1%. Lihat gambar
Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena relatif luas
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Oleh karena itu, digunakan `Rule of ten` untuk bayi dan `Rule of 10-15-20` dari Lundand
Browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus tersebut adalah luas
telapak tangan dianggap seluas 1%.
Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak korban
dengan api, lamanya pajanan, bahkan pakaian yang digunakan korban pada waktu
terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajat keparahan dan
luasnya luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih banyak energi panas ke
kulit dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih cepat dan
dapat menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang dipakai
kandungan poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang relatif ringan
atau kurang berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah luka bakar yang relatif lebih
kecil bila dibandingkan dengan bahan pintalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa bila
bahan yang dipakai bertambah berat maka daerah yang terbakar akan berkurang. Selain
itu derajat luka bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai korban ketat dan
mengelilingi tubuh.

33
Gambar 4. Perhitungan Luas Luka Bakar
0 – 1 th 5 th

14
18

9 9
9 9
18 18
18 18

16 16
14 14

15 th Dewasa

10 9

9 9 9 9

18 18 18 18

1
18 18 18 18

Tabel 2. Rule of Nines untuk Penatalaksanaan Luka Bakar Pada Permukaan


Tubuh
Struktur Anatomi Area Permukaan
Kepala 9%
Badan Depan 18%
Punggung 18%
Tiap Kaki 18%
Tiap Lengan 9%
Genitalia/perineum 1%

34
2.7 Pembagian Luka Bakar
1. Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas
luka bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III< 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan,
kaki, dan perineum

2.8 Fase Pada Luka Bakar


Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran
nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar
di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti
keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.

35
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini
merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan
masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka)
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan.
Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik,
kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur
tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama
Pembagian zona kerusakan jaringan:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein)
akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis
beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di
daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan
leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan
permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24
jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi
tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang
diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi
zona kedua bahkan zona pertama.

2.9 Indikasi Rawat Inap Pasien Luka Bakar


Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat
inap bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%
2. Luka bakar derajat II > 10%

36
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,
genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama)  risiko signifikan untuk masalah
kosmetik dan kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor
lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi

2.10 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS

2.11 Penatalaksanaan Luka Bakar


Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi
sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat
atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat
tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang
terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih
dipilih daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang
tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka
bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh karena itu, setelah
mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana
jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka
bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi.
Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam
evaluasi awal.

37
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan
radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu
mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas
dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien
adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar
yang mengkonstriksi.
Tatalaksana resusitasi luka bakar
a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
1. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi
obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas
pemelliharaan jalan nafas.
2. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil
dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan
bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
3. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas
yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena
dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat
vasodilator dan modulator sepsis.
4. Perawatan jalan nafas
5. Penghisapan sekret (secara berkala)
6. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan
nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi
umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan
bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu
seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi
asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)

38
7. Bilasan bronkoalveolar
8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi
paru
b. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi
dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan
komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel,
sertameminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan
kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik,
koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang
tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi
fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa
cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
 Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
 Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam
16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada
hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
c. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan
sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian
nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya

39
mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi
sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya
atrofi vili usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat
membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS.
Perawatan luka bakar
Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin
dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan
‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg
setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis
dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua
pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian
morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.
Terapi pembedahan pada luka bakar
3. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7)
pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
d. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan
dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan
berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah
sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah
dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut
ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin
lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan.
e. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi –
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis
yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi
dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
f. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan
banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan
eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro – organisme patogen yang

40
akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat
tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan
melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam
dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting”
(dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi
mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih
dari 3 minggu.
- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh
posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial. Eksisi tangensial
adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai
dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang
digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan
pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson
maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan
untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh
melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat
dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian
larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal
tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya
fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah
perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan
fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full
thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan
pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”. Adapun
keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:

41
- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak,
endpoint yang lebih mudah ditentukan
- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-
saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi
4. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah:
- Menghentikan evaporate heat loss
- Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
- Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka
bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia
yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari
permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan
sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan
kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full
thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit
yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut,
kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor
(seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan
mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari
lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah
dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat
dilakukan dengan mesin ‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly
atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor
(larutan epinefrin) dan juga anestesi. Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai
masalah yang dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan
hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh
karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan
grafting adalah:
- Kulit donor setipis mungkin
- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan
grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :

42
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben
2.12 Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu
faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut
menentukan kecepatan penyembuhan. Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien.
Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS,
infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.

2.13 Komplikasi
Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ Dysfunction
Syndrome (MODS),dan Sepsis
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai
stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi
autoimun, sirosis, pankreatitis, dll.Respon ini merupakan dampak dari pelepasan
mediator-mediator inflamasi (proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam
proses penyembuhan luka, namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi
dan faktor pencetus, respon ini berubah secara berlebihan (mengalami eksagregasi) dan
menyebabkan kerusakan pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi dan
berakhir dengan kegagalan organ terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system
Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ (Multi-system
Organ Failure/MOF).
SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada
pasien luka bakar maupun trauma berat lainnya. Dalam penelitian dilaporkan SIRS dan
MODS keduanya menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan dapat dibuktikan
pula bahwa SIRS sendiri mengantarkan pasien pada MODS.Ada 5 hal yang bisa menjadi
aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection, injury, inflamation, inadequate blood flow,
dan ischemia-reperfusion injury. Kriteria klinik yang digunakan, mengikuti hasil
konsensus American College of Chest phycisians dan the Society of Critical Care
Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut selama
beberapa hari, yaitu:

43
- Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)
- Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)
- Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah
(PaCO2< 32 mmHg)
- Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000 sel/mm3) atau
dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).
Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur
darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan
dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS.
Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi
organ pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat
dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu proses
yang berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan
kondisi lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang berawal
dari SIRS.

44
BAB II
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia.Kulit terdiri dari 3 bagian, yakni epidermis, membran basal
dan dermis. Bagian permukaan dermis disebut bagian papiler.
. Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat langsung atau
peratara dengan sumber panas (thermal), kimia, elektrik, dan radiasi luka bakar adalah
luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan gejala, tergantung luas,
dalam, dan lokasi lukanya.
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun
tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan
rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia
juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar
dapat dibagi menjadi:
 Paparan api
 Scalds (air panas)
1. Air pada 1580F (700C) akan menghasilkan suatu luka bakar derajat tiga pada kulit
orang dewasa, kira-kira dalam satu detik dari kontak; pada 1310F (550C), hampir 25
detik untuk menghasilkan luka bakar yang sama
2. Pemanas air hampir seluruh rumah di Amerika berasal dari pengaturan pabrik kira-
kira 1300-1400F, meskipun begitu,unit terbaru sekarang disesuaikan menjadi sekitar
1200F
3. Luka terbakar dapat dibagi menjadi 3 tipe :
- Luka Imersi
- Luka Bakar Percikan
- Luka Bakar Ketidaksengajaan
 Uap panas
 Gas panas
 Aliran listrik
 Zat kimia (asam atau basa)
 Radiasi
 Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
45
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS
Penatalaksanaan luka bakar Prioritas utama adalah mempertahankan jalan nafas
tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea
dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas
inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah
terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada
pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor.


Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-
5.
2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR,
Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8th ed.
USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.
4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon JM,
Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com. 28
Agusuts 2009.
5. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari
http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html.30Agustus 2009.
6. Scanlon, Valerie C, Buku ajar anatomi dan fisiologi, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2006.
7. Hinchliff, Sue, Kamus Keperawatan, Edisi 17, Jakarta, EGC,1999.
8. Marilynn E Doengoes, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 1999.
9. Brunner & Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol 3, Jakarta, EGC,
2001
10. NANDA, NICNOC, Asuhan Keperawatan, jilid 2, Jakarta, Mediaction publishing,
2013
11. patricia.yulistianty.wordpress.com/2016/02/25/sistemanatomifisiologisistemintegum
endanhigiene/
12. Mutaqin, Arif. 2000. Asuhan Keperawatan Luka Bakar. Jakarta : EGC
13. Corwin. 2001. Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
14. Andra & Yessie. 2013. Kamus Asuhan Keperawatan. Bandung : Sailemba
15. Smeltzer, suzanna. 2002. Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
16. Effendi. 1999. Kamus Asuhan Keperawatan Sistem Integumen. Jakarta : EGC

47
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Luka bakar adalah suatu trauma yang dapat disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia, petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan-jaringan yang lebih
dalam. Dalamnya luka bakar tergantung tinggi panasnya, penyebab dan lamanya kontak
1
dengan kulit.
Luka listrik adalah luka yang disebabkan oleh trauma listrik, merupakan jenis
trauma yang disebabkan oleh adanya persentuhan dengan benda yang memiliki arus
listrik, sehingga dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat berubahnya energi
1,2,3
listrik menjadi energi panas . Umumnya tanda utama trauma listrik adalah luka
bakar pada kulit. Gambaran makroskopis kerusakan kulit yang kontak langsung dengan
sumber listrik bertegangan rendah disebut
electrical mark. Luka listrik biasanya dapat diamati di titik masuk (entry point)
2
maupun titik keluar (exit point ).
Luka listrik adalah kerusakan yang terjadi jika arus listrik mengalir kedalam
tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun menyebabkan terganggunya fungsi
suatu organ dalam tubuh manusia adalah penghantar listrik yang baik. Kontak
1
langsung dengan arus listrik bisa berakibat fatal. Arus listrik yang mengalir ke
dalam tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat membakar dan
menghancurkan jaringan tubuh. Meskipun luka
bakar listrik tampak ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi kerusakan organ dalam
2
yang serius, terutama pada jantung, otot atau otak

48
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Luka listrik adalah luka yang disebabkan oleh trauma listrik, yangmerupakan jenis
trauma yang disebabkan oleh adanya persentuhan dengan bendayang memiliki arus
listrik, sehingga dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibatberubahnya energi
1,2,3
.
listrik menjadi energi panas

2.2. Etiologi
1. Petir
Petir/lightening, adalah muatan listrik statis dalam awan dengan voltase sampai 10
mega volt dan kekuatan arus listrik sampai seratus ribu ampere yang dalam waktu
1/1000-1 detik dilepaskan kebumi.Luka karena petir biasanya terjadi saat seseorang
menjadi bagian atau berada dekat dengan terjadinya petir, secara umum, biasanya
pasien menjdi objek yang paling tinggi dibandingkan sekitarnya atau berada dekat
dengan objek yang tinggi misalnya
4
pohon.
Seseorang yang disambar petir pada tubuhnya terdapat kelainan yang disebabkan oleh
5
faktor arus listrik, faktor panas dan faktor pemindahan udara.
 Efek Listrik
- Ada tanda listrik (electrick mark)
- Aborecence mark : gambaran seperti percabangan pohon oleh karena
vasodilatasi pembuluh darah vena pada kulit akibat bersentuhan dengan petir, gambaran
ini akan menghilang setelah beberapa jam.
 Efek panas
- Rambut, pakaian,sepatu, bahkan seluruh tubuh akan terbakar/hangus
- Metalisasi : Logam yang dikenakan korban akan meleleh ( perhiasan,
arloji)
 Efek ledakan (pemindahan udara)
- Setelah kilat udara setempat menjadi vacum lalu diisi oleh udara kembali
sehingga timbul suara menggelegar/Guntur

49
- Akibat pemindahan udara ini, pakaian korban koyak, korban terlontar
sehingga terdapat luka akibat persentuhan dengan benda tumpul, misalnya abrasi,
kontusi, patah tulang tengkorak, epidural/subdural bleeding
- Bila tidak meninggal mungkin didapatkan : lumpuh, tuli, buta yang
sifatnya sementara.
2. Listrik tegangan Tinggi AC
Pada kasus ini tegangan listrik lebih dari 600 volt. Luka listrik karena tegangan tinggi
sering terjadi pada saat terdapat objek yang bersifat konduktif disentuh yang
4
tersambung dengan sumber listrik bertegangan tinggi.
3. Listrik tegangan rendah AC
Tegangan rendah adalah 600 volt atau kurang dari 600 volt. Tegangan rendah biasanya
menyebabkan luka bakar pada area yang mengalami kontak langsung dengan sumber
listrik tetapi tidak menumbulkan kerusakan yang terlalu dalam pada lapisan kulit dan
4
beresiko terjadinya henti jantung.
4. Arus searah (DC)
Luka listrik karena arus searah misalnya terjadi saat laki-laki usia muda secara tidak
sengaja menyentuh rel kereta dari sebuah kereta listrik yang sedang berjalan.Arus
searah (DC) kurang berbahaya dibanding arus bolak- balik (AC); arus dari 50-80
mA AC dapat mematikan dalam hitungan detik, dimana 250 mA DC dalam waktu yang
sama sering dapat selamat.
Arus bolak- balik adalah 4-6 kali menyebabkan kematian, sebagian karena efek
bertahan, yang merupakan hasill dari spasme otot tetanoid dan mencegah korban
lepas dari konduktor hidup.
Luka bakar listrik bisa terjadi luka bakar ringan sampai kematian, tergantung
kepada:
1. Jenis aliran listrik
Kejadian kecelakaan karena tersengat arus listrik pada manusia lebih sering
dikarenakan arus bolak-balik (AC) dibandingkan arus searah (DC). Manusia lebih
sensitif terhadap arus AC dibandingkan arus DC (sekitar 4-6 kali). Arus DC
menyebabkan satu kontraksi otot. Sedangkan arus AC menyebabkan kontraksi yang
kontinyu (tetani) dapat mencapai 40-110 kali/detik, sehingga menyebabkan luka yang
lebih parah. Pada tegangan rendah, arus searah tidak berbahaya dibanding arus bolak-
balik dengan ampere yang sama. Sebaliknya, pada tegangan tinggi, arus searah

50
lebih berbahaya. Efek AC pada tubuh manusia sangat tergantung kepada kecepatan
berubahnya arus (frekuensi), yang diukur dalam satuan siklus/detik (hertz).
Arus frekuensi rendah (50-60 hertz) lebih berbahaya dari arus frekuensi tinggi dan
3-5 kali lebih berbahaya dari DC pada tegangan dan kekuatan yang sama. AC sebesar
60 hertz menyebabkan otot terpaku pada posisinya, sehingga korban tidak dapat
melepaskan genggamannya dari sumber listrik. Akibatnya korban terkena sengatan
listrik lebih lama sehingga terjadi luka bakar yang berat. Arus DC dipakai dalam
industri yang menggunakan proses elektrolisa, misalnya pada pemurnian dan pelapisan
atau penyepuhan logam. Juga digunakan pada telepon (30-50 volt) dan kereta listrik
(600-1500 volt). Arus AC digunakan di rumah-rumah dan pabrik, biasanya
menggunakan tegangan
110 volt atau 220 volt.
2. Tegangan (Voltage)
Dikenal ada 2 macam tegangan :
a. Tegangan rendah (low voltage)
b. Tegangan tinggi (high voltage)
Batasnya ditetapkan pada 1000 volt. Tegangan tinggi dapat menyebabkan kematian
mendadak akibat dari henti jantung (cardiac arrest), tetapi untuk tagangan rendah
6
(110-380 V, arus searah 50-60 Hz) kematian biasanya akibat dari fibrilasi ventrikel
3. Kuat arus (Intensitas)
Kekuatan arus listrik diukur dalam ampere.1 miliampere (mA) sama dengan
1/1,000 ampere. Kuat arus dapat dihitung dari tegangan (volt) dibagi dengan tahanan
(Ohm). 10 mA dapat menimbulkan rasa tidak enak (unpleasant sensation). 10-60 mA
dapat menghilangkan kontrol otot-otot dan dapat menyebabkan asfiksia. Kuat arus
lebih dari 60 mA dan berlangsung lebih dari
1 detik dapat menimbulkan fibrilasi ventrikel. Arus 60-80 mA atau 200-250 mA
pada DC adalah berbahaya bagi manusia. Jika arus langsung mengalir ke jantung,
misalnya melalui sebuah pacemaker, maka bisa terjadi gangguan irama jantung
meskipun arus listriknya jauh lebih rendah (kurang dari 1 mA). Lobl O mengatakan
bahwa kuat arus sebesar 30 mA adalah batas atas ketahanan seseorang, pada 40 mA
dapat menimbulkan hilangnya kesadaran. Kematian akan terjadi pada kuat arus sebesar
100 mA atau lebih.

51
4. Ketahanan tubuh terhadap arus listrik (Resistensi)
Resistensi adalah kemampuan tubuh untuk menghentikan atau memperlambat
aliran arus listrik (satuan: Ohm). Tahanan tubuh manusia terhadap arus listrik tergantung
dari banyaknya kandungan air pada jaringan tersebut. Urutan tahanan jaringan dimulai
dari yang paling rendah adalah saraf, pembuluh darah, otot, kulit, tendo, dan tulang.
Tahanan kulit + 500-10.000 Ohm.
Kulit yang kering mempuyai tahanan antara 2000-3000 Ohm, sedangkan kulit
yang basah mempunyai tahanan sekitar 500 Ohm. Resistensi kulit yang tertusuk atau
tergores atau resistensi selaput lendir yang lembab (misalnya mulut, rektum atau
vagina), hanya separuh dari resistensi kulit utuh yang lembab. Resistensi dari kulit
telapak tangan atau telapak kaki yang tebal adalah
100 kali lebih besar dari kulit yang lebih tipis.
Arus listrik banyak yang melewati kulit, karena itu energinya banyak yang
dilepaskan di permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka permukaan luka bakar
yang luas dapat terjadi pada titik masuk dan keluarnya arus, disertai dengan hangusnya
jaringan diantara titik masuk dan titik keluarnya arus listrik.

52
Tergantung kepada resistensinya, jaringan dalam juga bisa mengalami luka bakar.

5. Aliran arus listrik (path of current)


Aliran arus listrik adalah tempat-tempat pada tubuh yang dilalui oleh arus listrik sejak
masuk sampai meninggalkan tubuh. Letak titik masuk arus listrik (point of entry) dapat
pada setiap titik dari tubuh korban, tetapi karena adanya titik keluar yangg juga dapat
berbeda-beda, maka efek dari arus listrik tersebut bervariasi dari yang ringan sampai berat.
Jaffe (1928) mengatakan bahwa apabila arus listrik masuk dari sebelah kiri bagian tubuh
lebih berbahaya daripada apabila masuk dari sebelah kanan. Schridde (1936) mendapatkan
88% kematian setelah adanya kontak antara konduktor dengan tangan kiri. Bahaya terbesar
bisa timbul apabila jantung atau otak berada dalam posisi aliran dari arus listrik tersebut .
Arus listrik paling sering masuk melalui tangan, kemudian kepala dan paling sering keluar
dari kaki. Arus yang melewati kepala bisa menyebabkan:
a. Kejang.
b. Pendarahan otak.
c. Kelumpuhan pernapasan.
d. Perubahan psikis (misalnya gangguan ingatan jangka pendek, perubahan kepribadian,
mudah tersinggung dan gangguan tidur)
e. Irama jantung yang tidak beraturan.
f. Kerusakan pada mata bisa menyebabkan katarak.

6. Lamanya terkena arus listrik


Semakin lama terkena listrik maka semakin banyak jumlah jaringan yang mengalami
kerusakan.

2.3. Klasifikasi
8
Luka bakar listrik dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Kontak langsung pemanasan elektrothermal
b. Kontak tidak langsung
 bunga api listrik (arc)
 nyala api listrik (flame)
 kilatan listrik (flash)

53
Pemanasan jaringan sekunder untuk menyebabkan arus luka bakar electrothermal.
Biasanya luka bakar ini adalah hasil dari aliran listrik bertegangan rendah pada daerah
yang terbatas. Aliran yang terus-menerus saat ini dapat menyebabkan luka bakar yang
signifikan di mana saja di sepanjang jalan saat ini. Biasanya lesi kulit luka bakar
8
electrothermal yang berbatas tegas, deep- parsial untuk luka bakar full-thickness .
Yang paling merusak dari cedera tidak langsung terjadi ketika korban
terkena dari percikan bunga listrik. Bunga api listrik adalah percikan yang terbentuk antara
dua benda bertegangan yang tidak bersentuhan satu sama lain, biasanya merupakan sumber
yang bertegangan tinggi dan tanah. Karena suhu bunga api listrik adalah sekitar 2500 °C,
menyebabkan luka bakar yang sangat mendalam pada titik di mana terjadi kontak dengan
kulit. Dalam keadaan lengkung, luka bakar dapat disebabkan oleh panas dari busur itu
sendiri, pemanas electrothermal akibat arus aliran, atau dengan api yang dihasilkan dari
8
pembakaran pakaian .

1
Gambar 1. Wallence Rule of Nines

Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh atau
Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine
atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang
dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak
dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu ditekankan pada umur
8
15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

54
2,8
Bedasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn Association
a. Luka Bakar Ringan
1. Luka bakar derajat II < 5%
2. Luka bakar derajat II 10% pada anak
3. Luka bakar derajat II < 2%
b. Luka Bakar Sedang
1. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa.
2. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
3. Luka bakar derajat III < 10%
c. Luka Bakar Berat
1. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
2. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak iii. Luka bakar derajat III
10% atau lebih
3. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan genitalia/perineum.
4. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

2.4 Patofisiologi
Secara umum, energi listrik membutuhkan aliran energi (elektron- elektron) dalam
perjalanannya ke objek. Semua objek bisa bersifat konduktor (menghantarkan listrik) atau
resistor (menghambat arus listrik). Kulit berperan sebagai penghambat arus listrik yang
alami dari sebuah aliran listrik. Kulit yang kering memiliki resistensi sebesar 40.000-
100.000 ohm. Kulit yang basah memiliki resistensi sekitar 1000 ohm, dan kulit yang
tebal kira-kira sebesar
2.000.000 ohm. Anak dengan kulit yang tipis dan kadar air tinggi akan menurunkun
resistensi, dibandingkan orang dewasa. Tahanan dari alat-alat tubuh bagian dalam
diperkirakan sekitar 500-1000 ohm, termasuk tulang, tendon, dan lemak memproduksi
tahanan dari arus listrik. Pembuluh darah, sel saraf, membran mukosa, dan otot adalah
penghantar listrik yang baik. Dengan adanya luka listrik , pada sayatan melintang akan
memperlihatkan kerusakan
9
jaringan.
Elektron akan mengalir secara abnormal melewati tubuh yang menyebabkan perlukaan
ataupun kematian dengan cara depolarisasi otot dan saraf, menginisiasi aliran listrik
abnormal yang dapat menggangu irama jantung dan otak, atau produksi energi listrik

55
menyebabkan luka listrik dengan cara pemanasan yang menyebabkan nekrosis dan
5
membentuk porasi (membentuk lubang di membran sel).

Aliran sel yang melewati otak, baik tegangan tinggi atau tegangan
rendah, dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan secara langsung menyebabkan
depolarisasi sel-sel saraf otak. Arus bolak balik dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel jika
aliran listrik melewati daerah dada. Hal ini dapat terjadi saat aliran listrik mengalir dari
9
tangan ke tangan, tangan ke kaki, atau dari kepala ke tangan/kaki.

2.5. Gejala Klinis


Gejalanya tergantung kepada interaksi yang rumit dari semua sifat arus listrik. Suatu
kejutan dari sebuah arus listrik bisa mengejutkan korbannya sehingga dia terjatuh atau
menyebabkan terjadinya kontraksi otot yang kuat. Kedua hal tersebut bisa mengakibatkan
dislokasi, patah tulang dan cedera tumpul. Kesadaran bisa menurun, pernafasan dan denyut
jantung bisa lumpuh. Luka bakar listrik bisa terlihat dengan jelas di kulit dan bisa meluas
ke jaringan yang lebih dalam.
1. Kepala dan Leher
Kepala adalah titik kontak utama untuk cedera tegangan tinggi, dan pasienmungkin
menunjukkan luka bakar serta kerusakan neurologis. Katarak timbul di sekitar 6 % kasus
cedera tegangan tinggi, terutama bila tersengat listrikdi sekitar kepala. Meskipun katarak
mungkin hadirlebih cepat atau lambat setelah kecelakaan itu, katarak biasanya muncul
beberapa bulansetelah kejadian. Ketajaman visual dan pemeriksaan funduskopi harus
dilakukanpada kemudian hari. Pasien harus segera dirujuk ke dokter mata untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya katarak ini.
2. Sistem kardiovaskular
Serangan jantung, baik dari detak jantung atau fibrilasi ventrikel, adalah kondisi umum
yang akan terjadi dalam kecelakaan listrik. Pada Elektrokardiografi (EKG) ditemukan
sinus takikardi, sementara elevasi segmen ST, QT reversibelsegmen perpanjangan,
kontraksi ventrikel prematur, fibrilasi atrium, danbundel branch block. Infark miokard akut
dilaporkan tetapi relatif jarang.
Kerusakan otot rangka dapat menghasilkan peningkatan fraksi CPK- MB, mengarah
pada diagnosis palsu infark miokard dalam beberapa pengaturan.

56
3. Kulit
Selain serangan jantung, luka yang paling dahsyat yang terjadi saat cedera listrik
adalah kulit terbakar, yang paling parah pada luka masuk dan tubuh yang kontak dengan
tanah. Bagian tubuh yang paling sering dari terkena kontak dengan sumber listrik ialah
tangan dan tengkorak. Daerah yang paling
sering dari tanah adalah tumit. Seorang pasien mungkin memiliki beberapa luka
masuk dan titik kontak dengan tanah. Luka bakar di listrik yang parah sering muncul
keluhan seperti rasa sakit, depresi, kuning abu-abu, belang- belang daerah dengan
pusat nekrosis, atau daerah yang mengeras seperti mumi. Arus tegangan tinggi
seringmengalir pada internal tubuh dan dapat membuat kerusakan otot besar. Jika kontak
dalam singkat. Namun, arus minimal mungkin terjadi dan kerusakan kulit terlihat
mungkin mewakili hampir semua kerusakan. Seseorang sebaiknya tidak mencoba untuk
memprediksi jumlah kerusakan jaringan di bawahnya dari jumlah keterlibatan kulit.
Cedera listrik yang paling umum terlihat pada anak-anak kurang dari 4 tahun adalah mulut
luka bakar yang terjadi dari mengisap pada kabel ekstensi listrik rumah tangga. Luka-luka
bakar biasanya merupakan luka bakar busur lokal, mungkin melibatkan orbicularis oris
otot, dan sangat mengkhawatirkan ketika komisura yang terlibat karena dari
kemungkinan deformitas kosmetik. Sebuah risiko yang signifikan pendarahan tertunda
dari arteri labial ada ketika memisahkan escar. Kerusakan pertumbuhan dilaporkan , dan
biasanya dirujuk ke bedah mulut.
Pada kulit terjadi escar yang bisa menyebabkan timbulnya sindrom kompartemen.
Syndrom kompartemen adalah suatu kondiri dimana terjadi peningkatan tekannan
insterstitial pada kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan
berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen pada jaringan.

Gejala klinis yang umumnya ditemukan pada sindroa kompartemen meliputi:


1. Pain : nyeri pada saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena
2. Pallor: kulit terasa dingin jika dipalpasi, warna kulit biasanya pucat
3. Parastesia: biasanya terasa panas dan gatal pada daerah lesi
4. Paralisi: diawali dengan ketidak mampuan untuk menggerakkan sendi
5. Pulselesness: berkurang atau hilangnya denyut nadi akibat adanya gangguan
perfusi arterial.

57
Dalam cedera tegangan tinggi, nekrosis otot dapat meluas ke tempat yang jauh dari luka
kulit yang terlihat, dan kompartemen sindrom terjadi sebagai akibat dari pembuluh
darahiskemia dan edema otot. Dekompresi fasciotomy atau amputasi sering diperlukan
karena kerusakan jaringan yang luas.

4. Ekstrimitas
Pelepasan mioglobin yang banyakdari otot yang rusak dapat menyebabkan kerusakan
Myoglobinuria. Vaskular ginjal dari energi listrik bisa menjadi jelas setiap saat isi ulang
kapiler harus dikaji dan didokumentasikan dalam semua ekstremitas, dan pemeriksaan
neurovaskular harus sering diulang. Karena arteri adalah sistem high-flow, panas dapat
hilang cukup baik dan menyebabkan sedikit kerusakan awal jelas tapi hasilnya dalam
kerusakan berikutnya. Pembuluh darah, di sisi lain, adalah sistem aliran rendah, yang
memungkinkan energi panas untuk menyebabkan pemanasan lebih cepat dari darah,
dengan akibat trombosis . Akibatnya, ekstremitas mungkin muncul pembengkakan pada
awalnya. Dengan luka parah, seluruh ekstremitas mungkin muncul pengerasan ketika
semua elemen jaringan, termasuk arteri, mengalami koagulasi nekrosis. Kerusakan pada
dinding pembuluh pada saat cedera juga dapat mengakibatkan tertundatrombosis dan
perdarahan, terutama dalam arteri kecil pada otot.

2.6. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

1. Untuk memantau denyut jantung korban dilakukan pemeriksaan EKG


(elektrokardiogram). Jika diperkirakan jantung telah menerima kejutanlistrik, pemantauan
EKG dilakukan selama 12-24 jam.
2. Jika korban tidak sadar atau telah mengalami cedera kepala, dilakukan CT scan
untuk memeriksa adanya kerusakan pada otak.

2.7. Penanganan Luka Bakar


Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga penatalaksanaannya secara
umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang diterapkan menurut Advanced Trauma
Life Support (ATLS) secara khusus menurut Advanced Burn Life Support (ABLS)
dijabarkan sebagai berikut.

58
2.7.1 Survei primer
1. Penilaian jalan nafas (Airway)
Penilaian jalan nafas harus diperhatikan sejak awal pasien diterima dan harus dipastikan
bahwa tidak ada hambatan jalan napas. Manuver chin lift, jaw thrust, pemasangan
oropharingeal tube pada pasien tidak sadar atau pertimbangan pemasangan endotrakeal
tube dapat dilakukan untuk pembebasan jalan napas. Memposisikan pasien dalam posisi
in-line dengan proteksi servikal juga harus dilakukan sebelum melakukan tindakan yang
lain. Perhatian utama status pernafasan pasien yang berhubungan dengan dan atau asap/sisa
pembakaran yang terhisap ialah cedera inhalasi, hal ini dapat
dicurigaijika didapati tanda klinis seperti :
 Luka bakar yang mengenai wajah dan atau leher
 Terbakarnya alis mata dan rambut hidung
 Dijumpainya deposit karbon pada mulut dan atau hidung dan pada sputum
(Carbonaceous sputum)
 Terdapat tanda-tanda radang akut daerah orofaring, seperti eritema
 Suara Serak
 Ledakan yang disertai api yang mengenai kepala dan badan
 Kadar dari carboxyhemoglobin lebih dari 10 % pada pasien luka bakar
 Adanya penurunan kesadaran pada pasien.
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan nafas
sebelumnya, cedera jalan nafas yang ada sekarang, dan tanda-tanda obstruksi jalan
nafas.Meskipun jalan nafas pasien tampak normal, perlu dipertimbangkan untuk
melakukan intubasi endotrakeal terutama jika ditemukan tanda - tanda cedera
inhalasi. Indikasi pemasangan intubasi dengan segera ketika dijumpai stridor dan luka
bakar yang mengenai sekeliling leher karena dapat menyebabkan pembengkakan di
jaringan jalan napas.
2. Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Ventilasi membutuhkan paru, dinding dada, dan diafragma dalam keadaan yang fungsional
dan harus dievaluasi pada survey primer
 Melihat dinding dada atau diafragma mengembang
 Mendengar dan merasakan suara napas.
 Memberikan terapi oksigen high flow15 L pada setiap pasien dengan
menggunakan masker non-rebreathing.

59
Gangguan mekanisme bernapas harus lebih diperhatikan pada kasus-kasus seperti:
 Hipoksia yang mungkin berhubungan dengan trauma inhalasi, adanya skar
melingkar di dinding dada dan atau adanya cedera toraks (misal pneumotoraks,
hematoraks, fraktur tulang iga) yang menyebabkan ventilasi tidak adekuat. Adanya
luka bakar pada anterior atau lateral dada yang menyebabkan restriksi pergerakan dada
tindakan escharotomy mungkin dibutuhkan.
 Keracunan karbon monosida terutama pada pasien yang terbakar pada ruangan
tertutup. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
kadarcarboxyhemoglobin(HbCO) pasien dengan kadar HbCO dibawah 20% masih
belum menunjukkan gejala klinis dan tanda warna kulit berwarna cherry-redsangat
jarang ditemukan hanya dapat ditemukan saat pasien hampir mati.
 Cedera inhalasi asap. Terinhalasinya bahan pembakar termasuk partikel karbon dan
uap toksik dapat menyebabkan inflamasi (capillary leakage) sehingga terjadi gangguan
difusi oksigen.
Pada pasien dengan kondisi hemodinamik yang stabil dan tidak terdapatnya cedera

spinal dapat dilakukan peninggian kepala dan dada setinggi 30o untuk mengurangi
edema pada leher dan dada.

3. Penilaian sirkulasi (Circulation)


Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada penatalaksanaan ABC pada
kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan gangguan mekanisme
bernafas).
Perhatian utama pada adanya manifestasi klinis syok hipovolemik intravaskular dan syok
selular yang timbul pada luka bakar (yaitu: gangguan kesadaran, pucat, takikardia, nadi
cepat, dan tidak teratur disertai pengisian kapilar yang tidak adekuat atau uji pengisian
kapilar >2 detik, suhu tubuh turun naik).
Resusitasi awal pada pasien luka bakar menggunakan cairan ringer laktat dengan total
cairan yang dibutuhkan disesuaikan dengan kebutuhan, menggunakan rumus 2 sampai 4 ml
ringger laktat perkilogram berat badan dikali luas permukaan luka bakar yang diberikan
dalam 24 jam pertama untuk menjaga volume cairan yang adekuat.
Perhitungan cairan dalam 24 jam pertama, hitung kebutuhan cairan. Berikan ½ dari
total kebutuhan cairan dalam waktu 8 jam pertama dan sisanya
16 jam berikutnya.

60
Contoh: untuk pasien dengan berat badan 100 kg dengan luka bakar 80%. Total
cairan dalam waktu 24 jam pertama
= 2-4 x 80 x 100 = 16.000 – 32.000 mL dalam 24 jam
= 8.000 – 16.000 mL dalam 8 jam pertama (1.000 - 2.000 mLper-jam) dan sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Pada anak cairan yang diberikan Ringer Laktat : Dextran = 17 : 3 dengan total cairan 2 cc
x berat badan x % luas luka bakar ditambah kebutuhan faali diberikan ½ pada 8 jam

pertama sisanya pada 16 jam berikutnya13.


Kebutuhan faali :

< 1 Tahun : berat badan x 100 cc


1-3 Tahun : berat badan x 75 cc
3-5 Tahun : berat badan x 50 cc

Pada hari ke-2 total cairan yang diberikan pada dewasa ½ dari total cairan pertama
dan pada anak diberi sesuai dengan kebutuhan faali.
Formula cairan resusitasi ini hanya perkiraan kebutuhan cairan awal yang dibutuhkan dan
tetap harus disesuaikan dengan respon pasien. Target cairan yang diberikan berdasarkan
urin output0,5 mL/KgBB/jam untuk anak dan 1 mL/KgBB/jam untuk anak < 30 Kg, ketika
target cairan belum tercapai maka pemberian cairan harus ditambah sampai target
urin output terpenuhi. Pemberian cairan berdasarkan perhitungan pada waktu terjadinya
luka bakar, bukan pada waktu dimulainya resusitasi.
Adanya disritmia jantung mungkin tanda awal dari hipoksia, gangguan elektrolit ataupun
gangguan asam-basa sehingga pemasangan elektrokardiogram (EKG) harus dipantau.
Pada kasus luka bakar listrik gangguan aritmia jantung dapat terjadi akibat listrik yang
mengalir sehingga dibutuhkan monitoring terhadap EKG jantung. Adanya kontraksi otot
secara paksa akibat aliran listrik dapat menyebabkan kerusakan pada otot, tulang bahkan
termasuk tulang vetebra.
Mioglobin yang terlepas akibat rabdomiolisis dapat menyebabkan gagal ginjal akut yang
ditandai dengan urin yang berwarna kemerahan ataupun gelap. Pada kasus luka bakar
listrik target cairan harus diperbanyak mencapai 100 mL/jam pada dewasa dan pada anak 2
mL/jam pada anak < 30 Kg.

61
2.7.2 Survei Sekunder
Komponen utama secondary survey adalah anamnesis, pemeriksaan fisik ulang,
dokumentasi, pemeriksaan laboratorium dan radiologi, pemeliharaan sirkulasi perifer
pada daerah yang terbakar, pemasangan NGT, kontrol infeksi dan penanganan nyeri,
pengaturan nutrisi dan perawatan luka.

1. Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan berupa :
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M: Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.

2. Pemeriksaan fisik
Untuk menentukan rencana pengobatan pasien selanjutnya, pemeriksa harus dapat
menentukan derajat keparahan dan kedalaman luka bakar, memeriksa adanya trauma lain,
dan melakukan pengukuran berat badan pasien.

3. Pemeriksaan penunjang
Ambil contoh darah untuk pemeriksaan darah lengkap, golongan darah dan crossmatch,
kadar karboksihemoglobin, gula darah, elektrolit, analisa gas darah. Pemeriksaan foto

toraks dapat dilakukan beberapa kali jika diperlukan.

4. Sirkulasi perifer pada daerah luka bakar


Fungsi memantau sirkulasi perifer pada pasien dengan luka bakar adalah untuk
mencegah terjadinya sindrom kompartemen. Sindrom komparemen disebabkan oleh
peningkatan tekanan didalam kompartemen yang mempengaruhi perfusi pada jaringan-
jaringan didalam kompartemen tersebut. Pada ekstremitas, perfusi pada otot di dalam
kompartemen adalah perhatian utama. Tekanan kompartemen lebih dari 30 mmHg
dapat menyebabkan nekrosis otot. Jika pulsasi nadi pada daerah ekstremitas telah hilang,
akan sulit

62
untuk mencegah terjadinya nekrosis otot. Karena itu, pemeriksa harus
mengetahui tanda-tanda sindrom kompartemen, yaitu meningkatnya nyeri pada
gerakan pasif dan melemahnya pulsasi distal atu gejala klinis yang terjadi pada syndrome
kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:
1. Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma
langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya
nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau
memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen
merupakan gejala yang spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat)
Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis
Jika diduga terjadi sindrom kompartemen, ukur tekanan kompartemen dengan
memasukkan jarum yang dihubungkan dengan monitor tekanan arteri atau sentral ke dalam
kompartemen. Jika tekanan >30 mmHg, maka perlu dilakukan escharatomy.
Untuk menjaga sirkulasi perifer pada pasien dengan luka bakar, seluruh aksesoris pada
ekstremitas perlu dilepaskan. Selain itu, penting untuk menilai status sirkulasi distal,
periksa apakah ada sianosis, CRT yang memanjang, dan gejala-gejala neurologis, seperti
parestesia. Penilaian pulsasi perifer pada pasien dengan luka bakar paling baik
dilakukan dengan Doppler Ultrasonic flow meter.
5. Pemasangan NGT
Melakukan pemasangan NGT dan bila perlu dengan suction apabila pasien mengalami
mual, muntah, atau distensi abdomen, atau jika terdapat luka bakar lebih dari 20% total
BSA. Dalam hal merujuk pasien, NGT perlu dipasang untuk mencegah terjadinya

aspirasi.
6. Kontrol Infeksi dan Penanganan Nyeri
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang banyak dipakai
adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas. Bila ada infeksi,
antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan kuman.Antibiotik topikal
tidak dibutuhkan dalam luka bakar kecil dan luka bakar derajat I. Namun pada luka bakar

63
derajat lebih dari II dan luka bakar yang dalam, dibutuhkan pemberian antibiotik sesegera
mungkin sambil menunggu hasil kultur. Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan
opiat melalui intavena dalam dosis serendah mungkin yang menghasilkan analgesia yang
adekuat namun tanpa disertao hipotensi. Selanjutnya, diberikan
pencegahan tetanus berupas ATS dan/atau toksoid.
7. Nutrisi
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan
nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak
2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Pada masa kini, tiap unit luka bakar
sudah menerapkan pemberian dini nutrisi enteral melalui selang nasogastrik untuk
mencegah terjadinya ulkus Curling dan memenuhi kebutuhan status
hipermetabolisme yang tarjadi pada fase akut luka bakar.
Nutrisi enteral ini diberikan melalui selang nasogastrik yang sekaligus berfungsi
untuk mendekompresi lambung.Penderita yang sudah mulai stabil keadaanya memerlukan
fisioterapi untuk memperlancar peredaran darah dan
mecegah kekauan sendi.
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari orang normal
karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan hipermetabolik. Kondisi yang
berpengaruh dan dapat memperberat kondisihipermetabolik yang ada adalah:
- Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa
bebas lemak.
- Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit
ginjal dan lain-lain.
- Luas dan derajat luka bakar
- Suhu dan kelembaban ruangan (memepngaruhi kehilangan panas melalui
evaporasi)
- Aktivitas fisik dan fisioterapi
- Penggantian balutan
- Rasa sakit dan kecemasan
- Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.

Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal adalah dengan
mengukur kebutuhan kalori secara langsung menggunakan indirek kalorimetri karena alat
ini telah memperhitungkan beberapa faktor seperti BB, jenis kelamin, luas luka bakar, luas

64
permukan tubuh dan adanya infeksi. Untuk menghitung kebutuhan kalori total harus
ditambahkan faktor stress sebesar 20-30%. Tapi alat ini jarang tersedia di rumah sakit.
Yang sering di rekomendasikan adalah perhitungan kebutuhan kalori basal dengan
formula HARRIS BENEDICK yang melibatkan faktor BB, TB dan Umur. Sedangkan
untuk kebutuhan kalori total perlu dilakukan modifikasi formula dengan menambahkan
faktor aktifitas fisik dan faktor stress.

Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu perhatian


khusus karena kurangnya asupan kalori akan berakibat penyembuhan luka yang lama
dan juga meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas. Disisi lain, kelebihan asupan
kalori dapat menyebabkan hiperglikemi, perlemakan hati.
Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa metode
yaitu : oral, enteral dan parenteral.
Untuk menentukan waktu dimualinya pemberian nutrisi dini pada penderita luka bakar,
masih sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam
pascatrauma.

2.8. Komplikasi
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi pada saat perawatan
kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan grafting. Komplikasi
yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis, dan MODS. Selain itu,
komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi, dam
perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi akut
tubular nekrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi
yang paling sering terjadi, hal ini disebabkan oleh, infeksi dan robeknya graft. Pada fase
lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut
hipertropik, keloid, dan kontraktur. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan
menyebabkan kekakuan sendi.

65
BAB III
KESIMPULAN

Listrik berasal dari muatan elektron yang melewati potensial gradien dari gradien tinggi ke
gradien rendah melewati suatu penghantar atau konduktor. Luka bakar listrik dapat
disebabkan oleh listrik tegangan tinggi, tegangan rendah dan petir. Luka bakar listrik dapat
menghasilkan luka yang sedikit tetapi mengenai lapisan kulit yang dalam. Primary survey
luka bakar listrik sama dengan luka bakar pada umumnya kemudian perhatikan juga
kemungkinan terjadinya henti jantung, mioglobinuria karena gagal ginjal dan gejala
compartment syndrome. Komplikasi luka bakar listrik dapat mengenai ginjal, septik,
jantung, saraf dan manisfestasi okuler.

66
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, et all, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta, 2000; p 218, 222-223

Sjamsuhidajat R, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2 ECG, Jakarta, 2004; p
75-83

Babik J, Sandor, Sopko., Electrical Burn Injuries [online] [cited on 2008 March

26th]; Annals of Burns and Fire Disasters vol.11.no.3;p153


available

at:http://www.medbc.com/annals/review/vol_11/num_3/text/vol11n3 p153.htm

Ramdhani M., Konsep Rangkaian Listrik. at : http://www.bsn.or.id/files/sni/SNI04-


6267.446-2003.pdf

Subrahmanyam., Electrical Burn Injuries Annals of Burns and Fire Disasters


vol.17.no.3; p9 available at :
http://www.medbc.com/annals/review/vol_17/num_1/text/vol17n1p9.asp

Cushing & Tracy A. Electrical Injuries [Internet].


Emedicine.medscape.com.2010.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/770179-overview

Menkes RI, 2015. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Tingkat
Pertama. Jakarta.

Jong, W.D., dan Sjamsujidajat, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. EGC. Jakarta.

Hettiararchy, S. and Dziewulski, P. Pathophysiology and types of burns. BMJ. 2004.


June 12; 328(7453):1427-9

67
BAB 1
PENDAHULUAN

Berbagai macam bahan kimia dapat menyebabkan luka bakar pada kulit dan mata
serta memberi efek sistemik baik karena absorbsi atau inhalasi, pengobatan dibutuhkan di
sebagian besar kasus-kasus medis atau bedah. Mengingat sifat dari agen yang terlibat dan
jenis cedera (kedalaman, trauma paru-paru, keterlibatan mata, dll) .
Lebih dari 25.000 bahan kimia yang biasa digunakan dalamindustri, pertanian,
pembersih rumah dan lain-lain, dan banyak bahan kimia telah diidentifikasi memiliki
potensi untuk menyebabkan luka bakar. Hal ini membuat resiko kecelakaan akibat bahan
kimia di rumah ataupun industri menjadi sangat besar. Pengetahuan tentang potensi
kecelakaan akibat agen kimia sangat rendah di masyarakat, sedangkan di industri sering
diremehkan. Ditahun-tahun sebelumnya, penggunaan bahan kimia mengalami peningkatan
yang signifikan, terutama untuk wanita, penggunaan kosmetik berbahan kimia di wajah
dan tubuh. Di sisi lain, ketidakstabilan internasional di beberapa daerah tempat terjadinya
konflik dan perang penggunaan senjata kimia mengalami peningkatan yang signifikan.
Dalam beberapa tahun terakhir dilaporkan peningkatan angka cedera dan kecacatan akibat
paparan fosfor putih. . Luka bakar kimia dapat menjadi dilema bagi dokter dalam
mengelola kasus tersebut. Penilaian tingkat luka bakar sering sulit dan keputusan mengenai
tatalaksana dan penanganannya tidak selalu jelas.

68
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI KULIT


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan
organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh,
pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi.
Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis
kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian
medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki,
punggung, bahu dan bokong.
Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benteng pertahanan terhadap
bakteri, virus dan jamur. Kehilangan panas dan penyimpanan panas diatur melalui
vasodilatasi pembuluh darah kulit atau sekresi kelenjar keringat. Setelah kehilangan
seluruh kulit,maka ciran tubuh yang penting akan menguap dan elektrolit-elektrolit yang
penting akan menghilang dari tubuh, akan menguap dan lektrolit-elektrolit akan hilang
dalam beberapa jam saja. Contoh dari keadaan ini adalah penderita luka bakar. Bau yang
sedap atau tidak sedap dari kulit berfungsi sebagai pertanda penerimaan atau penolakan
sosial dan seksual. Kulit juga merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan
nikmat berkat jalinan ujung-ujung saraf yang bertautan.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam
yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan
jaringan ikat
Secara anatomis kulit tersusun atas 3 lapisan pokok terdiri dari :
a. lapisan epidermis,
b. lapisan dermis,
c. subkutis,
d. alat-alat tambahan : antara lain kuku, rambut, kelenjar sebacea, kelenjar apokrin,
kelenjar ekrin. Keseluruhan tambahan yang terdapat pada kulit dinamakan
appendices atau adnexa kulit.

69
Gamb
ar 1.
Anato
mi
Kulit

A. EPIDERMIS
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk (keratinosit), mengandung sel melanosit, Langerhans dan
merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada
telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan
kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum Granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya
ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula
keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada
tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum
dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut
sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.

70
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan
bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis
diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak,
usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.

Gambar 2. Lapisan
Epidermis
Fungsi Epidermis :
Proteksi barier,
organisasi sel, sintesis
vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan
mobilisasi sel, pigmentasi
(melanosit) dan
pengenalan
alergen (sel
Langerhans).

B. DERMIS
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True
Skin”. Lapisan dermis ini paling tebal dapat dijumpai di punggung dan paling tipis pada
palpebrae. Hubungan antara dermis dan epidermis ini tidaklah sebagai bidang yang rata,
tetapi berbentuk gelombang. Bagian dermis yang menonjol ke dalam epidermis dinamakan
papilla, sedangkan bagian epidermis yang menonjol ke dermis disebut rete ridge. Papila ini
pada telapak tangan dan jari-jari terutama tersusun linier yang member gambaran kulit
yang berbeda-beda sebagai dermatoglyphic (sidik jari). Bagian dermis papiler ini tebalnya
sekitar seperlima dari tebal dermis total. Bagian bawah dari dermis papiler ini dinamakan
dermis retikuler yang mengandung vasa darah dan lymphe, serabut syaraf, adnexa dan
lainnya
Dermis ini tersusun dari beberapa unsure atau organ yang meliputi: unsure seluler,
unsure fibrous, substansi dasar, pembuluh darah dan limphe, system saraf. Kelima unsure
atau organ yang menyusun dermis akan kita bahas satu demi satu.
1. Unsur seluler lebih banyak didapatkan pada stratum papillaris yang terdiri dari:

71
1. fibroblast: merupakan sel pembentuk unsur untuk fibrous dan substansi
dasarnya
2. Sel mast : merupakan sel pembentuk dan penyimpanan histamine dan
histamine like substance yang berperan dalam anafilaksis.
3. Makrofag : merupakan sel fagosit yang berfungsi memfagosit bahan-bahan
asing fan mikroorganisme.
4. Leukosit : Banyak dijumpai pada proses-proses peradangan yang dapat
berupa mononuclear ataupun granulosit.
2. Unsur fibrous lebih padat pada stratum retikularis dibandingkan pada stratum
papilaris. Unsur fibrous terdiri dari :
1. Kolagen : merupakan 70% dari berat kering seluruh jaringan ikat, serabut
ini terbentuk oleh fibroblast, tersusun atas fibrin dari rantai polypeptide.
Serabut ini bertanggung jawab pada ketegangan kulit merupakan unsure
pembentuk garis langer (cleavage line)
2. Elastin : Hanya 2 % dari berat kering jaringan ikat. Serabut elastin, ini juga
dibentuk oleh fibroblast tetapi susunannya lebih halus disbandingkan
dengan kolagen. Serabut elastin ini bertanggung jawab atas elastisitas kulit.
3. Retikulin : Merupakan serabut kolagen yang masih muda dan hanyalah
dapat dilihat dengan pewarna khusus.
3. Substansi dasar, tersusun dari bahan mukopolisakaris (asam hialuronat dan
dermatan sulfat), yang juga dibentuk oleh fibroblast. Substansi dasar hanya
merupakan 0,1% dari berat kering jaringan ikat, tetapi substansi dasar ini mampu
menahan sejumlah air, sehingga akan menempati ruang terbesar dari dermis.
4. Pembuluh darah dan limfe :
Pada kulit yang masih normal, darah yang sampai pada kulit merupakan 10% dari
seluruh peredaran darah dalam tubuh. Pembuluh darah di dalam kulit terdiri dari 2 plexus
yaitu :
1. Plexus superficialis : terdapat pada bagian atas dermis dan tersusun sejajar dengan
epidermis. Plexus superficialis ini terdiri dari atas kepiler-kapiler, endarteriole dan
venulae yang member makan ke papilla.
2. Plexus profunda : Terdapat pada bagian bawah dermis atau dekat subcutis dan
terutama terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar dari pada plexus
superficialis.

72
Pada jari-jari di antara arteriole dan venulae terdapat kelompokan otot polos yang
mempunyai fungsi khusus yaitu mengatur shunt arterio-venosa dan sering dinamakan
glomus. Sedangkan pembuluh limfe biasanya mengikuti pembuluh darah.
1. Sistem saraf
Kulit diinervasi oleh kira-kira 1.000.000 serabut saraf aferen. Sebagian besar terdapat
pada wajah dan ekstremitas, sedangkan pada punggung relative sedikit. Serabut saraf ini
mempunyai akson dengan badan sel yang berada pada dorsal root ganglia . Serabut saraf
ini masuk kulit melalui lapisan lemak subkutan, kemudian masing-masing terbagi dua
yaitu serabut saraf bermyelin dan serabut saraf tidak bermyelin. Serabut saraf bermyelin
berjalan horizontal membentuk anyaman dengan serabut yang sama, kemudian naik
ascenden bersama pembuluh darah dan menginervasi dermis bagian superficial. Dalam
perjalanan selanjutnya serabut ini dibungkus oleh sel Schwann dan sebagian tidak
bermyelin. Sebagian berakhir di dermis, beberapa melakukan penetrasi membrane basalis
tetapi tidak jauh melanjut ke epidermis.
Ada 3 macam serabut saraf yag terdapat pada kulit, yaitu :
1. Serabut adrenergic : berfungsi untuk menginervasi pembuluh darah (untuk
vasokonstriksi pembuluh darah, m erector papilare (untuk kontraksi otot tersebut),
dan kelenjar apokrin (untuk pengatur sekresi kelenjar apokrin.
2. Serabut kolinergik : berfungsi menginervasi kelenjar ekrin.
3. Serabut sensorik : berfungsi untuk menerima rangsangan dari luar tubuh. Ada
beberapa akhiran serabut saraf sensorik, yaitu : 1. Korpuskulum Meisnerri, 2.
Korpuskulum Paccini, 3. Akhiran serabut saraf bebas.

Ketiga akhiran serabut sensorik tersebut lebih jauh adalah sebagai berikut :
1. Korpuskulum Meisnerri berfungsi menerima rangsangan sentuhan dan tekanan
ringan. Terdapat pada papilla dermis dan paling banyak dapat dijumpai pada
telapak tangan dan kaki.
2. Korpuskulum Paccini berfungsi untuk menerima rangsangan tekanan dalam dan
terdapat pada dermis bagian dalam terutama pada bagian-bagian badan yang sering
menahan beban berat.
3. Akhiran saraf rambut bebas berfungsi untuk menerima rangsangan panas, dingin,
nyeri, gatal. Akhiran saraf bebas ini terdapat terutama pada papilla dermis dan
sekitar folikel rambut.

73
Batas antara epidermis dan dermis dibentuk oleh zone membrane basalis. Dengan
menggunakan mikroskop electron, membrane ini dapat dilihat terdiri dari 4 komponen
yaitu : membrane sel dari sel basal dengan hemidesmosom, celah intermembranous, lamina
basalis, komponen fibrous dermis yang dapat dilihat dengan mikroskop biasa dengan
pewarna khusus menggunakan PAS. Zone membrane basalis ini merupakan filter
semipermeable yang memungkinkan pertukaran sel dn cairan antara dermis dan epidermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan
shearing forces dan respon inflamasi.

C. SUBKUTIS
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan
jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan
keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan
kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

2.2 VASKULARISASI KULIT


Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan
papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang
kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya
satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah
tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran epidermis.

2.3 FISIOLOGI KULIT


Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya
adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi,
mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit,
trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen.
Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba
karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit
berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi
dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui

74
keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol
dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi
vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan
melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan
aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan
vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.

2.4 LUKA BAKAR KIMIA


2.4.1 DEFINISI
Luka bakar adalah suatu kerusakan atau kehilangan jaringan kulit atau jaringan
organik lainnya yang disebabkan oleh panas yang dihasilkan oleh api, benda panas lain,
radiasi, bahan radioaktif, listrik, bahan kimia baik secara kontak langsung ataupun tidak
langsung. Radiasi ultraviolet, dan kerusakan saluran pernafasan akibat inhalasi asap rokok
juga termasuk pengertian di dalamnya. Luka bakar kimia adalah kerusakan jaringan yang
diakibatkan oleh kontak terhadap bahan-bahan kimia.

2.4.2 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, 500.000 orang dirawat di unit gawat darurat, sementara 74.000
pasien perlu perawatan inap di rumah sakit akibat luka bakar. Lebih dari 20.000 pasien
mengalami luka bakar yang sangat hebat sehingga memerlukan perawatan pada suatu pusat
perawatan khusus luka bakar. Kematian luka bakar berkurang sejak tahun 1920, dan
dewasa ini penderita luka bakar lebih dari 50% daerah permukaan tubuh memiliki vukup
kemungkinan untuk tetap bertahan bila dirawat dengan tepat.
Luka bakar adalah masalah yang umum terlihat di instalasi gawat darurat. Telah
ada penurunan jumlah luka bakar di Amerika Serikat hingga tahun 2000, Kebanyakan luka
bakar secara parsial dan terjadi pada ekstremitas. Sekitar 5% dari individu dengan luka
bakar yang datang ke Instalasi gawat darurat membutuhkan perawatan.
Pada tahun 2008, American Association of Poison Control Center (AAPCC)
melaporkan 26.596 kasus eksposur terhadap zat asam, 39.741 kasus eksposur terhadap zat
alkali, 9958 kasus eksposur peroksida, dan 58.892 kasus eksposur pemutih. Selama waktu
itu, 1.868 kasus paparan fenol atau produk turunan fenol yang dilaporkan. Tercatat kasus
luka bakar akibat bahan kimia sekitar 2-6% dari total pasien pusat luka bakar.
Di seluruh dunia, zat korosif yang biasanya digunakan untuk serangan kimia. Zat
yang paling umum digunakan adalah asam alkali dan asam sulfat.cDalam laporan tahun

75
2008 dari American Association of Poison Control Center, eksposur terhadap asam dan
produk yang mengandung asam dan bahan kimia mengakibatkan 10 kematian, 83 kasus
toksisitas utama, dan 1788 kasus toksisitas moderat. Eksposur oleh alkali dan bahan kimia
mengakibatkan 9 kematian, 168 kasus toksisitas utama, dan 2.684 kasus toksisitas moderat.
Tidak ada laporan kematian yang diakibatkan paparan oleh peroksida, namun dilaporkan, 9
kasus toksisitas utama, dan 154 kasus toksisitas moderat akibat paparan zat peroksida.
Eksposur oleh pemutih hipoklorit dan yang mengandung senyawa hipoklorit lain
dilaporkan 2 kematian, 43 kasus toksisitas utama, dan 2016 kasus toksisitas moderat.
Eksposur oleh produk yang mengandung fenol tidak mengakibatkan kematian, 2 kasus
toksisitas utama, dan 70 kasus toksisitas moderat.
Serangan dengan bahan kimia kaustik seluruh dunia lebih mungkin terjadi terhadap
perempuan. Dewasa dan anak-anak hampir sama terkena bahan kimia kaustik. Dewasa
terkena bahan kimia kekuatan industri sering menderita luka bakar lebih parah.

2.4.3 ETIOLOGI
 Asam Kuat
Asam kuat dapat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan rasa
nyeri yang hebat. Asam hidroflurida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan
menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil sekalipun.
 Basa Kuat
Basa kuat yang banyak terdapat dalam alat rumah tangga antara lain bahan pemutih
pakaian, berbagai cairan pembersih,. Luka bakar yang disebabkan oleh basa kuat akan
menyebabkan jaringan mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive necrosis).
Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam lebih kuat daripada asam, kerusakan
jaringan lebih berat karena sel mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan
kolagen.]

2.4.4 PATOFISIOLOGI
Tubuh memiliki system pertahanan yang sangat spesifik terhadap luka bakar dan
perbaikan pasca luka bakar karena panas, listrik,radiasi, ataupun bahan kimia. Terjadi
denaturasi protein dalam tubuh saat mengalami luka bakar. Namun, luka bakar akibat
bahan kimia berbeda dengan luka bakar akibat panas. Luka bakar kimia kebnyakan terjadi
karena kontak yang lebih lama terhadap bahan-bahan kimia, dan luka bakar kimia bahkan
masih berlangsung saat dilakukan resusitasi awal, berbeda dengan luka bakar akibat panas

76
yang berhenti bereaksi saat penyebab luka bakar dapat diatasi. Dalam perjalanannya, bahan
kimia akan memberkan gejala sistemik jika komponen kimia tersebut ikut beredar dalam
sirkulasi dengan tingkat toksin yang berbahaya untuk tubuh. Tingkat toksik bahan kimia
terhadap tubuh,bergantung pada:
 Konsentrasi
 Kuantitas bahan kimia
 Durasi kontak terhadap bahan kimia
 Penetrasi
 Mechanism of action
MEKANISME REAKSI
Berikut adalah enam mekanisme terjadinya luka bakar akibat bahan-bahan kimia
secara biologi:
(1) Oksidasi
Terjadinya denaturasi protein akibat penyusupan oksigen, sulfur, atau atom halogen ke
dalam gugus protein.
(2) Reduksi
Bahan kimia bereaksi dengan menempelkan electron bebas dalam membrane protein.
Reaksi reduksi akan menghasilkan panas yang akan bereaksi dengan tubuh, dengan
berbagai macam gambaran reaksinya. Zat yang bereaksi secara reduksi antara lain
asam hidroclorat, asam nitrit, dan alkil-merkuri.
(3) Korosi
Proses ini menyebabkan denaturasi protein saat kontak dengan bahan kimia. Korosi
menyebabkan timbulnya scar pada kulit dan dalam perjalanannya dapat menyebabkan
ulserasi. Contoh bahan kimia yang menyebabkan korosif antara lain Senyawa fenol,
sodium hipoclorida, pospor.
(4) Racun protoplasmic
Bahan protoplasmic menghasilkan efek karena gugus ester yang bereaksi dengan
gugus protein atau dengan memanfaatkan atau menghambat kalsium atau ion lain yang
berpengaruh pada fungsi dan fisiologi jaringan. Bahan yang beraksi dengan cara ini
antara lain asam format, asam asetat, asam hidroflourid.

77
(5) Vesicants
Dengan mekanisme kerja ini zat yang tergolong vesicants menyebabkan iskemia
dengan cara nekrosis anoksia di tempat terjadinya kontak. Dimethyl sulfoxide
(DMSO) adalah contoh zat dalam kategori ini.

(6) Dessicants
Dengan reaksi ini zat dessicants menyebabkan kerusakan karena dehidrasi tingkat
jaringan. Kerusakan terjadi akibat terjadinya panas yang tidak mampu di toleransi oleh
tubuh. Dalam kelompok ini antara lain adalah asam sulfat dan asam muriatic.

2.4.6 GEJALA KLINIS


 Tanda dan gejala dari luka bakar kimia meliputi:
o Kemerahan, iritasi, atau terbakar di lokasi kontak
o Nyeri atau mati rasa di lokasi kontak
o Pembentukan lepuh atau kulit mati hitam di situs kontak
o Visi perubahan jika bahan kimia masuk ke mata
o Batuk atau sesak napas
o Muntah
 Dalam kasus yang parah, dapat terjadi dari salah satu dari gejala berikut:
o Tekanan darah rendah
o Pingsan, kelemahan, pusing
o Sesak nafas atau batuk parah
o Sakit kepala
o Sentakan otot atau kejang
o Serangan jantung atau detak jantung tidak teratur

2.5 PENILAIAN PASIEN


Anamnesis
Pengabilan suatu anamnesis yang menyeluruh merupakan suatu tugas yang paling
penting dan seringkali paling sulit dilakukan dalam merawat pasien luka bakar. Tanggal,
jam, dan lokasi kejadian merupakan informasi yang penting dalam penatalaksanaan
pengobatan awal. Penyakit kronis yang telah ada sebelumnya, termasuk penyakit

78
pembuluh koroner, diabetes melitus, penyakit paru kronis, penyakit cerebrovascular, dan
AIDS dapat memperburuk prognosis dan perlu dicatat.

Penentuan Luas dan Derajat Luka Bakar


Luas luka bakar dinyatakan daam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada orang
dewasa digunakan “rumus 9”, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, perut,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri,
tungkai dan kaki kanan, serta tungkai da kali kiri masing-masig 9%, sisanya 1% adalah
daerah genitalia. Rumus ini membantu untuk menaksir luasnya permukaan tubuh yang
terbakar pada orang dewasa.
Pada anak dan bayi, digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala
anak lebih besar. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-masing 20%,
ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas bawah kanan dan kiri
masing-masing 15%.

Rumus Walace rule of nine ini dapat digunakan untuk menghitung luas luka bakar
secara cepat, namun perhitungannya lebih kasar, terutama pada anak. Untuk dapat
mengetahui luas luka bakar secara lebih rinci, dapat digunakan perhitungan dengan
menggunakan Lund and Browder Chart.
Lund and Browder Chart
Penentuan derajat luka bakar dipengaruhi oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan
suhu tinggi. Selain api yang langung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga
memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu

79
domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron selain mudah terbakar juga mudah
lumer oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar.

- Luka bakar derajat I


Luka bakar hanya mengenai lapisan epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7
hari; misal pada kasus tersengat sinar matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan
keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat.
- Luka bakar derajat II
Luka bakar yang mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel sehat
yang tersisa. Elemen epitel tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar
keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya sel epitel ini, luka dapat sembuh sendiri
dalam 2-3 minggu. Gejala yang timbul adalah nyeri, luka dapat terlihat basah dan
mengeluarkan serum, dapat juga tampak sebagai gelembung, atau bula berisi cairan
eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dinding pembuluh darah
yang meningkat.
- Luka bakar derajat II
yang lebih dalam mungkin disertai lepuh. Penderita luka bakar dermis yang dalam
akan berkurang sensasi raba dan tusuk pada daerah luka.
- Luka bakar derajat III
Luka bakar derajat III meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis, atau
bahkan organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel yang tersisa yang
memungkinkan penyembuhan dari dasar luka; biasanya diikuti dengan terbentuknya eskar

80
(luruhan kulit yang terkoagulasi dan tebal yang terbentuk akibat luka bakar) yang
merupakan jaringan nekrosis akibat denaturasi protein jaringan kulit. Tidak ada bula dan
tidak ada rasa nyeri.

Gambar . Derajat Kedalaman Luka Bakar

Gambar. Luka

Bakar Derajat 2

\Gambar. Luka Bakar Derajat 1 (Partial thickness — deep)

`Gambar. Luka Bakar Derajat 3

81
Pemeriksaan Fisik
Pasien luka bakar merupakan pasien trauma dan evaluasinya perlu dilakukan secara
aman dan tangkas menurut petunjuk Advanced Trauma Life Support dari American
Collage of Surgeons Penyebab ketidakstabilan yang paling dini yang timbul pada pasien
luka bakar adalah cerera inhalasi yang berat, yang menimbulkan kerusakan jalan nafas atas
dan obstruksi, atau keracunan karbonmonoksida yang mendekati lethal. Pengamatan
pertama yang herus dengan cepat dapat mengenali semua kesulitan-kesulitan ini. Pada
pengamatan kedua yang menyeluruh dapat dideteksi adanya cedera-cedera lain yang
menyertainya. Perubahan status neurologik dapat menunjukkan adanya cedera kepala
terututup. Tanda-tanda vital dan penilaian denyut perifer memungkinkan interpretasi
perunahan-perubahan selanjutnya, khususnya pada pasien dengan luka bakat melingkar
pada ekstremitas. Harus dilakukan suatu pemeriksaan pada abdomen yang cermat sebelum
pasien mendapat analgesik dan sedatif.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratrium
Hitung darah lengkap, elektrolit, dan profil biokimia standar perlu diperoleh segera
setelah pasien tiba di fasilitas perawatan. Konsentrasi gas darah dan karboksihemoglobin
perlu seera diukur karena pemberian karbondioksida dapat menutupi keparahan keracunan
CO yang dialami penderita.
Pemeriksaan Radiologi
Semua pasien sebaiknya dilakukan rontgen dada; tekanan yang terlalu kuat pada
dada, usaha kanulasi pada vena centralis, serta fraktur iga dapat menimbulkan
pneumothoraks atau hemothoraks. Pasien yang juga mengalami trauma tumpul yang
menyertai luka bakar harus menjalani pemeriksaan radiografi dari seluruh vertebra, tulang
panjang, dan pelvis.

2.6 PENATALAKSANAAN
Penangan Umum
Secara umum penangan awal trauma luka bakar kimia adalah seperti pengangan trauma
lain, jalan nafas, saturasi dan perfusi oksigen serta sirkulasi menjadi sangat penting untuk
diperhatikan pada resusitasi awal. Peanganan pertama untuk luka bakar kimia antara lain :

82
 Menghilangkan penyebab
 Penangan terhadap efek sistemik dan efek samping bahan kimia
 Penangan Trauma secara umum
 Penangan spesifik terhadap penyebab luka bakar
 Penangan spesifik terhadap daerah tubuh yang terkena efek luka bakar
Riwayat trauma secara menyeluruh diperlukan untuk memastikan agen penyebab dan
pengobatan yang tepat sangat penting untuk meminimalkan kerusakan jaringan. Durasi
kontak kimia dengan kulit adalah penentu utama keparahan cedera.
A. Eliminasi agen penyebab
Luka bakar kimia ditandai dengan kerusakan jaringan berlangsung selama agen
kontak dengan tubuh. Karena itu, mengeliminasi agen penyebab menjadi sangat penting
dalam penanganan luka bakar kimia. Hal ini termasuk melepas pakaian dan irigasi
menyeluruh dengan air di tempat kejadian. Ini harus diulang ketika pasien tiba di pusat
luka bakar atau rumah sakit. Irigasi dilakukan sebanyak mungkin, dan dengan air mengalir,
menghindari menempatkan pasien ke dalam bak mandi, yang bisa memperburuk kerusakan
jaringan. irigasi dan eliminasi agen penyebab sangat membantu memperbaiki kelembaban
kulit dan meminimalkan efek merugikan yang ditimbulkan terhadap jaringan. Dengan cara
ini perubahan pH permukaan kulit tidak akan banyak berubah. Irigasi awal dan dengan
cairan yan cukup telah terbukti mengurangi tingkat keparahan luka bakar dan lama
perawatan di rumah sakit. Tidak ada ukuran irigasi yang di tetapkan, semakin banyak dan
adekuat irigasi yang dilakukan maka akan lebih baik hasilnya bagi daerah yang terpapar,
karena pH permukaan kulit dapat terjaga dan tidak banyak berubah. Irigasi dilakukan
selama 30 menit sampai 2 jam untuk mempertahankan pH antara 5 dan 11. Meskipun
irigasi dengan air dilakukan pada hamper semua jenis luka bakar kimia, ada beberapa
pengecualian. Beberapa bahan kimia membuat exothermy signifikan bila bereaksi dengan
air, dan bahan kimia lainnya yang tidak larut dalam air. Fenol adalah bahan yang larut
dalam air dan harus segera di eliminasi dari kulit dengan spons direndam dalam agen
solublizing seperti 50% polietilen glikol. Dry lime mengandung kalsium oksida, yang
bereaksi dengan air untuk membentuk kalsium hidroksida, yang merugikan. Oleh karena
itu, dry lime harus dibersihkan dari kulit sebelum dilakukan irigasi. Asam muriatic dan
asam sulfat pekat menghasilkan panas yang ekstrim bila dikombinasikan dengan air. Agen
ini harus dinetralkan dengan sabun atau air kapur sebelum irigasi

83
B. Agen penetral
Cara penangan dengan teknik ini masih menjadi kontroversi dari diskusi kimia
pengobatan luka bakar. Beberapa penulis telah menunjukkan bahwa dilusi adalah titik
kunci terapi luka bakar kimia, karena sangat efektif untuk aparan bahan asam dan alkali.
Namun, secara teoritis menetralkan agen penyebab efektif menghilangkan bahan kimia
aktif dari luka dan mencegah cedera lebih lanjut. Pengendalian kuantitas dari bahan
penetral sulit untuk dilakukan. Masalah terkait dengan penggunaannya termasuk reaksi
eksotermis menyebabkan kerusakan lebih lanjut akibat panas dan keterlambatan
hidroterapi karena menunggu agen penetral yang sesuai. Penting untuk diingat bahwa agen
yang menetralisir juga memberikan efek toksik. Namun, di beberapa kasus ketika agen
penetral yang tepat diketahui, ada beberapa keuntungan dalam penggunaannya.
Penggunaannya juga telah direkomendasikansetelah dilakukan irigasi awal dengan air, lalu
dinetralkan, kemudian dilakukan irigasi kedua dengan air. Pendekatan lain yang digunakan
dalam lingkungan kerja di Eropa adalah kulit / mata aktif didekontaminasi dengan
Diphoterine. Diphoterine adalah bubuk yang larut dalam air yang diproduksi oleh
Laboratoire Prevor, Valmondois, Prancis, dan disediakan untuk digunakan dilarutkan
dalam air dan disterilkan dengan autoklaf. Diphoterine adalah polivalen (aktif mengikat
beberapa zat), amfoterik, hipertonik, chelating molekul dengan situs aktif mengikat asam,
basa, oksidator, mengurangi reaksi agen, yang menyebabkan bengkak, lachrymators,
iritasi, pelarut. Penggunaannya baru-baru ini ditunjukkan untuk mencegah atau
mengurangi keparahan luka bakar, secara cepat mengurangi nyeri, dan telah mengurangi
indikasi untuk tindakan medis atau bedah perawatan luka bakar. Penelitian lebih lanjut
telah dilakukan untuk menghasilkan hasil berbasis bukti yang dapat meningkatkan hasil
pada luka bakar kimia.
C. Penanganan umum, estimasi dari luka bakar, dan perawatan lokal
Prinsip-prinsip umum manajemen trauma diikuti (ABC). Resusitasi konvensional
digunakan bila diperlukan, pemantauan output urin, penilaian kecukupan perfusi organ.
Gangguan pH adalah komplikasi sistemik utama. Analisa gas darah dan elektrolit harus
dilakukan sampai stabilitas metabolik telah terjamin. Setiap pasien dengan irigasi cairan
terhadap paparan kimia berpotensi mengalami hipotermia. Oleh karena itu, penting untuk
mempertahankan suhu diantara 28-31 OC dan cairan untuk irigasi diusahakan mendekati
suhu permukaan tubuh. Penilaian klinis kedalaman dan tingkat luka bakar akibat bahan
kimia sulit karena tidak bisa disamakan pada masing-masing agen penyebabnya karena
sifat dan mekanisme reaksi masing-masing agen berbeda-beda. Kadang signifikan luka

84
bakar yang dalam dapat muncul gejala yang minimal. Setelah lavage dan debridement
luka, luka bakar kimia di terapi dengan prinsip yang sama seperti luka bakar akibat panas.
Luka bakar bias diobati dengan agen kemoterapi, krim atau salep. Eksisi awal dan grafting
jaringan dianjurkan sesegera mungkin. Selain kulit, mata sering ikut terkena dalam proses
luka bakar kimia. Bahkan dalam volume sangat kecil cairan korosif kuat dapat
menghasilkan kerusakan yang signifikan. Dalam kasus ini dokter mata harus
dikonsultasikan langsung untuk penangan lebuh lanjut. Irigasi dengan air harus dimulai
sesegera mungkin dan untuk jangka waktu yang lama (0,5-1 jam).
D. Toksisitas sistemik dan cedera inhalasi
Dokter memikirkan kemungkinan aktifitas toksik dari penyerapan sistemik agen
penyebab luka bakar kimia. Toksisitas asam fluoride secara sistemik dapat menyebabkan
hipokalsemia dan fibrilasi ventrikel. Penyerapan asam format dapat menghasilkan
hemolisis intravaskular, gagal ginjal dan pankreatitis narcotising. Toksisitas sistemik
jarang disebabkan agen lain, meskipun demikian,dokter harus selalu memikirkan
kemungkinan ini. Disfungsi hati mungkin muncul juga akibat toksisitas agen organik.
Trauma saluran nafas juga bisa terjadi pada luka bakar kimia ketika kimia aerosol atau
asap dihirup masuk ke saluran pernafasan. Penangan dilakukan seperti pada tatalaksana
trauma akibat inhalasi asap, dengan obat protektif terhadap saluran nafas dan terapi
oksigen, dengan ventilasi mekanis.
Pemberian cairan intravena
Sebelum infus diberikan, sangat perlu untuk menentukan luas dan dalamnya luka
bakar secara teliti. Dari data tersebut, baru dapat dihitung jumlah cairan infus yang akan
diberika. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
Cara Evans
1. NaCl per-24 jam (mL)
Luas luka bakar (%) x berat badan (kg)

2. Plasma per-24 jam (mL)


Luas luka bakar (%) x berat badan (kg)
*(1) dan (2) diberikan untuk mengganti cairan yang hilang akibat udem

3. Glukosa per-24 jam


2000 cc glukosa 5% per-24 jam

85
*(3) diberikan sebagai pengganti cairan yang hilang akibat pengapan

Pemberian:
Hari pertama
o 8 jam pertama  diberikan separuh jumlah dari (1), (2), dan (3).
o 16 jam berikutnya  diberikan sisanya.
Hari kedua
o Diberikan separuh dari jumlah pemberian hari pertama.
Hari ketiga
o Diberikan separuh dari jumlah pemberian hari kedua.

Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x Berat badan (kg) x 4 mL larutan Ringer

Pemberian:
Hari pertama
o 8 jam pertama  diberikan separuh jumlah cairan berupa kristaloid (Ringer-laktat)
o 16 jam berikutnya  diberikan sisanya.
Hari kedua
o Diberikan separuh dari jumlah pemberian hari pertama.

Penderita mula-mula dipuasakan karena peristatik usus terhambat pada keadaan


prasyok dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali. Jika pada
diuresis pada hari ketiga memuaskan dan penderita dapat minum tanpa kesulitan, infus
dapat dikurangi, bahkan dihetikan. Pemberian cairan dapat ditambah, misalnya bila
penderita dalam keadaan syok, atau jika diuresis berkurang. Keberhasilan pemberian cairan
dapat dilihat dari diuresis normal, yaitu sekurang-kurangnya 1000-1500 mL/24 jam atau 1
mL/kg BB/jam dan 3 mL/kg BB/jam pada pasien anak.

Obat-Obatan
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Antibiotik
yang banyak digunakan adalah golongan aminoglikosida karena golongan ini efektif
terhadap pseudomonas. Untuk mengatasi nyeri, paling baik digunakan opiat melalui

86
intravena dalam dosis yang serendah mungkin yang dapat memberi efek analgesik yang
adekuat tanpa disrtai hipotensi. Selanjutnya diberikan pencegahan tetanus berupa ATS dan
atau toksoid.

Kebutuhan nutrisi penderita luka bakar


Minuman diberikan pada penderita luka bakar
 Segera setelah peristaltik menjadi normal
 Sebanyak 25 mL/kgBB/hari
 Sampai diuresis sekurang-kurangnya mencapai 30 mL/jam
Makanan diberikan oral pada penderita luka bakar
 Segera setelah dapat minum tanpa kesulitan
 Sedapat mungkin 2500 kalori/hari
 Sedapat mungkin mengandung 100-15- gr protein/hari
Sebagai tambahan diberikan setiap hari
 Vitamin A,B, dan D
 Vitamin C 500 mg
 Fe sulfat 500 mg
 Mukoprotektor

Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan
nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2.500-3.000 kalori sehari
dengan kadar protein tinggi. Pada masa kini, tiap unit luka bakar sudah menerapkan
pemberian dini nutrisi enteral melalui selang nasogastrik untuk mencegah terjadinya ulkus
Curling dan untuk memenuhi kebutuhan status hipermetabolisme yang terjadi pada fase
akut luka bakar.
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya memerlukan fisioterapi
untuk memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu, sendi
diistirahatkan dalam posisi fungsional dengan bidai.

87
DAFTAR PUSTAKA

Greenwood, J and Kavanagh, S. 2011. Emergency Management of Adult Burns: 2011


Practice Guidelines . Royal Adelaide Hospital.

Zhang, et al. 2011. Factors Associated with Chemical Burns in Zhejiang Province, China:
An epidemiological study. BMC Public Health 2011, 11:746

Brigham and Women’s Hospital. Burn Injury; Initial Management of the Burn Patient
page 29-35.

Palao, et al. 2009. Chemical Burn: Pathophysiology and Treatment. Elsevier Ltd and ISBI.

Esselman, P. 2012. Burn Rehabilitation. University of Washington.

Debra, et al. 2000. Management of chemical Injuries to the Upper Extremity. University of
Southern California Burn Center. Los Angeles, California.
Catherine, et al. 2007. Rehabilitation Methods for the Burn Injured Individual. Department
of Physical Medicine and Rehabilitation, University of Michigan Health System, 325 E.
18 (2007) 925–948.

88

Anda mungkin juga menyukai