Anda di halaman 1dari 71

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Dasar Keluarga

1. Pengertian

Menurut widyanto (2014) Keluarga merupakan sasaran keperawatan

komunitas selain individu, kelompok, dan masyarakat. pelayanan keperawatan

keluarga merupakan salah satu area pelayanan keperawatan yang dapat dilaksanakan

di masyarakat. Menurut Depkes (2010, dalam widyanto, 2014). Mendefinisikan

keluarga sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih yang

dihubungkan karena hubungan darah, hubungan perkawinan, hubungan adopsi dan

tinggal bersama untuk menciptakan satu budaya tertentu. Keluarga merupakan

kumpulan individu yang mempunyai ikatan perkawinan, keturunan/hubungan darah

atau adopsi, yang tinggal dalam satu rumah, mengadakan interaksi dan komunikasi

melalui peran sosial yang dijalankan.

Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh perkawinan,

adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang

umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari

individu-individu yang ada di dalamnya terlihat dari pola interaksi yang saling

ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga terdiri dari orang-orang

yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi yang hidup bersama

10
11

dalam satu rumah tangga, anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu

sama lain dengn peran sosial keluarga (Achjar, 2010).

2. Ciri-ciri Struktur Keluarga

Keluarga merupakan suatu sistem interaksi emosional yang diatur secara

kompleks dalam posisi, peran, dan aturan atau nilai-nilai yang menjadi dasar struktur

atau organisasi keluarga. Struktur keluarga tersebut memiliki cirri-ciri antara lain:

a. Terorganisasi

Keluarga merupakan cerminan organisasi dimana setiap anggota keluarga

memiliki peran dan fungsinya mansing-masing untuk mencapai tujuan keluarga.

Dalam menjalankan peran dan fungsinya, anggota keluarga saling berhubungan

dan saling bergantung antara satu dengan yang lainnya (Widyanto, 2014).

b. Keterbatasan

setiap anggota keluarga memiliki keterbatasan, namun juga memiliki

keterbatasan dalam menjalankan peran dan fungsinya (Widyanto, 2014).

c. Perbedaan dan Kekhususan

Setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsinya masing-masing. Peran

dan fungsi tersebut cenderung berbeda dank has, yang menunjukkan adanya cirri

perbedaan dan kekhususan. Misalnya saja ayah sebagai pencari nafkah utama dan

ibu yang bertugas merawat anak-anak (Widyanto, 2014).

3. Tipe Keluarga

Keluarga memiliki berbagai macam tipe yang dibedakan menjadi kelurga

tradisional dan non tradisional, yaitu:


12

a. Keluarga Tradisional

1) Keluarga inti, yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak.

2) The dyad family, yaitu keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang hidup

dalam satu rumah tetapi tanpa anak.

3) Keluarga usila, yaitu keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua

dengan anak sudah memisahkan diri.

4) The childless family, yaitu keluarga tanpa anak karena terlambat menikah

dan untuk mendapatkan aank terlambat waktunya. Penyebabnya adalah

karena mengejar karir atau pendidikan yang terjadi pada wanita.

5) The extended family (keluarga besar), yaitu keluarga yang terdiri dari tiga

generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear family

disertai paman, bibi, orang tua (kakek dan nenek), keponakan, dan lain

sebagainya

6) The single parent family (keluarga duda atau janda), yaitu keluarga yang

terdiri dari satu orang tua bisa ayah atau ibu. Penyebabnya dapat terjadi

karena proses perceraian, kematian atau bahkan ditinggalkan.

7) Commuter family, yaitu keluarga dengan kedua orang tua bekerja di kota

yang berbeda, tetapi setiap akhir pecan semua anggota keluarga dapat

berkumpul bersama di salah satu kota yang menjadi tempat tinggal.

8) Multigeneration family, yaitu keluarga dengan generasi atau kelompok umur

yang tinggal bersama dalam satu rumah.


13

9) Kin-network family, yaitu keluarga dengan beberapa keluarga inti tinggal

dalam satu rumah atau saling berdekatn dan menggunakan barang-barang

serta pelayanan bersama. Seperti menggunakan dapur, kamar mandi,

televise, atau telepon bersama.

10) Blended family, yaitu keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang

menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.

11) The single adult living alonel single adult family, yaitu keluarga yang terdiri

dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan

seperti perceraian atau ditinggal mati (Widyanto, 2014).

b. Keluarga Non Tradisional

1) The unmarried teenage mother, yaitu keluarga yang terdiri dari orang tua

terutama ibu dengan anak dari hubungan tanpa nikah.

2) The stepparent family, yaitu keluarga dengan orang tua tiri.

3) Commune family, yaitu keluarga dengan beberapa pasangan keluarga

dengan anaknya yang tidak memiliki hubungan saudara, hidup bersama

dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama,

sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok atau membesarkan anak

bersama.

4) The nonmarital heterosexual cohabiting family, yaitu keluarga yang hidup

bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.


14

5) Gay and lesbian families, yaitu keluarga dengan seseorang yang mempunyai

persamaan jenis kelamin yang hidup bersama sebagaimana pasangan suami-

istri (marital partners).

6) Cohabitating couple, yaitu keluarga dengan orang dewasa yang hidup

bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.

7) Group-marriage family, yaitu keluarga dengan beberapa orang dewasa yang

mneggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang merasa yang telah

saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu, termasuk seksual

dan membesarkan anaknya.

8) Group network family, yaitu keluarga inti yang dibatasi oleh aturan atau

nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-

barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab

membesarkan anaknya.

9) Foster family, yaitu keluarga yang menerima anak yang tidak ada hubungan

keluarga atau saudara untuk waktu sementara.

10) Homeless family, yaitu keluarga yang terbentuk tanpa perlindungan yang

permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan

ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

11) Gang, yaitu sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda

yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian,

tetapi perkembangan dalam kekerasan dan criminal dalam kehidupannya

(Widyanto, 2014).
15

4. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga secara umum didefinisikan sebagai hasil akhir atau akibat dari

struktur keluarga. Adapun sebuah keluarga mempunyai fungsi antara lain:

a. Fungsi Afektif

Fungsi ini berkaitan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis

kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan

psikososial keluarga. Keluarga harus memenuhi kebutuhan kasih saying anggota

keluarganya karena respon kasih sayang satu anggota keluarga ke anggota

keluarga lainnya memberikan dasar penghargaan terhadap kehidupan keluarga.

Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif terlihat pada kebahagiaan dan

kegembiraan dari seluruh anggota keluarga (Widyanto, 2014).

b. Fungsi Sosialisasi dan tempat bersosialisasi

Sosialisasi merupakan proses perkembangan dan perubahan yang dilalui

individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam

lingkungan sosial. Sosialisasi mrujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang

diberikan dalam keluarga (Widyanto, 2014).

c. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya

manusia dengan memelihara dan membesarkan anak. Keluarga berfungsi

menjamin kontinuitas antar generasi keluarga dengan menyediakan anggota baru

untuk masyarakat (Widyanto, 2014).


16

B. Konsep Dasar Lansia

1. Pengertian Lansia

Perkembangan hidup lansia yang diharapkan mencakup penyesuaian terhadap

penurunan kekuatan dan kesehatan fisik, penyesuaian terhadap pensiun (bagi

mereka yang bekerja di sektor formal) dan penurunan penghasilan, penyesuaian

terhadap kematian pasangan atau kerabat, membangun suatu perkumpulan dengan

sekelompok seusia, mengambil dan beradaptasi terhadap peran sosial dengan cara

yang fleksibel, serta membuat pengaturan hidup atau kegiatan fisik yang

menyenangkan (Tamher dan Noorkasiani,2009).

Proses menua merupakan kombinasi berbagai macam faktor yang saling

berkaitan. Sampai saat ini banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang

proses menua yang tidak seragam. Secara umum, proses menua didefinisikan

sebaga i perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif dan

detrimental. keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan

berdapatasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup (Dewi. S, 2014).

Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-perlahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas

(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dengan begitu

manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan

menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai

penyakit degeneratif (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes melitus dan kanker)


17

yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang

dramatik seperti stroke, infark miokard, koma asidotik, metastasis kanker, dsb

(Boedhi dan Darmojo, 2015).

Proses menua merupakan proses yang terus menerus/berkelanjutan secara

alamiah dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. musalnya, dengan

terjadinya kehilangan jaringan pada otot susunan saraf dan jaringan lainnya, hingga

tubuh “mati” sedikit demi sedikit. Kecepatan proses menua setiap individu pada

organ tubuh tidak akan sama. ada kalanya seseorang belum tergolong lanjut

usia/masih muda, tetapi telah menunjukkan kekurangan yang mencolok (deskripansi).

Ada pula orang telah tergolong lanjut usia, penampilannya masih sehat, segar bugar,

dan badan tegap. Walaupun demikian harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang

sering dialami lanjut usia (Boedhi dan Darmojo, 2015).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya

dimulai pada satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. WHO

dan UU Nomor 13 Tahun 1998 menyebutkan bahwa 60 tahun usia permulaan tua.

Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang beransur ansur

mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses penurunan daya tahan

tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan

kematian (Dewi. S, 2014).

Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia apabila

usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap
18

lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan

tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Lanjut usia adalah keadaan yang

ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap

kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan

untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi dan Makhfudli,

2009).

2. Batasan Lansia

a. Berikut ini adalah batasan batasan umur yang mencakup batasan umur

lansia dari pendapat berbagai ahli yang dikutip dari Nugroho (2000, dalam

Efendi, 2009).

Menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 dalam BAB I Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi

lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

Menurut WHO, ada empat tahapan yaitu :

a. Usia pertengahan (midley age) usia 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun

Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad

a. Masa bayi : 0-1 tahun

b. Masa pra sekolah : 1-6 tahun

c. Masa sekolah : 6-10 tahun

d. Masa pubertas : 10-20 tahun


19

e. Masa dewasa : 20-40 tahun

f. Masa setengah umur (pra senium) : 40-65 tahun

g. Masa lanjut usia (senium) : 65 tahun ke atas

Menurut Dra. Jos Masdani (psikolog UI)

Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi

menjadi 4 bagian sebagai berikut :

a. Fase Iuventus (25-40 tahun)

b. Fase Virilitas (40-55 tahun)

c. Fase Presenium (55-65 tahun)

d. Fase Senium (65 hingga tutup usia)

Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro

b. Masa dewasa muda (elderly adulthood) : 18 atau 20 - 25 tahun

c. Masa dewasa penuh atau maturitas (middle years) : 25-60 atau 65 tahun

Masa lanjut usia (geriatrik age) : > 65 atau 70 tahun

3. Tipe-tipe Lansia

Banyak ditemukan bermacam-macam tipe lansia. Beberapa yang menonjol

diantaranya:

a. Tipe arif bijaksana

Lansia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhaha,

dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri
20

Lansia kini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan

yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta

memenuhi undangan.

c. Tipe tidak puas

Lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses

penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik

jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak

sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik.

d. Tipe pasrah

Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti

kegiatan beribadat, ringan kaki, melakukan berbagai jenis pekerjaan.

e. Tipe binggung

Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,

merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Dewi. S,2014).

Lansia dapat pula dikelompokkan dalam beberapa tipe yang bergantung

pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan

ekonominya. Tipe ini diantara lain:

1) Tipe optimis

Lansia santai dan periang, penyesuaian cukup baik, memnadang lansia

dalam bentuk bebas dari tanggung jawab dan sebagai kesempatan untuk

menuruti kebutuhan pasifnya.

2) Tipe konstruktif
21

Mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup, mempunyai toleransi

tinggi, humoris, fleksibel dan sadar diri. Biasanya sifat ini terlihat sejak muda.

3) Tipe ketergantungan

Lansia ini masih dapat diterima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif,

tidak berambisi, masih sadar diri, tidak mempunyai inisiatif, dan tidak praktis

dalam bertindak.

4) Tipe defensif

Sebelumnya mempunyai riwayat pekerjaan/jabatan yang tidak stabil,

selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol, memegang teguh

kebiasaan, bersifat kompulsif aktif, anehnya mereka takut menghadapi

“menjadi tua” dan menyenangi masa pensiun.

5) Tipe militan dan serius

Lansia yang tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang dan bisa

menjadi panutan.

6) Tipe pemarah frustasi

Lansia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu

menyalahkan orang lain, menunjukkan penyesuaian yang buruk, dan sering

mengekspresikan kepahitan hidupnya.

7) Tipe bermusuhan

Lansia yang selalu menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan,

selalu mengeluh, bersifat agresif dan curiga. Umumnya memiliki pekerjaan

yang tidak stabil disaat muda, menganggap menjadi tua sebagai hal yang tidak
22

baik, takut mati, iri hati pada orang yang masih muda, senag mengadu untung

pekerjaan, dan aktif menghindari masa yang buruk.

8) Tipe putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri

Bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak memiliki ambisi,

memgalami penurunan sosio-ekonomi, tidak dapat menyesuaikan diri, lansia

tidak hanya mengalami kemarahan, tetapi juga depresi, menganggap usia

lanjut sebagai masa yang tidak menarik dan berguna (Dewi. S,2014).

Perawat perlu mengenal tipe lanjut usia sehingga dapat menghindari kesalahan

atau kekeliruan dalam melaksanakan pendekatan perawatan. Tentu saja tipe tersebut

hanya suatu pedoman umum. Dalam praktiknya, berbagai variasi dapat ditemukan.

Menurut kemampuan dalam diri sendiri, lanjut usia dapat digolongkan dalam

kelompok sebagai berikut:

a. Lansia mandiri sepenuhnya

b. Lansia mandiri dengan bantuan langsung dari keluarganya

c. Lansia mandiri dengan bantuan tidak langsung

d. Lansia dengan bantuan badan sosial

e. Lansia di panti wredha

f. Lansia yang dirawat di RS

g. Lansia dengan gangguan mental (Dewi. S, 2014).

4. Teori-teori Proses Penuaan

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi,

teori psikologis, teori sosial dan teori spiritual.


23

a. Teori Biologi

1) Teori genetik

Teori genetik ini menyebutkan bahwa manusia dan hewan terlahir dengan

program genetik yang mengatur proses menua selama rentang hidupnya.

Setiap spesies di dalam inti selnya memilıki suatu jam genetik/jam biologis

sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah

diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jam ini berhenti berputar

maka ia akan mati (Dewi, S, 2014).

2) Wear and tear theory

Menurut teori "pemakaian dan perusakan" (Wear and tear theory)

disebutkan bahwa proses menua terjadi akibat kelebihan usaha dan stres yang

menyebabkan sel tubuh menjadi lelah dan tidak mampu meremajakan

fungsinya. Proses menua merupakan suatu proses fisiologis (Dewi, S, 2014).

3) Teori nutrisi

Teori nutrisi menyatakan bahwa proses menua dan kualitas proses menua

dipengaruhi intake nutrisi seseorang sepanjang hidupnya. Intake nutrisi yang

baik pada setiap tahap perkembangan akan membantu meningkatkan kualitas

kesehatan seseorang. Semakin lama seseorang mengkonsumsi makanan

bergizi dalam rentang hidupnya, maka ia akan hidup lebih lama dengan sehat

(Dewi, S, 2014).
24

4) Teori mutasi somatic

Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat

pengaruh lingkungan vang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi

DNA dan RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini

lerjadi terus-menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ

atau perubahan sel normal menjadi sel kanker atau penyakit (Dewi, S, 2014).

5) Teori stres

Teori stres mengungkapkan bahwa proses menua terjadi akibat hilangnya

sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat

mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan sel

yang menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (Dewi, S, 2014).

6) Slow immunology theory

Menurut teori ini, sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia

dan mesuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan

organ tubuh (Dewi, S, 2014).

7) Teori radikal bebas

Radikal bebas terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas

mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan

protein, Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi

(Dewi, S, 2014).
25

8) Teori rantai silang

Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia, sel-sel yang tua

dan usang menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan

ini menyebabkan penurunan elastısitas, kekacauan, dan hilangnya fungsi sel

(Dewi, S, 2014).

b. Teori Psikologis

1) Teori kebutuhan dasar manusia

Menurut hierarki Maslow tentang kebutuhan dasar manusia, setiap

manusia memiliki kebutuhan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya

itu, Dalam pemenuhan kebutuhannya, setiap individu memiliki prioritas.

Seorang individu akan herusaha memenuhi kebutuhan di piramida lebih atas

ketika kebutuhan di tingkat piramida di bawahnya telah terpenuhi. Kebutuhan

pada piramida tertinggi adalah aktualisasi diri. Ketika individu mengalami

proses menua, ia akan berusaha memenuhi kebutuhan di piramida tertinggi

yaitu aktualisasi diri (Dewi, S, 2014).

2) Teori individualısme Jung

Menurut teori ini, kepribadian seseorang tidak hanya berorientasi pada

dunia luar namun juga pengalaman pribadi. Keseimbangan merupakan faktor

yang sangat penting untuk menjaga késehatan mental. Menurut teori ini

proses menua dikatakan berhasil apabila seorang individu melihat ke dalam

dan nilai dirinya lebih dari sekedar kehilangan atau pembatasan

fısiknya(Dewi, S, 2014).
26

3) Teori pusat kehidupan manusia

Teori ini berfokus pada identifikasi dan pencapaian tujuàn kehidupan

seseorang menurut lima fase perkembangan, yaitu:

a) Masa anak-anak; belum memiliki tujuan hidup yang realistic

b) Remaja dan dewasa muda; mulai memiliki konsep tujuan hidup yang

spesifik

c) Dewasa tengah; mulai memiliki tujuan hidup yang lebih kongkrit dan

berusaha untuk mewujudkannya

d) Usia pertengahan; melihat ke belakang, mengevaluasi tujuan yang dicapai.

Lansia; saatnya berhenti untuk melakukan pencapaian tujuan hidup (Dewi,

S, 2014).

4) Teori tugas perkembangan

Menurut tugas tahapan perkembangan ego Ericksson, tugas perkembangan

lansia adalah integrity versus despair. Jika lansia dapat menemukan arti dari

hidup yang dıjalaninya, maka lansia akan memiliki integritas ego untuk

menyesuaikan dan mengatur proses menua yang dialaminya. Jika lansia tidak

memilikı integritas maka ia akan marah, depresi dan merasa tidak adekuat,

dengan kata lain mengalami keputusasaan (Dewi, S, 2014).

c. Teori Sosiologi

1) Teori interaksi sosial (social exclange theory)

Menurut teori ini pada lansia terjadi penurunan kekuasaan dan prestise

sehingga interaksi sosiai mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah


27

harga diri dan kemanpuan mereka untuk mengikuti perintah (Dewi, S,

2014).

2) Teori penarıkan dıri (disengagement theory)

Kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan

mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari

pergaulan di serkatarnya. Lansia mengalami kehilangan ganda, yang

meliputi:

a) Kehilangan peran

b) Hambatan kontak sosial

c) Berkurangnya komitmen

Pokok-pokok teori menarik diri adalah:

a) Pada pria, terjadi kehilangan peran hidup terutama terjadi pada masa

pensiun. Sedangkan pada wanita terjadi pada masa ketika peran dalam

keluarga berkurang, misalnya saat anak beranjak dewasa serta

meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.

b) Lansia dan masyarakat mampu mengambil manfaat dari hal ini, karena

lansia dapat merasakan bahwa tekanan sosial berkurang, sedangkan kaum

muda memperoleh kesempatan kerja yang lebih luas.

c) Aspek utama dalam teori ini adalah proses menarik diri yang terjadi

sepanjang hidup. Proses ini tidak dapat dihındari serta harus diterima oleh

lansia dan masyarakat (Dewi, S, 2014).


28

3) Teori aktivitas (activity theory)

Teori ini menyatakan bahwa penuaan vang sukses bergantung pada

bagaimana seorang lansia merasakan kepuasaan dalam melakukan aktivitás

serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas

dan aktıvitas yang, dilakukan. Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan

bahwa proses penuaan merupakan suatu perjuangan untuk tetap muda dan

berusaha untuk mempertahankan perilaku mereka semasa mudanya (Dewi, S,

2014).

4) Teori berkesinambungan

Menurut teori ini, setiap orang pasti berubah menjadi tua namun

kepribadian dasar dan pola perilaku individu tidak akan mengalami

perubahan, Pengalaman hidup sescorang pada suatu saat merupakan

gambarannya kelak pada saat menjadı lansia (Dewi, S, 2014).

5) Subculture theory

Menurut teori ini lansia dipandang sebagai bagian dari subkultur. Secara

antropologis, berarti lansia memiliki norma dan standar budaya sendiri.

Standar dan norma budaya inı meliputi perilaku, keyakinan, dan harapan yang

membedakan lansia dari kelompok lainnya (Dewi, S, 2014).

Pertambahan usia mengakibatkan fungsi fisiologis mengalami penurunan

akibat proses degenerative (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak

diderita lansia. Selain itu masalah degenerative menurunkan daya tahan tubuh
29

sehinnga rentan juga terkena infeksi penyakit menular. Beberapa penyakit

lansia di Indonesia adalah:

a) Paru-paru (gangguan pernafasan)

Penurunan fungsi paru-paru karena elastisitas jaringan paru-paru dan

dinding dada makin berkurang. Semakin tua usia seseorang, kekuatan kontraksi

otot pernafasan dapat berkurang sehingga sulit bernafas (Ekasari et al., 2018).

b) Kardiovaskuler (penyakit jantung)

Ukuran besar jantung pada lansia akan sedikit mengecil, sehingga

aktivitas jantunng pun berkurang yang menyebabkan penurunan curah jantung,

terutama pada rongga bilik kiri ukuran sel-sel jantung juga mengalami

penurunan sehingga kekuatan otot jantung juga mengalami penurunan. Setelah

berumur 20 tahun, kekuatan otot jantung berkurang sesuai dengan

bertambahnya usia denyut jantung maksimal dan fungsi lain dari jantung juga

mengalami penurunan (Ekasari et al., 2018).

c) Hipertensi

Beberapa hasil penelitian epidemiologi didapatkan data bahwa dengan

meningkatnya umur dan tekanan darah meninggi. Hipertensi menjadi masalah

pada lanjut usia karena sering ditemukan dan menjadi faktor utama penyebab

terjadinya stroke pada lansia, payah jantung dan jantung koroner. lebih dari

50% kematian di atas 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan

cerebrovaskuler (Ekasari et al., 2018).


30

d) Pencernaan (Gastritis)

Gastritis adalah penyakit pencernaan yang menyerang lambung yang

disebabkan inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung. Angka

penderita gastritis pada lansia semakin meningkat seiring dengan terjadinya

proses menua, hanya saja sering kali hal ini kondisi ini tidak disadari oleh lansia

karena menganggap bahwa nyeri lambung merupakan proses menua (Ekasari et

al., 2018).

e) Rematik

Nyeri sendi yang dialami oleh lansia dikenal oleh banyak orang dengan

penyakit rematik. Penyakit ini diakibatkan karena proses degenerasi atau

kerusakan pada permukaan sendi-sendi tulang yang banyak dikumpai pada

lansia terutama lansia dengan berat badan berlebih. hampir 8% orang-orang

berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan sendinya seperti linu-linu, pegal,

dan kadang-kadang nyeri. bagian yang sering terserang adalah persendian pada

jari-jari, tulang punggung, sendi-sendi penahan berat tubuh (lutut dan pinggul).

Biasanya nyeri akut pada persendian itu disebabkan oleh gout. Hal ini

disebabkan gangguan metabolisme asam urat dalam tubuh (Ekasari et al., 2018).

C. Konsep Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari

140 mmHg dan tekanan diastolic lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah manusia secara

alami berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila
31

tekanan darah tersebut persisten. Tekanan darah tersebut membuat sistem sirkulasi

dan organ yang mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang

(Palmer, 2005 dalam Manuntung, 2018 ).

Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120-140 mmHg tekanan

sistolik dan 80-90 mmHg tekanan diastolic. Seseorang dinyatakan mengidap

hipertensi bila tekanan darahnya > 140/90 mmHg. Sedangkan tekanan darah pada

orang dewasa dengan usia di atas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi

stadium 1 apabila tekanan sistoliknya 140-159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90-99

mmHg. diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya

lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg, sedangkan hipertensi

stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan

diastoliknya lebih dari 116 mmHg. Hipertensi pada lansia didefinisikan sebagai

tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg (Manuntung, 2018).

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat 2 angka. Angka yang lebih tinggi

diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang leboih rendah

diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80

mmHg didefinisikan sebagai “normal”. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi

kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan

darah 140/90 mmHg atau keatas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka

beberapa minggu (Manuntung, 2018).

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh

darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Hipertensi tak ubahnya bom
32

waktu. Dia tak mengirimkan sinyal-sinyal bahaya terlebih dahulu. Vonis sebagai

pengidap tekanan darah tinggi datang begiru saja, karena tak mengirimkan alarm

bahaya, orang kerap mengabaikannya. Hipertensi dikenal sebagai penyebab utama

stroke dan jantung (Marliani dan Tantan, 2007).

Menurut Hanns Petter Wolff, satu dari setiap lima orang menderita tekanan

darah tinggi, dan sepertiganya tidak menyadarinya. Padahl, sekitar 40% kematian

dibawah usia 65 tahun bermula dari tekanan darah tinggi. Orang juga sering tidak

sadar dengan karakter penyakit ini yang timbul tenggelam. Ketika si penderita

hipertensi dinyatakan bisa berhenti minum obat karena teknana darahnya sudah

normal, dia sering menganggap kesembuhannya permanen. Pada sebagian kasus

memang bisa disembuhkan total, tapi presentasinya kecil. Itupun hanya hipertensi

ringan. Yang bisa anda lakukan mengontrolnya dengan mengonsumsi obat penurun

hipertensi dan menjalankan pola hidup sehat (Marliani dan Tantan, 2007).

2. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

a. Hipertensi esensial datau primer

Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat

diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab

hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan hereditas

(keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi primer,

sedangkan 10%-nya tergolong hipertensi sekunder.


33

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara

lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit

kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan laim-lain. Karena golongan tersebut dari

penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan

lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial (Manuntung, 2018).

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:

1) Penyakit ginjal

2) Tumor ginjal

3) Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)

4) Kelainan hormonal

5) Obat-obatan

6) Pil KB

7) Penyalah gunaan alcohol

8) Kayu manis (dalam jumlah sangat besar) (Manuntung, 2018).

Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi:

a. Umur

Orang yang berumur 40 tahun biasanya rentan terhadap meningkatnya

tekanan darah yang lambat laun dapat menjadi hipertensi seiring dengan

bertambahnya umur mereka (Manuntung, 2018).


34

b. Ras/suku

Di luar negeri orang kulit hitam >kulit putih. karena adany perbedaan

status atau derajat ekonomi, orang kulithitam dianggap rendah dan pada jaman

dahulu dijadikan budak. Sehingga banyak menimbulkan tekanan batin yang

kuat hingga menyebabkan stress timbullah hipertensi (Manuntung, 2018).

c. Urbanisasi

Hal ini akan menyebabkan perkotaan menjadi padat penduduk yang

merupakan salah satu pemicu timbulnya hipertensi. Secara otomatis akan

banyak kesibukan di wilayah tersebut, dan banyak tersedia makanan-makanan

siap saji yang menimbulkan hidup kurang sehat sehingga memicu timbulnya

hipertensi (Manuntung, 2018).

d. Geografis

Jika dilihat dari segi geografis, daerah pantai lebih besar prosentasenya

terkena hipertensi. Hal ini disebabkan karena daerah pantai kadar garamnya

lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah pergunungan atau daerah yang

lebih jauh pantai. Selain itu keadaan suhu juga menjadi suatu alasan mengapa

hipertensi banyak terjadi di daerah pantai (Manuntung, 2018).

e. Jenis kelamin

Wanita>pria: Di usia >50 tahun. karena di usia tersebut seorang wanita

sudah mengalami menopause dan tingkat stress lebih tinggi.

Pria>wanita: di usia <50 tahun, karena di usia tersebut seorang pria

mempunyai lebih banyak aktivitas dibandingkan wanita.


35

Berdasarkan faktor akibat hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah di

dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

Berdasarkan faktor pemicu, hipertensi dibedakan atas yang tidak dapat

dikontrol seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Pada 70-80% kasus hipertensi

primer, Didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga (Manuntung, 2018).

3. Klasifikasi

Klasifikasi Hipertensi atau tekanan darah tinggi terbagi menjadi 2 jenis :

a. Hipertensi esensial (primer)

Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus tekaan darah tinggi, sekitar 95%.

Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, walaupun dikaitkan dengan

kombinasi faktor pola hidup seperti kurang bergerak dan pola makan.

b. Hipertensi sekunder

Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus tekanan

darah tinggi. tekanan darah tinggi tipe ini disebabkan oleh kondisi medis lain

(misalnya penyakit ginjal) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu (misalnya

pil KB) (Manuntung, 2018).

4. Pencegahan

a. Berhenti merokok secara total dan tidak mengkonsumsi alcohol.

b. Melakukan antisipasi fisik secara teratur atau berolahraga secara teratur

dapat mengurangi ketegangan pikiran (stress) membantu menurunkan berat

badan, dan membakar lemak yang berlebihan.


36

c. Diet rendah garam atau makanan, kegemukan (kelebihan berat badan harus

segera dikurangi).

d. Latihan olahraga seperti senam aerobic, jalan cepat, dan bersepeda, paling

sedikit 7 kali dalam seminggu.

e. Memperbanyak minum air putih 8-10 gelas/hari.

f. Memeriksakan tekanan darah secara berkala terutama bagi seseorang yang

memiliki riwayat penderita hipertensi.

Menjalani gaya hidup yang wajar mempelajari cara yang tepat untuk

mengendalikan stress (Manuntung, 2018).

5. Patofisiologis

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

dipusat vasomotor pada medula diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf

simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula

spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang begerak kebawah melalui sistem saraf

simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan

asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh

darah. Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi

respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstiktor. Kiien dengan hipertensi

sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahai dengan jelas mengapa

hai tersebut dapat terjadi. Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis
37

merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal

menyekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi

kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor

pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke

ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin yang dilepaskan merangsang

pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II.

vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks

adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung

men- cetuskan hipertensi (Brunner & Suddarth, 2002, dalam Aspiani, 2014).

6. WOC

Faktor prediposisi

Merangsang pusat vasomotor

Merangsang neuron pre ganglion untuk melepaskan asetilkolin

Merangsang serabut pasca-ganglion ke pembuluh darah


untuk melepaskan norepinefrin

Kortisol dan steroid lainnya Kelenjar medula adrenal juga


disekresi oleh kelenjar korteks terangsang untuk menyekresi
adrenal epinefrin

Memperkuat
Vasokonstriksi pembuluh darah
38

Penurunan aliran darah ke ginjal

Pelepasan renin

Merangsang pembentukan angiotensin l menjadi angiotensin ll

Merangsang sekresi aldosteron

Retensi natrium dan air di tubulus

Peningkatan volume intravaskular

Hipertensi

Peningkatan resistensi terhadap pemompaan darah ventrikel

peningkatan beban kerja jantung

Hipertrofi ventrikel kiri

Kerusakan vaskular

Sistemik Koroner

Otak Ginjal Penurunan suplai O₂


ke koroner
39

Obstruksi/ruptur Disfungsi ginjal


pembuluh darah Iskemik miokard
otak
Gagal ginjal
Nyeri dada
stroke hemoragik

Diagnosa keperawatan:
Nyeri kepala Vasokonstriksi Nyeri akut dan Intoleransi
aktifitas
Diagnosa
Keperawatan:
Diagnosa
Nyeri akut
Keperawatan:
gangguan tidur

7. Penatalaksanaan

Menyebutkan bahwa tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien

hipertensi adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan

mencapai dan mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektifitas

setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan

kualitass hidup sehubungan dengan terapi. Penatalaksanaan hipertensi antara lain

pencegahan pada sasaran individu yang memiliki tekanan darah tinggi, riwayat

keluarga hipertensi, dan satu atau lebih gaya hidup yang terkait dengan usia yang

meningkatkan tekanan darah, seperti obesitas, asupan tinggi natrium, inaktivitas fisik,

dan asupan alkohol berlebihan; keputusan terapi untuk pasien hipertensi berdasarkan

pada derajat peningkatan tekanan darah, keberadaan kerusakan organ sasaran, dan

keberadaan penyakit kardiovaskuler klinis atau faktor risiko lain; modifikasi gaya

hidup meliputi penurunan berat badan (satu-satunya metode pencegahan yang paling
40

efektif program harus dibuat per individu), olahraga (latihan aerobic teratur untuk

mencapai kebugaran fisik sedang), diet rendah garam (sasaran >6 gram per hari);

tingkatkan asupan kalium, kalsium, dan magnesium, kurangi asupan alkohol (tidak

lebih dari dua gelas bir, 10 ons anggur perhari untuk pria; jumlah separunya untuk

wanita), dan berhenti merokok; terapi farmakologis ditujukan untuk pasien yang telah

gagal dengan terapi modifikasi gaya hidup saja, mengalami hipertensi tahap dua atau

tiga, mengalami kerusakan pada organ sasaran, atau memiliki faktor risiko

kardiovaskuler lain yang bermakna (Manuntung, 2018).

D. Konsep Gangguan Tidur

1. Definisi

Menurut Boedhi & Darmojo (2015) hampir sepertiga umur kita dihabiskan

untuk tidur. Tidur yang lelap dan nyanyak tanpa gangguan menjadi kebutuhan

manusia yang penting, sama pentingnya dengan kebutuhan makanan, minum, tempat

tinggal dll. Gangguan terhadap tidur pada malam hari (insomnia) akan menyebabkan

mengantuk sepanjang hari esoknya. Mengantuk merupakan faktor risiko untuk terjadi

kecelakaan, jatuh, penurunan stamina dan secara ekonomi mengurangi produktivitas

seseorang. Hal lain yang dapat terjadi adalah ketidak bahagiaan, dicekam kesepian,

dan yang terpenting mengakibatkan penyakit-penyakit degeneratif yangsudah diderita

mengalami eksaserbasi akut, pemburukan dan menjadi tidak terkontrol lagi. Selain itu

akan menimbulkan masalah sosial terhadap lingkungannya, terutama teerhadap

keluarganya. dapat terjadi akibat seorang kakek atau nenek tidak dapat tidur, seluruh
41

keluargapun tidak dapat tidur, karena ulah atau prilaku sang kakek atau nenek

membangunkan seluruh anggota keluarga.

Secara luas gangguan tidur pada lansia dapat dibagi menjadi :

1. Kesulitan masuk tidur

2. Kesulitan mempertahankan tidur nyenyak

3. Bangun terlalu pagi

Pada orang muda yang sehat waktu yang dibutuhkan dari stadium 1 sampai

dengan 3 hanya 45 menit. Stadium 4 membutuhkan waktu sekitar 70-120 menit dan

berulang sampai 6 kali sebelum terbangun. Pada tidur yang normal mempunyai

kecenderungan perpindahan stadium dari tidur yang dalam menuju tidur yang ringan.

Pengulangan status tidur non REM terjadi pada 4 jam pertama tidur dan kebanyakan

berada pada stadium 3 dan 4, sedangkan 4 jan kedua lebih banyak terjadi

pengulangan pada stadium 1 dan 2 dan status REM.

Siklus tidur dan bangun polanya adalah bangun sepanjang hari saat cahaya

terang dan tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya

perubahan gelap dan terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata dan

mempengaruhi suatu bagian di hipotalamus yang disebut nukleus supra-chiasmatic.

Istirahat mempunyai arti yang sangat luas meliputi bersantal menyegarkan

diri, diam menganggur setelah melakukan aktivitas, serta melepaskan diri dari apa

pun yang membosankan, menyulitkan, atau menjengkelkan. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa istirahat merupakan keadaan yang tenang, rileks, tanpa tekanan

emosional dan bebas dari kecemasan (ansietas) (Aspiani, 2014).


42

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi

individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali

dengan indera atau rangsangan yang cukup. Tujuan seseorang tidur tidak jelas

diketahui, namun diyakini tidur diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental

emosional, fisiologi, dan kesehatan (Aspiani, 2014).

Tidur merupakan suatu keadaan perilaku individu yang relatif tenang disertai

peningkatarn ambang rangsangan yang tnggi terhadap stimulus dari luar. Keadaan int

bersifat teratur, silih berganti dengan keadaan terjaga (bangun) dan mudah

dibangunkan, (Aspiani, 2014).

Tidur menurut Gulton (Hidayat 2008, dalam Aspiani, 2014) tidur merupakan

kodisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris

yang sesuai atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang

relatif, bukan hanya kedaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih menpa in

satu uutar allus yang behualang dere minim.mermink enadaran yang bervarlas,

ordapet perubahan proses eo Jogis dan oat penunuran.respon terhadap rangangan lari

ke ega kesein adanya alvitas yong Gangguan tidur (Insomnia) adalah kesulitan untuk

memulai tidur atau kesulitan untuk tetap tertidur, atau gangguan tidur yang membuat

penderita merasa belum cukup tidur pada saat terbangun.

2. Fisiologi Tidur

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubunes

mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menet pusat otak

agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini d oleh sistem pengaktivasi
43

retikularis yang merupakan sistem yang mengah seluruh tingkatan kegiatan susunan

saraf pusat termasuk pengaturan keses padaan dan tidur. Pusat pengaturan aktivitas

kewaspadaan dan ticur terletl dalaM masensefalon dan bagian atas pons (Aspiani,

2014).

Selain itu, Retikuler Activating System (RAS), dapat memberikan rangsangan

visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima stimulus dari korteks

serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron

dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepene- pri sel khusus yang

berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulber Syncrhonozing Region (BSR),

sedangkan bangun tergantung keseimbangan implus yang diterima di pusat otak dan

system limbic. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau

perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Aziz, 2008 dalam Aspiani, 2014).

3. Faktor yang mempengaruhi tidur

Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang

kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Ada pula yang mengalami gang guan.

Seseorang bisa tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

sebagai berikut:

a. Usia

Semakin bertambah umur manusia semakin berkurang total waktu

kebutuhan tidur. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan dan fisiologis dari sel

sel dan organ, pada neonati kebutuhan tidur tinggi karena masih daiam proses

adaptasi dengan lingkungan dari dalam rahim ibu, sedangkan pada lansia sudah
44

mulai terjadi degenerasi sel dan organ yang mempengan fungsi dan mekanisme

tidur (Aspiani, 2014).

b. Status kesehatan

Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan klien dapat t

dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri. maka butuhan

istirahat dan tidurnya tidalk dapat dipenuhi dengan baik senas ia tidak dapat

tidur dengan nyenyak (Aspiani, 2014).

c. Lingkungan

Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang unhu Pada

lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang dapat (Aspiani, 2014).

4. Perubahan Tidur Akibat Proses Menua

Seorang usia lanjut akan membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur

(berbaring lama di tempat tidur sebelum tertidur) dan mempunyai lebih sedikit atau

lebih pendek waktu tidur nyenyaknya. Mereka juga lebih sering terbangun ditengah

malam akibat perubahan fisik karena usia dan penyakit yang dideritanya, kualitas

tidur secara nyata menurun. Penelitian lain menunjukkan kualitas tidur usia lanjut

yang sehat juga tergantung bagaimana aktivitasnya pada siang hari. Bila siang hari

sibuk dan aktif sepanjang hari, pada malam hari tidak ada gangguan dalam tidurnya,

sebaliknya bila siang hari tidak ada kegiatan dan cenderung tidak aktif, malamnya

akan sulit tidur (Boedhi dan Darmojo, 2015).


45

5. Penyebab Gangguan Tidur pada Usia Lanjut

Sampai saat ini berbagai penelitian menunjukkan, penyebab gangguan tidur

pada usia lanjut merupakan gabungan banyak faktor, baik fisik, psikologis, pengaruh

obat-obatan, kebiasaan tidur, maupun penyakit komorbit lain yang diderita. Beberapa

faktor penyebab pada gangguan tidur antara lain :

a. Perubahan-perubahan ritme sirkadian

b. Gangguan tidur primer

c. Penyakit-penyakit fisik

d. Penyakit-penyakit jiwa (depresi, gangguan ansietas)

e. Pengobatan poli farmasi, alkohol.

f. Demensia

g. Kebiasaan hygiene tidur yang tidak baik (Boedhi dan Darmojo, 2015).

6. Tidur Yang Sehat

Dalam upaya meminimalkan ketidak nyamanan di kala tidur, beberapa hal

bisa dilakukan:

a. Dengarkan musik

alunan yang lambat sebagai pengantar tidur, peralatan

cahaya/suara/aromaterapi seringkali efektif untuk memberi kemampuan

tidur secara alamiah (Rafknowledge, 2004).

b. Minum susu hangat

Segelas susu hangat sebelum tidur dapat menenangkan sistem saraf.

Susu mengandung kalsium yang secara langsung bekerja pada saraf dan
46

membuat kita rileks. Minum teh herbal Jika Anda tidak menyukai susu-

atau sedang dalam program 'menghindari produk-produk susu coba ganti

dengan secangkir teh panas, Banyak toko makanan kesehatan juga

menyediakan ramuan khusus teh herbal untuk menenangkan dan

membantu tidur (Rafknowledge, 2004).

c. Makanlah makanan ringan

Sedikit makanan ringan yang rendah protein dan tinggi karbohidrat,

seperti jus dan kue, yang disantap kira-kira sejam sebelum waktu tidur,

akan membantu Anda tertidur lebih segera. Penelitian menunjukkan

bahwa makanan dengan asam amino L-tryphtophano membantu kita tidur

dengan lebih baik. Misalnya, susu hangat atau panas (bukan susu dingin),

telur, keju halus, ayam kalkun, dan kacang mete (Rafknowledge, 2004).

d. Hindari kafein, alkohol, dan tembakau

Mengonsumsi kafein, alkohol, dan tembakau dapat mengganggu

usaha tidur. Sayangnya, banyak orang juga lupa bahwa kopi bukan satu-

satunya minuman yang mengandung kafein. Teh hitam (bukan herbal),

cokelat, dan minuman kola juga mengandung kafein. Alkohol mungkin

seolah-olah menenangkan Anda, tetapi sebenarnya 'membius' Anda.

Bagaimanapun juga, alkohol dapat mengganggu tidur dan menghambat

istirahat yang lelap (Rafknowledge, 2004).


47

e. Tidur di ruangan yang berventilasi baik

Udara segar dan ruangan bersuhu normal member kontribusi pada

perolehan tidur yang baik. Jika udara panas/gerah, kita akan gelisah dan

tidur menjadi tidak nyaman. Lakukan usaha-usaha yang bisa dilakukan,

seperti menambah atau mengurangi selimut (Rafknowledge, 2004).

f. Tidur dengan posisi yang benar

Tidur terlentang mungkin posisi terbaik untuk rileks dan

memungkinkan organ-organ istirahat dengan benar. Meskipun begitu,

banyak pakar juga menyarankan tidur menyamping, ke arah kanan. Tidur

menyampingke kiri dikhawatirkan akan menekan paru-paru, lambung, dan

hati, dan jantung Anda, sehingga menyebabkan ketegangan pada organ

tersebut yang paling berharga bagi kita. Jangan tidur telungkup, karena

dapat menekan semua organ Anda-termasuk paru-paru, yang

menyebabkan napas menjadi dangkal dan susah. Tidur cara ini juga bisa

menyebabkan leher kaku dan masalah pada punggung atas

(Rafknowledge, 2004).

g. Lakukan beberapa aktivitas fisik di siang hari

Aktivitas fisik 15 menit sehari (setidaknya setengah jam sebelum tidur,

sehingga tubuh punya kesempatan menjadi tenang) berefek baik pada

penyebaran oksigen dalam tubuh yang dibutuhkan untuk membantu lebih

rileks dan tidur lebih baik.Jika Anda termasuk orang yang merasa susah

tertidur di malam hari, menghindari tidur siang adalah langkah penting.


48

Dengan begitu, jadwal tidur malam Anda tidak terganggu (Rafknowledge,

2004).

h. Hindari detak jam dinding terlalu keras

Usahakan lingkungan tidur senyaman mungkin. Suara detak jam

dinding yang keras bisa mengganggu konsentrasi untuk jatuh tidur, begitu

juga cahaya yang menyilaukan dari sebuah sumber cahaya

(Rafknowledge, 2004).

i. Membuat rileks jari-jemari kaki

Keadaan tubuh yang rileks adalah hal penting untuk perolehan tidur

nyenyak. Pengetahuan dari dunia timur (seperti Yoga) yang telah dikenal

selama ribuan tahun menyatakan bahwa pikiran dan tubuh sangat

berhubungan erat. Jika pikiran tidak rileks, tubuh juga tidak rileks.

Sebaliknya, tubuh mesti rileks agar pikiran dapat rileks. Salah satu usaha

untuk membuat tubuh rileks adalah me-mainkan gerakan-gerakan kecil

pada jari-jemari kaki (Rafknowledge, 2004).

j. Berolahraga

sebelum pergi tidur Olahraga teratur disarankan untuk membantu tidur

nyenyak, namun pengaturan waktunya amat penting. Berolahraga di pagi

hari atau awal sore sangat baik dan tidak mengganggu tidur. Gunakan

ranjang hanya untuk tidur Hentikan penggunaan ranjang untuk aktivitas-

aktivitas lain (di luar tidur), seperti menonton TV, menghitung tagihan,

bekerja, atau membaca. Jadi, bila Anda masuk kamar, tubuh langsung tahu
49

bahwa sudah saatnya tidur. Ranjang yang 'reyot dan/atau melengkung

dapat mengganggu/mempengaruhi tulang belakang Anda.

k. Hindari makanan berat dan makanan berbumbu sebelum tidur

Perut yang terlalu kosong memang bisa mengganggu tidur. Namun,

bila Anda makan makanan berat sebelum pergi tidur juga bisa

mengganggu. Makanan ringan, produk susu, dan kudapan adalah alternatif

yang dianjurkan, malah bisa bertindak sebagai pemicu tidur alamiah.

Makanan berbumbu, misalkan pedas atau yang berasa asam seperti tomat

dalam berbagai bentukannya, bisa menyebabkan sakit perut dan gangguan

pencernaan.

Gunakan sinar matahari pagi untuk mengatur jam biologis Anda.

Segera setelah terbangun di pagi hari, pergilah ke luar dan hadapkan

wajah ke arah matahari selama 15 menit. Anda akan merasakan kesegaran,

sekaligus memperbaiki jam biologis Anda. Bila Anda melakukan

perjalanan yang melebihi zona waktu, sinar matahari di pagi hari dapat

lebih cepat menyesuaikan tubuh Anda dengan zona waktu setempat.

Minum lebih sedikit di akhir sore dan malam Walaupun penting untuk

banyak minum, minumlah lebih sedikit di akhir sore dan malam. Ini

menghindari Anda sering terjaga di waktu malam untuk pergi ke kamar

kecil, sehingga membuat tidur Anda terputus-putus dan tidak berkualitas.

Sediakan waktu 15 menit atau lebih untuk membuat tubuh rileks

sebelum pergi tidur. Matikan TV, baca baca-an ringan, dengarkan musik
50

yang lembut, atau mengobrol santai. Gunakan peralatan Khusus bagi

Anda yang mendapat kesulitan tidur oleh berbagai suasana yang tidak

mendukung, gunakan alat bantu untuk mengatasinya. Tentu saja

penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan. Penutup mata. Mencegah

dari gangguan cahaya. antal perjalanan. Bantal ini tepat sekali untuk per-

jalanan udara. Kita sering dibuat capai, karena kepala terkulai di kala tidur

(Rafknowledge, 2004).

E. Terapi Aktivitas

Umumnya ketika seseorang memasuki usia lanjut, sering mempunyai

gambaran yang serba buruk tentang proses penuaan. Menggunakan aktivitas fisik,

kognitif, sosial, dan spiritual tertentu untuk memulihkan keterlibatan, frekuensi,

atau durasi aktivitas individu atau kelompok. Misalnya, kondisi kesehatan yang

memburuk, sering sakit-sakitan, tidak berdaya, dan pikun. Banyak orang

beranggapan bahwa penyakit yang muncul pada lanjut usia adalah hal yang biasa.

Anggapan ini tidak sepenuhnya benar karena kelompok lanjut usia juga bisa dan

mempunyai kesempatan dan hak untuk tetap hidup sehat. Sebagian besar penyebab

kesehatan yang mengganggu lansia adalah terjadinya proses degenerasi yang

cukup drastis. Hal ini diakibatkan tidak adanya upaya meminimalisasi proses

penuaan dan degenerative melalui berbagai aktivitas fisik dan control kesehatan

yang rutin (Senja, 2019).

Olahraga dikatakan dapat memperbaiki komposisi tubuh, seperti lemak

tubuh, kesehatan tulang, masa otot, serta meningkatkan daya tahan, dan kekuatan
51

otot, serta meningkatkan daya tahan, kekuatan otot dan serta fleksibilitas. Dengan

berolahraga, lansia lebih sehat, bugar, dan risiko jatuh berkurang. Olahraga dikatan

juga dapat menurunkan risiko penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit

jantung. Secara umum, dikatakan bahwa olahraga pada lansia dapat menunjang

kesehatan, yaitu dengan meningkatkan nafsu makan, membuat kualitas tidur lebih

baik, dan mengurangi kebutuhan obat-obatan (Senja, 2019).

Olahraga atau aktivitas fisik bermanfaat secara fisiologis, psikologis,

ataupun sosial. Aktifitas fisik yang bermanfaat untuk kesehatan lansia sebaiknya

memenuhi kriteria FITT (Frequency, Intensity, Time, Type). Frekuensi adalah

seberapa sering aktivitas dilakukan, berapa hari dalam satu minggu. Intensitas

adalah seberapa keras suatu aktivitas dilakukan. Biasanya diklasifikasikan menjadi

intensitas rendah, sedang, dan tinggi. Waktu mengacu pada durasi, seberapa alama

suatu aktivitas dilakukan dalam satu pertemuan. Jenis aktivitas adalah jenis-jenis

aktivitas fisik yang dilakukan. Lansia direkomendasikan melakukan aktivitas fisik

setidaknya selama 30 menit pada intensitas sedang hampir setiap hari dalam

seminggu. Berpartisipasi dalam aktivitas seperti berjalan, berkebun, melakukan

pekerjaa rumah, dan naik turun tangga dapat mencapai tujuan yang diinginkan

(Senja, 2019).

Senam antihipertensi mampu mendorong jantung bekerja secara optimal,

dimana olahraga mampu meningkatkan kebutuhan energi oleh sel, jaringan dan

organ tubuh, dimana akibatnya dapat meningkatkan aliran balik vena sehingga

menyebabkan volume sekuncup yang akan langsung meningkatkan curah jantung


52

sehingga meyebabkan tekanan darah arteri meningkat, setelah tekanan darah arteri

meningkat maka dapat memberikan dampak pada penurunan aktivitas pernafasan

dan otot rangka yang menyebabkan saraf simpatis menurun, setelah itu akan

menyebabkan kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup menurun

karena penurunan ini mengakibatkan penurunan curah jantung dan penurunan

resistensi perifer total, sehingga terjadinya penurunan tekanan darah (Sherwood,

2005 dalam Anwari, 2018).

Senam antihipertensi merupakan olahraga yang salah satu bertujuan untuk

meningkatkan aliran darah dan pasokan oksigen kedalam otot-otot jantung dan

rangka yang aktif khususnya terhadap otot jantung. dengan senam atau

berolahraga kebutuhan oksigen dalam sel akan meningkat untuk proses

pembentukan energi, sehingga terjadi peningkatan denyut jantung, menyebabkan

tekanan darah meningkat. Setelah beristirahat pembuluh darah akan berdilatasi

atau meregang, dan aliran darah akan turun sementara waktu, sekitar 30-120 menit

kemudian akan kembali pada tekanan darah sebelum senam. Jika melakukan

olahraga rutin dan terus-menerus, maka penurunan tekanan darah akan

berlangsung lebih lama dan pembuluh darah akan lebih elastis. mekanisme

penurunan tekanan darah setelah berolahraga adalah karena olahraga dapat

merilekskan pembuluh darah sehingga tekanan darah akan menurun (Mahardani,

2010 dalam Anwari, 2018).


53

F. Asuhan Keperawatan Hipertensi

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Identitas klien yang biasa dikaji pada klien dengan gangguan hipertensi adalah

usia karena banyak klien lansia yang mengalami masalah hipertensi.

b. Aktivitas/istirahat

1) Gejala: Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.

2) Tanda: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

c. Sirkulasi

1) Gejala:

Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan

penyakit serebrovaskuler

2) Tanda:

a) Peningkatan tekanan darah

b) Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, takikardia, Murmur

stenosis valvular

c) Distensi vena jugularis

d) Kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)

e) Pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda

d. Integritas ego

1) Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stres

multipel (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengar pekerjaan).


54

2) Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian, tangisan

meledak, otot muka tegang, menghela napas, peningkatan pola bicara.

e. Eliminasi

1) Gejala: Gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat penyakit

ginjal pada masa yang lalu.

f. Makanan/cairan

1) Gejala:

a) Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak

serta kolesterol

b) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini (meningkat/turun)

c) Riwayat penggunaan diuretik

2) Tanda:

a) Berat badan normal atau obesitas

b) Adanya edema

c) Glikosuria

g. Neurosensori

1) Gejala:

a) Keluhan pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital (terjadi saat

bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam)

b) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur, epistakis)

2) Tanda:
55

a) Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek,

proses piker

b) Penurunan kekuatan genggaman tangan

h. Nyeri/ketidaknyaman

1) Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung), sakit kepala

i. Pernapasan

1) Gejala:

a) Dispnea yang berkaitan dari aktivitas/kerja, takipnea, ortopnea, dispnea

b) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum

c) Riwayat merokok.

2) Tanda:

a) Distres pernapasan/penggunaan otot aksesori pernapasan.

b) Bunyi napas tambahan

a) Sianosis.

j. Keamanan

1) Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

k. Pembelajaran/penyuluhan

1) Gejala:

a) Faktor risiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,

diabetes melitus.

b) Faktor lain, seperti orang Afrika Amerika, Asia Tenggara, penggunaan

pil KB atau hormon lain, penggunaan alkohol/obat.


56

l. Rencana pemulangan

Bantuan dengan pemantau diri tekanan darah/perubahan dalam terapi obat

(Aspiani, 2014).

2. Diagnosis Keperawatan

a. Gangguan tidur berhubungan dengan terlambat tidur, penuaan ditandai

dengan klien mengatakan terbangun dalam waktu yang lama, insomnia

yang lama, permulaan tidur > 30 menit, klien mengeluh kesulitan untuk

memulai tidur, mengeluh istirahat tidak merasa puas, tidur tidak puas,

menurunnya kemampuan fungsi (Aspiani, 2014).

b. Risiko kekambuhan/ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang

berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang program

pengobatan, aturan penanganan dan control proses penyakit (Muttaqin,

2009).

3. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI


Gangguan Pola Tidur Terapi Aktivitas
pola tidur L.05045 l.05186
Definisi Definisi
Keadekuatan Menggunakan aktivitas fisik, kognitif,
kualitas dan kualitas sosial, dan spiritual tertentu untuk
tidur memulihkan
Kriteria Hasil keterlibatan,frekuensi,atau durasi
a. Keluhan sulit aktivitas individu atau kelompok.
tidur Tindakan
b. Keluhan sering Observasi
terjaga a. identifikasi defisit tingkat aktifitas
c. Keluhan tidak b. identifikasi kemampuan
57

puas tidur berpartisipasi dalam aktivitas


d. Keluhan pola tertentu
tidur berubah c. identifikasi sumber daya untuk
e. Keluhan aktivitas yang diinginkan
istirahat tidak d. identifikasi strategi meningkatkan
cukup partisipasi dalam aktivitas
e. identifikasi makna aktivitas rutin
(mis. bekerja) dan waktu luang
f. monitor respons emosional, fisik,
sosial, dan spiritual terhadap
aktivitas.
Terapeutik
a. Fasilitasi fokus pada kemampuan,
bukan defisit yang dialami
b. Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan
rentang aktivitas
c. Fasilitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
d. Koordinasi pemilihan aktivitas
sesuai usia
e. Fasilitasi makna aktivitas yang
dipilih
f. Fasil itasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika sesuai
g. Fasilitasi pasien dan kelurga
dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas
yang dipilih
h. Fasilitasi aktivitas fisik rutin
sesuai kebutuhan
i. Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu,
energi, atau gerak
j. Fasilitasi aktivitas motorik kasar
untuk pasien hiperaktif
58

k. Tingkatkan aktivitas fisik untuk


memelihara berat badan, jika
sesuai
l. Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
m. Fasilitasi aktivitas dengan
komponen memori implicit dan
emosional (mis, kegiatan
keagamaan khusus) untuk pasien
demensia, jika sesuai
n. Libatkan dalam permainan
kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan ajtif
o. Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivitas rekreasi dan diversifikasi
untuk menurunkan kecemasan
(mis, vocal grup, bola voli, tenis
meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permainan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, teka-teki dan
kartu)
p. Libatkan keluarga dalam aktivitas,
jika perlu
q. Fasilitasi mengembangkan
motivasi dan penguatan diri
r. Fasilitasi pasien dan keluarga
memantau kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
s. jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
t. berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
a. Jelaskan metode aktivitas fisik
sehari-hari, jika perlu
b. Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
59

c. Anjurkan melakukan aktifitas


fisik, sosial, spiritual, dan kognitif
dalam menjaga kesehatan
d. Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok atau terapi, jika sesuai
e. Anjurkan keluarga untuk member
penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan okupa0osi
dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas, jika
sesuai
b. Rujuk pada pusat atau program
aktivitas komunitas, jika perlu

2.
Kuranggnya Klien mampu Tindakan
pengetahuan dalam Observasi
menjelaskan a. Diskusikan dengan klien
faktor-faktor yang mengenai tekanan darah normal
meningkatkan b. Diskusikan farmakokinetik dan
tekanan darah farmakodnamik oba-cbat
Kriteria Hasil hipertensi yang dmiliki klien.
a. diharapkan c. Jelaskan mengenai manfaat diet
dapat rendah garam, rendah lamak, dan
mempermudah cara mempertahankan berat yang
meneranganpe ideal.
nyakitnya d. Diskusi dengan klien mengenai
b. pemahaman jenis makanan rendah garam dan
yang baik rendah lemak.
tentang fungsi e. Jelaskan kepada klien dan
setiap obat keluarga mengenai fakor-faktor
dapat yarg dapat meningkatkan resiko
membantu kambuh seperti rokok, konsumsi
proses garam yang berlebihan, stres.
interaksi obat- f. Berikan dukungan pada klien dan
obat yang keluarga tentang pentingnya
60

diminum program pemeliharaan tekanan


c. rendah garam darah.
untuk g. Jelaskan kepada klien bila berat
mengurangi badan meningkat, edema
retensi cairan, ekstremitas agar segera
rendah lemak memeriksakan diri.
untuk
mengurangi
kolesterol, dan
berat badan
ideal untuk
mengurangi
beban kerja
jantung

4. Implementasi keperawatan

a. Ajarkan klien dan anggota keluarganya metode-metode nonfarmakologi

untuk menurunkan tekanan darah seperti diet rendah lemak dan rendah

garam, kontrol berat badan, teknik relaksasi, olahraga, berhenti merokok,

dan mengurangi minum minuman beralkohol (Muttaqin, 2009).

b. Nasihatkan klien bahwa antihipertensi (vasodilator) dapat merimbulkan rasa

pusing akibat hipotensi ortostatik.

c. Beritahu klien untuk berada dalam posisi duduk selama beberapa menit

sebelum berdiri. Nasihatkan klien yang masih aktif melakukan hubungan

seksual bahwa obat-obat antihipertensi dapat menimbulkan perubahan pada

aktivitas seksual. Impotensi dapat terjadi (Muttaqin, 2009).

d. Beritahu klien untuk patuh terhadap regimen obat. Penghentian obat

antihipertensi yang secara tiba-tiba dapat menyebabkan hipertensi berulang.


61

e. Beritahu klien atau anggota keluarganya untuk memeriksakan tekanan

darahnya. Ini akan membantu dalam menentukan efektivitas regimen obat.

Nasihatkan klien yang memakai metildopa bahwa warna urine dapat

berubah menjadi gelap. Hal ini tidak berbahaya dan hanya berlangsung

beberapa minggu (Muttaqin, 2009).

5. Evaluasi Keperawatan

a. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat

1) Tekanan darah dalam rentang yang dapatditerima dengan pengobatan,

terapi diet, dan perubahan gaya hidup.

2) Tidak menunjukkan gejala angina, palpitasi, atau penurunan penglihatan.

b. Mematuhi program asuhan dini

1) Minum obat sesuai resep dan melaporkan setiap ada efek samping.

2) Mematuhi aturan diet sesuai yang dianjurkan pengurangan natrium,

kolesterol, dan kalori.

3) Mengukur tekanan darahnya sendiri secara teratur, berhenti mengonsumsi

tembakau, kafein, dan alkohol.

c. Bebas dari komplikasi

1) Kecepatan dan irama denyut nadi dan kecepatan napas dalam batas

normal, tidak terjadi dispnea atau edema.

2) Pemeriksaan fungsi ginjal dalam batas normal.

3) Tidak mengalami sakit kepala, pusing, atau perubahan cara berjalan

(Muttaqin, 2009).
62

G. Asuhan Keperawatan Keluarga

1. Pengkajian

Pengkajian dimaksudkan untuk mendapatkan data yang dilakuakn secara

terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibina. Sumber data

pengkajian dapat dilakukan dengan metode wawancara, observasi,

pemeriksaan fisik atau melalu data sekunder seperti data di Puskesmas, Desa,

Bidan, hasil pemeriksaan laboratorium, dan lain sebagainya Adapun data yang

harus dikaji dalam keluargayaitu:

a. Data Umum Keluarga

Pengkajian data umum keluarga meliput:

1) Nama Kepala Keluarga (KK)

2) Umur dan Jenis Kelamin KK

3) Pendidikan KK

4) Pekerjaan KK

5) Alamat

6) Komposisi Keluarga yang berisi mengenal nwayat anggota

7) Genogram/ Silsilah Keluarga

Data genogram berisi silsilah keluarga yang minimal terdiri dari tiga

generasi disajikan dalam bentuk bagan dengan menggunakan simbol-simbol

atau sesuai format pengkajian yang dipakai (Widyanto, 2014).


63

8) Tipe Keluarga

Data ini menjelaskan mengenai tipe keluarga saat ini berdasarkan tipe

pembagian keluarga tradisional dan non tradisional.

Contoh :

Tipe keluarga Tn. X adalah nuclear family yang terdiri dari TN. X, Ny.

St sebagai istri dan 2 anak kandung yaitu An. A dan An. C (Widyanto, 2014).

9) Suku Bangsa

Data ini menjelaskan mengenai suku bangsa anggota keluarga serta

budaya yang terkait dengan kesehatan. Suku bangsa yang dimaksud seperti

jawa, sunda, batak, dan lain sebagainya.

Contoh :

Keluarga Tn. A adalah keluarga dengan latar belakang budaya sunda.

Kehidupan sehari-hari keluarga Tn. A tidak terlepas dari budaya sunda,

termasuk dalam hal kesehatan (Widyanto, 2014).

10) Agama

Data ini menjelaskan mengenai agama yang dianut masing- masing

anggota keluarga serta aturan agama yang dianut keluarga terkait dengan

kesehatan.

Contoh :

Semua anggota keluarga Tn. S beragama islam. Keluarga Tn. S

termasuk aktif dalam kegiatan keagamaan yang diadakan di Desa seperti


64

mengikuti pengajian yang diadakan rutin seminggu sekali di masjid

(Widyanto, 2014).

11) Status Sosial Ekonomi

Data ini menjelaskan mengenai pendapatan KK maupun anggota

keluarga yang sudah bekerja, kebutuhan sehari-hari serta harta kekayaan atau

barang-barang yang dimiliki keluarga.

Contoh :

Tn. T merupakan kepala keluarga sekaligus sebagai pencari nafkah

dalam keluarga. Tn. T bekerja sebagai buruh pabrik. Status ekonomi keluarga

Tn. T termasuk sederhana dengan penghasilan yang hanya cukup untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keluarga tidak memiliki tabungan khusus

untuk kebutuhan tak terduga (Widyanto, 2014).

12) Aktivitas Rekreasi Keluarga

Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga dalam rekreasi

atau refreshing. Rekreasi tidak harus ke tempat Wisata, namun menonton TV,

mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi keluarga.

Contoh :

Aktivitas rekreasi keluarga TN. S berupa menonton televisi bersama,

mendengarkan musik dangdut dan menonton wayang. Setahun sekali setiap

libur sekolah, keluarga Tn. S menyempatkan diri untuk pergi ke objek wisata

yang berada di luar kota (Widyanto, 2014).

b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


65

1) Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini

Data ini ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti. Misalnya anak

tertua Tn. K berusia 2 tahun maka keluarga tersebut masuk dalam tahap

perkembangan anak usia pra sekolah (Widyanto, 2014).

2) Tahap Perkembangan Kaluarga yang Belum Terpenuhi

Data ini menjelaskan mengenai tugas dalam tahap perkembangan

keluarga saat ini yang belum terpenuhi dan mengapa belum terpenuhi.

Contoh :

Keluarga Tn. M saat ini berada pada tahap perkembangan anak usia pra

sekolah dan tugas perkembangan yang belum terpenuhi adalah membantu

anak bersosialisasi dan belum adanya pembagian tanggung jawab anggota

keluarga (Widyanto, 2014).

3) Riwayat Keluarga Inti

Data ini menjelaskan mengenai penyakit keturunan, riwayat kesehatan

masing-masing anggota keluarga, status imunisasi, sumber kesehatan yang

biasa digunakan serta pengalamannya menggunakan pelayanan kesehatan.

Contoh:

Riwayat penyakit keturunan pada keluarga Tn. S adalah hipertensi

yang diturunkan dari orang tua Ny. T. saat ini kondisi keluarga Tn. S baik,

hanya An. D mengeluh batuk pilek sudah 3 hari yang lalu. Riwayat kesehatan

keluarga yaitu Tn. S pernah mengalami thipoid dan An. J memiliki penyakit

kulit sejenis herpes., Ny. T pernah dirawat di rumah sakit selama 1 bulan
66

karena penyakit jantung. Ny. T pernah mengalami gatal-gatal pada kakinya.

Jika sakit keluarga biasa pergi ke Puskesmas terlebih dahulu selanjutnya ke

Rumah Sakit terdekat jika kondisi kesehatan tidak kunjung membaik

(Widyanto, 2014).

Data status imunisasi keluarga adalah sebagai berikut :

Contoh Data Pengkajian Status Imunisasi Keluarga

Status Imunisasi

No Nama BCG Polio DPT Hepatitis Campa

1 2 3 4 1 2 3 1 2 3

1 An. D √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

2 An. J √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

4) Riwayat Keluarga Sebelumnya

Data ini menjelaskan riwayat kesehatan dari pihak suami dan istri

(Widyanto, 2014).

c. Pengkajian Lingkungan

1) Karakteristik Rumah

Data ini menjelaskan mengenai luas rumah, tipe, jumlah ruangan,

jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, penempatan perabot rumah tangga,

jenis WC, serta jarak WC ke sumber air. Data karakteristik rumah disajikan

dalam bentuk denah (Widyanto, 2014).


67

2) Karakteristik Tetangga dan Komunitas Setempat

Data ini menjelaskan mengenai lingkungan fisik setempat, kebiasaan,

budaya yang mempengaruhi kesehatan (Widyanto, 2014).

3) Mobilitas Geografis Keluarga

Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berpindah tempat.

4) Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat

Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berkumpul, sejauh

mana keterlibatan keluarga dalam pertemuan dengan masyarakat (Widyanto,

2014).

5) Sistem Pendukung Keluarga

Data ini menjelaskan mengenai jumlah anggota keluarga yang sehat,

fasilitas keluarga, dukungan keluarga dan masyarakat sekitar terkait dengan

kesehatan, dan lain sebagainya (Widyanto, 2014).

a. Struktur Komunikasi Keluarga

1) Pola Komunikasi Keluarga

Data ini menjelaskan mengenai cara komunikasi dengan keluarga serta

frekuensinya.

2) Struktur Kekuatan Keluarga

Data ini menjelaskan mengenai kemampuan keluarga untuk merubah

perilaku antara anggota keluarga.


68

3) Struktur Peran

Data ini menjelaskan mengenai menjelaskan peran anggota keluarga

dalam keluarga dan masyakarat yang terbagi menjadi peran formal dan

informal.

4) Nilai/ Norma Keluarga

Data ini menjelaskan mengenai nilai atau norma yang dianut keluarga

terkait dengan kesehatan (Widyanto, 2014).

b. Fungsi Keluarga

1) Fungsi Afektif

Perasaan memiliki, dukungan, kehangatan kasih sayang, saling

menghargai, dan lain sebagainya.

2) Fungsi Sosialisasi

Interaksi dan hubungan dengan anggota keluarga, proses mendidik anak,

disiplin, norma, budaya perilaku

3) Fungsi Perawatan Kesehatan

a) Mengenal Masalah Kesehatan

Sejauh mana keluarga mengetahui fakta kesehatan meliputi

pengertian, tanda gejala, penyebab serta persepsi keluarga tentang

masalah kesehatan yang dialami keluarga.

b) Mengambil Keputusan Tindakan Kesehatan Yang Tepat

1. Sejauh mana keluarga mengerti sifat dan luasnya masalah.

2. Apakah masalah dirasakan keluarga.


69

3. Apakah keluarga menyerah dengan masalah tersebut.

4. Apakah keluarga merasa takut akibat dari tindakan terhadap

penyakit yang diderita.

5. Apakah keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan.

6. Apakah masalah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang

ada.

7. Apakah keluarga mendapat informasi yang salah tentang masalah yang

sedang dihadapi (Widyanto, 2014).

c) Merawat Anggota yang Sakit

1. Sejauhmana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya (sifat,

penyebaran, kondisi, komplikasi, prognosis dan cara perawatannya).

2. Sejauhmana keluarga mengetahui tentang sifat dan perkembangan

perawatan yang dibutuhkan.

3. Sejauhmana keluarga mengetahui sumber-sumber yang ada dalam

keluarga untuk perawatan anggota keluarga yang sakit.

4. Bagaimana sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakitv

(Widyanto, 2014).

d) Memelihara Lingkungan Yang Sehat

1. Sejauhmana keluarga mengetahui sumber-sumber keluarga yang

dimiliki untuk memodifikasi lingkungan yang sehat.

2. Sejauhmana keluarga melihat manfaat pemeliharaan lingkungan.

3. Sejauhmana keluarga mengetahui pentingnya kebersihan dan sanitasi.


70

4. Sejauhmana sikap atau pandangan keluarga terhadap kebersihan dan

sanitasi.

5. Sejauhmana kekompakan keluarga (Widyanto, 2014).

e) Menggunakan Fasilitas Kesehatan di Masyarakat

1. Sejauhmana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan di

masyarakat.

2. Sejauhmana keluarga mengetahui keuntungan keluarga memanfaatkan

fasilitas kesehatan

3. Apakah keluarga pernah mempunyai pengalaman kurang baik terhadap

petugas atau pelayanan kesehatan.

4. Apakah fasilitas kesehatan yang ada terjangkau keluarga (Widyanto,

2014).

4) Fungsi Reproduksi

Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anak, hubungan seksual suami

istri, masalah yang muncul jika ada (Widyanto, 2014).

5) Fungsi Ekonomi

Kemampuan keluarga memenuhi sandang, pangan, papan, menabung,

kemampuan peningkatan status kesehatan (Widyanto, 2014).

c. Stres dan Koping Keluarga

1) Stres Jangka Pendek dan jangka Panjang

a) Stresor jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu tidak lebih dari 6 bulan


71

b) Stresor jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan (Widyanto,

2014).

2) Kemampuan Keluarga Merespon Stresor

Hal yang perlu dikaji adalah sejauhmana keluarga berespon terhadap

situasi atau stressor yang ada saat ini.

3) Strategi Koping Yang Digunakan

Hal yang perlu dikaji adalah strategi koping atau pemecehan masalah

seperti apa yang digunakan keluarga dalam menghadapi stressor yang terjadi.

4) Strategi Koping Disfungsional

Data ini menjelaskan mengenai koping disfungsional yang digunakan

ketika keluarga menghadapi masalah misalnya marah-marah, merusak alat

rumah tangga, pelarian dengan melakukan aktivitas yang tidak bermanfaat,

dan lain sebagainya (Widyanto, 2014).

d. Pemeriksaan Fisik

Semua anggota keluarga diperiksa secara lengkap seperti prosedur

pemeriksaan fisik di tempat pelayanan kesehatan. Seperti dilakukan inspeksi,

palpasi, perkusi, maupun auskultasi dari ujung kepala sampai ujung kaki (head to

toe).

e. Harapan Keluarga

Pada akhir pengkajian perawat menarnyakan harapan keluarga terhadap

petugas kesehatan atau sarana pelayanan kesehatan yang ada (Widyanto, 2014).
72

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang

diperoleh pada pengkajian. Proses perumusan diagnosis diawali dengan

melakukan analisis data, penentuan diagnosis, kemudian penentuan prioritas

diagnosis. Analisis data dilakukan dengan mengelompokkan data hasil pengkajian

menjadi data subjektif (DS) dan data objektif (D0). Pernyataan langsung dari

keluarga termasuk dalam DS, sedangkan data yang diambil dengan observasi,

data sekunder, atau data selain peryataan langsung dari keluarga termasuk dalam

DO (Widyanto, 2014).

Rumusan masalah berdasarkan NANDA dan etiologi berdasarkan hasil

pengkajian dari tugas perawatan keluarga yang terdiri dari 5 (lima) tugas yaitu

mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan,

merawat anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat

meningkatkan kesehatan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. Tipologi

diagnosis keperawatan keluarga dapat berupa kasus actual, risiko dan potensial

(sejahtera atau wellness). Khusus untuk diagnosis keperawatan potensial boleh

menggunakan atau tidak menggunakan etiologi dalam penulisan diagnosisnya.

Adapun penjelasan tipologi dari diagnosis keperawatan keluarga yaitu:

a. Aktual (terjadi defisit atau gangguan kesehatan)

Diagnosis aktual diangkat jika dari pengkajian didapatkan data mengenai

tanda dan gejala dari gangguan kesehatan (Widyanto, 2014).

b. Risiko (ancaman kesehatan)


73

Diagnosis risiko diangkat jika sudah ada data yang menunjang namun

belum terjadi gangguan, misalnya lingkungan rumah kurang bersih, pola makan

yang tidak adekuat, stimulasi tumbuh kembang tidak adekuat (Widyanto, 2014).

c. Potensial (keadaan sejahtera atau wellness)

Suatu keadaan dimana keluarga dalam keadaan sejahtera sehingga

kesehatan keluarga dapat ditingkatkan (Widyanto, 2014).

3. Penentuan Prioritas

Dalam satu keluarga, perawat dapat menemukan lebih dari satu diagnosis

keperawatan keluarga. Dalam setiap diagnosis, terdapat 4 (empat) kriteria yang

akan menentukan prioritas diagnosis. Setiap kriteria memiliki bobotnya masing-

masing. Kriteria tersebut terdiri dari (1) sifat masalah, (2) kemungkinan masalah

untuk diubah, (3) potensial dicegah, dan (4) menonjolnya masalah. Setiap kriteria

memiliki 3 (tiga) skala yang memiliki skor masing-masing. Penentuan skala dari

setiap kriteria ditentukan dengan mempertimbangkan komponen pembenaran atau

rasional sesuai dengan kondisi terkini yang ada dalarm keluarga (Widyanto,

2014).

Tabel Kriteria Penentuan Prioritas Diagnosis

NO KRITERIA BOBOT PEMBENARAN


1. Sifat masalah Bobot yang lebih besar diberikan pada
Skala : masalah aktual karena yang pertama
Aktual = 3 1 memerlukan tindakan segera dan
Risiko = 2 biasanya disadari oleh keluarga
Potensial = 1

2. Kemungkinan Faktor yang diperhatikan:


masalah dapat a. Pengetahuan yang ada sekarang,
74

diubah teknologi dan tindakan untuk


Skala: menangani masalah
Mudah = 2 2 b. Sumber daya keluarga dapat
Sebagian = 1 berbentuk fisik, keuangan dan
Tidak dapat = 0 tenaga
c. Sumber daya perawat dapat
dapat dalam bentuk
pengetahuan, ketrampilan dan
waktu
d. Sumber daya masyarakat dapat
dalam bentuk fasilitas,
organisasi dalam masyarakat
dan dukungan masyarakat
3. Potensial masalah Faktor yang diperhatikan :
untuk dicegah a. Tingkat keparahan
Skala: b. Kepelikan dari masalah
Tinggi = 3 c. Lamanya masalah, berhubungan
Cukup = 2 dengan jangka waktu masalah
Rendah = 1 2 itu ada
d. Tindakan yang sedang
dijalankan, yaitu tindakan yang
tepat dalam memperbaiki
masalah
e. Adanya kelompok high risk
atau kelompok yang sangat
peka menambah potensi untuk
mencegah masalah
4. Menonjolnya Faktor yang perlu diperhatikan adalah
masalah perawat perlu menilai persepsi atau
Skala: bagaimana keluarga melihat masalah
Masalah berat, kesehatan tersebut
harus segera 1
ditangani = 2
Ada masalah
tetapi tidak perlu
ditangani = 1
Masalah tidak
dirasakan = 0
75

4. Perencanaan keperawatan

Rencana keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan, yang meliputi

tujuan jangka panjang (tujuan umum), tujuan jangka pendek (tujuan khusus),

kriteria dan standar serta intervensi. Kriteria dan standar merupakan pernyataan

spesifik tentang hasil yang diharapkan dari setiap tindakan keperawatan

berdasarkan tujuan khusus atau tujuan jangka pendek yang ditetapkan. Tujuan

jangka panjang mengacu pada problem, sedangkan tujuan jangka pendek

mengacu pada etiologi (Widyanto, 2014).

5. Implementasi Keperawatan

Pada kegiatan implementasi, terlebih dahulu perawat perlu melakukan kontrak

sebelumnya agar keluarga lebih siap baik fisik maupun psikologis dalam

menerima asuhan keperawatan. Kontrak meliputi waktu pelaksanaan, materi,

siapa yang melaksanakan, siapa anggota keluarga yang perlu mendapat

pelayanan, serta peralatan yang dibutuhkan jika ada. Kegiatan selanjutnya adalah

implementasi sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun berdasarkan

diagnosis yang diangkat. Implementasi keperawatan terhadap keluarga mencakup

hal-hal dibawah ini:

a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenal masalah dan

kebutuhan kesehatan dengan cara:

1) Memberikan informasi

2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan

3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah


76

b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat,

dengan cara :

1) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan

2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga

3) Mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan

c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit,

dengan cara:

1) Mendemonstrasikan cara perawatan

2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah

3) Mengawasi keluarga melakukan tindakan perawatan

d. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat

lingkungan menjadi sehat, dengan cara :

1) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga

2) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin

e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada,

dengan cara:

1) Mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga

2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

(Widyanto, 2014).

6. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai keberhasilan

rencanatindakanyang telah dilaksanakan. Apabila tidak atau belum berhasil perlu


77

disusun rencana baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat

dilaksanakan dalam satu kali kunjungan rumah ke keluarga. Untuk itu dapat

dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga yang telah

disepakati bersama. Evaluasi d apat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :

a. Evaluasi berjalan (Formatif)

Evaluasi yang dikerjakan dalam bentuk pengisian catatan perkembangan

berorientasi pada masalah yang dialami klien. Format yang digunakan dalam

evaluasi formatif adalah SOAP.

b. Evaluasi akhir (sumatif)

Evaluasi yang dikerjakan dengan membandingkan antara tindakan yang

telah dikerjakan dengan tujuan yang ingin dicapai. Jika terjadi kesenjangan,

maka proses keperawatan dapat ditinjau kembali untuk mendapatkan data

guna memodifikasi perencanaan. Format yang digunakan dalam evaluasi

sumatif adalah SOAPIER (Widyanto, 2014).


78

Menurut Tim Pokja SIKI dan SLKI DPP PPNI (2019) Perencanaan berdasarkan kriteria hasil keperawatan (SLKI) dan tindakan

keperawatan (SIKI) adalah:

Tabel

NURSING CARE PLAN (NCP)

N Batasan Diagnosis Keperawatan SLKI SIKI

O Karakteristik Kode Diagnosis Kode Kriteria Hasil Kode Intervensi

1. Kategori: TUK 1:
Fisiologis Setelah dilakukan intervensi
Subkategori: keluarga mampu mengenal
Aktivitas/Istirahat masalah.
D.0055 Diagnosis:
Gangguan Tidur
L.12111
79
80

Anda mungkin juga menyukai