Anda di halaman 1dari 12

Spo assessment nyeri

Pengertian :

Perawat atau dokter melakukan asesmen awal mengenai nyeri terhadap semua pasien yang
datang ke IGD, IRJ maupun IRNA.

Tujuan :

Mengetahui tingkat nyeri yang dialami pasien yang dirawat di Rumah Sakit.

Kebijakan :

Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien (Sesuai Tentang
Kebijakan Pelayanan RS)

Prosedur :

Persiapan Alat :

Lembar pengkajian nyeri (Wong Bakers face scale atau numeric scale)

Penatalaksanaan :

1. Identifikasi pasien (sesuai SPO).


2. Jelaskan pada pasien prosedur tindakan yang akan dilakukan.
3. Tanyakan pada pasien apakah ada keluhan nyeri,lokasi nyeri,kualitas dan pola penjalaran
riwayat nyeri sebelumnya ,onset –durasi-dan factor pemicu.
4. Jika ada keluhan nyeri tunjukkkan pada pasien lembar asesmen nyeri
5. Jelaskan pada pasien cara menentukan skala nyerinya.
6. Minta pada pasien untuk menunjukkan tingkatan nyeri yang dirasakan pasien sesuai
dengan gambar atau angka yang tertera pada lembar asesmen nyeri.
7. Catat hasil penilaian nyeri pasien pada lembar asesmen nyeri.
8. Lakukan penatalaksanaan nyeri sesuai scoring.
Catatan :

 Lakukan asesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik
pasien.
 Lakukan asesmen nyeri 1 jam setelah penata laksanaan nyeri.
 Lakukan asesmen nyeri sebelum transfer pasien dan saat akan pulang.
 Lakukan asesmen nyeri pada pasien nyeri kardiak setiap 5 menit setiap pemberian nitrat.
 Lakukan asesmen nyeri tiap 30 menit pada pasien nyeri akut atau kronik setelah
penatalaksanaan nyeri.
 Instalasi rawat jalan, Instalasi rawat Inap.

Unit Terkait :

 Instalasi Rawat Jalan


 Instalasi Gawat Darurat
 Instalasi Rawat Inap Bedah Dalam A Instalasi Rawat Inap Bedah Dalam B Instalasi
Rawat Intensif
PANDUAN
PELAYANAN PASIEN TAHAP
TERMINAL

BAB 1
DEFINISI
Pasien tahap terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
penyakit/sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh yang diakibatkan
kegagalan organ atau multiorgan sehingga sangat dekat proses kematian. Respon
pasien tahap terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial
yang dialami, sehinggan dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga
berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh
pasien terminal.
Menurut Dadang Hawari “orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis
spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat pasien
menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan seseorang dalam kondisi
terminal/ mengancam hidup, antara lain :
 Penyakit kronis seperti TBC, Pneumonia, Edema Pulmonal, sirosis
hepatis, penyakit ginjal kronis, gagal jantung dan Hipertensi.
 Kondisi keganasan seperti Ca Otak, Ca Paru paru, Ca Pankreas, Ca liver,
Leukemia
 Kelainan syaraf seperti paralisa, stroke, Hidrocephalus, dll.
 Keracunan seperti keracunan obat, makanan, zat kimia.
 Kecelakaan /trauma seperti trauma kapitis, trauma organ vital (paru-paru
atau jantung) ginjal dll.
Doks (1993) Menggambarkan respon terhadap penyakit yang
mengancam hidup kedalam 4 fase:
. Fase prediagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko
penyakit.
2. Fase Akut: Berpusat pada kondisi krisis,pasien dihadapkan pada
serangkaian keputusan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun
psikologis.
3. Fase kronis, pasien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.
4. Fase Terminal, dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya
kemungkinan,tetapi pasti terjadi.
Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik
fisik, psikologis maupun sosial-spiritual . Gambaran problem yang dihadapi pada
kondisi terminal antara lain:
 Problem oksigenisasi: Respirasi irregular ,cepat atau lambat ,pernafasan
cheyne stokes,sirkulasi perifer menurun ,perubahan mental :agitasi-
gelisa ,tekanan darah menurun,hypoksia,akumulasi secret,nadi ireguler.
 Problem eliminasi : konstipasi,medikasi atau imobilitas memperlambat
peristaltic,kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi
konstipasi,inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau
kondisi penyakit(mis Ca Colon) retensi urine,inkoptinesia rutin terjadi
akiobat penurunan kesadaran kondisi penyakit mis trauma medulla
spinalis,oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi
penyakit mis gagal ginjal.
 Problem nutrisi dan cairan ; asupan makanan dan cairan menurun,
peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan
pecah pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan,
dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
 Problem suhu; ekstremitasdingin, kedinginan sehingga harus memakai
selimut
 Problem sensori; penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat
mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, pendengaran
menurun, kemampuan berkonsentrasimenjadi menurun.
 Penglihatan kabur, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
 Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan
secara intra vena, pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
 Problem kulit dan mobilitas ; sering kali tirah baring lama menimbulkan
masalah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi
yang sering.
 Masalah psikologis pasien terminal dan orang terdekat biasanya
mengalami banyak respon emosi, perasaan marah dan putus asa sering kali
ditunjukkan.Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal
antara lain ketergantungan, hilang kontrol diri.tidak mampu lagi produktif
dalam hidup. Kehilangan harga diri dan harapan. Kesenjangan
komunikasi/barier komunikasi.
Dr.Elisabeth Kublerr-Ross telah mengidentifikasi lima tahap berduka yang
dapat terjadi pada pasien menjelang ajal.
1. Denial ( pengingkaran ), pada tahap ini individu menyangkal dan bertindak
seperti tidak terjadi sesuatu, dia mengingkari bahwa dirinya dalam kondisi
terminal. Pernyataan seperti tidak mungkin hal ini tidak akan terjadi pada
saya, saya tidak akan mati karena kondisi ini umum di lontarkan pasien.
2. Anger ( marah ) individu melawan kondisi terminalnya, dia dapat bertindak
pada seseorang atau lingkungan disekitarnya. Tindakan tidak mau minum
obat, menolak tindakan medis, tidak ingin makan, adalah respon yang
mungkin di tunjukkan pasien dalam kondisi terminal.
3. Bergaining (tawar-menawar) merupakan tahapan proses berduka dimana
pasien mencoba menawar waktu untuk hidup cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kematian. Seperti Tuhan beri saya kesembuhan, jangan cabut
nyawaku, saya akan berbuat baik mengikuti program pengobatan.
4. Depresion ( depresi ), ketika ajal semakin dekat atau kondisi semakin
memburuk pasien merasa terlalu sangat kesepian dan menarik diri.
Komunikasi terjadi kesenjangan, pasien banyak berdiam diri dan menyendiri.
5. Aceptance ( penerimaan ), reaksi fisiologis semakin memburuk, pasien mulai
menyerah dan pasrah pada keadaan dan putus asa.
Dari tahap-tahap tersebut rumah sakit memberikan pelayanan yang optimal
sesuai kebutuhan asuhan pasien dengan melibatkan peran pihak keluarga pasien
menjelang akhir kehidupannya. Peran perawat dalam setiap tahap ini sangatlah
penting dengan mengamati perilaku pasien terminal, mengenali pengaruh kondisi
terminal terhadap perilaku, dan memberikan dukungan yang empati
Tujuan pelayanan pada pasien tahap terminal ini adalah :
 Meringankan pasien dari penderitaannya, baik fisik (misalnya rasa
nyeri, mual, muntah, dll), maupun psikis (sedih, marah, khawatir, dll)
yang berhubungan dengan penyakitnya sehingga tercapai kenyamanan
fisik dan psikis.
 Memberikan dukungan moril, spiritual maupun pelatihan praktis
dalam hal perawatan pasien bagi keluarga pasien dan perawat
 Menghindarkan atau mengurangi rasa kesepian, takut, depresi dan
isolasi
 Meningkatkan mutu pelayanan pada pasien tahap terminal
 Memberikan pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasien
tahap terminal dengan segala kebutuhan uniknya
 Menyiapkan dukungan dan bantuan bagi pasien sehingga pada saat-
saat terakhir dalam hidupnya bisa bermakna dan akhirnya dapat
meninggal dengan senang dan damai
BAB II
RUANG LINGKUP PELAYANAN
Pelayanan pasien tahap terminal ini berlaku untuk semua staf dan unit-
unit pelayanan di RS Sari Asih Karawaci Tangerang terutama di ICU dan ruang
perawatan. Ketepatan pemberian pelayanan harus dimulai pada saat kontak
pertama dengan pasien, saat dokter telah mengindentifikasi pasien tahap terminal
dari segi medis dan perawat mengidentifikasi gejala tahap terminal. Hal ini
merupakan tanggungjawab semua staf RS baik klinisi atau admisi.
RS melatih staf untuk menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir
kehidupannya yaitu meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan sekunder,
manajemen nyeri, respon terhadap aspek psikologis, sosial, emosional, agama
dan budaya pasien dan keluarganya serta keterlibatannya dalam keputusan
pelayanan
BAB III
TATALAKSANA PELAYANAN
Pelayanan pasien tahap terminal merupakan hal berbeda dengan pelayanan
pasien pada umumnya, baik dari segi tatalaksana pengobatan maupun asuhan yang
diberikan. Pengobatan yang diberikan tidak dapat menghilangkan penyebab,
namun hanya memberikan rasa nyaman,atau terapi paliatif agar pasien dengan
kondisi terminal lebih nyaman, gejala-gejala yang dirasakan lebih minimal,
sehingga siap untuk menghadapi tahap akhir kehidupannya.
Asuhan yang diberikan perawat bersifat khusus karena pasien tahap terminal
memiliki kebutuhan yang khusus pula, yang mana kerjasama dan dukungan dari
keluarga turut mempengaruhi keberhasilan pelayanan. Banyak faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pelayanan pasien tahap terminal, untuk itu
pengkajian sesaat pasien datang sangatlah penting, dengan menggali informasi
klinik yang lengkap, meliputi :
1. Anamnesis dan atau alloanamnesis yang lengkap. Informasi yang digali
adalah keluhan kesehatan sekarang, dahulu dan riwayat penyakit yang ada
pada keluarga. Alloanamnesis dilakukan pada keluarga terdekat yang
serumah dengan pasien.
2. Pemeriksaan fisik secara lengkap dari kepala sampai kaki untuk
mengidentifikasi kelainan-kelainan yang ada, terutama pada organ-organ
vital, yang jika tidak segera dilakukan penanganan segera akan berakibat
fatal.
3. Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi yang diperoleh dari hasil anamnesa
dan pemeriksaan fisik lengkap.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang yang dilakukan
diharapkan dokter dan perawat mampu mengidentifikasi masalah-masalah
kesehatan yang ada dan direncanakan asuhan yang tepat, sesuai dengan kebutuhan
pasien.
A. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Ada beberapa faktor yang harus dikaji oleh dokter dan perawat untuk dapat
memberikan pelayanan yang bermutu pada pasien dengan kondisi terminal, yaitu :
a. Faktor fisik
Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain perubahan pada penglihatan,
pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri. Di
ruang perawatan, staf harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada
pasien. Pasien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulan
sebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang
terjadi pada pasien terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidak nyamanan
dan penurunan kemampuan pasien dalam pemeliharaan diri.
b. Faktor psikologis
Perubahan psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal.
Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal,
harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukkan apakah sedih, depresi, atau
marah. Problem psikologis lainnya muncul pada pasien terminal antara lain
ketergantungan, ajal yang terjadi pada pasien terminal.
c. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi
terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah
tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi
penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusan sering membawa pada perilaku
isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda pasien mengisolasi diri, sehingga
dapat memberikan dukungan sosial bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga
terdekat untuk selalu menemani pasien
d. Faktor Spiritual
Sejalan dengan memburuknya kondisi pasien perawat membuat diagnose
yang relevan dengan kebutuhan dasar seperti perubahan rasa nyaman, perubahan
eleminasi, pernafasan tidak efektif, perubahan sensoris dan sepertinya. Berbagai
kondisi tersebut bias di tuangkan dalam bentuk diagnose actual atau potensial.
Karena sifat dan tingkat keparahan kondisi terminal, data pengkajian fisik harus di
kumpulkan dengan sering dan dapat digunakan untuk memvalidasi diagnosa.
B. GEJALA DAN TANDA
Berikut beberapa gejala yang dialami pasien tahap terminal disertai cara
memberikan kenyamanan sebagai suatu rangkaian pelayanan pada pasien dengan
kondisi terminal
Gejala Cara memberikan kenyamanan
Penurunan kesadaran
(ngantuk)
Keadaan awal yang harus diwaspadai dan segera
menghubungi dokter untuk menanyakan instruksi

Menjadi tidak responsive


Banyak pasien masih bisa mendengar setelah
mereka tidak lagi dapat berbicara sehingga perawat
harus berbicara seolah-olah pasien dapat mendengar

Kebingungan tentang waktu


tempat dan orang terkasih
Bicaralah dengan tenang untuk membantu
mengembalikan orientasi pasien. Perlahan
mengingingatkan pasien tentang tanggal, waktu dan
orang yang bersama mereka

Hilangnya nafsu makan


penurunan kebutuhan pangan
dan cairan
Biarkan pasien memilih apakah dan kapan harus
makan atau minum. Sediakan es, air atau juice
dapat menyegarkan jika pasien masih bisa menelan.
Jaga mulut pasien agar tetap lembab dengan produk
seperti swab gliserin atau lip balm

Kehilangan control kandung


kemih atau usus
Jaga agar pasien agar bersih kering dan senyaman
mungkin. Pasien dapat menggunakan kateter atau
popok
Akral dingin
Hangatkan pasien dengan menggunakan selimut
tapi hindari selimut listrik atau alat pemanas yang
dapat menyebabkan luka bakar

Rasa nyeri meningkat atau


tidak berkurang dengan
pemberian terapi sebelumnya
Identifikasi nyeri dan tentukan derajat nyerinya.
Segera hubungi dokter yang merawat untuk segera
memberi instruksi untuk mengurangi rasa nyeri

Nafas sesak tidak teratur, dangkal atau bising nafas

Pernafasan mungkin lebih mudah jika tubuh pasien dibaringkan kesamping dan bantal diletakkan

dibawah kepala dan dibelakang punggung

Beberapa perubahan fisik saat kematian telah mendekat :


1. pasien kurang rensponsif
2. fungsi tubuh melambat
3. pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
4. rahang cendrung jatuh
5. pernafasan tidak teratur dan dangkal
6. sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah
7. kulit pucat
8. mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya
Pada saat-saat seperti ini, berikan kesempatan pada pasien dan keluarga
untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka , dan gali
makna pribadi dari kehilangan. Jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum
dan sehat Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan
bahwa kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan
ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka yang
lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu pasien dan anggota keluarga
menerima dan mengatasi situasi dan respon merekaterhdap situasi tersebut.
Pasien stadium terminal memerlukan perawatan yang lebih khusus, karena
banyaknya keluhan yang dia rasakan. Keluarga umumnya memasrahkan
perawatan dan pengobatannya di rumah sakit, karena dianggap memang tenaga
ahlinya ada disitu, dan keluarga tidak mengetahui bagaimana merawat penderita.
Namun, harus diketahui, pengobatan paliatif tidak ada batas waktu sampai kapan
harus dirawat di rumah sakit, karena hanya mengobati gejala penyakit saja sampai
menunggu panggilan Allah. Jangka waktu perawatan bisa sangat lama, dan
tentunya memerlukan biaya sangat besar baik untuk ongkos penginapan, obat-
obatan, tenaga medis dan paramedis. Selain itu keluarga juga akan sangat repot
karena harus menunggu siang maupun malam, sehingga harus meninggalkan
rumah, keluarga dan pekerjaan, mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk
transport dll.
Memang benar, untuk mengatasi keluhan-keluhan fisik yang dirasakan
penderita seperti rasa nyeri, mual-mual, perdarahan, borok, sakit kepala dan lain-
lain memerlukan tenaga dokter dan paramedis. Namun keluhan lain seperti rasa
sepi, rasa kesendirian, putus asa, rasa takut, cemas, waswas, rasa ingin dicintai,
rasa ingin disayangi, rasa aman, kebutuhan spiritual, support mental, support
sosial, sangat memerlukan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya
yang dengan tulus hati mau mendengar, memberikan uluran kasih sayang dan
perhatian yang sangat diperlukan penderita mendekati saat-saat terakhirnya.
Perawatan paliatif bukan hanya dapat dilakukan di rumah sakit saja,
namun dapat juga dilakukan di luar rumah sakit yaitu di rumah penderita itu
sendiri. Perawatan di rumah penderita sendiri ini disebut juga home care. Home
care dapat dilaksanakan dengan standart pengobatan seperti di rumah sakit. Untuk
dapat melaksanakan perawatan di rumah ini, perlu kerjasama berbagai pihak yang
akan berfungsi sebagai Tim Perawatan Paliatif Rumah, yaitu dapat dokter di
wilayah setempat bisa dokter Puskesmas atau dokter keluarga, PKK setempat dan
relawan yang ingin membantu dan dibekali pelatihan tertentu sesuai bidang minat
yang sesuai baik bidang perawatan, dukungan spiritual maupun dukungan moril

BAB IV
DOKUMENTASI
Semua rangkaian pelayanan pada pasien tahap terminal dilakukan secara
terkoordinasi dan terintegrasi dalam suatu rekam medic agar asuhan yang diterima
oleh pasien terencana dengan baik, terpantau sehingga pelayanan yang diberikan
dapat secara optimal dan sesuai dengan kebutuhan asuhan pasien
PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN
A.Pendahulua n
Ketepatan identifikasi pasien menjadi hal yang penting, bahkan berhubungan dengan
keselamatan pasien. Kesalahan karena keliru merupakan hal yang amat tabu dan sangat berat
hukumnya. Kesalahan karena keliru pasien dapat terjadi dalam semua aspek diagnosis dan
pengobatan. Perlu proses kolaboratif untuk memperbaiki proses identifikasi uuntuk mengurangi
kesalahan identifikasi pasien. Tidak semua pasien rumah sakit dapat mengungkapkan identitas
secara lengkap dan benar. Beberapa keadaan seperti pasien dalam keadaan terbius, mengalami
disorientasi, tidak sadar sepenuhnya, bertukar tempat tidur atau kamar atau lokasi dalam rumah
sakit atau kondisi lain dapat menyebabkan kesalahan dalam identifikasi pasien. Proses
identifikasi pasien perlu dilakukan dari sejak awal pasien masuk rumah sakit yang kemudian
identitas tersebut akan selalu dan konfirmasi dalam segala proses di rumah sakit, seperti saat
sebelum memberikan obat, darah atau produk darah atau sebelum mengambil darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan. Sebelum memberikan pengobatan dan tindakan atau prosedur .
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan identifikasi pasien yang nantinya bisa berakibat
fatal jika pasien menerima prosedur medis yang tidak sesuai dengan kondisi pasien seperti salah
pemberian obat, salah pengambilan darah bahkan salah tindakan medis. Penyusunan kebijakan
dan atau prosedur ini harus dikerjakan untuk berbagai pihak agar hasilnya dipastikan dapat
mengatasi semua permasalahan identifikasi yang mungkin terjadi.
B.Pengertian
Identifikasi adalah pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang bukti -
bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan mempersamakan keterangan tersebut
dengan individu seseorang. Pasien adalah seorang individu yang mencari atau menerima
perawatan medis.
Identifikasi pasien adalah suatu sistem identifikasi kepada pasien untuk membedakan
antara pasien satu dengan yang lain sehingga memperlancar atau mempermudah dalam
pemberian pelayanan kepada pasien.
C.Tujuan
Tujuan identifikasi pasien antara lain:
1. Untuk memberikan identitas pada pasien.
2. Un t u k m e m b e d a k a n p a s i e n .
3. U ntuk menghindari kesalahan medis ( mal praktek )
D.Kebijakan
Kebijakan identifikasi pasien di Rumah Sakit AULIA LODOYO adalah dengan
menggunakan dua cara, yaitu:
1. Dengan menyebutkan nama pasien, umur, dan nomor registrasi.
2. Dengan mengunakan gelang identitas pasien.
a) Gel ang warna pin k untuk pas ien perempuan.
b) Gelang warna biru untuk pasien laki - laki.
c) Gelang warna merah untuk pasien mempunyai riwayat alergi.
d) Gelang warna kuning untuk pasien mempunyai resiko jatuh.
Identifikasi pasien tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.Identifikasi
pasien juga dilakukan pada pasien koma atau tidak sadar, pasien dengan gangguan jiwa, dan
pasien yang tanpa identitas. Kebijakan identifikasi tersebut juga dilakukan di lokasi berbeda
dalam rumah sakit seperti pelayanan rawat jalan,UGD, VK( kamar bersalin ), dan kamar operasi.
Identifikasi Pasien dilakukan pada saat :
1. P a d a s a a t s e b e l u m p e m b e r i a n o b a t .
2. Pada saat pemberian darah atau produk darah
3. Pada saat sebelum pengambilan darah atau spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
4. Pada saat sebelum pemberian pengobatan dan tindakan atau prosedur.
Saat pemasangan gelang identifikasi petugas harus :
1. Jel askan manfaat gelang pas ien.
2. Jelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, melepas, menutupi
gelang.
3. Mem inta pasi en untuk mengingatkan petug as bila akan
melakukan tindakan atau memberi obat, memberikan pengobatan tidak
mengkonfirmasi nama dan mengecek gelang identifikasi

E.Identifikasi Pasien Khusus


1. P r o s e d u r i d e n t i f i k a s i n e o n a t u s
a.Neonatus harus menggunakan dua gelang identifikasi setiap saat ( detail
yang sama pada dua anggota gerak yang berbeda yaitu anggota gerak atas dan anggota gerak
bawah ).
b.Gelang pasien neonatus berisi identifikasi ibu yang melahirkan pasien jika nama
pasien belum teregistrasi.
c.Setelah nama neonatus teregistrasi, identifikasi mengenai ibu pasien dapat
diganti dengan identifikasi pasien tersebut.
d.Gelang identifikasi warna pink untuk bayi perempuan dan warna biru untuk
laki 4 laki.
2.Proseduridentifikasipasienanak
a. Gelang identifikasi anak berisi nama pasien, nomor rekam medis, tanggal
lahir dan nama orang tua atau wali pasien.
b. Gelang identifikasi untuk bayi perempuan pink dan biru untuk laki – laki
3. Prosedur ide ntifikasi pasien dengan alergi
a.Pasienharusdipastikanmemilikriwayatalergiatautidak
sebelumdirawatinap.
b. Gelang identifikasi alergi berwarna merah dikenakan di salah satu pergelangan tangan
dan harus dicatumkan nama alergen dengan jelas.
c.Mata alergi harus terdokumentasi di rekam medis pasien.
d.Satu gelang alergi dapat memuat maksimal ( tiga ) identifikasi alergi
pasien, jika lebih dari tiga alergi dapat ditambahkan gelang identifikasi alergi baru
sesuai dengan kelipatan tiga.
e.Jika ditemukan alergi baru, gelang identifikasi alergi baru harus dikenakan.
4. Prosedur identifikasi pasien dengan resiko jatuh
a. Pasien dengan resiko jatuh adalah pasien dengan agitasi, agresi, delirium
yang belummembaik, geriatri dan pasien lain dengan kebutuhan kekang
b. Gelang identifikasi pasien dengan resiko jatuh berwarna kuning yang dikenakan di
salah satu pergelangan tangan dengan mencantumkan nama pasien, jenis kelamin,
nomor rekam medis, dan tanggal lahir.
c. Pasien agitasi, agresi dan kebutuhan kekang yang beresiko membahayakan
dirinya dan merusak gelang yang dikenakan dipergelangan tangan dapat dikenakan di
pergelangan kaki dan apabila pasien sudah membaik dan tenang, gelang tidak perlu
dipindahkan.

Anda mungkin juga menyukai