Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GLOMERULONEFRITIS

Dosen Pembimbing:

Ns. ANITA MIRAWATI, M.Kep

OLEH KELOMPOK 3 :

1. CHAERUNNISA EKA SANIA

2. IRVAN ZULDI PUTRA

3. PUTRI ADITYA ARIFANDA

4. SUCI RAMADHANI

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES PADANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SOLOK
TAHUN 2019
1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillahirabbil’alamin,banyak nikmat yang Allah Swt


berikan,tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya untuk Allah
atas segala berkat,rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan lancar.

Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan
dan kesalahan, namun akan selalu ada kekurangan karena manusia tak lepas
dari yang namanya khilaf. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih, Semoga makalah ini


bermanfaat bagi yang membacanya.

Solok, 23 Januari 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER ..........................................................................................................................1

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ......2

DAFTAR ISI .................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................5

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................6

1.3 Tujuan ................................................................................................................6

1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................................6

1.3.2 Tujuan khusus ........................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................8

A. TINJAUAN TEORITIS ...........................................................................................8

2. 1 Definisi ..............................................................................................................8

2.2 Etiologi ...............................................................................................................9

2.3 Manifestasi Klinis ............................................................................................10

2.4 Patofisiologi .....................................................................................................12

2.5 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................13

3
2.6 Web Of Caution .................................................................................................15

B. Askep Teoritis ..........................................................................................................15

2.7 Pengkajian Teoritis ............................................................................................15

2.8 Diagnosa Keperawatan ......................................................................................18

2.9 Intervensi Keperawatan .....................................................................................29

2.10 Evaluasi .............................................................................................................22

BAB III PENUTUP .....................................................................................................23.

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................23

3.2 Saran ..............................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................25

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap


akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak maupun pada dewasa (Buku Ajar
Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis yang
dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama
terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.


Peradangan dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan
mengalami kerusakan sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula
digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan
kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.

Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit glomerulonefritis


telah menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya. Indonesia pada
tahun 1995,melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan
selama 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul
berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien
laki-laki dan perempuan berbanding 2:1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8
tahun (40,6%).

5
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Glomerulonefritis?

2. Apa penyebab dari Glomerulonefritis?

3. Bagaimana manifestasi klinis Glomerulonefritis?

4. Bagaimana patosiologi Glomerulonefritis?

5. Bagaimana pemeriksaan penunjang Glomerulonefritis?

6. Bagaimana gambaran WOC Glomerulonefritis?

7. Bagaimana diagnosis Glomerulonefritis?

8. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien Glomerulonefritis?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk memahami tentang penyakit Glomerulonefritis dan bagaimana asuhan


keperawatan pada klien dengan Glomerulonefritis.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui definisi Glomerulonefritis

2. Untuk mengetahui penyebab Glomerulonefritis

3. Untuk mengetahui manifestasi Glomerulonefritis

6
4. Untuk mengetahui patofisiologi Glomerulonefritis

5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Glomerulonefritis

6. Untuk mengetahui gambaran WOC Glomerulonefritis

7. Untuk mengetahui diagnosis Glomerulonefritis

8. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien Glomerulonefritis

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

2.1 Definisi

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap


akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak maupun pada dewasa (Buku
Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis
yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan
utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.

Glomerulonefritis kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lain dari


sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang
tidak membaik atau timbul secara spontan. (Mutaqqin, Arif & Sari,Kumala,
2011)

Glomerulonefritis kronis adalah peradangan yang lama dari sel-sel


glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak
membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronis sering timbul
beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai
oleh hematuria (darah dalam urin)dan proteinuria (protein dalam urine) ringan,
yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik.
Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya
fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi 13 ringan,
memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik. (Corwin,
Elizabeth, j. 2000)

8
Glomerulonefritis adalah penyakit yang mengenai glomeruli kedua ginjal.
Faktor penyebabnya antara lain rekasi imunologi (lupus eritematosus sistemik,
infeksi streptokokus, cedera vascular [hipertensi], dan penyakit metabolik
[diabetes mellitus]. Penyakit ini banyak mengenai anak-anak usia prasekolah dan
anak-anak umur sekolah. Sekitar 1-2% individu yang terkena glomrulonefritis
pascastreptokokus akan mengalami tahap akhir gagal ginjal yang memerlukan
dialisis ginjal atau transplantasi ginjal (Buku Gangguan Pada Sistem
Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan, edisi 1, hal.35, 2017).

Glomerulonefritis kronis (GNK) adalah suatu kondisi peradangan yang


lama dari sel-sel glomerulus dengan diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya
hematuria dan proteinuria yang menetap. Kelainan ini dapat terjadi akibat
glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan.
Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan
peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam
urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan (Mutaqqin dan Sari, 2012;
Mansjoer, et al., 2000). Jalan penyakit GNK dapat berubah-ubah. Ada pasien
yang mengalami gangguan fungsi minimal dan merasa sehat. Perkembangan
penyakitnya juga perlahan. Walaupun perkembangan penyakit GNK perlahan
atau cepat, keduanya akan berakhir pada penyakit ginjal tahap akhir (Baradero,
2008).

2.2 Etiologi

Glomerulonephritis kronis didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di


traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25, dan 29. Hubungan antara
glomerulonephritis kronis dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali
oleh lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonephritis kronis
setelah infeksi skarlatina, diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A, dan meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum pasien.

9
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa
laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan
25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui
sebabnya. Kemungkinan faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor
alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman
streptococcus.

Glomerulonefritis kronis pasca streptococcus adalah suatu sindrom


nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan
penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman
streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau
pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang pada
anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun. Sebagian besar pasien (95%) akan
sembuh, tetapi 5% diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat.

Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit,
sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit
dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan
masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.

Glomerulonefritis kronis dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan


seperti keracunan timah hitam tridion, penyakit amyloid, thrombosis vena renalis,
purpura anafilaktoid dan lupus eritematosus (Buku Gangguan Pada Sistem
Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan, edisi 1, hal.155, 2017).

2.3 Manifestasi Klinis

Gejala glomerulonefritis kronis bervariasi. Banyak klien dengan penyakit


yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali untuk
beberapa tahun. Kondisi mereka secara incidental dijumpai ketika terjadi

10
hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum. Indikasi pertama
penyakit ini dapat berupa perdarahan hidung, stroke atau kejang yang terjadi
secara mendadak. Mayoritas klien mengalami gejala umum seperti kehilangan
berat badan dan kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan peningkatan
berkemih di malam hari (nokturia), Sakit kepala, pusing, dan gangguan
pencernaan yang umumnya terjadi.

Neuropati perifer disertai hilangnya reflex tendon dan perubahan


neurosensory muncul setelah penyakit terjadi. Pasien mengalami konfusi dan
memperlihatkan rentang perhatian yang menyempit. Temuan ini mencakup
pericarditis disertai friksi pericardial dan pulsus paradoksus (perbedaaan tekanan
darah lebih dari 10 mmHg selama inpirasi dan ekspirasi). (Smeltzer & Bare.
2002)

Glomerulonefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus secara


progresif lambat akibat glomerulonefritis yang berlangsung lama.

Gejala utama yang ditemukan adalah:

 Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi gagal


ginjal

 Hematuria

 Edema, penurunan kadar aalbumin

 Hipertensi (biasanya ada serangan ensafalopatihipertensi)

 Peningkatan suhu badan

 Sakit kepala, lemah, gelisah

11
 Mual, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun

 Ureum dan kreatinin meningkat

 Oliguria dan anuria

 Suhu subfebril

 Kolestrol darah naik

 Fungsi ginjal menurun

 Ureum meningkat + keratinin serum

 Anemia

 Gagal jantung kematian

 Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)

2.4 Patofisiologi

12
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologi sebagai penyebab
glomerulonefritis kronis. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut: 1)
terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya, 2) proses auto imun kuman streptococcus
yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan auto imun yang merusak
glomerulus dan 3) streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama dengan dibentuk zat anti yang
langsung merusak membrane basalis ginjal (Buku Gangguan Pada Sistem
Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan, edisi 1, hal.156, 2017).

2.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

13
1) Urine

Terdapat protein (proteinuria), terdapat darah (hematuria),albuminuria, urine


tampak kemerah-merahan seperti kopi. Secara mikroskopik : sedimen kemih
tampak adanya silindruria (banyak silinder dalam kemih), sel-sel darah merah dan
silinder eritrosit. Berat jenis urine biasanya tinggi meskipun terjadi azotemia.

2) Biarkan kuman (sediaan dari suab tenggorokan dan tites antistreptolisin/ASO)


untuk tentukan etiologi streptococcus.

3) Darah

Laju endapan darah meningkat, kadar Hb menurun.

b. Test gangguan kompleks imun

c. Biopsy ginjal : untuk menegakkan diagnosis penyakit glomerulus

(Ilmu Kesehatan Nelson,2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik,Ed 15,


Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813- 1814, EGC, Jakarta).

14
2.6 Web Of Caution

B. Askep Teoritis

2.7 Pengkajian Teoritis

 Anamnesa

Data subyektif : klien bisa mengeluh sakit kepala di pagi hari, pruritis, penurunan
konsentrasi, fatique, gangguan pernapasan yang mengakibatkan sulit melakukan
ADLs. Edema pada wajah, penglihatan buram, edema retina mungkin juga di
sampaikan oleh klien.

 Kaji apakah baru – baru ini ada riwayat : infeksi kulit atau saluran nafas,
apakah baru pulang dari daerah yang sedang terjangkit bakteri, virus, jamur

15
dan parasite, baru operasi atau dilakukan tindakan invasive, adanya penyakit
sistemik yang diderita seperti SLE dan penyakit lain yang dapat menyebabkan
glumerulonefritis.

 Kaji adanya kecemasan terhadap penurunan fungsi ginjal yang dikhawatirkan


pasien

 Data Obyektif

o Pemeriksaan fisik untuk mrngetahui adanya lesi, adanya edema, hipertensi,


adanya perubahan pola eliminasi, perubahan warna urin (kecoklatan, warna
seperti cola, adakah sesak, nonturia, dyspnea, ortopnea).

 Inspeksi :

 kulit : kaji adakah lesi, warna kulit, adakah ekimosis, kering


tidaknya kulit

 konjugtiva pucat atau tidak

 uji penglihatan buram atau tidaknya mata

 ada tidaknya kerontokan rambut yang berlebihan

 Palpasi :

 Nadi radialis : lemah atau tidak

 Ajah, mata, tungkai dan seluruh tubuh, lihat adakah edema, kaji
derajat edema, tempat edema

 Jantung : apeks jantung, adakah pembesaran jantung atau tidak

16
 Abdomen : ada tidaknya hepatomegaly, ada tidaknya nyeri tekan
dan lepas

 Auskultasi :

 Paru : ada atau tidaknya bunyi crakels pada paru atau adakah
retensi cairan

 Abdomen : bissing usus berlebihan atau tidak

 Perkusi :

 Paru : terdengar pekak atau tidaknya untuk mengetahui adakah


efusi pleura atau tidak

Seperti glomerulonefritis kronik berkembang, retensi cairan menjadi jelas,


menyebabkan sesak napas, terutama pada malam hari. Tanda vital dipantau, dan
hipertensi biasanya hadir. Suara paru – paru harus dinilai setiap pergeseran untuk
crakels, tanda retensi cairan. Berat dipantau setiap hari, setelah berat awal diperoleh
dan derajat edema, lokasi dan jika pitting atau non pitting di catat. Anasarca adalah
edema umum yang muncul sebagai kondisi klien memburuk. Kulit dinilai warna,
kehadiran ecchymosis atau ruam, kekeringan dan bukti menggaruk. Functionimh
mental, iritabilitas, tremor, ataksia, atau bicara cadel dicatat.

Sebagian nefron kehilangan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi urin,


urin menjadi pucat dan encer. Intake dan output harus diawasi secara ketat karena
pada awalnya, polyuria berkembang, memberikan klien perasaan palsu bahwa
pemulihan akan segera. Hasil dari darah dan tes urin dipantau.

o Peningkatan cairan tubuh

o Cek TTV : adakah hipertensi

17
o BB di pantau setiap hari, jika derjat edema lokasi edema

o Cek urin dan darah.

2.8 Diagnosa Keperawatan

1) Eliminasi urin yang lemah b.d menurunnya fungsi ginjal

2) Kelebihan volume cairan tubuh b.d penurunan volume urin

3) Keletihan b.d perubahan status kesehatan

4) Resiko perubahan integritas kulit b.d edema

5) Ketidakseimbangan nutria kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk


memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis, atau
ekonomi

6) Resiko tinggi intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, kelebihan


cairan, dan kehilangan tenaga

7) Kecemasan b.d faktor keturunan, krisi situasional, stress, perubahan status kesehatan,
ancaman kematian.

8) Gangguan istirahat tidur b.d edema

9) Gangguan perfusi jaringan b.d retensi air dan hypernatremia

10) Gangguan rasa nyaman aman b.d kondisi kesehatan yang buruk

18
2.9 Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi

Eliminasi urin yang lemah Klien mampu o Ukur keluaran urin per
b.d menurunnya fungsi mempunyai output urin jam, atau setiap 4 atau 8
ginjal yang adekuat jam seperti yang
diperintahkan untuk
menentukan fungsi ginjal
parameter akan ditetapkan
oleh dokter untuk
pemberitahuan langsung

o Kaji dan dokumentasikan


warna dan konsistensi dari
urin

o Ukur asupan untuk


menentukan sesuai dengan
jumlah cairan yang
diizinkan

o Timbang klien setiap hari


pada waktu yang sama
setiap hari, pada skala
yang sama dan dengan
pakaian yang sama

Kebutuhan volume cairan Klien akan mengalami o Kaji dan jabarkan tentang
b.d mekanisme peraturan penurunan edema lokasi dan edema
dikompromikan
o Berikan obat seperti yang

19
diperintahkan untuk
pengobatan edema

o Pantau nilai elektrolit

o Menjaga asupan cairan


pada jumlah terbatas

o Dokumen I & O

Kecemasan b.d ancaman Klien akan o Membantu klien untuk


atau perubahan status berkomunikasi kurang mengekspresikan
kesehatan ( pengobatan kecemasan tentang keprihatinan tentang
yang potensial dengan kemungkinan pengobatan kemungkinan pengobatan
dialysis) dengan dialisis dengan dialysis

o Mengatur perawat dialysis


untuk mengunjungi pasien

Resiko perubahan integritas Klien akan o Kaji kulit setiap kali klien
kulit b.d edema dan mempertahankan reposisi
immobilitas integritas kulit
o Bersihkan kulit secara
teratur, terutama ketika
kristal bentuk urea pada
kulit, menyebabkan gatal
dan kekeringan

Ketidakseimbangan nutrisi Klien terpenuhi o Kaji adanya alergi


kurang dari kebutuhan kebutuhan nutrisi untuk makanan
tubuh b.d ketidakmampuan tubuhnya
untuk memasukkan atau o Kolaborasi dengan ahli

20
mencerna nutrisi oleh gizi untuk menentukan
karena faktor biologis, jumlah kalori dan nutrisi
psikologis atau ekonomi yang dibutuhkan pasien

o Yakinkan diet yang


dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi

o Ajarkan pasien bagaimana


membuat catatan makanan
harian

o Monitor adanya penurunan


BB dan gula darah

o Monitor lingkungan
selama makan

o Jadwalkan pengobatan dan


tindakan tidak selama jam
makan

o Monitor turgor kulit

o Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan Ht

o Monitor mual dan muntah

o Monitor pucat,

21
kemerahan,dan kekeringan
jaringan konjungtiva

o Monitor intake nutrisi

o Informasikan pada klien


dan keluarga tentang
manfaat nutrisi

o Kolaborasi dengan dokter


tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti
NGT/TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.

o Atur posisi semi fowler


atau fowler tinggi selama
makan

2.10 Evaluasi

1. Keseimbangan cairan adekuat

2. Nutrisi terpenuhi

3. Kebutuhan aaktivitas dapat terpenuhi

4. Kecemasan teratasi

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Glomerulonefritis kronis adalah peradangan yang lama dari sel-sel


glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak
membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronis sering timbul
beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai
oleh hematuria (darah dalam urin)dan proteinuria (protein dalam urine) ringan,
yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik.
Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya
fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi 13 ringan,
memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik.

Glomerulonephritis kronis didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di


traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25, dan 29. Hubungan antara
glomerulonephritis kronis dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali
oleh lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonephritis kronis
setelah infeksi skarlatina, diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A, dan meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum pasien.

Gejala glomerulonefritis kronis bervariasi. Banyak klien dengan penyakit


yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali untuk
beberapa tahun. Kondisi mereka secara incidental dijumpai ketika terjadi
hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum. Indikasi pertama
penyakit ini dapat berupa perdarahan hidung, stroke atau kejang yang terjadi
secara mendadak. Mayoritas klien mengalami gejala umum seperti kehilangan
berat badan dan kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan peningkatan

23
berkemih di malam hari (nokturia), Sakit kepala, pusing, dan gangguan
pencernaan yang umumnya terjadi.

3.2 Saran

24
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A, 1995 Patofissiologi : konsep klinis proses – proses penyakit, ed 4, EGC,
Jakarta.

Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2002. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit. Volume: 2. Edisi: 6. Jakarta: EGC

Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, ed 15, Glomerulonefritis kronik
pasca streptokokus,1813 – 1814, EGC, Jakarta.

Patofisiologi untuk keperawatan / Jan Tambayong ; editor, Monica Ester, - Jakarta :EGC,
2000.

At a Glance Medicine / Patrick Davey; ahli bahasa, Annisa Rahmaliaa, Cut Novianty; editor,
Amalia Safitri, -- Jakarta : Erlangga, 2005.

Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan / oleh Nian Afrian Nuari
dan Dhina Widayati, -- Ed. 1, cet, 1 – Yogyakarta: Deepublish, Maret 2017.

25

Anda mungkin juga menyukai