PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ketika menghadapi pasien kita memerlukan etika sebagai aturan berperilaku maupun
bertingkah laku. Di dalam etika keperawatan membahas dua jenis prinsip yaitu etika dan moral.
di dalam moral kita ditentukan tentang sifat baik atau buruk, benar atau salah dan juga layak atau
tidak layak. Ketika mengambil keputusan secara etis kita harus menentukan kerangka membuat
keputusan, langkah-langkah membuat keputusan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan secara etis. Untuk itulah makalah ini dibuat agar calon perawat
mengetahui dan memahami tentang keputusan etis dan moral.
B. Rumusan Masalah
1. Memahami konsep moral dalam keperawatan.
2. Kerangka pembuatan keputusan.
3. Langkah – langkah pembuatan keputusan.
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengambilan keputuan secara etis dalam
pelayanan keperawatan.
C. Tujuan
1. Agar dapat memahami konsep moral dalam keperawatan.
2. Agar dapat memahami kerangka pembuatan keputusan.
3. Agar dapat memahami langkah – langkah pembuatan keputusan.
4. Agar dapat memahami faktor – faktor yang mempengaruhi pengambilan keputuan
secara etis dalam pelayanan keperawatan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Prinsip moral merupakan masalah umum dalam melakukan sesuatu sehingga membentuk
suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan
dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu.( John Stone, 1989 ).
Fry (1991) menjelaskan bahwa dalam praktik keperawatan, ada beberapa konsep penting yang
harus termaktub dalam standar praktik keperawatan, diantaranya yaitu:
a. Advokasi
Menurut ANA (1985) advokasi adalah melindungi klien atau masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar
etika yang dilakukan oleh siapapun. Fry (1987) sendiri mendefinisikan sebagai dukungan aktif
terhadap setiap hal yang memiliki dampak/penyebab penting. Sementara itu Gadow (1983)
mengatakan bahwa advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan
bantuan perawat secara aktif kepada individu secara bebas untuk menentukan nasib sendiri.
2
Peran perawat sebagai advokat klien adalah memberi informasi dan bantuan kepada klien
atas keputusan yang telah dibuat klien. Hal ini berarti perawat memberikan penjelasan/informasi
sesuai kebutuhan klien. Menurut Kohnke (1982), perawat dalam memberikan bantuan memiliki
dua peran yaitu peran aksi dan nonaksi.peran aksi berarti perawat memberikan keyakinan kepada
klien bahwa mereka memiliki hak dan tanggung jawab dalam memnentukan pilihan atau
keputusan sendiri tanpa tekanan pengaruh orang lain. Sedangkan peran nonaksi mengandung arti
bahwa sebagai advokat, perawat harus menahan diri untuk tidak mempengaruhi klien. Dalam
menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus menghargai klien sebagai individu yang
memiliki berbagai karakteristik. Perawat harus memberikan perlindungan terhadap martabat dan
nilai manusiawi klien selama dalam keadaan sakit.
b. Responsibilitas dan Akuntabilitas
Responsibilitas (tanggung jawab) adalah eksekusi terhadap tugas yang berhubungan
dengan peran tertentu dari perawat . perawat yang selalu bertanggung jawab dalam
melaksanakan tindakannya akan mendapatkan kepercayaan dari klien atau profesi lain.
Sehingga ia akan tetap kompeten dalam pengetahuan dan keterampilan serta selalu
menunjukan keinginan untuk bekerja berdasarkan kode etik profesi.
Akuntabilitas (tanggung gugat) mengandung arti dapat mempertanggungjawabkan suatu
tindakan yang dilakukan, dan menerima konsikuensi dari tindakan tersebut (Kozier, erb,
1991). Mengandung dua komponen utama yaitu tanggung jawab dan tanggung gugat
(Fry, 1990) dan dipandang dalam suatu tingkatan hierarki, dimulai dari tingkat individu,
institusi/profesional, serta sosial (Sulliva, decker, 1998) perawat bertanggung gugat
terhadap dirinya, profesi , klien, sesama karyawan, dan masyarakat. Agar dapat
bertanggung gugat, perawata harus bertindak profesional serta sesuai dengan kode etik
profesinya. Akunsibilatas dilakukan untuk mengevaluasi efektifikasi perawat dalam
melakukan praktik keperawatan.
3
c. Loyalitas
Merupakan suatu konsep yang meliputi simpati, peduli dan berhubungan dengan timbal
balik terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan perawata.
Untuk mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan dengan pihak yang
harmonis, loyalitas harus dipertahankan oleh setiap perawat baik kepada klien, teman sejawat,
institusi, maupun profesi. Untuk mewujudkannya, Tabbner mengajukan berbagai argumerntasi:
Masalah klien tidak boleh didiskusikan dengan klien lain, karena informasi klien harus
didiskusikan secara profesional.
Perawat harus menhindari pembicaraab yang tidak manfaat.
Perawat harus menghargai dan memberikan bantuan kepada teman sejawat
Perawat harus menunjukan loyalitasnya kepada profesi dengan berprilaku secara tepat
pada saat bertugas.(2)
4
Gambar 1: Unsur-unsur utama yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan tindakan moral dalam
praktik keperawatan (diadaptasi dari Fry, 1991,lih, Prihardjo, 1995)
Berbagai kerangka model pembuatan keputusan etis telah dirancang oleh banyak ahli etika, di mana
semua kerangka tersebut berupaya menjawab pertanyaan dasar tentang etika, yang menurut Fry
meliputi:
a. Identifikasi masalah. Ini berarti mengklasifikasi masalah dilihat darinilai-nilai, konflik dan
hati nurani. Perawat juga harus mengkaji keterlibatannya terhadap masalah etika yang
timbul dan mengkaji parameter waktu untuk protes pembuatan keputusan. Tahap ini akan
memberikan jawaban pada perawat terhadap pernyataan: Hal apakah yang membuat
tindakan benar adalah benar? Nilai-nilai diklasifikasi dan peran perawat dalam situasi
yang terjadi diidentifikasi.
b. Perawat harus mengumpulkan data tambahan. Informasi yang dikumpul-kan dalam tahap ini
meliputi: orang-orang yang dekat dengan pasienyang terlibat dalam membuat keputusan bagi
pasien, harapan/keinginandari pasien dan orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan.
Perawatkemudian membuat laporan tertulis kisah dari konflik yang terjadi.Perawat harus
mengindentifikasi semua pilihan atau alternatif secara terbuka kepada pembuat keputusan.
Semua tindakan yang memung-kinkan harus terjadi termasuk hasil yang mungkin
5
diperoleh besertadampaknya. Tahap ini memberikan jawaban: Jenis tindakan apa
yangbenar?
c. Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan. Iniberarti perawat
mempertimbangkan nilai-nilai dasar manusia yang pen-ting bagi individu, nilai-nilai dasar
manusia yang menjadi pusat darimasalah, dan prinsip-prinsip etis yang dapat dikaitkan
dengan masalah.Tahap ini menjawab pertanyaan: Bagaimana aturan-aturan
tertentuditerapkan pada situasi tertentu?
d. Pembuat keputusan harus membuat keputusan. Ini berarti bahwa pem-buat keputusan
memilih tindakan yang menurut keputusan mereka paling tepat. Tahap ini menjawab
pertanyaan etika: Apa yang harus dilaku-kan pada situasi tertentu?
Sumber: J.B Thompson and HO Thompson, Ethic ini Nursing, New York: MacMilan Publishing Co.
Inc., 1981, diadaptasikan oleh Kelly, 1987. dalam Priharjo, 19
Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb (1989),
adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan
pengumpulan informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi: Orang yang
terlibat, Tindakan yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan konsekuensi dari tindakan
yang diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat.
e. Mendefinisikan kewajiban perawat.
f. Membuat keputusan.
Disamping beberapa bentuk kerangka pembuatan keputusan dilema etik yang terdapat
diatas, penting juga diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etik.
Diantaranya adalah factor agama dan adat istiadat, social, ilmu pengetahuan/tehnologi,
legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik
keperawatan dan hak-hak pasien (Priharjo, 1995).
6
Beberapa kerangka pembuatan dan pengambilan keputusan dilema etik diatas dapat diambil
suatu garis besar langkah-langkah kunci dalam pengambilan keputusan, yaitu:
Klarifikasi dilema etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai etik yang seharusnya
Dapatkan informasi yang lengkap dan terinci, kumpulkan data tambahan dari berbagai
sumber, bila perlu ada saksi ahli berhubungan dengan pertanyaan etik dan apakah ada
pelanggaran hukum/legal
Buatlah beberapa alternatif keputusan dan identifikasi beberapa alternative tersebut dan
diskusikan dalam suatu tim (komite etik).
Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima oleh masing-masing pihak dan buat
suatu keputusan atas alternative yang dipilih
Laksanakan keputusan yang telah dipilih bila perlu kerjasama dalam tim dan tentukan
siapa yang harus melaksanakan putusan.
Observasi dan lakukan penilain atas tindakan/keputusan yang dibuat serta dampak yang
timbul dari keputusan tersebut, bila perlu tinjau kembali beberapa alternative keputusan dan bila
mungkin dapat dijalankan. (3)
7
Salah satu kekuatan utilitarianisme adalah bahwa mereka menggunakan sebuah prinsip
dengan jelas dan rasional. Dengan prinsip ini, pemerintah sering membangun pegangan mereka
atas pembentukan kebijakan untuk mengatur masyarakat. Kekuatan lain dari teori ini adalah hasil
perbuatan yang dihasilkan.
Intuisionisme adalah sistem etika lainnya yang tidak mengukur baik tidaknya sesuatu
perbuatan berdasarkan hasilnya melainkan semata-mata berdasarkan maksud si pelaku dalam
melaksanakan perbuatan tersebut. Sistem ini menyoroti wajib tidaknya perbuatan dan keputusan
ini. Sistem lain tersebut adalah intuisionisme. Intuisionisme, berasal dari bahasa
Inggris: intuition, adalah pandangan bahwa manusia memiliki sebuah kacakapan, yang biasa
disebut hati nurani, yang memampukan mereka untuk melihat secara langsung apa yang disebut
benar atau salah, jahat atau baik secara moral. Pengetahuan intuitif ini adalah pengetahuan
langsung tentang suatu hal tanpa melalui proses logika baik deduktif maupun induktif. Teori ini
juga dikenal sebagai teori deontologi (dari kata Yunani: deon: apa yang harus dilakukan;
kewajiban). (berdasarkan hati nurani) Intuisionisme memang memiliki kebenaran
Pendekatan yang ketiga ditawarkan oleh seorang tokoh etika, Joseph Fletcher, adalah
pendekatan situasional. Bagi Fletcher tidak ada sistem yang benar-benar dapat digunakan bagi
semua situasi. Menurut dia, semuanya tergantung kepada situasi yang dihadapi oleh pelaku.
Pandangan ini memang lebih condong kepada paham intuisionisme, namun kadang-kadang juga
bisa menjadi utilitarianisme. (4)
8
membuat keputusan dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari
keputusannya, ada pula yang membuat keputusan berdasarkan pengalamannya.
Dalam membuat keputusan etis, seseorang harus berpikir secara rasional, bukan
emosional.
9
Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem kesehatan
nasional. Pelayanan kesehatan yang tadinya berorientasi pada program medis lambat
laun menjadi pelayanan komprehensif dengan pendekatan tim kesehatan. Ini
menyebabkan perubahan beberapa kebijakan pemerintah termasuk mahalnya biaya
pengobatan
c. Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi
Kemajuan yang telah dicapai meliputi berbagai bidang. Kemajuan di bidang
kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang usia
manusia dengan ditemukannya berbagai mesin mekanik kesehatan, cara prosedur
baru dan bahan-bahan/obat-obatan baru.
Misalnya pasien dengan gangguan ginjal dapat diperpanjang usianya berkat adanya
mesian hemodialisa, ibu-ibu yang mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan
berbagai jenis inseminasi, kemajuan-kemajuan ini menimbulkan pertanyaan-
pertanyaan yang berhubungan dengan etika.
d. Faktor legislasi dan keputusan juridis
Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap perubahan
sosial atau legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang merupakan reaksi
perubahan tersebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan menurut hukum sehingga
orang yang bertindak tidak sesuai dengan hukum dapat menimbulkan konflik.
Hampir disemua negara, pemerintah berupaya untuk melindungi hak-hak asasi
manusia dengan menyusun suatu undang-undang.
Misalnya masalah abortus merupakan topik pembicaraan yang hangat secara nasional.
Di Amerika Serikat beberapa negara bagian mengijinkan adanya aborsi dengan alasan
setiap ibu berhak menentukan nasibnya sendiri. Sedangkan dibeberapa negara lain
melarang aborsi dengan alasan perlindungan nyawa calon bayi. Selain masalah
pengaturan abortus aktivitas lain juga menjadi masalah hukum, diantaranya
pengaturan pengangkatan dan penjualan bayi, fertilisasi in vitro, ibu pengganti, hak
pilih mati dan hak untuk menolak perawatan.
e. Faktor dana/keuangan
Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat menimbulkan
konflik. Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, pemerintah telah banyak
10
berupaya dengan mengadakan berbagai program yang dibiayai pemerintah. Walaupun
pemerintah telah mengalokasikan dana yang besar untuk pembangunan kesehatan,
namun dana ini belum sepenuhnya dapat mengatasi berbagai program atau masalah
kesehatan sehingga partisipasi swasta dan masyarakat banyak digalakkan.
Contohnya program JamKesMas.
f. Faktor pekerjaan
Dalam pembuatan suatu keputusan. Perawat perlu mempertimbangkan posisi
pekerjaannya. Sebagian besar perawat bukan merupakan tenaga yang praktik sendiri
tetapi bekerja di rumah sakit, dokter praktik swasta atau institusi kesehatan yang lain.
Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan, namun harus disesuaikan
dengan keputusan/aturan tempat ia bekerja.
g. Kode etik keperawatan
Merupakan salah satu ciri/persyaratan profesi yang memberikan arti penting dalam
penentuan, pemertahanan, dan peningkatan standar profesi. Kode etik menunjukkan
bahwa tanggung jawab dan kepercayaan dari masyarakat telah diterima oleh profesi.
Apabila seorang anggota melanggar kode etik profesi, maka organisasi profesi dapat
memberi sanksi atau mengeluarkan anggota tersebut. (5)
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Moral adalah suatu perilaku tentang benar atau salah, baik atau buruk yang dapat diterima
oleh masyarakat, masalah yang berkaitan dengan keperawatan membutuhkan keputusan secara
etis. Dalam membuat keputusan kita harus memahami tentang kerangka pembuatan keputusan,
untuk membuat kerangka pembuatan keputusan secaraeti kita harus mengetahui tentang Nilai
dan kepercayaan Pribadi, Kode etik perawat Indonesia, Konsep Moral keperawatan,
Teori/prinsip-prinsip etika. Serta kita harus memahami tentang langkah-langkah dalam
pembuatan keputusan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan secara etis.
12
DAFTAR PUSTAKA
Dra. Hj. Mimin Emi Suhaemi, 2002. Etika keperawatan. Penerbit buku kedokteran : EGC.
Jakarta.
Veritas, 2011. Etika Keperawatan: Permasalahan Etika
Keperawatan.http://makalahselamakuliah.blogspot.com/2011/11/etika-keperawatan-
permasalahan-etika.html. diperoleh tanggal 13 mei 2012.
Andaners, 2011. Dilema etik. andaners.files.wordpress.com/2011/.../take-home-exam_dilema-
etik. Diperoleh tanggal 13 mei 2012.
Wartawarga, 2010. Jenis keputusan moral.http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/jenis-
keputusan-moral/. Diperoleh tanggal 13 mei 2012.
Suci Wahyu Haryanto,S.Kep,Ns, 2009. Pembuatan keputusan terhadap masalah
etis. http://suciwh.blogspot.com/2009/05/etika-keperawatan-9.html. diperoleh tanggal 13 mei
2012.
Andaners, 2011. Dilema etik. Dilema etik.andaners.files.wordpress.com/2011/.../take-home-
exam_dilema-etik. Diperoleh tanggal 13 mei 2012.
13