Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH FARMAKOLOGI DASAR

BARRIER DALAM TUBUH

Disusun oleh :
Kelompok 5

1. Aninda Novika Sari 1706974290

2. Enny Herawati 1706974391

3. Hafidz Deza 1706078573

4. Irene Melinia 1706974441

5. Jihan Namirah 1706974460

6. Mia Fitria 1706974510

7. Roesyta’s Fitria Noer 1706078472

8. Salsabila Nursyifa 1706024980

9. Theresia Taa 1706103556

10. Yeyen Husuna 1706103423

PRODI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI​​………………………………………………………………………. i
BAB I : PENDAHULUAN​​……………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………… 1
1.3 Tujuan………………………………………………………………………….. 2
BAB II : ISI​​……………………………………………………………………….. 4
2.1 Gastric Mucosal Barrier dan Faktor yang Mempengaruhinya…………………. 4
2.2 Blood Brain Barrier dan Faktor yang Mempengaruhinya…………………….... 7
2.3 Blood CSF Barrier dan Faktor yang Mempengaruhinya……………………….. 11
2.4 Alveolar-Capillary Barrier dan Faktor yang Mempengaruhinya……………….. 14
2.5 Blood Retinal Barrier dan Faktor yang Mempengaruhinya……………………. 15
2.6 Placental Barrier dan Faktor yang Mempengaruhinya…………………………. 18
2.7 Transpor Aktif dan Transpor Pasif……………………………………………... 21
2.8 Transpor Aktif Primer……………………………………………………….... 26
2.9 Transpor Aktif Sekunder……………………………………………………….. 28
2.10 Peran Transporter……………………………………………………………. 31
BAB III : KESIMPULAN​​……………………………………………………….... 33
DAFTAR PUSTAKA​​……………………………………………………………. 34
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap organisme memiliki sistem pertahanan tubuhnya
masing-masing yang berguna untuk menyeleksi senyawa-senyawa asing
yang masuk ke dalam tubuh yang mungkin memiliki potensi berbahaya. Di
dalam tubuh obat melalui berbagai organ. Obat juga memiliki sasaran
spesifik serta rute penghantaran masing-masing. Obat harus melalui proses
farmakokinetika seperti Absorbsi, Eliminasi, Distribusi, dan Ekskresi.
Obat oral harus melalui proses pencernaan terlebih dahulu, sehingga ikut
tercerna bersama dengan pencernaan makanan, bila obat bukan merupakan
obat yang mudah berdifusi, maka obat harus dan tidak hancur oleh zat-zat
yang dihasilkan oleh organ pencernaan. Apabila obat lolos atau tidak
terdegradasi di sistem pencernaan dan memiliki sasaran tubuh lain, obat
harus mampu melewati barrier-barrier yang terdapat dalam tubuh melalui
berbagai jenis transport ion atau molekul sebelum melanjutkan proses
distribusi. Barrier dalam tubuh ini berfungsi untuk melindungi organ dari
zat asing yang akan masuk ke dalam organ tersebut yang bisa mengganggu
proses distribusi obat di dalam tubuh. Barrier mempengaruhi proses
ADME obat dalam tubuh. Barrier tersebut yang memiliki
karakteristik-karakteristik tertentu yang bisa menghalau serta menyeleksi
zat-zat yang akan masuk ke dalam organ tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Gastric Mucosal Barrier
sebagai chemical barrier dari organ pencernaan dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya !
2. Apa yang dimaksud dengan Blood Brain Barrier sebagai
physical barrier di sistem saraf dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya!

1
3. Apa yang dimaksud dengan Blood CSF Barrier (Choroid
Plexus) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ?
4. Apa yang dimaksud dengan Alveolar-Capillary Barrier dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya ?
5. Apa yang dimaksud dengan Blood-Retinal Barrier dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya ?
6. Apa yang dimaksud dengan Placental Barrier dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya?
7. Apa yang dimaksud dengan transport aktif dan transport
pasif beserta contohnya ?
8. Apa yang dimaksud dengan Primary Active Transporter
(ATP-binding Cassette) dan bagaimana prinsip kerjanya ?
9. Apa yang dimaksud dengan Secondary Active Transporter
(Solute Carrier Transporter) dan bagaimana prinsip
kerjanya?
10. Apa peran transporter secara farmakokinetik (absorbs di
intestine , metabolism di hati dan ekskresi di ginjal)?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari Gastric
Mucosal Barrier sebagai chemical barrier dari organ
pencernaan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2. Mengetahui dan memahami pengertian Blood Brain Barrier
sebagai physical barrier di sistem saraf beserta faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
3. Mengetahui dan memahami Blood CSF Barrier (Choroid
Plexus) beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
4. Mengetahui dan memahami pengertian Alveolar-Capilary
Barrier beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2
5. Mengetahui dan memahami pengertian Blood-Retinal
Barrier beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
6. Mengetahui dan memahami pengertian Placental Barrier
beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
7. Mengetahui dan memahami pengertian, jenis, beserta
contoh dari transport aktif dan transport pasif.
8. Mengetahui dan memahami pengertian dan prinsip kerja
dari Primary Active Transporter(ATP-binding Cassette).
9. Mengetahui dan memahami pengertian dan prinsip kerja
dari Secondary Active Transporter (Solute Carrier
Transporter)
10. Mengetahui dan memahami peran transporter secara
farmakokinetik (absorbsi di intestine, metabolism di hati
dan ekskresi di ginjal).

3
BAB II
Pembahasan

2.1. Gastric Mucosal Barrier dan Faktor yang Mempengaruhinya


Gastric mucosal barrier merupakan suatu sistem kompleks yang
terdiri atas lapisan submucosal, epitel, dan elemen mukus. ​Gastric
mucosal barrier menjaga asam lambung agar ion hidrogennya tidak
berdifusi masuk serta menjaga agar tidak ada patogen dan zat berbahaya
lainnya masuk ke mukosa lambung. Komponen pada ​gastric mucosal
barrier memungkinkan lambung untuk menyimpan asam lambung tanpa
melukai dirinya sendiri.

Gambar: Komponen ​Gastric Mucosal Barrier


Gastric mucosal barrier ​dilengkapi dengan beberapa komponen
yang memungkinkan lambung menyimpan asam lambung tanpa melukai
dirinya sendiri. Beberapa komponen ​gastric mucosal barrier, y​ aitu:
1. Membran lumen pada ​gastric mucosal barrier yang bersifat
impermeabel terhadap ion hidrogen karena sel-selnya yang
dihubungkan oleh tight junction sehingga HCl tidak dapat
terpenetrasi ke dalam sel.

4
2. Mukus berperan sebagai ​barrier fisik terhadap penetrasi
asam.
3. Mukus yang kaya akan HCO​3 sebagai ​barrier kimia yang
akan menetralkan asam di daerah sekitar mukosa. Bahkan
ketika pH lumen 2, pH mukus tetap netral
2.1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Faktor yang mempengaruhi ​gastric mucosal barrier d​ ibagi menjadi
2​, ​yaitu:
A. Faktor Pertahanan ( ​Defensive Factor)
Faktor pertahanan ​gastric mucosal barrier tersedia
untuk melawan atau mengimbangi kerja dari faktor
perusak. Faktor pertahanan ​gastric mucosal barrier
meliputi:
1. Lapisan Preepitel
Pada lapisan preepitel terdapat mukus, bikarbonat,
dan permukaan aktif fosfolipid. Mukus dan bikarbonat
berfungsi melindungi mukosa terhadap pengaruh asam dan
pepsin, empedu, dan zat perusak luar.
2. Lapisan Epitelial
Pada lapisan epitelial terdapat prostaglandin dan
growth factor. Prostaglandin mempunyai peranan penting
dalam mempertahankan ​gastric mucosal barrier. ​Peranan
prostaglandin antara lain meningkatkan sekresi mukus dan
bikarbonat, mempertahankan pompa sodium, stabilisasi
membran sel, dan meningkatkan aliran darah mukosa.
komponen lain yang mempertahankan ​gastric mucosal
barrier y​ aitu ​epidermal growth factor ( EGF) d​ an
transforming groth factor alpha (TGF- α ).
3. Lapisan Subepitelial/postepitelial

5
Pada lapisan subepitelial terdapat aliran darah dan
leukosit. aliran darah menjamin suplai oksigen dan nutrisi
yang dibutuhkan untuk ketahanan mukosa

Gambar: Faktor Pertahanan ​Gastric Mucosal Barrier

B. Faktor Perusak ( ​Aggressive Factor)


1. Faktor Perusak Endogen
Faktor perusak endogen merupakan faktor yang dapat
merusak ​gastric mucosal barrier ​yang berasal dari dalam
lapisan mukosa lambung. Faktor perusak endogen dibagi
menjadi 3, yaitu:
a. HCL
b. Pepsin
c. Garam Empedu
2. Faktor Perusak Eksogen
Faktor perusak eksogen merupakan faktor yang
berasal dari luar bagian ​gastric mucosal barrier. Faktor
perusak eksogen dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Helicobacter pylori

6
Helicobacter pylori merupakan faktor resiko yang
dapat menyebabkan terjadinya kanker lambung. Dalam
prosesnya, ​Helicobacter pylori d​ apat menyebabkan
kerusakan pada ​gastric mucosal barrier ​dengan merusak
tight junction membran lumen sehingga terjadilah penetrasi
luminal contents​ ke mukosa lambung.
b. NSAIDs dan Aspirin
Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs ( NSAIDs)
merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme, yaitu
topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal
terjadi karena NSAIDs bersifat lipofilik dan asam, sehingga
mempermudah trapping ion hidrogen masuk mukosa dan
menimbulkan tukak lambung. Kerusakan secara sistemik
NSAIDs lebih penting yaitu kerusakan mukosa lambung
terjadi akibat produksi prostaglandin yang menurun.
c. Alkohol dan Rokok
Alkohol telah diketahui dapat memberikan dampak
terhadap ​mucosal barrier ​dan histologi. Alkohol memiliki
efek ulserogenik yang dapat menurunkan kerja pertahanan
mukosa lambung. Selain alkohol, rokok juga memberikan
dampak negatif terhadap ​Gastric mucosal barrier​. Merokok
dapat meningkatkan resiko radang lambung dan mengham
-bat proses penyembuhannya.
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua faktor di atas, baik
faktor pertahanan yang melemah ataupun faktor perusak yang semakin
kuat maka hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada sel-sel
lambung, yang pada akhirnya akan membentuk ulkus lambung/ peptikum.
2.2. Blood Brain Barrier dan Faktor yang Mempengaruhinya
Blood Brain Barrier adalah salah satu batas atau ​barrier yang
membatasi antara jaringan otak dan pembuluh darah. Fungsi utama dari

7
blood brain barrier ini adalah melindungi jaringan otak dari patogen, baik
bakteri ataupun virus, serta racun yang terdapat di pembuluh darah.
Namun, blood brain barrier mempunyai fungsi lain yaitu menutrisi otak.
Blood brain barrier berfungsi sebagai barrier fisik. Hal ini diakibatkan oleh
mekanisme perlindungan blood brain barrier adalah mencegah patogen
atau racun berdifusi secara bebas melalui kapiler darah.
Komponen penting blood brain barrier adalah sel endotelial, basal
lamina, dan Astrosit. Pada umumnya, sel edotelial yang terdapat pada
jaringan lain mempunyai pori sehingga molekul dapat langsung berdifusi
ke jaringan tubuh. Namun, sel-sel endotelial yang terdapat di Blood brain
barrier membuat struktur yang bernama tight junction. Tight junction ini
adalah batasan sempit antara sel endotelial yang satu dengan sel endotelial
yang lainnya. Sehingga molekul besar seperti gula dan protein tidak bisa
melewati sel endotelial. Selain sel endotelial, terdapat basal lamina. Basal
lamina adalah jaringan yang impermeabel kecuali dengan air dan nutrisi.
Sehingga molekul selain air dan nutrisi tidak dapat masuk dan melewati
jaringan ini. Komponen terakhir adalah Astrosit. Astrosit adalah sel glia
yang mempunyai bentuk seperti bintang. Fungsi dari sel ini adalah
memperkokoh tight junction dan memastikan struktur tight junction tetap
ada di Blood brain barrier.
Gambar 1.

8
Walaupun Blood brain barrier sangat berfungsi untuk melindungi
otak dari patogen dan racun, namun dengan adanya Blood brain barrier ini
menghalangi masuknya obat ke dalam otak. Hal ini menyebabkan apabila
seseorang terjangkit penyakit yang berhubungan dengan otak, misalnya
Alzhaimer atau tumor otak, menyulitkan dokter dan tenaga kesehatan
lainnya untuk memberikan obat baik secara oral maupun secara injeksi.
Kesulitan ini muncul karena Blood brain barrier sangat selektif terhadap
molekul yang ingin masuk ke bagian otak. Sehingga peneliti menemukan
beberapa cara agar memudahkan obat masuk ke dalam otak melalui Blood
brain barrier. Berikut beberapa cara yang memudahkan obat masuk ke
dalam otak melalui Blood brain barrier:
A. Mengelabui Blood brain barrier dengan Trojan Horse Approach
Mekanisme Trojan Horse Approach adalah melapisi obat atau
molekul yang ingin masuk ke otak dengan protein yang serupa
dengan protein yang sudah ada di otak. Sehingga reseptor yang
terdapat di Blood brain barrier dapat mengenali obat tersebut
dengan protein yang dibawanya. Hal ini menyebabkan obat bisa
masuk ke dalam jaringan otak dengan melalui Blood brain barrier.

B. Membuka sebentar tight junction Blood brain barrier dengan


bantuan listrik atau ultrasound
Tight junction adalah struktur yang sulit untuk dibuka.
Namun, peneliti menemukan bahwa dengan ultrasound dan listrik,
sel-sel endotelial yang berada di Blood brain barrier akan bergetar
dan membuka sedikit. Hal ini memudahkan obat atau molekul
lainnya masuk ke dalam jaringan otak.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang
mempengaruhi bisa atau tidaknya suatu molekul melewati Blood brain
barrier adalah :
A. Ukuran molekul

9
Molekul dengan ukuran lebih dari 1 nanometer, biasanya
tidak bisa melewati tight junction. Hal ini disebabkan oleh ukuran
batas yang diciptakan oleh tight junction sangat kecil. Sehingga
molekul yang dapat melewati tight junction adalah
molekul-molekul yang kecil.
B. Lipofilik
Molekul dengan sifat lipofil akan mudah berdifusi ke dalam
otak melewati Blood brain barrier. Hal ini dikarenakan seluruh
permukaan membran sel adalah lipid, sehingga apabila molekul
tersebut adalah molekul dengan sifat lipofil maka molekul tersebut
dapat berdifusi dengan baik melalui Blood brain barrier.
C. Protein transporter
Protein transporter berhubungan dengan identifikasi molekul.
Pada bagian otak, setiap molekul mempunyai protein
transporternya sendiri. Otak memerlukan nutrisi untuk membantu
kita berpikir dan hidup. Nutrisi yang dimaksud adalah glukosa.
Namun, glukosa mempunyai ukuran molekul yang besar, sehingga
glukosa tidak dapat berdifusi secara pasif. Hal yang
menguntungkan adalah protein transporter glukosa terdapat di
jaringan otak. Sehingga glukosa dapat memasuki jaringan otak
dengan cara transpor aktif.
D. Molekul non-ion
Molekul non-ion mempunyai kemampuan untuk berdifusi
secara pasif melalui membran lipid bilayer. Sehingga apabila suatu
molekul adalah molekul non-ion, maka molekul tersebut bisa
berdifusi secara langsung dari kapiler darah.
E. Rangsangan eksternal
Berdasarkan proses pendistribusian obat melalui Blood brain
barrier, rangsangan eksternal, seperti ultrasound dan listrik, dapat
mempengaruhi terbukanya Blood brain barrier. Terbukanya Blood

10
brain barrier ini termasuk terbuka secara mekanik karena sel-sel
endotelial bergetar.
2.3. Blood CSF Barrier (Choroid Plexus) dan Faktor yang
Mempengaruhinya
Cerebrospinal Fluid atau CSF adalah cairan bening atau tidak
berwarna yang berfungsi melindungi otak dan sumsum tulang belakang
dari cedera fisik dan kimia. CSF berfungsi sebagai penahan guncangan
agar otak dan sumsum tulang belakang tidak menabrak tulang kranial dan
kanal vertebral. Selain itu, CSF berfungsi untuk menjaga homeostasis
tubuh karena pH CSF berpengaruh terhadap ventilasi paru-paru dan aliran
darah serebral yang penting untuk homeostasis otak. CSF juga berfungsi
sebagai medium penukar nutrien antara darah dan jaringan saraf. Dalam
hal ini, CSF membawa sejumlah kecil zat-zat kimia yang dibutuhkan oleh
neuron dan neuroglia seperti oksigen dan glukosa dari darah dan
membawa zat yang tidak dibutuhkan jaringan saraf ke dalam darah. CSF
mengandung sejumlah kecil glukosa, asam laktat, protein, urea, kation
(Na+, K+, Ca2+, dan Mg2+), dan anion (Cl-, HCO3-). Secara terus
menerus, CSF bersirkulasi di dalam rongga-rongga pada otak, sumsum
tulang belakang, dan ruang subarachnoid yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang. Total volume CSF pada manusia dewasa
berjumlah sekitar 80-150 ml dan setiap harinya diproduksi sebanyak 550
ml dengan pergantian 3-4 kali sehari.
Rongga-rongga pada otak dikenal sebagai ventrikel adalah tempat
bersirkulasinya CSF. Terdapat 4 ventrikel pada otak, yaitu 2 buah
ventrikel berpasangan yang disebut juga dengan ventrikel lateral, ventrikel
ketiga, dan ventrikel keempat. Masing-masing ventrikel lateral yang
terdapat di serebrum berada di tiap hemisfer otak dan dipisahkan oleh
sekat bernama septum pellucidum. Ventrikel lateral dihubungkan dengan
ventrikel ketiga melalui foramen interventrikular. Ventrikel ketiga adalah
suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong unikuler yang

11
berada di tengah kepala, di tengah korpus kalosum, dan bagian korpus
unilokuler ventrikel lateral, di atas sela tursica dan diantara hemisfer
serebri, thalamus dan dinding hipothalamus. Ventrikel ketiga dihubungkan
dengan ventrikel keempat melalui cerebral aqueduct atau aqueduct of
Sylvii. Ventrikel keempat merupakan suatu rongga yang terletak di
sebelah ventral serebrum dan dorsal dari pons dan medula oblongata.

Di dinding tiap ventrikel terdapat jaringan kapiler darah yang


disebut dengan choroid plexus. Choroid plexus berfungsi untuk
memproduksi cairan serebrospinal atau CSF. Struktur yang dimiliki
choroid plexus ini terdiri atas sel-sel ependymal atau sel epitelium
kuboidal yang dihubungkan oleh tight junction, sedangkan bagian
endotelnya berstruktur fenestrata atau berpori-pori. Struktur tersebutlah
yang menjadi sawar darah CSF atau lebih dikenal dengan sebutan
Blood-CSF Barrier. Blood-CSF Barrier berfungsi untuk menyeleksi
substansi yang masuk dan keluar CSF, mensekresi CSF, dan menjaga otak
dan sumsum tulang belakang dari zat-zat yang berpotensi membahayakan.

12
Mekanisme sekresi CSF dimulai dari filtrasi zat-zat dari plasma
darah yang diinisiasi oleh tekana hidrostatik. Zat-zat yang terseleksi masuk
ke dalam sel melalui fenestrata atau pori-pori kapiler. Ultrafiltrat plasma
darah ini selanjutnya akan di sekresi oleh sel ependymal menjadi CSF.
Sekresi ini bersifat bidirectional dan melibatkan transpor aktif. Tight
junction diantara sel ependymal membuat zat-zat yang masuk ke dalam
CSF tidak dapat kembali ke darah. Mekanisme transpor aktif pada sekresi
CSF dimulai dari ion natrium yang masuk ke dalam sel dengan melewati
sistem antiport (secondary active transport) Na+/H+ dan dikeluarkan
menuju CSF melalui pompa Na-K menggunakan Na, K-ATPase. Hal
tersebut menyebabkan CSF bermuatan positif. Untuk menciptakan
keadaan homeostasis, ion klorida tertarik masuk ke CSF. Akibatnya,
terjadi kelebihan ion yang disebabkan oleh ion NaCl ini di dalam CSF
yang menyebabkan tekanan osmotik di ventrikel lebih tinggi daripada
tekanan osmotik darah. Tekanan osmotik ini menyebabkan sejumlah air
dan zat terlarut bergerak melalui saluran aquaporin (AQP1) pada membran
apikal ke CSF. Zat terlarut memengaruhi proses sekresi CSF. Ion
campuran seperti glukosa dan asam amino akan lebih lambat masuk ke
dalam CSF daripada air dan ion natriu. Selain itu, inhibitor transpor aktif
dapat memengaruhi seksresi CSF. Contohnya, Ouabain. Ouabain adalah
penghambat Na, K-ATPase yang menyebabkan berkurangnya sekresi CSF.

13
CSF yang telah dihasilkan dari sekresi tersebut selanjutnya akan
bersirkulasi di dalam ventrikel. CSF yang dihasilkan oleh choroid plexus
di ventrikel lateral akan mengalir ke ventrikel ketiga melalui foramen
interventrikular dan bergabung dengan CSF yang telah terbentuk di
choroid plexus di ventrikel ketiga. Dari ventrikel ketiga, CSF akan menuju
ventrikel keempat melalui cerebral aqueduct dan bergabung dengan CSF
yang terbentuk di choroid plexus di ventrikel keempat. Dari ventrikel
keempat, sirkulasi berlanjut ke kanal pusat dan ruang subarachnoid yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang melalui lateral apertures
dan median apertures. Kemudian, CSF akan direabsorpsi oleh villi
arachnoid pada dinding sinus sagitalis superior. CSF akan melewati villi
masuk ke dalam aliran darah vena dalam sinus, yang selanjutnya akan
dibawa ke jantung dan paru-paru.
2.4. Aveolar-Capilary Barrier dan Faktor yang Mempengaruhinya
Alveolar Capillary barrier atau blood air barrier adalah membran
pemisah antara pembuluh kapiler alveolar dan udara dalam alveolus.
Membran ini berfungsi sebagai tempat pertukaran udara dari darah kapiler
ke alveolus serta sebagai tempat absorbsi obat melalui inhalasi dan
ditujukan untuk organ pernapasan.

Struktur Alveolar Capillary Barrier

Struktur dari Alveolar Capillary Barrier ini adalah:


a. Surfaktan

14
b. Sel Pneumosit I
c. Sel Endotelial kapiler
d. Membran gabungan endotelial dan pneumosit
Alveolar Capillary Barrier ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Ketebalan dinding membran
Semakin tebal dinding maka semakin susah terjadi pertukaran
udara
b. Jumlah hemoglobin dalam darah kapiler
Semakin banyak hemoglobin dalam darah kapiler, maka pertukaran
udara semakin banyak terjadi
c. Perbedaan tekanan parsial
Semakin kecil perbedaannya semakin mudah pertukarannya
d. Koefisien difusi gas
Koefisien difusi gas adalah kesebandingan yang menunjukkan
kemampuan gas mengalir di bawah tekanan parsial
e. Afinitas dan kekuatan ikatan zat dengan Hemoglobin
Semakin kuat ikatannya, maka gas tersebut akan lebih cepat
berdifusi melalui membran. Karbondioksida, Sianida memilik
afinitas serta kekuatan ikatan yang tinggi terhadap hemoglobin
daripada oksigen sehinggajika terdapat CO2 dan CN dalam tubuh
maka zat tersebut akan lebih mudah menempati sisi aktif
hemoglobin dan lebih mudah berdifusi menembus membran

2.5. Blood-Retinal Barrier dan Faktor yang Mempengaruhinya


Sistem saraf pusat manusia membentuk ​barrier ​yang berguna
sebagai proteksi agar molekul ataupun ion tertentu tidak dapat melaluinya.
Barrier ​ini dikenal dengan sebutan ​blood neural barrier​, misalnya ​blood
brain barrier ​dan ​blood retinal barrier. Blood retinal barrier terletak di
bagian posterior mata. B​lood retinal barrier terdiri atas dua bagian, yaitu
outer dan inner. Bagian luar terdiri atas epitel pigmen retina atau REP,

15
sedangkan bagian dalam terdiri dari endotel pembuluh kapiler retina. Pada
kedua bagian ini terdapat ​tight junction a​ tau zonulae occludent y​ ang
memiliki ​junctional adheren ​molekul, yaitu ​occludin dan ​claudin.
Adapula ​catenin d​ an ​vascular endotheliar cadherine y​ ang berperan untuk
enhancing seal a​ ntar endotel sel. ​Tight junction dilapisi sel glia dan perisit.
Sel glia tersebut terdiri atas astrosit dan sel muler. Dengan adanya ​tight
junction t​ ersebut, membuat ​blood retinal barrier menjadi ​barrier a​ tau
sawar yang sulit untuk dilalui senyawa-senyawa yang hidrofilik termasuk
obat-obatan.

2.5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ​Blood Retinal Barrier


a. Ketersediaan Protein Penyusun T​ight Junction.
Pada ​blood retinal barrier terdapat ​tight junction y​ ang terdiri dari
beberapa protein ​tight junction ​yaitu occludin, tricelluin, JAM, dan
claudin. Dua diantaranya memegang peranan penting dalam fisiologis ​tight
junction ​yaitu, occludin dan claudin. Claudin berperan untuk meregulasi
sinyal eksternal guna mengontrol ​barrier ​sekaligus berperan dalam
selektivitas ​barrier,​sedangkan occludin sebagai protein struktural pada
tight junction. ​Ketersediaan protein-protein penyusun ​tight junction
tersebut sangat mempengaruhi fisiologis dari BRB. Apabila jumlah protein
tinggi misal protein occludin, maka semakin kuat barrier tersebut.
Occludin terdapat pada sel-sel yang permeabilitasnya kurang seperti
endotel pembuluh kapiler dan arteriol darah. Untuk membuktikan teori ini

16
pernah dilakukan percobaan menggunakan ​small inhibitory DNA (siRNA)
dengan tujuan untuk menginhibisi eksprsi gen occludin . Dari percobaan
tersebut, didapatkan hasil bawa penurunan ekspresi occludin berpengaruh
pada ​barrier. Barrier jadi lebih permeable dan dapat dilalui ​small organic
kation ​ ketika ekspresi gen occludin diinhibisi.
b. Astrosit
Astrosit berperan dalam diferensiasi sel dalam pembentukan
barrier. Ilmuwan bernama Janzer pernah melakukan eksperimen tentang
induksi ​Blood Retinal Barrier oleh Astrosit. Eksperimen dilakukan
dengan cara menginjeksi astrosit pada mencit dan didapatkan hasil bahwa
Blood Retinal Barrier t​ erinduksi dengan cara menurunkan flux
Albumin-Binding dye. Selain itu ada juga eksperimen penginjeksian
astrosit pada membran koliantonik anak ayam lalu didapatkan hasil bahwa
Barrier ​juga tereduksi. Dari dua eksperimen tersebut, disimpulkan bahwa
Astrosit berperan penting dalam diferensiasi sel endotel dalam
pembentukan sawar atau ​barrier.
c. Perisit
Peran perisit dalam menginduksi BRB terlihat jelas pada penyakit
diabetes retinopathy. Ketika individu terkena diabetes , individu tersebut
akan mengalami hiperglikemia. Hiperglikemia akan memicu hipoksia.
Kondisi Hipoksia tersebut mempercepat rusaknya BRB, karena
menginduksi ​upregulation ​Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
pada mata. VEGF tersebut diproduksi setelah terjadi pengaktifan HIF 1-
alfa karena hipoksia. Kondisi hipoksia tersebut pun membuat kadar
protein occludin beserta m RNA nya mengalami penurunan. Mengatasi
kondisi tersebut, Perisit pun berusaha agar jumlah protein occludin
kembali meningkat dengan cara menginduksi m RNA occludin dengan
bantuan Angiopoetin-1.
d. Tekanan Intraocular (IOP)
Tekanan Intraocular sangat mempengaruhi BRB. Tekanan
Intraocular normalnya 12-21 mmHg. Di antara rentang tersebut BRB tidak

17
terganggu. Akan tetapi, bila menjadi hipotoni, kerusakan ​barrier p​ un
terjadi.

2.6. Placental Barrier dan Faktor yang Mempengaruhinya


Placental barrier atau sawar plasenta adalah suatu organ khusus
pertukaran antara darah ibu dan janin. Plasenta berasal dari jaringan
trofoblas dan desidua. Selain itu, plasenta juga bekerja sebagai penghalang
yang memungkinkan zat tertentu saling bertukar antara darah ibu dan
darah janin. Namun, sawar ini sangat tipis sehingga beberapa antibodi dan
antigen serta mikroorganisme (virus dan bakteri) dapat menembus sawar
tersebut. Beberapa mikroorganisme dan obat-obatan dapat mempengaruhi
tumbuh-kembangnya janin dalam rahim saat terjadi “organogenesis”, yaitu
pembentukan organ.
Plasenta memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi
untuk tumbuh kembangnya janin
2. Sebagai alat respirasi
3. Sebagai alat sekresi hasil metabolisme
4. Sebagai barrier
5. Sebagai sumber hormonal kehamilan

18
Tiga jenis transfer obat di seluruh plasenta, yaitu:
1. Transfer lengkap/complete transfer (obat tipe 1)
Transfer lengkap/complete transfer ​(obat tipe 1)
misalnya, thiopental. Obat-obatan yang menunjukkan jenis
transfer ini akan dengan cepat melintasi plasenta dengan
konsentrasi yang signifikan secara farmakologikal yang
seimbang dalam darah ibu dan janin.
2. Transfer berlebih/ exceeded transfer ​(obat-obatan tipe 2)
Transfer berlebih/ exceeded transfer (obat-obatan tipe
2) misalnya ketamine. Obat-obatan ini melewati plasenta
untuk mencapai konsentrasi yang lebih besar pada janin
dibandingkan dengan darah ibu.
3. Transfer tidak lengkap/incomplete transfer ​(obat tipe 3)
Transfer tidak lengkap/incomplete transfer(obat tipe 3)
misalnya suksinilkolin. Obat-obatan ini tidak dapat melintasi
plasenta sepenuhnya, menghasilkan konsentrasi yang lebih
tinggi di ibu dibandingkan dengan darah janin.

Perpindahan obat lewat plasenta.


Perpindahan obat melalui plasenta umumnya berlangsung secara
difusi sederhana sehingga konsentrasi obat dalam darah ibu serta aliran
darah plasenta akan sangat menentukan perpindahan obat melalui plasenta.
Selain itu, pada membrane biologis lain perpindahan obat melalui plasenta
dipengaruhi oleh hal-hal berikut ini:
1. Kelarutan Obat dalam Lemak
Obat yang larut dalam lemak akan lebih mudah berdifusi melewati
plasenta dan masuk ke dalam sirkulasi janin.
Contoh: thiopental dapat menyebabkan apnea (henti nafas) pada bayi yang
baru dilahirkan.
2. Derajat Ionisasi

19
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta, namun
sebaliknya obat yang terionisasi akan sulit untuk melewati membran.
Contoh: suksinil kholin dan tubokukarin yang digunakan pada seksio
sesarea merupakan obat yang memiliki derajat ionisasi tinggi sehingga
akan sulit melewati plasenta dan kadarnya rendah dalam janin.
3. Ukuran Molekul
Obat yang memiliki berat molekul sampai dengan 500 dalton akan mudah
melewati pori membran (namun tetap bergantung pada kelarutan dalam
lemak dan derajat ionisasinya). Obat dengan berat molekul 500-1.000
dalton akan lebih sulit untuk melewati pori membran dan obat dengan
berat molekul lebih dari 1.000 dalton akan sangat sulit untuk menembus
pori membran.
Contoh: Heparin. Heparin mempunyai berat molekul yang sangat besar
dan merupakan molekul polar sehingga tidak dapat menembus plasenta,
hal ini menyebabkan heparin merupakan obat antikoagulan pilihan yang
aman pada kehamilan.
4. Ikatan Protein
Obat yang dapat melewati membran adalah obat yang tidak terikat dengan
protein (obat bebas). Derajat keterikatan obat dengan protein, terutama
albumin, akan mempengaruhi kecepatan melewati plasenta. Namun,
apabila obat sangat larut dalam lemak, ikatan protein tidak terlalu
berpengaruh. Dalam melewati plasenta, obat yang kelarutannya tinggi
dalam lemak lebih bergantung pada alirah darah plasenta. Apabila obat
sangat tidak larut dalam lemak dan terionisasi, maka perpindahannya akan
lambat dan dihambat oleh besarnya ikatan obat dengan protein.
Contoh: Kokain. Kokain merupakan basa lemah, kelarutan dalam lemak
tinggi, berat molekul rendah (305 dalton), dan ikatan protein plasma
rendah (8-10%) menyebabkan kokain cepat terdistribusi dari darah ibu ke
janin.

20
2.7. Transpor Aktif dan Transpor Pasif
2.7.1. Transpor Pasif
Molekul obat melalui membran sel berpindah ke dalam
dan keluar tubuh sel melalui penetrasi langsung ke membran sel
(dinding sel), difusi melalu gerbang atau saluran terbuka, atau
menempel pada protein pembawa. Proses perpindahan ini
disebut dengan transport. Pada umumnya, obat yang larut dalam
lemak, dapat langsung menembus dinding sel dan berdifusi.
Transport Obat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :
a. Penetrasi langsung melalui membran.
Bagi obat-obatan yang larut dalam lemak, yang
mampu larut dalam lapisan lipid (lemak) membran sel
b. Melalui Saluran Protein.
Hanya beberapa obat yang mampu menggunakan
cara ini karena kebanyakan molekul obat begitu besar
untuk melewati saluran (​protein channels​) yang kecil
c. Melalui Protein Pembawa
Seluruh protein pembawa selektif dalam membawa
substansi yang akan ditransporkan

Pada transport pasif, zat atau molekul berpindah melalui


membran sel searah dengan gradien konsentrasi yaitu dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sehingga tidak
memerlukan energi. Transpor akan berhenti apabila larutan
mencapai equilibrium pada kedua sisi membran. Transpor pasif
terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Difusi sederhana
Difusi sederhana merupakan salah satu salah satu
proses pergerakan molekul atau ion melalui membran sel,
di mana molekul atau ion tersebut bergerak dari daerah

21
yang mempunyai konsentrasi tinggi ke daerah yang
mempunyai konsentrasi rendah dan tidak memerlukan
energi. Sebagai contoh, setelah obat oral diberikan,
konsentasi awal obat tinggi di saluran pencernaan
(gastrointestinal) dari pada di dalam darah. Ini mendukung
perpindahan obat ke dalam aliran darah. Ketika obat
disirkulasikan, kosentarasi obat lebih tinggi di dalam darah
daripada kosentrasi di tubuh sel, jadi obat berpindah (dari
pembuluh kapiler) ke dalam cairan disekitar sel atau
kedalam sel sendiri. Difusi pasif terus berlanjut hingga
mencapi kondisi seimbang (equilibrium) antara jumlah
obat di jaringan jumlah obat di dalam darah.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi difusi
sederhana adalah:
1. Ukuran dan bentuk molekul obat
2. Kelarutan obat dalam lemak
Membran sel tersusun oleh molekul lipid
(lemak). Akibatnya, obat yang dapat larut dalam
lipid (lipid soluble) akan berdifusi melalui membran
lebih mudah dibandingkan obat yang larut dalam air
(water soluble).
3. Derajat ionisasi obat
Adalah banyaknya obat yang terionkan
(menjadi bermuatan) ketika dilarutkan dalam air.
Derajat ionisasi obat ditentukan oleh:
1) Sifat asam-basa obat : asam lemah atau basa
lemah (sebagian besar obat adalah asam lemah
atau basa lemah)
2) Sifat asam-basa cairan solven (pelarut)-nya :
asam atau basa (obat yang bersifat asam lemah

22
akan lebih terionisasi pada suasana basa,
sedangkan obat yang bersifat basa lemah akan
terionisasi pada suasana asam)
b. Difusi terfasilitasi
Meskipun molekul yang akan diangkut cukup besar,
dengan bantuan protein pengangkut maka molekul
tersebut dapat menembus membran sel. Mekanisme difusi
terfasilitasi mirip dengan transport aktif, perbedaannya
ialah obat bergerak sejalan dengan gradien konsetrasi.
Contohnya pengangkutan glukosa oleh protein pengangkut
melalui membran sel. Dengan berikatan pada protein
tersebut, maka glukosa menjadi larut dalam lipid, dengan
demikian molekul tersebut dengan mudah dapat bergerak
melewati molekul lipid bilayer. Kecepatan bergerak
molekul difusi terfasilitasi ini lebih cepat daripada difusi
biasa.
Dua tipe protein pada difusi fasilitatif adalah:
1) Protein saluran ​(channel protein) memiliki saluran
yang dapat dilalui oleh molekul zat terlarut spesifik.
2) Protein pembawa ​(carrier protein) merupakan
sebuah protein transpor yang spesifik untuk ion,
molekul, atau kelompok zat dengan membawa ion
atau molekul melintasi membran dengan mengubah
bentuk setelah mengikat ion atau molekul. Protein
pembawa dapat berubah-ubah bentuk, sehingga
menggerakan zat terlarut menyeberangi membran
saat perubahan bentuk.

23
Gambar: Dua tipe protein dan mekanisme pada difusi terfasilitasi

Gambar: Proses transport pasif


c. Osmosis
Osmosis merupakan perpindahan molekul zat
pelarut (​solvent​) dari konsentrasi rendah ke konsentrasi

24
tinggi dengan melewati membran selektif permeable.
Osmosis hanya dapat terjadi jika dibatasi oleh membran
semipermeabel atau membran selektif yang hanya dapat
dilewati oleh air. Tujuan akhir osmosis adalah untuk
mencapai equilibrium yaitu konsentrasi air yang seimbang
di kedua sisi. Contohnya sel darah merah ditempatkan di
lauran yang lebih encer maka air akan akan masuk ke
dalam sel darah merah, sehingga sel darah merah akan
menggembung atau pecah. Namun jika darah ditempatkan
di larutan yang lebih pekat, misalkan garam, maka sel
darah merah akan mengerut karena air di dalam darah
akan tersedot keluar.

2.7.2. Transpor Aktif


Pada transport aktif, obat dapat bergerak melawan gradien
konsentrasi atau elektrokimiawi (jika obat berupa ion) dimana
obat membutuhkan pembawa. Proses transport aktif dapat
mengalami kejenuhan. Transport Aktif membutuhkan energi
(biasanya ATP), oleh karena itu zat yang bersifat sebagai racun
metabolisme (mis : sianida, florida, dinitrofenol dan iodoasetat)
dan hipoksia dapat menghambat transport ini. Transport aktif
bersifat struktural spesifik antara senyawa yang strukturnya
serupa saling berkompetisi. Proses transport aktif berjalan satu
arah (unidirectional). Transport aktif terbagi menjadi dua
macam, yaitu transport aktif primer dan transport aktif sekunder.
1) Transpor aktif primer
Transport membran yang secara langsung
berpasangan dengan ATP Hydrolisis. Contoh dari PAT
adalah ATP-Binding Cassete Transporter atau yang biasa
disebut ABC Transporter.

25
2) Transport aktif sekunder
Transpor aktif sekunder memakai beda potensial dari
ion atau molekul yang memiliki konsentrasi tinggi ke
dalam lingkungan dengan konsentrasi rendah sehingga
menaikkan entropi dari sistem yang menyebabkan
munculnya energi elektrokimia

2.8. Transpor Aktif Primer


Transpor aktif primer merupakan transpor yang melibatkan protein
membran integral dan energi dari ATP untuk mengangkut molekul
melintasi membran. Jenis transportasi ini terutama dilakukan oleh ATPase.
ATPase adalah kelas enzim yang mengkatalisis defosforilasi adenosin
trifosfat menjadi adenosin difosfat (ADP) dan ion fosfat bebas. Reaksi ini
melepaskan energi yang digunakan untuk menggerakkan reaksi kimia
lainnya yang tidak akan dinyatakan terjadi.

Salah Satu ATPase yang diperlukan untuk semua kehidupan adalah


pompa ion natrium-kalium, yang membantu untuk menjaga potensial sel.
Pada pompa ion natrium-kalium, ATPase akan membawa Na​+ dari dalam
sel menuju ke bagian luar sel dan membawa K​+ ​dari luar sel ke dalam sel
seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar: Pompa Ion Natrium-Kalium

26
Contoh lain dari transpor aktif primer adalah ATP-Binding Cassette
(ABC), merupakan superfamily protein membran dengan fungsi beragam,
terdiri dari protein transmembran dan ATPase. ATPase tersebut
memanfaatkan energi pengikatan Adenosin trifosfat (ATP) dan hidrolisis
untuk memberi energi translokasi berbagai substrat melintasi membran,
baik untuk penyerapan atau untuk ekspor substrat.

Mekanisme transpor ATP-Binding Cassette (ABC) hampir sama


dengan pompa ion natrium-kalium, yakni dengan mengikat partikel
menggunakan ATP kemudian membawanya ke protein transpor untuk
dibawa ke dalam sel atau ke luar sel seperti terlihat pada gambar di bawah.

Gambar: ATP-Binding Cassette

27
Gambar: Mekanisme Transpor ABC

2.9. Transpor Aktif Sekunder

Transpor aktif sekunder adalah transpor pengangkutan gabungan,


yaitu pengangkutan ion-ion bersama dengan pengangkutan molekul lain.
Transpor aktif sekunder memerlukan transpor yang tergantung pada
potensial membran yang melibatkan protein pembawa. Transpor aktif
sekunder disebabkan oleh perbedaan gradien ion, bukan dari ATP.

Transpor aktif primer dan transport aktif sekunder saling


berhubungan erat karena transpor aktif primer akan menciptakan potensial
membran dan memungkinkan selanjutnya terjadinya transpor aktif
sekunder. Pada transpor aktif primer, konsentrasi K​+ lebih tinggi di dalam
sel daripada di luar sel, sementara konsentrasi Na​+ di dalam sel lebih kecil
daripada di luar sel karena Na​+ dipompa ke luar sel dengan dan K​+
dipompa ke dalam sel dengan bantuan ATP. Setelah itu, transport aktif
sekunder akan memanfaatkan konsentrasi Na​+ yang tinggi di luar sel
untuk membawa masuk zat terlarut lain ke dalam sel.
Mekanisme transpor aktif sekunder dibagi menjadi dua yaitu:
A. Transport sekunder co-transport

28
Pada transpor sekunder co-transport, protein pembawa akan
mengikat Na​+ dengan molekul lain seperti gula dan asam amino secara
bersama-sama dari lumen usus halus masuk ke dalam sel epitel usus.
Na​+ yang masuk dari luar sel berasal dari transpor aktif primer
akibat perbedaan konsentrasi sehingga memungkinkan terjadinya
pontensial membran dan menyebabkan asam amino dan glukosa dapat
masuk ke dalam sel. Meskipun asam amino atau glukosa di dalam sel
konsentrasinya lebih tinggi dari luar sel, tetapi asam amino atau glukosa
ini memakai energi dari Na​+ (akibat perbedaan konsentrasi Na) sehingga
glukosa atau asam amino dapat ditransport secara transport aktif sekunder
co-transport. Setelah di dalam sel banyak ion Na​+​, maka transport aktif
primer kembali berlangsung.

gambar mekanisme co-transport

B. Transport sekunder counter/exchange


Pada proses counter transport/exchange, masuknya ion Na​+ ke
dalam sel akan menyebabkan bahan lain ditransport keluar. Contoh: pada
Na-Ca exchange dan Na-H exchange.
Pada Na-Ca exchange, 3 ion Na​+ akan ditransport kedalam sel
untuk setiap 1 ion Ca​2+ yang ditransport keluar sel. Hal ini untuk menjaga
kadar Ca​2+ intrasel, khususnya pada otot jantung sehingga berperan pada
kontraktilitas jantung. Pada Na-H exchange, konsentrasi ion Na​+ dan

29
H​+​dapat diatur dalam tubulus proksimal ginjal, sehingga turut mengatur
pH dalam sel.

gambar mekanisme transport exchange

Solute Carrier Transpot (SLC)

Solute Carrier Transporter atau SLC merupakan salah satu jenis


membran transport protein yang menggunakan prinsip transporaktif
sekunder. Zat yang sering ditransport ion organik, asam amino,
neurotransmitter, dan gula.

SLC terdiri dari sekitar 52 famili yang terdapat dalam tubuh


dengan kegunaan masing-masing. Setiap famili memiliki subfamili
masing-masing. Salah satu contoh SLC yaitu SLC6 yang memiliki
beberapa jenis, yaitu:

1. GAT : Gamma Amino Butiryc Acid Transporter

Contoh obat : Tiagabine – mencegah reuptake GABA ke dalam sel


sinapsis.

2. NET : Norephineprin Transporter

Contoh obat : desipiramin – menghambat tranpor noerefinefrin.

3. DAT : Dopamin Transporter

30
Contoh obat : Kokain, Amphetamin – membantu reuptake
dopamine.

4. SERT : Serotonin Transporter

Contoh obat : Amitriptylin - mencegah reuptake serotonin.

2.10. Peran Transporter Secara Farmakokinetik

Transporter adalah protein membrane yang ada di setiap organisme.


Protein ini mengatur arus masuknya nutrient dan ion penting serta
mengatur arus pembuangan sampah, racun, obat-obatan, dan xenobiotic
lainnya. Fungsi protein transporter bisa difasilitasi dan bisa sebagai
transporter aktif.

Transporter yang penting dalam farmakokinetik umumnya terletak


di organ pencernaan, ginjal, epitel hepatic, yang mana berfungsi dalam
absorbsi selektif, eliminasi substansi endogen dan xenobiotic termasuk
obat-obatan lainnya. Transporter bekerja sama dengan enzim
pemetabolisme obat untuk mengeliminasi obat dan metabolitnya. Sebagai
tambahan, transporter di berbagai tipe sel memediasikan distribusi obat di
jaringan spesifik.
Peran transporter membran lainnya adalah sebagai ​Protective
Barrier terhadap organ dan jenis sel tertentu yang membatasi penetrasi

31
obat-obatan. Sebagai contoh P-glikoprotein atau transporter ABCB1 di
Blood Brain Barrier yang merupakan primary active transporter, fungsinya
adalah melindungi sistem saraf pusat dari berbagai macam obat yang
beragam dari berbagai macam struktural melalui mekanisme effluxnya.
Mekanisme efflux merupakan mekanisme dimana zat-zat asing yang
masuk kedalam otak akan dibawa oleh protein transporter P-glikoprotein
ke luar lewat aliran arus. Khusus untuk obat-obat yang tempat aksinya ada
di otak, ia harus dapat menembus sawar darah otak. Guna sawar darah otak
adalah untuk melindungi otak dari bahan-bahan yang mungkin berbahaya.
Agar dapat menembus sawar darah otak, suatu obat harus tetap tidak
terionkan pada pH darah, memiliki koefisien partisi yang tinggi (larut
dalam lipid) atau menggunakan bantuan suatu mekanisme transport
(misalnya: L-DOPA).

Contoh lain transporter secara farmakokinetik adalah GLUT-4.


Protein GLUT-4 merupakan secondary active transporter yang berperan
dalam mengangkut glukosa ke dalam sel otot rangka. Protein GLUT-4
akan ditranslokasikan ke permukaan membran sel otot rangka setelah
adanya rangsangan sinyal dari insulin yang menempel pada reseptor
insulin di otot (Lauritze dan Schetzer, 2010). Insulin ini akan bekerja di
GLUT-4 dan akan masuk untuk mempengaruhi insulinnya.

32
BAB III
Kesimpulan

3.1 Kesimpulan
Manusia tersusun dari unit-unit fungsional dinamakan sel. Sel merupakan
ruangan kecil yang dibatasi oleh membran dimana di dalamnya terdapat cairan
dan berperan penting dalam keberlangsungan hidup manusia. Membran yang
membatasi sel dengan lingkungan luar sel pada manusia berperan untuk mencegah
zat-zat yang berbahaya untuk masuk ke dalam sel. Membran secara selektif
mengatur zat-zat yang masuk dan keluar antar kompartemen dalam tubuh.
Struktur penghalang ini disebut dengan barrier. terdapat banyak barrier di dalam
tubuh manusia. Contohnya adalah gastric mucosal barrier, blood-brain barrier,
blood-CSF barrier, alveolar-capillary barrier, blood retinal barrier, dab placental
barrier.
Membran sebagai pengatur keluar masuk zat menjadikan membran
sebagai lalu lintas atau transpor berbagai molekul. Transpor lewat membran
dibagi menjadi dua, yaitu transpor pasif dan transpor aktif. Transpor pasif adalah
perpindahan molekul tanpa menggunakan energi karena tidak melawan gradien
konsentrasi. Transpor pasif dibagi menjadi tiga, yaitu difusi, difusi terfasilitasi,
dan osmosis. Transpor aktif adalah perpindahan molekul dengan menggunakan
energi karena melawan gradien konsentrasi. Transpor aktif dibagi menjadi dua,
yaitu transpor aktif primer dan sekunder.

33
DAFTAR PUSTAKA
Ballabh, P., Braun, A., & Nedergaard, M. (2004). The blood–brain barrier: an overview.
Neurobiology of Disease, 16(1), 1–13. ​https://doi.org/10.1016/j.nbd.2003.12.016

Ballabh, P., Braun, A., & Nedergaard, M. (2004). The blood–brain barrier: an overview:
Structure, regulation, and clinical implications. Neurobiology of Disease, 16(1),
1–13. ​https://doi.org/10.1016/J.NBD.2003.12.016

Blood-brain Barrier - an overview | ScienceDirect Topics. (n.d.). Retrieved October 5,


2018, from ​https://www.sciencedirect.com/topics/neuroscience/blood-brain-barrier

Brunton, L. L., Chabner, B. & Knollmann, B. C., 2011. Goodman & Gilman's The
Pharmacological Basis of Therapeutics. 12th ed. New York: McGraw-Hill.

Caron, TJ. 2015. ​Tight junction disruption: Helicobacter pylori and dysregulation of te
​ ational Center for Biotechnology Information.
gastric mucosal barrier. N
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4616217/ diakses pada 19
September 2017.

Crossing the Blood-Brain Barrier: Nanotechnology Strategies. (n.d.). Retrieved October


5, 2018, from ​https://www.medscape.com/viewarticle/770396_1

Daneman, R., & Prat, A. (2015). The Blood–Brain Barrier. Cold Spring Harbor
Perspectives in Biology, 7(1). https://doi.org/10.1101/CSHPERSPECT.A020412

Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. (2006). Pedoman pelayanan farmasi
untuk ibu hamil dan menyusui. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil Dan
Menyusui, 1–58.

Farrer, H. (1999). Perawatan Maternitas(Edisi 2). Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Japardi, I. (2002). ​Cairan Serebrospinal.​ Sumatera Utara: USU Digital Library.
Retrieved from ​https://repository.usu.ac.id

34
Ko, JK. 2000. Alcohol drinking and cigarette smoking: a "partner" for gastric ulceration.
National Center for Biotechnology Information.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11195134 diakses pada 19 September 2017
Laterra, J., Keep, R., Betz. L., & Goldstein, G. (1999). ​Blood-Cerebrospinal Fluid
Barrier​. Retrieved from ​www.ncbi.nlm.nih.gov
Locher, K. (2009). Structure and mechanism of ATP-binding cassette transporters.
Philosophical Transactions Of The Royal Society B: Biological Sciences,​
364(​ 1514), 239-245. doi: 10.1098/rstb.2008.0125

Manuaba, Manuaba, C., & Manuaba, F. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Muhi Amrulloh, F. and Utami, N. (2016). ​Hubungan Konsumsi OAINS terhadap


Gastritis.​ [online] Juke.kedokteran.unila.ac.id. Available at:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/917/731
[Accessed 11 Oct. 2018].

NCI Dictionary of Cancer Terms - National Cancer Institute. (n.d.). Retrieved October 5,
2018, from
https://www.cancer.gov/publications/dictionaries/cancer-terms/search?contains=fal
se&q=trojan+horse

Nisbet, R. M., Van der Jeugd, A., Leinenga, G., Evans, H. T., Janowicz, P. W., & Götz, J.
(2017). Combined effects of scanning ultrasound and a tau-specific single chain
antibody in a tau transgenic mouse model. Brain, 140(5), 1220–1230.
https://doi.org/10.1093/brain/awx052

Pangesti. Transpor aktif. Retrieved from


https://www.slideshare.net/farahchecwegirly/transpor

Perbedaan antara transpor aktif dan translokasi grup 2018 - EsDifferent.com - Perbedaan
Antara | Klarifikasi Diri Anda Ketahui Perbedaannya. (2018). Retrieved from
https://id.esdifferent.com/difference-between-active-transport-and-group-translocat
ion

35
Transporter families- IUPAR/BPS
http://www.guidetopharmacology.org/GRAC/ReceptorFamiliesForward?type=TR
ANSPORTER​ (akses 10 Oktober 2018)

Sherwood, L . 2012 . Fisiologi Manusia . Edisi Ke-6 . Jakarta : EGC.

Sherwood L. HumanPhysiology From cells to systems. 7​th ed. USA:


Brok/Cole;2010.

Sime, D. (2007). GASTROPROTECTIVE EFFECT OF CRUDE ETHANOL EXTRACT


OF ETHIOPIAN PROPOLIS AGAINST CHEMICAL INDUCED GASTRIC
MUCOSAL LESIONS IN MICE. Retrieved from
http://etd.aau.edu.et/bitstream/handle/123456789/6150/Dubero%20Sime.pdf?seque
nce=1&isAllowed=y

Retrieved from ​http://web.unair.ac.id/admin/file/f_27340_Ulkus_Peptikum.pdf

Retrieved from ​http://digilib.unila.ac.id/2375/9/BAB%20II.pdf

Tortora, G. J., Derickson. B. (2012). ​Principles of Anatomy and Physiology (13th


ed.). New York: Wiley
Wallace, JL. 2000. ​How do NSAIDs cause Ulcer Disease? ​National Center for
Biotechnology Information​. h​ ttps://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10749095
diakses pada 19 September 2017.

36

Anda mungkin juga menyukai